sindrom chusing
DESCRIPTION
makalah sindrom chusingTRANSCRIPT
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sindrom cushing adalah kumpulan keadaan klinis yang diakibatkan oleh
efek metabolik dari kadar glukokortikoid atau kortisol yang meningkat dalam darah.
Nama penyakit ini diambil dari Harvey Cushing seorang ahli bedah yang pertama
kali mengidentifikasi penyakit ini pada tahun 1912. Sindrom cushing terjadi akibat
kelebihan glukokortikosteroid. Sangat sering terjadi akibat pemberian kortikosteroid
terapeutik (Gleadle, 2010).
Kumpulan gejala klinis yang ditemukan yaitu hipertensi, striae,
osteoporosis, hiperglikemia, moon face, buffalo hump (penumpukan lemak di area
leher, dan lain sebagainya. Gejala klinis yang ditemukan sangat mudah berpengaruh
terhadap perkembangan penyakit selanjutnya atau risiko komplikasinya.
Prevalensi sindroma cushing ini pada laki-laki sebesar 1:30.000 dan pada
perempuan 1 : 10.000. Angka kematian ibu yang tinggi pada sindrom cushing
desebabkan oleh hipertensi berat sebesar 67%, diabetes gestasional sebesar 30%.
Kematian ibu telah dilaporkan sebanyak 3 kasus dari 65 kehamilan dengan sindrom
cushing (Hernaningsih dan Soehita, 2009).
Oleh karena itu, untuk mencegah angka kematian khususnya ibu pasca
melahirkan dengan sindrom cushing yang semakin bertambah kami mencoba untuk
menyusun asuhan keperawatan penyakit sindrom cushing. Kami akan menyusun
asuhan keperawatan penyakit sindrom chusing secara umum yang baik.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari sindrom cushing?
2. Apa saja etiologi dari sindrom cushing?
3. Apa manifestasi klinis dari sindrom cushing?
1
4. Bagaimana patofisiologi dari sindrom cushing?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan sindrom
cushing?
6. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan sindrom cushing?
7. Komplikasi apa yang dapat terjadi pada sindrom cushing?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan sindrom cushing?
1.3. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menjelaskan konsep patologis penyakit sindrom cushing dan
menyusun asuhan keperawatan pada klien yang mengalami sindrom
cushing.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui konsep anatomi dari kelenjar adrenal.
b. Dapat mengetahui proses terjadinya dari sindrom cushing
c. Mampu mengidentifikasi tanda dan gejala sindrom cushing
d. Mampu memahami masalah keperawatan yang sedang terjadi pada
klien dengan sindrom cushing
e. Dapat merumuskan asuhan keperawatan dari sindrom cushing
1.4. Manfaat
Bagi mahasiswa Makalah ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
bacaan oleh mahasiswa khususnya keperawatan sebagai informasi mengenai konsep
penyakit sindrom cushing dan penyusunan asuhan keperawatan pada klien dengan
sindrom cushing yang tepatsehingga dapat meminimalisir angka kejadian cushing
sindrom.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi fisiologi Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal terletak di kutub atas kedua ginjal. Kelenjar adrenal juga
disebut sebagai kelenjar suprarenalis karena letaknya yang ada di atas ginjal. Selain
itu kelenjar adrenal juga disebut kelenjar anak ginjal karena lokasinya yang
menempel pada ginjal.
Kelenjar adrenal tersusun dari dua lapis yaitu korteks dan medulla. Korteks
adrenal esensial untuk bertahan hidup. Kehilangan hormon adrenokortikal dapat
menyebabkan kematian. Korteks adrenal mensintesis tiga kelas hormon steroid
yaitu mineralokortikoid, glukokortikoid, dan androgen (Hotma, 2010).
Hormon mineralokortikoid pada manusia yang utama adalah aldosteron
dibentuk di zona glomerulosa. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit
dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktivitas fisiologik ini
selanjutnya membantu dan mempertahankan tekanan darah normal dan curah
jantung.
