bab i oi

49
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan jaringan kolagen yang berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh dan tulang yang bersifat herediter (autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelemahan persendian, dan kerapuhan pembuluh darah. Kelainan ini disebut juga brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan (Glorieux F, 2007). Insiden osteogenesis imperfecta terdeteksi sekitar 1 : 20.000 kelahiran hidup serta tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras tertentu. Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak mengalami patah tulang sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat patah tulang dapat dialami sejak dalam uterus atau prenatal. Namun pada osteogenesis imperfecta yang ringan kurang terdiagnosis, sehingga prevalensi yang sebenarnya mungkin lebih tinggi. Usia penderita saat gejala muncul bervariasi, terutama gejala mudah patahnya tulang. Pada kasus minoritas dapat ditemukan penurunan secara resesif yang disebabkan oleh mosaicism pada orangtua (Marini, 2007).

Upload: yulie-ana-bani-mansyur

Post on 23-Dec-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

oi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I oi

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan jaringan kolagen yang

berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh dan tulang yang bersifat herediter

(autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelemahan

persendian, dan kerapuhan pembuluh darah. Kelainan ini disebut juga

brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta

kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan (Glorieux

F, 2007).

Insiden osteogenesis imperfecta terdeteksi sekitar 1 : 20.000 kelahiran

hidup serta tidak berhubungan dengan jenis kelamin maupun ras tertentu.

Pada bentuk yang ringan, penderita bisa tidak mengalami patah tulang

sampai masa dewasa. Sedangkan pada bentuk yang berat patah tulang dapat

dialami sejak dalam uterus atau prenatal. Namun pada osteogenesis

imperfecta yang ringan kurang terdiagnosis, sehingga prevalensi yang

sebenarnya mungkin lebih tinggi. Usia penderita saat gejala muncul

bervariasi, terutama gejala mudah patahnya tulang. Pada kasus minoritas

dapat ditemukan penurunan secara resesif yang disebabkan oleh mosaicism

pada orangtua (Marini, 2007).

Ada bukti bahwa osteogenesis imperfecta telah mengenai manusia sejak

dahulu kala. Osteogenesis imperfecta telah ditemukan pada sebuah mumi

Mesir yang berasal dari tahun 1000 SM. Kelainan ini juga telah

diidentifikasi pada kondisi yang diderita oleh Ivan yang tanpa tulang kaki

yang hidup di abad ke-9 Denmark. Pangeran Ivan, menurut legenda, dalam

pertempuran selalu menggunakan perisai karena ia tidak mampu berjalan di

atas kaki yang kokoh (Glorieux F, 2007).

Dalam tinjauan pustaka, penulis membahas secara singkat mengenai

definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis,

diagnosis banding, komplikasi, pengobatan, dan prognosis dari

osteogenesis imperfecta.

Page 2: BAB I oi

2

I.2 Tujuan

I.2.1 Tujuan Umum

Untuk melengkapi tugas stase radiologi pada kepaniteraan klinik

di RSUD Waled Cirebon.

I.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui secara keseluruhan tentang osteogenesis imperfecta.

I.3 Manfaat

1. Menjadi bahan pembelajaran pribadi yang menambah pengetahuan serta

wawasan penulis mengenai osteogenesis imperfecta.

2. Pembaca dapat memahami lebih jauh tentang osteogenesis imperfecta.

3. Dapat menambah bahan pustaka institusi.

Page 3: BAB I oi

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.I Definisi Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan jaringan kolagen yang

berfungsi sebagai jaringan ikat tubuh dan tulang yang bersifat herediter

(autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan tulang, kelemahan

persendian, dan kerapuhan pembuluh darah. Kelainan ini disebut juga

brittle bone disease, ditandai dengan kerapuhan massa tulang serta

kecenderungan mengalami fraktur multipel akibat trauma ringan.

Osteogenesis imperfecta dikenal pula sebagai fragilitas osseum yang

memiliki arti mudah patah (Sjamsuhidajat, 2005).

Sistem skeletal atau rangka tubuh adalah bagian tubuh yang terdiri dari

tulang-tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap

dan posisi. Sistem skeletal disusun oleh tulang-tulang yang berjumlah 206

buah. Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan

menjadi:

1. Ossa longa (tulang panjang) yaitu tulang yang ukuran panjangnya

terbesar. Contohnya: os. humerus dan os. Femur.

2. Ossa brevia (tulang pendek) yaitu tulang yang ukurannya pendek.

Contohnya: os. carpi.

3. Ossa plana (tulang pipih) yaitu tulang yang ukurannya lebar. Contohnya:

os. scapula.

4. Ossa ireguler (tulang tak beraturan). Contohnya: os. vertebrae.

5. Ossa pneumatika (tulang berongga udara), contohnya os. maxilla.

Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa

(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).

Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum) dan

permukaan dalam dilapisi oleh selaput tipis jaringan ikat (endosteum) yang

Page 4: BAB I oi

4

melapisi rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.

Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang

merupakan pusat osifikasi. Periosteum mengandung osteoblas (sel

pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat dan pembuluh darah. Periosteum

merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka ke tulang dan berperan

dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan reparasi tulang rusak. Pars

kompakta teksturnya halus dan sangat kuat (Marini, 2007).

Gambar 1. Sistem skeletal tubuh

Tulang kompak memiliki sedikit rongga dan lebih banyak mengandung

kapur (kalsium fosfat dan kalsium karbonat) sehingga tulang menjadi padat

dan kuat. Kandungan tulang manusia dewasa lebih banyak mengandung

kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi. Bayi dan anak-anak

memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-serat sehingga lebih

lentur (Rasjad, 2007).

Tulang rawan berkembang dari mesenkim membentuk sel yang disebut

kondrosit. Kondrosit menempati rongga kecil (lakuna) di dalam matriks

dengan substansi dasar seperti gel (berupa proteoglikans) yang basofilik.

Page 5: BAB I oi

5

Kalsifikasi menyebabkan tulang rawan tumbuh menjadi tulang (keras)

(Rasjad, 2007).

Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblas,

dan osteoklas serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur

organik terutama kalsium dan fosfor (Rasjad, 2007).

II.2 Etiologi Osteogenesis Imperfecta

Penyebab osteogenesis imperfecta adalah karena cacat genetik yang

menyebabkan tidak sempurnanya bentuk tulang, atau jumlah tulang yang

tidak normal. Hampir 90% osteogenesis imperfecta disebabkan oleh

kelainan struktural atau produksi  dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan

COL1A2), yang merupakan komponen  protein utama matriks ekstraselular

tulang dan kulit (Murray RK, 2000).

II.3 Klasifikasi Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta dibedakan menjadi osteogenesis imperfecta

kongenital yang dideteksi pada perinatal dan osteogenesis imperfecta tarda

yang dideteksi lebih lambat pada masa anak-anak. David Sillence (1979)

membagi osteogenesis imperfecta menjadi empat tipe berdasarkan cara

pewarisan gen, manifestasi klinis, dan kesan radiografi. Beberapa tipe

tambahan ditemukan berdasarkan perbedaan histologi (Rasjad, 2007).

Klasifikasi osteogenesis imperfecta terdapat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1. Klasifikasi Osteogenesis Imperfecta

Tipe Fenotif Diturunkan secara

Defek Biomolekuler

Defek Genetika

Page 6: BAB I oi

6

I Ringan : sklera kebiruan, brittle bones , tetapi tdk ada deformitas tulang

Autosomal dominan

Biasanya : Susunan kolagen normal (alel normal), tetapi jumlah berkurang separoh

Biasanya: tidak punya alel, sehingga menggangu produksi rantai proα1(1), dan mengganggu sintesis mRNA

II Perinatal letal: abnormalitas tulang yg berat (fraktur, deformitas), sklera gelap, meninggal usia 1 bulan

Autosomal dominan

Biasanya: produksi molekul kolagen abnormal ok. Substitusi dari Gly-X-Y dari tripel helix dominan, dgn beberapa bias ke separoh protein C-terminal

Biasanya :kesalahan mutasi tulang dalam kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2

III Deformitas progresif: fraktur, sering saat kelahiran, deformitas tulang progresif, tumbuh terbatas, sklera biru

Autosomal dominan

Molekul kolagen abnormal : substitusi glisin dari berbagai tipe triple helix, berada di sepanjang protein

Kesalahan mutasi pada kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2

IV Sklera normal, deformitas tulang : derajat ringan –sedang, perawakan pendek, fraktur

Autosomal dominan

Abnormal molekul kolagen: substitusi glisin dari berbagai tipe triple helix, berada di sepanjang protein

Kesalahan mutasi pada kodon glisin dari gene untuk rantai α1 dan α2

Penelitian beberapa tahun terakhir dengan menggunakan penelitian

mikroskopik terhadap tulang penderita osteogenesis imperfecta ditemukan

tipe-tipe baru osteogenesis imperfecta (tipe V, VI, VII, dan VIII).

Page 7: BAB I oi

7

Osteogenesis Imperfecta Tipe V (Hiperplasia Kallus), Tipe VI (Defek

Mineralisasi), Tipe VII (Autosomal Resesif), dan tipe VIII (Defisiensi

Prolyl 3-hydroxylase 1) (Glorieux, 2007).

II.4 Patogenesis Osteogenesis Imperfecta

Prokolagen tipe I adalah struktur protein utama yang menyusun matriks

tulang dan jaringan fibrous lainnya, seperti kapsul organ, fasia, kornea,

sklera, tendon, selaput otak dan dermis. Sekitar 30% berat badan manusia

terdiri dari prokolagen tipe I. Secara struktural, molekul prokolagen tipe I 

berbentuk triple helix, terdiri dari  2 rantai proα1(I) (disebut COL1A1,

dikode pada kromosom 17) dan 1 rantai  proα2(I) (disebut COL1A2,

dikode pada kromosom 7). Masing-masing rantai triple helix itu dibentuk

oleh rangkaian 388 asam amino Gly-X-Y yang berulang. Prolin sering

berada di posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau hidroksilisin sering

berada di posisi Y. Glisin (Gly) merupakan asam amino terkecil yang

mempunyai struktur cukup padat dan berperan penting sebagai poros dari

helix sehingga bila terjadi mutasi akan sangat mengganggu struktur dan

produksi helix. Prokolagen yang abnormal akan membentuk cetakan yang

tidak normal sehingga matriks  pelekat tulang pun tak normal dan tersusun

tak beraturan. Beberapa protein bukan kolagen dari matriks tulang juga

berkurang. Hal ini menyebabkan adanya penurunan pembentukan tulang,

osteopenia, dan terjadi kerapuhan sehingga meningkatkan angka kepatahan

(fraktur) (Murray RK, 2000).

Page 8: BAB I oi

8

Gambar 1. Gen yang menyandi tipe I preprocollagen struktur rantai (atas) dan domain

molekul procollagen (bawah)

Lebih dari 200 mutasi yang berbeda mempengaruhi sintesis atau

struktur prokolagen tipe I ditemukan pada penderita osteogenesis

imperfecta. Jika mutasi tersebut menurunkan produksi/ sintesis prokolagen

tipe I, maka terjadi osteogenesis imperfecta fenotip ringan (osteogenesis

imperfecta tipe I), namun jika mutasi menyebabkan gangguan struktur

prokolagen tipe I maka akan terjadi osteogenesis imperfecta fenotip yang

lebih berat (tipe II, III, dan IV).  Kelainan struktur itu pada dasarnya terbagi

menjadi dua macam, yaitu 85% karena posteogenesis imperfectant mutation

akibat glisin digantikan oleh asam amino lain  dan sisanya karena kelainan

single exon splicing. Struktur normal prokolagen tipe I yaitu masing-masing

rantai kolagen sebagai triple helix prokolagen, disekresikan ke ruang

ekstraseluler. Domain amino- dan carboxyl-terminal dipecah di ruang

ekstraseluler, mengalami maturitas, kemudian dirangkai dan tulang akan

mengalami mineralisasi (Murray RK, 2000).

