tugas model auditing ok
TRANSCRIPT
MODEL – MODEL AUDITING
1. Latar Belakang
Auditing menurut A Statement of Basic Auditing
Concepts (ASOBAC) adalah proses sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai
pernyataan tentang kejadian dan tindakan ekonomi untuk
menentukan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut
dengan kriteria yang ditetapkan untuk menyampaikan hasilnya
kepada pemakai yang berkepentingan. Auditing juga
didefinisikan sebagai pengumpulan dan evaluai bukti
mengenai informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat
kesesuaian antara informasi tersebut dengan kriteria yang
telah ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen (Jusuf dkk, 2011, 4).
Definisi tersebut mencakup beberapa kata dan frasa
kunci. Kata dan frasa kunci yang meliputi defini tersebut
adalah: (a) Informasi dan Kriteria yang telah ditetapkan,
(b) mengumpulkan dan mengevaluasi bukti, (c) Kompeten dan
Independen, (d)pelaporan. Tahap terakhir dalam proses audit
adalah menyiapkan laporan audit (audit report), yang
menyampaikan temuan-temuan auditor kepada pemakai. Laporan
seperti iini memiliki sifat yang berbeda-beda, tetapi
semuanya harus memberitahukan kepada para pembaca tentang
derajat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah
ditetapkan.
Pembicaraan mengenai auditing selalu dikaitkan dengan
keberadaan profesi Akuntan Publik dan auditor, yang dikenal
oleh masyarakat sebagai penyedia jasa audit laporan
keuangan kepada pemakai informasi keuangan. Auditor sangat
berkepentingan dengan kualitas jasa yang diberikan untuk
1
mengukur kualitas pelaksanaan audit. Akuntan Indonesia
telah menetapkan sepuluh standar audit agar mutu auditing
dapat dicapai sebagaimana mestinya. Standar audit dapat
dilakukan tanpa memandang ukuran besar kecilnya usaha
klien, bentuk organisasi bisnis, jenis industri maupun
organisasi itu berorientasi laba ataupun nonlaba. Standar
audit tersebut dituangkan dalam buku yang disebut Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP).
Dalam pelaksanaan auditing, auditor harus memenuhi
standar auditing. Standar auditing berkaitan dengan
kriteria atau ukuran mutu kinerja audit dan berkaitan
dengan tujuan yang hendak dicapai dengan menggunakan
prosedur yang ada. Berikut ini akan dibahas mengenai
standar auditing dan model auditing berkaitan dengan
standar auditing.
2. Pembahasan
Berikut ini akan dibahas mengenai standar auditing dan
model-model audit.
2.1 Standar Auditing
Standar auditing terdiri dari 10 yang dikelompokkan
dalam 3 bagian, diantaranya adalah standar umum, standar
pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan (SPAP, 2011).
a. Standar Umum
1. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih
yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang
cukup sebagai auditor.
2. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan
oleh auditor.
2
3. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya,
auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama.
b. Standar Pekerjaan Lapangan
1. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika
digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya.
2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan
sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan
dilakukan.
3. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh
melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan,
dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk
menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang
diaudit.
c. Standar Pelaporan
1. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan
keuangan telah disusun dengan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia.
2. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan,
jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode
berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip
akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.
3. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam
laporan auditor.
3
4. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan
pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan
demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara
keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya
harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan
dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus
memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan
audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat
tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.
2.2 Model-Model Audit
Berikut ini akan dibahas mengenai model audit
terkait dengan standar auditing yang erdiri dari standar
umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan.
a. Model Audit Berdasarkan Tujuan Audit.
Klasifikasi audit berdasarkan tujuan audit terdiri
dari: audit laporan keuangan (financial statement audit),
audit kepatuhan (compliance audit), audit operasional
(operational audit)(Halim, 2001).