Hormon glukokortikoid pada manusia yang utama adalah kortisol dibentuk
di zona fasikulata. Kortisol memiliki efek pada tubuh seperti metabolisme glukosa
1
yaitu glukoneogenesis yang meningkatkan kadar glukosa darah, metabolisme
protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, inflamasi dan imunitas.
Korteks adrenal mensekresi sejumlah kecil steroid seks dari zona retikularis.
Adrenal mensekresi sedikit androgen dan esterogen.
2.2 Hormon glukokortikoid (kortisol)
Kortisol adalah glukokortikoid utama dihasilkan oleh zona fasikulata (ZF)
dan zona reticularis (ZR) bagian dalam yang dirangsang oleh ACTH
(adenokortikotropik hormon). Sekresi kortisol memiliki pola tertinggi ketika
bangun tidur (pagi) dan terendah pada waktu tidur (malam atau bed time). Sekresi
kortisol mencapai puncaknya antara pukul 06.00 sampai 08.00 WIB. Selain itu,
produksi kortisol juga meningkat pada waktu latihan fisik karena penting untuk
meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai bahan pembentuk energi.
Jumlah kortisol normal pada jam 09.00 WIB sebesar 6-20 µg/dl, pada
tengah malam kurang dari 8 µg/dl. Kortisol terikat erat dengan transkortin atau
Cortisol-Binding Globulin (CBG) ± 75% dari jumlah kortisol seluruhnya. 15%
terikat kurang erat dengan albumin, dan 10% dari jumlah kortisol seluruhnya
memiliki efek metabolik.
Berikut beberapa efek metabolik kortisol, yaitu :
(a) Protein : Proses katabolik sehingga meningkatkan glukoneogenesis
(b) Lemak :Proses lipolisis sehingga pelepasan lemak bebas (FFA) meningkat
dan menyebabkan deposisi lemak sentripetal (Buffalo Hump)
(c) Karbohidrat :Penyerapan glukosa di otot dan lemak menurun, sekresi
glukosa oleh hepar meningkat sehingga sel beta pankreas dapat dilemahkan
(DM tersembunyi muncul).
Fungsi kortisol berlawanan dengan insulin yaitu menghambat sekresi insulin
dan meningkatkan proses glukoneogenesis di Hepar. Sekresi kortisol juga
dirangsang oleh beberapa faktor seperti trauma, infeksi, dan berbagai jenis stres.
Kortisol akan menghambat proteksi dan efek dari berbagai mediator dari proses
1
inflamasi dan imunitas seperti interleukin-6 (IL-6), Lymphokines, Prostaglandins,
dan histamine
Produksi kortisol dibutuhkan untuk produksi Angiostensin-II yaitu efek
unutk vasokontriksi dan vasotonus sehingga dapat membantu mempertahankan
tonus pembuluh darah yang adekuat (adequate vascular tone). Tonus pembuluh
darah yang adekuat untuk mengatur tonus arteriol dan memlihara tekanan darah.
Glukokortikoid juga meningkatan sekresi air (renal free water clearance), ekskresi
K+, retensi Na+ dan menekan penyerapan kalsium di tubulus renalis.
Mekanisme sekresi kortisol yaitu ketika kadar kortisol dalam darah menurun
maka target cells yaitu kelenjar adrenal menstimulasi hipofisis untuk mensekresi
ACTH, agar ACTH tersekresi maka perlu menstimulasi hipotalamus untuk sekresi
ACRH.
ACRH Adrenocortico Releasing Hormon berperan mengontrol sintesa sekresi
hormon hipofisis. TSH
2.3 Definisi Cushing Syndrome
Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi kelenjar adrenal
sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol). Bentuk
gangguan ini relatif jarang dijumpai.
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan mencakup
kelebihan glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian terapeutik
kortikosteroid.
