akut abdomen
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Akut abdomen (acute abdominal) atau gawat perut adalah suatu keadaan
klinis akibat kegawatan di rongga perut, timbul mendadak, dengan nyeri sebagai
keluhan utama dan keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang pada
umumnya berupa tindakan bedah. Banyak penyakit menimbulkan gejala nyeri,
namun belum membutuhkan tindakan pembedahan. Hal ini memerlukan evaluasi
dengan methode dan pemeriksaan yang sangat berhati - hati.
Keterlambatan melakukan tindakan pembedahan berakibat meningkatnya
morbiditas dan mortalitas. Untuk itu evaluasi riwayat penyakit pasien,
pemeriksaan fisik yang didapat, data laboratorium, dan test imaging sangat
menentukan keputusan seorang ahli bedah. Akut abdomen berkisar antara 5 – 10
% dari semua kasus emergency dari 5 – 10.000 pasien di United States. Penelitian
lain mendapatkan sekitar 25 %.
Satu hal penting yang dibutuhkan dalam pengelolaan akut abdomen yang
tepat adalah pengambilan keputusan untuk tindakan bedah. Lebih jauh, keputusan
tersebut memerlukan informasi tentang riwayat penyakit pasien, pemeriksaan
fisik, pengumpulan data laboratorium serta foto abdomen. Setiap pasien yang
menunjukkan sindroma akut abdomen haruslah menjalani evaluasi untuk
menetapkan diagnosis secepat mungkin, sehingga pengobatan dapat diberikan
tepat waktu dan morbiditas maupun mortalitas dapat diminimalisir (Sjamsuhidajat
dkk, 2010).
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Definisi
Akut abdomen (acute abdominal) adalah suatu keadaan klinis akibat
kegawatan di rongga perut, timbul mendadak, dengan nyeri sebagai keluhan
utama dan keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang pada umumnya
berupa tindakan bedah. Akut abdomen merupakan sebuah terminologi yang
menunjukkan adanya keadaan darurat dalam abdomen yang dapat berakhir dengan
kematian bila tidak ditanggulangi segera dan biasanya dengan pembedahan.
Kegawatan abdomen yang datang ke rumah sakit bisa berupa kegawatan
bedah atau non bedah. Kegawatan non bedah antara lain pankreatitis akut, ileus
paralitik, dan kolik abdomen. Kegawatan yang disebabkan oleh bedah antara lain
peritonitis umum akibat suatu proses dari luar maupun dalam abdomen. Proses
dari luar misalnya karena suatu trauma, sedangkan proses dari dalam misalnya
karena apendisitis perforasi. (Sudoyo dkk, 2009).
II. Epidemiologi
Kasus abdominal pain tercatat 5% sampai 10% dari semua kunjungan gawat
darurat atau 5 sampai 10 juta pasien di Amerika Serikat (Graff LG, Robinson D,
2001). Studi lain menunjukkan bahwa 25% dari pasien yang datang ke gawat
darurat mengeluh nyeri perut (Cordell WH et all, 2002). Diagnosis bervariasi
sesuai untuk kelompok usia, yaitu anak dan geriatri. Sebagai contoh nyeri perut
pada anak-anak lebih sering disebabkan oleh apendisitis, sedangkan penyakit
empedu, usus diverticulitis, dan infark usus lebih umum terjadi pada bayi (Graff
LG, Robinson D, 2001).
Menurut survei World Gastroenterology Organization, diagnosis akhir pasien
dengan nyeri akut abdomen adalah apendisitis (28%), kolesistitis (10%), obstruksi
usus halus (4%), keadaan akut ginekologi (4%), pancreatitis akut (3%), colic renal
(3%), perforasi ulkus peptic (2,5%) atau diverticulitis akut (1,5%).
2
III. Etiologi
Banyak kondisi yang dapat menimbulkan akut abdomen, apapun
penyebabnya gejala utama yang menonjol adalah nyeri akut pada daerah
abdomen. Secara garis besar, akut abdomen dapat disebabkan karena perdarahan,
peradangan, perforasi atau obstruksi pada alat pencemaan. Peradangan bisa primer
karena peradangan alat pencernaan seperti pada apendisitis atau sekunder melalui
suatu pencemaran peritoneum karena perforasi tukak lambung, perforasi dari
Payer's patch, pada typhus abdominalis. Keadaan obstruksi misalnya pada kasus
hernia inkaserata atau volvulus. Sedangkan keadaan perdarahan misalnya pada
kasus trauma organ abdominal, kehamilan ektopik terganggu, atau rupture tumor
(Sinha, 2010).
Penyebab tersering dari akut abdomen antara lain apendisitis, kolik bilier,
kolisistitis, divertikulitis, obstruksi usus, perforasi viskus, pankreatitis, peritonitis,
salpingitis, adenitis mesenterika, dan kolik renal. (Sudoyo dkk, 2009).
