case sindrom nefrotik

23

Click here to load reader

Upload: aphroditez88

Post on 29-Jun-2015

752 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: case sindrom nefrotik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari

edema, proteinuria masif, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemi. Yang dimaksud

proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar ≥ 40 mg/m2/jam atau

proteinuria +2 atau lebih. Hipoalbuminemia apabila kadar albumin dalam darah ≤ 2,5

gram/dl serta kolesterol dalam darah meningkat ≥ 200 mg/dl. Selain gejala-gejala klinis

di atas, kadang-kadang dijumpai hipertensi, hematuri dan azotemia.

B. Epidemiologi

Sekitar 75%-80% kasus SN di klinik merupakan SN primer (idiopatik). Angka

kejadian terbanyak pada anak berumur antara 3-4 tahun. Pada anak-anak, berdasarkan

histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal, paling sering ditemukan nefropati lesi

minimal (75%-85%) dan laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita.

C. Etiologi

Sebab yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit

autoimun, yaitu reaksi antigen-antibodi.

Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 3 golongan, yaitu :

1. Sindrom nefrotik bawaan / kongenital, yaitu jenis sindrom nefrotik yang

ditemukan sejak anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun. Diturunkan sebagai

resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten terhadap semua

pengobatan. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Prognosis buruk dan

biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.

2. Sindrom nefrotik primer/idiopatik, faktor etiologinya tidak diketahui. Dikatakan

sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer terjadi

akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini

Page 2: case sindrom nefrotik

paling sering dijumpai pada anak. Klasifikasi sindroma nefrotik berdasarkan

histopatologi, Churg dkk membagi dalam 4 golongan, yaitu:

a. Glomerulonefritis pascastreptokok

b. Glomerulonefritis kelainan minimal

Dengan mikroskop biasa glomerulus tampak normal, sedangkan dengan

mikroskop electron tampak foot processus sel epitel berpadu. Dengan cara

imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG atau immunoglobulin beta-IC

pada dinding kapiler glomerulus. Golongan ini lebih banyak terdapat pada anak

daripada orang dewasa. Prognosis lebih baik dibandingkan dengan golongan

lain

c. Glomerulonefritis membranosa

Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang tersebar tanpa

proliferasi sel. Tidak sering ditemukan pada anak. Prognosis kurang baik

d. Glomerulonefritis proliferatif

1. Glomerulonefritis proliferatif eksudatif difus.

Terdapat proliferasi sel mesangial dan infiltasi sel polimorfonukleus.

Pembengkakkan sitoplasma endotel yang menyebabkan kapiler tersumbat.

Kelainan ini sering ditemukan pada nefritis yang timbul setelah infeksi

dengan Streptococcus yang berjalan progresif dan pada sindrom

nefrotik.prognosis jarang baik, tetapi kadang-kadang terdapat

penyembuhan setelah pengobatan yang lama

2. Dengan penebalan batang lobular

Terdapat proliferasi sel mesangial yang tersebar dan penebalan batang

lobular.

3. Dengan bulan sabit (crescent)

Didapatkan proliferasi sel mesangial dan proliferasi sel epitel simpai

(kapsular) dan visceral. Prognosis biasanya buruk.

4. Glomerulonefritis membranoproliferatif

Proliferasi sel mesangial dan penempatan fibrin yang menyerupai

membrane basalis di mesangium. Titer globulin beta-1C atau beta-1A

rendah. Prognosis tidak baik.

Page 3: case sindrom nefrotik

e. Glomerulosklerosis fokal segmental

Pada kelainan ini yang menyolok sklerosis glomerulus. Sering disertai

dengan atrofi tubulus. Prognosisnya buruk.

Sindrom nefrotik primer yang banyak menyerang anak biasanya berupa sindrom

nefrotik tipe kelainan minimal (SNKM) sekitar 80-80%. Pada dewasa prevalensi

sindrom nefrotik tipe kelainan minimal jauh lebih sedikit dibandingkan pada

anak-anak. Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal

segmental (GSFS) 7-9%, proliferatif mesangial difus (GNPMD) 6,2% dan

nefropati membranosa (GNM) 1,3%.

3. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik

atau sebagai akibat dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping

obat. Penyebab yang sering dijumpai adalah :

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom

Alport, miksedema.

b. Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus,

AIDS.

c. Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, timbal, racun

serangga, bisa ular.

d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik,

purpura Henoch-Schnlein, sarkoidosis.

e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal, tumor

wilms, leukemia

C. Klasifikasi

1. Berdasarkan etiologi

Sindrom nefrotik primer

Sindrom nefrotik kongenital

Sindrom nefrotik sekunder

2. Berdasarkan kelainan histopatologi

Sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM)

Page 4: case sindrom nefrotik

Glomerulosklerosis

- glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

- glomerulosklerosis fokal global (GSFG)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus (GNPMD)

Glomerulonefritis proliferatif mesangial difus eksudatif

Glomerulonefritis kresentik (GNK)

Glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP)

- GNMP tipe I dengan deposit subendotelial

- GNMP tipe II dengan deposit intramembran

- GNMP tipe III dengan deposit transmembran/ subepitelial

Glomerulonefritis membranosa (GNM)

Glomerulonefritis kronik lanjut (GNKL)

3. Berdasarkan respon terhadap terapi steroid

Steroid responsif (umumnya SNKM)

Steroid dependen (umumnya juga SNKM)

Steroid non responsif (umumnya GSFS, GSFG, GNMP) atau sindrom neforik

sekunder

Pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respon klinik yaitu:

1. Sindrom nefrotik respon steroid (SNSS)

2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)

Beberapa batasan yang dipakai pada SN adalah:

1. Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/ jam) 3

hari berturut-turut dalam 1 minggu.

2. Relaps: proteinuria ≥ 2+ (proteinuria ≥ 40 mg/m2 LPB/ jam) 3 hari

berturut-turut dalam 1 minggu.

3. Relaps jarang: proteinuria +2/> muncul kembali kurang dari dua kali

dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan.

4. Relaps sering : proteinuria +2/> muncul kembali 2 kali dalam 6 bulan atau

3 kali dalam setahun setelah pengobatan steroid dihentikan.

Page 5: case sindrom nefrotik

5. Dependen steroid: relaps terjadi saat dosis steroid diturunkan atau dalam

14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2 kali berturut-

turut.

6. Resisten steroid: remisi tidak terjadi setelah akhir minggu ke delapan

pengobatan steroid alternating.

D. Patofisiologi

Proteinuria (albuminuria) masif merupakan penyebab utama terjadinya sindrom

nefrotik, namun penyebab terjadinya proteinuria belum diketahui benar. Salah satu teori

yang dapat menjelaskan adalah hilangnya muatan negatif yang biasanya terdapat di

sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membran basal. Hilangnya muatan negatif

tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar

kapiler glomerulus. Hipoalbuminemia merupakan akibat utama dari proteinuria yang

hebat. Sembab muncul akibat rendahnya kadar albumin serum yang menyebabkan

turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadi ekstravasasi cairan plasma

ke ruang interstitial.

Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh

penurunan aktivitas degradasi lemak karena hilangnya α-glikoprotein sebagai perangsang

lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan ataupun

dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.

Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik koloid plasma

intravaskuler. Keadaan ini menyebabkan terjadi ekstravasasi cairan menembus dinding

kapiler dari ruang intravaskuler ke ruang interstitial yang menyebabkan edema.

Penurunan volume plasma atau volume sirkulasi efektif merupakan stimulasi timbulnya

retensi air dan natrium renal. Retensi natrium dan air ini timbul sebagai usaha

kompensasi tubuh untuk menjaga agar volume dan tekanan intravaskuler tetap normal.

Retensi cairan selanjutnya mengakibatkan pengenceran plasma dan dengan demikian

menurunkan tekanan onkotik plasma yang pada akhirnya mempercepat ekstravasasi

cairan ke ruang interstitial.

Berkurangnya volume intravaskuler merangsang sekresi renin yang memicu

rentetan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron dengan akibat retensi natrium dan

Page 6: case sindrom nefrotik

air, sehingga produksi urine menjadi berkurang, pekat dan kadar natrium rendah.

Hipotesis ini dikenal dengan teori underfill. Dalam teori ini dijelaskan bahwa

peningkatan kadar renin plasma dan aldosteron adalah sekunder karena hipovolemia.

Tetapi ternyata tidak semua penderita sindrom nefrotik menunjukkan fenomena tersebut.

Beberapa penderita sindrom nefrotik justru memperlihatkan peningkatan volume plasma

dan penurunan aktivitas renin plasma dan kadar aldosteron, sehingga timbullah konsep

baru yang disebut teori overfill. Menurut teori ini retensi renal natrium dan air terjadi

karena mekanisme intrarenal primer dan tidak tergantung pada stimulasi sistemik perifer.

Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan cairan

ekstraseluler. Pembentukan edema terjadi sebagai akibat overfilling cairan ke dalam

kompartemen interstitial. Teori overfill ini dapat menerangkan volume plasma yang

meningkat dengan kadar renin plasma dan aldosteron rendah sebagai akibat

hipervolemia.

Pembentukan sembab pada sindrom nefrotik merupakan suatu proses yang

dinamik dan mungkin saja kedua proses underfill dan overfill berlangsung bersamaan

atau pada waktu berlainan pada individu yang sama, karena patogenesis penyakit

glomerulus mungkin merupakan suatu kombinasi rangsangan yang lebih dari satu.

Permeabilitas kapiler glomerulus

Proteinuria masif

Hipoalbuminemia Tekanan osmotik intravascular

Ekstravasasi cairan ke interstisial

Edema Hipovolemia

Katabolisme lipoprotein

LDL

Hiperkolesterolemia Trigliserida

Tekanan perfusi ginjal

Aktivasi RAAS

Reabsorpsi Na di tubulus distalis

Retensi garam dan air

Volume BAK

Oliguria

Page 7: case sindrom nefrotik

E. Gejala Klinis

Manifestasi klinik utama adalah sembab, yang tampak pada sekitar 95% anak

dengan sindrom nefrotik. Seringkali sembab timbul secara lambat sehingga keluarga

mengira sang anak bertambah gemuk. Pada fase awal sembab sering bersifat intermiten;

biasanya awalnya tampak pada daerah-daerah yang mempunyai resistensi jaringan yang

rendah (misal, daerah periorbita, skrotum atau labia). Akhirnya sembab menjadi

menyeluruh dan masif (anasarka). Sembab bersifat menyeluruh, dependen dan pitting.

Asites umum dijumpai, dan sering menjadi anasarka. Anak-anak dengan asites akan

mengalami restriksi pernafasan, dengan kompensasi berupa tachypnea. Akibat sembab

kulit, anak tampak lebih pucat.

Sembab berpindah dengan perubahan posisi, sering tampak sebagai sembab muka

pada pagi hari waktu bangun tidur, dan kemudian menjadi bengkak pada ekstremitas

bawah pada siang harinya. Bengkak bersifat lunak, meninggalkan bekas bila ditekan

(pitting edema). Sembab biasanya tampak lebih hebat pada pasien SNKM dibandingkan

pasien-pasien GSFS atau GNMP. Hal tersebut disebabkan karena proteinuria dan

hipoproteinemia lebih hebat pada pasien SNKM.

Gangguan gastrointestinal sering timbul dalam perjalanan penyakit sindrom

nefrotik. Diare sering dialami pasien dengan sembab masif yang disebabkan sembab

mukosa usus. Hepatomegali disebabkan sintesis albumin yang meningkat, atau edema

atau keduanya. Pada beberapa pasien, nyeri perut yang kadang-kadang berat, dapat terjadi

pada sindrom nefrotik yang sedang kambuh karena sembab dinding perut atau

pembengkakan hati. Nafsu makan menurun karena edema. Anoreksia dan terbuangnya

protein mengakibatkan malnutrisi berat terutama pada pasien sindrom nefrotik resisten-

steroid. Asites berat dapat menimbulkan hernia umbilikalis dan prolaps ani.

Oleh karena adanya distensi abdomen baik disertai efusi pleura atau tidak, maka

pernapasan sering terganggu, bahkan kadang-kadang menjadi gawat. Keadaan ini dapat

diatasi dengan pemberian infus albumin dan diuretik.

Anak sering mengalami gangguan psikososial, seperti halnya pada penyakit berat

dan kronik umumnya yang merupakan stres nonspesifik terhadap anak yang sedang

berkembang dan keluarganya. Kecemasan dan merasa bersalah merupakan respons

emosional, tidak saja pada orang tua pasien, namun juga dialami oleh anak sendiri.

Page 8: case sindrom nefrotik

Kecemasan orang tua serta perawatan yang terlalu sering dan lama menyebabkan

perkembangan dunia sosial anak menjadi terganggu. Pada pemeriksaan fisik harus

disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut dan tekanan darah.