1
Sindrom cushing merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan
hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang tinggi secara abnormal karena
hiperfungsi korteks adrenal. Sindromnya dapat tergantung kortikotropin (ACTH)
ataupun tidak tergantung ACTH.
2.4 Etiologi Cushing Syndrome
Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi
di dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan.
Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh penyebab di luar maupun di
dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh yaitu sindroma chusing
latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi
dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol
di dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan
pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon
yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini
dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-80%
wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
1) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise yang
menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menstimulasi
kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
2) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang terjadi,
dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi ACTH, kemudian
tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan. Tumor ini bisa jinak atau
ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru seperti oat cell carcinoma dari
paru dan tumor karsinoid dari paru, pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid
(karsinoma moduler tiroid), atau thymus (tumor thymus).
3) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi akibat
1
adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat juga tumor
ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
4) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
5) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor adrenokorteks
yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi kadang-kadang
adenoma benigna.
2.5 Patofisiologi
Glukokortikoid meningkat karena berbagai faktor baik dari luar maupun
dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan pada poin etiologi chusing syndrome.
Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah
sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan
perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti
dibawah ini:
1.) Metabolisme protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki
glukokortikoid menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk
protein untuk mensistesis protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino
ke sel otot dan mungkin juga ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid
menyebabkan konsentrasi asam amino intrasel menurun sehingga sintesis
protein juga menurun.
Sintesis protein yang menurun memicu peningkatan terjadinya proses
katabolisme protein yang sudah ada di dalam sel. Proses katabolisme protein ini
dan proses kortisol memobilisasi asam amino dari jaringan ekstrahepatik akan
menyebabkan tubuh kehilangan simpanan protein pada jaringan perifer seperti
kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau seluruh sel tubuh kecuali yang ada
di hati.
Oleh karena itu secara klinis dapat ditemukan kondisi kulit yang
mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh dengan lambat. Ruptura
serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang pada kulit berwarna
ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah. Penipisan dinding
1
pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah
menyebabkan mudah timbul luka memar.
Matriks protein tulang menjadi rapuh dan menyebabkan osteoporosis,
sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis. Kehilangan asam amino
terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino tersedia dalam
plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga
pembentukan glukosa meningkat.
2.)Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat
lain oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali
lipat. Salah satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah
penyimpanan glikogen dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa
oleh kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi
nikotinamid-adenin-dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena
NADH harus dioksidasi agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan
dalam mengurangi pemakaian glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian
glukosa oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar
plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti
ketika kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas
banyak jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek
perangsangan insulin pada ambilan dan pemakaian glukosa.
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin
pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia.
Pada seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka
efek dari glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin
untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan
sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan
tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
1
3.)Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan
dan mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat
tidak ada maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan
dimobilisasi oleh kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma
meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan
penumpukan lemak berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan lemak
terakumulasi didaerah sentral tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon
face). Memadatnya fossa supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk
bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat
atropi otot memberikan penampilan klasik perupa penampilan Chusingoid.
4.)Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi
humoral oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang
lainnya tergantung pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang
tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna
pada jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T
dan antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap
sebagian besar benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan
menghambat pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon
primer terhadap anti gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap
tingkatan berikut ini yaitu proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem
monosit makrofag, Induksi dan proleferasi limfosit imunokompeten, produksi
anti bodi, reaksi peradangan,dan menekan reaksi hipersensitifitas lambat.
5.)Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum.
Glukokortikoid yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan
menyebabkan retensi natrium dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan
edema, hipokalemia dan alkalosis metabolik.
1
6.)Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin
dapat meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan
faktor-faktor ini dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.)Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai
dengan oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi
singkat.
8.)Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi
jaringan limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan
peningkatan eritropoiesis.
