tinjauan pustaka cedera kepala

38
PENDAHULUAN Trauma adalah penyebab kematian pada anak-anak dan dewasa muda . Namun, insiden kematian dan kecacatan dari trauma telah mengalami penurunan secara perlahan. Penurunan tersebut dikarenakan adanya kesadaran untuk menggunakan alat pelindung keselamatan seperti sabuk pengaman dan penggunaan helm untuk kendaraan bermotor. Trauma bisa menyebabkan penyebab utama dari angka kesakitan dan angka kematian karena dapat berpengaruh pada sistem organ utama pada tubuh. Trauma kepala tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius, sekalipun dengan adanya sistem pengobatan modern. Kebanyakan pasien dengan trauma kepala (75-80 %) adalah trauma kepala ringan, sementara sisanya terbagi secara merata antara sedang dan berat. Hampir 100% dari orang-orang dengan trauma kepala berat dan sekitar dua per tiga dari orang-orang dengan trauma kepala sedang akan mengalami disability yang permanen, dan tidak akan kembali ke keadaan seperti sebelum terjadi trauma. Insidensi terjadinya trauma kepala di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 180-220 kasus per 100.000 populasi (atau sekitar 600.000 kasus yang terjadi setiap tahunnya), dan sekitar 10 % dari kasus-kasus tersebut adalah fatal, dan memerlukan perawatan intensif di rumah sakit. Mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala, dan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (seperti tabrakan, pejalan kaki yang tertabrak motor, kecelakaan sepeda), jatuh, trauma ketika berolahraga, dan trauma penetrasi. Pada daerah pinggiran (suburban atau rural), kecelakaan kendaraan bermotor terjadi pada lebih dari setengah kasus trauma kepala. Sementara untuk daerah dengan populasi lebih

Upload: dina

Post on 07-Dec-2015

239 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

cedera kepala

TRANSCRIPT

Page 1: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

PENDAHULUAN

Trauma adalah penyebab kematian pada anak-anak dan dewasa muda . Namun, insiden kematian dan kecacatan dari trauma telah mengalami penurunan secara perlahan. Penurunan tersebut dikarenakan adanya kesadaran untuk menggunakan alat pelindung keselamatan seperti sabuk pengaman dan penggunaan helm untuk kendaraan bermotor. Trauma bisa menyebabkan penyebab utama dari angka kesakitan dan angka kematian karena dapat berpengaruh pada sistem organ utama pada tubuh.

Trauma kepala tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius, sekalipun dengan adanya sistem pengobatan modern. Kebanyakan pasien dengan trauma kepala (75-80 %) adalah trauma kepala ringan, sementara sisanya terbagi secara merata antara sedang dan berat.

Hampir 100% dari orang-orang dengan trauma kepala berat dan sekitar dua per tiga dari orang-orang dengan trauma kepala sedang akan mengalami disability yang permanen, dan tidak akan kembali ke keadaan seperti sebelum terjadi trauma.

Insidensi terjadinya trauma kepala di Amerika Serikat diperkirakan sekitar 180-220 kasus per 100.000 populasi (atau sekitar 600.000 kasus yang terjadi setiap tahunnya), dan sekitar 10 % dari kasus-kasus tersebut adalah fatal, dan memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.

Mekanisme yang dapat menyebabkan terjadinya trauma kepala, dan penyebab yang paling sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (seperti tabrakan, pejalan kaki yang tertabrak motor, kecelakaan sepeda), jatuh, trauma ketika berolahraga, dan trauma penetrasi. Pada daerah pinggiran (suburban atau rural), kecelakaan kendaraan bermotor terjadi pada lebih dari setengah kasus trauma kepala. Sementara untuk daerah dengan populasi lebih dari 100.000 penduduk, jatuh dan luka penetrasi adalah penyebab yang paling umum. Sedangkan rasio terjadinya trauma kepala antara pria dan wanita adalah 2:1, dan prevalensi terbanyak ditemukan pada usia < 35 tahun.

Page 2: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

PEMBAHASAN

1. Anatomi

A. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

Skin atau kulit

Jaringan subkutis

Aponeurosis atau galea aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak

Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

Periosteum dan perikranium

Loose areolar tissue yang memisahkan antara galea dengan perikranium adalah tempat :

a. Untuk terjadinya hematom subgaleal

b. Flap luas dan scalping injury

Kulit kepala ini bisa mengalami perdarahan banyak , tetapi mudah diatasi dengan menekan sebentar saja daerah yang berdarah dan perdarahan akan berhenti. Pada anak laserasi kulit kepala berakibat kehilangan darah masif.