Tabel 1. Penyebab Akut Abdomen Berdasarkan Sistem Organ
Sistem Organ Penyakit
Gastrointestinal Apendisitis, ulkus peptikum perforasi,
obstruksi usus, perforasi usus, iskemia usus,
divertikulitis kolon, divertikulitis Meckel,
inflammatory bowel disease
Hepatobilier, pankreas dan lien Pankreatitis akut, kolesistitis akut, kolangitis
akut, hepatitis akut, abses hati, ruptur atau
hemoragik tumor hepar, ruptur lien
Urologi Batu ureter, pielonefritis
Retroperitoneal Aneurisma aorta, perdarahan retroperitoneal
Ginekologi Ruptur kista ovarium, torsi ovarium,
kehamilan ektopik terganggu, salpingitis
akut, piosalfing, endometritis, rupture uterus
3
IV. Patofisiologi
Akut abdomen terjadi karena nyeri abdomen yang timbul tiba-tiba atau sudah
berlangsung lama. Nyeri abdomen ini dapat berupa nyeri viseral maupun nyeri
somatik (parietal) dan dapat berasal dari berbagai proses pada berbagai organ
di rongga perut atau di luar rongga perut, misalnya di rongga dada. (Grace et all,
2007).
Jenis Nyeri Perut
Nyeri Viseral
Nyeri viseral terjadi bila terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam
rongga perut, misalnya cedera atau radang. Peritoneum viserale yang menyelimuti
organ perut dipersarafi oleh sistem saraf otonom dan tidak peka terhadap
perabaan, atau pemotongan. Dengan demikian sayatan atau penjahitan pada usus
dapat dilakukan tanpa rasa nyeri pada pasien. Akan tetapi bila dilakukan
penarikan atau peregangan organ atau terjadi kontraksi yang berlebihan pada otot
sehingga menimbulkan iskemik, misalnya pada kolik atau radang pada
appendisitis maka akan timbul nyeri. Pasien yang mengalami nyeri viseral
biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri sehingga biasanya ia
menggunakan seluruh telapak tangannya untuk menunjuk daerah yang nyeri.
Nyeri viseral kadang disebut juga nyeri sentral.
Penderita memperlihatkan pola yang khas sesuai dengan persarafan embrional
organ yang terlibat. Saluran cerna berasal dari foregut yaitu lambung, duodenum,
sistem hepatobilier dan pankreas yang menyebabkan nyeri di ulu hati atau
epigastrium. Bagian saluran cerna yang berasal dari midgut yaitu usus halus usus
besar sampai pertengahan kolon transversum yang menyebabkan nyeri di sekitar
umbilikus. Bagian saluran cerna yang lainnya adalah hindgut yaitu pertengahan
kolon transversum sampai dengan kolon sigmoid yang menimbulkan nyeri pada
bagian perut bawah. Jika tidak disertai dengan rangsangan peritoneum nyeri tidak
dipengaruhi oleh gerakan sehingga penderita biasanya dapat aktif bergerak
(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
4
Nyeri Somatik
Nyeri somatik terjadi karena rangsangan pada bagian yang dipersarafi saraf tepi,
misalnya regangan pada peritoneum parietalis, dan luka pada dinding perut. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk atau disayat, dan pasien dapat menunjuk letak nyeri
dengan jarinya secara tepat. Rangsang yang menimbulkan nyeri ini dapat berupa
rabaan, tekanan, rangsang kimiawi atau proses radang. Gesekan antara visera yang
meradang akan menimbulkan rangsang peritoneum dan menyebabkan nyeri.
Peradangannya sendiri maupun gesekan antara kedua peritoneum dapat
menyebabkan perubahan intensitas nyeri. Gesekan inilah yang menimbulkan nyeri
kontralateral pada apendisitis akut. Setiap gerakan penderita, baik berupa gerakan
tubuh maupun gerakan nafas yang dalam atau batuk, akan menambah rasa nyeri
sehingga penderita gawat perut yang disertai rangsang peritoneum berusaha untuk
tidak bergerak, bernafas dangkal dan menahan batuk (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Letak Nyeri Perut
Nyeri viseral dari suatu organ biasanya sesuai letaknya dengan asal organ
tersebut pada masa embrional, sedangkan letak nyeri somatik biasanya dekat
dengan organ sumber nyeri sehingga relatif mudah menentukan penyebabnya.