1. Audit laporan keuangan (financial statement audit)
Audit laporan keuangan mencakup penghimpunan dan
pengevaluasian bukti mengenai laporan keuangan telah
disajikan secara wajar sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan yaitu prinsip akuntansi yang berlaku umum
(PABU). Ukuran kesesuaian audit laporan keuangan adalah
kewajaran (fairness). Kriteria utama yang digunakan
adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Audit
laporan keuangan dilakukan oleh auditor eksternal atas
permintaan klien.Hasil audit akan disajikan dalam bentuk
tertulis yang disebut laporan auditor independen.
4
Gambar 1
Model Audit Laporan Keuangan
2. Audit kepatuhan (compliance audit)
Audit kepatuhan mencakup penghimpunan dan pengevaluasian
bukti dengan tujuan untuk menentukan apakah kegiatan
finansial maupun operasi tertentudari suatu entitas
sesuai dengan kondisi, aturan-aturan, dan regulasi yang
5
Laporan Keuangan
(Assertion)
Prinsip Akuntansi Yang Berlaku Umum
(Established Criteria)
Pemegang Saham, kreditur,
Pemerintah, Masyarakat
(interested Users)
Wajar?
(Degree of Correspondence
)
Laporan Audit
telah ditentukan. Kriteria yang ditentukan berasal dari
berbagai sumber seperti manajemen, kreditor, maupun
lembaga pemerintah. Ukuran kesesuaian audit kepaatuhan
adalah ketepatan, misalnya ketepatan SPT-Tahunan dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Hasil audit kepatuhan
disampaikan kepada pihak yang menentukan kriteria.
Gambar 2
Model Audit Kepatuhan
6
Pemerintah (interested Users)
Benar?(Degree of
Correspondece)
Laporan
SPT-Tahunan(Assertion)
Undang-Undang Pajak Penghasilan
(Established Criteria)
3. Audit operasional (operational audit)
Audit operasional meliputi penghimpunan dan
pengevaluasian bukti mengenai kegiatan operasional
organisasi dalam hubungannya dengan tujuan pencapaian
efisiensi, efektifitas, ekonomis operasional. Efisiensi
adalah perbandingan antara masukan dengan keluaran,
sedangkan efektifitas adalah perbandingan antara
keluaran dengan target yang sudah ditetapkan. Tolak ukur
atau kriteria dalam audit operasional adalah rencana,
anggaran, dan standar biaya atau kebijakan-kebijakan
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Gambar 3
Model Audit Operasional
7
Manajemen(interested Users)
Dekat?(Degree of
Correspondece)
Laporan
Realisasi Penjualan
(Assertion)
Target Penjualan(Established Criteria)
b. Model Kualifikasi Utama Pemeriksaan dengan Standar
Pengendalian Mutu.
Audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh
dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan ekonomi-kegiatan dan kejadian
ekonomi untuk menentukan tingkat kesesuai antara pernyataan
dengan kriteria yang telah ditetapkan atau kriteria
teoritis, serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-
pihak yang berkepentingan. Secara sederhana, audit adalah
pengecekan terhadap suatu asersi/pernyataan atau laporan
kegiatan yang dilakukan secara independen. Independensi
auditor merupakan faktor kritis bagi dihasilkannya laporan
audit yang obyektif. Apapun opini audit, sepanjang audit
tersebut dapat diyakini obyektivitasnya, akan memberikan
bantuan yang sangat berarti bagi pengambilan keputusan.
Opini auditor yang menyatakan menerima pernyataan
manajemen atau pengelola, menunjukkan bahwa pengambilan
keputusan dapat menggunakan laporan tersebut sebagai salah
satu informasi dalam proses pengambilan keputusan.
Sebaliknya, opini auditor yang menyatakan menolak laporan
manajemen, menunjukkan bahwa sebaiknya pengambil keputusan
mencari informasi alternatif sebagai dasar pengambilan
keputusannya.
