tarikh tasyri' - kepemimpinan setelah wafatnya rasul

Upload: afif

Post on 04-Apr-2018

226 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    1/10

    KEPEMIMPINAN SETELAH WAFATNYA

    R A S U L U L L A H S A W

    A f i f u l I k h w a n *

    A B S T R A K

    One of the crucial issues, after the death Muhammad, is the issue of who

    should lead Muslim community onward. One of the discourses developedwas status quo which claimed that one who could replace the

    leadership of Muslim must be from the ahlil bait side. By using

    historical approach this study is going to explore what and how Aliresponded to the discourses by especially exploring Syiahs attitudes.

    This study finally found that, even though Ali was appropriate to

    becomethefirstcaliphate,

    he sincerely accepted what had been decided and always supported everydecision.

    Kata Kunci: Kepemimpinan, Respon Ali bin Abi Thalib

    Suksesi tentang kepemimpinan negara (Khalifah) menjadi gencar dibicarakan oleh

    elit politik Muslim, setelah Nabi Muhammad saw wafat. Stresing dari pembicaraannya

    adalah siapa yang berhak menjadi pengganti Nabi dan bagaimana cara pemilihannya.

    Sedangkan Nabi Muhammad saw tidak pernah memberikan garis atau ketentuan tentang

    suksesi kepemimpinan ini (Amin, 1986: 324).

    Dilema yang dihadapi umat Islam ketika itu diawali dengan musyawarah pertama

    di Tasqifah Bani Saidah. Forum ini polemik dan dialogis tidak dapat dihindari, dimana

    masing-masing pihak mengklaim, bahwa dari pihak merekalah yang berhak memegang

    jabatan khalifah beserta argumen yang logis dari masing-masing golongan, namun

    demikian dalam musyawarah ini tercapai konsensus bahwa pembaiatan jatuh ke tangan

    Abu Bakar as-Siddiq (Abu Bakar Aceh, 1966: 78).

    Diantara banyak pendapat yang berkembang, ada suatu pendapat yang berorientasi

    Status Quo dimana jabatan khalifah atau pengganti Nabi harus dari ahlul Bait (Abu

    Bakar Aceh, 1966: 44) bahkan lebih tegas lagi jabatan kekhalifahan itu hanya

    diperuntukkan kepada Ali bin Abu Thalib, sebagai keluarga terdekat (Asyarstani, tt.: 146).

    Isu terakhir ini semakin konkrit dan spesifik dalam menentukan sikap dan pendapat,

    1

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    2/10

    sehingga ditetapkan dalam suatu doktrin, bahwa tidak ada satu pilihan lain, hanya Ali bin

    Abu Thalib-lah yang berhak menjadi khalifah pengganti Nabi Muhammad saw.

    Konsep seperti inilah, yang kemudian, dalam sejarah pemikiran kalam dikenal

    dengan doktrin Syiah. Namun dalam realitasnya, yang terpilih sebagai khalifah bukanlah

    Ali bin Abi Thalib melainkan Abu Bakar Siddiq. Terpilihnya Abu Bakar ini sempat terjadi

    konflik di kalangan politik Muslim dari mereka yang pro Ali bin Abi Thalib mereka

    menganggap Ali-lah yang pantas menerima Jabatan Kepemimpinan itu. Hal ini adalah

    wajar karena Ali bin Abi Thalib termasuk keluarga besar Nabi sekaligus keluarga terdekat

    Nabi. Namun konflik yang terjadi di kalangan elit politik Muslim ini dapat teredam dengan

    melihat sikap Ali dalam merespon suksesi kepemimpinan itu, Ali bin Abi Thalib dengan

    hati terbuka dan berlapang dada dapat menerima peralihan kepemimpinan tersebut. Dalam

    artian bahwa Ali mengakui keabsahan pengangkatan Abu Bakar as-Siddiq sebagai khalifah

    sekalipun terbetik dihatinya bahwa ia mempunyai hak untuk memegang jabatan tersebut.