Tanda utama sindrom nefrotik adalah proteinuria yang masif yaitu > 40

mg/m2/jam atau > 50 mg/kg/24 jam; biasanya berkisar antara 1-10 gram per hari. Pasien

SNKM biasanya mengeluarkan protein yang lebih besar dari pasien-pasien dengan tipe

yang lain.

Hipoalbuminemia merupakan tanda utama kedua. Kadar albumin serum < 2.5

g/dL. Hiperlipidemia merupakan gejala umum pada sindrom nefrotik, dan umumnya,

berkorelasi terbalik dengan kadar albumin serum. Kadar kolesterol LDL dan VLDL

meningkat, sedangkan kadar kolesterol HDL menurun. Kadar lipid tetap tinggi sampai 1-

3 bulan setelah remisi sempurna dari proteinuria.

Hematuria mikroskopik kadang-kadang terlihat pada sindrom nefrotik, namun

tidak dapat dijadikan petanda untuk membedakan berbagai tipe sindrom nefrotik.

Fungsi ginjal tetap normal pada sebagian besar pasien pada saat awal penyakit.

Penurunan fungsi ginjal yang tercermin dari peningkatan kreatinin serum biasanya terjadi

pada sindrom nefrotik dari tipe histologik yang bukan SNKM. Tidak perlu dilakukan

pencitraan secara rutin pada pasien sindrom nefrotik. Pada pemeriksaan foto toraks, tidak

jarang ditemukan adanya efusi pleura dan hal tersebut berkorelasi secara langsung

dengan derajat sembab dan secara tidak langsung dengan kadar albumin serum. Sering

pula terlihat gambaran asites. USG ginjal sering terlihat normal meskipun kadang-kadang

dijumpai pembesaran ringan dari kedua ginjal dengan ekogenisitas yang normal

F. Penegakan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

a. Anamnesis

Keluhan yang sering ditemukan adalah bengkak di kedua kelopak mata, perut,

tungkai, atau seluruh tubuh dan dapat disertai jumlah urin yang berkurang.

Keluhan lain juga dapat ditemukan seperti urin berwarna kemerahan.

b. Pemeriksaan fisik

Page 9: case sindrom nefrotik

Pada pemeriksaan fisik sindrom nefrotik dapat ditemukan edema di kedua

kelopak mata, tungkai, atau adanya asites dan edema skrotum/labia. Kadang-

kadang ditemukan hipertensi.

c. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan rutin

Darah tepi : Hb, jumlah leukosit, trombosit, hitung jenis, LED

Urinalisis : Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (≥ 2+), dapat

disertai hematuria.

Kimia darah : koesterol, albumin/globulin, ureum/kreatinin, asam urat,

Na, K, Ca dan P

Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),

hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio

albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya

normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal

Klirens kreatinin (rumus Schwart) K x tinggi badan (cm)

Kreatinin serum (mg/dl)

Nilai K pada: BBLR < 1 tahun = 0,33

Aterm < 1 tahun = 0,45

1-12 tahun = 0,55

Perempuan 13-21 tahun = 0,57

Laki-laki 13-21 tahun = 0,70

Tes Mantoux (sebelum terapi steroid dimulai)

2. Pemeriksaan atas indikasi

Foto torak, EKG bila dijumpai edema berat

ASTO dan C3 bila dijumpai tanda-tanda nefritis

CRP dan biakan urin bila dijumpai LED , hematuria, leukositosis,

leukosituria dan silinderuria

ANA, anti DsDNA, C3, C4 bila dicurigai SLE

Biopsi ginjal dengan indikasi:

o Usia >6 tahun dengan manifestasi sindroma nefritis

o Usia <1 tahun

Page 10: case sindrom nefrotik

o C3 menurun secara persisten

o Steroid persisten/ relaps sering (selama atau pasca terapi

steroid)

G. Diagnosis Banding

Penyakit ginjal : Sindrom nefrotik, sindrom nefritis akut

Penyakit hati : sirosis hepatis

Penyakit jantung : dekomp cordis

Malnutrisi

H. Penatalaksanaan

Aktivitas

Aktivitas disesuaikan dengan kemampuan pasien, jika ada: edema anasarka,

dispnea, hipertensi tirah baring

Diet

- protein normal sesuai RDA yaitu 2 gram/kgbb/hari

- rendah garam (1-2 gram /hari) selama edema / mendapat terapi steroid

Diuretik

- restriksi cairan (30 ml/kgbb/hari) selama ada edema berat dan oliguria

- loop diuretic furosemid 1-2 mg/kgbb/hari, bila kadar kalium rendah <

3,5 mEq/L dapat dikombinasi dengan spironolakton 1-2 mg/kgbb/hari

diberikan pada edema berat/ anasarka. Diuretik > 1 minggu periksa ulang

natrium dan kalium plasma.

