copy sindrom nefrotik

56
SINDROM NEFROTIK I. PENDAHULUAN Kelainan sistem sawar (barrier) selektif muatan ataupun ukuran pada dinding kapiler glomerolus dalam fungsinya memfiltrasi protein plasma yang jumlahnya berlebihan dapat terus berlanjut sebagai akibat variasi proses penyakit, termasuk penyakit imunologik, cedera toksis, kelainan metabolik, defek biokimiawi, dan penyakit vaskular. Oleh karena itu, sindrom nefrotik merupakan tahap akhir yang umum terjadi akibat berbagai proses penyakit yang mengubah keadaan permiabilitas dinding kapiler glomerulus.(harison) Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik glomerulonefritis dan terjadi pada segala usia dan lebih banyak menyerang laki-laki, serta beberapa jenis sindrom nefrotik sifatnya diturunkan. Sindrom nefrotik dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi sebagai akibat dari ketidakseimbangan elektrostatik maupun struktur membrana basalais glomerulus. Penyakit ini akan berkembang menjadi gagal ginjal total dalam waktu 3—4 bulan. Kejadian SN idiopatik pada anak-anak 2-3 kasus/100.000 anak/tahun, sedangkan pada dewasa 3/1.000.000/tahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang 1

Upload: wisnu-adryanto

Post on 05-Aug-2015

70 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Copy Sindrom Nefrotik

SINDROM NEFROTIK

I. PENDAHULUAN

Kelainan sistem sawar (barrier) selektif muatan ataupun ukuran pada

dinding kapiler glomerolus dalam fungsinya memfiltrasi protein plasma yang

jumlahnya berlebihan dapat terus berlanjut sebagai akibat variasi proses penyakit,

termasuk penyakit imunologik, cedera toksis, kelainan metabolik, defek

biokimiawi, dan penyakit vaskular. Oleh karena itu, sindrom nefrotik merupakan

tahap akhir yang umum terjadi akibat berbagai proses penyakit yang mengubah

keadaan permiabilitas dinding kapiler glomerulus.(harison)

Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik

glomerulonefritis dan terjadi pada segala usia dan lebih banyak menyerang laki-

laki, serta beberapa jenis sindrom nefrotik sifatnya diturunkan. Sindrom nefrotik

dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan elektrostatik maupun struktur membrana basalais glomerulus.

Penyakit ini akan berkembang menjadi gagal ginjal total dalam waktu 3—4 bulan.

Kejadian SN idiopatik pada anak-anak 2-3 kasus/100.000 anak/tahun, sedangkan

pada dewasa 3/1.000.000/tahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa

terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus. (2,ipd,SN,3)

Penyakit ini merupakan kumpulan gejala klinis yang ditandai oleh

proteinuri masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari atau 50

mg/kg berat badan/hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 gr/dl), edema,

hiperlipidemia, lipiduria, dan hiperkoaguabilitas. Pada perjalanan awal penyakit

ini tidak semua gejala tersebut harus ditemukan. Proteinuri masif merupakan

tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum

rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. Proteinuri juga berkontribusi

terhadap berbagai komplikasi yang terjadi pada SN. Hipoalbuminemia,

hiperlipidemia dan lipiduria, gangguan keseimbangan nitrogen,

hiperkoagulabilitas, gangguan metabolisme kalsium dan tulang serta hormon

tiroid juga sering dijumpai pada SN. Pada sebagian besar pasien dengan SN,

1

Page 2: Copy Sindrom Nefrotik

glomerulus mungkin saja masih intak atau sebagian saja yang terganggu, fungsi

ginjal juga masih normal kecuali sebagian kasus yang berkembang menjadi

penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Pada beberaapa episode, SN dapat sembuh

sendiri dan menunjukkan respon yang baik terhadap terapi steroid, namun

sebagian lainnya dapat berkembang menjadi kronik.(ipd, 2,45)

II. ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer (idiopatik)

dan sekunder. SN primer berhubungan dengan kelainan primer glomerolus dengan

penyebab spesifik tidak dapat diketahumelalui evaluasi dan SN sekunder

disebabkan oleh penyakit tertentu. Saat ini, gangguan imunitas yang diperantarai

oleh sel T diduga menjadi penyebab SN. Hal ini didukung oleh bukti adanya

peningkatan konsentrasi neopterin serum dan rasio neopterin/kreatinin urin serta

peningkatan aktivasi sel T dalam darah perifer pasien SN yang mencerminkan

kelainan imunitas yang diperantarai sel T.(ipd,2,5)

Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik

2

Page 3: Copy Sindrom Nefrotik

Glomerulonefritis Primer:

- GN Lesi Minimal (GNLM)

- Glomerulosklerosis Fokal (GSF)

- GN Membranosa (GNMN)

- GN Membranoproliperatif (GNMP)

- GN Proliferatif lain

Glomerulonefritis Sekunder Akibat:

Infeksi

- HIV, hepatitis B virus dan C

- Sifilis, malaria, skistosoma

- Tuberkulosis, lepra

Keganasan

Adenokarsinoma paru, payudara dan kolon, limfoma Hodgkin, multipel

myeloma, dan karsinoma ginjal

Penyakit jaringan konektif

Lupus eritematous sistemik, AR, MCTD (Mixed Connective Tissue Disease)

Efek obat dan toksin

Obat antiinflamasi non-steroid, preparat emas, pesisilinamin, probenesid, air

raksa, Captopril, heroin

Lain-lain

Diabetes Mellitus, amiloidosis, pre-eklampsia, rejeksi alograf kronik, refluks

Vesikoureter

Tabel 1. Klasifikasi dan Penyebab Sindrom Nefrotik

Diambil dari Kepustakaan (1pd)

Di klinik, 75-80% kasus SN yang ditemukan merupakan SN primer. Pada

anak-anak kurang dari 16 tahun, 75-85% kasus yang paling ditemukan adalah

adalah GN Lesi Minimal dengan umur rata-rata 2,5 tahun dengan perbandingan

laki-laki dan perempuan 2:1. Pada orang dewasa, 30-50% kasus yang paling

banyak ditemukan adalah GN membranosa dengan umur rata-rata 30-50 tahun

dengan perbandingan laki-laki dan perempuan yang sama pada kasus anak-anak.

3

Page 4: Copy Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik akibat glomerulonefritis membranosa terutama terjadi pada

dewasa dan pada 50% penderita yang berusia di atas 15 tahun. (2

III. PATOFISIOLOGI

Pemahaman patogenesis dan patofisiologi sangat penting dan merupakan

pedoman pengobaatan rasional untuk sebagian besar pasien SN.(2,3)

III.1 Proteinuri

Pada individu sehat, dinding kapiler glomerulus berfungsi sebagai sawar

untuk menyingkirkan protein agar tidak memasuki ruangan urinarius melalui

diskriminasi ukuran dan muatan listrik. Orang dewasa normal dan sehat

mengekskresi sedikitn protein dalam kemih (± 150 mg/hari) yang terutama terdiri

dari albumin dan protein Tamm-Horsfall. Yang terakhir ini disekresi oleh tubulus

ginjal. Dengan adanya gangguan glomerulus, ukuran dan muatan sawar selektif

rusak.(6,patof)

Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri glomerular merupakan

hasil dari lolosnya protein plasma melalui sawar (barrier) filtrasi glomerulus,

sedangkan proteinuri tubular merupakan hasil dari kegagalan reabsorbsi tubular

terhadap plasma protein yang berukuran kecil yang secara normal dapat terfiltrasi

dan diabsorbsi oleh epitel tubular. Proteinuri tubular jarang mencapai 2 gram per

24 jam, dan oleh karena itu jarang menyebabkan sindrom nefrotik. Sehingga

proteinuri sebagian besar berasal dari proteinuri glomerular dan hanya sebagian

kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuri tubular). Kerusakan glomerulus

menyebabkan peningkatan permiabilitas glomerulus terhadap protein plasma, dan

protein utama yang diekskresikan dalam urin adalah albumin.(2,3).

Dalam keadaan normal membran basalis glomerulus (MBG) mempunyai

mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme

penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua

berdasarkan muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme tersebut

ikut terganggu. Selain itu, konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos

tidaknya protein melalui MBG. Umumnya molekul dengan radius <17 Ao dapat

melalui filter glomerulus, begitupun sebaliknya pada molekul dengan radius

4

Page 5: Copy Sindrom Nefrotik

>44Ao. Albumin dengan radius molekul 36 Ao mempunyai fraksi bersihan sekitar

10% laju filtrasi glomerulis (LFG). Dinding kapiler glomerulus juga mempunyai

muatan negatif atau anionik pada permukaan endotelnya hingga mencapai seluruh

membrana basalis glomerulus dan lapisan sel epitelnya, sehingga dinding kapiler

dapat menolak muatan listrik positif dari protein plasma. Jika glomerulus intak,

maka hanya albumin yang dapat lolos melalui filtrrasi glomerulus. Protein

diekskresikan 150 mg/hari dalam urin. Proteinuri pada SN terutama terdiri dari

proteinuri glomerular. Sedangkan proteinuri tubulus tidak berperan penting,

hanya turut memperberat derajat proteinuri.(3,6,ipd)

Proteinuri dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan

ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuri selektif apabila yang

keluar terdiri dari molekul kecil, misalnya albumin. Sedangkan non-selektif

apabila protein yang keluar terdiri dari molekul besar seperti imunoglobulin.