Mutasi terbanyak osteogenesis imperfecta diturunkan secara autosomal

dominan oleh gen kolagen tipe I, hanya sedikit yang resesif. Secara umum

penyakit ini menggambarkan kompleksitas genetik, namun jika terjadi

Page 9: BAB I oi

9

mutasi gen akan mempengaruhi struktur protein yang termasuk dalam

berbagai bentuk sub unit (Murray RK, 2000).

Tipe I,II,II or IV OI

Gambar 2. Patogenesis kelas mayor mutasi dari prokolagen tipe 1

II.5 Manifestasi Klinis Osteogenesis Imperfecta

1. Tipe I (ringan)

Osteogenesis imperfecta tipe I merupakan tipe paling ringan dan

paling tinggi insidennya. Identifikasi seringkali pada waktu yang lebih

lambat. Pada tipe ini ditemukan fraktur ringan, sedikit deformitas kaki, dan

kompresi vertebra ringan. Dislokasi sendi bahu dan sendi panggul bisa

ditemukan. Fraktur terjadi karena trauma ringan sampai sedang dan

berkurang setelah pubertas. Sklera biasanya berwarna biru. Kehilangan

pendengaran dini terjadi pada 30-60% penderita. Kelainan jaringan ikat

yang mungkin terjadi yaitu kulit tipis dan mudah memar, kelenturan sendi

dan perawakan pendek yang berhubungan dengan anggota keluarga lain

(Glorieux F, 2007).

Page 10: BAB I oi

10

2. Tipe II (Sangat berat/ perinatal lethal)

Tipe ini merupakan tipe dengan tingkat keparahan tertinggi sehingga

disebut dengan tipe letal perinatal. Bayi sering mengalami kematian

selama persalinan akibat perdarahan intakranial yang disebabkan trauma

multipel. Terdapat kerapuhan hebat pada tulang dan jaringan ikat lainnya.

Ditemukan mikromelia dan kedua kaki abduksi seperti frog-leg position.

Terdapat fraktur multipel pada kosta dan ronggga thoraks yang sempit

sehingga terjadi insufisiensi pernafasan. Kepala dapat berukuran besar

dengan pelebaran fontanela anterior dan posterior. Sklera berwarna biru

atau kelabu gelap (Eroglu, 2005).

3. Tipe III (Berat/Progresif)

Tipe ini merupakan tipe yang paling parah dari bentuk nonletal dan

menyebabkan disabilitas fisik yang berarti. Fraktur biasanya juga terjadi

intrauterin. Bentuk muka relatif makrosefalus dan berbentuk segitiga.

Fraktur dapat terjadi akibat trauma ringan dan sembuh dengan

meninggalkan deformitas. Costa bagian basal sering rapuh dan bentuk

dada mengalami deformitas. Ditemukan juga skoliosis dan kompresi

vertebra. Kurva pertumbuhan di bawah normal dari satu tahun pertama

kehidupan. Pasien memiliki perawakan pendek yang ekstrim. Sklera

berwarna putih sampai biru (Marini, 2007).

4. Tipe IV (Tak terdefinisi/ Moderately severe)

Pasien lahir dengan fraktur intrauterin dan tulang panjang bawah yang

bengkok. Fraktur berkurang setelah pubertas. Pasien memiliki perawakan

cukup pendek. Sklera bisa biru atau putih (Marini, 2007).

5. Tipe V

Deformitas derajat sedang (disebut juga congenital brittle bones

dengan formasi kalus redundant ). Manifestasi klinis : kerapuhan tulang

derajat sedang, perawakan pendek ringan-sedang, sklera putih, tidak

didapatkan dentinogenesis imperfecta, diturunkan secara dominan.

Gambaran radiologis didapatkan dislokasi ujung tulang radius;

mineralisasi membran interosseous; hiperplasi kallus (Glorieux F, 2007).

Page 11: BAB I oi

11

6. Type VI

Deformitas derajat sedang-berat disebut juga congenital britlle bones

dengan defek mineralisasi. Manifestasi klinisnya adalah kerapuhan tulang

derajat sedang, perawakan pendek derajat sedang, sklera putih, tidak

didapatkan dentinogenesis imperfecta, tidak tampak scoliosis, tidak

diketahui sifat keturunannya. Gambaran histologisnya tampak akumulasi

osteogenesis imperfecta di jaringan tulang, bentuk fish scale dari lamella

tulang (Glorieux F, 2007).

7. Type VII

Deformitas derajat sedang disebut juga congenital brittle bones

dengan rhizomelia. Gambaran klinisnya adalah kerapuhan tulang derajat

sedang, perawakan pendek derajat ringan, sklera putih, tidak didapatkan

dentinogenesis imperfecta, autosomal resesif; ditemukan hanya pada

kelompok suku asli Amerika Utara di northern Quebec. Gambaran

radiologis tampak tulang humeri and femora yang pendek dan coxa vara

(Glorieux F, 2007).

8. Type VIII

Disebabkan oleh defisiensi Prolyl 3-hydroxylase 1 dengan gambaran

klinis tampak sklera putih, wajah bulat, dada bentuk barrel chest pendek,

tangan relatif lebih panjang dibandingkan kaki, tulang phalang panjang,

tulang metakarpal pendek; diturunkan secara resesif. Gambaran radiologis

tampak gracile, kadar mineral tulang iga dan tulang panjang yang rendah,

fraktur multipe pada saat lahir, disorganisasi bulbus metafise dan

matrixnya (Murray RK, 2000).

