agk 2 kelompok 18 chf iv
DESCRIPTION
CHFTRANSCRIPT
-
LAPORAN PRAKTIKUM ASUHAN GIZI KLINIK Penatalaksanaan Diet pada Pasien CHF Stage IV, Asites
Permagna, Anemia
DISUSUN OLEH: KELOMPOK/SHIFT: 18/4
NAMA:
1. Tisa Salma Muthiah 12/335460/KU/15263 2. Maya Nurfitriani Hartono 12/335470/KU/15266 3. Satwika Arya Pratama 12/335471/KU/15267 4. Adelya Putri Prasedya 12/335473/KU/15268 5. Agustina Anggraeni 12/335490/KU/15274
PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2015
-
2
BAGIAN I ASESMEN GIZI
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama :Ny. Rt No RM : 79.32.41 Umur : 30 tahun Ruang : ICCU Sex : Perempuan Tanggal Masuk : 17 Juni 2013 Pekerjaan : IRT Tanggal Kasus : 18 Juni 2013 Pendidikan : SD Alamat : Karangasem, GK Agama : Islam Diagnosis Medis : CHF cf IV, asites permagna,
anemia
2. Berkaitan dengan Riwayat Penyakit
Keluhan Utama :Sesak nafas, batuk, lemah, nyeri dada Riwayat Penyakit Sekarang
:9BSMRS (1 minggu setelah melahirkan melalui SC) os mulai mengeluh sesak nafas, DD (+), OP(+), PND (+), kaki bengkak (+), perut makin besar. Os selama ini kontrol di poli jantung dan gastro, dengan tx rutin: captropil dan furosemide tapi 1 bulan terakhir os tidak kontrol. HMRS: keluhan sesak memberat, DD(+), OP(+), PND (+), perut (+), kaki (+), BAK sedikit, BAB normal
Riwayat Penyakit Dahulu
: Sakit kuning (-), transfuse darah (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
: -
3. Berkaitan dengan Riwayat Gizi
Data Sosio Ekonomi Penghasilan : menengah Jumlah anggota keluarga : 3 orang Suku : Jawa Aktifitas Fisik Jumlah Jam kerja :tidak tentu
Jumlah tidur sehari : 6 jam Jenis olahraga : - Frekuensi olahraga : -
Alergi makanan Makanan : - Penyebab : - Jenis diet khusus : - Alasan : - Yang menganjurkan : -
Masalah Gastrointestinal
Nyeri ulu hati (tidak), Mual (tidak), Muntah (tidak), Diare (tidak), Konstipasi (tidak), Anoreksia (ya) Perubahan pengecapan/penciuman (tidak)
Penyakit kronik Jenis penyakit :CHF cf IV Modifikasi Diet : diet jantung 2 Jenis pengobatan :rutin poli jantung
-
3
Kesehatan mulut Sulit menelan (tidak), stomatitis (tidak), gigi lengkap (ya) Pengobatan Vitamin/mineral/suplemen gizi lain : -
Frekuensi dan jumlah : - Perubahan berat badan
Bertambah / berkurang : tidak mengetahui perubahan berat badannya lamanya : - Disengaja / tidak disengaja
Mempersiapkan makanan
Fasilitas memasak : kompor gas Fasilitas menyimpan makanan : lemari, kulkas
Riwayat/ pola makan Makanan pokok: nasi 3x/hari @ 1 centong Lauk hewani: telur 2-3x/minggu @ 1 butir dan ayam 2x/minggu @ 1 potong lebih sering digoreng Lauk nabati: tahu dan tempe secara bergantian 1-2x/hari @ 2 potong Sayuran: sayuran hijau, wortel setiap hari pasti ada sayuran @ 2 sendok sayur setiap kali makan Buah: pisang 2-3x/minggu @ 2 buah, papaya 1-2x/hari @ 1 potong Selingan: jarang Minuman : teh 1x/hari @ 1 gelas dengan gula dan air putih 5 gelas/hari
Kesimpulan:
Dilihat dari riwayat penyakit dapat diketahui bahwa pasien RT menderita gagal
jantung yang ditandai dengan sesak nafas, lemah, nyeri dada, dispnea, ortopnu,
paroxymal nocturnal dyspnea (PND), edema di kaki, dan asites.
Pembahasan:
Satu bulan sebelum masuk rumah sakit ,RT mengalami sesak nafas, dispnea,
ortopnu, paroxymal nocturnal dyspnea atau sesak nafas di malam hari, kaki bengkak,
dan perut yang semakin membesar. RT juga mengalami anoreksia. Oleh dokter, RT
diberikan obat captopril dan furosemide.
RT makan tiga kali sehari.Makanan yang rutin dikonsumsi setiap hari yaitu nasi
sebagai sumber karbohidrat, tahu dan tempe sebagai sumber lauk nabati, sayuran
hijau dan wortel, serta pepaya. Konumsi lauk hewani RT masih kurang yaitu 2-3 kali
per minggu.
B. ANTROPOMETRI
TB LLA 148 cm 16 cm
Kesimpulan:
Status gizi pasien buruk.
-
4
Pembahasan:
Menurut Kemenkes RI (1994), ambang batas lingkar lengan atas yang
digunakan untuk menentukan sesorang mengalami KEK atau tidak adalah 23.5 cm.
KEK dapat dialami wanita usia subur (WUS) usia 15 45 tahun sejak remaja, yang
apabila berlanjut hingga kehamilan akan mengakibatkan terjadinya BBLR (berat bayi
lahir rendah). Pasien merupakan seorang wanita berusia 30 tahun, sehingga
interpretasi data lingkar lengan atas dapat menggunakan ambang batas yang
ditentukan oleh Kemenkes RI. Dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami KEK
karena ukuran lingkar lengan atas kurang dari 23.5 cm.
