trauma extremitas - kedaruratan medik (2)

Upload: caroline1793

Post on 10-Jul-2015

313 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

TRAUMA EXTREMITAS

Kuliah Kedaruratan Medik Oleh : dr. Alex Kusanto

I. PENDAHULUAN (1)

Trauma extremitas jarang mengancam jiwa. Trauma extremitas dapat menyebabkan cacat bila tidak ditangani secara tepat. Manajemen trauma yang tepat sejak awal kejadian dapat mengurangi resiko kematian dan kecacatan.

I. PENDAHULUAN (2)

Trauma extremitas yang dapat mengancam jiwa adalah trauma dengan perdarahan. Contoh : fr. Pelvis, fr. Femur bilateral.

I. PENDAHULUAN (3)

Crush injuries: banyak jaringan nekrotik dan fraktur terbuka yang terkontaminasi dapat berakhir fatal oleh karena renal failure dan infeksi. (gas gangren)

I. PENDAHULUAN (4)

1.

2.3. 4. 5.

Trauma extremitas yang dapat mengancam fungsi extremitas, a.l.: vascular injuries + ischemia bag. Distal. compartment syndrome. Fraktur terbuka. Crush injuries. Dislokasi sendi besar.

I. PENDAHULUAN (5)

Trauma extremitas biasanya meliputi lebih dari satu elemen jaringan. Berat ringannya trauma biasanya diukur dari banyaknya kerusakan jaringan yang terjadi.

I. PENDAHULUAN (6)

Jadi, suatu fraktur yang berat tidak hanya berarti tulangnya saja yang patah, tetapi juga meliputi kulit dan otot yang mengalami kontusio jaringan, kerusakan saraf dan pembuluh darah, dan kemungkinan terjadinya compartment syndrome.

I.A. Primary Survey & Resusitasi1. Airway & C-spine control 2. Breathing 3. Circulation with hemorrhage control 4. Disability; brief neurologic evaluation 5. Exposure & environmental controlDalam primary survey, extremitas diperiksa secara umum untuk mengontrol adanya perdarahan & memasang infus.

I.B. Secondary Survey (1)

Pemeriksaan extremitas lengkap. Prioritas sbb: 1. Pasang infus 2. Periksa adanya luka terbuka 3. Periksa adanya trauma tertutup misal: trauma persendian. 4. Periksa fungsi neuromuskular (gerak & sensibilitas) 5. Periksa adanya pergerakan sendi abnormal.

I.B. Secondary Survey (2)

Sesudah luka terbuka diperiksa, harus ditutup dengan kasa steril. Bila perlu pasang bidai. Pemeriksaan Rontgen baru dilakukan setelah keadaan pasien sudah stabil dan tidak mengancam jiwanya.

I.C. Early Management of Extremity Injuries1. Immobilisasi dengan bidai atau traksi.

C/ Pemasangan traksi pada fraktur sejak awal dapat mengurangi perdarahan internal. 2. Mengembalikan bentuk extremitas seperti semula. 3. Rawat luka. 4. Jaga perfusi.

II. PEMERIKSAAN EXTREMITASA. Anamnesa B. Pemeriksaan Fisik C. Vascular Injuries D. Traumatic Amputation E. Open Wound F. Compartment Syndrome G. Nerve Injuries

H. Joint Injuries I. Fractures J. Associated Injury Pattern K. Occult Skeletal Injuries

II.A. AnamnesaAnamnesa didapat dari pasien, keluarga & orang yang berada di lokasi. Informasi yang dikumpulkan meliputi: II.A.1. Mekanisme trauma II.A.2. Environment II.A.3. Preinjury status & Predisposing factors II.A.4. Temuan di tempat kejadian. II.A.5. Prehospital Care

II.A.1. Mekanisme trauma (1)Bila kecelakaan kendaraan bermotor: a. Posisi pasien : sebagai supir, penumpang di muka atau di belakang. b. Posisi pasien ditemukan di dalam kendaraan, atau jauh terlempar keluar. c. Kerusakan kendaraan di bagian depan atau belakang. d. Kerusakan kendaraan di bagian dalam: steer, dashboard, kaca/jendela. e. Pasien mengenakan sabuk pengaman atau tidak.