(S,ipd)

Derajat proteinuri tidak berhubungan langsung dengan keparahan

kerusakan glomerulus. Pasase protein plasma yang lebih besar dari 70 kD melalui

membrana basalis glomerulus normalnya dibatasi oleh charge selective barrier,

yakni suatu polyanionic glycosaminoglycan dan size selective barrier. Pada GN

Lesi minimal, proteinuri disebabkan oleh hilangnya charge selectivity, sedangkan

pada GN membranosa, proteinuri disebabkan oleh hilangnya size selectivity. Pada

SN yang disebabkan oleh GNLM ditemukan proteinuri sselektif. Pemeriksaan

elektron memperlihatkan fusi foot processus sel epitel viseral glomerulus dan

terlepasnya sel dari struktur MBG. Berkurangnya kandungan heparan sulfat

proteoglikan pada GNLM menyebabkan muatan negatif MBG menurun dan

albumin dapat lolos ke dalam urin. Pada GSFS, peningkatan permiabilitas MBG

disebabkan oleh suatu faktor yang ikut dalam sirkulasi. Faktor tersebut

menyebabkan sel epitel viseral glomerulus terlepas dari MBG sehingga

permiabilitasnya meningkat. Kompleks C5b-9nyang terbentuk pada GNMN akan

meningkatkan permiabilitas MBG walaupun mekanisme yang pasti belum

diketahui. (2,S,ipd)

III.2 Hipoalbuminemia

5

Page 6: Copy Sindrom Nefrotik

Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis

albumin hati, dan kehilangan protein melalui urin dan usus (protein loosing

enterophaty). Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangnya albumin

melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal dengan akibat

penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan onkotik

plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin namun tidak memadai

untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin sehingga keadaan tersebut akan

diikuti oleh keadaan hipovolemia yang mungkin menyebabkan uremia pre-renal

dan tidak jarang terjadi oligouric acute renal failure. Penurunan faal ginjal ini

akan mengurangi filtrasi natrium dari glomerulus. Retensi natrium dan air yang

berhubungan dengan sistem Renin-Angiotensin Aldosteron (RAA) dapat terjadi

bila sindrom nefrotik ini telah memperlihatkan tanda-tanda aldosteronisme

sekunder. Retensi natrium dan air pada keadaan ini (aldosteronisme) dapat

dikeluarkan dari tubuh dengan pemberian takaran tinggi diuretik yang

mengandung anatgonis aldosteron. Diet tinggi protein dapat meningkatkan

sintesis albumin hati, tetapi dapat mendorong peningkatan ekskresi albumin

melalui urin. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi

dan katabolisme albumin oelh tubulus proksimal.(2,S,ipd)

III.4 Edema

Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill and overfill.

Teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci

terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan oleh penurunan

tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskuler ke jaringan

interstitium dan terjadilah edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan

bergesernya cairan plasma, terjadilah hipovolemi dan ginjal melakukan

kompensasi dengan meningkatkan renin, aldosteron, hormon antidiuretik dan

katekolamin plasma, serta penurunan atrial natriuretic peptide (ANP).

Mekanisme kompensasi ini akan memperbaiki volume intravaskuler tetapi juga

akan mengeksaserbasi terjadinya hipoalbuminemia sehingga edema semakin

berlanjut. Pemberian infus albumin akan meningkatkan volume plasma,

6

Page 7: Copy Sindrom Nefrotik

meningkatkan laju filtrasi glomerulus, dan ekskresi fraksional Natrim Clorida dan

air yang menyebabkan edema berkurang. (2)(9, S)

Peneliti lain mengemukakan teori overfill. Teori ini menjelaskan bahwa

retensi natrium dan air adalah defek renal utama. Retensi natrium oleh ginjal

menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi edema. Penurunan

laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natrium

dan edema akibat teraktifasinya sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA)

terutama kenaikan konsentrasi hormon aldosteron yang akan mempengaruhi sel-

sel tubulus ginjal untuk mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi natrium

(natriuresis) menurun. Selain itu, juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik

dan konsentrasi katekolamin yang menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler

glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan kenaikan

desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi natrium.

Bukti adanya ekspansi volume adalah hipertensi dan aktivitas renin plasma yang

rendah serta peningkatan ANP.(9, S,8)

Beberapa teori peneliti berusaha menggabungkan kedua teori ini, misalnya

disebutkan bahwa pembentukan edema merupakan proses dinamis. Dijelaskan

bahwa volume plasma menurun secara bermaksa pada saat pembentukan edema

dan meningkat selama fase diuresis. Faktor asupan natrium, efek diuretik atau

terapi steroid, derajat gangguan fungsi ginjal, jenis lesi glomerulus dan keterkaitan

dengan penyakit jantung atau hati akan menentukan mekanisme mana yang lebih

berperan.(2)

III.4 Hiperlipidemi dan Lipiduria

Kolesterol terikat pada plasma dan merupakan konstituen dari lipoprotein

yang terdiri dari high dan low density (HDL dan LDL). Kolesterol serum, Very

Low Density Lipoprotein (VLDL), Low Density Lipoprotein (LDL), dan

trigliserida meningkat, sedangkan High Density Lipoprotein (HDL) dapat

meningkat, normal atau menurun. Mekanisme hiperlipoproteinemia pada sindrom

nefrotik tidak diketahui, diduga berhubungan dengan mobilisasi lemak tubuh

untuk sintesis protein setelah terjadi ketidakseimbangan protein, sehingga terjadi

peningkatan sintesis VLDL di hepar, sebuah lipoprotein yang selanjutnya

7

Page 8: Copy Sindrom Nefrotik

dikonversi menjadi LDL, dan penurunan katabolisme di perifer (penurunan

pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron, dan intermediate density lipoprotein

dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan

albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. Pengalaman klinis membuktikan

bahwa hiperlipoproteinemia dapat dicegah atau diatasi sementara dengan infus

albumin, dan akan meninggi lagi selama masih terdapat kelainan ginjal. (2,5,S,3)

Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada sedimen urin.

Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis

glomerulus yang permiabel.(2,4,ipd)

III.5 Hiperkoagulabilitas

Pasien dengan serum albumin kurang dari 2 gr/dl akan mengalami

hiperkoagulopati. Keadaan ini disebabkan oleh hilangnya antitrombin (AT) III,

protein S, C, dan plasminogen activating factor dalam urin dan meningkatnya

faktor V, VII, VIII, X, trombosit dan agregasi trombosit, fibrinogen, perubahan

fungsi sel endotel serta menurunnya faktor zimogen (faktor IX, XI). Semua hal

tersebut dapat meningkatkan resiko terbentuknya bekuan di dalam pembuluh

darah (trombosis), terutama pada vena ginjal.(2, SN,9)\

Mekanisme hiperkoagulasi pada SN cukup kompleks. Gangguan koagulasi

yang terjadi disebabkan peningkatan sintesis protein oleh hati dan kehilangan

protein melalui urin.(ipd)

III.6 Kerentanan terhadap Infeksi

Penurunan kadar imunoglobulin Ig G dan Ig A akibat kehilangan melalui

ginjal, penurunan sintesis dan peningkatan katabolisme menyebabkan peningkatan

kerentanan terhadap infeksi bakteri berkapsul, seperti Streptococcus pneumonia,

Kliebsella, dan Haemophillus. Selain itu, juga sering terjadi infeksi oportunistik

(infeksi bakteri yang dalam keadaan normal tidak berbahaya). Pada SN juga

terjadi gangguan imunitas yang diperantarai sel T. Semua kejadian tersebut

menyebabkan terjadinya bronkopneumoni dan peritonitis.(2, SN)

Selain itu, kerentanan terhadap infeksi diakibatkan kekurangan gizi

(misalnya glukosa) yang hilang ke dalam air kemih dan juga karena terdapatnya

albumin dalam serum yang memudahkan terjadinya kolonisasi bakteri.

8

Page 9: Copy Sindrom Nefrotik

Pertumbuhan juga dapat terhambat karena kalsium akan diserap dari tulang.

Rambut dan kuku menjadi rapuh sehingga bisa terjadi kerontokan rambut dan

pada kuku terbentuk garis horizontal putih yang penyebabnya tidak diketahui.

(sn,S,4)

IV. DIAGNOSIS

V.1 Gambaran Klinis

Secara umum, gejala awal pada pasien SN berupa berkurangnya nafsu

makan, edema dan asites akibat hipoalbuminemia, sesak napas akibat efusi pleura,

nyeri perut, air kemih berbusa hingga berkurang dan bisa terjadi gagal ginjal

karena rendahnya volume darah dan berkurangnya aliran darah ke ginjal. (SN,?)