1
WOC
Faktor di luar tubuh
Faktor dalam tubuh
Stress Farmakologi seperti kortikosteroid
Gg kel adrenal
Hyperplasia adrenal
Produksi ACTH berlebih
Melepas CRH dari ACTH berlebih
Menekan kemampuan aksis hipotalamus dan
hipofisis
Glukokortikoid atau kortisol meningkat
Kemampuan sintesis protein
menurun
Asam lambung, pepsin meningkat
Metabolism protein
Perlukaan mukosa lambung
MK : Nyeri Akut
Meabolisme Lemak
Asam Lemak di sel meningkat
Obesitas
Moon Face
Buffalo hump/punguk
kerbau
MK : Gg. Citra Tubuh
System kekebalan
Menghambat respon system
kekebalan imun
Menghambat pembentukan
antibody humoral
Antibody menurun
MK : Resiko Tinggi Infeksi
Retensi Na dan pembuangan Ca meningkat
Retensi Na +
Pembuangan Ca
Penumpukkan cairan
MK : Kelebihan vol
cairan
Kehilangan simpanan
protein
1
2.6 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang
dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat,
peningkatan lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-
anak cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome
antara lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
1
Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk :
(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
(National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)
2.7 Penatalaksanaan Chusing Syndrome
Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon
kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara
pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol.
Jika penyebabnya adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang
digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi
dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan
gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid
dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek
samping.
a. Hipofisis Adenoma
Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis. Cara yang
paling banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor, yang dikenal
sebagai transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop
khusus dan instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar
pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir
atas. Tingkat keberhasilan atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80
persen bila dilakukan oleh seorang ahli bedah yang berpengalaman. Setelah
operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH dua tetes di bawah normal. Hal ini
merupakan penurunan yang alami, namun untuk sementara klienakan diberi
bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau prednisone).
1
Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal, dapat
dilakukan metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6.
Hal ini memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa
lebih baik. Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane
(Lysodren) dapat membantu mempercepat pemulihan. Mitotane dapat menekan
produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat
keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai
40 persen. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk
mengontrol produksi kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide,
metyrapone, trilostane dan ketoconazole.
b. Ektopik ACTH Syndrome
Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH
ektopik dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker
yang mensekresi ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi,
kemoterapi, imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada
jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH,
tumor mensekresi ( misalnya, kanker paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil
dan bahkan telah menyebar luas pada saat diagnosis, obat penghambat, seperti
Mitotane, merupakan bagian penting dari pengobatan. Pada beberapa kasus,
jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi pengangkatan kelenjar adrenal
( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara pengobatan.
c. Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar
adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi
pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.
2.8 Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang
Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium
dengan memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.
1
Pemeriksaan
LaboratoriumVariabel Hasil
a. Hormon Metabolik
b. Sel Darah
c. Glukosa
a) 17-
Hidroksikortikoid
(17–OHCS)
b) 17-ketosteroid
(17–KS)
a) Eosinofil
b) Neutrofil
c) Darah
d) Urin
Naik
Naik
Turun
Naik
Naik
Turun
Normal
Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah
1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal pada
kadar kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada gangguan fungsi
adrenal.
2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom
cushing apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason diberikan pada pukul
11 malam dan kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya.
3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk
memeriksabkadar 17-hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang
merupakan metabolit kortisol & androgen dalam urine. Pada sindrom cushing
kadar metabolit dan kadar kortisol plasma akan meningkat.
4. Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor), untuk membedakan tumor
hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.
5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab
sindrom cushing.
6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal &
mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal.
1
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang Hasil
a. Foto Rontgen tulang
b. Pielografi
Laminografi
c. Arteriografi
d. Scanning
e. Ultrasonografi
f. Foto Rontgen Kranium
a. Osteoporosis terutama pelvis, Kranium, kosta,
vertebra
b. Pembesaran adrenal (Karsinoma)
Lokalisasi tumor adrenal
c. Hiperplasi
d. Tumor
e. Hiperplasi
f. Tumor Hipofisis
2.9 Prognosis
Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh
karena gangguan kardiovaskuler dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan
membaik, bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler
irreversibel.
Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu
klienmengalami stres dan dipelrukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau
yang lainnya cepat menjadi fatal oleh karena kakeksia dan atau metastasis.
1
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Contoh Kasus Sindrom Chusing
Ny. A, 36 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan tubuhnya semakin gemuk.
Tadinya ia mengira mungkin sedang hamil karena perutnya besar dan sudah 2 bulan ia
tidak mendapat haid. Ia sudah melakukan tes urin untuk kehamilan tetapi ternyata
hasilnya negative. Ia pun mengeluh pusing dan wajahnya yang akhir-akhir ini banyak
timbul jerawat. Ia pun mengeluh otot-ototnya sangat lemah dan ia cepat merasa lelah.
Sejak seminggu yang lalu tulang punggungnya terasa nyeri. Pada pemeriksaan awal
didapatkan : TB = 160 cm, BB= 76 kg, Suhu = 37o C, TD = 150/90 mmHg, Nadi =
100x/m, volume sedang, regular, Pernapasan = 20x/menit, regular.
Ny. A berwajah bundar dengan banyak jerawat dan kulitnya berminyak.
Tubuhnya gemuk dengan lengan, tangan, dan jari-jari relative kecil atau kurus. Pada
pemeriksaan lebih lanjut terhadap Ny. A diketahui bahwa Ny. A adalah penderita asma
yang sering kambuh. Bila kambuh, Ny. A meminum obat racikan yang diberikan dokter
sejak beberapa tahun terakhir. Karena merasa obat itu cocok, Ny. A selalu membawa
obat racikan itu (dalam kapsul) kemana-mana dan meminumnya setiap sesak nafasnya
timbul tanpa lebih dulu berkonsultasi dengan dokternya. Akhir – akhir ini asmanya
memang sering kambuh entah apa sebabnya. Selama ini, kecuali asma, Ny. A tidak
merasa menderita penyakit apapun. Sebulan yang lalu ia jatuh dan tulang punggungnya
terasa nyeri hingga sekarang terutama bila ia membungkuk atau berdiri terlalu lama. Ny.
A tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :
1. Kalium : 3,0 mg/dl
2. Na : 150 mg/dl
3. Hb : 11,9 g%
4. Leukosit : 7800/mm²
5. Gula darah sewaktu : 225 mg/dl
6. Trombosit : 172.000/mm²
1
Kulit Ny. A terutama diwajah dan punggungnya banyak terdapat bercak-bercak
kehitaman. Punggung Ny. A tampak agak membungkuk, lingkar perut 90cm. dinding
perut tampak / beberapa striae berwarna biru keunguan.
Shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba.
3.2 Pembahasan kasus
Pengkajian
Identitas:
Nama : Ny. A
Umur : 36 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Alamat : Mulyorejo, Surabaya
Keluhan utama : Merasa tubuhnya semakin gemuk
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. A usia 36 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan merasa tubuhnya
semakin gemuk, akhir-akhir ini wajah timbul jerawat, otot-ototnya sangat lemah dan
cepat lelah. Satu minggu lalu tulang punggungnya terasa nyeri bila membungkuk dan
berdiri terlalu lama, asmanya juga sering kambuh akhir-akhir ini
Riwayat Penyakit Dahulu :
a) Penderita asma
b) Sebulan yang lalu pernah jatuh dan tulang punggungnya terasa nyeri
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak mempunyai keturunan darah tinggi dan diabetes mellitus
Riwayat Pengobatan :
Obat racikan dari dokter dalam bentuk kapsul bebrapa tahun lalu (curiga pemakaian
steroid) untuk mengobati asma.