II.A.1. Mekanisme trauma (2)Mekanisme kecelakaan yang lain adalah: tabrakan mobil dengan pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, crushing injuries ledakan / kebakaran. Penting juga untuk ditanyakan saat kejadian

II.A.2. EnvironmentOrang yang membantu di lapangan harus ditanyakan mengenai: a. Pemaparan terhadap panas. b. Pemaparan terhadap gas atau bahan toxik c. Adanya pecahan kaca d. Kontaminasi : feses binatang, sampah, air asin atau tawar.

II.A.3. Preinjury status & predisposing factors Penting untuk mengetahui status kesehatan pasien sebelum kecelakaan, penyakit yang pernah diderita dan obat yang diminum, peminum alkohol atau drug abuser, riwayat alergi dan status mental pasien.

II.A.4. TEMUAN DI TKP

Posisi pasien saat ditemukan. Perdarahan atau genangan darah di TKP. deformitas atau dislokasi saat ditemukan. Apakah pasien dapat menggerakkan extremitas

II.A.5. PREHOSPITAL CARE

Apa yang sudah dilakukan oleh petugas P3K di lapangan.

II.B. Pemeriksaan Fisik (1)

Buka baju pasien seluruhnya. Bandingkan extremitas yang mengalami trauma dengan extremitas yang sehat/sebelahnya. Pemeriksaan pasien dengan trauma extremitas bertujuan 3 hal, yaitu: 1. Identifikasi life-threatening injuries 2. Identifikasi limb- threatening injuries 3. Pemeriksaan secara sistematis untuk menghindari adanya trauma yang terlewatkan.

II.B. Pemeriksaan Fisik (2)

LOOK : Periksa warna extremitas, luka, deformitas, & edema. FEEL : Periksa sensibilitas, nadi, nyeri, krepitasi, capillary filling, & hangat/tidak. MOVEMENT : aktif/pasif. Gerakan pasif oleh pemeriksa penting untuk mengetahui adanya pergerakan abnormal. PELVIS : Fraktur pelvis dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam jiwa.

II.C. Vascular Injuries (1)

Dapat menyebabkan perdarahan / ischemia. Kehilangan darah dapat membahayakan jiwa. Kehilangan perfusi bagian distal dapat membahayakan extremitas. Bila arteri besar terputus total, maka perdarahan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan bila arteri yang terputus sebagian.Hal ini disebabkan kontraksi & pembentukan trombus pada arteri yang terpotong tersebut. Bila perdarahan terus berlangsung, hal ini menandakan arteri yang terputus sebagian.

II.C. Vascular Injuries (2)

Perdarahan pada fraktur pelvik dapat sampai 2 liter, sedangkan pada fraktur femur dapat mencapai 1 Liter. Fraktur jangan diasumsikan sebagai penyebab hipovolemik shock, sebelum penyebab yang lain seperti perdarahan dalam rongga abdomen & rongga thorax disingkirkan. Pemeriksaan nadi bagian distal penting untuk mengetahui adanya arterial injuries. Nadi yang hilang atau kulit berwarna pucat jangan diartikan adanya vasospasme.

II.C. Vascular Injuries (3)Tanda-tanda berikut mengindikasikan adanya vascular injuries : 1. Perdarahan external yang memancar. 2. Hematoma yang membesar secara cepat. 3. Nadi yang abnormal. 4. Bruit atau thrill. 5. Kulit pucat. 6. Vena yang kosong. 7. Capillary filling berkurang. 8. Extremitas dingin. 9. Luka di dekat arteri besar.

II.C. Vascular Injuries (4)10. Sensibilitas terganggu 11. Kelemahan otot. 12. Nyeri yang bertambah sesudah immobilisasi extremitas yang mengalami trauma.

Bila ada tanda-tanda vascular injuries di atas perlu segera tindakan operasi. Vascular injuries harus segera diketahui dan ditindak sebelum ischemia irreversibel terjadi.

III. ManagementIII.C.Vascular Injuries Mula-mula kontrol perdarahan dengan penekanan pada bagian distal dengan cara mengatasi shock & memperbaiki posisi fraktur ke posisi normal. Sedapat mungkin jangan menggunakan torniquet atau klem arteri sebab dapat merusak jaringan pembuluh darah. Perlu tindakan bedah secepatnya dalam 4-6 jam untuk mencegah amputasi bagian distal akibat ischemia. Bila sudah ada tanda-tanda ischemia, pemeriksaan arteriogram sudah tidak ada gunanya.