Sembab merupakan keluhan utama dan tidak jarang merupakan satu-

satunya keluhan pada SN. Edema perifer terjadi jika konsentrasi albumin serum

kurang dari 3 gr/dl. Lokasi sembab biasanya mengenai kelopak mata, tungkai,

perut, thoraks, dan genital. Pembengkakan yang terjadi seringkali berpindah-

pindah, pada pagi hari cairan tertimbun di kelopak mata dan setelah berjalan

cairan akan tertimbun di pergelangan kaki. Setelah beberapa minggu atau bulan

dan albumin serum telah kurang dari 2 gr%, sembab tersebut akan mengenai

seluruh tubuh, yang dinamakan anasarka dan akan menetap. Adapun pengkisutan

otot dapat tertutupi oleh pembengkakan, dan tekanan darah dapat rendah, normal

ataupun tinggi. (9,S)(SN)

Pasien-pasien sering mengeluh sesak nafas akibat edema paru, efusi

pleura, dan penekanan diafragma akibat asites. Selain itu, pasien juga sering

mengalami kaki terasa berat dan dingin, dan tidak jarang juga ditemukan diare.

Jika hal ini berlangsung lama, akan muncul tanda-tanda malnutrisi seperti

perubahan-perubahan rambut dan kulit, pembesaran kelenjar parotis, garis

Meurecke pada kuku.(5,S)

Otot-otot akan mengalami atrofi terurtama otot skelet (muscle wasting)

akibat ketidakseimbangan nitrogen ataupun akibat efek samping pemberian

kortikosteroid jangkan panjang. Otot-otot yang mengalami atrofi tersebut akan

semakin nyata bila sembab akan hilang. Pada beberapa pasien juga tidak jarang

9

Page 10: Copy Sindrom Nefrotik

datang dengan keluhan yang menyerupai akut abdomen, yakni sakit perut hebat,

mual muntah,dan disertai dinding perut yang sangat tegang. Keluhan demikian

dinamakan nephrotic crisis. Pada laparotomi hanya ditemukan cairan asites steril

dan serat-serat fibrin. Sindom nefrotik sangat peka terhadap infeksi sekunder

terutama infeksi saluran nafas (pnuemonia) dan saluran kemih (pielonefritis).(S)

Pada pemerikasaan fisis ditemukan juga anemi ringan, pembesaran

kelenjar parotis, dan struma difussa non-toksik. Hipertensi berat dengan atau

tanpa penyulit bukan merupakan gejala sindrom nefrotik tetapi mempunyai

hubungan dengan atau tanpa penyulit bukan merupakan gejala sindrom nefrotik

tetapi mempunyai hubungan dengan etiologi dan perubahan-perubhan

histopatologi ginjal. Pada pasien-pasien glomerulopati lesi minimal (GLM) jarang

ditemukan hipertensi. Pada glomerulopati membranous (GM) hipertensi

ditemukan kira-kira 50%. Hipertensi lebih sering ditemukan (75%( bila sindrom

nefrotik mempunyai hubungan dengan glomerulonefritis kronik, lupus nefritis,

dan glomerulo-sklerosis ionterkapiler pada diabetes mellitus.(S)

V.2. Laboratorium

V.2.I Urinalisis

Proteinuri biasanya dideteksi pada urinalisis rutin. Selanjutnya dilakukan

pemeriksaan kuantitatif. Pemeriksaan yang paling sering dan mudah dilakukan

adalah dengan cara dipstick yang bermanfaat untuk melihat ada tidaknya

proteinuri. Tes tersebut akan bernialai positif bila total ekskresi albumin lebih

dari 300-500 mg/dl terlebih pada nilai yang +3 (3 gr/dl) atau +4 (>20gr/dl), tetapi

pada nilai intermediate, angka positif palsunya mencapai 50% karena tidak

sensitif untuk proteinuri. Pada wanita sering didapatkan positif palsu akibat

kontaminasi kemih dengan sekret vagina.(patof,SN)

Protein urin 24 jam adalah baku emas untuk pengukuran nilai proteinuri,

tetapi cara ini tidak praktis terutama pada keadaan pre-eklampsi yang memerlukan

hasil segera mungkin. Yang paling baik adalah dengan menggunakan alat

urinalisa otomatis. Bila asal protein tidak jelas, dapat dilakukan elektroforesis

protein urin. Bila albumin lebih dari 70%, maka sumbernya adalah glomerulus.

10

Page 11: Copy Sindrom Nefrotik

Selain itu, pada pemerikasaan elektrolit urin dapat diketahui kadar natrium yang

rendah dan kadar kalium yang tinggi.(SN,6,8)

2.2 Sedimen Urin

Urin mengandung benda-benda lemak dan kolesterol ester, terlihat sebagai oval

fat bodies atau maltese cross bodies dengan sinar polarisasi. Hematuri

mikroskopik disertai silinder eritrosit sering ditemukan pada semua bentuk

glomerulonefritis yang menyebabkan SN.(6)

2.3 Faal Ginjal

Pada stadium awal faal ginjal masih normal, masih sanggup

mengeksresikan urea, kreatinin dan hasil-hasil metabolisme protein lainnya. Bila

SN telah berjalan lama dan menetap, baru terdapat gangguan faal ginjal, biasanya

telah terdapat kerusakan progresif glomerulus.(6)

2.4 Pemeriksaan Darah

Kenaikan lemak darah sudah lama diketahui pada SN dan dapat

merupakan indikator hiperlipoproteinemi pasca sindrom nefrotik.. Kenaikan

kolesterol total serum dapat mencapai 400-600 mg%, trigliserida serum 2—3

gram%, dan lemak total 2-3% bahkan dapat mencapai 10 kali dari konsentrasi

normal, adapun HDL dapat normal atau menurun. Pada umumnya terdapat

hubungan terbalik antara kadar albumin serum dengan kadar kolesterol total

serum, yakni penurunan kadar albumin serum disertai kenaikan kadar kolesterol

total serum. Sindrom nefrotik yang tidak disertai hiperkolesterolemia dinamakan

pseudo-nephrotic syndrome, biasanya ditemukan pada lupus eritematous sistemik

atau telah jatuh pada fase gagal ginjal..Pada pemeriksaan darah rutin dapat

ditemukan anemia, sedangkan faktor pembekuan dapat menurun atau meningkat.

(SN,6,8)

2.5 Elektroforesis Serum Protein

Penurunan kadar albumin terutama menyebabkan hipoproteinemi.

Globulin serum cenderung normal atau sedikit meninggi. Proteinuri non selektif

dan gamma glonulin dapat lolos melalui urin jika glomerulus rusak berat. Gamma

globulin sering kali meninngi, juga beta globulin dan fibrinogen. Jika pengobatan

adekuat, maka semua fraksi tersebut akan kembali normal(6).

11

Page 12: Copy Sindrom Nefrotik

2.6 Biopsi Ginjal

Bipso ginjal merupakan salah satu teknik diagnostik terpenting yang telah

berkembang selama beberapa abad terakhir. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk

mengetahui penyebab SN dan mengelompokkan kerusakan ginjal yang khas,

menentukan jenis terapi terutama peranan steroid, serta menentukan prognosis

penyakit.(SN,6,patof)

Indikasi untukuntuk melakukan biopsi oerkutaneus tersebut, diantaranya

GGA atau GGK yang tidak jelas, sindrom nefritik akut, proteinuri dan hematuri

yang tidak jelas penyebabnya, mengidentifikkasi jenis lesi untuk menentukan

jenis terapi, penyakit sistemik yang berhubungan dengan kelainan ginjal seperti

SLE untuk menentukan keterlibatan ginjal, suspek terjadi reaksi transplantasi.(9)

Dari pemerikasaan histopatologi ini dapat dibedakan jenis sindrom

nefrotik berdasarkan etiologinya, terutama SN primer, seperti glomerulopati lesi

minimal (GNLM), glomerulopati lesi membranous (GLM), glomerulosklerosis

lokal (GFS), glomerulopati lesi proliferatif (GLP), glomerulopati lesi membrano-

proliferatif (GLMP), dan glomerulopati mesangiokapiler (GMK). (S)

V. DIAGNOSIS BANDING

Gejala dan tanda khas dari sindrom nefroti adalah edema. Edema dapat

disebabkan oleh banyak hal, yakni: (8,? Nda ada nda prlu)

a. Tekanan hidrostatik kapiler meningkat [pada gagal jantung, sirosis hepatis

dan retensi natrium akibat penyakit ginjal atau obat-obatan, kehamilan, dan

edema idiopatik.

b. Hipoalbuminemia yang disebabkan oleh kurangnya sintesis protein yang

terjadi pada kwasiorkor dan penyakit hati.

c. Peningkatan permiabilitas kapiler yang disebabkan oleh luka bakar, sepsis,

reaksi laregi, trauma, ataupun sindrom distress nafas pada dewasa.

d. Obstruksi limfe atau peningkatan tekanan onkotik interstisial, seperti

pembesaran limfe nodus dengan atau tanpa hipotiroidisme.