    Paradigma di atas menghantarkan penulis kepada pembahasan yang akan

    difokuskan pada perspektif Syiah tentang khalifah dan respon Ali bin Abi Thalib. Adapun

    aliran Syiah yang dimaksud dalam tulisan ini adalah dari sekte Imamiyah, karena

    dianggap sebagai rumpun aliran Syiah.

    Syiah Imamiyat

    1. Sekilas Pandangan Tentang Syiah Imamiyat

    Syiah Imamiyat terkenal dengan sebutan Syiah Itsna Asariyah yaitu

    golongan yang percaya kepada dua belas imam, mulai dari Ali bin Abi Thalib hingga

    sampai kepada Muhammad Ali Mahdi al-Muntazar, yaitu imamnya yang kedua belas.

    Aliran ini banyak terdapat di negara Iran, yang resmi menjadikan Syiah Imamiyah

    sebagai madzhab negara, bahkan juga di Irak, Afganistan, Pakistan dan india (Umar

    Hasyim, 1978: 35).

    Selanjutnya golongan ini merupakan golongan yang sangat berpengaruh dan

    terkenal banyak pengikutnya, jika dibandingkan dengan pengikut sekte atau golongan

    lain yang terdapat dalam aliran Syiah.

    H. M. Yoesoef Ibnu Hazmin dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembangan

    2

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    3/10

    Aliran-aliran Sekte Syiah mengungkapkan bahwa dalam aliran Syiah Imamiyat ada

    beberapa pokok ajaran yang harus diyakini dan dilaksanakan oleh semua pengikutnya,

    yaitu al-Imam, al-Ishmat, al-Mahdiyat, al-Rajaah

    dan al-Taqiyat (Yoesoef, 1982: 37). Namun persoalan yang paling prinsip dalam aliran

    ini adalah masalah imamah dan khalifah, karena masalah imam ini merupakan suatu

    dasar ke-Islaman dan keimanan seseorang, mereka mengatakan seperti dikutip oleh

    Muhammad Ridha al-Muzaffar dalam bukunya Aqidah Syiah Imamiyat bahwa

    sebagaimana Allah mengutus Nabi, maka perlu ia menunjuk dan mengangkat imam.

    Dan setiap masa perlu adanya imam untuk mewakili Nabi dalam menjalankan tugas

    kewajiban Nabi, yang menjadi wali

    yang membimbing umat menuju kebaikan dan kesejahteraan dunia akhirat(al-Muzaffar, tt.: 45) dari situ, Syiah Imamiyat meletakkan dasar aqidah tentang

    masalah imam atau khalifah.

    2. Doktrin Syiah Imamiyat

    Syiah Imamiyat merupakan golongan yang paling ekstrim dalam masalah

    imamah. Mereka berpendapat bahwa setelah wafatnya Rasulullah saw, yang berhak

    untuk menjadi imam adalah Ali bin Abi Thalib dan keturunannya, karena hal ini

    diwasiatkan oleh Rasulullah saw. Jadi Abu Bakar, Umar ibn Khatab, Utsman bin Affandan orang-orang yang telah membaiatnya adalah telah melanggar dan tidak

    mengindahkan wasiat Rasulullah saw, justru itu, mereka telah merampas hak Ali

    menjadi khalifah, bahkan mereka itu dianggap kafir

    dan sekaligus tidak mengakui sebagai imam (Hasyim, 1978). Selanjutnya

    H. M. Rosidi mengungkapkan dalam bukunya Apa itu Syiah bahwa Ali berhak

    menjadi khalifah bukan hanya karena kecakapannya dan sifat-sifat yang disebut oleh

    Rasulullah akan tetapi karena sudah diwasiatkan oleh Rasul, bahwa imam yang pertama

    adalah Ali bin Abi Thalib dan kemudian Hasan putra pertamanya (Rasidi, 1984: 11).

    Lebih tegas lagi, Ahmad Amin mengatakan dalam bukunya Fajar al Islam bahwa

    masalah khalifah merupakan jabatan atau warisan yang bersifat moril, dalam artian

    jabatan khalifah itu harus dipegang oleh keluarga atau keturunan Nabi (Ahl al-Bait)

    3

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    4/10

    (Amin, 1969: 341).