B. Tulang Tengkorak (Cranium)

Tulang tengkorak atau kranium terdiri dari kalvarium dan basis kranii. Kalvarium , tipis pada regio temporalis. Basis kranii berbentuk tidak rata dan tidak teratur sehingga cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan pada bagian dasar otak yang bergerak akibat cedera akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dapat dibagi atas 3 fosa yaitu :

Fosa anterior, tempat lobus frontalis

Fosa media, tempat lobus temporalis

Fosa posterior, ruang bagi batang otak bawah dan serebelum

Page 3: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

C. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

Duramater

Jaringan fibrous kuat, tebal dan kaku merupakan jaringan ikat. Spasi epidural terletak antara tulang tengkorak dan durameter, di spasi ini terdapat arteri meningeal . Apabila terjadi perlukaan di daerah ini dapat menyebabkan perdarahan epidural

Arakhnoid

Membran , tipis transparan menyerupai sarang laba-laba. Dibawah membran ini terdapat spasi yang disebut sub-arachnoid space , dimana terdapat cairan otak (Cerebro spinal fluid) dan vena meningeal . Cedera di spasi ini akan menyebabkan hematom subdural

Piamater

Melekat erat pada permukaan korteks otak (lapisan yang membungkus otak).

Pada cedera kepala, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Pada beberapa tempat tertentu duramater membelah menjadi 2 lapis membentuk sinus yang mengalirkan darah vena dari otak. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Sinus sigmoideus umumnya lebih dominan di sebelah kanan. Sinus-sinus ini dapat pecah pada cedera kepala dan mengakibatkan pedarahan hebat. Perdarahan sinus sagitalis superior pada 1/3 anterior dapat diligasi dengan aman bila diperlukan. Namun ligasi 2/3 posterior sinus ini akan sangat berbahaya karena menyebabkan infark vena pada otak dan kenaikan tekanan intrakranial yang refrakter yang sulit diatasi.

Arteri-arteri meningen terletak antara duramater dan tabula interna tengkorak, jadi terletak pada ruang epidural. Jalannya arteri-aerteri ini dapat tampak pada foto polos tengkorak karena membuat jalur pada tubula interna tengkorak. Laserasi pada arteri-arteri ini dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningen media yang terletak pada fosa temporalis ( fosa media).

Di bawah duramater terdapat lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang disebut selaput arakhnoid. Lapisan ketiga adalah piamater yang melekat erat pada permukaan korteks serebri.

Page 4: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Cairan serebrospinal bersirkulasi diantara selaputarakhnoid dan piamater dalam ruang subarakhnoid. Bila terjadi perdarahan subarakhnoid maka darah bebas akan berada dalam ruang ini. Perdarahan ini umumnya disebabkan oleh pecahnya aneurisma intrakranial atau akibat cedera kepala.

D. Otak

Otak manusia tediri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri yang kiri terdapat terdapat pusat bicara manusia yang bekerja dengan tangan kanan, namun juga pada 85% orang yang kidal. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara disebut sebagai hemisfer dominant. Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan mengandung ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietalis berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporalis mengatur fungsi memori tertentu. Pada semua orang yang bekerja dengan tangan kanan dan sebagian besar orang kidal, lobus temporalis kiri tetap merupakan lobus yang dominan karena bertanggung jawab dalam kemampuan bicara. Lobus temporalis yang nondominan relatif tidak banyak berfungsi aktif. Lobus oksipitalis berukuran lebih kecil dan berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikulasi yang berfungsi

Page 5: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai medulla spinalis di bawahnya. Lesi yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan deficit neurologis yang berat. Namun demikian, lesi-lesi yang kecil di batang otak sering tidak tampak jelas pada CT Scan kepala. Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fossa posterior, berhubungan dengan medulla spinalis, batang otak dan kedua hemisfer serebri.

E. Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal dihasilkan oleh plexus koroideus, dengan kecepatan produksi sebanyak 30 ml/jam. Plexus koroideus terletak terutama dalam ventrikel lateralis, baik kanan maupun kiri, mengalir melalui foramen Monroe ke dalam ventrikel ke-3. Selanjutnya dalam ventrikel II, melanjutkan diri melalui aquaductus dari sylvius menuju ventrikel IV. Selanjutnya keluar dari system ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medulla spinalis. CSS akan diserap ke dalam sirkulasi vena melalui granulatio arachnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulation arachnoid sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial (hidrosefalus komunikan).

F. Tentorium

Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fossa cranii anterior dan fossa cranii media), dan ruang infra tentorial (berisi fossa cranii posterior), mesenfalon (mid brain) menghubungkan hemisfer serebri dan batang otak dan berjalan melalui celah lebar tentorium serebelli yang disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius berjalan di sepanjang tentorium, dan saraf ini dapat tertekan pada keadaan herniasi otak, yang umumnya diakibatkan oleh adanya massa supratentorial atau edema otak.