1
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : tampak lemah
Kesadaran : compos mentis
Tanda vital :
a) Suhu : 370C
b) TD : 150/90 mmHg hipertensi grade 1
c) N : 100/menit, reguler
d) RR : 20x/menit
e) TB : 160 cm
f) BB : 76 kg
Wajah : Bundar, banyak jerawat dan kulit berminyak
Kulit : Wajah dan punggungnya terdapat bercak-bercak kehitaman
Abdomen : Lingkar perut = 90 cm
Dinding perut terdapat striae berwarna biru keunguan
Shifting dullness tidak ada
Hepar, Lien : Tidak teraba
Pinggang : Agak kaku
Ekstremitas : Lengan, tangan, dan jari-jari relatif kecil/kurus
Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Interpretasi
Hb 11,9 mg/dl 12-15 mg/dl Menurun
Leukosit 7.800/mm3 5.000-10.000/mm3 Normal
Trombosit 172.000/mm3 150.000-
400.000/mm3
Normal
GDS 225 mg/dl < 200 mg/dl Meningkat(hiperglikemi)
Kalium 3,0 mg/dl 3,5-5,2 mg/dl Menurun(hipokalemi)
Natrium 150 md/dl 135-145 mg/dl Meningkat
(hipernatrium)
76 kg/(1,6)m^2 = 29,6875overweight
1
Pemeriksaan laboratorium tambahan :
a) Darah lengkap
b) Elektrolit darah seperti Na, K
c) Kadar gula darah sewaktu, puasa, post prandial, HbA1c untuk mengetahui
adanya DM
d) Kadar kortisol plasma dan urine 24 jam
e) Test Supresi Dexametason
f) Urin lengkap untuk tahu fungsi ginjal
Pemeriksaan penunjang tambahan :
a) Foto X-ray pada tulang vertebra untuk mengetahui adanya fraktur tulang
b) Bone Mass Densitometry (BMD) untuk mengetahui adanya osteoporosis
c) CT-scan untuk memastikan diagnosis tumor
Analisa Data
Data penunjang Etiologi Masalah
DS:
Merasa tubuh semakin
gemuk
DO:
- IMT 29,6875 dari TB
160 cm, BB 76 kg
(overweight)
- Terdapat Jerawat
- Kulit wajah berminyak
- Moon Face
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
Mobilisasi asam lemak
Asam lemak dalam plasma
meningkat
Distribusi jaringan adipose
menumpuk di sentral
Moon face, buffalo hump
Gangguan citra tubuh
Gangguan Citra Tubuh
1
DS:
Merasa pusing
DO:
TD : 150/90 mmHg
Oedema :
Intake :
Minum: 500 ml/24 jam
Infus: 500ml/24jam
Output :
Urine: 300 ml/ 24 jam
Muntah: Pasien tidak
memuntahkan
makananya
Asites : Perut
membesar sudah 2
bulan
Ketidakseimbangan hormon
mineralokortikoid
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
Retensi natrium
Penumpukan cairan
Kelebihan volume cairan
Kelebihan Volume
Cairan
DS:
Tulang punggungnya terasa
nyeri
DO:
Hasil Bone Mass
Densitometry (BMD)
P : saat berdiri terlalu lama
Q : cenut-cenut
R : sekitar punggung
S : menunjukkan angka 6
T : sebentar
Ketidakseimbangan hormon
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
Pengambilan ion kalsium
dalam tulang masuk ke dalam
darah
Densitas tulang berkurang
Nyeri Akut
1
DS :
Merasa seluruh badannya
lemah
DO :
Kemampuan berdiri dari
posisi duduk terbatas
aktivitas dibantu keluarga
dan perawat
tirah baring /imobilisasi
Sintesis protein di sel
meningkat
Katabolisme protein di sel
meningkat
Kehilangan simpanan protein
Produk protein di otot dan
tulang menurun
Pembentukan energy
meningkat
Intoleransi aktivitas
Intoleransi Aktivitas
1
WOC Ny. A
Asma
Penggunaan steroid jangka panjang
Hiperadrenokortikoid
Produksi kortisol
Gluksoa
Insulin tidak efektif
α gliserol
Asam lemak
Kortisol memobilisasi
as.lemak
As.lemak di plasma
Penumpukan lemak
Distribusi lemak sentral
Obesitas trunkus
MK. Ggn Citra Diri
Menekan pengangkutan as.amino
Konsentrasi as.amino intrasel
Sentesis protein
Metabolisme protein
Tubuh kekurangan protein
Atropi tulang Atropi kulit
StriaeOsteoporosis
Trauma jatuh
Atropi Otot
Lemah
MK. Intoleransi Aktivitas
Ketidakseimbangan elektrolit
Retensi Natrium
Edema
MK. Kelebihan Volume cairan
MK. Nyeri akut
1
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air akibat
kortisol meningkat.