Nyeri pada anak prasekolah sulit ditentukan letaknya, karena mereka selalu
menunjuk daerah sekitar pusat bila ditanya tentang nyerinya. Anak yang lebih
besar baru dapat menentukan letak nyerinya (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Gambar 2.1 Nyeri perut
A. A.(1) nyeri viseral dari lambung, duodenum, system hepatobilier, dan
5
pancreas (foregut) dirasakan di ulu hati, (2) nyeri dari duodenum sampai
pertengahan kolon transversum (midgut) dirasakan di perut tengah, disekitar
pusat, (3) kelainan pada saluran cerna dari pertengahan kolon transversum
sampai sigmoid (hindgut) menyebabkan nyeri yang dirasakan diperut bagian
bawah.
B. B. Kolik empedu pada mulanya mungkin dirasakan di epigastrium atau
hipokondrium kanan; (4) umumnya terdapat nyeri alih ke daerah ujung
skapula di punggung (titik Boas), (5) nyeri dari pelvis renalis dan kolik ureter
biasanya dirasakan di genitalia eksterna dan daerah inguinal.
C. C. Seperti pada gambar B, (4) titik Boas, (6) kelainan organ dan struktur
retroperitoneal seperti pankreas dan ginjal lazim menyebabkan nyeri
pinggang, (7) kelainan uterus dan rektum dirasakan di region sakrum, (8) nyeri
alih dari diafragma dirasakan di bahu.
Gambar 2.2. Nyeri lokal disertai nyeri tekan lokal dan defans muskuler lokal.
· Perut kanan atas : (1) abses amuba, (2) kolesistitis akut, (3) perforasi tukak
peptik.
· Perut kiri atas : (4) cedera atau abses limpa, (5) pankreatitis akut.
· Perut kanan bawah : (6) apendisitis akut, (7) adneksitis akut.
· Perut kiri bawah : (8) divertikulitis sigmoid, (9) adneksitis akut.
Sifat Nyeri
6
Nyeri alih
Nyeri alih terjadi jika suatu segmen persarafan melayani lebih dari satu daerah.
Misalnya diafragma yang berasal dari regio leher C3-C5 pindah ke bawah pada
masa embrional sehingga rangsangan pada diafragma oleh perdarahan atau
peradangan akan dirasakan di bahu. Demikian juga pada kolestitis akut, nyeri
dirasakan didaerah ujung belikat. Abses dibawah diafragma atau rangsangan
karena radang atau trauma pada permukaan atas limpa atau hati juga dapat
menyebabkan nyeri di bahu. Kolik ureter atau kolik pielum ginjal, biasanya
dirasakan sampai ke alat kelamin luar seperti labium mayor atau testis. Kadang
nyeri ini sukar dibedakan dari nyeri alih.
Nyeri Proyeksi
Nyeri proyeksi adalah nyeri yang disebabkan oleh rangsangan saraf sensoris
akibat cedera atau peradangan saraf. Contoh yang terkenal ialah nyeri
fantom setelah amputasi, atau nyeri perifer setempat pada herpes zoster. Radang
saraf ini pada herpes zoster dapat menyebabkan nyeri hebat di dinding perut
sebelum gejala atau tanda herpes menjadi jelas dan rasa nyeri ini dapat menetap
bahkan setelah penyakitnya sudah sembuh.
Hiperestesia
Hiperestesia atau hiperalgesia sering ditemukan dikulit jika ada peradangan pada
rongga dibawahnya.Pada gawat abdomen, hiperestesia sering ditemukan pada
peritonitis lokal maupun peritonitis umum. Nyeri peritoneum parietalis dirasakan
tepat pada tempat terangsangnya peritoneum sehingga penderita dapat menunjuk
dengan tepat, dan pada tempat itu terdapat nyeri tekan, nyeri gerak, nyeri batuk,
nyeri lepas, serta tanda rangsang peritoneum lain dan defans muskuler yang sering
disertai hiperestesia kulit setempat.
Nyeri kontinu
Nyeri akibat rangsangan pada peritoneum parietale akan dirasakan terus-menerus
karena proses berlangsung terus, misalnya pada reaksi radang. Pada saat
pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding
7
perut menunjukkan defans muskuler, kontraksi dinding perut yang terjadi secara
refleks untuk melindungi bagian yang meradang dari tekanan setempat.
Nyeri kolik
Kolik merupakan nyeri visceral akibat spasme otot polos organ berongga dan
biasanya disebabkan oleh hambatan pasase organ tersebut (obstruksi usus, batu
ureter, batu empedu, peningkatan tekanan intralumen). Nyeri ini timbul karena
hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding saluran.Karena kontraksi ini berjeda,
kolik dirasakan hilang timbul. Fase awal gangguan pendarahan dinding usus juga
berupa nyeri kolik. Serangan kolik biasanya disertai perasaan mual, bahkan
sampai muntah. Saat serangan, pasien sangat gelisah, kadang sampai berguling-
guling ditempat tidur atau di jalan.Yang khas adalah trias kolik yang terdiri atas
serangan nyeri perut yang kumatan disertai mual atau muntah dan gerak paksa.