Page 6: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Serabut-serabut parasimpatik yang berfungsi melakukan kontriksi pupil mata, berada pada permukaan nervus okulomotorius. Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan oleh penekanan akan mengakibatkan dilatasi pupil karena aktivitas serabut simpatik tidak dihambat. Bila penekanan ini terus berlanjut, akan menimbulkan paralysis total okulomotorik yang menimbulkan gejala deviasi bola mata ke lateral dan bawah.

Bagian otak besar yang sering mengalami herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi medial lobus temporalis yang disebut gyrus uncus. Herniasi uncus juga menyebabkan penekanan traktus pyramidalis yang berjalan pada otak tengah. Traktus pyramidalis atau tractus motorik yang menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan pada foramen magnum, sehingga penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot-otot sisi tubuh kontralateral. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegi kontralateral dikenal sebagai sindrom klasik herniasi tentorial. Jadi umumnya perdarahan intrakranial terdapat pada sisi yang sama dengan sisi pupil yang berdilatasi, walaupun tidak selalu. Tidak jarang, lesi massa yang terjadi menekan dan mendorong otak tengah ke sisi berlawanan pada tepi tentorium serebelli, dan mengakibatkan hemiplegi dan dilatasi pupil pada sisi yang sama dengan hematoma intrakranialnya, sindroma ini dikenal sebagai sindroma lekukan Kernohan.

2. Fisiologi

a. Tekanan intrakranial (TIK)

Tekanan Intrakranial adalah tekanan relatif di dalam rongga kepala terhadap tekanan atmosfir yang dihasilkan oleh keberadaan jaringan otak, serebrospinalis (CSS), dan volume sirkulasi darah otak. TIK ini merupakan suatu keadaan dinamis yang berfluktuasi secara terus menerus yang dapat berubah sebagai respon terhadap berbagai aktivitas dan proses fisiologis tertentu seperti olahraga, batuk, peregangan, denyut nadi dan siklus pernapasan. Secara klinis TIK bisa diukur langsung dari intraventikuler, intraparenkim, subdural atau epidural dimana dengan pengukuran secara terus menerus dapat diperoleh informasi adanya perubahan fisiologis dan patologis didalam rongga intrkranial. Pengukuran ini dapat bermanfaat dalam penanganan penderita dengan kelainan intrakranial. TIK dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain orientasi sumbu kraniospinal terhadap gravitasi, volume komponen intrakranial, elastan , dan tekanan atmosfer. Rongga kepala merupakan suatu struktur yang rigid dan berisi tiga komponen utama yang terdiri dari otak (mencakup elemen neuroglia dan cairan intrtisiel sel), darah (arteri dan vena), dan CSS. Pada keadaan fisiologis normal volume intrakranial yang selalu dipertahankan konstan dengan tekanan intrakranial berkisar 10-15 mmHg.

Bila pada suatu keadaan didapatkan adanya penambahan suatu massa intrakranial, maka sebagai kompensasi awal adalah penurunan volume darah vena dan likuor secara respirokal. Keadaan ini dikenal dengan doktrin Monro-Kellie Burrous , yang telah dibuktikan melalui penelitian eksperimental maupun klinis. Sistem vena akan segera menyempit bahkan kolaps dan darah akan

Page 7: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

diperas keluar melalui vena jugularis atau melalui vena-vena emisaria dan kulit kepala. Kompensasi selanjutnya adalah CSS akan terdesak melalui foramen magnum ke arah rongga subaraknoid spinalis. Mekanisme kompensasi ini akan berlangsung sampai batas waktu tertentu yang disebut sebagai titik batas kompensasi dan kemudian akan menjadi peningkatan tekanan intrkranial yang hebat secara tiba-tiba. Parenkim otak dan darah tidak ikut serta dalam mekanisme kompensasi tersebut. Beberapa istilah yang berhubungan dengan TIK adalah komplians (dV/dP) dan elastans (dP/dV). Komplians adalah nilai perubahan volume akibat adanya perubahan tekanan. Nilai ini menggambarkan kemampuan dari akomodasi rongga kepala. Nilai komplians disebut tinggi bila rongga kepala bisa mengakomodasikan suatu tambahan massa yang besar hanya dengan sedikit perubahan tekanan saja. Elastans adalah nilai perubahan tekanan akibat perubahan volume. Elastans menggambarkan ketahanan terhadap adanya suatu massa intrakranial. Elastans dpat diukur dengan menyuntikkan 1 mL larutan salin steril kedalam ventrikel dalam waktu 1 detik dan diukur perubahan TIK yang terjadi. Peningkatan melebihi 2 mmHg mnunjukkan elastans yang rendah dan komplians yang tinggi. Kenaikan TIK lebih dari 10 mmHg dikategorikan sebagai keadaan yang patologis (hipertensi inrakranial) , keadaan ini berpotensi merusak otak. Secara garis besar kerusakan otak akibat tekanan intrakranial tinggi adalah sebagai akibat gangguan aliran darah serebral dan sebagai akibat dari proses mekanis pergeseran otak yang kemudian menimbulkan pergeseran dan herniasi jaringan otak.

b. Doktrin Monro-Kellie

Konsep utama doktrin Monro-Kellie adalah tulang tengkorak tidak dapat meluas, sehingga bila salah satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus mengkompensasi dengan mengurangi volumenya (bila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi intrakranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak ke arah bawah (herniasi) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal.