C. PEMERIKSAAN BIOKIMIA
Pemeriksaan Nilai Normal Pemeriksaan Awal Masuk RS Keterangan
Hb 12-14 mg/dl 9,8 rendah AL 4,5-11,00 ribu/ml 6,4 normal AT 150-450 ribu 179 normal Hct 40-50% 31,3 rendah MCV 80-96 Fl 71,6 rendah MCH 27-31 Fl 21,4 rendah Albumin 3,97-4,94 mg/dl 2,66 rendah BUN 6-20 mg/dl 19,8 normal Creatinin 0,6-1,3 mg/dl 0,58 rendah SGOT 10-42 mg/dl 43 tinggi SGPT 10-46 mg/dl 32 normal Na 136-145 mmol/l 132 rendah K 3,5-5,1 mmol/l 4,6 normal Cl 98-107 mmol/l 94 rendah
Kesimpulan:
Berdasarkan hasil pemeriksaan biokimia pasien, pasien dinyatakan memiliki
kadar Hb, Hct, MCV, MCH, albumin, kreatinin, dan klorin yang rendah serta SGOT
yang tinggi.
Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/Dl menunjukkan anemia.
Penurunan nilai Hct juga merupakan salah satu indikator anemia. MCV adalah indeks
untuk menentukan ukuran sel darah merah. MCV menunjukkan ukuran sel darah
merah, melaui MCV anemia dapat diklasifikasikan normositik (ukuran normal),
mikrositik (ukuran kecil), atau makrositik (ukuran besar). Penurunan nilai MCV terlihat
pada pasien anemia kekurangan besi, anemia pernisiosa dan talasemia, disebut juga
anemia mikrositik. Sedangkan, indeks MCH adalah nilai yang mengindikasikan berat
Hb rata-rata di dalam sel darah merah, dan oleh karenanya menentukan kuantitas
-
5
warna (normokromik, hipokromik, hiperkromik) sel darah merah. Penurunan MCH
mengindikasikan anemia mikrositik (Kemenkes RI, 2011). Dari data biokimia pasien
yang menunjukkan penurunan pada nilai Hb, Hct, MCV, dan MCH maka dapat
disimpulkan bahwa pasien menderita anemia mikrositik.
Kreatinin diekskresi oleh ginjal dan konsentrasinya dalam darah sebagai
indikator fungsi ginjal. Peningkatan maupun penurunan ekskresi kreatinin menunjukkan
adanya masalah dalam ginjal. Selain itu, ekskresi kreatinin juga menurun seiring
bertambahnya usia dan jika terjadi malnutrisi (Kemenkes RI, 2011). Dalam kasus ini,
pasien mengalami penurunan kadar kreatinin, apabila hasil penelusuran literatur dan
interpretasi antropometri digabungkan dapat disimpulkan bahwa penurunan kadar
kreatinin ini disebabkan oleh malnutrisi yang dialami pasien. Selain itu, pasien juga
mengalami penurunan klorida. Penurunan klorida biasanya dijumpai pada pasien CHF
yang mengalami kenaikan berat badan karena edema. Penurunan ekskresi klorida ini
biasanya juga disertai dengan penurunan ekskresi natrium (Stead Jr, 2015). Kondisi
ini sudah sesuai dengan pasien yang didiagnosis CHF dengan asites. Asites
merupakan terminologi yang digunakan untuk edema yang terjadi pada area perut.
Penurunan ekskresi kreatinin dan klorida perlu diteliti lebih lanjut terkait hubungannya
dengan gagal ginjal akut. Pada pasien dengan CHF yang parah, mekanisme
kompensasi sudah tidak dapat lagi dilakukan dengan maksimal sehingga menimbulkan
berbagai komplikasi syok, salah satunya adalah gagal ginjal akut (Porth, 2001). Hal ini
disebabkan karena penurunan aliran darah ke ginjal dalam kurun waktu yang lama.
Menurut diagnosis medis, pasien menderita CHF kelas IV, menurut New York Heart
Association (NYHA), kelas IV merupakan kelas tertinggi penderita CHF dimana
penderita tidak dapat melakukan aktivitas fisik dengan nyaman. Gejala-gejala
insufisiensi jantung dan angina sudah terjadi bahkan saat penderita beristirahat.
Kemungkinan, penurunan kreatinin dan klorida yang terjadi pada pasien juga
disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang merupakan manifestasi dari CHF yang
sudah parah.
Albumin merupakan salah satu protein utama yang disintesis oleh hati yang
berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan distribusi cairan dalam tubuh.
Penurunan nilai albumin sering dijumpai dalam keadaan malnurisi, hipertiroid,
gangguan fungsi hati, sirosis, edema, asites, nefrotik sindrom dan infeksi kronik
(Kemenkes RI, 2011). Dapat disimpulkan bahwa penurunan albumin darah pasien
berhubungan dengan asites yang dialami pasien. Dalam kasus ini, penurunan nilai
albumin juga mungkin disebabkan oleh gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan
-
6
CHF yang sudah parah, dapat terjadi berbagai komplikasi syok karena ketidakcukupan
aliran darah yang berasal dari jantung. Salah satu komplikasi syok tersebut adalah
Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS merupakan sebuah keadaan
dimana fungsi organ terganggu jika tidak dilakukan intervensi. MODS menyerang
berbagai sistem organ seperti ginjal, paru-paru, hati, otak, dan jantung sendiri. MODS
merupakan salah satu manifestasi CHF yang paling mengancam kehidupan pasien
(Porth, 2001). Karena tingkat keparahan CHF pasien sudah tinggi, selain kerusakan
ginjal dimungkinkan telah terjadi pula kerusakan pada hati pasien.
