sindrom nefrotikk.docx

27
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 % dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal. Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien (54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1. Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000 anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris

Upload: wahyuningsih

Post on 04-Jan-2016

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: sindrom nefrotikk.docx

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,

penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang

tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).

Insidens lebih tinggi pada laki-laki dari pada perempuan. Mortalitas dan

prognosis anak dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas

kerusakan ginjal, usia anak, kondisi yang mendasari, dan responnya trerhadap

pengobatan. Sindrom nefrotik jarang menyerang anak dibawah usia 1 tahun. Sindrom

nefrotik perubahan minimal ( SNPM ) menacakup 60 – 90 % dari semua kasus sindrom

nefrotik pada anak. Angka mortalitas dari SNPM telah menurun dari 50 % menjadi 5 %

dengan majunya terapi dan pemberian steroid. Bayi dengan sindrom nefrotik tipe

finlandia adalah calon untuk nefrektomi bilateral dan transplantasi ginjal.

Berdasarkan hasil penelitian univariat terhadap 46 pasien, didapatkan insiden

terbanyak sindrom nefrotik berada pada kelompok umur 2 – 6 tahun sebanyak 25 pasien

(54,3%), dan terbanyak pada laki-laki dengan jumlah 29 pasien dengan rasio 1,71 : 1.

Insiden sindrom nefrotik pada anak di Hongkong dilaporkan 2 - 4 kasus per 100.000

anak per tahun ( Chiu and Yap, 2005 ). Insiden sindrom nefrotik pada anak dalam

kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2 - 4 kasus baru per 100.000 anak per

tahun. Di negara berkembang, insidennya lebih tinggi. Dilaporkan, insiden sindrom

nefrotik pada anak di Indonesia adalah 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Dengan

adanya insiden ini, diharapkan perawat lebih mengenali tentang penyakit nefrotik dan

mengaplikasikan rencana keperawatan terhadap pasien nefrotik.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari sindrom nefrotik ?

2. Apa saja etiologi dari sindrom nefrotik ?

3. Bagaimana patofisiologi dari sindrom nefrotik ?

4. Bagaimana manifestasi dari sindrom nefrotik ?

5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada sindrom nefrotik ?

6. Apa saja komplikasi yang muncul akibat sindrom nefrotik ?

Page 2: sindrom nefrotikk.docx

7. Bagaimana penatalasanaan pada pasien sindrom nefrotik ?

8. Bagaimana asuhan keperawatannya ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada penderita sindrom

nefrotik.

2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui pengkajian sindrom nefrotik. 

b) Menegakkan diagnosa keperawatan dengan sindrom nefrotik.

c) Membuat intervensi keperawatan.

d) Membuat implementasi keperawatan.

e) Membuat evaluasi keperawatan.

Page 3: sindrom nefrotikk.docx

BAB II

TINJAUAN TEORI

Page 4: sindrom nefrotikk.docx

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal

dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra. Pada umumnya, ginjal

kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah

tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal

setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.

Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid

yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh

kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla

marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks

mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis

renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.

            Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubuli, sedangkan pada medula hanya

terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri

dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan

pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula

lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.

            Ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui

ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi

oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.    

1. Faal glomerolus

Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke

tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik

intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas

permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120

cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90

cc/menit/luas permukaan tubuh anak.

2. Tubulus

Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada

dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus.

a) Tubulus Proksimal

Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan

reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat

yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi

Page 5: sindrom nefrotikk.docx

sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic

ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan

basa organik.

b) Loop of henle

Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick

limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.

c) Tubulus distalis

Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara

reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen.

d) Duktus koligentis

Mereabsorbsi dan menyekresi kalium. Ekskresi aktif kalium dilakukan pada duktus

koligen kortikal dan dikendalikan oleh aldosteron.

2.2 PENGERTIAN

Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,

hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi

dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005).

2.3 ETIOLOGI

Menurut Ngastiyah , 2005, umumnya etiologi dibagi menjadi :

1. Sindrom nefrotik bawaan. Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi

maternofetal. Resisten terhadap semua pengobatan.

Gejala : edema pada masaneonatus.

2. Sindrom nefrotik sekunder, disebabkan oleh :

a. Malaria kuartana atau parasit lainnya.

b. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura, dan anafilaktoid.

c. Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronik, trombosis vena renalis.

d. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,sengatan lebah,

air raksa.

e. Amiloidosis, penyakit sel sabit hiperprolinemia, nefritis membrano proliferatif

hipokomplementerik.