Page 8: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

c. Tekanan Perfusi Otak (TPO)

Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama penting dengan TIK. TPO mempunyai formula sebagai berikut:

TPO = MAP – TIK

Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera kepala adalah sangat penting, terutama pada keadaan TIK yang tinggi.

TPO kurang dari 70mmHg umunya berkaitan dengan prognosis yang buruk pada penderita cedera kepala.

d. Aliran Darah ke Otak (ADO)

Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak/menit. Bila ADO menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit, aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100 gr/menit, sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita trauma, fenomena autoregulasi akan mempertahankan ADO pada tingkat konstan apabila MAP 50-160 mmHg. Bila MAP < 50mmHg ADO menurun curam, dan bila MAP >160mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya penderita tersebut sangat rentan terhadap cedera otak sekunder karena iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.

Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Maka dari itu, bila terdapat TTIK, harus dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus dipertahankan

TRAUMA KEPALA

Definisi

Trauma kepala adalah gangguan pada otak yang bersifat non degeneratif dan non kongenital yang disebabkan oleh kekuatan mekanik eksternal, yang menyebabkan terjadinya kerusakan kognitif, fisikal, dan fungsi psikososial yang permanen atau sementara, dengan disertai berkurangnya atau perubahan tingkat kesadaran.

Page 9: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Akan tetapi, definisi dari trauma kepala adalah tidak selalu tetap dan cenderung untuk bervariasi bergantung kepada spesialitas dan keadaan lingkungan. Seringkali, trauma/cedera otak disamakan dengan trauma kepala.

Patofisiologi

Pada cedera kepala kerusakan otak terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan cedera sekunder . Cedera primer merupakan Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala .

Pada cedera kepala dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil tanpa kerusakan pada durameter dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan disebut kontusio ‘coup’, diseberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi maka lesi tersebut dinamakan lesi kontusio ‘countercoup’ . Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan akselerasi yang dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi rotatorik. Akibat akselerasi linear dan rotatorik terdapat lesi kontusio coup, contercoup , dan intermediet . Yang disebut lesi kontusio intermediet adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan countecoup.

Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan terhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak dan otak menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan (countercoup).

Kerusakan sekunder tehadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia otak yang menimbulkan efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera , jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan , kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pad dinding sel yang berperan dalm berperannya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen , dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila supali berhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak.

Page 10: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

II.5 Klasifikasi

Cedera kepala diklasifikasikan secara praktis dikenal tiga deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:

Mekanisme

Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.

Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput dura menentukan cedera apakah cedera tembus atau tumpul.

Beratnya cedera

GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera penderita kepala. Penderita dengan GCS 14-15 diklasifikasikan ke dalam cedera kepala ringan, GCS 9-

13 termasuk cedera kepala sedang, dan GCS 3-8 termasuk cedera kepala berat. (1)

Glasgow Coma Scale Nilai

Respon membuka mata (E)

Buka mata spontan

Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara

Buka mata bila dirangsang nyeri

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

4

3

2

1

Respon verbal (V)

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat

Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang

Kata-kata tidak teratur

Suara tidak jelas

Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

5

4

3

2

1

Respon motorik (M)

Mengikuti perintah

Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat rangsangan

6

5

Page 11: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal

Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal

Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4

3

2

1

Tabel Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury

Klasifikasi

Ringan Kehilangan kesadaran <20 menit

Amnesia post traumatil <24 jam

GCS = 13-15

Sedang Kehilangan kesadaran >20 menit dan <36 jam

Amnesia post traumatik>24 jam dan < 7 hari

GCS 9-12

Berat Kehilangan kesadaran >36 jam

Amnesia post traumatik > 7hari

GCS 3-8

3. Morfologi

A. Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atas atau dasar tengkorak , dapat berbentuk garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan dengan tekhnik bone window untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci. Fraktur kranium terbuka dapat

Page 12: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Klasifikasi fraktur tulang tengkorak adalah :

1. Gambaran fraktur dibedakan atas :

a. Linear

Fraktur yang paling tersering ditemukan , terjadi retakan pada fraktur linear tetapi tidak terjadi displacement dan umunya tidak terlalu memerlukan perawatan. Fraktur ini biasanya terjadi akibat trauma tumpul pada permukaan yang luas dari tulang tengkorak. Secara umum fraktur ini tidak memberikan arti klinis yang berarti kecuali mengenai jaringan vaskuler, sinus, pembuluh darah.