SGOT merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolisme tinggi, dapat
ditemukan di jantung, hati, otot rangka, pankreas, dan paru-paru. Penyakit yang
menyebabkan perubahan, kerusakan atau kematian sel pada jaringan tersebut akan
mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi (Kemenkes RI, 2011). Pasien oleh
dokter didiagnosis mengalami CHF, suatu kerusakan di jantung sehingga dapat
disimpulkan peningkatan kadar SGOT ini terjadi karena adanya kerusakan pada organ
jantung pasien.
D. PEMERIKSAAN FISIK KLINIK
1. Kesan Umum : lemah
2. Vital Sign :
Pemeriksaan Awal Kasus Tensi 90/60 mmHg Respirasi 28x/menit Nadi 100x/menit Suhu 36,6C
3. Kepala/ Abdomen / Extremitas :-
Kesimpulan:
Secara umum, pasien tampak lemah dan perut pasien membesar karena
asites.
Pembahasan:
Tekanan darah pasien berada pada sistolik 90 mmHg dan diastolik 60 mmHg.
Menurut Porth (2001), ketika tekanan sistolik menunjukkan nilai kurang dari 120
mmHg atau diastolik kurang dari 80 mmHg, maka tekanan darah seseorang
dikatakan optimal terhadap risiko penyakit kardiovaskular. Namun tekanan darah
yang cenderung rendah pada pasien CHF perlu diwaspadai, karena hal ini dapat
merujuk pada keadaan hipotensi. Hipotensi merupakan tanda dari kegagalan
-
7
mekanisme kompensasi jantung dalam mengatasi rendahnya cardiac output.
Hipotensi biasanya muncul sebagai tanda terakhir dari circulatory shock. Circulatory
shock bukanlah penyakit khusus, circulatory shock dapat terjadi dalam perjalanan
banyak trauma atau penyakit yang mengancam jiwa (Porth, 2001).
Respiratory rate pasien menunjukkan angka 28x per menit. Menurut Asfuah
(2012), respirasi normal untuk dewasa berada pada rentang 12-20x/menit, sehingga
respirasi pasien termasuk cepat. Pada pasien CHF dengan tingkat keparahan tinggi,
salah satu syok akibat ketidakcukupan cardiac output dalam mengaliri berbagai
jaringan dapat terjadi dalam bentuk Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS).
ARDS ditandai dengan peningkatan respiratory rate sebagai usaha untuk
mendapatkan lebih banyak masukan oksigen (Porth, 2001).
Menurut Majid (2005), denyut nadi normal untuk usia dewasa berada pada range
60-100x/menit sehingga dapat disimpulkan bahwa denyut nadi pasien masih
normal. Suhu tubuh pasien diklasifikasikan sebagai normal. Menurut Tamsuri (2007)
suhu tubuh normal untuk usia dewasa berada pada range 36 37.5C.
E. ASUPAN ZAT GIZI
Hasil recall 24 jam diet rumah
Tanggal : 17 Juni 2013
Diet RS : -
Implementasi Energi (kcal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Asupan oral 1025 32 29 157 Kebutuhan (AKG 2013) 2150 57 60 323
Asupan (%) 47,7 56,1 48,3 48,6
Kesimpulan :
Asupan energi dan makronutrien pasien tergolong defisit (Wahyuningsih, 2013).
Pembahasan :
Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan sehari Ny. RT tergolong defisit. Hal ini
tampak pada persentase asupan oral pasien, dibandingkan dengan kebutuhan
berdasarkan AKG 2013. Menurut Wahyuningsih (2013), asupan makan tergolong
defisit jika
-
8
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Hasil
EKG Low voltage, omi (obstruksi miokard infark) anterior
Pembahasan :
Berdasarkan hasil pemeriksaan EKG diperoleh hasil berupa low voltage dan
obstruksi miokard infark (OMI) anterior. EKG sendiri memang digunakan untuk
menilai kondisi jantung melalui pengukuran aktivitas listrik jantung (ecg.go.id.,
2012). Pada kasus ini, Ny. RT mengalami obstruksi miokard infark pada jantung
bagian anterior ditandai dengan tegangan listrik yang rendah (low voltage).
Menurut Bar dalam Madias (2008), beberapa kondisi infark miokard memang dapat
mengakibatkan tegangan listrik rendah/low voltage pada jantung, yang disebabkan
oleh kegagalan dan penurunan gaya gerak listrik.
G. TERAPI MEDIS
Jenis Obat/Tindakan
Fungsi Interaksi dengan Zat Gizi
Solusi
Captopril
ACE inhibitor (antihipertensi)
hipomagnesemia hiperkalemia
Diminum dalam keadaan perut kosong
Furosemide/ Lasix
Diuretik, mengatasi asites
hipokalemia hipokalsemia hiponatremia hipomagnesemia hiperglikemia hipokloremia peningkatan
ekskresi tiamin
Cek tanda-tanda electrolyte imbalance (mulut kering, kram otot, lemah, hipotensi, takikardi, oliguri, dan aritmia) secara berkala
Berikan diet tinggi kalium atau suplemen kalium jika membutuhkan
(McCabe, 2003)
-
9
BAGIAN II
DIAGNOSIS GIZI
(NI-2.1) Asupan oral inadekuat berkaitan dengan penyakit CHF cf IV ditandai
dengan anoreksia, sesak nafas, dan hasil recall 24 jam
-
10
BAGIAN III
INTERVENSI GIZI
A. PLANNING
1. Tujuan Diet
a. Memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi tanpa memperberat fungsi jantung.
b. Membantu memperbaiki kadar albumin dan kadar kreatinin.
c. Membantu memperbaiki status anemia.
d. Mencegah dan meringankan penimbunan garam dan air.