3. Sindrom nefrotik idiopatik atau sindrom nefrotik primer.

Sekitar 90% nefrosis pada anak. Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi

ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron. Diduga ada

Page 6: sindrom nefrotikk.docx

hubungan dengan genetik, imunologik dan alergi. Churg dkk, membagi dalam 4

golongan:

a. Kelainan minimal. Dengan mekroskop biasa glomerulus tampaknormal, sedangkan

dengan mikroskop elektron tampak foot prosessus sel epitel terpadu. Dengan cara

imunofluoresensi ternyata tidak dapat IgG atau imunoglobulin beta-1C pada dinding

kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak dari pada orang

dewasa, prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan lain.

b. Nefropati membranosa. Semua glomerulus menunjukkan penebalan dinding kapiler

yang tersebar tanpa poliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis

kurang baik.

c. Glomerulonefritis proliferatif

- Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus, terdapat proliferasi sel mesangial

dan infiltrasi sel polimorfonukleus. Pembengkakan sitoplasma endotel yang

menyebabkan kanker tersumbat. Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang

timbul setelah infeksi dengan Streptococcus yang berjalan progresis dan pada

sindrom nefrotik. Prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat

penyembuhan setelah pengobatan yang lama.

- Dengan penebalan batang lobular (lobular stalk thickening). Terdapat poliferasi

sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang lobular.

- Dengan bulan sabit (crescent). Didapatkan proliferasi sel mesangial dan

proliferasi sel epitel sampai (kapsular) dan viseral. prognosis buruk.

- Glomerulonefritis membranopoliferatif. Proliferasisel mesangial dan penempatan

fibrin yang menyerupai membran basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C

atau beta-1A rendah. Prognosis tidak baik.

- Lain-lain. Perubahan proliferasi yang tidak khas.

d. Glomerulosklerosis fokal segmental. Pada kelainan ini yang mencolok sklerosis

glomerulus. Sering disertai atrofi tubulus. Prognosis buruk.

2.3 PATOFISIOLOGI

1. Glomeruli adalah bagian dari ginjal yang berfungsi untuk menyaring darah. Pada

nefrotik sindrom, glomeruli mengalami kerusakan sehingga terjadi perubahan

permeabilitas karena inflamasi dan hialinisasi sehingga hilangnya plasma protein,

terutama albumin ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi

Page 7: sindrom nefrotikk.docx

albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya. Jika

albumin terus menerus hilang maka akan terjadi hipoalbuminemia.

2. Hilangnya protein menyebabkan penurunan tekanan osmotik yang menyebabkan

edema generalisata akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler ke dalam ruang

cairan ekstraseluler. Penurunan volume cairan vaskuler menstimulli sistem renin-

angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya hormon anti diuretik (ADH) dan

aldosteron menyebabkan reabsorbsi natrium (Na) dan air sehingga mengalami

peningkatan dan akhirnya menambah volume intravaskuler.

3. Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis LDL ( Low Density

Lipoprotein) dalam hati dan peningkatan kosentrasi lemak dalam darah

(hiperlipidemia). Adanya hiperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi

lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan

lemak akan banyak dalam urin ( lipiduria ). (Toto Suharyanto, 2009).

2.4 MANIFESTASI KLINIS

1) Kejadian pitting edema (berat badan bertambah)

2) Proteinuria (mengakibatkan kehilangan protein tubuh)

3) Hiperlipidemia (mengakibatkan aterossklerosis)

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium

a) Pemeriksaan sampel urin

Pemeriksaan sampel urin menunjukkan adanya proteinuri (adanya protein di dalam

urin).

b) Pemeriksaan darah

- Hipoalbuminemia dimana kadar albumin kurang dari 30 gram/liter.

- Hiperkolesterolemia (kadar kolesterol darah meningkat), khususnya peningkatan

Low Density Lipoprotein (LDL), yang secara umum bersamaan dengan

peningkatan VLDL.

- Pemeriksaan elektrolit, ureum dan kreatinin, yang berguna untuk mengetahui

fungsi ginjal

2. Pemeriksaan lain

Pemeriksaan lebih lanjut perlu dilakukan apabila penyebabnya belum diketahui secara

jelas, yaitu:

Page 8: sindrom nefrotikk.docx

a. Biopsi ginjal (jarang dilakukan pada anak-anak ).

b. Pemeriksaan penanda Auto-immune (ANA, ASOT, C3, cryoglobulins, serum

electrophoresis).

2.6 Komplikasi

1. Trombosis vena, akibat kehilangan anti-thrombin 3, yang berfungsi untuk mencegah

terjadinya trombosis vena ini sering terjadi pada vena renalis. Tindakan yang

dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan pemberian heparin.