b. Diastase

Fraktur yang terjadi pada sutura sehingga terjadi pemisahan sutura kranial. Fraktur ini biasa terjadi pada anak usia dibawah 3 tahun

c. Comminuted

Fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur

d. Depresi

Apabila fragmen tulang tertekan dengan atau tanpa robekan pada kulit kepala . Fraktur depresi dapat diartikan sebagai fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih fraktur terletak dibawah level anatomik normal dari tabula interna tulang tengkorak sekitarnya yang masih utuh. Kriteria untuk menegakan fraktur tulang kepala :

- Depresi > 8-10 mm (>tebal dari tulang tengkorak

- Defisit yang berkaitan dengan tulang

- Kebocoran CSF

- Fraktu terbuka depresi

e. Basilar

Fraktur linear meliputi dasar pertengahan pada tulang tengkorak. Biasanya berhubunganpada dural . Biasanya terdapat pada 2 regio yaitu regio temporal dan kondilar oksipital.

Kebanyakan dari fraktur basal tulang kepala adalah terdapat ekstensi dari fraktur pada kubah tengkorak.

Page 13: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Diagnosis :

- CT scan merupakan pemeriksaan paling buruk untuk medeteksi fraktur basal tulang kepala- Pemeriksaan BSF dengan X rays tulang tengkorak dan kriteria klinis lebih sensitif.

Diagnosis klinisBeberapa tanda ini muncul dalam beberapa jam kedepan setelah trauma

- CSF Otorrhea dan rhinorhea

- Hemotimpanium atau laserasi dari kanal auditori eksternal

- Ekimosis postaurikular (Battle sign)

- Periorbital ekimosis (Racoons eyes), dengan tidak adanya trauma orbital langsung kecuali bila bilateral.

- Cedera nervus cranial : a. VII DAN VIII : pada fraktur tulang temporalb. cedera nervus olfaktori : BSF sering terjadi pada fossa anterior dan mengakibatkan anosmia.Patah tulang ini dapat meluas ke kanal optik dan menyebabkan cedera pada kanal optik.

2. Lokasi anatomis dibedakan atas :

a. Calvarium /konveksitas (Kubah atas/tengkorak)

b. Basis cranii (dasar tengkorak) : melibatkan tulang-tulang dasar tengkorak dengan komplikasi rhinorea dan otore cairan serbrospinal

3. Keadaan luka dibedakan atas :

a. Terbuka

b. Tertutup

B. Lesi Intrakranial

a. Cedera otak difus

Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai kondisi yang sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan mungkin mengalami amnesia retro/anterograd. Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena syok yang berkepanjangan atau apneu yang terjadi segera setelah trauma. Pada beberapa kasus, CT scan sering menunjukan gambaran normal, atas gambaran edema dengan batas area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal cedera aksonal difus (CAD) untuk mendefinisikan trauma otak berat dengan prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis

Page 14: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

menunjukan danya kerusakan pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya. Komosio serebro berat : berasal dari benturan kepala yang mengahsilkan getaran keras atau menggoyangkan otak menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih dari 10 menit. Tanda dan gejala geger otak adalah hilang kesadaran, sakit kepala berat, hilang ingatan, mata berkunang-kunang , pening ,lemah , pandangan ganda.

Komosio serebro ringan dimana kesadaran tetap tidak terganggu namun terjadi disfungsi neurologist yang bessifat sementaara dalam berbagai derajat. Gejalanya bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrogard dan intergad

b. Epidural hematom

Merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan menyebabkan angka mortalitas sekitar 50%. Hematoma epidural paling sering terjadi pada area parietotemporal akibat robekan arteria meningea media. Hematoma epidural di daerah frontal dan oksipital sering tidak dicurigai dan memberi tanda- tandea setempat yang tidak jelas. Bila hematoma epidural tidak disertai cedera otak lainnya, pengobatan dini biasanya dapat menyembuhkan penderita dengan sedikit atau tanpa defisit neurologis. Gejala dan tanda tampak bervariasi, tetapi beberapa penderita hematom epidural yangvkhas memiliki riwayat cedera kepala dengan periode tidak sadar dalam waktu pendek, diikuti oleh periode lusid.

Hematoma yang meluas di daerah temporal menyebabkan tertekannya lobus temporalis otak ke arah bawah dan dalam . Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus (unkus dan sebagian dari girus hipokampus) mengalami herniasi dibawah tepi tentorium . Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenali oleh tim medis.

Tekanan herniasi unkus pada sirkulasi arteria ke formasio retikularis media oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Ditempat ini juga terdapat nuklei saraf III . Tekanan pada saraf ini menyebabkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada jaras kortikospinalis asendens pada daerah ini menyebabkan kelemahan respon motorik kontralateral , refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan refleks babinski positif. Dengan meluasnya hematoma isi otak akan terdorong ke arah yang berlawanan sehingga terjadi peningkatan ICP, termasuk kekauan deserebrasi, gangguan tanda vital dan fungsi pernafasan.