Nyeri iskemik
Nyeri perut juga dapat berupa nyeri iskemik yang sangat hebat, menetap, dan
tidak menyurut. Nyeri ini merupakan tanda adanya jaringan yang terancam
nekrosis. Lebih lanjut akan tampak tanda intoksikasi umum, seperti takikardia,
merosotnya keadaan umum, dan syok karena resorbsi toksin dari jaringan
nekrosis.
Nyeri Pindah
Nyeri dapat berubah sesuai dengan perkembangan patologi. Pada tahap awal
apendisitis, sebelum radang mencapai permukaan peritoneum, nyeri viseral
dirasakan disekitar pusat disertai rasa mual karena apendiks termasuk usus tengah.
Setelah radang terjadi diseluruh dinding termasuk peritoneum viserale, terjadi
nyeri akibat rangsangan peritoneum yang merupakan nyeri somatik. Pada saat ini,
nyeri dirasakan tepat pada letak peritoneum yang meradang, yaitu diperut kanan
bawah. Jika apendiks kemudian mengalami nekrosis dan gangrene (apendisitis
gangrenosa), nyeri berubah lagi menjadi nyeri iskemik yang hebat, menetap dan
tidak menyurut, kemudian penderita dapat jatuh dalam keadaan toksis.
8
Pada perforasi tukak peptik duodenum, isi duodenum yang terdiri atas cairan asam
hidroklorida dan empedu masuk ke rongga abdomen yang sangat merangsang
peritoneum setempat. Penderita merasa sangat nyeri ditempat rangsangan itu,
yaitu diperut bagian atas. Setelah beberapa waktu, cairan isi duodenum mengalir
ke kanan bawah, melalui jalan di sebelah lateral kolon asendens sampai ke tempat
kedua, yaitu rongga perut kanan bawah, sekitar sekum. Nyeri itu kurang tajam dan
kurang hebat dibandingkan nyeri pertama karena terjadi pengenceran. Pasien
sering mengeluh bahwa nyeri yang mulai di ulu hati pindah ke kanan bawah.
Proses ini berbeda sekali dengan proses nyeri pada apendisitis akut. Akan tetapi
kedua keadaan ini, apendisitis akut maupun perforasi lambung atau duodenum,
akan mengakibatkan peritonitis purulenta umum jika tidak segera di tanggulangi
dengan tindak bedah (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Gambar 2.3 Nyeri yang pindah
A. A. Apendisitis akut: awalnya nyeri bersifat difus dan berangsur
dirasakan di ulu hati atau sekitar pusat sebagai nyeri viseral, lalu
berubah menjadi nyeri lokal akibat rangsangan peritoneum setempat
kanan bawah yang terasa lebih hebat, menetap, dan dipengaruhi oleh
setiap gerakan peritoneum terhadap organ dan struktur sekitarnya.
B B. Pada perforasi tukak peptik duodenum, awal nyeri sangat tajam dan
hebat; nyeri ini berpindah ke fosa iliaka kanan bawah dan berangsur
berkurang karena cairan isi duodenum mengalami pengenceran.
9
Onset dan Progresifitas Nyeri
Onset timbulnya nyeri dapat menunjukkan keparahan proses yang terjadi. Onset
dapat digambarkan dalam bahasa mendadak (dalam detik), cepat (dalam jam), dan
perlahan (dalam beberapa jam). Nyeri hebat yang terjadi mendadak pada seluruh
abdomen merupakan suatu keadaan bahaya yang terjadi intra abdomen seperti
perporasi viscus atau ruptur aneurisma, kehamilan ektopik, atau abses. Dengan
adanya gejala sistemik (takikardi, berkeringat, tachypneu dan syok) menunjukkan
dibutuhkannya resusitasi dan laparotomi segera.
Pada kasus kolesistitis akut, pankreatitis akut, strangulasi usus, infark
mesenterium, kolik renal atau ureter, obstruksi usus yang tinggi ditemukan nyeri
abdomen yang menetap, terlokalisasi dengan baik dalam 1 – 2 jam dan nyeri
dirasakan lebih berat pada bagian tengah. Pada akut appendisitis terutama pada
retrocaecal atau retroileal, hernia inkarserata, obstruksi usus halus bagian bawah
atau kolon, ulkus peptikum yang tidak terkomplikasi, atau beberapa kelainan
urologi dan ginekologi menunjukkan gejala nyeri yang tidak jelas pada awal
perjalanan penyakit, tetapi kemudian nyeri lebih berat dirasakan pada suatu lokasi
tertentu. (Isselbacher et all, 2000).
