guilien bare sindrom
DESCRIPTION
kerusakan saraf perifer pada N VIIITRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Guillain Bare Sindrom (GBS) adalah suatu sindroma klinis dari kelemahan
akut ekstremitas tubuh, yang disebabkan oleh kelainan saraf tepi dan bukan oleh
penyakit sistemis.1 Guillain Bare Sindrom mengambil nama dari dua Ilmuwan
Perancis, Guillain (baca Gilan) dan Barré (baca Barre), yang menemukan dua
orang prajurit perang di tahun 1916 yang mengidap kelumpuhan kemudian
sembuh setelah menerima perawatan medis. Penyakit ini menjangkiti satu dari
40,000 orang tiap tahunnya.2
Penyakit ini terjadi setelah prosedur infeksi akut. Sindroma Guillain Barre
mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit ini adalah bentuk
kelumpuhan akut di daerah tubuh bagian bawah yang bergerak ke arah
ekstremitas atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu
mengalami kelumpuhan tubuh lengkap.
Guillain Bare Sindrom adalah suatu kelainan mengancam kehidupan
dan memerlukan perawatan yang tepat waktu dan perawatan suportif dengan
imunoglobulin intravena atau plasmaferesis. Sayangnya banyak orang kehilangan
nyawa mereka tanpa perawatan medis yang tepat dan cepat. Dysautonomia dan
komplikasi paru merupakan alasan dasar untuk komplikasi kematian fatal
lainnya.1
Acute Inflammatory Demyelinnating Polyradiculonerupathy (AIDP)
adalah bentuk paling umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai
90% kasus. Kondisi ini terjadi pada semua umur, meskipun jarang pada masa
bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan adalah masing-masing 2 bulan
dan 95 tahun. Usia rata onset adalah sekitar 40 tahun, dengan kemungkinan
dominasi laki-laki.
Guillain Bare Sindrom adalah penyebab paling umum dari acute flaccid
paralysis (AFP) pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering
didapatkan di daerah Jepang dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi
1
lebih sering selama musim panas, sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruhi
10% sampai 20% pasien dengan Guillain Bare Sindrom. Miller-Fisher syndrom
mempengaruhi antara 5% dan 10% pasien GBS di negara-negara barat, tetapi
lebih umum di Asia Timur, dengan 25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan.4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Guillain Bare Sindrom adalah paralisis asendens dari neuron motorik
yang berlangsung progresif dan cepat tanpa diketahui etiologinya, sering terjadi
setelah infeksi enterik atau respiratorik. Gejala dimulai dengan parastesis kaki,
yang kemudian diikuti oleh paralysis flaccid tungkai, lalu naik mencapai lengan,
batang tubuh dan muka yang disertai dengan sedikit demam, kelumpuhan bulbar,
penurunan atau hilangnya refleks tendo, dan peningkatan kadar protein dalam
cairan sebrospinalis tanpa terjadi peningkatan jumlah sel.
2.2 Epidemiologi
Penyakit ini dapat menyerang semua jenis umur dengan insiden antara 0.5 – 2
kasus per 100.000 orang per tahun. Populasi perempuan : laki-laki = 2:1. Pasien
GBS yang disebabkan oleh infeksi C. jejuni adalah 0.25 – 0.65 per 1000 kasus.
2
Pasien GBS yang disebabkan oleh infeksi cytomegalovirus 0.6 – 2.2 per 1000
kasus. Di Amerika 1.2 – 3 per 100.000 penduduk menderita GBS, penyakit ini
merupakan penyebab utama AFP di Amerika. Berdasarkan perbandingan usia,
yang paling sering menderita GBS adalah anak yang berusia dibawah 15 tahun
dengan 1.5 kasus per 100.000 penduduk di Amerika.(12) Penyakit ini terjadi di
seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling dkk menemukan bahwa
frekuensi tersering pada akhir musim panas dan musim gugur dimana terjadi
peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun ditemukan bahwa
penyakit ini hampir terjadi setiap saat dalam setahun, dan ditemukan bahwa 60%
kasus terjadi antara bulan juli sampai dengan oktober yaitu pada akhir musim
panas dan musim gugur, dan dapat terjadi pada saat musim hujan untuk daerah
tropis. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinik telah melakukan
penelitian terhadap insiden usia terkena GBS. Terjadi puncak insiden antara usia
15-35 tahun dan antara 40-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia
termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan yang paling tua usia 95 tahun.