VI. PENATALAKSANAAN

12

Page 13: Copy Sindrom Nefrotik

VII.1 Tindakan Umum

Penatalaksanaan SN meliputi terapi spesifik untuk kelainan dasar ginjal

atau penyakit penyabab (pada SN sekunder), mengurangi atau menghilangkan

proteinuria, memperbaiki hipoalbuminemi, serta mencegah dan mengatasi

penyulit. (SN,s)

Penderita dengan edema anasarka berat harus dirawat inap dan istirahat di

tempat tidur untuk mengurangi proteinuri. Mobilisasi otot-otot penting untuk

mencegah atrofi otot ekstremitas. Penderita edema ringan cukup rawat jalan dan

mengurangi mobilisasi aktif untuk mencegah proteinuri ortostatik.(6)

VII.2 Diet

Pengobatan yang umum adalah diet yang mengandu ng protein dan kalium

dalam jumlah yang cukup disertai lemak jenuh dan natrium yang rendah untuk

mengkompensasi kehilangan protein melalui urin. Diet untuk pasien SN adalah 35

kal/kg berat badan/hari, sebagian besar terdiri dari karbohidrat. Dianjurkan diet

protein normal 0,8—1 gram/kg berat badan/hari. Girdano dkk memberikan diet

protein 0,6 gram/kg berat badan/ hari ditambah dengan jumlah gram protein

sesuai dengan proteinuri. Hasilnya proteinuri berkurang, kadar albumin darah

meningkat, dan kadar fibrinogen menurun.(Sn,2,6)

Untuk mengurangi edema diberikan diet rendah garam. Bila sembab tidak

berat pembatasan konsumsi garam dapur tidak perlu ketat. Penderita dilarang

makan ikan asin, telur asin, kecap asin, maupun makanan kaleng (1—2 gram

Natrium/hari). Untuk penderita edema anasarka dilakukan restriksi garam ketat 10

mEq/hari.(SN,6)

VII.3 Diuretik

Pembatasan garam hendaknya disertai dengan diuretik (furosemid 40

mg/hari atau golongan tiazid) dengan atau tanpa kombinasi loop diuretik atau

Potassium sparing diuretic (Spironolakton). Pada pasien SN dapat terjadi

resistensi terhadap diuretik (500 mg furosemid dan 200 mg spironolakton).

(SN,2,9)

Resistensi terhadap diuretik bersifat multifaktoral. Diduga

hipoalbuminemi menyebabkan berkurangnya transportasi obat ke tempat

13

Page 14: Copy Sindrom Nefrotik

kerjanya, sedangkan pengikatan oleh protein urin bukan merupakan mekanisme

utama resistensi ini. Pada pasien demikian, dapat diberikan infus salt-poor human

albumin. Terapi ini dapat meningkatkan volume plasma, meningkatkan laju

filtrasi glomerulus dan aliran darah, serta ekskresi Natrium. Namun demikian,

infus albumin ini masih diragukan sefektivitasnya karena albumin cepat

diekskresi lewat urin, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah dan bahkan

edema paru pada pasien hipervolemi.(2)

VII.4 Kortikosteroid

Jika penyebab SN tidak diketahui secara pasti, maka diberikan

kortikosteroid dan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan. SN lesi minimal

dan SN membranosa adalah kelainan yang memberikan respon yang baik terhadap

terapi kortokosteroid dengan atau tanpa obat sitotoksik. Schieppati dan kawan

menemukan bahwa pada kebanyakan pasien SN membranosa idiopatik terapi

simptomatik fungsi ginjal lebih baik untuk jangka waktu yang lama dan dapat

sembuh spontan. Oleh sebab itu, mereka tidak mendukung pemakaian

glukokortikoid dan imunosupresan pada nefropati jenis ini. Penelitian lain

menemukan bahwa glomerulosklerosis fokal segmental hampir 40% pasien

memberi respon yang baik terhadap steroid dengan remisi lengkap.(5,s)

Regimen penggunaan kortikosteroid pada SN bermacam-macam, di

antaranya Prednison 125 mg setiap 2 hari sekali selama 2 bulan kemudian dosis

dikurangi bertahap dan dihentikan setelah 1-2 bulan, jika relaps terapi dapat

diulangi. Refimen lain pada orang dewasa adalah prednison atau prednisolon 1-

1,5 mg/kg berat badan/hari selama 4 minggu diikuti 1 mg/kg berat badan selang 1

hari selama 4 minggu berikutnya. Hampir 90% pasien akan remisi bila terapi

diteruskan sampai 20-24 minggu, namun 50% pasien akan mengalami

kekambuhan setelah kortokosteroid dihentikan. Hopper menggunakan dosis 100

mg/48 jam. Jika tidak ada kemajuan dalam 2-4 minggu, dosis dinaikkan sampai

200 mg/h48 jam dan dipertahankan sampai proteinuri turun hingga ≤2 gram per

24 jam, atau sampai terapi dianggap tidak memberikan manfaat. Pada anak-anak

diberikan Prednison 60 mg/m2 luas permukaan tubuh atau 2 mg/kg berat badan

14

Page 15: Copy Sindrom Nefrotik

selama 48 minggu, diikuti 40 mg/m2 luas permukaan tubuh setiap 2 hari selama 4

minggu. Respon klinis terhadap kortokosteroid dapat dibagi menjadi:

Pemberian kortikosteroid memberi remisi lengkap pada 67% kasus SN lesi

minimal, remisi lengkap atau parsial pada 50% kasus SN membanosa, dan 20-

40% pada glomerulosklerosis fokal segmental. Perlu diperhatikan efek samping

pemakaian kortikosteroid jangka panjang, diantaranya nekrosis aseptik, katarak,

osteoporosis, hipertensi, dan diabetes mellitus.(2)

VII.5 ACE-Inhibitor, OAINS dan ARB

Pada pasien yang tidak responsif terhadap kortikosteroid, untuk

mengurang proteinuri digunakan terapi asimptomatik dengan angiotensin

converting enzyme inhibitor (ACEI), misal Captopril atau Enalapril dosis rendah,

dan dosis ditingkatkan setelah 2 minggu atau obat antiinflamasi non-steroid

(OAINS), misal Indometasin 3x50 mg.

Selain berfungsi sebagai antihipertensi, ACEI membantu mengurangi

ultrafiltrasi protein glomerulus dengan menurunkan tekanan intrakapiler

glomerulus dan memperbaiki size selective barrier glomerulus. Efek

antiproteinuri obat tersebut berlangsung lama (kurang lebih 2 bulan setelah obat

dihentikan). Angiotensin Receptor Blocker (ARB) ternyata juga dapat mengurangi

proteinuri dengan memperbaiki hemodinamik intrarenal, menghambat inflamasi

dan fibrosis interstisium, menghambat pelepasan sitokin, faktor pertumbuhan dan

adesi molekul akibat kerja angiotensin II lokal pada ginjal. Kombinasi ACE dan

ARB dilaporkan memberi efek antiproteinuri lebih besar pada glomerulonefritis

perimer dibandingkan ACEI atau ARB saja. Namun obat tersebut tidak dapat

merubah kelainan primer glomerulus.(2)

OAINS dapat digunakan pada pasien SN membranosa dan

glomerulosklerosis fokal segmental untuk menurunkan sintesis prostaglandin. Hal

tersebut menyebabkan vasokonstriksi ginjal, penurunan tekanan kapiler

glomerulus, dan mengurang proteinuri hingga 75%. Selain itu, OANS dapat

mengurangi kadar fibrinogen, fibrin-related antigenic, dan mencegah agregasi

tombosit. Namun demikian, penting diperhatikan bahwa OAINS dapat

15

Page 16: Copy Sindrom Nefrotik

menyebabkan oenurunan progresif fungsi ginjal pada sebagian pasien. Obat

tersebut tidak bolah diberikan jika klirens kreatinin <50 ml/menit.

VII.6 Siklofosfamid

Siklofosfamid merupakan salah satu alkylating agent dan golongan

imunosupresif yang sangat poten. Pada pasien GNLM yang sering relaps atau

resisten terhadap dengan kortikosteroid dapat diberikan terapi lain dengan

Siklofosfamid atau Klorambusil. Indikasi laiannya dari siklofosfamid adalah

kambuh berulang (frequent relapse) dan tergantung kortikosteroid, dan timbul

efek samping dari kortikosteroid. Siklofosfamid memberi remisi yang lebih lama

daripada kortikosteroid (75% selama 2 tahun) dengan dosis 2-3mg/kg berat

badan/hari selama 8 minggu. Efek samping Siklofosfamid adalah depresi sumsum

tulang, inksi, alopesia, sistitis hemoragik dan infertilitas baik wanita maupun pria

teruratma pada pemberian lebih dari 6 bulan atau dosis >200mg/kg berat badan.