2. Nyeri akut berhubungan dengan cedera akibat jatuh.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di
otot menurun.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face.
Intervensi, Implementasi
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol
dalam darah meningkat
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan
stabil, TTV rentang normal
Intervensi Rasional
Observasi masukan dan keluaran, catat
keseimbangannya.
Timbang berat badan tiap hari
Menunjukan status volume sirkulasi,
terjadinya perbaikan atau perpindahan
cairan, peningkatan BB sering
menunjukkan retensi cairan lanjut
Pantau tekanan darah
Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan volume
cairan tetapi mungkin tidak terjadi karena
perpindahan cairan keluar area vaskuler
Observasi derajat perifer atau sentral
yang mengalami edema dependen
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai
akibat retensi natrium dan air, penurunan
albumin dan penurunan ADH.
Menentukan derajat edema yang sedang
dialami agar intervensi dapat dilakukan
dengan tepat
1
Pantau albumin serum dan elektrolit
(khususnya kalium (Ca) dan natrium
(Na).
Penurunan albumin serum memperngaruhi
tekanan osmotic koloid plasma,
mengakibatkan pembentukan edema
Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga
sintesis protein dapat ditingkatkan,
mengurangi retensi natrium, edema dapat
diminimalisir
Nyeri akut berhubungan dengan cedera akibat jatuh
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 1x24 jam nyeri yang dirasakan bisa berkurang
bahkan hilang
Kriteria hasil : TTV stabil, klien mampu mengeskpresikan rasa nyeri telah berkurang
Intervensi Rasional
Observasi tekanan darah klien
Homeostasis tubuh sangat dipengaruhi oleh
kondisi stres akibat nyeri yang dirasakan.
Tekanan darah biasanya meningkat pada
kondisi tersebut
Observasi klien agar mampu
menggambarkan PQRST, hal apa yang
memicu nyeri, di daerah mana nyeri itu
dirasakan, seberapa nyeri (kita bisa
memberi skala nilai nyeri kepada klien )
Tindakan yang akan dilakukan bisa tepat
sesuai target
Hindari gerakan berlebih yang mampu
memicu rasa nyeri
Meminimalisir rasa nyeri yang dirasakan
sehingga homeostasis tetap stabil
Ajarkan klien untuk distraksi, pengalihan Meminimalisir rasa nyeri yang dirasakan
1
rasa nyeri dengan istirahat atau
berkomunikasi dengan klien
dengan tidak fokus pada rasa nyeri
melainkan pada kegiatan lain
Tindakan kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian analgetik
Menekan rasa nyeri dengan obat analgetik
seperti asam mefenamat
Tindakan kolaboratif untuk foto rontgen
apabila nyeri masih dirasakan mungkin
ada perubahan posisi tulang akibat jatuh
dan butuh tindakan lanjut
Mengantisipasi tindakan tepat selanjutnya
untuk mengurangi nyeri dengan melihat
area yang terasa nyeri
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit
(mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan
secara bertahap
Intervensi Rasional
Batasi aktivitas klien
Menurunkan permintaan untuk
metabolisme pembentukan energi oleh
tubuh saat beraktivitas
Observasi kadar kortisol klien dengan
pemeriksaan laboratorium darah
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam
darah, sehingga mempunyai acuan untuk
menurunkan kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga
sintesis protein dapat ditingkatkan,
mengurangi retensi natrium, edema dapat
diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara
bertahap dari posisi berbaring, miring ke
kanan dan ke kiri dilanjutkan posisi
duduk, berdiri dan berjalan
Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan
otot klien dan menilai sejauh mana gerakan
yang dapat dilakukan
1
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan obesitas, jerawat dan moon face
7.