Page 12: BAB I oi

12

Gambar 3. Wajah bulat dengan orbita dangkal, sclerae putih atau keabu-

abuan, philtrum panjang, rhizomelic dari ekstremitas atas dan bawah dan posisi

abduksi kaki

II.6 Diagnosis Osteogenesis Imperfecta

Diagnosis osteogenesis imperfecta ditegakkan berdasarkan riwayat

penyakit yang sama pada keluarga dan manifestasi klinis serta pemeriksaan

penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

1. Pencitraan

a. Pemeriksaan Foto Rontgen

Pada pemeriksaan ini dapat ditemukan gambaran densitas tulang

yang menurun yang mengarah ke osteopenia, fraktur yang baru,

subklinis, atau sudah sembuh, bengkok pada tulang kortikal, kompresi

vertebra, dan tulang Wormian pada sutura tulang kranial. Tulang

Page 13: BAB I oi

13

Wormian adalah gambaran tulang-tulang kecil pada tulang kranial

yang pada bayi normal tidak ada, ditemukan pada 60% penderita

osteogenesis imperfect (Kirpalani A, 2012).

Kasus yang dicurigai osteogenesis imperfecta, pemeriksaan foto

Rontgen postnatal harus mencakup pencitraan dari tulang kortikal,

tengkorak, dada, panggul, dan tulang belakang torakolumbalis.

Gambaran radiografi berhubungan dengan jenis osteogenesis

imperfecta dan tingkat keparahan penyakit (Eroglu D, 2005).

1. Gambaran Radiografi Umum

Gambaran radiografi umum osteogenesis imperfecta yaitu

osteoporosis umum dari kedua kerangka aksial dan

apendikular. Kondisi tulang tipis, overtubulasi dengan korteks tipis.

Tampak adanya reaksi periosteal, gambaran osteopenia, dan

sklerosis metafisis (Kirpalani A, 2012).

Gambar 4. Radiografi radiusulnaris posteroanterior perempuan, 17 tahun,

dengan osteogenesis imperfecta tipe I menunjukkan osteoporosis, deformitas

membungkuk dengan overtubulasi dari jari-jari, fraktur ulnaris yang sembuh,

dan pembentukan kalus di atas humerus distal. Pertumbuhan garis pemulihan

tampak pada radius distal.

Page 14: BAB I oi

14

Gambar 5. Radiografi femur posteroanterior laki-laki, 6 bulan, dengan

osteogenesis imperfecta menunjukkan sklerosis metafisis distal femur

Bentuk yang lebih parah dari osteogenesis imperfecta, seperti

tipe II dan III, osteoporotik pada tulang panjang dengan fraktur

multipel. Fraktur yang terjadi dapat berupa fraktur transversal,

obliq, spiral, torus, dan greenstick. Fraktur pada umumnya terjadi

pada tahun pertama kehidupan. Dada mungkin kecil. Beberapa

fraktur tulang rusuk sering ditemukan, menyebabkan tulang rusuk

menjadi cacat. Selain itu, kelainan tulang belakang ditemukan pada

semua tipe osteogenesis imperfecta termasuk scoliosis (Kirpalani

A, 2012).

Bentuk-bentuk ini sering dipersulit oleh pembentukan kalus

hiperplastik. Kalus yang paling sering ditemukan di sekitar tulang

femoralis dan sering besar, muncul sebagai massa padat, tidak

teratur, timbul dari korteks tulang. Kalus ini dikaitkan dengan

penebalan periosteum dan kehadirannya menyebabkan

pertimbangan diferensial diagnostik lainnya, termasuk

Page 15: BAB I oi

15

osteosarkoma, miositis ossifikans, osteomielitis kronis, dan

osteokondroma (Kirpalani A, 2012).

Gambar 6. Radiografi toraks posteroanterior perempuan, tiga tahun dengan

fraktur multipel costa dan pembentukan kalus dalam berbagai tingkatan

Gambar 7. Fraktur metafisis pada perempuan, empat tahun, dengan osteogenesis imperfecta

Selain itu, dengan peningkatan keparahan penyakit, tulang

kranial tengkorak menunjukkan densitas yang rendah dan tampak

Page 16: BAB I oi

16

tulang-tulang Wormian, yaitu tulang-tulang kecil di intrasutura

(Kirpalani A, 2012).

Gambar 8. Rontgen kranial posteroanterior pada pasien wanita muda dengan

tipe III osteogenesis imperfecta menunjukkan beberapa tulang Wormian

Page 17: BAB I oi

17

Gambar 9. Gambaran radiologis (d) Fraktur mid diafise tampak obliq kiri dari

humerus kiri, (b) penipisan ringan dari tulang kepala, (e) fraktur proksimal

femur bilateral dengan konsolidasi dan angulasi

2. Gambaran Radiografi Spesifik:

a. Osteogenesis imperfecta tipe I

Page 18: BAB I oi

18

(a) (b)

Gambar 10. Radiografi kruris anteroposterior laki-laki dengan osteogenesis imperfecta tipe IA pada usia: (a) 3 tahun saat pertama kali mengalami

fraktur tibialis dan (b) 6 tahun saat keempat kali mengalami fraktur tibialis

b. Osteogenesis imperfecta tipe II

Osteogenesis imperfecta tipe II dikategorikan berdasarkan

fitur radiologis tulang kortikal dan tulang kosta menjadi 3

subtipe: yaitu IIA, IIB, dan IIC. Pada subtipe IIA dan IIB, tulang

kortikal pendek dan lebar. Pada tipe IIC, tulang kortikal tipis

dan berbentuk silinder (Eroglu D, 2005).

Page 19: BAB I oi

19

Gambar 11. Bayi baru lahir dengan osteogenesis imperfecta. Tampak gambaran fraktur multipel dan deformitas pada seluruh tulang

c. Osteogenesis imperfecta tipe III

Skoliosis vertebra torakolumbalis khas pada osteogenesis

imperfecta tipe III. Sebanyak 25% penderita dengan

osteogenesis imperfecta menderita skoliosis. Skoliosis sebagian

besar membentuk huruf S (Suresh, 2010).

Popcorn appearance tampak pada metafisis-epifisis tulang

kortikal, paling sering di artikulasio genu. Hal ini terjadi akibat

mikrofraktur berulang pada plat pertumbuhan (Suresh, 2010).

Tulang kraniofasial lunak dengan kalvarium, besar tipis

menyebabkan fasies segitiga.