Diagnosis perdarahan epidural ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda klinis serta arteriogram karotis, ensefalogram , serta CT scan. Kebanyakan kasus perdarahan epidural adalah kasus bedah. Indikasi pembedahan :

-Setiap gejala akut EDH

- Gejala asymptomatik akut dengan pengukuran>1cm

Objektif pembedahan:

Page 15: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Menghilangkan bekuan : ICP rendah dan menghilangkan cacat massa fokal

Hemostasis : penggumpalan perdarahan jaringan lunak (vena durak dan arteri)

Mencegah akumulasi kembali

c. Hematoma subdural

Hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural terbagi menjadi 3 tipe : akut, subakut, dan kronik.

Hematoma subdural akut

Menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24 jam sampai 48 jam

setelah cedera . Hematoma sering berkaitan dengan trauma otak berat dan menjadi mortalitas yang tinggi. Hematoma subakut terjadi pada pasien yang meminum obat antikoagulan terus menerus yang tampaknya mengalami trauma kepala minor. Cedera ini sering berkaitan dengan cedera deselarasi akibat kecelakaan kendaraan bermotor.

Defisit neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak kedalam foramen magnum yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini cepat menimbulkan henti napas dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.

Pengobatan dengan tindakan pengangkatan hematoma , dekompresi dengan mengangkat tempat-tempat pada lobus frontalis atau lobus temporalis serta melepaskan kompresi dura.

Hematoma subdural subakut

Menyebabkan defisit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari dua minggu setelah cidera. Disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam ruang subdural. Riwayat klinis yang khas dari penderita adalah trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran selanjutnya diikuti dengan perbaikan status neurologik yang bertahap. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status neurologis yang memburuk. Tingkat kesadaran menurun bertahap selama beberapa jam.

Hematoma subdural kronik

Pada anamnesis terdapat trauma otak yang terjadi akibat cedera ringan. Awitan gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan, bahkan sampai beberapa tahun pada cedera awal. Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural sehingga terjadi perdarahan lambat ke ruang subdural. Dalam 7-10 hari setelah perdarahan darah dikelilingi oleh membran fibrosa. Terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma sehingga membentuk

Page 16: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

peredaan tekanan osmotik yang menyebabkan tertariknya cairan ke dalam hematoma. Bertambahnya ukuran hematoma ini dapat menyebabkan perdarahan lebih lanjut akibat robekan membran atau pembuluh daah disekelilingnya sehingga meningkatkan ukuran dan tekanan hematoma.

Gejala dan tanda yang paling khas adalah perubahan progresif dalam tingkat kesadaran termasuk apati, letargi, berkurangnya perhatian, dan menurunnya kemampuan untuk mempergunakan kecakapan kognitif yang lebih tinggi. Hemianopsia, hemiparesis , dan kelainan pupil ditemukan pada kurang dari 50% kasus.

d. Cedera otak akibat trauma ringan (Konkusio)

Pasien dengan riwayat cedera kepala dengan GCS 15 seringkali tidak terdiagnosis. Konkusio dicurigai bila mekanisme cedera melibatkan adanya benturan di kepala , cedera akselerasi-deselerasi atau kejadian yang mendebarkan biasanya terjadi pada saat olahraga atau cedera akibat bermain. Gejalanya yaitu pasien biasanya bingung saat kejadian, dan kebingungan terus menetap setelah cidera. Tidak terdapat tanda neurologis yang khas untuk cedera kepala yang lebih berat. Sebagian besar pasien sembuh dari konkusio tanpa gejala sisi yang serius, tetapi beberapa hari pasien mengalami sindrom pasca concusio. Disfungsi kognitif, pusing menetap, dan sakit kepala merupakan ciri khas sindrom ini. Ciri khas lainnya adalah gangguan tidur, gangguan bicara, dan masalah tingkah laku yang dapat tidak terlihat atau dramatis. Gejala ini dapat menetap bebrapa

hari , minggu , atau lebih lama setelah konkusio.

Pemeriksaan penunjang

1. CT scan

Indikasi :

- Adanya resiko kriteria sedang atau tinggi yang meliputi perubahan status mental yaitu : GCS <14 ,defisit fokal,amnesia karena cedera, status saraf yang memburuk, tanda dari fraktur tulang tengkorak basal atau calvarial

- Penilaian sebelum anastesi umum untuk prosedur lainnya untuk mendeteksi kerusakan yang lambat terjadi

-

Follow up CT :

- Untuk pasien dengan cedera kepala berat

a. Untuk pasien stabil , follow up CT biasanya dilakukan diantara hari ke 3 sampai ke 5 dan diulangi lagi diantara hari ke 10 sampai 14.