Karakteristik Nyeri
Sifat, derajat, dan lamanya nyeri akan sangat membantu dalam mencari penyebab
utama akut abdomen. Nyeri superfisial, tajam dan menetap biasanya terjadi pada
iritasi peritoneal akibat perporasi ulkus atau ruptur appendiks, ovarian abses atau
kehamilan ektopik. Nyeri kolik terjadi akibat adanya kontraksi intermiten otot
polos, seperti kolik ureter, dengan ciri khas adanya interval bebas nyeri. Tetapi
istilah kolik bilier sebenarnya tidak sesuai dengan pengertian nyeri kolik karena
kandung empedu dan ductus biliaris tidak memiliki gerakan peristalsis seperti
pada usus atau ureter. Nyeri kolik biasanya dapat reda dengan analgetik biasa.
Sedangkan nyeri strangulata akibat nyeri iskemia pada strangulasi usus atau
trombosis vena mesenterika biasanya hanya sedikit mereda meskipun dengan
analgetik narkotik. Faktor-faktor yang memicu atau meredakan nyeri penting
untuk diketahui. Pada nyeri abdomen akibat peritonitis, terutama jika mengenai
10
organ-organ pada abdomen bagian atas, nyeri dapat dipicu akibat gerakan atau
nafas yang dalam. (isselbacher et all, 2000).
Gambar 2.4 Lokasi dan Karakteristik Nyeri Abdomen Akut
V. Gejala Klinis
Gejala Akut Abdomen
Pada sebagian besar akut abdomen, muntah merupakan keluhan yang sering
terjadi setelah nyeri, tetapi jika pasien tidak menyatakannya maka harus
ditanyakan apakah terdapat riwayat muntah. Muntah terjadi akibat rangsangan
serabut aferen viseral sehingga mengaktifasi pusat muntah di medulla yang
kemudian dilanjutkan ke serabut eferen sehingga terjadi muntah. Karakteristik
muntah sangat penting karena terkadang muntah terjadi pada saat awal nyeri pada
kasus-kasus lesi inflamasi intra abdomen, tetapi dapat hilang dengan cepat.
Pada kasus lainnya dimana terjadi akibat obstruksi usus, pada obstruksi
tinggi, keluhan muntah dapat muncul dengan cepat dan menetap, sedangkan pada
obstruksi rendah muntah terjadi lebih lambat hingga nyeri bertahan dalam
beberapa jam atau hari. Pada akut pankreatitis biasanya terjadi muntah yang terus
menerus, dan hal tersebut dapat membantu membedakan dengan perforasi gaster
11
atau duodenum dimana muntah tidak terjadi atau hanya muntah ringan. (Grace et
all, 2007).
Gejala lain yang penting dan sering ditemukan adalah perubahan pada
aktifitas usus. Sebagian besar lesi inflamasi pada abdomen menimbulkan refleks
mengurangi pergerakan usus sehingga terjadi konstipasi. Refleks ileus terkadang
terinduksi oleh serabut aferen visceral yang menstimulasi serabut eferen sistem
simpatis (splanchnic nerve) sehingga peristalsis usus menurun.
Pada gastroenteritis atau inflamasi di daerah pelvis, biasanya pelvis
appendisitis, dapat menyebabkan iritasi pada rektum dan terjadi tenesmus,
biasanya pasien menganggapnya sebagai suatu diare (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
VI. Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis penderita gawat abdomen, perlu ditanyakan dahulu
permulaan timbulnya nyeri (kapan mulai, mendadak atau berangsur), letaknya
(menetap, pindah atau beralih), keparahannya dan sifatnya (seperti ditusuk,
tekanan, terbakar, irisan, bersifat kolik), perubahannya (bandingkan dengan
permulaan), lamanya, apakah berkala, dan faktor apakah yang mempengaruhinya
(adakah yang memperingan atau memberatkan seperti sikap tubuh, makanan,
minuman, nafas dalam, batuk, bersin, defekasi, miksi). Harus ditanyakan apakah
pasien pernah mengalami nyeri seperti ini (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Nyeri abdomen dapat berasal dari organ dalam abdomen termasuk peritoneum
viseral (nyeri viseral) atau peritoneum parietal atau dari otot, lapisan dari dinding
perut (nyeri somatik). Pada saat nyeri dirasakan pertama kali, nyeri viseral
biasanya nyeri yang ditimbulkan terlokalisasi dan berbentuk khas. Nyeri yang
berasal dari organ padat kurang jelas dibandingkan nyeri dari organ yang
berongga. Nyeri yang berasal dari viseral dan berlangsung akut biasanya
menyebabkan tekanan darah dan denyut jantung berubah, pucat dan berkeringat
dan disertai fenomena viseral motor seperti muntah dan diare. Biasanya pasien
juga merasa cemas akibat nyeri yang ditimbulkan tersebut (Aru W. Sudoyo, dkk,
2009).