II.D. Traumatik Amputasi

Yang penting lakukan perawatan luka dan hemostasis, baru perhitungkan apakah perlu replantasi atau revascularisasi atau harus diamputasi.

III.D. MANAJEMEN Traumatik Amputasi

Beri antibiotik & profilaksis tetanus. Pikirkan kemungkinan replantasi terutama untuk tangan. Kandidat yang baik adalah: clean cut bukan crush injury, pasien muda & sehat, waktu yang singkat. Bagian yang teramputasi harus dikirim bersama pasien dengan persiapan yang baik, waktu yang singkat ( 4-6 jam pada suhu ruang atau 18 jam pada suhu dingin ).

III.D. MANAJEMEN Traumatik Amputasi (2)

Bungkus dengan kain steril yang dibasahi dengan cairan NaCl steril, tempatkan dalam kantong plastik steril yang tertutup & dibawa dalam kotak pendingin yang diberi es & air. Jangan menggunakan dry ice.

II.E. Luka Terbuka (1)

Luka tusuk jarang menimbulkan banyak nekrosis jaringan. Misal : luka tusuk dengan pisau, luka tembak, fraktur terbuka indirek (fraktur terbuka akibat patahan tulang menusuk kulit dari dalam keluar). Luka ini berisiko besar terjadinya infeksi.

II.E. Luka Terbuka (2)

Luka di kulit kecil namun nekrosis jaringan di bawahnya banyak dapat terjadi pada pejalan kaki yang ditabrak mobil. Dapat terjadi degloving injury. Juga dapat terjadi pada crush injuries, luka tembak jarak dekat ,dan fraktur terbuka. Perhatikan bahaya timbulnya compartment syndrome.

II.E. Luka Terbuka (3)Resiko tetanus tinggi pada : - Luka lebih dari 6 jam. - Luka lebih dalam dari 1 cm. - Luka tembak jarak dekat. - Luka bakar. - Luka kontaminasi. - Luka dengan kerusakan jaringan saraf dan pembuluh darah.

III.E. MANAJEMEN Luka Terbuka

Luka kecil dijahit di UGD, luka besar di operasi di OK. Mula-mula luka dibersihkan (wound toillette ) dengan H2O2 & Betadine, kemudian sesudah dijahit dibungkus dengan kasa steril. Jangan membalut luka secara melingkar, sebab dapat menyebabkan gangguan aliran vena. Beri profilaksis tetanus & antibiotika. Pada luka terkontaminasi, lakukan debridement & luka dibiarkan terbuka selama 5 -7 hari & baru dijahit sesudah infeksinya tenang.

II.F. Compartment Syndrome (1)

Bila TISSUE PRESSURE > CAPILARY PRESSURE , dapat terjadi ischemia saraf dan otot. Akibatnya dapat timbul paralisis & nekrosis otot. Keadaan ini disebut Volkmanns ischemic contracture. Peningkatan tekanan jaringan terjadi dalam satu atau lebih fascial compartment. Jadi harus dilakukan fasciotomi.

II.F. Compartment Syndrome (2)

Compartment syndrome terjadi dalam beberapa jam. Banyak terjadi pada crush injuries, fraktur terbuka atau tertutup, kompresi yang lama pada pasien coma, pemakaian PASG yang lama. Tanda-tanda : - Nyeri, terutama pada gerakan pasif. - Sensasi saraf menurun. - Oedema - Kelemahan otot. Hilangnya nadi distal & capillary filling baru terjadi pada end-stage. Tekanan jaringan lebih tinggi dari 35-45 mmHg.

III.F. MANAJEMEN Compartment Syndrome

Dilakukan fasciotomi sebelum 4 jam. Bila ada tanda-tanda compartment syndrome, semua yang menyebabkan penjepitan harus dilepas, misalnya : balutan luka melingkar, gips.

II.G. Cedera Saraf

Pemeriksaan fungsi saraf tepi lihat tabel 1 dan 2.

II.H. Cedera Sendi (1)

Termasuk : luka tusuk sendi, dislokasi, frakturdislokasi, & ruptur ligamen.