Obyektivitas auditor bersumber pada independensi,
namun independensi belumlah cukup tanpa disertai dengan
pemahaman auditor terhadap hakikat kegiatan atau transaksi
yang diauditnya. Oleh karena itu, sikap independen harus
disertai dengan pengetahuan untuk memahami dan meletakkan
permasalahan transaksi yang dijumpainya dengan tepat pada
konteksnya. Hal ini sering disebut sebagai profesionalisme.
8
Ketiga sikap tersebut sangat menentukan mutu hasil audit
yang dihasilkan auditor.
Independensi, kompetensi, dan profesional merupakan
standar umum untuk melaksanakan auditing. Standar umum
bersifat pribadi dan berkaitan dengan persyaratan auditor
dan mutu pekerjaannya. Standar umum merupakan bagian dari
standar auditing.
Standar auditing yang ditetapkan Institut Akuntan
Publik (IAI) Indonesia berkaitan dengan pelaksanaan
penugasan audit secara individual; standar pengendalian
mutu berkaitan dengan pelaksanaan praktik audit kantor
akuntan publik secara keseluruhan. Oleh karena itu, standar
auditing yang ditetapkan IAI Indonesia dan standar
pengendalian mutu berhubungan satu sama lalin, dan
kebijakan dan prosedur pengendalian mutu yang diterapkan
oleh kantor akuntan publik berpengaruh terhadap pelaksanaan
penugasan audit secara individual dan pelaksanaan praktik
audit kantor akuntan publik secara keseluruhan.
Unsur-unsur pengendalian mutu yang harus harus
diterapkan oleh setiap KAP pada semua jenis jasa audit,
atestasi dan konsultansi meliputi:
Gambar 4Model Kualifikasi Utama Pemeriksaan dengan Standar
Pengendalian Mutu
9
Kompeten
Independen
Profesional
Pengendalian Mutu
c. Model Kepatuhan dalam kerangka Pemeriksaan Keuangan
Model kepatuhan bertujuan untuk menentukan apakah
peraturan ekstern serta kebijakan dan prosedur intern telah
dipenuhi.
Gambar 5
Model Kepatuhan dalam kerangka Pemeriksaan Keuangan
d. Model Pengendalian Intern dalam Kerangka Pemeriksaan
Keuangan
Standar pekerjaan lapangan kedua menyatakan bahwa
“Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.” Sistem Pengendalian
Intern (SPI) yang menjadi salah satu kondisi yang
dipertanyakan sebelum menentukan opini. Jika SPI tidak
memadai menjadi salah satu kondisi yang dipertanyakan
sebelum menentukan opini. Jika SPI tidak memadai maka harus
ada prosedur pemeriksaan lain. Ketika prosedur pemeriksaan
lain tidak bisa dilakukan, maka opini disclaimer diberikan.
10
Opini
Laporan Kepatuhan
PelaporanPekerjaan Lapangan
Pemeriksa harus merancang pemeriksaan guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan ketidakpatuhan.
Pemeriksa harus waspada adanya kecurangan/ketidakpatuhan yang berpengaruh signifikan terhadap kewajaran laporan keuangan
Yang mempengaruhi Laporan keuangan
Namun, jika SPI memadai maka masuk kriterialainnya yaitu
apakah Laporan Keuangan sesuai dengan Prinsip-Prinsip
Berterima Umum atau tidak. Hal inilah yang menjadi
permasalahannya, yaitu apakah benar SPI yang tidak memadai
akan ikut menentukan jenis opini atas laporan keuangan?
Gambar 6Model Pengendalian Intern dalam Kerangka
Pemeriksaan Keuangan
Boynton & Raymond (2006) menjelaskan bahwa penilaian
atas SPI bukanlah untuk menentukan jenis opini yang akan
diberikan. Berdasarkan standar pekerjaan lapangan audit
kedua, mengharuskan auditor memperoleh pemahaman yang
memadai atas SPI auditee guna merencanakan audit dan
menentukan sifat, waktu, dan luas pengujian yang akan
11
Pekerjaan Lapangan Pelaporan
Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat,saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.