    Dari keterangan di atas dapatlah difahami bahwa yang berhak menjadi imam

    atau khalifah setelah wafatnya Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib dan

    keturunannya (Ahl al-Bait), dan jabatan itu tidak boleh diwariskan oleh orang lain yang

    bukan dari keturunan Rasulullah itu.

    Selanjutnya Syiah Imamiyat tidaklah berakhir sampai disitu saja, mereka juga

    mengatakan bahwa Ali adalah makhluk yang paling utama setelah Nabi

    dan mashum dari dosa, disamping itu mereka juga mempertuhankan Ali,

    bahkan ada yang mengatakan bahwa pada diri ada unsur-unsur ke-Tuhanan

    dan Tuhan bersatu dengan Ali dalam jasmaninya (Amin, 1996: 345). Doktrin ini

    mensejajarkan predikat al-Imam dengan Nabi Muhammad saw, lebih dari itu merekamengatakan bahwa Ali lebih istimewa kedudukannya dari Rasulullah saw. Hal ini

    sesuai dengan ungkapan mereka, seperti yang dikutip oleh al-Hamid

    al-Husaini dalam bukunya Sejarah Hidup Imam Zaid bin Ali bahwa malaikat Jibril

    salah dalam menyampaikan wahyu, yang seharusnya wahyu itu bukan untuk

    Muhammad tetapi untuk Ali bin Abi Thalib (al-Husaini, 1985: 13).

    Dari statmen di atas, jelaslah bahwa golongan Syiah Imamiyat telah

    mengkultuskan imamnya (Ali) sejajar dengan kedudukan Nabi Muhammad saw, baikdalam masalah kemashumam maupun dalam masalah yang lain. Dalam masalah

    penunjukan atau pengangkatan seorang imam, mereka mengatakan bahwa hal itu dapat

    dilaksanakan atas kehendak Allah, melalui Nabi atau imam, karena manusia biasa tidak

    memiliki wewenang untuk mengangkat dan menjatuhkannya. (Muzaffar, tt.: 45).

    Ali bin Abi Thalib Sebagai Khazanah Ilmu

    Ali bin Abi Thalib adalah salah seorang sahabat Nabi, dan ia termasuk kedalam

    jajaran khalifah yang empat, yaitu Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan,

    dan Ali bin Abi Thalib. Mereka ini dikenal dalam Islam dengan sebutan Khulafaurrasidin.

    4

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    5/10

    Ali bin Abi Thalib lahir di Mekkah pada tanggal 13 Rajab atau tahun 598 M (Joesoef,

    1978: 9) . Ibunya Fatimah bin Asad bin hasyim bin Abdil Manaf bin Quraisy bin khilab,

    yang terkenal dengan wanita shalih, ia kebanyakan memberi dukungan kepada Nabi

    Muhammad saw dalam menjalankan tugas dakwahnya. Sedangkan ayahnya bernama Abi

    Thalib juga keturunan Bani Hasyim, seorang pemimpin Quraisy yang terpandang, dicintai,

    dihormati dan disegani oleh penduduk Mekkah (Al-Husyaini, 1989: 23).

    Ali bin Abi Thalib sejak masa kanak-kanaknya mendapat asuhan dan didikan

    langsung dari Nabi, dia tinggal bersama Nabi bahkan lebih jauh lagi, bahwa Ali

    dipersunting oleh Rasulullah dengan isterinya, Fatimah az-Zahrah, seorang wanita cantik

    yang menarik perhatian orang (Al-Husyaini, 1989: 23).

    Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa Ali bin Abi Thalib besertakeluarganya hidup dalam lingkungan keluarga rumah tangga Nabi, serta mendapat

    bimbingan dan pembinaan langsung dari Nabi. Didalam sejarah tercatat bahwa Ali adalah

    orang yang paling dini masuk Islam, yaitu ketika Rasulullah pertama kali menyampaikan

    risalahnya, dan Ali langsung menerima ajarannya, ketika itu ia baru berusia 15 tahun.