Page 17: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

b. rekomendasi rutin follow up CT scan beberapa jam setelah “waktu nol” CT (pemeriksaan CT awal dilakukan pada jam trauma ) untuk menyingkirkan epidural hematom dan memar traumatis.

- Untuk pasien dengan cedera kepala ringan sampai sedang

a. dengan gambaran abnormal CT scan , CT scan harus diulang

b. pasien stabil dengan cedera kepala ringan dan pemeriksaan CT scan awal normal tidk memerlukan follow up CT

2. X-ray tulang tengkorak

1. Pada pasien dengan resiko sedang untuk cedera kepala dengan mendeteksi patah tulang tengkorak

2. Jika CT scan tidak dapat diperoleh, sinar X ray tulang tengkorak dapat mengidentifikasi pergeseran pineal, pneumochephalus, air fluid level pada sinus, fraktur tulang kepala (depresi atau linear)

3. MRI

Tidak dilakukan pada cedera kepala akut. MRI lebih sensitif dibandingkan dengan CT scan . Lesi bedah yang tidak jelas pada CT scan dapat dilihat dengan menggunakan MRI.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesis

I. Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan)

II. Keluhan utama, dapat berupa :

- Penurunan kesadaran

- Nyeri kepala:

- Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset)

- Bagaimana mekanisme kejadian, bagian tubuh apa saja yang terkena, dan tingkat keparahan yang mungkin terjadi)

Page 18: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Berdasarkan mekanismenya, trauma dibagi menjadi :

a. Cedera tumpul : - kecepatan tinggi (tabrakan)

- kecepatan rendah (terjatuh atau terpukul)

b. Cedera tembus (luka tembus peluru atau tusukan) adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.

Komplikasi / Penyulit

1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)

2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid interval)

3. Ada sesak nafas, batuk-batuk

4. Muntah atau tidak

5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut

6. Adanya kejang atau tidak

7. Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta)

8. Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya

9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)

Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah mendapat penanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.

Page 19: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Pemeriksaan Fisik

1. Primary Survey

A. Airway, dengan kontrol servikal:

Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trakea.

- Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicara - jalan nafas bebas.

- Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur - ada obstruksi parsial.

- Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.

Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara.

Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi pada leher.

Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang dengan multiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher, sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan

B. Breathing, dengan ventilasi yang adekuat

Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada, dan diafragma.

Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan jumlah pernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan.

Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga pleura.

Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru

Gangguan ventilasi yang berat seperti tension pneumothoraks, flail chest, dengan kontusio paru, dan open pneumothorasks harus ditemukan pada primary survey.

Hematothorax, simple pneumothorax, patahnya tulang iga dan kontusio paru harus dikenali pada secondary survey

Keterangan tambahan :

Page 20: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Gejala tension pneumothoraks :

Nyeri dada dan sesak nafas yang progresif, distress pernafasan. takikardi, hipotensi, deviasi trakea ke arah yang sehat, hilang suara nafas pada satu sisi, dan distensi vena leher, hipersonor, sianosis (manifestasi lanjut).

Gejala Flail Chest :

Gerak thorax asimetris (tidak terkoordinasi), palpasi gerakan pernafasan abnormal, dan krepitasi iga atau fraktur tulang rawan.

Gejala Open pneumothorax:

Hipoksia dan hiperkapnia

Gejala hematothorax:

Nyeri dan sesak nafas

Pada inspeksi mungkin gerak nafas tertinggal atau pucat karena perdarahan. Fremikus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain.

Pada perkusi, didapatkan pekak dengan batas dan bunyi nafas tidak terdengar atau menghilang.

C. Circulation, dengan kontrol perdarahan

a. Volume darah

Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolumik sampai terbukti sebaliknya.

Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat mengakibatkan penurunan kesadaran.

Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang dalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan ekstremitas yang dingin merupakan tanda hipovolemik.

Nadi

Periksa kekuatan, kecepatan, dan irama

Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemia

Nadi yang cepat, kecil : hipovolemik

Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemia

Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda diperlukan resusitasi segera.

Page 21: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

b. Perdarahan

Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara penekanan pada luka

D. Disability

Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran, ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.

Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU

A : sadar (Alert)

V : respon terhadap suara (Verbal)

P : respon terhadap nyeri (Pain)

U : tidak berespon (Unresponsive)

Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan keadaan penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey, GCS dapat diiakukan pada secondary survey.

Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :

a. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)

- Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)

- Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)

- Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang

- Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusing

- Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepala

- Tidak ada kriteria cedera sedang-berat

b. Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)

- Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

- Konklusi

- Amnesia pasca trauma

- muntah

Page 22: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

- Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)

- Kejang

c. Cedara kepala berat (kelompok risiko berat)

- Skor GCS 3-8 (koma)

- Penurunan derajat kesadaran secara progresif

- Tanda neurologis fokal

- Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

Penurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak atau trauma langsung ke otak. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Jika hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka trauma kepala dapat dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol sampai terbukti sebaliknya.