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu mengeskpresikan diri dan
mampu menerima kondisi
Kriteria hasil : Klien tidak mengeluh, klien mampu berkoordinasi atau bekerjasama
dengan perawat dalam tindakan keperawatan, klien dapat membicarakan
diri sendiri secara positif
Intervensi Rasional
Bina hubungan saling percaya Dengan hubungan saling percaya, klien
akan dapat mengungkapkan perasaannya
dan masalahnya
Observasi tingkat pengetahuan pasien
tentang kondisi dan pengobatan
Mengidentifikasi luas masalah dan perlunya
intervensi
Diskusikan arti perubahan pada pasien
Beberapa pasien memandang situasi sebagai
tantangan, beberapa sulit menerima
perubahan hidup/penampilan peran dan
kehilangan kemampuan control tubuh
sendiri
Anjurkan orang terdekat memperlakukan
pasien secara normal dan memberi
dukungan suportif (tidak merendahkan)
Menyampaikan harapan bahwa klien
mampu untuk menjalani situasi, tidak akan
ada yang berubah perhatiannya kepada klien
dan membantu untuk mempertahankan
perasaan harga diri dan tujuan hidup
Jelaskan apa yang menyebabkan
pertambahan berat badan, jerawat dan
moon face yang sedang dialami
Penting sebagai edukasi agar klien mampu
mengubah pola pikirnya
Hindari faktor risiko pemicu kenaikan
kortisol
Kenaikan kortisol semakin membuat
kondisi klien menurun
1
Penatalaksanaan pada pasien
Medikamentosa :
a) Hentikan obat kortikosteroid secara tapering off sambil mengkontrol keadaan
klien
b) Untuk hipertensi diberikan ACE-inhibitor dan ARB
c) Untuk osteoporosis diberikan kalsium, vitamin D, dan bifosfonat untuk
meningkatkan matriks tulang
d) Untuk asthma diberikan bronkodilator non steroid
Non medikamentosa :
a) Hindari pemicu terjadinya asma (alergen)
b) Jangan minum obat sembarangan bahaya efek samping
c) Diet (rendah garam,rendah kalori,tinggi protein dan tinggi kalium)
d) Konsultasi ke ahli penyakit dalam,orthopedik dan rehabilitasi medik
1
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Cushing sindrom adalah kelainan hiperfungsi kelenjar adrenal yang bertugas
memproduksi glukokortikoid atau kortisol. Pada penyakit ini kadar kortisol dalam
darah meningkat. Faktor pemicu keadaan tersebut ada dua yaitu faktor luar dan
dalam tubuh. Secara umum yang paling sering terjadi yaitu pengobatan
kortikosteroid dan keganasan dalam tubuh yang memicu peningkatan CRH oleh
hipotalamus dan ACTH dari hipofisis sebagai respon umpan balik saat sel target
akan hormon kortisol. Hormon kortisol yang meningkat memberikan dampak pada
beberapa fungsi tubuh seperti penumpukan lemak pada daerah sentral yang disebut
moon face, tubuh semakin gemuk baik akibat kelebihan volume cairan maupun
penumpukan lemak, dan lain sebagainya.
4.2 Saran
Setelah mengetahui dan memahami bagaimana proses penyakit cushing
sindrom dan asuhan keperawatan kepada klien dengan cushing sindrom, mahasiswa
keperawatan sebaiknya mampu menerapkannya dalam praktik lapangan. Hasil
diskusi kelompok kami ini tentunya masih memiliki banyak kekurangan, oleh
karena itu kami memohon kritik dan saran sehingga dapat membangun
kesempurnaan makalah ini.