Klorambusil diberikan dengan dosis 01-0,2 mg.kg berat badan/hari selama

8 minggu. Efek samping Klorambusil adalah azoozpermia dan agranulositosis.

Ponticelli dan kawan-kawan mengemukakan bahwa pada SN membranosa

idiopatik, kombinasi Metilprednisolon dan Klorambusil selama 6 bulan

menginduksi temisi lebiah awal dan dapat mempertahankan fungsi ginjal

dibandingkan dengan Metilprednisolon sendiri, namun perbedaan ini berkurang

sesuai dengan waktu (dalam 4 tahun perbedaan ini sudah tidak bermakna lagi).

Regimen yang digunakan adalah Metilprednisolon 1 gr/hari intravena selama 3

hari, lalu 0,4 mg/kg berat badan peroral selama 27 hari diikuti Klorambusil 0,2

mg/kg berat badan selang 1 hari selama 1 bulan berselang-seling.(6,?)

Terapi lain terapi SN membranosa adalah siklofosfamid 2 mg/kg berat

badan/hari ditambah 30 mg prednisolon tiap 2 hari selama beberapa bulan

(maksimal 6 bulan). Levamisol merupakan suatu obat cacing yang dapat pula

digunakan untuk terapi SN lesi minimal pada anak-anak dengan dosis 2,5 mg/kg

berat badan tiap 2 hari sekurang-kurangnya 112 hari. Efek samping yang jarang

terjadi adalah netropeni, trombositopeni, dan skin rash.

VII.7 Siklosporin

16

Page 17: Copy Sindrom Nefrotik

Siklorporin A dapat dicoba pada pasien yang relaps setelah pemberian

siklofosfamid atau untuk memperpanjang masa remisi setelah pemberian

kortikosteroid. Dosis 3-5 mg/kg berat badan/hari selama 6 bulan sampai 1 tahun

(setelah 6 bulan dosis siturunkan 25% setian 2 bulan). Siklosporin A dapat juga

dikombinasikan sengan prednisolon pada kasus Snyang gagal dengan kombinasi

terapi lain. Efek samping obat ini adalah hiperplasia gingiva, hipertrikosis,

hiperurisemi, hipertensi, dan nefrotoksis. Terapi lain yang belum terbukti

efektivitasnya adalah azatioprim 2-2,5 mg/kg berat badan/hari selama 12 bulan.

VII.8 Mycophenolate Mofetil (MMF)

Pada kasus SN yang resisten terhadap steroid dan obat imunosupresan saat

ini dapat diberikan suatu imunosupresan baru yakni mycophenolate mofetil

(MMF) dengan dosis 2 x (0,5—1) gram. Efek obat ini yakni menghambat

proliferasi sel limfosit B dan limfosit T, menghambat produksi antibodi dari sel B

dan ekspresi molekul adhesi, serta menghambat proliferasi sel otot polos

pembuluh darah. Penelitian Choi dkk pada 46 pasien SN dengan berbagai lesi

histopatologi mendapatkan angka remisi lengkap 15,6% dan remisi parsial 37,8%.

Hiperlipidemi dalam jangka panjang meningkatkan resiko terjadinya

aterosklerosis dini. Untuk mengatasi hiperlipidemi dapat digunakan hidroxymethyl

ghutaryl A (HMG Co-A) reductase yang efektif menurunkan kolesterol plasma.

Obat golongan ini paling efektif dengan efek samping yang minimal. Gemfibrozil,

bezafibrat, klofibrat menurunkan secara bermakna kadar trigliserida dan sedikit

menurunkan kadar kolesterol. Klofibrat dapat menyebabkan toksisitas pada kadar

yang biasa, hal ini disebabkan kadar klofibrat bebas yang meningkat

menyebabkan kerusakan otot dan gagal ginjal akut. Probukol menurunkan kadar

kolesterol total dan kolesterol LDL, tetapi efeknya minimal terhadap trigliserida.

Asam nikotinat (niasin) dapat menurunkan kolesterol dan lelebih efektif jika

dikombinasi dengan gemfibrozil. Kolestiramin dan kolestipol efektif menurunkan

kadar kolesterol total dan kolesterol LDL, namun obat ini tidak dianjurkan karena

efeknya pada absorbsi vitamnin D di usus yang memperburuk defisiensi vitamin

D pada SN.

VII.9 Anti Agregasi Trombosit dan Antikoagulan

17

Page 18: Copy Sindrom Nefrotik

Untuk mencegah penyulit hiperkoagulabilitas yakni tromboemboli yang

terjadi pada kurang lebih 20% kasus SN (paling sering pada nefropati

membranosa), digunakan dipiridamol (3 x 75 mg) atau aspirin (100 mg/hari)

sebagai antiagregasi trombosit dan deposisi fibrin/trombus. Selain itu obat-obat

tersebut dapat mengobati penurunan fungsi ginjal dan gagal ginjal tahap akhir

secara bermakna. Terapi ini diberikan selama pasien mengalami proteinuri

nefrotik, albumin < 2 g/dl, atau keduanya. Begitu juga halnya dengan indometacin

yang selain memiliki efek anti agregasi trombosit, juga berefek sebagai anti

proteinuri.(6,?)

Jika terjadi tromboemboli, harus diberikan heparin intravena/infus selama

5 hari, diikuti pemberian warfarin oral sampai 3—6 bulan atau setelah terjadi

kesembuhan SN. Pemberian heparin harus diikuti pemantauan APTT 1,5—2,5

kali kontrol, sedangkan efek warfarin dievaluasi dengan PT yang bisa dinyatakan

dengan International Normalized Ratio (INR) 2—3 kali normal.

VII.10 Antibiotik

Diketahui setiap SN sangat peka terhadap infeksi sekunder, dan sebagian

besar merupakan infeksi saluran kemih. Bila terjadi penyulit infeksi bakterial

(pneumonia pneumokokal atau peritonitis) diberikan antibiotik yang sesuai dan

dapat disertai pemberian Imonogluobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi

digunakan vaksin Pneumokokus.(9,2,6)

VII. KOMPLIKASI

Penyulit (komplikasi) sindrom nefrotik tergantung dari beberapa faktor,

seperti kelainan histopatologi, lamanya sakit, dan usia pasien. Adapun komplikasi

SN yang sering dijumpai adalah pingsan bahkan samapi syok akibat kurangnya

cairan intravaskuler, malnutrisi akibat hipoalbuminemia berat, dimana protein

yang keluar lebih dari 10 gr/dl, atherosklerosis akibat hiperlipidemia yang lama,

infeksi sekunder akibat gangguan mekanisme pertahanan humoral (penurunan

gamma globulin serum), kolaps hipovolemia akibat proteinuri yang berat

osteomalacia, tromboflebitis vena dalam, emboli paru, dan trombosis vena ginjal

18

Page 19: Copy Sindrom Nefrotik

akibat hiperkoagulopati, serta hiperparatiroidisme karena defisiensi vitamin D.

(5,S,8,9,4)

Obat-obatan yang sering digunakan pada pasien SN juga sering

memberikan efek samping, seperti diuretik, antibiotik, kortikosteroid,

entihipertensi, dan sitostatika. Pemakaian imunosupresan menimbulkan masalah

infeksi virus seperti dampak dan herpes. Penyulit lain yang dapat terjadi di

antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal ginjal akut, gagal ginjal kronik

(setelah 5—15 tahun). Bila telah terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisa,

dapat dialkukan transplantasi ginjal. Dantal dkk, mnge,mukakan pasien GN fokal

segmental yang menjalani transplantasi ginjal, 15-55% kasus akan terjadi SN

kembali. Rekurensi mungkin disebabkan oleh adanya faktor plasma (circulating

factor) atau faktor-faktor yang meningkatkan permiabilitas glomerulus.(s,2,3)

VIII. PROGNOSIS

Prognosis penyakit SN bervariasi, tergantung pada penyebab, usia

penderita, hipertensi dan jenis kerusakan ginjal yang bisa diketahui dari

pemeriksaan mikroskopik pada biopsi. Gejalanya akan hilang seluruhnya jika

penyebabnya adalah penyakit yang dapat diobati (misalnya infeksi atau kanker)

atau obat-obatan. Prognosis biasaya baik jika penyebabnya memberikan respon

yang baik terhadap kortikosteroid. (SN,6)

Prognosis yang paling baik ditemukan pada sindrom nefrotik akibat

glomerulunefritis ringan; 90% penderita anak-anak dan dewasa memberikam

respon yang baik terhadap pengobatan. Jarang yang berkembang menjadi gagal

ginjal meskipun cenderung bersifat kambuhan. Namun, setelah 1 tahun bebas

gejala, jarang terjadi kekambuhan.(sn)

Sindrom nefrotik akibat glomerulonefritis membranosa secara perlahan akan

berkembang menjadi gagal ginjal. 50% penderita lainnya mengalami kesembuhan

atau memiliki proteinuri menetap, tetapi dengan fungsi ginjal yang adekuat. Pada

anak-anak dengan glomerulonefritis membranosa, proteinuri akan hilang secara

total dan spontan dalam 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis.(sn)

19

Page 20: Copy Sindrom Nefrotik

Sindrom nefrotik familial dan glemerulonefritis membranoproliferatif

memberi respon yang buruk terhadap pengobatan dan prognosisnya tidak terlalu

baik. Lebih dari separuh penderita sindrom nefrotik familial meninggal dalam

waktu 10 tahun. Pada 20% penderita prognosisnya lebih buruk, terjadi gagal

ginjal yang berat dalam waktu 2 tahun. Pada 50% penderita, glomerulonefritis

membranoproliferatif berkembang menjadi gagal ginjal dalam waktu 10 tahun.