    Sebagai orang yang berada dalam asuhan Rasulullah, tentunya ia banyak memahami

    syariat Islam yang dilakukan oleh Nabi sehari-hari karena itu bahwa Ali adalah anak

    asuhan wahyu (Mahyidin Syaf, 1985: 459).Sebagai seorang pewaris Nabi, Ali terkenal dengan ikhlas dan beramal, penuh

    perjuangan, memiliki dedikasi tinggi dan loyalitas yang tinggi, berani berkorban terutama

    dalam menegakkan dan mempertahankan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw.

    Peristiwa malam hijrah Nabi masih terlukis dalam pikiran dan tercatat dalam sejarah,

    bahwa Ali dengan semangat berkorban rela mempertaruhkan nyawanya, yaitu menempati

    tempat tidur Rasulullah dengan menyamar sebagai Rasul, agar Rasul dan para sahabat

    selamat dari kepungan dan pengejaran orang-orang kafir Mekkah (Thabathobai, 1989: 38).

    Dilihat dari aspek dedikasi dan loyalitas dalam kehidupan Ali tidak berlebihan bila

    dikatakan ia keluarga Nabi (Ahl al-Bait) yaitu Ali beserta turunannya merupakan rujukan

    kasih sayang umat Islam yang pada gilirannya menimbulkan rasa simpati yang mendalam

    kepadanya. Bahkan ada golongan umat Islam yang berlebihan mengagungkan Ali serta

    turunannya. Golongan ini dalam sejarah Islam dikenal dengan golongan Syiah yaitu suatu

    5

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    6/10

    aliran faham yang berpegang pada Ali bin Abi Thalib, baik pada masa Nabi maupun

    sesudahnya (Abu Bakar, 1980: 10). Lebih dikenal lagi dengan golongan yang sangat

    fanatik kepada Ali dan anak turunannya (Muin, 1964: 92).

    Respon Ali bin Abi Thalib

    Sudah menjadi konsensus bersama golongan Syiah bahwa Ali bin Abi Thalib

    orang yang lebih pantas untuk menggantikan Nabi sebagai khalifah. Pernyataan ini

    dikuatkan oleh berbagai argumen. Diantaranya kedekatan Ali disisi silsilah dengan Nabi,

    keunggulan Ali disisi kearifannya dalam sudut pandang masyarakat melebihi kearifan yang

    pada sahabat Nabi yang lain. Kemudian Ali dikenal ketajaman pemikirannya, keluasan

    ilmu pengetahuan dan berani berkorban terutama dalam menegakkan dan mempertahankan

    risalah Rasulullah saw, keunggulan yang dimiliki oleh Ali mendapat legitimasi oleh

    Rasulullah saw, dikatakannya: Aku ini kota Ilmu, sedangkan Ali pintunya. (Shaukani,

    1984: 203). Hal ini bukan berarti sahabat yang lain menempati greet minus dalam bidang

    keilmuan dan pengambilan kebijakan. Mereka memiliki keunikan pribadi, memiliki

    ketulusan hati dan senantiasa menjalin hubungan dengan Allah. Disamping itu mereka

    termasuk golongan yang diagungkan dengan gelar al-Khulafa al-Rasyidin, yang senantiasa

    mendapat keridhaan dan

    restu dari Allah swt dan Rasulnya dalam banyak hal, terutama permasalahan yang

    melibatkan hubungan sesama golongan elit tersebut. para sahabat tersebut saling kerjasama

    antara mereka dan berlaku keras terhadap orang kafir.