2. Infeksi (seperti haemophilus influenzae and streptococcus pneumonia), akibat

kehilangan immunoglobulin.

3. Gagal ginjal akut akibat hipovolemia. Disamping terjadinya penumpukan cairan di

dalam jaringan, terjadi juga kehilangan cairan di dalam intravaskuler.

4. Edema pulmonal, akibat kebocoran cairan, kadang-kadang masuk kedalam paru-paru

yang menyebabkan hipoksia dan dispnea.

2.7 Penatalaksanaan Medis

a. Suportif

1. Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring

2. Memonitor dan mempertahankan volume cairan tubuh yang normal.

a) Memonitor urin output

b) Pemeriksaan tekanan darah secara berkala

c) Pembatasan cairan, sampai 1 liter

3. Memonitor fungsi ginjal

a. Lakukan pemeriksaan elektrolit, ureum, dan kreatinin setiap hari.

b. Hitung GFR/LFG setiap hari.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung

menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m2)=

*pada perempuan dikali 0,85

Dasar Derajat Penyakit

Derajat PenjelasanLFG

(ml/mn/1.73m2)

1 Kerusakan ginjal dengan LFG ≥ 90

Page 9: sindrom nefrotikk.docx

2

3

4

5

normal atau↑

Kerusakan ginjal dengan

LFG ↓ ringan

Kerusakan ginjal dengan

LFG ↓ sedang

Kerusakan ginjal dengan

LFG ↓ berat

Gagal ginjal

60-89

30-58

15-29

< 15 atau dialisis

(Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 2006)

c. Mencegah komplikasi

d. Pemberian transfusi albumin secara umum tidak dipergunakan Karena efek

kehilangan hanya bersifat sementara.

b. Tindakan khusus

1. Pemberian diuretik (Furosemid IV).

2. Pemberian imunosupresi untuk mengatasi glomerulonefritis (steroids, cyclosporin)

3. Pembatasan glukosa darah, apabila diabetes mellitus

4. Pemberian albumin-rendah garam bila diperlukan

5. Pemberian ACE inhibitor: untuk menurunkan tekanan darah.

6. Diet tinggi protein; cegah makanan tinggi garam

7. Antibiotik profilaktik spektrum luas untuk menurunkan resiko infeksi sampai anak

mendapat pengurangan dosis steroid secara bertahap

8. Irigasi mata/krim oftalmik untuk mengatasi iritasi mata pada edema yang berat

Page 10: sindrom nefrotikk.docx

BAB III

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

3.1 Pengkajian

1. Identitas :

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam kasus pertahun setiap 100.000

anak terjadi pada  usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 : 1.

Pada daerah endemik malaria banyak mengalami komplikasi nefrotic syndrome.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering dikeluhkan adalah adanya bengkak pada wajah atau kaki.

3. Riwayat Penyakit Sekarang ( RPS )

Pada pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawat menanyakan hal berikut: Kaji

berapa lama keluhan adanya perubahan urine output, kaji onset keluhan bengkak pada

wajah dan kaki apakah disertai dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah, kaji

adanya anoreksia pada klien, kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise

4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Pada pengkajian riwayat kesehatan dahulu, perawat perlu mengkaji apakah klien pernah

menderita penyakit edema, apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus 

dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya. Penting dikaji tentang riwayat

pemakaian obat-obatan masa lalu adanya  riwayat alergi terhadap jenis obat dan

dokumentasikan.

5. Riwayat Pada pengkajian psikososiokultural

Adanya kelemahan fisik, wajah, dan kaki yang bengkak akan memberikan dampak rasa

cemas dan koping yang maladaptif pada klien

6. Pemeriksaan fisik

Keadaan umum klien lemah dan terlihat sakit berat dengan tingkat kesadaran biasanya 

compos mentis. Pada TTV sering tidak didapatkan adanya perubahan.

a. Sistem pernapasan.

Page 11: sindrom nefrotikk.docx

Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena

distensi abdomen

b. Sistem kardiovaskuler.

Nadi 70 – 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 – 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa

dijumpai.

c. Sistem persarafan

Dalam batas normal.

d. Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

e. Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi

berat, hernia umbilikalis, prolaps anii.

f. Sistem muskuloskeletal.