Pada kurang dari 5% penderita, penyakit ini menunjukkan perbaikan.(SN)

Sindrom nefrotik akibat glomerulonefrtis proliferatif mesangial sama

sekali tidak memberi respon terhadap kortikosteroid. Pengobatan pada sindrom

nefrotik akibat SLE, amiloidosis atau Diabetes Mellitus, terutama ditujukan untuk

mengurangi gejalanya. Pengobatan terbaru untuk lupus bisa mengurangi gejala

dan memperbaiki hasil pemeriksaan yang abnormal, tetapi pada sebagian besar

penderita terjadi gagal ginjal yang progresif. Pada penderita Diabetes mellitus,

penyakit ginjal yang berat biasanya akan timbul dalam waktu 3—5 tahun.(SN)

Prognosis sindrom nefrotik akibat infeksi, alergi, maupun pemakainan

heroin intravena bervariasi, tergantung pada seberapa cepat dan seberapa efektif

penyebabnya diatasi.(SN)\

20

Page 21: Copy Sindrom Nefrotik

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Z

Umur : 18 tahun/3 bulan/21 hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Lambang Saukang

RM : 545404

MRS : 26 April 2012

Ruangan : Lontara 1 Atas Belakang Kamar RSWS

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT

Keluhan Utama :Bengkak seluruh badan

Anamnesis Terpimpin:

Dialami sejak ± 4 bulan sebelum masuk RS secara tiba-tiba. Bengkak berawal

hanya pada kelopak mata yang muncul pada pagi hari dan berkurang menjelang

siang jika pasien sudah duduk sehingga pasien tidak begitu memperdulikannya.

Beberapa minggu kemudian, bengkak juga mulai muncul pada kedua kaki lalu ke

perut dan akhirnya ke alat kelamin yang tidak menghilang walaupun pasien sudah

duduk maupun berdiri lama.

Demam (-), riwayat demam (+) pada saat sebelum munculnya bengkak,

berlangsung ± 5 hari, tidak terus-menerus, demam turun walaupun tanpa minum

obat penurun demam, menggigil (-), kejang (-), keringat banyak (-)

Batuk (+) kadang-kadang sejak 1 minggu sebelum masuk RS, lendir (+) warna

putih, darah (-).

Sesak (+) dialami sejak perut membesar, sesak memberat jika tidur terlentang,

pasien nyaman tidur dengan posisi setengah duduk dan tidur dengan bantal tinggi,

sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas, pasien tidak pernah terbangun

malam hari karena sesak. Nyeri dada (+) sejak ± 1 minggu sebelum masuk RS,

nyeri tidak tembus ke belakang ataupun menjalar ke lengan.

21

Page 22: Copy Sindrom Nefrotik

Mual (-), muntah (-), riwayat muntah (+) 1 hari sebelum sebelum masuk RS,

frekuensi 1x, isi sisa makanan, lendir (-), darah (-), NUH (-). Nafsu makan

menurun (-).

BAB : Biasa, warna kuning

Riwayat BAB encer (-)

Riwayat BAB hitam (-)

BAK : Kesan lancar, warna kuning

Riwayat kencing sedikit-sedikit (-)

Riwayat nyeri saat BAK (-)

Riwayat BAK keruh (-)

Riwayat kencing warna teh pekat tidak diperhatikan

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA:

Riwayat mengalami keluhan yang sama sebelumnya (-)

Riwayat infeksi saluran nafas/kulit sebelumnya (-)

Riwayat minum obat-obatan (-)

Riwayat minum jamu-jamuan (-)

Riwayat merokok (-)

Riwayat penyakit kuning (-)

Riwayat HT (-)

Riwayat DM (-)

STATUS PASIEN:

Status Present:

Sakit sedang/ Gizi kurang/ Kesadaran Composmentis

BB : 56 kg

BBK : 39,2 kg

TB : 158 cm

IMT : 15,7 kg/m2

Tanda vital:

Tensi : 120/80 mmHg

Nadi : 78 x/menit

22

Page 23: Copy Sindrom Nefrotik

Pernapasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5oC

Kepala

Ekspresi : Datar Deformitas : (-)

Simetris muka : kiri=kanan Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut

Mata

Eksoptalmus/enoptalmus : (-)

Tekanan bola mata :Dalam batas normal

Kelopak mata : Edema (+)

Konjungtiva : Anemis (-)

Kornea : Jernih

Sklera : Ikterus (-)

Pupil : Isokor, Ø 2,5 mm/ 2,5 mm

Telinga

Pendengaran : Dalam batas normal

Tophi : (-)

Nyeri tekan di processus mastoideus : (-)

Hidung

Perdarahan : (-)

Sekret : (-)

Mulut

Bibir : Kering Tonsil : T1_T1

Gigi geligi : Caries(-) Faring : Hiperemis (-)

Gusi : Perdarahan (-) Lidah : Stomatitis (-)

Leher

Kelenjar getah bening : Tak ada pembesaran

Kelenjar gondok : Tak ada pembesaran

DVS : R-2 cm H20

Kaku kuduk : (-)

Tumor : (-)

Dada

23

Page 24: Copy Sindrom Nefrotik

Inspeksi : - Bentuk: Simetris kiri=kanan

- Pembuluh darah : Spider nevi (-)

Palpasi : MT (-), NT (-)

VF ↓ pada basal hemithoraks dextra et sinistra

Perkusi : BPH ICS V kanan depan

Pekak pada basal hemithoraks dextra et sinistra

Auskultasi : BP : Bronkovesikuler, menurun pada hemithoraks dextra et sinistra

BT:Rh: Wh: -/-

Cor

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung ICS V LMC, pekak (+)

Auskultasi : BJ I/II murni, reguler. Bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas

Auskultsai : Peristaltik (+), kesan normal

Perkusi : Asites (+) undulasi

Palpasi : MT (-), NT (-)

Hepar dan lien sulit dievaluasi

Ekstremitas

Edema pretibial +/+

Edema dorsum pedis +/+

Genitalia

Edema scrotum (+)

DIAGNOSIS SEMENTARA:

- Suspek Sindrom Nefrotik

24

Page 25: Copy Sindrom Nefrotik

- Efusi pleura bilateral

PENATALAKSANAAN AWAL:

- Diet rendah garam, purin, kalium

Diet rendah protein 0,6 gram/kg BB/hari

Diet rendah lemak

- Furosemid 1 amp/12 jam/iv

- Simvastatin 20 mg 0-0-1

- Metylrednisolon 8 mg 6-0-0

- Ranitidin tab 2x1 (sediaan)

RENCANA PEMERIKSAAN:

- Darah rutin

- Protein total, albumin

- Profil lipid

- Ureum/Creatinin

- GDS

- Elektrolit

- Urinalisa

- Urine Esbach

- Foto thorax posisi PA

- USG Abdomen

- Ukur lingkar perut/hari

- Ukur berat badan/hari

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER

3 Mei 2012

TD: 120/70

N : 88x/menit

P : 24 x/menit

S KU: Bengkak seluruh badan

Demam(-), batuk(-), sesak(+),

Mual(+), muntah(-), NUH(+)

BAB : Biasa, lunak, kuning

- Diet rendah garam,

purin, kalium

Diet rendah protein 0,6

gram/kg BB/hari

25

Page 26: Copy Sindrom Nefrotik

S : 36,5oC

Lab :

WBC : 15,68x103

Hb : 9,4

RBC : 3,32x106

PLT : 453x103

GDS : 102 mg/dl

Ur/Cr : 67/2,4

TKK: 37,66

GOT/GPT: 28/18

Protein tot.: 3,3

Albumin : 1,2

Kol. Tot.: 473

HDL : 36

LDL : 323

TG : 269

Na: 139

K: 3,1

Cl:115

USG Abd:

-PNC bilateral

-Ascites+efusi

pleura bilateral

Foto thorax PA:

Efusi pleura bil.