2.3 Etiologi
Etiologi Guillain Bare Sindrom sampai saat ini masih belum dapat
diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan.
Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya
dengan terjadinya GBS, antara lain: infeksi ( virus, bakteri) ; vaksinasi;
pembedahan; penyakit sistematik (keganasan, systemic lupus erythematosus,
limfoma hodgkin, leukimia, sarkoidosis, tumor paru, penyakit tiroid. penyakit
Addison; serta kehamilan atau dalam masa nifas
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi
kasus GBS yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1
sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran
pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.5
Tabel 2.1. Infeksi Akut yang Berhubungan dengan GBS
Infeksi Definite Probable Possible
Virus CMV HIV Influenza
3
EBV Varicella- ZosterVaccinia/Smallpox
MeaslesMumpsRubellaHepatitisCoxsackieEcho
Bakteri -Campylobacter jejuni-Mycoplasma pneumonia
Typhoid Borreila burgdorferi ParatyphoidBrucellosisChlamydiaLegionella pneum-
oniaeListeria
2.4 Patogenesis
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schawnn dari saraf dan kemudian mereplikasi diri.
Hipotesis yang masih dianut sampai saat ini adalah bahwa sistem imun
menyerang tubuhnya sendiri, sistem imun mulai menghancurkan selubung myelin
yang mengelilingi akson saraf perifer atau bahkan menghancurkan akson
saraf.Teori yang membenarkan hipotesis ini adalah teori organisme (virus atau
bakteri) telah mengubah keadaan alamiah sel-sel saraf sehingga sistem imun
tubuh mengenalnya sebagai benda asing.Organisme tersebut kemudian
menyebabkan sel-sel imun, seperti limfosit dan makrofag untuk menyerang
myelin.Limfosit T dan B yang tersensitisasi akanmemproduksi antibodi melawan
komponen-komponen selubung myelin dan menyebabkan destruksi dari myelin.
Bahkan kadang-kadang juga dapat trerjadi destruksi pada akson.
4
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan
myelin. Hal ini menyebabkan terjadinyan respon imun terhadap myelin yang
diinvasi oleh myelin tersebut.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel-sel saraf tidak dapat
mengirim signal secara efisien, sehinggaotot kehilangan kemampuannya untuk
merespon perintah dari otak dan otak menerima sedikit impuls sensoris dari
seluruh bagian tubuh.
2.5 Klasifikasi
Beberapa varian dari sindroma Guillan-Barre dapat diklasifikasikan, yaitu:
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
adalah jenis paling umum ditemukan pada SGB, yang juga cocok dengan
gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling sering adalah
kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang
paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan
bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan
demielinasi segmental makrofag.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas
SGB epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga
65% dari pasien SGB merupakan jenis ini. Jenis ini lebih menonjol pada
kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya,
ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan
dengan kegagalan pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki
5
prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan AMAN dapat
hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem
penghambatan melalui interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan
neuron motorik.
3. Acute Motor and Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut
yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik
dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan karakteristik atrofi otot.
Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.
4. Miller Fisher Syndrome (MFS)
Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia,
dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan
bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien. Hampir semua
menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan
imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV,
VI, dan dorsal root ganglia.
5. Acute Neuropatic Panautonomic
Acute Neuropatic Panautonomic adalah varian yang paling langka pada
GBS. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan
tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular, dan terkait
disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual,
disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare
sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah
kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan diikuti dengan
gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat
onset berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi
pencernaan.
6. Bickerstaff’s Brainstem Ensefalitis (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari GBS. Hal ini ditandai dengan onset
akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau
babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic atau terutama di otak
6
tengah, pons, dan medula. BBE meskipun presentasi awal parah biasanya
memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis
BBE. Sebagian besar pasien BBE telah dikaitkan dengan GBS aksonal,
dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat terkait dan membentuk
spectrum lanjutan.5
2.6 Gejala Klinis
GBS merupakan penyebab paralisa akut yang dimulai dengan rasa baal
paresthesia pada bagian distal dan ikuti secara cepat oleh paralisa ke empat
ekstremitas yang bersifat asendens. Paresthesia ini biasanya bersifat bilateral.
Refleks fisiologis akan menurun dan kemudian menghilang sama sekali.