    Jelaslah bahwa kehidupan para sahabat penuh dengan keteladanan, mereka bergaul

    dalam suasana akrab, dilandasi ukhuwah dan diliputi rasa kasih sayang dan saling

    menghormati. Justru itu suksesi kepemimpinan setelah wafatnya Rasulullah, meskipun Ali

    merasa layak untuk memimpin sebagai Rasul, namun yang terpilih adalah Abu Bakar,

    maka Ali dalam hal ini meresponnya dengan penuh demokratis, Ali menyetujui

    pengangkatan Abu Bakar dan duduk serta berjuang bersama-sama dalam memimpin umat

    ketika itu. Amir Ali mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib dan keluarga Rasulullah

    menyetujui kekhalifahan Abu Bakar dengan sepenuh hati (Amir, 1955: 21). Ini terlihat

    bahwa pada masa Abu Bakar menjabat penguasaan tinggi negara, Ali selalu menghadiri

    6

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    7/10

    majelisnya sebagaimana sahabat-sahabat Nabi yang lain (Nadawi, 1995: 52). Bahkan

    secara umum, Ali-lah yang mengambil tugas untuk menjawab surat-surat yang ditujukan

    kepada Abu Bakar (Nadawi, 1995: 52).

    Uraian di atas nampak dengan jelas bahwa Ali r.a. dalam meresponi suksesi

    kepemimpinan kepada Abu Bakar r.a. menunjukkan komitmen dan loyalitas

    yang tinggi kepada kepemimpinan Abu Bakar tersebut, Ali mengatakan bahwa

    Abu Bakar r.a. adalah orang terbaik bagi semua hal selepas Rasulullah saw. Bukankah

    orang yang paling baik dari kalangan umat ini, selepas Nabi-Nya Abu Bakar dan Umar?

    Kemudian Allah saja yang mengetahui kebaikan itu dimana saja ia berada (Qodhi, 1371 H:

    288). Ali r.a. juga menyangkal adanya wasiat dari Rasulullah, yang digembar-gemborkan

    oleh para pendukungnya, berkenaan dengan suksesi kepemimpinan tersebut. Ini terlihatdalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari, yang menyatakan bahwa Ali bin Abi

    Thalib melarang Abas bin al-Munthalib mempertanyakan kepada Rasulullah tentang

    siapakah yang akan mengambil tugas kepemimpinan sesudahnya (Bukhari, tt.: 140-141).

    Larangan Ali ini mengandung nilai maslahah ummah dan menjamin kestabilan politik di

    masa yang akan datang. Sekiranya ditanyakan masa suksesi tersebut kepada Rasulullah,

    dan ditakdirkan Nabi tidak memberikan jawabannya, maka hal ini akan merefleksikan

    kelompok tertentu akan kehilangan legitimasinya dari kalangan masyarakat.Dukungan Ali r.a. kepada kepemimpinan Abu Bakar r.a. juga terlihat pada sikap

    dan komitmennya dalam menolak sebaran usaha menjatuhkan kepemimpinan Abu Bakar.

    Beliau dengan tegas menolak ajakan Abu Sofyan untuk menggelar

    aksi unjuk rasa (demontrasi) menentang dan menuntut agar Abu Bakar turun dari kursi

    kekhalifahan. Ali bin Abi Thalib dengan lantang mengatakan: Demi Allah sesungguhnya

    kamu bermaksud demikian hanyalah menimbulkan kekacauan, selama kamu bertekad

    melakukannya (merugikan Islam), maka selama itu pula kami

    tidak memerlukan nasihat kamu (Tabari 1969: 209). Aksi penentangan terhadap

    kepemimpinan Abu Bakar ini tidak hanya datang dari elit politik Muslim seperti Abu

    Sofyan, aksi serupa datang dari pemurtad yakni orang-orang yang enggan membayar zakat.

    Aksi ini sempat membawa kepada instabilitas kehidupan ketika itu (Tabatah, 1960: 74).

    7

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    8/10

    Dalam kondisi yang tidak menentu itu Abu Bakar tampil ditengah khalayak dan berkata:

    Jika mereka para pemurtad masih berkeras maka aku bersama para tentara akan turun untuk

    memberikan perlawanan. Pada saat huru-hara itulah

    Ali bin Abi Thalib tampil sebagai penasehat Abu Bakar, dengan mengatakan: Hai khalifah

    saya ingin mengingatkan tuan, akan pesan Rasulullah kepada tuan disaat terjadinya perang

    Uhud, sarungkanlah pedangmu dan janganlah membuat kami resah dalam mempertaruhkan

    nyawamu. Lebih baik tuan kembali ke Madinah untuk tetap duduk di kursi kepresidenan

    (kekhalifahan) sehingga dapat mengkonsentrasikan pemikiran dalam menjalankan

    pemerintahan dengan baik. Demi Allah, kata Ali kami akan merasa resah dan sedih bila

    terjadi kemalangan pada dirimu (Sayuti, 1969: 75).