Page 20: BAB I oi

20

Gambar 12. Radiografi vertebra posteroanterior pada pasien osteogenesis imperfecta tipe III yang berat. Tampak skoliosis berbentuk S

Gambar 13. Radiografi vertebra lateral pada anak 1 tahun dengan osteogenesis imperfecta

Page 21: BAB I oi

21

Gambar 14. Radiografi osteogenesis imperfecta tipe III anak usia 6 tahunA. Tulang tibialis dan fibularis kanan dan kiri tampak osteoporotik dengan

metaphyseal flaring, popcorn appearance pada plat pertumbuhan, dan placement intramedullary rod. B. Tulang-tulang vertebra terkompresi dan tampak

osteoporotik

d. Osteogenesis imperfecta tipe IV

Gambaran radiografi dari osteogenesis imperfecta tipe IV

mirip dengan gambaran umum osteogenesis imperfecta.

Gambaran khas yang diasosiasikan dengan tipe IV adalah

invaginasi basiler dengan atau tanpa kompresi batang otak. Hal

ini mungkin terdeteksi pada radiografi polos tengkorak atau

tulang vertebra servikalis (Peterson CR, 2007). 

Page 22: BAB I oi

22

b. Ultrasonografi

Ultrasonografi berperan dalam mendiagnosis osteogenesis

imperfecta pada masa intrauterin pada trimester kedua kehamilan.

Diagnosis osteogenesis imperfecta dapat ditegakkan pada minggu ke-

17 kehamilan dengan mendeteksi kelainan morfologi pada

ultrasonogram. Pada ultrasonogram tampak gambaran angulasi dan

bengkoknya tulang kortikal, panjang tulang kortikal memendek dari

ukuran normal, dan fraktur multipel costa. Ultrasonografi juga dapat

digunakan untuk membantu pencitraan pada prosedur biopsi villi

korialis untuk pemeriksaan biomolekuler kolagen (Eroglu D, 2005).

Gambar 15. Ultrasonografi pada kehamilan 16 minggu menunjukkan kesan edema nuchal

Celah kecil gelap di bawah kulit belakang leher pada janin disebut

dengan nuchal translucency (NT) pada kehamilan 10-14 minggu atau

nuchal fold (NF) pada kehamilan 15-22 minggu. Peningkatan NF

dihubungkan dengan abnormalitas kongenital muskuloskeletal.

Diagnosis osteogenesis imperfecta apabila ditemukan penebalan NF

(edema nuchal), serta tampak gambaran angulasi tulang kortikal,

pendeknya tulang kortikal dari ukuran normal, atau fraktur multipel

costa (Eroglu D, 2005).

Page 23: BAB I oi

23

Gambar 16. Ultrasonografi pada kehamilan 20 minggu menunjukkan kesan hyrop fetalis

c. Computerized Tomography (CT Scan)

Modalitas ini digunakan untuk menilai invaginasi basiler yang

terjadi sebagai komplikasi dari osteogenesis imperfect tipe IV. Garis

McGregor, garis lurus yang menghubungkan permukaan atas tepi

posterior palatum durum ke titik kaudal kurva oksipital, dapat

digunakan untuk menilai komplikasi ini. Proyeksi ujung prosesus

odontosteogenesis imperfectad di atas garis McGregor menunjukkan

adanya invaginasi basiler (Peterson CR, 2007).

Gambar 17. CT scan vertebra servikal pada perempuan, 16 tahun, dengan osteogenesis imperfecta tipe IV. Gambar ini menunjukkan invaginasi basiler

ringan, dengan ujung sarang-sarang di atas garis McGregor (merah)

Page 24: BAB I oi

24

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI digunakan untuk menilai invaginasi basiler. Meskipun

radiografi servikal dan CT scan dapat menunjukkan kelainan ini

dengan baik, MRI memiliki keuntungan yaitu dapat mendeteksi

kompresi medulla spinalis (Kirpalani A, 2012).

Gambar 18. stenosis ringan pada foramen magnum yang disebabkan oleh invaginasi basilar (garis merah menunjukkan lebar efektif foramen magnum)

2. Bone Mass Densitometry (BMD)

Densitometri dapat mengkonfirmasi tingkat keparahan osteoporosis

pada pasien dengan osteogenesis imperfecta serta dapat menilai

keberadaan demineralisasi pada osteogenesis imperfecta tipe I atau tipe

IV. Teknik pengukuran densitas massa tulang sebagai berikut:

a. BMD kortikal radial, diukur dengan menggunakan absorpsiometri

foton tunggal atau single photon absorptiometry (SPA).

b. BMD vertebra lumbal pada anak lebih tua dari satu tahun dan leher

femoralis pada anak yang lebih tua dari enam tahun, di mana BMD

diperoleh dengan menggunakan Dual-energyX-ray Absorptiometry

(DXA).

c. BMD tulang vertebra lumbar diukur dengan alat CT scan pada anak

lebih tua dari 4 tahun (Setiyohadi S, 2007).

Page 25: BAB I oi

25

3. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini dapat dilakukan baik pada penderita autosomal

dominan maupun resesif, terdiri dari:

a. Pemeriksaan molekuler kolagen, melalui analisis DNA pada gen

COL1α1 dan COL1α2 yang diperoleh dari sampel darah atau saliva.

b. Pemeriksaan biokimia kolegen, melalui analisis protein yang dikultur

dari fibroblas dari biopsi tusuk kulit. Pada osteogenesis imperfecta

tipe I, jumlah kolagen tipe I yang berkurang menyebabkan

peningkatan rasio kolagen tipe III terhadap kolagen tipe I. Mutasi

pada rantai ketiga kolagen tidak dapat dideteksi melalui studi biokimia

kolagen karena tidak menyebabkan overmodifikasi rantai yang berarti.

Pada masa intrauterin, biopsi villi korion dapat digunakan untuk

studi biokimia atau molekular studi, sedangkan amniosintesis akan

memberikan hasil positif palsu (Kirpalani A, 2012).

