sindrom nefrotik

24
SINDROM NEFROTIK Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso BATASAN Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan suatu kumpulan gejala- gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia. 1 ETIOLOGI Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital , yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut rekomendasi dari ISKDC

Upload: dera-fakhrunnisa-rukmana

Post on 07-Dec-2014

52 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

sindrom nefrotik

TRANSCRIPT

Page 1: SINDROM NEFROTIK

SINDROM NEFROTIK

Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso

 

BATASAN

Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak,

merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif,

hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif

adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih.

Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-

gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-

kadang azotemia.1

 

ETIOLOGI

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan sindrom nefrotik

primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi akibat kelainan pada

glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini paling sering dijumpai pada

anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom nefrotik kongenital, yaitu

salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1

tahun.

Kelainan histopatologik glomerulus pada sindrom nefrotik primer dikelompokkan menurut

rekomendasi dari ISKDC (International Study of Kidney Disease in Children). Kelainan

glomerulus ini sebagian besar ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskop cahaya, dan

apabila diperlukan, disempurnakan dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan

imunofluoresensi. Tabel di bawah ini menggambarkan klasifikasi histopatologik sindrom

nefrotik pada anak berdasarkan istilah dan terminologi menurut rekomendasi ISKDC

(International Study of Kidney Diseases in Children, 1970) serta Habib dan Kleinknecht

(1971).2

 

Tabel  1.  Klasifikasi kelainan glomerulus pada sindrom nefrotik primer3

            Kelainan minimal (KM)

Page 2: SINDROM NEFROTIK

            Glomerulosklerosis (GS)

                        Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

                        Glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

            Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

            Glomerulonefritis kresentik (GNK)

            Glomerulonefritis membrano-proliferatif (GNMP)

                        GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

                        GNMP tipe II dengan deposit intramembran

                        GNMP tipe III dengan deposit transmembran/subepitelial

            Glomerulopati membranosa (GM)

            Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

Sumber : Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,

Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI pp. 381-426.

 

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom nefrotik

tipe kelainan minimal. Pada dewasa prevalensi sindrom nefrotik tipe kelainan minimal

jauh lebih sedikit dibandingkan pada anak-anak.4

Di Indonesia gambaran histopatologik sindrom nefrotik primer agak berbeda dengan data-

data di luar negeri. Wila Wirya 5 menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364

anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan Noer 6 di Surabaya

mendapatkan 39.7% tipe kelainan minimal dari 401 anak dengan sindrom nefrotik primer

yang dibiopsi.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau

sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat.

Penyebab yang sering dijumpai adalah :

a.   Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom

Alport, miksedema.

b.   Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

c.   Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga,

bisa ular.

d.   Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura

Page 3: SINDROM NEFROTIK

Henoch-Schönlein, sarkoidosis.

e.   Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

 

PATOFISIOLOGI

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom nefrotik,

namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori yang dapat

menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di sepanjang endotel

kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan

albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler

glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari  proteinuria yang hebat.

Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya

tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma ke ruang

interstitial.7

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh penurunan

aktivitas degradasi lemak  karena hilangnya a-glikoprotein sebagai perangsang lipase.

Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun dengan

pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.8

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma intravaskuler.

Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding kapiler dari ruang

intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema. Penurunan volume plasma

atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya retensi air dan natrium renal.

Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha kompensasi tubuh untuk menjaga agar

volume dan tekanan intravaskuler tetap normal. Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan

pengenceran plasma dan dengan demikian menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada

akhirnya  mempercepat ekstravasasi cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang  memicu rentetan

aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan air,

sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah. Hipotesis ini

dikenal dengan teori underfill.3 Dalam teori ini dijelaskan bahwa peningkatan kadar renin

plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia. Tetapi ternyata tidak semua

penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut. Beberapa penderita sindrom

nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma dan penurunan aktivitas renin

plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep baru yang disebut teori overfill.

Page 4: SINDROM NEFROTIK

Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi karena mekanisme intrarenal primer

dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer. Retensi natrium renal primer

mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan ekstraseluler. Pembentukan edema

terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam kompartemen interstitial.