    Menyikapi situasi konflik ini, Ali bin Abi Thalib memperkirakan sulitnya hubunganantar pemimpin karena situasi negara saat itu sedang kacau. Ali juga mengatakan jika

    terjadi bentrokan antara pro dan kontra kepada Abu Bakar, maka ia akan merefleksikan

    suatu tradisi Islam yang tidak bersistim (Sayuti, 1969: 75). Keprihatinan Ali terhadap

    situasi yang berkembang saat itu jelas menunjukkan loyalitasnya kepada kepemimpinan

    Abu Bakar. Fakta lain yang dapat mendukung pendapat ini dapat dilihat dari sosok pribadi

    Ali bin Abi Thalib yang selalu tampil sebagai penasehat khalifah selalu berada dalam

    lingkaran kepemimpinan Abu Bakar, hal ini dilakukannya tidak hanya pada masa khalifahAbu Bakar r.a. tetapi juga pada masa khalifah Umar ibn Khatab dan Utsman bin Affan.

    Kesimpulan

    Sebagai penutup dari kajian ini dapat dipertegas bahwa Ali bin Abi Thalib,

    meskipun merasa layak untuk memegang jabatan khalifah, namun ia dengan hati terbuka

    dan berjiwa besar dapat menerima dengan baik suksesi kepemimpinan setelah wafatnya

    Rasulullah saw. Ali tidak pernah memperlihatkan sikap menentang terhadap khalifah yang

    dipilih terutama kepada Abu Bakar Siddiq yang merupakan sahabat dekatnya. Bahkan ia

    selalu menunjukkan loyalitas yang tinggi kepada pemerintahan Abu Bakar, bahkan kepada

    khalifah setelah Abu Bakar. Walaupun sering terjadi aksi unjuk rasa baik yang pro maupun

    8

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    9/10

    yang kontra terhadap khalifah yang terpilih namun di saat paling penting Ali tampil dengan

    menyumbangkan pendapatnya yang cemerlang untuk mencari solusi, terhadap

    permasalahan yang ada sehingga tercipta situasi yang kondusif, stabil dan damai.

    9

  • 7/31/2019 Tarikh Tasyri' - Kepemimpinan Setelah Wafatnya Rasul

    10/10

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmad Amin, 1975,Zuhrur Islam, Mesir, Al-Nadhah.

    Abu Bakar Aceh, 1980, Perbandingan Madzhab Syiah Rasionalisme Dalam Islam, KotaBaru, Pustaka Aman Press.

    Al-Nadawi, Abu al-Hasan Ali, 1995, Ahlussunnah dan Syiah Menilai Rasulullah, Jakarta,

    Al-Qolam.

    Al-Syahrastani, 1956,Milal Wa al-Nihal, Kairo, al-Halabi.

    Al-Syawkani, 1984, Durr al-Sahabah, Fi Manaqib al-Qarabah, Dimasyqi, Dar

    al-Fikr.

    Ibn Qutaybah, Abdullah bin Muslim, 1937, Al-Imamah Wa al-Siyasah, Mesir,

    al-Halabi.

    Ibn Tabataba al-Tiqtaqa, 1960, Tarikh al-Duwal al-Islamiyah, Beirut.

    Murtadha Mutahhari, 1991,Imam dan Khilafat, Jakarta, Satrio Pinandito Firdaus.

    Muhammad Ridha al-Muzaffar, tt.,Aqidah Syiah Imamiyah,

    Soeyb Yoesoef, 1982, Pertumbuhan Dan Perkembangan Aliran Sekte Syiah, Jakarta, Al-

    Husna.

    10