trauma abdomen 2

38
TINJAUAN PUSTAKA II.1 DEFINISI Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter. 11 II.2 ANATOMI Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua

Upload: fadmawati-andri

Post on 12-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke

dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi

(perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas

pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ

di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ

berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering

terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan

suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan

mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen

paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%).

Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ

yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter. 11

II.2 ANATOMI

Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian

atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen

dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing

garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis.

Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik

terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang

intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak

setinggi corpus vertebrae lumbalis V.

Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium

kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio

lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah :

regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio iliaca kiri. 9

Gambar 1. Pembagian regio abdomen

Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan

menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada

umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan

bawah dan kuadran kiri bawah. 9

Gambar 2 . Pembagian abdomen menjadi empat kuadran

Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian

belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian

bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke

dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial

(fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis eksternus, m.

oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan akhirnya lapisan preperitoneal,

dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan

fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 9

Gambar 3. Otot-otot abdomen

Tabel 1. Otot-otot dinding anterior dan lateral abdomen

Nama otot Origo Insertio Persarafan Kerja

M. obliqus externus abdominis 8 costa bagian bawah Processus Xiphoideus, linea alba, crista

pubica, tuberculum pubikum, dan crista iliaca.

6 N. Thoracalis bagian bawah, N. Iliohypogastricus dan N. Ilioinguinalis. Melindungi isi

abdomen, menekan isi abdomen, membantu fleksio dan rotasio tubuh. Membantu ekspirasi

kuat, miksi, defekasi, partus dan refleks muntah.

M. obliqus internus abdominis Fascia lumbalis, ⅔ lateral ligamentum inguinale.

3costa bagian bawah, processus xiphoideus, linea alba dan symphisis pubis.

Persarafan sama dengan m. Obliqus externus abdominis.

Cara Kerja sama dengan m. Obliqus externus abdominis.

M. transversus abdominis 6 rawan costa bagian bawah, fascia lumbalis, crista iliaca, ⅓ lateral

ligamentum inguinale.

processus xiphoideus, linea alba dan symphisis pubis. Persarafan sama dengan m. Obliqus

externus abdominis.

Menekan isi abdomen

M. rectus abdominis Symphisis pubis dan crista pubica Rawan costa 5, 6, 7 dan processus

xiphoideus

6 N thoracalis bagian bawah. Menekan isi abdomen dan fleksio columna vertebralis; otot

pembentuk ekspirasi.

M. pyramidalis Permukaan anterior pubis Linea alba N. thoracalis 12

Meregangkan linea alba

Tabel 2. Otot-otot dinding posterior abdomen

Nama otot Origo Insertio Persarafan Kerja

M. psoas Processus transversus, corpus dan discus intervertebralis vertebra thoracica 12 dan

vertebra lumbalis.

Bersama m. Iliacus ke trochanter minor femur. Flexus lumbalis Fleksio paha pada tubuh, bila

paha difiksasi, otot mengfleksio tubuh pada paha seperti dari posisis berbaring ke posisi

duduk.

M. quadratus lumborum Ligamentum iliolumbalis, crista iliaca, ujung processus transversus

vertebrae lumbalis bagian bawah.

Costa 12 Plexus lumbalis Fiksasi costa 12 selama inspirasi, menekan costa 12 selama

ekspirasi kuat.

M. iliacus

Fossa iliaca Bersama m. Psoas ke trochanter minor femur. N. femoralis Sama dengan kerja

m. Psoas

Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan

dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang

aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa

superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini

memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan

pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII

dan n.lumbalis I.9

Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang

juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang

membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang

meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan

ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di

tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian

peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-nama khusus. 9

Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas,

pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat

pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat

pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di

sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak,

menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan

ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan

kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang

lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.2

Organ dalam rongga abdomen dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal

Gambar 4. Intraperitoneal stuctures

1. Hati

Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1) pembentukan dan

sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2) berperan pada aktivitas

metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; (3)

menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam darah dari

lumen usus.

Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai

regio epigastrium. Permukaan atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah

diaphragma. Permukaan postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera

yang berdekatan, permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus,

lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan, kelenjar suprarenalis, dan kandung

empedu.

Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan oleh

perlekatan peritonium ligamentum falciforme. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus

dan lobus caudatus oleh adanya kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis,

vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum venosum. Porta hepatis atau hilus hati

ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas ujung bebas omentum majus

melekat pada pinggirnya. Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati.

Pada ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri

hepatica, vena porta, dan saluran empedu (segitiga portal). 9

2. Limpa

Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya berbentuk oval, dan

berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan sumbu panjangnya

terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya berjalan ke depan sampai linea axillaris media,

dan tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung, cauda

pankreas, flexura coli sinistra. Batas posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus

costodiaphragmatica kiri ), paru kiri, costa IX, X, dan XI kiri. 9

3. Lambung

Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi utama: (1)

menyimpan makanan dengan kapasitas ± 1500 ml pada orang dewasa; (2) mencampur

makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah padat, dan (3)

mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang

efisien dapat berlangsung.

Lambung terletak pada bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri sampai regio

epigastrium dan regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga bagian

bawah. Batas anterior lambung adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura dan

paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati. Sedangkan batas posterior lambung adalah bursa

omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal kiri, arteri lienalis,

pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar lambung berbentuk

huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum, dua curvatura

yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua permukaan anterior dan posterior.

Lambung dibagi menjadi fundus, corpus dan antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol

ke atas terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi gas. Sedangkan

corpus adalah badan dari lambung. Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang

berbentuk seperti tabung. Dinding ototnya membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi

mengatur kecepatan pengeluaran isi lambung ke duodenum.

Membran mukosa lambung tebal dan memiliki banyak pembuluh darah yang terdiri dari

banyak lipatan atau rugae. Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut

sirkular dan serabut oblik. Serabut longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak

sepanjang curvatura, serabut sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung,dan

menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum. Sedangkan serabut oblik

membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan sepanjang anterior

dan posterior. 9

4. Kandung empedu (Vesica Fellia)

Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan viseral hati.

Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan collum. Fundus

berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hati; dimana fundus

berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus

bersentuhan dengan permukaan viseral hati dana arahnya keatas, belakang dan kiri.

Sedangkan collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus

untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus.

Batas anterior vesica fellia pada dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua

duodenum. Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama dan kedua duodenum.

Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas ± 50 ml. Vesica Fellia

mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, maka

mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan

seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan

pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan

berlemak ke dalam duodenum . lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari

mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan kandung empedu

berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos yang terletak pada ujung distal ductus

choledochus dan ampula relaksasi sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental

ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi

lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan serta absorbsi lemak. 9

5. Usus halus

Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian :

duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorpsi

hasil-hasil pencernaan.

• Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm, melengkung sekitar caput

pankreas, dan menghubungkan lambung dengan jejunum. Di dalam duodenum terdapat

muara saluran empedu dan saluran pankreas. Sebagian duodenum diliputi peritonium, dan

sisanya terletak retroperitonial. Duodenum terletak pada regio epigastrium dan regio

umbilikalis. Dibagi menjadi 4 bagian :

1. Bagian pertama duodenum.

Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan berjalan keatas dan ke belakang pada sisi kanan

vertebra lumbalis pertama. Bagian ini terletak pada bidang transpilorica. Batas anterior pada

lobus quadratus hati dan kandung empedu. Batas posterior pada bursa omentalis ( 2,5 cm

pertama), arteri gastroduodenalis, ductus choledochus dan vena porta, serta vena cava

inferior. Batas superior pada foramen epiploicum Winslow dan batas inferior pada caput

pankreas.