Teori overfill ini dapat menerangkan  volume plasma yang meningkat dengan kadar renin

plasma dan aldosteron  rendah sebagai akibat hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang dinamik dan

mungkin saja kedua proses underfill dan overfill  berlangsung bersamaan atau pada waktu

berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit glomerulus mungkin

merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.3

 

GEJALA KLINIS       

Apapun tipe sindrom nefrotik, manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada

sekitar 95% anak dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat

sehingga keluarga mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering

bersifat intermiten;  biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai

resistensi jaringan yang rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya

sembab menjadi menyeluruh dan masif (anasarka).9

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka pada

pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas bawah

pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan (pitting

edema). Pada penderita dengan sembab hebat, kulit menjadi lebih tipis dan mengalami

oozing. Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan pasien-

pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan hipoproteinemia

lebih hebat pada pasien SNKM.9

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom nefrotik. Diare

sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab mukosa usus.

Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema atau keduanya.

Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi pada sindrom

nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau pembengkakan hati.

Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya protein mengakibatkan

malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-steroid. Asites berat dapat

menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.9

Page 5: SINDROM NEFROTIK

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka

pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat

diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.9

Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat dan

kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang

berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons

emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.

Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan

perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu.9 Manifestasi klinik yang paling sering

dijumpai adalah sembab, didapatkan pada 95% penderita. Sembab paling parah biasanya

dijumpai pada sindrom nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM). Bila ringan, sembab

biasanya terbatas pada daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang rendah, misal

daerah periorbita, skrotum, labia. Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting. 

Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan

mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab

kulit, anak tampak lebih pucat.

Hipertensi dapat dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik. Penelitian International Study

of Kidney Disease in Children (SKDC) menunjukkan 30% pasien SNKM mempunyai

tekanan sistolik dan diastolik lebih dari 90th persentil umur.2

Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40 mg/m2/jam atau >

50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien SNKM biasanya

mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe yang lain.9

Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5 g/dL.

Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya, berkorelasi

terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL meningkat,

sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-3 bulan

setelah remisi sempurna dari proteinuria.

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun tidak dapat

dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.1,5

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit. Penurunan

fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi pada

sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM.

Tidak perlu dilakukan pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada

Page 6: SINDROM NEFROTIK

pemeriksaan foto toraks, tidak jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut

berkorelasi secara langsung dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan

kadar albumin serum. Sering pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat

normal meskipun kadang-kadang dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan

ekogenisitas yang normal.

 

CARA PEMERIKSAAN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

I.  Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di ke dua kelopak mata,  perut, tungkai,

atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang. Keluhan lain juga dapat

ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

 

II.  Pemeriksaan fisis

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua kelopak mata,

tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-kadang  ditemukan

hipertensi.

III. Pemeriksaan penunjang

Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat disertai hematuria. Pada

pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl), hiperkolesterolemia, dan laju

endap darah yang meningkat, rasio albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin

umumnya  normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.

 

DIAGNOSIS BANDING

1.      Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, edema hepatal, edema

Quincke.

2.      Glomerulonefritis akut

3.      Lupus sistemik eritematosus.

Penyulit

1.      Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia

2.      Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas

3.      Infeksi

Page 7: SINDROM NEFROTIK

4.      Hambatan pertumbuhan

5.      Gagal ginjal akut atau kronik

6.      Efek samping steroid, misalnya sindrom Cushing, hipertensi, osteoporosis, gangguan

emosi dan perilaku.

 

PENATALAKSANAAN

Bila diagnosis sindrom nefrotik telah ditegakkan, sebaiknya janganlah tergesa-gesa

memulai terapi kortikosteroid, karena remisi spontan dapat terjadi pada 5-10% kasus.

Steroid dimulai apabila gejala menetap atau memburuk dalam waktu 10-14 hari.

 

            Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom

nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel 2 berikut :            

Tabel 2.  Istilah yang menggambarkan respons terapi steroid pada anak dengan sindrom

nefrotik

 

Remisi

 

Kambuh

 

Kambuh tidak sering

 

Kambuh sering

 

Responsif-steroid

Dependen-steroid

 

Resisten-steroid

 

Responder lambat

 

Nonresponder awal

Nonresponder lambat

 

Proteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama

     3 hari berturut-turut.

Proteinuria ³ 2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-

turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12

bulan.