Dalam batas normal.

g. Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

h. Sistem endokrin

Dalam batas normal

i. Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

Heat to toe

a. B1 (breathing)

Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas walau secara

frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut. Pada fase lanjut sering

didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas yang merupakan respons

terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.

b. B2 (Blood)

Sering ditemukan penurunan curah jantung respon sekunder dari peningkatan beban

volume.

c. B3 (Brain)

Didapatkan edema wajah terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status neurologis

mengalami perubahan sesuai tingkat parahnya azotemia pada sistem saraf pusat.

d. B4 (Bladder)

Page 12: sindrom nefrotikk.docx

Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola.

e. B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga sering didapatkan penurunan

intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.

f. B6 (Bone)

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari edema tungkai dari

keletihan fisik secara umum

7. Pemeriksaan diagnostic

Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama albumin.

Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran glomerulus.

8. Pengkajian penatalaksanaan medis

Tujuan terapi adalah menceah terjadinya kerusakan ginjal lebih lanjut dan menurunkan

resiko komplikasi. Untuk mencapai tujuan terapi, maka penatalaksanaan tersebut,

meliputi hal-hal berikut

a. Tirah baring

b. Diuretik

c. Adenokortikosteroid, golongan prednisone

d. Diet rendah natrium tinggi protein

e. Terapi cairan. Jika klien dirawat dirumah sakt , maka intake dan output diukur secara

cermat dan dicatat. Cairan diberikan untk mengatasi kehilangan cairan dan berat

badan harian.

3.2 Analisa Data

DATA ETIOLOGI PROBLEM

DS :

-     Klien mengeluh dehidrasi

DO :

Klien tampak sianosis

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan osmotik plasma

Cairan intravaskuler berpindah ke intersisial

Penurunan vol. Intravaskuler

Hipovolemia

Kekurangan volume cairan

Page 13: sindrom nefrotikk.docx

kekurangan vol. Cairan

intravaskuler

DS :-     Klien mengeluh edema.

DO :-     Tampak ada penumpukan

cairan di ekstermitas

Perubahan permeabilitas glomerulus

Protein terfiltrasi bersama urin (proteinuria)

Hilangnya protein plasma

Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan osmotik plasma

Kelebihan vol. cairan

Kelebihan volume cairan

DS :

-     Klien mengeluh kurang

nafsu makan

DO :

-     Klien tampak gemuk

karena pumpukan cairan

Penekanan pada dinding abdomen

Mual, muntah, dan nyeri

Anoreksia

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan

DS :

Klien mengeluh malaise

DO :

-     Klien tampak pucat

-     Klien tampak cemas

Perubahan status kesehatan

Kurang pengetahuan tentang penyakit

Krisis situasional

Ansietas

Ansietas

3.3 Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein, cairan dan edema.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan akumulasi cairan di dalam jaringan.

Page 14: sindrom nefrotikk.docx

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan nafsu

makan (anoreksia).

d. Ansietas Berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.

3.4 Intervensi Keperawatan

Hari/ Tgl

Dx Tujuan & kriteria

hasil

Intervensi Rasional

1 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan Kekurangan vol. cairan tidak terjadi denganKriteria Hasil:- Tidak ditemukannya

atau tanda-tandanya  kehilangan cairan intravaskuler seperti:a. Masukan dan

keluaran seimban

b. Tanda vital yang stabil

c. Elektrolit dalam batas normal

Hidrasi adekuat yang ditunjukkan dengan turgor kulit yang normal

a. Awasi TTVb. Kaji masukan dan

haluaran cairan. Hitung kehilangan tak kasat mata.

c. Kaji membran mukosa mulut  dan elastisitas turgor kulit

d. Berikan cairan sesuai indikasi ; misalnya albumin

e. Berikan cairan parenteral sesuai dengan petunjuk

f. Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh protein (albumin)

a. Hipotensi ortostatik dan takikardi indikasi hipovolemia.

b. Membantu memperkirakan kebutuhan penggantian cairan.

c. Membran mukosa kering, turgor kulit buruk, dan penurunan nadi dalah indikator dehidrasi

d. penggantian cairan tergantung dari berapa banyaknya cairan yang hilang atau dikeluarkan.

e. Pemberian cairan parenteral diperlukan, dengan tujuan mempertahankann hidrasi yang adekuat.

f. Mengkaji untuk penanganan medis berikutnya.

2 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan Kelebihan volume cairan terkontrol denganKriteria Hasil:a. Pasien tidak

menunjukan tanda-

a. Pantau asupan dan haluaran cairan setiap pergantian

b. Timbang berat badan tiap hari

c. Programkan pasien pada diet rendah natrium selama fase edema

d. Kaji kulit, wajah, area tergantung untuk edema.

a. Pemantauan membantu menentukan status cairan pasien.

b. Penimbangan berat badan harian adalah pengawasan status cairan terbaik.

Page 15: sindrom nefrotikk.docx

tanda akumulasi cairan.