BAK : Lancar, warna kuning

O SS/GK/CM

Kepala: An (+), ikt (-), sian (-)

Leher : MT (-), NT (-)

Thorax: BP: Vesikuler

BT : Rh Wh -/- BP basal paru D & SAbd : Peristaltik (+), kesan N

Ascites (+)

Ext : Edema pretibial (+)

Edema scrotum (+)

A D/ - Sindrom nefrotik

- Efusi pleura bilateral

Diet rendah lemak

- Simvastatin 20mg0-0-1

- Metylprednisolon 8 mg

6-0-0

- Furosemid1amp/12jam/iv

- Ranitidin 2x1

4 Mei 2012

TD: 120/80

N : 80x/menit

S KU: Bengkak seluruh badan

Demam(-), batuk(-), sesak(+),

Mual(-), muntah(-), NUH(-)

- Diet rendah garam,

purin, kalium

- Diet rendah protein 0,6

26

Page 27: Copy Sindrom Nefrotik

P : 22 x/menit

S : 36,0oC

BAB : Biasa, lunak, kuning

BAK : Lancar, warna kuning

O SS/GK/CM

Kepala: An (+), ikt (-), sian (-)

Leher : MT (-), NT (-)

Thorax: BP: Vesikuler

BT : Rh Wh -/- BP basal paru D & SAbd : Peristaltik (+), kesan N

Ascites (+)

Ext : Edema pretibial (+)

Edema scrotum (+)

A D/ - Sindrom nefrotik

- Efusi pleura bilateral

gram/kg BB/hari

Diet rendah lemak

- Simvastatin 20mg0-0-1

- Metylprednisolon 8 mg

6-0-0

- Furosemid 40mg 1-0-0

- Lanzoprasole30mg1-0-1

5 Mei 2012

TD: 110/70

N : 80 x/menit

P : 20 x/menit

S : 36,7oC

LP: 85 cm

Lab

Prot Esbach:

15 gr/dl

S KU: Bengkak seluruh badan

Demam(-), batuk(-), sesak(+),

Mual(-), muntah(-), NUH(-)

BAB : Biasa, lunak, kuning

BAK : Lancar, warna kuning

O SS/GK/CM

Kepala: An (-), ikt (-), sian (-)

Leher : MT (-), NT (-)

Thorax: BP: Vesikuler

BT : Rh Wh -/- BP basal paru D & SAbd : Peristaltik (+), kesan N

H/L sulit dinilai

Ascites (+)

Ext : Edema pretibial (+)

Edema scrotum (+)

A D/ - Sindrom nefrotik

Efusi pleura bilateral

Diet rendah protein 0,6

gram/kg BB/hari

Diet rendah lemak

- Simvastatin 20mg0-0-1

- Metylprednisolon 8 mg

6-0-0

- Furosemid 40mg 1-0-0

- Lanzoprasole30mg1-0-1

6 Mei 2012

TD: 110/70

N : 82 x/menit

S KU: Bengkak seluruh badan

Demam(-), batuk(-), sesak(+),

Mual(-), muntah(-), NUH(-)

- Diet rendah protein 0,6

gram/kg BB/hari

Diet rendah lemak

27

Page 28: Copy Sindrom Nefrotik

P : 20 x/menit

S : 36,5oC

LP: 85 cm

BB: 59 kg

Lab

Ureum: 76

Creatinin: 2,2

BAB : Biasa, lunak, kuning

BAK : Lancar, warna kuning

O SS/GK/CM

Kepala: An (-), ikt (-), sian (-)

Leher : MT (-), NT (-)

Thorax: BP: Vesikuler

BT : Rh Wh -/- BP basal paru D & SAbd : Peristaltik (+), kesan N

H/L sulit dinilai

Ascites (+)

Ext : Edema pretibial (+)

Edema scrotum (+)

A D/ - Sindrom nefrotik

- Efusi pleura bilateral

- Simvastatin 20mg0-0-1

- Metylprednisolon 16

mg 3-0-0

- Furosemid 40mg 1-1-0

- Lanzoprasole30mg1-0-1

Periksa:

- DR

- Profil lipid

- Elektrolit

- Prot.tot, albumin

7 Mei 2012

TD: 110/70

N : 84 x/menit

P : 20 x/menit

S : 36,8oC

LP: 84 cm

BB: 58,5 kg

S KU: Bengkak seluruh badan

Demam(-), batuk(-), sesak(+),

Mual(-), muntah(-), NUH(-)

BAB : Biasa, lunak, kuning

BAK : Lancar, warna kuning

O SS/GK/CM

Kepala: An (-), ikt (-), sian (-)

Leher : MT (-), NT (-)

Thorax: BP: Vesikuler

BT : Rh Wh -/- BP basal paru D & SAbd : Peristaltik (+), kesan N

H/L sulit dinilai

Ascites (+)

Ext : Edema pretibial (+)

Edema scrotum (+)

A D/ - Sindrom nefrotik

Efusi pleura bilateral

- Diet rendah protein 0,6

gram/kg BB/hari

Diet rendah lemak

- Simvastatin 20mg0-0-1

- Metylprednisolon 16

mg 3-0-0

- Furosemid 40mg 1-1-0

stop

- Lanzoprasole30mg1-0-1

- Loratidin 10 mg 3x1

HASIL LABORATORIUM

28

Page 29: Copy Sindrom Nefrotik

Darah Rutin (4 Mei 2012) :

WBC : 15,68x103/uL

Hb : 9,4 g/dl

RBC : 3,32x106

HCT : 29,2%

MCV : 88,0 fL

MCH : 26,3 pg

MCHC : 32,2 g/dl

PLT : 453x103

NEUT : 11,96x103

LYMPH : 2,65x103

MONO : 1,06x103

EO : 0,01x103

BASO : 0,01x103

Protein (4 Mei 2012) :

Protein total : 3,3 g/l

Albumin : 1,2 gr/l

Profil Lipid (4 Mei 2012) :

Kolesterol Total : 473

HDL : 36

LDL : 323

TG : 269

Ureum/Creatinin (4 Mei 2012) :

Ureum : 76 mg/dl

Creatinin : 2,2 mg/dl

GDS (4 Mei 2012) :

GDS : 102 mg/dl

29

Page 30: Copy Sindrom Nefrotik

Elektrolit (4 Mei 2012) :

Natrium : 139 mg/dl

Kalium : 3,1 mg/dl

Klorida : 115 mg/dl

Urin Rutin (4 Mei 2012) :

Warna : Kuning

pH : 6

BJ : 1,015

Protein : 500 mg/dl / ++++

Glukosa : 300 mg/dl / +++

Bilirubin\ : Negatif

Urobilinogen : Normal

Keton : Negatif

Nitrat : Negatif

Leukosit : Negatif

Blood : 150 mg/dl / ++++

Vit. C : -

Sedimen Eritrosit : 10—15

Sedimen Leukosit : 0—1

Sedimen Torak : -

Sedimen Kristal : 7—10

Sedimen Epitel Sel:

Sedimen Lain-lain : Granular kasar/++

Protein Esbach (4 Mei 2012) :

Protein Escbach : 15 gr/L

Foto Thorax PA :

30

Page 31: Copy Sindrom Nefrotik

- Tampak perselubungan homogen pada kedua paru terutama kiri dengan

gambaran periapica lcupping yang menutupi kedua sinus, diafragma, dan

batas jantung

- Cor kesan dalam batas normal

- Tulang-tulang intak

Kesan : Efusi pleura bilateral

USG Abdomen (4 Mei 2012) :

Hepar : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Vaskular dan bile

duct tidak dilatasi. Tidak tampak mass/cyst

GB : Kontraktil

Pankreas : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal

Lien : Ukuran dan echo parenkim dalam batas normal. Tidak tampak

mass/cyst

Kedua Ginjal : Ukuran dalam batas normal dengan echo parenkim meningkat

dengan tepi irreguler. Tidak tampak dilatasi pelvocalyceal system.

Tidak tampak echo batu maupun mass/cyst

VU : Sulit dinilai, urine minimal

Tampak echo cairan bebas pada cavum peritonium dan kedua cavum pleura

Kesan : - Tanda-tanda PNC bilateral

- Ascites disertai efusi pleura bilateral

31

Page 32: Copy Sindrom Nefrotik

RESUME

Seorang laki-laki, 18 tahun masuk Rumah Sakit dengan keluhan edema

anasarka yang dialami sejak ± 4 bulan sebelum masuk RS secara tiba-tiba. Edema

berawal hanya pada palpebra yang muncul pada pagi hari dan berkurang

menjelang siang jika pasien sudah duduk sehingga pasien tidak begitu

memperdulikannya. Beberapa minggu kemudian, edema juga mulai muncul pada

kedua ekstremitas inferior lalu ke abdomen dan akhirnya ke skrotum yang tidak

menghilang walaupun pasien sudah duduk maupun berdiri lama.

Pasien pernah mengalami febris sebelum munculnya edema yang

berlangsung ± 5 hari yang tidak terus-menerus dan turun walaupun tanpa minum

obat antipiretik. Pasien mengalami dispneu sejak ascites dan memberat jika tidur

terlentang, sehingga pasien nyaman tidur dengan posisi setengah duduk dan tidur

dengan bantal tinggi, dispneu tidak dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas, pasien

tidak pernah terbangun malam hari karena dispneu. Pasien juga mengalami nyeri

dada sejak ± 1 minggu sebelum masuk RS, nyeri tidak tembus ke belakang

ataupun menjalar ke lengan. Terkadang pasien mengalami batuk sejak 1 minggu

sebelum masuk RS, berlendir warna putih.