Kerusakan saraf motorik biasanya dimulai dari ekstremitas bawah dan
menyebar secara progresif dalam hitungan jam, hari maupun minggu ke
ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat. Kerusakan saraf motoris ini bervariasi
mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flaccid.
Keterlibatan saraf pusat, muncul pada 50% kasus, biasanya berupa facial diplegia.
Kelemahan otot pernapasan dapat timbul secara signifikan dan bahkan 20%
pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. Anak-anak biasanya
menjadi mudah terangsang dan progresivitas kelemahan dimulai dari menolak
untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan dan akhirnya menjadi tetraplegia.
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan dengan
kelemahan pada otot. Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan sensasi
getar. Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan disestesia
pada extremitas distal. Rasa sakit dan kram juga dapat menyertai kelemahan otot
yang terjadi terutama pada anak-anak. Rasa sakit ini biasanya merupakan
7
manifestasi awal pada lebih dari 50% anak-anak yang dapat menyebabkan
kesalahan dalam mendiagnosis.
Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan kematian.
Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi, aritmia
bahkan cardiac arrest, facial flushing, sphincter yang tidak terkontrol, dan
kelainan dalam berkeringat. Hipertensi terjadi pada 10-30% pasien sedangkan
aritmia terjadi pada 30% dari pasien.
Kerusakan pada susunan saraf pusat dapat menimbulkan gejala berupa
disfagia, kesulitan dalam berbicara, dan yang paling sering (50%) adalah bilateral
facial palsy. Gejala-gejala tambahan yang baisanya menyertai GBS adalah
kesulitan untuk mulai BAK, inkontinensia urin dan alvi, konstipasi, kesulitan
menelan dan bernapas, perasaan tidak dapat menarik napas dalam dan
penglihatan kabur (blerred visions).
Demam biasanya terjadi 2-3 minggu sebelum paralisis
Gejala awalnya adalah mati rasa pada tungkai, parestesis (dapat merupakan
gejala awal penyakit), lemah, sakit pada tungkai dan lengan.
Kelumpuhan umumnya tungkai bawah tapi dapat juga dari lengan atas (derajat
berbeda), dapat dari otot wajah tetapi jarang terjadi dan selalu simetris.
Apabila mengenai otot interkostal dan leher dapat menyebabkan gagal napas
Biasanya menyerang saraf kranial, yaitu nVII (unilateral atau bilateral), nIX,
nX jarang nIII,nIV,nVI
Rasa sakit dan dan lemah pada otot biasanya mendahului gejala lumpuh
(paralisis)
8
Gangguan miksi atau defekasi, sinus takikardi, aritmia jantung, hipotensi
postural, hipertensi dan gangguan vasomotor
Hipotoni dan hipofleksi selalu ditemukan
Jarang terjadi gangguan objektif sensorik
1) Criteria diagnosa klinik GBS menurut Ashubury
a. Criteria yang harus ada
Kelemahan progresif lebih dari satu anggota gerak
Hiporefleksia atau arefleksia
b. Menunjang diagnosa
Progresitivitas sampai 4 minggu
Relative simetris
Gangguan sensoris ringan
Keterlibatan saraf cranial (paling sering N VII)
Perbaikan dalam 4 minggu
Disfungsi autonom ringan
Tanpa demam
Protein LCS < 10/mm3
Perlambatan hantar saraf
c. Meragukan diagnosa
Asimetris
Disfungsi BAB dan BAK
Leukosit LCS > 50/mm3
Gangguan sensoris berbatas nyata
9
d. Mengevaluasi diagnosa
Gangguan sensoris saja
Terdiagnosa sebagai polineuropati lain
2) Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological
and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)
1. Gejala Utama
a. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas
dengan atau tanpa disertai ataxia.
b. Arefleksia atau hipofleksia yang bersifat general.
2. Gejala Tambahan
a. Progresivitas dalam wakt sekitar 4 minggu
b. Biasanya simetris
c. Adanya gejala sensoris yang ringan
d. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf fasialis bilateral
e. Disfungsi saraf otonom
f. Tidak disetai demam
g. Penyembuhan dimulai antara minggu ke-2 sampai ke-4
3. Pemeriksaan LCS
a. Peningkatan protein
b. Sel MN < 10/ul
4. Pemeriksaan elektrodiagnostik
Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
5. Gejala yang menyingkirkan diagnosis
10
1. Kelemahan yang bersifat asimetris
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS>50/ul.