Desain Lemah
Laporan Pengendalian Intern
Pelaksanaan Lemah
Opini
Yang mempengaruhi Laporan keuangan
dilakukan. Tujuannya adalah auditor mampu mengevaluasi
adanya salah saji material pada laporan keuangan auditee.
Pengujian pengendalian dilakukan hanya untuk
menentukan risiko pengendalian (control risk)setelah
menentukan risiko melekat (inherent risk) pada pemeriksaan
awal/pendahuluan. Jika dilakukan pengujian pengendalian
diketahui bahwa SPI lemah sehingga resiko pengendalian
risiko pengendalian tinggi maka perlu dilakukan pengujian
selanjutnya yang lebih luas dari biasanya.
Penilaian risiko pengendalian bersama risiko melekat
menjadikan auditor menentukan risiko deteksi dan membuat
program pengujian substantif berdasarkan penilaian tersebut
(risk assesment). Misalnya jika dalam penilaian resiko
diketahui bahwa SPI lemah maka prosedur audit pada
pengujian substantif harus menggunakan jumlah sampel yang
semakin besar untuk bisa mendapatkan bukti audit yang cukup
dan kompeten.
Selain itu, SPI yang lemah akan diakomodasikan ke
dalam opini atas Laporan SPI itu sendiri (Boynton dan
Raymond, 2006). Laporan SPI juga memuat kondisi-kondisi
tertentu tentang materialitas SPI dan menentukan opini atas
SPI Auditee.
Berdasarkan hasil laporan SPI, SPI Auditee lemah dan
auditor memberikan opini tidak wajar (adverse opinion).
Namun demikian, ternyata auditor mengeluarkan opini wajar
tanpa pengecualian (unqualified opinion). Ilustrasi
tersebut menunjukkan bahwa meskipun SPI lemah, namun jika
penyajian angka dalam laporan keuangan diyakini wajar maka
auditor masih bisa memberikan opini Wajar Tanpa
Pengecualian. Kondisi ini bisa terjadi jika auditee
menemukan sendiri angka saldo yang salah saji kemudian
12
memperbaikinya atau jika auditee menerima jurnal koreksi
dari auditor.
Opini atas laporan keuangan menurut buku-buku audit
akan dipengaruhi oleh pembatasan ruang lingkup (apakah
disengaja oleh auditee atau hanya karena konsisi diluar
kendali auditee dan auditor), materialitas, dan kesesuaian
dengan PABU. Opini diawali dengan pertanyaan apakah ada
pembatasan ruang lingkup atau tidak. Jika ada pembatasan
ruang lingkupnya maka auditor harus melihat
materialitasnya. Jika pembatasan tersebut material apakah
dilakukan dengan sengaja oleh auditee atau tidak. Jika
auditee membatasi pemeriksaan maka opini disclaimer wajib
diberikan. Namun, auditee tidak membatasi pemeriksaan atau
barangkali kondisi diluar kendali auditee dan auditor yang
membatasi maka diperlukan alternatif opini yang lain. Oleh
karena itu, opini auditor tidak dipengaruhi oleh SPI yang
lemah (tidak memadai) tetapi karena adanya pembatasan ruang
lingkup yang material.
Pada intinya, SPI yang lemah tidak akan berpengaruh
langsung terhadap opini atas laporan keuangan. Pengujian
SPI apakah memadai atau tidak, hanya merupakan pengujian
awal pemeriksaan untuk menentukan keluasan pengujian
selanjutnya (saldo dan substantif). Pemberian opini terkait
dengan keyakinan memadai (reasonable assurance) yang
diperoleh auditor mengenai kewajaran suatu laporan
keuangan.
e. Model Hubungan Bukti Audit dan Opini Auditor
Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga menyatakan bahwa:
“Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh
melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan
13
konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat
atas laporan keuangan yang diaudit.” Standar Pekerjaan
Lapangan Ketiga tersebut menunjukkan bahwa opini auditor
sangat dipengaruhi oleh bukti audit yang diperoleh selama
proses audit.