Pasien mendapatkan volume cairan yang tepat.

Evaluasi derajat edema (pada skala +1 sampai +4).

e. Awasi pemerikasaan laboratorium, contoh: BUN, kreatinin, natrium, kalium, Hb/ht, foto dada

f. Berikan obat sesuai indikasi Diuretik, contoh furosemid (lasix), mannitol (Os-mitol;)

Peningkatan berat badan lebih dari 0,5 kg/hari diduga ada retensi cairan.

c. Suatu diet rendah natrium dapat mencegah retensi cairan

d. Edema terjadi terutama pada jaringan yang tergantung pada tubuh.

e. Mengkaji berlanjutnya dan penanganan disfungsi/gagal ginjal. Meskipun kedua nilai mungkin meningkat, kreatinin adalah indikator yang lebih baik untuk fungsi ginjal karena tidak dipengaruhi oleh hidrasi, diet, dan katabolisme jaringan.

f. Diberikan dini pada fase oliguriauntuk mengubah ke fase non oliguria, untuk melebarkan lumen tubular dari debris, menurunkan hiperkalimea, dan meningkatkan volume urine adekuat

3 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan

a. Kaji / catat pemasukan diet.

b. Timbang BB tiap hari.

a. Membantu dan mengidentifikasi defisiensii dan

Page 16: sindrom nefrotikk.docx

kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan Kriteria hasil:- Klien dapat

mempertahankan berat badan yang diharapkan

c. Tawarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan .

d. Berikan makanan sedikit tapi sering.

e. Berikan diet tinggi protein dan rendah garam.

f. Berikan makanan yang disukai dan menarik.

g. Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh: BUN, albumin serum, transferin, natrium, dan kalium.

kebutuhan diet.b. Perubahan

kelebihan 0,5 kg dapat menunjukkan perpindahan keseimbangan cairan.

c. Meningkatkan nafsu makan

d. meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.

e. Memenuhi kebutuhan protein, yang hilang bersama urine.

f. Pasien cenderung mengonsumsi lebih banyak porsi makan jika ia diberi beberapa makanan kesukanannya.

g. Indikator kebutuhan nutrisi, pembatasan, dan efektivitas terapi.

4 Setelah dilakukan tindakan selama 3x24 jam diharapkan Rasa cemas berkurang setelah mendapat penjelasan denganKriteria hasil:- Klien

mengungkapkan sudah tidak takut terhadap tindakan perawatan, klien tampak tenang, klien kooperatif.

a. Berikan motivasi pada keluarga untuk ikut secara aktif dalam kegiatan perawatan klien.

b. Jelaskan pada klien setiap tindakan yang akan dilakukan.

c. Observasi tingkat kecemasan klien dan respon klien terhadap tindakan yang telah dilakukan.

a. Deteksi dini terhadap perkembangan klien.

b. Peran serta keluarga secara aktif dapat mengurangi rasa cemas klien.

c. Penjelasan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan yang akan dilakukan.

Page 17: sindrom nefrotikk.docx

3.5 Evaluasi

Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik diharapkan

sebagai berikut:

a. Kekurangan volume cairan teratasi

b. Kelebihan volume cairan teratasi

c. Meningkatnya asupan nutrisi

d. Peningkatan kemampuan aktivitas sehari-hari

e. Penurunan kecemasan

Page 18: sindrom nefrotikk.docx

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sindrom nefrotik adalah suatu kumpulan gejala gangguan klinis, meliputi hal-hal:

Proteinuria masif> 3,5 gr/hr, Hipoalbuminemia, Edema, Hiperlipidemia. Manifestasi dari

keempat kondisi tersebut yang sangat merusak membran kapiler glomelurus dan

menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus.

Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis ditandai oleh peningkatan protein,

penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), edema dan serum kolesterol yang tinggi

dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia). (Brunner & Suddarth, 2001).

Etiologi nefrotik sindrom dibagi menjadi 3, yaitu primer (Glomerulonefritis dan

nefrotik sindrom perubahan minimal), sekunder (Diabetes Mellitus, Sistema Lupus

Erimatosis, dan Amyloidosis), dan idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).Tanda paling

umum adalah peningkatan cairan di dalam tubuh. Sehingga masalah keperawatan yang

mungkin muncul adalah kelebihan volume cairan berhubungan, perubahan nutrisi kurang dari

kebutuhan, resiko kehilangan volume cairan intravaskuler, dan kecemasan.

4.2 Saran

Demikian makalah yang kami sampaikan. Kami berharap agar makalah yang kami

buat ini dapat bermanfaat bagi para dosen, teman-teman dan pembaca sekalian.