2. Bagian kedua duodenum

Panjangnya 8 cm, berjalan ke bawah di depan hilus ginjal kanan di sebelah vertebra lumbalis

kedua dan ketiga. Batas anterior pada fundus kandung empedu dan lobus kanan hati, colon

tranversum, dan lekukan- lekukan usus halus. Batas posterior pada hilus ginjal kanan dan

ureter kanan. Batas lateral pada colon ascenden, flexura coli dextra, dan lobus kanan hati.

Batas medial pada caput pancreas.

3. Bagian ketiga duodenum

Panjangnya 8 cm, berjalan horisontal ke kiri pada bidang subcostalis, mengikuti pinggir

bawah caput pankreas. Batas anterior pada pangkal mesenterium usus halus, dan lekukan-

lekukan jejunum. Batas posterior pada ureter kanan, muskulus psoas kanan, vena cava

inferior, dan aorta. Batas superior pada caput pankreas, dan batas inferior pada lekukan-

lekukan jejunum.

4. Bagian keempat duodenum

Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian memutar ke depan pada perbatasan

duodenum dan jejunum. Terdapat ligamentum Treitz yang menahan junctura duodeno-

jejunalis. Batas anterior pada permulaan pangkal mesenterium dan lekukan-lekukan jejunum.

Batas posterior pada pinggir kiri aorta dan pinggir medial muskulus psoas kiri. 9

• Jejunum dan Ileum panjangnya ± 6 m, dua perlima bagian atas merupakan jejunum.

Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis.

Dalam keadaan hidup, jejunum dan ileum dibedakan dengan gambaran berikut :

1. Lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga peritonium di bawah sisi kiri mesocolon

tranversum, ileum terletak pada bagian bawah rongga peritonium dan dalam pelvis.

2. Jejunum lebih besar, berdinding lebih tebal, dan lebih merah dari ileum.

3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri aorta,

sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.

4. Pembuluh darah mesenterium membentuk satu atau dua arkade dengan cabang-cabang

yang panjang dan jarang, sedangkan ileum menerima banyak pembuluh darah pendek,

berasal dari tiga atau lebih arkade.

5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkal, sedangkan pada

mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian.

6. Kelompokan jaringan limfoid ( agmen Peyer ) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah

sepanjang pinggir antimesentrik. 9

6. Usus besar

Usus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis, colon ascenden, colon tranversum,

colon descenden, dan colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi utama usus besar adalah

absorpsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicernakan sampai dapat

dikeluarkan dari tubuh sebagai feses.

• Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang ± 6 cm, dan diliputi oleh peritonium. Batas

anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum majus, dan dinding anterior

abdomen regio iliaca kanan. Batas posterior pada m. psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n.

cutaneus femoralis lateralis. Batas medial pada appendix vermiformis.

• Appendix vermiformis panjangnya 8 – 13 cm, terletak pada regio iliaca kanan. Ujung

appendix dapat ditemukan pada tempat berikut : (1) tergantung dalam pelvis berhadapan

dengan dinding kanan pelvis; (2) melekuk di belakang caecum pada fossa retrocaecalis; (3)

menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral caecum; (4) di depan atau di belakang bagian

terminal ileum.

• Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang ± 13 cm. Berjalan ke atas

dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana colon ascenden secara

tajam ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan dilanjutkan sebagai colon tranversum.

Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan colon ascenden dan menghubungkannya

dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus,

omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca,

m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal kanan.

• Colon tranversum panjangnya ± 38 cm dan berjalan menyilang abdomen, menduduki regio

umbilikalis dan hipogastrikum. Batas anterior pada omentum majus dan dinding anterior

abdomen. Batas posterior pada bagian kedua duodenum, caput pankreas, dan lekukan-

lekukan jejunum dan ileum.

• Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang ± 25 cm. Berjalan ke bawah

dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus

halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral

ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m. Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus,

dan m. Psoas kiri. 9

b. Organ Retroperitoneal

1. Ginjal

Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh dan

mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi mengekskresi

sebagian besar zat sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal berwarna coklat-

kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, sebagian besar ditutupi oleh

tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri, dikarenakan adanya lobus

kanan hati yang besar.

Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula

fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis mengelilingi

lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis. Fascia renalis merupakan

kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan diri sebagai fascia tranversus. Di

belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut lemak pararenal.

Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua duodenum, flexura

coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XII,

m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.

Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa, lambung, pankreas, flexura

coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada diaphragma, recessus

costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m.

Tranversus abdominis. 9

2. Ureter

Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang ureter oleh

kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus. Panjang ureter ± 25

cm dan memiliki tiga penyempitan : (1) di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2)

waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir pelvis;(3) waktu ureter menembus

dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di

belakang peritonium parietal pada m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus

vertebra lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di

depan articulatio sacroiliaca, kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju

regio ischiospinalis dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria.

Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av. Colica dextra,

av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal mesenterium usus halus. Batas

posterior pada m. Psoas dextra.

Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra,

dan av. Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra. 9

3. Pankreas

Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak pada dinding

posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer menghasilkan sekret

yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohirat. Bagian

endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans, menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang

berperan penting dalam metabolisme karbohidrat. Pankreas menyilang bidang transpilorica.

Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram, terletak

pada bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica

superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas merupakan bagian yang

mengecil dan menghubungkan caput dengan corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena

porta dan pangkal arteri mesenterica superior dari aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri

menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan menuju ke ligamentum lienorenalis dan

berhubungan dengan hilus limpa.

Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan mesocolon

tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior pankreas dari kanan ke

kiri : ductus choledochus, vena porta, vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri

mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer suprarenalis kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa. 9

II.3 PATOFISIOLOGI

Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan

adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati,

limpa, pankreas, dan ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada

abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :

Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur.

Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat,

organ viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada

aorta distal yang mengenai tulang torakal dan mengurangi yang lebih cepat dari pada

pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur.

Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic

junction.

Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra

atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen,

hati, ginjal) terancam.

Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-

abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga. 10

II.4 KLASIFIKASI

Berdasaran jenis organ yang cedera dapat dibagi dua :

1. Pada organ padat seperti hepar dan limpa dengan gejala utama perdarahan

2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah

peritonitis

Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :

a. Organ Intraperitoneal

Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon

transversum, usus halus, dan colon sigmoid.

• Ruptur Hati

Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati

merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit

untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya

fraktur costa VII – IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran

kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada

abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum (± 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi

hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas.

Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya

menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan

kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal.

Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada

saluran empedu. 3

Gambar 5. Ruptur hati

• Ruptur Limpa

Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen.

Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang

hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami

perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan

menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang

sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah

putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur

pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah.

Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga,

perkelahian dan kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa

segera setelah terjadi trauma pada abdomen.

Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan

terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat

abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga

mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam

kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan

muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala

takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat

ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan menggunakan

CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan

pengangkatan limpa. Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan

limpa dapat berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan

limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan

antibiotik sebagai usaha preventif terhadap terjadinya infeksi. 6

• Ruptur Usus Halus

Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul

menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala ‘burning epigastric

pain’ yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada

usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam

berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri

pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas

dalam pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus

dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen

dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 6

b. Organ Retroperitoneal

Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma

pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini

memerlukan CT scan, angiografi, dan intravenous pyelogram.

Gambar 6. Retroperitoneal stuctures.

• Ruptur Ginjal

Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor.

Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI – XII atau

adanya tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan.

Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala

klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan

tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic hematuri

juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.

Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan

dengan pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram

dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian

tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna,

sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau adanya gambaran

warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat

menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar

ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan

non operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya

ekstravasasi. 2

• Ruptur Pankreas

Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan

eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian

tengah abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil.

Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum

atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.

Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien

dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar

sampai ke punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat

dengan adanya gejala iritasi peritonial.

Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut.

Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat diperiksa

dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika

perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.

Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat

keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan. Konsultasi

pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan. 8

• Ruptur Ureter

Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan.

Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel

trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska

trauma. 2

Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/

akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 – 3,

gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang

menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien dengan kecurigaan

trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel

trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan

lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena

seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada

trauma dengan gejala yang jelas.

Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien,

dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah

mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma.

II.5 KOMPLIKASI RUPTUR ORGAN

Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya

ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu

hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus,

lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran

kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing,

obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory

Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 4

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat

penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur

saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah

organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan

stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari

tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi

eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan

berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 4

Gejala dan tanda yang sering muncul pada penderita dengan peritonitis antara lain:5

1. Nyeri perut seperti ditusuk

2. Perut yang tegang (distended)

3. Demam (>380C)

4. Produksi urin berkurang

5. Mual dan muntah

6. Haus

7. Cairan di dalam rongga abdomen

8. Tidak bisa buang air besar atau kentut

9. Tanda-tanda syok

Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis

didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis

peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan

nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri

abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian

infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi

(peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut,

iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari

awal. Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat

terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.11

Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam

dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala

hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia

intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang

banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif,

pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang,

dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.11

Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan

ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk

menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati

adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut

membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase.

Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau

distended.11

Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di

abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien.

Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien

dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini

disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak

bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar

normal.11

Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif.

Bagian anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu

dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai

pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans

muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum

parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada

inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.11

Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding

perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang

dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.

Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau

cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan

shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi

abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.11

Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur

dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semua arah

menunjukkan general peritonitis.11

II.6 PEMERIKSAAN FISIK

Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen.

Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan

kendaraan bermotor meliputi :kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari

datangnya ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang

penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan,

defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda penting.

Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan

diagnosis.11

Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan,

suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan

tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.11

Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik

meliputi inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.

• Pada inspeksi, perlu diperhatikan :

Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya

kemungkinan kerusakan organ di bawahnya.

Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa

saja yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign)

atau umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini

biasanya lambat dalam beberapa jam sampai hari.

Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya

pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.

Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka

kemungkinan adanya peritonitis.

• Pada auskultasi, perlu diperhatikan :

Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus

selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.

Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma

diafragma.

• Pada palpasi, perlu diperhatikan :

Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut

abdomen akibat peritonitis.

Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ yang

mengalami trauma atau adanya peritonitis.

• Pada perkusi, perlu diperhatikan :

Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang

berarti terdapatnya robekan (perforasi) dari organ-organ usus.

Nyeri ketok seluruh dinding perut menunjukkan adanya tanda-tanda peritonitis umum.

Adanya “Shifting dullness” menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut, berarti

kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.

Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat fraktur

pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus rektal penting

untuk menentukan status neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada

trauma salurah kemih.

Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan

tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama bila

jumlah perdarahan masih sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit

ditentukan. Caranya dapat dilakukan dengan :

buli- buli dikosongkan, kemudian penderita dimiringkan ke sisi kiri.

Disinfeksi kulit dengan yodium dan alcohol.

Digunakan jarum yang cukup besar dan panjang, misalnya jarum spinal no. 18 – 20.

Sesudah jarum masuk ke rongga perut pada titik kontra Mc Burney, lalu diaspirasi.

Dianggap positif bila diperoleh darah minimal sebanyak 0.5 cc

II.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium:

• Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita dilakukan

tes kehamilan).

• Nilai elektrolit serum, tingkat kreatinin, dan glukosa.

• Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus.

Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran penyebab non

traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain). Amylase atau lipase mungkin berkurang

karena iskemi pancreas akibat hipotensi sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi,

hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti trauma intra-abdominal dan

sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.

• Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan maka

diberikan profilaksis.

Pemeriksaan dengan foto:

Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah menilai kestabilan

hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus

ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL

atau FAST scan. Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat

pemeriksaan fisik dilakukan.

• Radiografi

Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma

atau pneumoperitonium.

Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari tulang thoracolumbar.