4. Pemeriksaan Densitas Massa Tulang

d. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan Dual-energy X-ray

Absorptiometry (DXA). Pasien dengan osteogenesis imperfecta

memiliki densitas massa tulang yang lebih rendah dibandingkan

normal (Setiyohadi S, 2007).

5. Biopsi Tulang

e. Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi seluruh tipe. Prosedur

pemeriksaan invasif, memerlukan anestesi umum sebelum melalukan

biopsi pada tulang iliaka, dan hanya boleh dilakukan oleh dokter

bedah (Setiyohadi S, 2007).

II.7 Diagnosis Banding Osteogenesis Imperfecta

1. Perlakuan salah dan penelantaran pada anak (child abuse & neglect)

Pada osteogenesis imperfecta tipe ringan paling sulit dibedakan dengan

kasus penelantaran anak. Usia fraktur tulang yang berbeda-beda pada

neonatus dan anak harus dicurigai karena kasus penelantaran anak. Selain itu

pada penelantaran anak juga terdapat manifestasi klinis non skeletal,

Page 26: BAB I oi

26

misalnya perdarahan retina, hematoma organ visera, perdarahan intrakranial,

pankreatitis dan trauma limpa. Tipe fraktur pada penelantaran anak biasanya

adalah fraktur sudut metafiseal yang jarang ditemukan pada osteogenesis

imperfecta. Densitas mineral tulang pada penelantaran anak juga normal,

sedangkan pada osteogenesis imperfecta rendah (Marini, 2007).

2. Osteoporosis juvenil idiopati (OJI) 

Keadaan ini ditemukan pada anak yang lebih tua, terutama antara 8 – 11

tahun, yang mengalami fraktur dan tanda osteoporosis tanpa didasari

penyakit lainnya. Gejala biasanya nyeri tulang belakang, paha, kaki, dan

kesulitan berjalan. Fraktur khasnya berupa fraktur metafiseal, meski dapat

juga terjadi pada tulang panjang. Sering terjadi fraktur vertebra yang

menyebabkan deformitas dan perawakan pendek ringan. Tulang tengkorak

dan wajah normal. OJI akan membaik spontan dalam 3-5 tahun, namun

deformitas vertebra dan gangguan fungsi dapat menetap. Jika didapat

riwayat keluarga dengan keluhan yang sama maka harus dipikirkan suatu

osteogenesis imperfecta tipe ringan (Glorieux F, 2007).

a b

Gambar 19. a. Fraktur metafisis distal tibialis kanan dan b. Fraktur kompresi vertebra torakal

3. Achondroplasia 

Merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal dominan akibat

mutasi pada gen FGFR3. Gen ini bertanggung jawab pada pembentukan

protein yang berperan dalam pertumbuhan, perkembangan dan

Page 27: BAB I oi

27

pemeliharaan tulang (osifikasi) dan jaringan otak. Klinis didapat sejak lahir

berupa perawakan pendek, termasuk tulang belakang, lengan dan tungkai

terutama lengan dan tungkai atas, pergerakan siku terbatas, makrosefali

dengan dahi yang menonjol. Kejadian fraktur berulang tak pernah terjadi

(Marini, 2007).

4. Riketsia

Riketsia merupakan gangguan kalsifikasi dari osteosteogenesis

imperfectad akibat defisiensi metabolit vitamin D. Walau jarang terjadi,

riketsia juga bisa karena kekurangan kalsium dan fosfor dalam diet. Klinis

yang ditemukan antara lain hipotoni otot, penebalan tulang tengkorak yang

menyebabkan dahi menonjol, knobby deformity pada metafisis dan dada

(rachitic rosary), bisa terjadi fraktur terutama tipe greenstick fracture. Hasil

pemeriksaan laboratorium ditemukan kadar 25-hidroksi-vitamin D serum,

kalsium dan fosfor yang rendah, serta alkalin fosfatase meningkat. Beberapa

penyakit malabsorpsi intestinal berat, penyakit hati atau ginjal menimbulkan

gambaran klinis dan biokimia sekunder riketsia nutrisional. Pada

Osteogenesis Imperfecta kalsium serum dan alkalin fosfatase normal. Kadar

25-hidroksi-vitamin D serum penderita Osteogenesis Imperfecta sering

rendah menunjukkan defisiensi vitamin D sekunder akibat kurangnya

paparan terhadap sinar matahari yang sering dialami penderita Osteogenesis

Imperfecta (Glorieux F, 2007).

Gambar 20. Radiografi anak 2 tahun dengan riketsia dengan penurunan densitas tulang, memperlihatkan mineralisasi tulang yang lemah

Page 28: BAB I oi

28

II.8 Komplikasi Osteogenesis Imperfecta

Beberapa komplikasi pada osteogenesis imperfecta (Marini, 2007):

1. Kardiovaskuler

Mutasi spesifik pada gen kolagen merupakan predisposisi

terjadinya aneurisma aorta.

2. Jaringan Ikat

Penderita akan mudah mengalami luka memar karena kulit yang

tipis.

3. Mata dan Penglihatan

Terjadi penipisan sklera yang berhubungan dengan warna sklera.

Ketebalan kornea juga menipis.

Gambar 21. Sklera biru pada osteogenesis imperfecta 4. Sistem Endokrin

Keadaan hipermetabolik dapat ditemukan, terdiri dari diaphoresis

berlebihan, peningkatan konsumsi oksigen, dan peningkatan hormon

tiroksin.

5. Sistem Pencernaan

Protusio asetabulum dan deformitas pelvis menyebabkan konstipasi

pada penderita.

6. Sistem Pendengaran

Penderita biasanya akan mengalami kehilangan pendengaran pada

tiga dekade pertama kehidupan.

7. Sistem Saraf

Page 29: BAB I oi

29

Komplikasi neurologi termasuk invaginasi basiler, kompresi batang

otak, dan hidrosefalus. Kebanyakan anak dengan osteogenesis imperfecta

tipe III dan IV mengalami invaginasi basiler, tetapi jarang kompresi

batang otak.