2. Syarat/Prinsip Diet
a. Energi cukup disesuaikan dengan aktivitas fisik dan berat badan ideal.
b. Protein tinggi sebesar 1,2 gr/kg BB.
c. Lemak sedang sebesar 25% dari kebutuhan energi.
d. Karbohidrat by difference.
e. Natrium dibatasi 1500 - 2000 mg/hari.
f. Serat cukup terutama serat larut air sebesar 25 gram/hari.
g. Kalium 2000 6000 mg/hari.
h. Magnesium 300 350 mg/hari.
i. Pemilihan bahan makanan tinggi Fe.
j. Makanan mudah cerna dan tidak menimbulkan gas.
k. Porsi kecil dan sering.
l. Cairan dibatasi 0,5 ml per kkal, balans cairan negatif.
3. Perhitungan Kebutuhan Energi dan Zat Gizi
a. Perhitungan kebutuhan energi berdasarkan berat badan ideal (BBI)
BBI = 90% x (tinggi badan (cm) 100)
= 90% x (148 100)
= 43,2 kg
BMR = 655,1 + (9,56 x BBI (kg)) + (1,85 x TB) (4,68 x U (Th))
= 655,1 + (9,56 x 43,2) + (1,85 x 148) (4,68 x 30)
= 1.202,97 kkal
TEE = BMR x faktor aktivitas x faktor stres
= 1.202,97 kkal x 1,2 x 1,2
= 1.732,28 kkal
-
11
b. Kebutuhan protein = 1,2 g/kg BB
= 1,2 x 43,2
= 51,84 gr
= 207,36 kkal
c. Kebutuhan lemak = 25% x 1.732,28 kkal
= 433,07 kkal
= 48,12 gr
d. Kebutuhan karbohidrat = Kebutuhan energi (kebutuhan protein +
kebutuhan lemak)
= 1.732,28 kkal (207,36 kkal + 433,07 kkal)
= 1.091,85kkal = 272,96 gram
e. Kebutuhan cairan = 0,5 ml/kkal = 0,5 x 1.732,28 kkal = 866,14 ml
4. Rekomendasi Diet
Terapi diet : Diet Jantung II
Bentuk makanan : Lunak
Cara pemberian : Oral
Rencana diet :
Waktu Makan Rekomendasi
Diet Bahan Makanan URT Jumlah
Sarapan Bubur Nasi
Sayur bayam
Telur dadar
Susu skim
Bubur nasi
Santan
Bayam
Wortel
Gula pasir
Minyak kelapa sawit
Air
Telur ayam
Minyak kelapa sawit
Tepung susu skim
Air
1 gls
gls
gls
gls
1/3 sdm
sdm
gls
1 btr
sdm
2 sdm
gls
337,5 gr
50 gr
50 gr
50 gr
5 gr
2,5 gr
100 ml
30 gr
5 gr
10 gr
100 ml
Selingan Pagi Salad Buah Selada
Semangka
Melon
gls
bh sdg
ptg sdg
50 gr
75 gr
75 gr
-
12
Preskripsi Diet:
Kebutuhan energi dihitung menggunakan rumus Harris Benedict dengan BBI
ideal. Faktor aktivitas yang digunakan dalam pehitungan energi adalah sebesar
1,2 karena pasien tirah baring. Sedangkan faktor stres untuk pasien CHF adalah
1,2. Kebutuhan protein pasien tinggi yaitu 1,2 gr/kg BB untuk mengontrol kadar
albumin pasien yang rendah. Pemberian lemak sedang yaitu 25% dari kebutuhan
energi total. Kebutuhan karbohidrat menggunakan by difference dari kebutuhan
energi total dikurangi kebutuhan protein dan lemak (Wahyuningsih, 2013). Dari
Makan Siang Bubur Nasi
Tumis Ayam
dan Sayur
Jeruk manis
Bubur Nasi
Santan
Ayam
Wortel
Labu siam
Gula pasir
Minyak kelapa sawit
Jeruk manis
1 gls
gls
1 ptg sdg
gls
gls
1/3 sdm
sdm
1 bh sdg
337,5 gr
50 gr
50 gr
50 gr
50 gr
5 gr
2,5 gr
50 gr
Selingan Sore Apel Apel 1 bh 150 gr
Makan Malam Bubur Nasi
Ayam bacem
panggang
Tumis buncis
Pepaya
Bubur nasi
Santan
Ayam
Margarin
Gula merah
Buncis
Tauge
Minyak kelapa sawit
Gula pasir
Pepaya
1 gls
gls
1 ptg sdg
sdm
1 sdm
gls
gls
sdm
1/3 sdm
1 ptg
270 gr
50 ml
50 gr
5 gr
13 gr
50 gr
50 gr
2,5 gr
5 gr
100 gr
Selingan Malam Pisang ambon Pisang ambon 1 bh sdg 50 gr
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat
(g)
Cairan
(ml)
Rekomendasi 1.746,9 56,8 51,7 266,1 449,3
Kebutuhan 1.732,28 51,84 48,12 272,96 866,14
% Asupan 100,83% 109,57% 107,44% 97,49% 51,87%
-
13
perhitungan, diperoleh kebutuhan energi sebesar 1.732,28 kkal, protein 51,85 gr,
lemak 48,12 gr, dan karbohidrat 272,96 gr. Karena pasien mengalami asites, maka
asupan cairan dan natrium perlu diperhatikan. Perhitungan kebutuhan cairan
adalah sebesar 0,5 ml/kkal, sehingga diperoleh 866,14 ml untuk menghasilkan
balans cairan negatif. Asupan natrium yang diperbolehkan untuk dikonsumsi
pasien juga dibatasi 1500 - 2000 mg/hari ( Wahyuningsih, 2013).