Tanda-tanda : - Nyeri - Kesulitan gerak - Deformitas - Oedema - Gerakan abnormal

II.H. Cedera Sendi (2)

Reposisi & immobilisasi. Kalau ada gerakan abnormal, namun pada rontgen tidak ada fraktur atau dislokasi, pikirkan adanya ruptur ligamen. Pada anak banyak terjadi fraktur pada garis pertumbuhan.

II.I. Fraktur

Fraktur terbuka dibedakan berdasarkan tingkat keparahannya. Lihat tabel 3. Hal ini berhubungan dengan resiko infeksi. Tanda-tanda : nyeri, oedema, deformitas, krepitasi, gerakan abnormal. Rontgen untuk memastikan diagnosa. Periksa juga kerusakan jaringan lunak di sekitar fraktur.

III.E. MANAJEMEN Fraktur (1)III.E.1. Fraktur Terbuka. Lukanya ditangani seperti luka terbuka, namun dikerjakan di OK. Dalam penanganan pertama di UGD, pasang spalk, berikan profilaksis tetanus & antibiotika secara IV lalu kirim ke OK. yang terpenting wound treatment.

III.E. MANAJEMEN Fraktur (2)III.E.2. Immobilisasi (1)

Lakukan reposisi & imobilisasi untuk mengurangi sakit & mencegah kerusakan lebih lanjut. Periksa nadi sebelah distal, warna kulit, suhu, & persarafan sebelum & sesudah reposisi. Bila sesudah reposisi timbul perburukan, kembalikan ke posisi semula.

III.E. MANAJEMEN Fraktur (3)III.E.2. Immobilisasi (2)

Pada waktu melakukan reposisi & imobilisasi, tarik bagian yang fraktur searah dengan sumbunya. Imobilisasi sampai 1 sendi di atas & di bawah fraktur.Bila perlu berikan analgetika golongan narkotika short acting secara IV.

IV. Prinsip Immobilisasi1. 2.

3.

4.

5.

Fraktur femur, fraktur tibia & sendi panggul di imobilisasi dengan skin traksi. Sendi lutut dilakukan spalk panjang atau traksi ringan. Fraktur tibia dipasang spalk panjang, untuk fraktur bagian proximal dapat dengan traksi. Fraktur ankle di-spalk dengan bantal. Fraktur tangan dipasang spalk bola, lengan bawah & pergelangan dengan spalk, sendi siku diimobilisasi dalam posisi fleksi dengan memakai mitella ke tubuh, lengan atas juga dengan mitella.

II.J. Trauma yang Menyertai (1)1. 2.

3.

Bila ada fraktur tulang panjang, periksa juga sendi di atas & di bawahnya. Trauma pada hip & pelvis biasanya berhubungan dengan fraktur femur. Jadi periksa lengkap kemungkinan adanya pelvic ring fracture, dislokasi hip, fraktur asetabulum, fraktur collum femoris, & fraktur batang femur. Trauma sendi lutut dapat terjadi bersama fraktur femur atau fraktur tibia, terutama bila terdapat bersama ( femur & tibia ) : floating knee injury.

II.J. Trauma yang Menyertai (2)4. Fraktur calcaneus biasanya terjadi bila jatuh dari ketinggian, periksa juga kemungkinan fraktur vertebra. 5. Fraktur radius-ulna berhubungan dengan trauma pada sendi siku atau pergelangan tangan.

II.K. Cedera yang Tersembunyi (1)1.

2.

Cervical Bila menjumpai trauma kepala atau di atas clavicula, periksa juga vertebra cervicalis, terutama C6 T1. Pada pemeriksaan rontgen seringkali bagian ini tertutup oleh bahu, sehingga diperlukan posisi khusus ( Swimmers View ). Pelvis Periksa pelvic ring bila ada pemendekan kaki. Rontgen untuk memastikan diagnosa. Bahaya kerusakan jaringan lunak di dalamnya.

II.K. Cedera yang Tersembunyi (2)3. Knee Periksa kemungkinan ruptur ligamen. Periksa adanya gerakan abnormal. Pemeriksaan ini sulit dilakukan pada pasien dengan trauma knee yang kesakitan dan sadar. 4. Sendi bahu Fraktur pada clavicula, scapula & humerus bagian proksimal biasanya berhubungan dengan trauma thorax. 5. Tangan bagian distal Terutama berhubungan dengan fungsinya.

TERIMA KASIH