Kambuh ³ 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal,  atau  ³4

kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid,

atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60

mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa

tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Page 8: SINDROM NEFROTIK

 

 

PROTOKOL PENGOBATAN

            International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC) menganjurkan untuk

memulai dengan pemberian prednison oral (induksi) sebesar 60 mg/m2/hari dengan dosis

maksimal 80 mg/hari selama 4 minggu, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan

sebesar 40 mg/m2/hari secara selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4

minggu, lalu setelah itu pengobatan dihentikan.10

A.     Sindrom nefrotik serangan pertama

1.      Perbaiki keadaan umum penderita :

                          a.      Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak.

Rujukan ke bagian gizi diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien

dengan penurunan fungsi ginjal.

                         b.      Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi

plasma atau albumin konsentrat.

                          c.      Berantas infeksi.

                         d.      Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi.

                          e.      Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema

anasarka. Diuretik diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu

aktivitas. Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

2.      Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah

diagnosis sindrom nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita

mengalami remisi spontan atau tidak. Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi

spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila dalam waktu 14 hari atau

kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa menunggu

waktu  14 hari.

B.     Sindrom nefrotik kambuh (relapse)

             1.     Berikan prednison sesuai protokol relapse, segera setelah diagnosis relapse

ditegakkan.

             2.     Perbaiki keadaan umum penderita.

a.      Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4

Page 9: SINDROM NEFROTIK

kali dalam masa 12 bulan.

                                                    1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80

mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu.

                                                    2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah

4 minggu, prednison dihentikan.

b.     Sindrom nefrotik kambuh sering

                    adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4

kali dalam masa 12 bulan.

                                                      1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal

80 mg/hari, diberikan dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3

minggu.

                                                      2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan

selang sehari dengan dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah

4 minggu, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2/48 jam

diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1

minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10

mg/m2/48 jam selama 6 minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari

diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.

Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons

terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra

steroid,  atau untuk biopsi ginjal.

 

PROGNOSIS

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

Page 10: SINDROM NEFROTIK

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang

baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan

relapse berulang dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

DAFTAR PUSTAKA

1.          Chesney RW, 1999. The idiopathic nephrotic syndrome. Curr Opin Pediatr  11 :

158-61.

2.          International Study of Kidney Disease in Children, 1978. Nephrotic syndrome in

children. Prediction of histopathology from clinical and laboratory chracteristics at

time of diagnosis. Kidney Int  13 : 159.

3.          Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,

Pardede SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI pp. 381-426.

4.          Feehally J, Johnson RJ, 2000. Introduction to Glomerular Disease : Clinical

Presentations. In : Johnson RJ, Feehally J, editors. Comprehensive Clinical

Nephrology. London : Mosby; p. 5 : 21.1-4.

5.          Wila Wirya IGN, 1992. Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomis

sindrom nefrotik primer pada anak di Jakarta. Disertasi. Jakarta : Universitas

Indonesia, 14 Oktober.

6.          Noer MS, 1997. Sindrom Nefrotik. In: Putra ST, Suharto, Soewandojo E, editors.

Patofisiologi Kedokteran. Surabaya : GRAMIK FK Universitas Airlanggap. 137-46.

7.          A Report of the International Study of Kidney Disease in Children, 1981. The

primary nephrotic syndrome in children : Identification of patients with minimal

change nephrotic syndrome from initial response to prednison. J Pediatr  98 : 561.

8.          Kaysen GA, 1992. Proteinuria and the nephrotic syndrome. In : Schrier RW,

editor. Renal and electrolyte disorders. 4th edition. Boston : Little, Brown and

Company pp. 681-726.

9.          Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] 2002, 3 : 3 [2002 Mar 18]

[(20) : screens]. Available

from: URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm on September 16, 2002

at 08.57.

Page 11: SINDROM NEFROTIK

10.      Niaudet P, 2000. Treatment of idiopathic nephrotic syndrome in children. Up To

Date   2000; 8.

Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokus

Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik Soemyarso

 

BATASAN

Glomerulonefritis akut paska-streptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-

supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta

hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-

anak.

 

ETIOLOGI

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi

saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta

hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60

menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala

klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya

glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%.

 

PATOFISIOLOGI

Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti.

Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah

suatu glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in

situ diduga sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus. Hipotesis

lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus, merubah

IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang telah

berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang

kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya

GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi

plasmin. Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi

Page 12: SINDROM NEFROTIK

cascade dari sistem komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan

endapan dari C3 pada glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan

molekul, dapat menahan terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi

kuman. Protein M terikat pada antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG

antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.