Dalam perencanaan diet, kami menggunakan Diet Jantung II dimana bentuk
makanannya lunak. Diet Jantung II diberikan setelah masa akut dapat diatasi
(Almatsier, 2008). Perencanaan diet terdiri atas tiga kali makan utama dan tiga kali
selingan. Perencanaan diet yang kami buat sudah memenuhi kebutuhan energi
sebesar 100,83%, protein 109,57%%, lemak 107,44%, dan karbohidrat 97,49%.
Bahan makanan yang kami susun mengandung air sebanyak 449,3 ml yang
setara dengan pemenuhan 51,87% kebutuhan cairan harian pasien. Sehingga sisa
cairan yang dipebolehkan untuk dikonsumsi pasien adalah sebanyak 416,84 ml
atau kurang lebih 2 gelas. Dari diet yang telah disusun, terkandung 23,2 gr serat,
243,3 mg natrium, 248 mg magnesium, 2.535,6 mg kalium, dan 10,2 mg besi.
Kandungan serat, natrium, magnesium, dan kalium dari diet yang direncanakan
mampu mencukupi dengan baik kebutuhan harian pasien. Namun, kandungan
besi atau Fe pada diet yang direncanakan belum memenuhi kebutuhan pasien
terkait anemia yang dialami sehingga diperlukan suplementasi Fe (Wahyuningsih,
2013).
5. Rencana Monitoring dan Evaluasi
Yang Diukur Pengukuran Evaluasi/Target
Antropometri LLA Akhir kasus Normal
Biokimia
Albumin, kreatinin,
natrium, hemoglobin,
Hct, AT, MCV, MCH,
BUN, SGOT, SGPT,
kalium, Cl.
Menyesuaikan Normal
Fisik Klinis
- Tanda vital (tensi,
respirasi, nadi, suhu).
- Sesak nafas, batuk,
lemah, nyeri dada.
Menyesuaikan
- Normal
- Berkurang
Asupan Zat Gizi - Energi, karbohidrat, Setiap hari - Minimal 80%
-
14
protein, dan lemak.
- Cairan
- Daya terima
kebutuhan
terpenuhi.
- Tidak melebihi
perhitungan cairan
yang
direkomendasikan.
- Baik
6. Rencana Konsultasi
Masalah Gizi Tujuan Materi Konseling Keterangan
Asupan zat gizi
inadekuat
- Pemenuhan
asupan zat gizi
yang adekuat.
- Pengaturan pola
makan yang baik
dengan prinsip
diet jantung.
- Memberi pengetahuan
tentang pentingnya
memenuhi kebutuhan
zat gizi yang adekuat.
- Memberi pengetahuan
tentang prinsip Diet
Jantung untuk pasien
CHF.
- Memberikan
pengetahuan tentang
pengolahan bahan
makanan yang tepat.
- Memberikan
pengetahuan tentang
pentingnya support
dari keluarga dan
orang-orang terdekat
pasien dalam
menjalani pola makan
yang benar.
Konseling gizi
diberikan
kepada pasien
dan juga
keluarga
pasien secara
langsung
dengan
menggunakan
alat bantu
seperti leaflet
dan food
model.
Peningkatan
kebutuhan protein
- Pemenuhan
asupan tinggi
protein.
- Memberi pengetahuan
tentang pentingnya
asupan protein terkait
dengan keadaan
pasien.
-
15
- Memberi pengetahuan
tentang bahan
makanan yang
mengandung tinggi
protein.
Peningkatan
kebutuhan Fe
- Pemenuhan Fe. - Memberi pengetahuan
tentang pentingnya Fe
terkait anemia yang
diderita pasien.
- Memberi pengetahuan
tentang bahan
makanan yang
mengandung tinggi
Fe.
- Memberi pengetahuan
tentang suplementasi
Fe untuk mencukupi
kebutuhan Fe yang
tinggi.
Penurunan
kebutuhan cairan
dan natrium
- Pembatasan
asupan cairan
mengontrol dan
mengurangi
edema dan asites
pada pasien.
- Pembatasan
asupan natrium
untuk mengontrol
dan mengurangi
edema dan asites
pada pasien.
- Memberi pengetahuan
tentang pentingnya
pembatasan cairan
terkait dengan adanya
edema dan asites
pada pasien.
- Memberi pengetahuan
tentang pentingnya
pembatasan natrium
(garam) terkait dengan
adanya edema dan
asites pada pasien.
- Memberi pengetahuan
tentang bahan
makanan sumber
natrium.
-
16
BAGIAN IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Berdasarkan pengukuran antropometri, status gizi pasien buruk dilihat dari
nilai LILA sebesar 16 cm.
2. Berdasarkan pemeriksaan biokimia, kadar Hb, Hct, MCV, MCH, albumin,
kreatinin, dan klorin pasien rendah serta kadar SGOT tinggi yang
menandakan kondisi anemia, malnutrisi protein, dan kerusakan jantung
pada pasien.
3. Berdasarkan pemeriksaan fisik klinis dan EKG, kondisi pasien tampak
lemah dan terdapat obstruksi miokard infark anterior.
4. Berdasarkan hasil recall 24 jam, asupan energi, karbohidrat, protein, dan
lemak pasien masih defisit dibawah 60%.
B. SARAN
1. Pasien perlu meningkatkan asupan gizi dengan makan secara bertahap
sesuai kebutuhan serta membatasi asupan garam dan cairan.
2. Keluarga pasien perlu membantu memilih makanan yang tepat sesuai
dengan kondisi pasien serta memberikan dorongan agar pasien senantiasa
menjalani diet secara konsisten.
-
17
BAGIAN V
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan (Price, 2006).
Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF) adalah
ketidakmampuan jantung memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen dan nutrien (Smeltzer, 2001).