12
Muntah sering ditemukan pada penderita gawat perut. Pada obstruksi usus
tinggi, muntah tidak akan berhenti, malahan biasanya bertambah hebat. Sembelit
(konstipasi) didapatkan pada obstruksi usus besar dan pada peritonitis umum.
Nyeri tekan didapatkan pada letak iritasi peritonium. Jika ada peradangan
peritonium setempat, ditemukan tanda rangsang peritonium yang sering disertai
defans muskuler. Pertanyaan mengenai defekasi, miksi, daur haid dan gejala lain
seperti keadaan sebelum diserang tanda gawat perut, harus dimasukkan dalam
anamnesis (Sjamsuhidajat dkk, 2010).
Posisi pasien dalam usaha mengurangi nyeri tertentu dapat menjadi petunjuk.
Pada pankreatitis akut, pasien akan berbaring pada sisi sebelah kiri dengan fleksi
pada tulang belakang, panggul, dan lutut. Kadang penderita akan duduk bungkuk
dengan fleksi sendi panggul dan lutut. Penderita abses hati biasanya berjalan
sedikit membungkuk dengan menekan daerah perut bagian atas seakan-akan
menggendong absesnya. Pasien apendisitis akut yang letaknya retrosekum
cenderung berbaring dengan fleksi pada sendi panggul sebagai usaha melemaskan
otot psoas yang teriritasi. Gawat abdomen akibat iritasi pada diafragma akan
menyebabkan pasien lebih merasa nyaman dalam posisi setengah duduk yang
memudahkan bernapas. Pasien peritonitis local atau umum tidak dapat bergerak
karena nyeri, sedangkan penderita kolik terpaksa bergerak-gerak karena nyerinya
(Sjamsuhidajat dkk, 2010).
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum, wajah, denyut nadi,
pernafasan, suhu badan dan sikap berbaring. Gejala dan tanda dehidrasi,
perdarahan, syok dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.
Inspeksi
Pada ileus obstruksi terlihat distensi abdomen bila obstruksinya letak rendah, dan
bila orangnya kurus kadang-kadang terlihat peristalik usus (Darm-steifung).
Tanda-tanda khusus pada trauma daerah abdomen. Keadaan nutrisi penderita.
Cullen’s sign (daerah kebiruan pada periumbilical) dan grey turner’s sign (daerah
kebiruan pada bagian flank) merupakan tanda pancreatitis.
13
Auskultasi
Suara usus biasanya dievaluasi kuantitas dan kualitasnya. Data ini kemudian dapat
dibandingkan dengan temuan selama palpasi dan dievaluasi untuk konsistensi.
Meskipun beberapa pasien sengaja mencoba untuk menipu dokter mereka,
beberapa mungkin melebih-lebihkan keluhan rasa sakit mereka sehingga tidak
dapat diabaikan atau dianggap enteng. Cruveilhier-Baumgarten sign, adanya
murmur pada auskultasi caput medusa pasien dengan hipertensi portal, akibat
rekanalisasi dari vena umbilical dengan aliran balik dari vena porta.
Perkusi
Perkusi pada akut abdomen dapat menunjukkan 2 hal yaitu perasaan nyeri oleh
ketokan jari yang disebut sebagai nyeri ketok dan bunyi timpani karena
meteorismus disebabkan distensi usus yang berisikan gas karena ileus obstruksi
letak rendah. Pekak hati yang menghilang merupakan tanda khas terjadinya
perforasi (tanda pneumoperitoneum, udara menutupi pekak hati).
Palpasi
Palpasi akan menunjukkan 2 gejala yaitu nyeri dan muscular rigidity/ defense
musculaire. Nyeri yang memang sudah dan akan bertambah saat palpasi sehingga
dikenal gejala nyeri tekan dan nyeri lepas. Pada peritonitis lokal akan timbul rasa
nyeri di daerah peradangan dan daerah penekanan dinding abdomen. defense
musculaire/ muscular rigidity ditimbulkan karena rasa nyeri peritonitis diffusa
dan rangsangan palpasi bertambah sehingga terjadi defense musculaire.
Kebanyakan kasus nyeri epigastrik atau nyeri perut atas akan didapatkan nyeri
tekan. Ada beberapa teknik palpasi khusus murphy sign (palpasi dalam di perut
bagian kanan atas menyebabkan nyeri hebat dan berhentinya nafas sesaat) untuk
cholecystitis, rovsing sign (nyeri di perut kanan bawah saat palpasi di daerah kiri
bawah/samping kiri) pada appendicitis. Nyeri lepas di perut kanan bawah pada
appendicitis dan nyeri lepas di hampir seluruh bagian perut pada kasus peritonitis.