Pada GNAPS, sistim imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3

dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta

normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen

melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik  danmengaktifkan

monosit dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan

selanjutnya terbentuk eksudat. Pada  proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel

glomerulus yang mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.

GNAPS dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur

5-15 tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan

perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan. Diduga ada faktor

resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin.

 

GEJALA KLINIS

Sembab preorbita pada pagi hari (75%)

Malaise, sakit kepala, muntah, panas dan anoreksia

Asites (kadang-kadang)

Takikardia, takipnea, rales pada paru, dan cairan dalam rongga pleura

Hipertensi (tekanan darah > 95 persentil menurut umur) pada > 50% penderita

Air kemih merah seperti air daging, oliguria, kadang-kadang anuria

Pada pemeriksaan radiologik didapatkan tanda bendungan pembuluh darah paru,

cairan dalam rongga pleura, dan kardiomegali

 

LABORATORIUM

-   Air kemih :

·        Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus)

·        Hematuria makroskopis/mikroskopis

Page 13: SINDROM NEFROTIK

·        Torak granular, torak eritrosit

-   Darah

·        BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali

·        ASTO >100 Kesatuan Todd

·        Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama

·        Hipergamaglobulinemia, terutama IgG

·        Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat

 

DIAGNOSIS

Diagnosis GNAPS dibuat berdasarkan :

-         Gejala klinis

-         Laboratorium :

·        Air kemih : harus lengkap

·        Darah : - ASTO > 100  Kesatuan Todd

                         - C3 < 50 mg/dl

 

DIAGNOSIS BANDING

-         Hematuria berulang dengan glomerulonefritis fokal (IgA nefropati)

·        Hematuria berulang yang asimtomatis, tanpa penurunan fungsi ginjal

·        Timbunan IgA di glomeruli

-         Hematuria berulang ringan

-         Purpura Henoch-Schonlein

-         Glomerulonefritis progresif

Page 14: SINDROM NEFROTIK

 

PENATALAKSANAAN

1.   Terapi

Medikamentosa

Golongan penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan amoksisilin 50

mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin,

diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari dibagi 3 dosis.

Diuretik diberikan untuk mengatasi retensi cairan dan hipertensi. Jika terdapat

hipertensi, berikan obat antihipertensi, tergantung pada berat ringannya hipertensi.

Bedah

Tidak diperlukan tindakan bedah.

Suportif

Pengobaan GNAPS umumnya bersifat suportif. Tirah baring umumnya diperlukan jika

pasien tampak sakit misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema. Diet nefritis

diberikan terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan fungsi

ginjal. Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati, gagal

jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi.

Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)

Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati

hipertensi, gagal jantung.

 

2.   Pemantauan

Terapi

Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan

dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat

mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara

berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan.

Page 15: SINDROM NEFROTIK

Tumbuh Kembang

Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika

terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele.

 

KOMPLIKASI

-         Hipertensi ringan sampai berat (enselopati hipertensif)

-         Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)

-         Gagal ginjal

DAFTAR PUSTAKA

1.      Arant Jr BS, Roy III S, Stapleton BF, 1983. Poststreptococal acute

glomerulonephritis.   In : Kelley VC, ed. Practice of Pediatrics. Volume

VIII. New York : harper and Row Publ., 7 : 1.

2.      Cole BR, Madrigal LS, 1999. Acute Proliferative Glomerulonephritis. In Barratt TM,

Avner ED, Harmon WE. 4thED. Baltimor, Maryland USA : Lippincott William &

Wilkins, 669-689.

3.      Jordan CS, Lemire MJ, 1982. Acute Glomerulonephritis : Diagnosis and Treatment.

Pediatr Clin N Am , 29 : 857.

4.      Kempe CH, Silver HK, O’Brien D, 1980. Current Pediatric Diagnosis and

Treatment. 6th ed. Singapore : Maruzen Co./Lange Medical Publ., 508.

5.      Noer MS . Glomerulonefritis, 2002. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede

SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, 323-361.

6.      Smith JM, Faizan MK, Eddy AA, 2003. The child with acute nephritic syndrome. In

Webb NJA, Postlethwaite RJ ed, Clinical Paediatric Nephrology

3rd ED. GreatBritain : Oxford University Press, 197-225.