Menurut Nettina (2002) Gagal Jantung Kongestif adalag syndrom klnis yang berasal
dari ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup terorganisai untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi
jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan (Mansjoer,
2001).
B. ETIOLOGI
Penyebab Gagal Jantung Kongestif menurut Crawford (2009) adalah:
1. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan
menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan
fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit
degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
-
18
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi
serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif Berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade,
perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak
afterload.
6. Faktor sistemik Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme
(misal: demam), hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung
untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat
menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
C. PATOFISIOLOGI
Gagal jantung ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan
hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi
jantung. Salah satu respon hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan
tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap
jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah
perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari
mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh
ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Perlu dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function)
dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan
ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa
terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi
otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung
karena beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang
-
19
rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin
angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung
yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah
arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.
Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan
darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung
melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah
beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi
ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien
secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada
penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas (Patrick,
2005). Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi
ventrikel (Ismir, 2010). Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah,
embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter (Price,
2006). Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi
CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik
miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan
jantung. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat
penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun
keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah
disebutkan diatas (Crawford, 2009).
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume
sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis
akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai,
maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama
kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan
-
20
curah jantung normal masih dapat dipertahankan (Karim, 2002). Volume sekuncup,
jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor yaitu:
1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan
kadar kalsium.
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh tekanan
arteriole.
Gambar 1. Alur kematian CHF
(Sumber: Patrick, 2005)
D. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi Klinis CHF Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung
dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat
gangguan penampilan jantung. Menurut Karim (2002), penderita gagal jantung
kongestif, hampir selalu ditemukan :
1. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea.
2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,
hepatomegali, dan edema perifer. Kematian pada CHF Aritmia dan gangguan
aktivitas listrik Hipertrofi dilatasi jantung Disfungsi diastolik dan disfungsi sistolik
-
21
Tromboemboli PJK yang berat Berdampak pada aliran darah pada myocard
yang belum infark Gangguan kontraktilitas
3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai
delirium.
Gagal jantung menurut New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan
menjadi:
1. Kelas I
Penderita gagal jantung yang tidak ada pembatasan aktivitas fisik.
2. Kelas II
Penderita gagal jantung yang dikategorikan ringan dengan sedikit batasan
aktivitas fisik karena akan timbul gejala pada saat melakukan aktivitas tetapi
nyaman pada saat istrahat.
3. Kelas III
Penderita gagal jantung yang dikategorikan sedang dengan adanya batasan
aktivitas fisik bermakna karena akan timbul gejala pada saat melakukan
aktivitas ringan.
4. Kelas IV
Penderita gagal jantung yang dikategorikan berat dimana penderita tidak
mampu melakukan aktivitas fisik karena gejala sudah dirasakan pada saat
istrahat.
E. KOMPLIKASI
Menurut Patrick (2005), komplikasi yang mungkin timbul pada pasien gagal
jantung kongestif adalah:
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam
atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik
tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.
2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan
perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan
digoxin atau blocker dan pemberian warfarin).
3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan
dosis ditinggikan.
4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,
-
22
amiodaron, blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai
peranan.
F. PENATALAKSANAAN
Dasar penatalaksanaan pasien gagal jantung adalah:
1. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
2. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahanbahan
farmakologis.
3. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik diet
dan istirahat.
G. TERAPI
Secara umum, terapi pada pasien gagal jantung kongestif dibagi menjadi 2,
yaitu terapi farmakologi dan terapi non farmakologi. Terapi farmakologi diantaranya:
1. Diuretik (Diuretik tiazid dan loop diuretik)
Mengurangi kongestif pulmonal dan edema perifer, mengurangi gejala volume
berlebihan seperti ortopnea dan dispnea noktural peroksimal, menurunkan
volume plasma selanjutnya menurunkan preload untuk mengurangi beban kerja
jantung dan kebutuhan oksigen dan juga menurunkan afterload agar tekanan
darah menurun.
2. Antagonis aldosteron
Menurunkan mortalitas pasien dengan gagal jantung sedang sampai berat.
3. Obat inotropik
Meningkatkan kontraksi otot jantung dan curah jantung.
4. Glikosida digitalis
Meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung menyebabkan penurunan
volume distribusi.
5. Vasodilator (Captopril, isosorbit dinitrat)
Mengurangi preload dan afterload yang berlebihan, dilatasi pembuluh darah
vena menyebabkan berkurangnya preload jantung dengan meningkatkan
kapasitas vena.
6. Inhibitor ACE
Mengurangi kadar angiostensin II dalam sirkulasi dan mengurangi sekresi
aldosteron sehingga menyebabkan penurunan sekresi natrium dan air. Inhibitor
-
23
ini juga menurunkan retensi vaskuler vena dan tekanan darah yg menyebabkan
peningkatan curah jantung.
(Brindsite, 1995)
Sedangkan untuk terapi non farmakologi penderita dianjurkan untuk membatasi
aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet rendah garam, mengurangi berat
badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis, menghindari rokok, olahraga
teratur (Brindsite, 1995).
H. PENCEGAHAN GAGAL JANTUNG
1. Pencegahan primordial
Pencegahan primordial ditujukan pada masyarakat dimana belum tampak
adanya resiko gagal jantung. Upaya ini bertujuan memelihara kesehatan setiap
orang yang sehat agar tetap sehat dan terhindar dari segala jenis penyakit
termasuk penyakit jantung. Cara hidup sehat merupakan dasar pencegahan
primordial penyakit gagal jantung seperti mengkomsumsi makanan sehat, tidak
merokok, berolah raga secara teratur, meghindari stress, seta memelihara
lingkungan hidup yang sehat.