Jenis-jenis opini yang lazim diberikan oleh auditor
ketika melakukan audit laporan keuangan adalah Wajar Tanpa
Pengecualian (Qualified Opinion), Wajar dengan Pengecualin
(Unqualified Opinion), Tidak Wajar (Adverse Opinion), dan
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion).
Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Qualified Opinion)
Kondisi untuk pendapat Wajar Tanpa Pengecualian
(Unqualified Opinion):
1. Semua laporan keuangan – neraca, laporan laba rugi,
saldo laba, dan laporan arus kas sudah tercakup di
dalam laporan keuangan.
2. Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam
penugasan.
3. Bahan bukti yang cukup telah dikumpulkan dan auditor
tersebut telah melaksanakan penugasan dengan cara
yang memungkinkan baginya untuk menyimpulkan bahwa
ketiga standar lapangan telah dipenuhi.
4. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Ini berarti bahwa
pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam
catatan kaki dan bagian-bagian lain laporan keuangan.
5. Tidak terdapat situasi yang memerlukan penambahan
paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam
laporan.
14
Pendapat Wajar dengan Pengecualian (Unqualified Opinion)
Kondisi untuk Pendapat Wajar dengan Pengecualian
(Unqualified Opinion):
1. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya
pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan
auditor berkesimpulan bahwa auditor tidak dapat
menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian.
2. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan
keuangan berisi penyimpangan dari Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia, yang berdampak material, dan
auditor berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat
tidak wajar.
Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion) diberikan jika
auditor merasa yakin jika laporan keuangan yang
disajikan tidak disusun berdasarkan Standar Akuntansi
Keuangan di Indonesia. Pendapat tidak Wajar hanya dibuat
jika auditor telah memiliki bahan bukti yang cukup,
melalui penyelidikan yang memadai, tentang
ketidaksesuaian tersebut.
Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion)
Suatu pernyataan tidak memberikan pendapat dilakukan
jika auditor tidak berhasil untuk meyakinkan dirinya
sendiri bahwa keseluruhan laporan keuangan disajikan
secara wajar. Kondisi yang menyebabkan auditor tidak
memberikan pendapat:
1. Pembatasan ruang lingkup yang sifatnya luar biasa,
sehingga auditor tidk berhasil mengumpulkan bukti
yang mncukupi untuk mnyimpulkan apakah laporan
15
keuanganyang diperiksa disajikan sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum.
2. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan
klien.
Gambar 7
Model Hubungan Bukti Audit dan Opini Auditor
f. Model Independensi Auditor dan Opini Auditor
Standar umum yang kedua mengatur sikap mental
independen auditor dalam menjalankan tugasnya. Independensi
berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri
auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbanganyang objektif tidak memihak dalam diri auditor
dalam merumuskandan menyatakan pendapatnya.
Sikap mental independen sama pentingnya dengan
keahlian dalam bidang praktik akuntansi dan prosedur audit
yang harus dimiliki oleh setiap auditor. Auditor harus
independen dari setiap kewajiban atau independen dari
pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya.
Selain itu, auditor tidak hanya berkewajiban mempertahankan
sikap mental independen, tetapi auditor harus pula
16
Pekerjaan Lapangan Pelaporan
Bukti Audit yang kompeten
Opini
menghindari keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan
masyarakat meragukan independensinya. Dengan demikian, di
samping auditor harus benar-benar independen, auditor masih
juga harus menimbulkan persepsi di kalangan masyarakat
bahwa auditor benar-benar independen.
Independensi seorang auditor berhubungan dengan opini
yang diberikan oleh auditor. Jika auditor tidak independen,
sangat jelas bahwa auditor tidak diperkenankan memberikan
pendapat wajar tanpa pengecualian.