Palpasi pada kasus akut abdomen memberikan rangsangan peritoneum melalui
peradangan atau iritasi peritoneum secara lokal atau umum tergantung dari
luasnya daerah yang terkena iritasi. Hepatomegali menandakan hepatitis dan abses
14
hepar jika hepar teraba lunak, atau ca liver jika teraba keras dan berbenjol-benjol.
Benjolan di daerah epigastrik dapat berupa kanker lambung atau pancreas.
Rectal Toucher
Pemeriksaan rectal toucher atau perabaan rektum dengan jari telunjuk juga
merupakan pemeriksaan rutin untuk mendeteksi adanya trauma rektum atau
keadaan ampulla recti apakah berisi faeces atau teraba tumor. Colok dubur dapat
membedakan antara obstruksi usus dengan paralisis usus karena pada paralisis
dijumpai ampula rekti yang melebar, sedangkan pada obstruksi usus ampulanya
kolaps. Pemeriksaan vagina menambah informasi kemungkinan kelainan di organ
ginekologis (Sjamsuhidajat, dkk., 2010).
Tabel 2. Tanda pemeriksaan fisik pada berbagai gambaran gawat abdomen
Keadaan Tanda klinis penting
Awal perforasi saluran
cerna atau saluran lain
Perut tampak cekung (awal), tegang, bunyi usus
kurang aktif (lanjut), pekak hati hilang, nyeri tekan,
defans muskuler
Peritonitis Penderita tidak bergerak, bunyi usus hilang (lanjut),
nyeri batuk, nyeri gerak, nyeri lepas, defans muskuler,
tanda infeksi umum, keadaan umum merosot
Massa, infeksi atau
abses
Massa nyeri (abdomen, pelvis, rektal), uji lokal
(psoas), tanda umum radang
Obstruksi usus Distensi perut;peristaltik hebat (kolik usus) yang
tampak di dinding perut, terdengar (borborigmi), dan
terasa (oleh penderita yang bergerak); tidak ada
rangsangan peritoneum
Ileus paralitik Distensi, bunyi peristaltik kurang atau hilang, tidak
ada nyeri tekan lokal. Pada iskemia/ strangulasi,
distensi tidak jelas (lama), bunyi usus mungkin ada,
nyeri hebat sekali, nyeri tekan kurang jelas, jika kena
usus mungkin keluar darah dari rectum, tanda toksis
Perdarahan Pucat, syok, mungkin distensi, berdenyut jika
15
aneurisma aorta, nyeri tekan lokal pada kehamilan
ektopik, cairan bebas (pekak geser), anemia
(Sjamsuhidajat dkk, 2010)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah rutin
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk memantau kemungkinan terjadinya
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit.
Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi
menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak terutama pada kemungkinan
ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan
adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase
menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar.
2) Pemeriksaan urine rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri.
Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran
urogenital.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto thoraks
Selalu harus diusahakan pembuatan foto thoraks dalam posisi tegak untuk
menyingkirkan adanya kelainan pada thoraks atau trauma pada thoraks.
Harus juga diperhatikan adanya udara bebas di bawah diafragma atau
adanya gambaran usus dalam rongga thoraks pada hernia diafragmatika.
2) Plain abdomen foto tegak
Akan memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperitoneal dekat duodenum, corpus alienum, perubahan gambaran usus.
16
3) IVP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
4) Pemeriksaan Ultrasonografi dan CT-scan
Berguna sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum
dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar & retroperitoneum.
c. Pemeriksaan khusus
1) Abdominal paracentesis
Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan
adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000
eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah
dimasukkan 100-200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
2) Pemeriksaan laparoskopi
Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber
penyebabnya.
3) Rektosigmoidoskopi
Bila dijumpai perdarahan pada anus perlu dilakukan rektosigmoidoskopi.
4) NGT
Pemasangan nasogastric tube (NGT) untuk memeriksa cairan yang keluar
dari lambung pada trauma abdomen.
VII. Diagnosis Banding
Diagnosis banding gawat perut juga termasuk kelainan ekstra abdomen
yang menyebabkan nyeri di abdomen seperti kelainan di toraks, misalnya
penyakit Jantung, paru atau pleura, kelainan neurogen, kelainan metabolik, dan
keracunan. Pada keadaan ini gejala, tanda umum, dan nyeri perut sering cukup
jelas, tetapi pada pemeriksaan perut tidak ditemukan kelainan.
Kadang sukar membedakan kelainan akut di perut yang disertai nyeri perut
dengan kelainan akut di toraks yang menyebabkan nyeri perut. Umumnya pada
anamnesis nyata bahwa penyakit organ toraks tidak didahului atau disertai dengan
17
mual atau muntah. Kelainan perut umumnya tidak mulai dengan panas tinggi
atau menggigil (kecuali pada apendisitis dan tifus abdominalis). sedangkan
panas tinggi dengan menggigil lazim ditemukan sebagai tanda awal pada
kelainan akut toraks seperti pleuritis. Pada pemeriksaan perut pun tidak
ditemukan tanda rangsangan peritoneum. (Sjamsuhidayat, 2010).