2. Pencegahan Primer
Pencegahan primer ditujukan pada masyarakat yang sudah menunjukkan
adanya faktor risiko gagal jantung. Upaya ini dapat dilakukan dengan
membatasi komsumsi makanan yang mengandung kadar natrium tinggi,
mengurangi makanan yang mengandung kolesterol tinggi, mengontrol berat
badan dengan membatasi kalori dalam makanan sehari-hari serta menghindari
rokok dan alkohol.
3. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan pada orang yang sudah terkena gagal jantung
bertujuan untuk mencegah gagal jantung berlanjut ke stadium yang lebih berat.
Pada tahap ini dapat dilakukan dengan diagnosa gagal jantung ,tindakan
pengobatan dengan tetap mempertahankan gaya hidup dan mengindari faktor
resiko gagal jantung.
4. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier bertujuan untuk mencegah komplikasi yang lebih berat atau
kematian akibat gagal jantung. Upaya yang dilakukan dapat berupa latihan fisik
yang teratur untuk memperbaiki fungsional pasien gagal jantung.
-
24
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2008. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Asfuah, S. 2012. Buku Saku Klinik untuk Keperawatan dan Kebidanan. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Brundside, JW. McGlynn, Tj. 1995. Diagnosis Fisik.Alih Bahasa: Lumanto, Henny.
Jakarta: EGC. 1995.
Crawford , Michael H , 2009. Approach to Cardiac Disease Diagnosis.3rd ed.
Criteria Committee of the New York Heart Association. 1964. Diseases of the heart and
blood vessels: Nomenclature and criteria for diagnosis [6th ed., pp. 112113].
Boston: Little, Brown
ecg.co.id. 2012. ECG Genggam. diakses melalui http://www.ecg.co.id/read/faq/20/apa-
itu-ecg
Ismir Fahri. Evaluasi Ekokardiografi pada Gagal Jantung Distolik. 2010. Tersedia pada
www.kardiologi-ui.com diakses pada 15 April 2015.
Karim S, Kabo P. 2002. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk
Dokter Umum. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1994. Penggunaan alat ukur llingkar
lengan atas (LiLA) pada wanita usia subur (WUS).
Kumalasari, Etha Yosi and Leksana, Ery . 2013. Angka Kematian Pasien Gagal
Jantung Kongestif Di Hcu Dan Icu Rsup Dr. Kariadi Semarang. Skripsi.
Universitas Diponegoro.
Majid, A. 2005. Fisiologi Kardiovaskular. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Madias, John E. 2008. Low QRS Voltage and its Causes. New York : Mount Sinai
School of Medicine. Journal of Electrocardiology, Elsevier.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapios FKUI.
McCabe, Beverly. 2003. Handbook of Food-Drugs Interaction. London: CRC Press.
Nettina. 2002. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta: EGC.
New York Heart Association (NYHA). 2015. Classes oh Heart Failure. Tersedia pada
www.heart.org diakses pada 15 April 2015.
Patrick, Davey. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Porth, Carol. 2001. Essentials of Physiology:
-
25
Price Sylvia A.,Wilson Loraine M., Carol T. B. 2006. Patofisiologi. Konsep Klinis
proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume
2 Edisi 8. Jakarta: EGC.
Stead Jr, Eugene. 1951. Renal Factor in Congestive Heart Disease. Downloaded from
http://circ.ahajournals.org/ on April 2015.
Tamsuri, Anas. 2007. Tanda-tanda Vital Suhu Tubuh. Jakarta: EGC.
Wahyuningsih, Retno. 2013. Penatalaksanaan Diet pada Pasien. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
-
26
LAMPIRAN Nutrisurvey Perencanaan Diet ==================================================================
Analysis of the food record ================================================================== Food Amount energy carbohydr. _____________________________________________________________________ BREAKFAST bubur nasi 337,5 g 246,0 kcal 54,0 g santan 50 g 35,5 kcal 1,5 g bayam segar 50 g 18,5 kcal 3,7 g Carrot fresh cooked 50 g 10,5 kcal 1,8 g gula pasir 5 g 19,3 kcal 5,0 g telur ayam 30 g 46,5 kcal 0,3 g minyak kelapa sawit 7,5 g 64,7 kcal 0,0 g Drinking water 100 g 0,0 kcal 0,0 g tepung susu skim 10 g 36,8 kcal 5,2 g Drinking water 100 g 0,0 kcal 0,0 g Meal analysis: energy 477,9 kcal (27 %), carbohydrate 71,4 g (27 %) 1. BREAK Garden