8. Fungsi Pernafasan

Kecacatan dan kematian akibat osteogenesis imperfecta terutama

akibat pneumonia akut dan penyimpangan fungsi pulmonal yang terjadi

pada anak-anak dan cor pulmonal terlihat pada dewasa.

9. Ginjal

Hiperkalsiuria ditemukan pada osteogenesis imperfecta sedang

sampai berat.

10. Gigi

Masalah yang paling sering timbul yaitu dentinogenesis imperfecta

dan maloklusi gigi.

Gambar 22. Dentinogenesis imperfecta

II.9 Terapi Osteogenesis Imperfecta

Penderita dengan Osteogenesis Imperfecta memerlukan penanganan tim

medis multidisiplin ilmu. Pada beberapa kasus, penanganan perlu dimulai

sejak lahir. Namun  karena penyakit ini didasari oleh kelainan genetik maka

tidak didapatkan pengobatan yang efektif (Glorieux F, 2007). Beberapa

terapi yang dilakukan adalah:

1. Modifikasi Perilaku dan Gaya Hidup

Page 30: BAB I oi

30

Penderita diajarkan teknik berdiri, duduk, dan berbaring untuk

memproteksi vertebra. Keadaan lingkungan harus dikondisikan seaman

mungkin seperti tidak membiarkan lantai yang licin sehingga penderita

akan mudah jatuh (Glorieux F, 2007).

2. Medika mentosa

Pengobatan dengan suplemen kalsium, fluor, atau kalsitonin tidak

akan memperbaiki osteogenesis imperfecta. Hormon pertumbuhan

memperbaiki histologi tulang pada anak yang responsif, biasanya tipe I

dan IV. Pengobatan dengan bifosfonat (pamidronat intravena atau

olpadronat oral) memiliki beberapa keuntungan. Bifosfonat menurunkan

resorpsi oleh osteoklas. Bifosfonat lebih menguntungkan bagi vertebra

(tulang trabekular) dibandingkan tulang kortikal. Pengobatan selama 1-2

tahun menghasilkan peningkatan L1-4 DEXA dan memperbaiki

kompresi vertebra dengan mencegah atau memperlambat skoliosis pada

osteogenesis imperfecta. Risiko fraktur pada tulang panjang menurun

(Glorieux F, 2007).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bisfosfonat intravena

(pamidronat) memberikan perbaikan bagi anak dengan osteogenesis

imperfekta. Mekanisme kerjanya adalah dengan menekan aktivitas dan

juga memperpendek usia hidup osteoklas. Salah satu penelitian oleh

Glorieux dkk pada 30 anak osteogenesis imperfekta tipe III dan IV,

berusia 3-16 tahun yang diterapi dengan pamidronat dosis 1,5-3 mg/kg

berat badan/hari selama 3 hari berturut-turut, diulang tiap 4-6 bulan

selama 1,5 tahun. Penelitian ini melaporkan pemakaian pamidronat

menyebabkan densitas mineral tulang dan penebalan korteks metakarpal

meningkat, penurunan insiden fraktur yang dikonfirmasi dengan

pemeriksaan radiologis, mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan

kualitas hidup. Penggunaan bisfosfonat oral (alendronat) pada anak

osteogenesis imperfekta masih terus diteliti. Laporan kasus di Turki

menunjukkan setelah pemakaian alendronat 5 mg tiap hari selama 36

bulan pada anak laki-laki berusia 8 tahun  menunjukkan peningkatan

Page 31: BAB I oi

31

densitas mineral tulang dan menurunkan insiden fraktur secara

signifikan. Penelitian yang membandingkan pemakaian bisfosfonat

intravena dan oral oleh Dimeglio dkk menunjukkan bahwa keduanya

sama-sama meningkatkan densitas mineral tulang, dan mempercepat

pertumbuhan linear. Mereka juga menyimpulkan bahwa pemakaian

bisfosfonat intravena dan oral pada anak osteogenesis imperfekta sama

efektifnya terutama pada tipe osteogenesis imperfekta ringan. Selain itu

pemakaian secara oral lebih diterima oleh anak-anak dan praktis

dibandingkan dengan pemakaian intravena (Glorieux F, 2007).

Penderita Osteogenesis Imperfecta yang rentan terhadap trauma

dan memerlukan imobilisasi jangka lama akibat frakturnya sering

menyebabkan defisiensi vitamin D dan kalsium pada anak. Karena itu

diperlukan suplementasi vitamin D 400-800 IU dan kalsium 500-1000

mg sebagai profilaktik walau tidak memperbaiki penyakit Osteogenesis

Imperfecta sendiri(Glorieux F, 2007).

3. Bedah ortopedi

Tatalaksana ortopedi ditujukan untuk perawatan fraktur dan koreksi

deformitas. Fraktur harus dipasang splint atau cast. Intramedullary

rodding dengan osteotomy digunakan untuk koreksi deformitas berat dari

tulang panjang. Intramedullary rodding juga direkomdasikan untuk anak-

anak dengan fraktur berulang pada tulang. Ada dua kategori utama dari

rod yaitu telescopic dan nontelescopic. Telescopic rods dirancang untuk

lengthen selama pertumbuhan antara lain, Dubow-Bailey rod dan Fassier-

Duval rod. Nontelescopic menjadi pilihan untuk anak-anak dengan tulang

yang sangat pendek dan kecil antara lain dengan Kirschner wires (K-

wires), Rush rods, Williams rods, elastic rods (Glorieux F, 2007).

4. Rehabilitasi medik

Rehabilitasi fisik dimulai pada usia awal penderita sehingga

penderita dapat mencapai tingkat fungsional yang lebih tinggi, antara lain

berupa penguatan otot isotonik, stabilisasi sendi, dan latihan aerobik.

Penderita tipe I dan beberapa kasus tipe IV dapat mobilisasi spontan.

Page 32: BAB I oi

32

Penderita tipe III kebanyakan memerlukan kursi roda namun tetap tak

mencegah terjadinya fraktur berulang. Kebanyakan penderita tipe IV dan

beberapa tipe III dapat mobilisasi/ berjalan dengan kombinasi terapi fisik

penguatan otot sendi panggul, peningkatan stamina, pemakaian bracing,

dan koreksi ortopedi (Marini, 2007).