VIII. Penatalaksanaan
Dengan semakin canggihnya pameriksaan baik pemeriksaan radiologi dan
endoskopi, tatalaksana pasien dengan akut abdomen juga semakin luas selain
terapi farmakologi dan terapi bedah terapi endoskopi dan terapi radiologi
intervensi serta terapi melalui laparoskopi merupakan modalitas yang biasa
dilakukan pada pasien dengan akut abdomen. Beberapa keadaan akut abdomen
dimana tindakan operasi bukan merupakan pilihan utama adalah pada pankreatitis
biliaris akut dimana setelah terapi antibiotik yang kuat drainage bilier melalui
endoskopi harus dilakukan (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
Keadaan dimana pendekatan radiologi menjadi pilihan pertama yaitu pada
abses hati dimana aspirasi abses melalui ultrasonografi abdomen harus dilakukan
bersamaan dengan terapi antibiotik (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
Secara umum pada akhirnya penanganan pasien dengan akut abdomen adalah
menentukan apakah pasien tersebut merupakan kasus bedah yang harus dilakukan
tindakan operasi atau jika tindakan bedah tidak perlu dilakukan segera kapan
kasus tersebut harus dilakukan tindakan bedah (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
Tujuan dari penatalaksanaan Akut abdomen antara lain, adalah :
1) Penyelamatan jiwa penderita
2) Meminimalisasi kemungkinan terjadinya cacat dalam fungsi fisiologis alat
pencemaan penderita.
Biasanya langkah-langkah itu terdiri dari :
1) Tindakan penanggulangan darurat
18
a) Berupa tindakan resusitasi untuk memperbaiki sistem pernafasan dan
kardiovaskuler yang merupakan tindakan penyelamatan jiwa penderita. Bila
sistem vital penderita sudah stabil dilakukan tindakan lanjutan.
b) Restorasi keseimbangan cairan dan elektrolit.
c) Pencegahan infeksi dengan pemberian antibiotika.
2) Tindakan penanggulangan definitif Tujuan pengobatan di sini adalah :
a) Penyelamatan jiwa penderita dengan menghentikan sumber perdarahan.
b) Meminimalisasi cacat yang mungkin terjadi dengan cara :
o Menghilangkan sumber kontaminasi.
o Meminimalisasi kontaminasi yang telah terjadi dengan membersihkan
rongga peritoneum.
o Mengembalikan kontinuitas passage usus dan menyelamatkan sebanyak
mungkin usus yang sehat untuk meminimalisasi cacat fisiologis.
Tindakan untuk mencapai tujuan ini berupa operasi dengan membuka rongga
abdomen yang dinamakan laparotomi.
Laparotomi eksplorasi darurat
a) Tindakan sebelum operasi
1) Keadaan umum sebelum operasi setelah resusitasi sedapat mungkin harus
stabil. Bila ini tidak mungkin tercapai karena perdarahan yang sangat
besar, dilaksanakan operasi langsung untuk menghentikan sumber
perdarahan.
2) Pemasangan NGT (nasogastric tube)
3) Pemasangan dauer-katheter
4) Pemberian antibiotika secara parenteral pada penderita dengan
persangkaan perforasi usus, shock berat atau trauma multipel.
5) Pemasangan thorax-drain pada penderita dengan fraktur iga,
haemothoraks atau pneumothoraks.
b) Insisi laparotomi untuk eksplorasi sebaiknya insisi median atau para median
panjang.
19
BAB III
KESIMPULAN
Gawat abdomen memerlukan penanggulangan segera yang pada umumnya
berupa tindakan bedah, misalnya pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan masif
di rongga perut maupun disaluran cerna.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatnya
morbiditas dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya
tergantung pada kemampuan melakukan analisis melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. CordellWH, KeeneKK, GilesBK, etal: TheHighPrevalenceofPain in
Emergency Medicalcare. Am J Emerg Med 20:165-169, 2002.
2. Graff LG, Robinson D: Abdominal Pain and Emergency Department
Evaluation. Emerg MedClin North Am 19:123-136, 2001.
3. Pierce A. Grace & Neil R. Borley, 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: EMS
4. R,Sjamsuhidajat, Wim de jong.2010.Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC.
5. Sudoyo, Aru W, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi
V.Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
6. Isselbacher, dkk. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. 3rd ed.
Vol. 3. EGC, 2000.
7. Sinha Kounteya. 2010. Article Times Of India.
21