lettuce fresh 50 g 5,9 kcal 0,5 g semangka 75 g 24,0 kcal 5,4 g Melon fresh 75 g 28,7 kcal 6,2 g Meal analysis: energy 58,6 kcal (3 %), carbohydrate 12,1 g (5 %) LUNCH bubur nasi 337,5 g 246,0 kcal 54,0 g santan 50 g 35,5 kcal 1,5 g daging ayam 50 g 142,4 kcal 0,0 g Carrot fresh 50 g 12,9 kcal 2,4 g labu siam mentah 50 g 10,0 kcal 2,2 g gula pasir 5 g 19,3 kcal 5,0 g minyak kelapa sawit 2,5 g 21,6 kcal 0,0 g jeruk manis 50 g 23,5 kcal 5,9 g Meal analysis: energy 511,4 kcal (29 %), carbohydrate 70,9 g (27 %) 2. BREAK apel 150 g 88,6 kcal 23,0 g Meal analysis: energy 88,6 kcal (5 %), carbohydrate 23,0 g (9 %) DINNER bubur nasi 270 g 196,8 kcal 43,2 g santan 50 g 35,5 kcal 1,5 g
-
27
daging ayam 50 g 142,4 kcal 0,0 g margarin 5 g 31,8 kcal 0,0 g gula merah tebu belum dimurnikan 13 g 48,9 kcal 12,6 g buncis mentah 50 g 17,4 kcal 4,0 g Mung bean sprouts 50 g 11,8 kcal 0,9 g gula pasir 5 g 19,3 kcal 5,0 g minyak kelapa sawit 2,5 g 21,6 kcal 0,0 g pepaya 100 g 39,0 kcal 9,8 g Meal analysis: energy 564,6 kcal (32 %), carbohydrate 77,0 g (29 %) IN BETWEEN pisang ambon 50 g 46,0 kcal 11,7 g Meal analysis: energy 46,0 kcal (3 %), carbohydrate 11,7 g (4 %) ==================================================================
Result ================================================================== Nutrient analysed recommended percentage content value value/day fulfillment _____________________________________________________________________ energy 1746,9 kcal 2036,3 kcal 86 % water 449,3 g 2600,0 g 17 % protein 56,8 g(13%) 60,1 g(12 %) 94 % fat 51,7 g(26%) 69,1 g(< 30 %) 75 % carbohydr. 266,1 g(61%) 290,7 g(> 55 %) 92 % dietary fiber 23,2 g 30,0 g 77 % alcohol 0,0 g - - PUFA 7,5 g 10,0 g 75 % cholesterol 208,3 mg - - Vit. A 2835,1 g 800,0 g 354 % carotene 8,1 mg - - Vit. E (eq.) 4,8 mg 12,0 mg 40 % Vit. B1 0,7 mg 1,0 mg 72 % Vit. B2 1,1 mg 1,2 mg 92 % Vit. B6 1,7 mg 1,2 mg 141 % tot. fol.acid 249,3 g 400,0 g 62 % Vit. C 158,9 mg 100,0 mg 159 % sodium 243,3 mg 2000,0 mg 12 % potassium 2535,6 mg 3500,0 mg 72 % calcium 482,8 mg 1000,0 mg 48 % magnesium 248,0 mg 300,0 mg 83 % phosphorus 773,2 mg 700,0 mg 110 % iron 10,2 mg 15,0 mg 68 % zinc 6,9 mg 7,0 mg 99 %
-
28
BON BELANJA
PRAKTIKUM II AGK 2 Kelompok 18 Shift IV
Waktu
Makan
Rekomendasi
Diet Bahan Makanan URT Jumlah Harga
Sarapan Bubur Nasi
Sayur bayam
Telur dadar
Susu skim
Beras
Santan
Bayam
Wortel
Gula pasir
Minyak kelapa sawit
Air
Bawang putih
Bawang merah
Daun salam
Garam
Telur ayam
Garam
Minyak kelapa sawit
Tepung susu skim
Air
gls
gls
gls
gls
1/3 sdm
sdm
gls
1 siung
1 siung
1 lbr
secukupnya
1 btr
secukupnya
sdm
2 sdm
gls
37,5 gr
50 gr
50 gr
50 gr
5 gr
2,5 gr
100 ml
2 gr
2 gr
1 gr
-
30 gr
-
5 gr
10 gr
100 ml
Rp 400,00
Rp 1000,00
Rp 200,00
Rp 250,00
Rp 100,00
Rp 50,00
-
Rp 50,00
Rp 50,00
Rp 50,00
-
Rp 1000,00
-
Rp 100,00
Rp 500,00
-
Total Sarapan Rp 3.750,00
Selingan
Pagi
Salad Buah Selada
Semangka
Melon
gls
bh sdg
ptg sdg
50 gr
75 gr
75 gr
Rp 400,00
Rp 750,00
Rp 750,00
Total Selingan Pagi Rp 1.900,00
-
29
Makan
Siang
Bubur Nasi
Tumis Ayam
dan Sayur
Jeruk manis
Beras
Santan
Ayam
Wortel
Labu siam
Gula pasir
Minyak kelapa sawit
Bawang putih
Garam
Jeruk manis
gls
gls
1 ptg sdg
gls
gls
1/3 sdm
sdm
1 siung
secukupnya
1 bh sdg
37,5 gr
50 gr
50 gr
50 gr
50 gr
5 gr
2,5 gr
2 gr
-
50 gr
Rp 400,00
Rp 1.000,00
Rp 1.500,00
Rp 250,00
Rp 200,00
Rp 100,00
Rp 50,00
Rp 50,00
-
Rp 1.000,00
Total Makan Siang Rp 4.550,00 Selingan
Sore
Apel Apel 1 bh 150 gr Rp 2.000,00
Makan
Malam
Bubur Nasi
Ayam bacem
panggang
Tumis buncis
Pepaya
Beras
Santan
Ayam
Margarin
Gula merah
Bawang merah
Bawang putih
Garam
Daun salam
Buncis
Tauge
Minyak kelapa sawit
Gula pasir
Bawang putih
Garam
Pepaya
1/5 gls
gls
1 ptg sdg
sdm
1 sdm
1 siung
1 siung
seckupnya
1 lbr
gls
gls
sdm
1/3 sdm
1 siung
secukupnya
1 ptg
30 gr
50 ml
50 gr
5 gr
13 gr
2 gr
2 gr
-
1 gr
50 gr
50 gr
2,5 gr
5 gr
2 gr
-
100 gr
Rp 300,00
Rp 1.000,00
Rp 1.500,00
Rp 100,00
Rp 200,00
Rp 50,00
Rp 50,00
-
Rp 50,00
Rp 200,00
Rp 200,00
Rp 50,00
Rp 100,00
Rp 50,00
-
Rp 700,00
Total Makan Malam Rp 4.550,00
Selingan
Malam
Pisang ambon Pisang ambon 1 bh sdg 50 gr Rp 2.000,00
Total Semua Menu Rp 18.750,00
-
30