5. Konseling genetik

Penderita dan keluarga sebaiknya dijelaskan mengenai

kemungkinan diturunkannya penyakit ini pada keturunannya.

Osteogenesis imperfecta adalah penyakit autosomal dominan, sehingga

penderita mempunyai resiko 50% untuk menurunkan pada turunannya.

Selain itu juga perlu didiskusikan mengenai kemungkinan adanya mutasi

baru seperti somatik asimtomatik dan germline mosaicsm (Marini, 2007).

II.10 Prognosis Osteogenesis Imperfecta

Osteogenesis imperfecta merupakan kondisi kronis yang membatasi

tingkat fungsional dan lama hidup penderita. Prognosis penderita

Osteogenesis Imperfecta bervariasi tergantung klinis dan keparahan yang

dideritanya. Penyebab kematian tersering adalah gagal nafas. Bayi dengan

Osteogenesis Imperfecta tipe II biasanya meninggal dalam usia bulanan 1

tahun kehidupan. Sangat jarang seorang anak dengan gambaran radiografi

tipe II dan defisiensi pertumbuhan berat dapat hidup sampai usia remaja.

Penderita Osteogenesis Imperfecta tipe III biasanya meninggal karena

penyebab pulmonal pada masa anak-anak dini, remaja atau usia 40 tahun-an

sedangkan penderita tipe I dan IV dapat hidup dengan usia yang lebih

panjang atau lama hidup penuh (Marini, 2007). Penderita Osteogenesis

Imperfecta tipe III biasanya sangat tergantung dengan kursi roda. Dengan

rehabilitasi medis yang agresif mereka dapat memiliki ketrampilan transfer

dan melakukan ambulasi sehari-hari di rumah. Penderita Osteogenesis

Imperfecta tipe IV biasanya dapat memiliki ketrampilan ambulasi di

masyarakat juga tak tergantung dengan sekitarnya (Glorieux F, 2007).

BAB III

PENUTUP

Page 33: BAB I oi

33

III.1 Simpulan

Osteogenesis imperfecta merupakan kelainan jaringan kolagen yang

bersifat herediter (autosomal dominan) yang mengakibatkan kerapuhan

tulang, kelemahan persendian, dan kerapuhan pembuluh darah. Penyebab

osteogenesis imperfecta adalah 90% osteogenesis imperfecta oleh kelainan

struktural atau produksi  dari prokolagen tipe I (COL1A1 dan COL1A2),

yang merupakan komponen  protein utama matriks ekstraselular tulang

dan kulit. Osteogenesis imperfecta dibagi menjadi empat tipe berdasarkan

cara pewarisan gen, manifestasi klinis, dan kesan radiografi yaitu tipe I, II,

III, dan IV. Beberapa tipe tambahan ditemukan berdasarkan perbedaan

histologi (tipe V, VI, VII, dan VIII). Manifestasi klinis osteogenesis

imperfecta bervariasi, yaitu tidak hanya satu gejala saja yang ditemukan

pada penderita, sehingga dalam menegakkan diagnosis pasti diperlukan

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan foto

Rontgen dapat menilai fraktur dan kelainan osifikasi tulang pada

osteogenesis imperfecta. Ultrasonografi dapat mendeteksi osteogenesis

imperfecta berat pada masa intrauterin. Pemeriksaan radiologi lain seperti

CT scan, MRI, dan bone mass densitometry (BMD) juga berperan dalam

mendiagnosis osteogenesis imperfecta. Langkah-langkah penatalaksanaan

osteogenesis imperfecta antara lain modifikasi perilaku dan gaya hidup,

manajemen ortopedi, dan medikamentosa. Prognosis bergantung dengan

keparahan tipe osteogenesis imperfecta.

III.2 Saran

Osteogenesis imperfecta merupakan cacat genetik yang menyebabkan

tidak sempurnanya bentuk tulang atau jumlah tulang yang tidak normal,

sehingga perlu ditegakkan diagnosia secara dini untuk mengurangi

morbiditas dan mortalitas pada penderita osteogenesis imperfecta.

DAFTAR PUSTAKA

Page 34: BAB I oi

34

Eroglu D, et al. 2005. Prenatal Diagnosis of Osteogenesis Imperfecta associated

with Nuchal Edema: A Case Report. J Turkish German Gynecol Assoc. 2005;

6(4).

Glorieux F, 2007. Guide to Osteogenesis Imperfecta: For Pedriaticians and

Family Practice Physicians. USA: Departement of Health and Human Service;

2007, 1-24.

Kirpalani A, 2012. Imaging in Osteogenesis Imperfecta. Diunduh dari

http://www.emedicine.medscape.com/article411919-overview.html pada 11

November 2014.

Marini JC, 2007. Osteogenesis Imperfecta. Dalam: Kliegman RM, Behrman RE,

Jenson HB, Stanton BF, ed., Nelson Textbook of Pediatrics, 18th edition.

Philadelphia: Saunders Elsevier Publisher; 2007, chapter 699.

Murray RK, Keeley FW, 2000. Matriks Ekstrasel. Dalam: Murray RK, Granner

DK, Mayes PA, Rodwell VW, ed., Biokimia Harper, edisi ke-25, cetakan

pertama, terj. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003, 662-680.

Peterson CR, 2003. Radiological Features of The Brittle Bone Disease. Journal of

Dagnostic Radiography and Imaging. 2003; 5, 39-45.

Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif Watampone.

Jakarta.

Setiyohadi S, 2007. Pemeriksaan Densitometri Tulang. Dalam: Sudoyo AW,

Setiyohadi S, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, ed., Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, edisi keempat, jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, hlm. 1162-1165.

Sjamsuhidajat, de Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta.

Suresh SS, Thomas JK, 2010. Metaphyseal Bands in Osteogenesis Imperfecta.

Indian J. Radiol. Imaging. 2010; 20: 42-44.