Gambar 8
Model Independensi Auditor dan Opini Auditor
g. Model Hubungan Materialitas, Resiko Audit dan Opini
Auditor
Materialitas dan resiko audit melandasi penerapan
semua standar auditing, terutama standar pekerjaan lapangan
dan standar pelaporan.Standar auditing seksi 312 “Resiko
Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Auditing”
mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan materialitas
dalam perencanaan audit dan pengevaluasian akhir apakah
laporan keuangan secara keseluruhan disajikan berlaku umum.
17
Sandar Umum Pelaporan
OpiniIndependensi
Gambar 9Model Hubungan Materialitas, Resiko Audit dan Opini
Auditor
Materialitas merupakan satu diantara berbagai faktor
yang mempengaruhi pertimbangan auditor tentang kecukupan
(kuantitas)bukti audit. Semakin rendah tingkat
materialitas, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan
(hubungan terbalik).
Definisi materialitas menurut FASB adalah:“Besarnya
nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi
yang dilihat dari keadaan yang melingkupinya dapat
mengakibatkan perubahan atas atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap
informasi tersebut, karena adanya penghilangan atau salah
saji tersebut”.
Oleh karena para auditor bertanggung jawab untuk
menentukan apakah terdapat salah saji material dalam
laporan keuangan, maka jika terdapat penemuan suatu salah
saji material, mereka harus membuatnya menjadi perhatian
18
Pelaporan
Perencanaan Audit
Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh
Opini
Pekerjaan Lapangan
Materialitas
Resiko Audit
klien sehingga dapat dilakukan koreksi atas salah saji
tersebut. Jika klien menolak untuk mengoreksi salah saji
tersebut, maka auditor harus menerbitkan opini wajar dengan
pengecualian atau tidak wajar, bergantung pada seberapa
signifikan salah saji tersebut.
Resiko audit adalah resiko yang terjadi dalam hal
auditor tanpa disadarinya, tidak memodifikasi sebagaimana
mestinya pendapatnya atas suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Auditor menangani risiko
dalam perencanaan bukti audit umumnya dengan menggunakan
model risiko audit. Model ini berasal dari literatur
profesional dalam PSA 26 (SA 350) tentang pengujian sampel
audit dan dalam PSA 25 (SA 312) tentang materialitas dan
risiko. Auditor memerlukan pemahaman yang mendalam atas
model risiko audit agar mampu melakukan perencanaan audit
yang efektif.
Model risiko audit membantu auditor untuk menentukan
seberapa banyak dan jenis bukti apakah yang harus
dikumpulkan auditor untuk setiap siklusnya. Model ini
dinyatakan sebagai berikut:
di mana:
PDR = Risiko deteksi yang direncanakan
AAR = Risiko audit yang dapat diterima
IR = Risiko bawaan
CR = Risiko pengendalian
Resiko audit yang akan diterima auditor mempunyai
hubungan terbalik dengan tingkat keinginan auditor
mengekspresikan pendapat yang tepat. Sebagai contoh,
19
keinginan kepastian ketepatan pendapat adalah 90%, maka
resiko auditnya adalah satu dikurangi 90% yaitu sama dengan
10%. Tingkat resiko audit dapat dinyatakan dalam bentuk
kualitatif seperti rendah, sedang, atau tinggi. Tingkat
resiko audit yang dianggap standar adalah 5% dan tingkat
resiko audit tidak pernah akan tidak ada atau nol.
DAFTAR PUSTAKA
Elder, Randal J. Beasley, Mark S., Arens, Alvin A. 2011. Jasa Audit dan Assurance: Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia). Buku 1. Salemba Empat. Jakarta.
Halim, Abdul. 2001. Auditing 1 (Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. Edisi Kedua. Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMP YKPN. Yogyakarta.
Institute Akuntan Publik Indonesia. Standar Profesional Akuntan Publik. 2011. Salemba Empat
Mulyadi. 2002. Auditing. Buku 1. Edisi 6. Salemba Empat. Jakarta.
20