Pasien tidak mengalami nausea maupun vomit, namun memiliki riwayat

vomitus 1 hari sebelum sebelum masuk RS, frekuensi 1x, isi sisa makanan,tidak

ada lendir maupun darah. Defekasi seperti biasa, warna kuning. Produksi urin

kesan lancar, warna kuning, tidak ada riwayat kencing sedikit-sedikit, disuri, dan

urin keruh. Adapun riwayat kencing warna teh pekat tidak diperhatikan.

Pasien tidak memiliki riwayat keluhan yang sama sebelumnya, infeksi

saluran nafas/kulit, mengkonsumsi obat-obatan ataupun jamu-jamuan, merokok,

ikterus, HT, maupun DM.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan status present: sakit sedang, gizi

kurang, kesadaran composmentis, dengan BB : 56 kg, koreksi : 39,2 kg, TB : 158

cm, IMT : 15,7 kg/m2. Tanda vital TD: 120/80 mmHg, nadi : 78 x/menit,

pernapasan: 20 x/menit, suhu : 36,5oC.

32

Page 33: Copy Sindrom Nefrotik

Pada pemeriksaan kepala ditemukan anemis (-), ikterus (-), sianosis (-),

edema palpebra (+). Pada leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar dan nyeri

tekan dengan DVS R-2 cm H2O.

Pada pemerikasaan thorax melalui inspeksi tampak dinding thorax simetris

kiri dan kanan, pada palapasi ditemukan vocal fremitus menurun pada basal

hemithorax dextra et sinistra, pada perkusi ditemukan pekak pada basal

hemithoraks dextra et sinistra, dan pada auskultasi, bunyi pernapasan terdengar

bronkovesikuler yang menurun pada hemithoraks dextra et sinistra, dengan BT:

Rh: dan Wh: -/-.

Pada pemeriksaan cor tidak didapatkan pembesaran jantung dengan BJ I/II

murni, reguler, bising (-). Pada pemeriksaan Abdomen melalui inspeksi tampak

abdomen cembung dan mengikuti gerak napas, melalui auskultsai terdengar

peristaltik (+) kesan normal, melalui perkusi dan palpasi ditemukan ascites

dengan undulasi (+), dimana hepar dan lien sulit dievaluasi.

Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan edema pretibial +/+ dan edema

dorsum pedis +/+. Pada pemeiksaan genitalia, ditemukan edema scrotum (+).

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil:

WBC : 15.68x103, Hb : 9.4, RBC : 3.32x106, MCV : 88.0 fL, MCH : 26.3 pg,

MCHC : 32.2 g/dl, PLT : 453x103.

Protein total : 3, albumin : 1.2

Kolesterol total: 473, HDL : 36, LDL : 323, TG : 269

GDS : 102 mg/dl, SGOT : 28, SGPT : 18, Ureum : 67, Kreatinin : 2.4

Na: 139, K: 3.1, Cl:115

Urin rutin : Warna : Kuning, pH : 6, BJ : 1.015, protein : 500 mg/dl / ++++,

glukosa : 300 mg/dl / +++, bilirubin\ : negatif, urobilinogen: normal, keton:

negatif, Nitrat : negatif, leukosit : negatif, darah : 150 mg/dl / ++++, Vit. C: (-),

sedimen eritrosit : 10—15, sedimen leukosit : 0—1, sedimen torak : (-), sedimen

kristal : 7—10, sedimen epitel sel: (-), sedimen lain-lain : granular kasar/++

Protein Escbach : 15 gr/L

USG Abdomen : PNC bilateral + ascites + efusi pleura bilateral

Foto thorax PA : Efusi pleura bilateral

33

Page 34: Copy Sindrom Nefrotik

Darti hasil anamnesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan pada pasien tersebut, maka ditegakkan diagnosis Sindroma Nefrotik.

DISKUSI

Sindrom nefrotik merupakan salah satu manifestasi klinik

glomerulonefritis dan terjadi pada segala usia dan lebih banyak menyerang laki-

laki, serta beberapa jenis sindrom nefrotik bersifat diturunkan. Sindrom nefrotik

dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan elektrostatik maupun struktur membrana basalis glomerulus.

Kejadian SN idiopatik pada anak-anak 2-3 kasus/100.000 anak/tahun, sedangkan

pada dewasa 3/1.000.000/tahun. Sindrom nefrotik sekunder pada orang dewasa

terbanyak disebabkan oleh diabetes mellitus. (2,ipd,SN,3)

Penyakit ini merupakan kumpulan gejala klinis yang ditandai oleh

proteinuri masif (lebih dari 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari atau 50

mg/kg berat badan/hari), hipoalbuminemia (kurang dari 3 gr/dl), edema,

hiperlipidemia, lipiduria, dan hiperkoaguabilitas. Protenuri masif merupakan

tanda khas SN, tetapi pada SN yang berat yang disertai kadar albumin serum

rendah ekskresi protein dalam urin juga berkurang. (ipd, 2,45)

Berdasarkan etiologinya, SN dapat dibagi menjadi SN primer yang bersifat

idiopatik dan SN sekunder yang disebabkan oleh penyakit tertentu. Saat ini,

gangguan imunitas yang diperantarai oleh sel T diduga menjadi penyebab SN.

(ipd,2,5)

Pada kasus ini ditegakkan sindrom nefrotik berdasarkan:

1. Anamnesis, diketahui:

Seorang laki-laki, 18 tahun, dengan keluhan edema anasarka yang

dialami sejak ± 4 bulan sebelum masuk RS secara tiba-tiba. Edema berawal

hanya pada palpebra yang hilang pada siang hari, namun beberapa minggu

kemudian edema juga mulai muncul pada kedua ekstremitas inferior lalu ke

abdomen dan akhirnya ke skrotum yang tidak menghilang walaupun pasien

sudah duduk maupun berdiri lama. Pasien mengalami dispneu sejak ascites dan

memberat jika tidur terlentang, sehingga pasien nyaman tidur dengan posisi

34

Page 35: Copy Sindrom Nefrotik

setengah duduk dan tidur dengan bantal tinggi, dispneu tidak dipengaruhi oleh

cuaca dan aktivitas, pasien tidak pernah terbangun malam hari karena dispneu.

Pasien juga mengalami nyeri dada sejak ± 1 minggu sebelum masuk RS, nyeri

tidak tembus ke belakang ataupun menjalar ke lengan. Terkadang pasien

mengalami batuk sejak 1 minggu sebelum masuk RS, berlendir warna putih.

2. Pemriksaan fisis, didapatkan:

- Pada pemeriksaan fisis mata ditemukan edema palpebra (+).

- Pada pemerikasaan thorax melalui palapasi ditemukan vocal fremitus

menurun pada basal hemithorax dextra et sinistra, pada perkusi ditemukan

pekak pada basal hemithoraks dextra et sinistra, dan pada auskultasi bunyi

pernapasan terdengar bronkovesikuler yang menurun pada hemithoraks

dextra et sinistra.

- Pada pemeriksaan perkusi dan palpasi abdomen ditemukan ascites dengan

undulasi (+), dimana hepar dan lien sulit dievaluasi.

- Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan edema pretibial pada seluruh

ekstremitas dan edema dorsum pedis +/+. Pada pemeiksaan genitalia,

ditemukan edema scrotum (+).

3. Pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil:

- Darah rutin : Leukosit: 15.68x103, Hb : 9.4, eritrosit : 3.32x106, platelet :

453x103.

- Protein total : 3, albumin : 1.2

- Kolesterol total: 473, HDL : 36, LDL : 323, TG : 269

- Ureum : 67, Kreatinin : 2.4

- Urin rutin : protein : 500 mg/dl / ++++, glukosa : 300 mg/dl / +++, darah :

150 mg/dl / ++++, sedimen eritrosit : 10—15, sedimen kristal : 7—10,

sedimen lain-lain : granular kasar/++

- Protein Escbach : 15 gr/L

4. Pemeriksaan radiologi ditemukan hasil:

- USG Abdomen : PNC bilateral + ascites + efusi pleura bilateral

- Foto thorax PA : Efusi pleura bilateral

35

Page 36: Copy Sindrom Nefrotik

36

Page 37: Copy Sindrom Nefrotik

A. Remisi lengkap, bila:

– Proteinuri minimal (<200 mg/24 jam)

– Albumin serum >3 gr/dl

– Kolesterol serum <300 mg/dl

– Diuresis lancar dan edema hilang

B. Remisi pasrsial, bila:

- Proteinuri <3,5 gr/24 jam

- Albumin seru >2,5 gr/gl

- Kolesterol serum <350 gr/gl

- Diuresis kurang lancar dan masih edema

C. Resisten

- Klinis dan laboratoris tidak memperlihatkan perubahan atau perbaikan

setelah pengobatan 4 bulan dengan kortikosteroid.

37