E. Exposure

• Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi terhadap jejas dan luka.

2. Secondary Survey

Adalah pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk reevaluasi tanda vital.

• Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika belum dilakukan pada primary survey

• Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan terlihat ada jejas.

Penanganan

Penanganan awal cedera kepala pada dasarnya mempunyai tujuan:

(1) Memantau sedini mungkin dan mencegah cedera otak sekunder

(2) Memperbaiki keadaan umum seoptimal mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

Page 23: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara cepat, tepat, dan aman. Pendekatan ‘tunggu dulu’ pada penderita cedera kepala sangat berbahaya, karena diagnosis dan penanganan yang cepat sangatlah penting. Cedera otak sering diperburuk oleh akibat cedera otak sekunder. Penderita cedera kepala dengan hipotensi mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak daripada tanpa hipotensi. Adanya hipoksia dan hipotensi akan menyebabkan mortalitas mencapai 75 persen. Oleh karena itu, tindakan awal berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan secepatnya.

Faktor-faktor yang memperjelek prognosis:

(1) Terlambat penanganan awal/resusitasi

(2) Pengangkutan/transport yang tidak adekuat

(3) Dikirim ke RS yang tidak adekuat

(4) Terlambat dilakukan tindakan bedah

(5) Disertai cedera multipel yang lain.

Penanganan di Tempat Kejadian

Dua puluh persen penderita cedera kepala mati karena kurang perawatan sebelum sampai di rumah sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok, hipoksemia, dan hiperkarbia. Dengan demikian, prinsip penanganan ABC (airway, breathing, dan circulation) dengan tidak melakukan manipulasi yang berlebihan dapat memberatkan cedera tubuh yang lain, seperti leher, tulang punggung, dada, dan pelvis.

Umumnya, pada menit-menit pertama penderita mengalami semacam brain shock selama beberapa detik sampai beberapa menit. Ini ditandai dengan refleks yang sangat lemah, sangat pucat, napas lambat dan dangkal, nadi lemah, serta otot-otot flaksid bahkan kadang-kadang pupil midriasis. Keadaan ini sering disalahtafsirkan bahwa penderita sudah mati, tetapi dalam waktu singkat tampak lagi fungsi-fungsi vitalnya. Saat seperti ini sudah cukup menyebabkan terjadinya hipoksemia, sehingga perlu segera bantuan pernapasan.

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas ( airway). Jika penderita dapat berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing, muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau suction jika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa

Page 24: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan intubasi endotrakheal.

Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya dipertahankan di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut nadi dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka.

Cairan resusitasi yang dipakai adalah Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

Page 25: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

1. Greenberg, Mark S. Hanbook ofNfeurosurgery . Fifth edition.2001

2. Ernest E.Moore, Keneth L.mattox, David V. Feliciano. Trauma Manual. Fourth Edition. 2003

3. Price, Sylvia A. Patofisiologi . Konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. Volume. 2003

4. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam:Advanced Trauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,penerjemah. Edisi 7. Komisi trauma IKABI; 2004. 168-193.

5. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Prnciples and Practice ofSurgery. 4th ed. Elsevier Churchill Livingstone;2007. 551-61.

6. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrt’z Principles ofSurgery. 8th ed. McGraw-Hill;2005. 1615-20.

7. Cedera Kepala dalam American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support. 1997. USA: First Impression. Halaman 196-235.

8. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L,Hartanto H, Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006

Page 26: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

LAPORAN KASUS

CEDERA KEPALA RINGAN

KEPANITERAAN BEDAH

RSUD CIANJUR

Penyusun:

Luqmanul Hakim

2009730027

Pembimbing : dr. Asep TM, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2015

Page 27: Tinjauan Pustaka Cedera Kepala

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan kasih sayang

dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan “Refreshing” sebagai salah satu syarat

untuk melengkapi nilai Laporan Kasus.

Laporan kasus ini berjudul “Cedera Kepala”. Pada kesempatan ini, saya ingin

menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada pembimbing saya

dr. Asep TM, Sp.B, atas bimbingan, nasehat, bantuan serta dorongan yang sangat besar dan

berarti bagi kami selama Referat, sehingga laporan refreshing ini dapat diselesaikan.

Terima Kasih yang sedalam-dalamnya kepada orang tua atas do’a dan dukungannya,

selalu mendampingi dan penuh pengertian memberi semangat selama kami mengikuti

pendidikan di Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam

menyelesaikan laporan tinjauan pustaka ini. Harapan dan do’a kiranya kebaikan dan bantuannya

yang diberikan kepada kami mendapat balasan dari Allah Yang Maha Pemurah. Semoga Tuhan

Yang Maha Esa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu melimpahkan rahmat dan

karuniaNya kepada kita semua. Amin.

Cianjur, Juli 2015

Hormat Kami

Penyusun