Mengetahui fraktur costa dapat memperkirakan kemungkinan organ yang terkena trauma.

Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari

perforasi duodenal.

• Ultrasonografi

Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif

jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.

Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan

hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor

seperti lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.

Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi

tersebut adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial

digunakan lubang subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung

dan dapat mendeteksi adanya hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput

viseral dan parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver,

diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan ruang pleura

kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan pada

ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan vesika urinaria

sebagai lubang sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan

bebas tampak sebagai area tidak ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita,

akumulasi cairan pada cavum Douglas, posterior dari uterus.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk

menentukan sebab dan luasnya kerusakan.

Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi,

pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.

Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis

yang meragukan untuk penanganan dokter.

• Computed Tomography (CT) Scan

CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen

dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan

kerusakan pada cavum toraks.

Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar

dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan

teliti.

Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma

diafragma, pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan

memerlukan kontras oral atau intravena, yang menyebabkan reaksi yang merugikan.

Prosedur Diagnostik :

• Diagnostic peritoneal lavage

DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang,

(2) dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang

mengarah pada trauma abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen,

(5) pasien dengan potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam

waktu lama untuk prosedur yang lain

Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi

relatif meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.

Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open,

semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan

melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen

hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui

peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di

dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum.

Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10

mL darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL,

lebih dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30

mL darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk menghasilkan DPL positif secara

mikroskopik.

DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas

98-100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi,

interpretasi cepat, dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan

pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di

dekompresi.

Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan

FAST, CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil

yang hasil FAST negative atau tidak jelas. 10

II.8 PENATALAKSANAAN

Terapi Medis

Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan

latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang,

pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol

perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami kemunduran yang

progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau

fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur

intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas

selanjutnya pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi

pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena

perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse

larutan kristaloid melalui 2 jalur. 10

Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow

Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat.

Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam

pemeriksaan fisik.

Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen

Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik

pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati

dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen

nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada

manajemen nonoperatif trauma organ padat pada orang dewasa dari trauma tumpul.

Digunakan untuk kontrol perdarahan.

Terapi Pembedahan

Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis,

perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya

hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL.

Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya

menjadi pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan

darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler.

Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan

perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat

untuk evaluasi seluruh isi abdomen.

Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan

memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi

atau menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan,

selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat.

Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi

seluruh struktur kerusakan.

Follow-Up :

Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik.

Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau

pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau

perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang

mengindikasikan untuk intervensi bedah.

BAB III

KESIMPULAN

Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi ke rongga peritoneum

yang dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi, atau kompresi. Lebih dari

50% kejadian trauma tumpul abdomen disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, dimana akibat

dari trauma tumpul abdomen dapat berupa perforasi, perdarahan, dan ruptur organ. Pada

intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati

(35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering

cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.

Pada kecurigaan terjadinya trauma tumpul abdomen harus dilakukan pemeriksaan yang

menyeluruh dan observasi yang berulang-ulang. Merupakan hal yang sulit untuk menduga

apa yang terjadi pada organ-organ intra abdominal karena tidak bisa terlihat dari luar, dengan

gejala yang bisa timbul dalam waktu yang cukup lama dan gejala yang timbul bisa minimal

sedangkan kerusakan organ-organnya cukup parah.

Tindakan penyelamatan life support harus segera diberikan, meskipun terjadinya trauma

tumpul abdomen masih menjadi kecurigaan. Penatalaksanaan harus secepatnya dilakukan jika

telah terbukti adanya trauma tumpul abdomen dengan kegawatan, mengingat banyaknya

organ-organ penting yang terdapat di intra abdominal. Komplikasi yang sering terjadi pada

trauma tumpul abdomen adalah peritonitis. Kematian pada trauma tumpul abdomen

disebabkan karena sepsis dan perdarahan.

sorces : http://sanirachman.blogspot.com/2009/10/trauma-

abdomen_29.html#ixzz3DOHPpT00

nder Creative Commons License: Attribution Non-Commercial