3) Perjalanan penyakit
1) Periode progresif
Gangguan fungsi motorik progresif baik distribusi maupun derajat rata-
rata 9 hari (2-21 hari)
2) Periode stabil
Mulai periode progresif berakhir sampai permulaan proses penyembuhan 6
hari
3) Periode penyembuhan
Tanda-tanda penyembuhan klinis sampai penyembuhan lengkap antara 3-4
minggu, kadang bulan bahkan tahun
4) Penilaian fungsi motorik
Tingkat I : gangguan motorik anggota gerak bawah
Tingkat II : gangguan keempat anggota gerak, kemungkinan kena
wajah unilateral atau bilateral
Tingkat III : gangguan keempat anggota gerak disertai otot tubuh dan
otot pernapasan ringan
Tingkat IV : tingkat III disertai gangguan suara, mengunyah dan saraf
cranial disertai gangguan pernapasan berat
5) Penilaian keadaan gangguan fungsi motorik
11
Tingkat I : kelumpuhan otot, penderita masih dapat berdiri dan
berjalan dengan bantuan
Tingkat II : penurunan kekuatan otot sampai 80%, fungsi gerakan
masih ada tetapi tidak dapat berdiri dan berjalan hanya berubah posisi
tidur
Tingkat III : penurunan hebat fungsi motorik sehingga sulit
mengangkat kaki dan tangan lebih100dan tidak dapat merubah posisi
Tingkat IV : gangguan motorik lengkap anggota gerak hanya dapat
menggerakkan mata kadang leher, tingkat ini mutlak diperlukan bantuan
pernapasan
6) Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang
bersifat difus dan paralisis. Reflex tendon akan menurun atau bahkan
menghilang. Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya
kelemahan pada otot-otot intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti
perasat kernig dan kaku kuduk mungkin ditemukan. Reflex patologis seperti
reflex babinsky tidak ditemukan.
7) Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan cairan cerebrospinal protein tinggi (1-1.5 g/dl) tanpa
diikuti kenaikan jumlah sel (disosiasi albumin sitologis)
- Pemeriksaan LCS akan menunjukan jumlah sel yang kurang dari 10/mm3.
Pada kultur LCS tidak ditemukan adanya virus ataupun bakteri.
12
- Elektromiografi (EMG) pad minggu pertama dapat dilihat adanya
keterlambatan atau bahkan blok dalam penghantaran impuls, gelombang F
yang memanjang dan latensi distal yang memanjang.Pada pemeriksaan
minggu kedua akan terlihat adanua penurunan potensi aksi (CAMP) dari
beberapa otot, dan menurunya kecepatan konduksi saraf motorik.
- MRI (cauda equina yang bertambah besar)
8) Patologi
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran
pembengkakan saraf tepi. Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada
saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema yang terjadi pada hari ketiga atau
keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas selubung myelin
pada hari ke lima, terlihat beberapa limfosit pada hari ke sembilan dan
makrofag pada hari ke sebelas, poliferasi sel Schwann pada hari ketigabelas,.
Perubahan pada myelin, akson, dan selubung Schawnn berjalan secara
progresif, sehingga pada hari ke enampuluh enam, sebagian radiks dan saraf
tepi telah hancur.
Asbury dkk mengemukakan bahwa perubahan pertama yang terjadi adalah
infiltrasi sel limfosit yang ekstravasasi dari pembuluh darah kecil pada endo
dan epineural. Keadaan ini segera diikuti demyelinisasi segmental. Bila
peradangannya berat akan berkembang menjadi degenerasi Wallerian.
13
Kerusakan myelin disebabkan makrofag yang menembus membran basalis
dan melepaskan selubung myelin dari sel Schawnn.
2.7 Diagnosa Banding
GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf pusat
seperti myelopathy dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan adanya
spinal cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang terjadi
biasanya asimetris dan disertai demam.
GBS juga harus dibedakan dengan neuropati akut lainnya seperti
porphyria, diphteria, dan neuropati toxic yang disebabkan karena keracunan
thallium, arsen, dan plumbum.Kelainan neuromuscular junction seperti
botulism dan myasthenia gravis juga harus dibedakan dengan GBS. Pada
botulism terdapat keterlibatan otot otot extraoccular dan terjadi konstipasi.
Sedangkan pada myasthenia gravis terjadi ophtalmoplegia.
Myositis juga memberikan gejala yang mirip dengan GBS, namun
kelumpuhan yang terjadi sifatnya paroxismal. Pemeriksaan CPK menunjukkan
peningkatan sedangkan LCS normal
2.8 Terapi
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simptomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala
sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapikhusus
adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui
sistem imunitas (imunoterapi).
Pasien pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan
observasi tanda - tanda vital. Ventilator harus disiapkan disamping pasien sebab
14
paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam waktu 24 jam.
Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti hipertensi dan
vasoaktive juga harus disiapkan .
Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa
diberikan medikamentosa sedangkan pasien dengan progresivitas cepat dapat
diberikan obat obatan berupa steroid.Namun ada pihak yang mengatakan bahwa
pemberian steroid ini tidak memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat
memperpendek lamanya penyakit, mengurangi paralisa yang terjadi maupun
mempercepat penyembuhan.
Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek
lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan. Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala.
Regimen standard terdiri dari 5 sesi ( 40 – 50 ml / kg BB) dengan saline dan
albumine sebagai penggantinya. Perdarahan aktif, ketidakstabilan hemodinamik
berat dan septikemia adalah kontraindikasi dari PE
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin( IVIg ) dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut.
IVIg juga dapat mempercepat katabolisme IgG, yang kemudian menetralisir
antigen dari virus atau bakteri sehingga T cells patologis tidak terbentuk.
Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah gejala muncul dengan dosis
0,4 g / kg BB / hari selama 5 hari. Pemberian PE dikombinasikan dengan IVIg
tidak memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hanya memberikan
PE atau IVIg.
15
Fisiotherapy juga dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan dan
fleksibilitas otot setelah paralisa. Heparin dosis rendah dapat diberikan untuk
mencegah terjadinya thrombosis.
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau
cairan ke dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi,
trombosis vena dalam, paralisa permanen pada bagian tubuh tertentu, dan
kontraktur pada sendi.
2.10 Prognosis
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan
penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala
sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan
keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal, mendapat terapi
plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit lambat dan
pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5
16
BAB 3
KESIMPULAN
Guillain Barre Syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis dari
kelemahan akut ekstremitas tubuh, yang disebabkan oleh kelainan saraf
tepi dan bukan oleh penyakit sistemik. GBS disebabkan karena hilangnya
myelin, yaitu material pembungkus saraf yang disebut demyelinisasi.
Penyakit ini menyerang semua jenis umur dengan puncak insiden antara
usia 15-35 tahun dan antara usia 40-74 tahun, jarang pada usia di bawah 2
tahun.
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri, tetapi
pengobatan tetap harus diberikan karena waktu perawatan yang cukup
lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi. Tujuan terapi khusus
adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan
melalui sistem imunitas (imunoterapi).
17
GBS harus dibedakan dengan beberapa kelainan susunan saraf
pusat seperti myelopathy dan poliomyelitis. Pada myelopathy ditemukan
adanya spinal cord syndrome dan pada poliomyelitis kelumpuhan yang
terjadi biasanya asimetris dan disertai demam.
Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian sedangkan 95 %
pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya
sembuh total. Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan
postural tremor masih mungkin terjadi pada sebagian pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Evil Science. 2008 [11/10/2010]. Available
from :http://www.guillainbarresyndrome.net
2. Erasmus MC. Gullain-Barre Syndrome. Professor Marianne de vissers,
Editor. University Medical Center Rotterdam. Netherlands; 2004
3. Evidence Center. 2011 [14/04/2011]. Available from:
http://bestprice.bmj.com/best-practice/monograph/176/basics/epidemiology
.html
4. Dr Iskandar J, Guillain Barre Syndrome. Universitas Sumatera Utara ; 2005
5. Seneviratne U MD(SL), MRCP. Guillain-Barre Syndrome:
Clinicopathological Types and Electrophysiological Diagnosis.
Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus;
2003.
6. Andary T M, 2011 [26/08/2011]. Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/315632-treatment
7. Ropper H A, Brown H R. Adam’s and Victor, Principles of Neurological
8th edition. United States of America; 2005. p.1117-27
18
8. Mayo Clinic staff. 2011 [28/05/2011]. Available from :
http://www.mayoclinic.com/health/guillain-barre
syndrome/DS00413/DSECTION=treatments-and-drugs
9. AIDP ( Guillain Barre Syndrome ). Available
from :http://www.netterimages.com/image/63612.htm
19