- Bila disertai hipovolemia (hipoalbuminemia berat kadar albumin ≤1,5

gram/dl, berikan infus albumin rendah garam 20-25% 1gram/kgbb atau

plasma sebanyak 15-20 ml/kgbb dalam 1-2 jam, 15-30 menit setelah infus

albumin/ plasma selesai diberikan furosemid 1-2 mg/kgbb iv.

Antibiotik/ antiviral

Antibiotik diberikan bila:

- edema anasarka + laserasi kulit amoksisilin, eritromisin atau sefaleksin

- infeksi beri antibiotik yang disesuaikan dengan derajat berat infeksi

Page 11: case sindrom nefrotik

- bila terjadi infeksi varicella asiklovir 80 mg/kgbb/hari dibagi 4 dosis

7-10 hari, pengobatan kortikosteroid stop sementara

Imunisasi

- vaksin virus hidup baru diberikan setelah 6 minggu pengobatan steroid

selesai

- kontak dengan penderita varicella imunoglobulin varicella-zoster

dalam waktu <72 jam

Tuberkulostatika

- tes mantoux (+) beri INH profilaksis

- TBC aktif beri OAT

Kortikosteroid

Pengobatan steroid untuk sementara tidak boleh diberikan bila dijumpai :

- hipertensi

- infeksi berat (viral/bakteri)

- azotemia

o Pengobatan inisial pada pasien baru

Dosis inisial prednison atau prednisolon 60 mg/m2/hari atau 2

mg.kgbb/hari sesuai dengan BB ideal (BB/TB) dibagi 3 dosis

(maksimal 80 mg/hari) selama 4 minggu

Remisi (+) pada 4 minggu pertama, dosis alternating 40 mg/m2/hari (2/3

dosis inisial) selang sehari pada pagi hari sudah makan selama 4 minggu

lalu stop. Bila remisi terjadi antara minggu ke5 sampai dengan akhir

minggu ke8, steroid alternating dilanjutkan 4 minggu lagi.

Remisi (-) sampai akhir minggu ke 8 steroid resisten

o Pengobatan SN relaps

Bila dijumpai proteinuria ( +2) setelah pengobatan steroid selesai,

perlu dicari faktor pemicunya (biasanya infeksi) dan diobati dengan AB

selama 5-7 hari.

Bila proteinuria jadi negatif tidak perlu diberi prednison, bila proteinuria

masih tetap ( +2) atau tidak ditemukan fokus infeksi mulai dengan

prednison dosis penuh sampai remisi (proteinuria negatif atau trace 3

Page 12: case sindrom nefrotik

hari berturut-turut) maksimal 4 minggu dilanjutkan dosis alternating

selama 4 minggu stop

Bila pada full dose selama 4 minggu remisi (-), alternating 4 minggu

remisi (-) resisten steroid

o Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid

Ada 4 pilihan:

1. pemberian steroid jangka panjang

2. pemberian Levamisol

3. pengobatan CPA

4. pengobatan siklosporin

Cari fokus infeksi seperti TB, infeksi di gigi atau kecacingan.

1. Steroid jangka panjang

o Dimulai dengan prednison atau prednisolon dosis penuh 4 minggu

sampai terjadi remisi.

o Lanjutkan dengan steroid alternating 4 minggu, kemudian dosis

diturunkan perlahan 0,5 mg/kgbb setiap 4 minggu sampai dosis

terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5

mg/kgbb alternating, dapat diteruskan selama 6-12 bulan coba

dihentikan.

o Bila relaps terjadi pada dosis prednison rumat > 0,5

mg/kgbb/alternating, tetapi < 1 mg/kgbb/alternating tanpa efek

samping yang berat dapat dicoba dikombinasi dengan Levamisol

selang sehari 2,5 mg/kgbb selama 4-12 bulan atau langsung diberi

CPA

o Bila pasien:

Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgbb/alternating atau

Meskipun dosis rumat < 1 mg/kgbb tetapi disertai:

- efek samping steroid yang berat

- pernah relaps dengan gejala yang berat antara lain

hipovolemia, trombosis, sepsis

Page 13: case sindrom nefrotik

Diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgbb/hari selama 8-12

minggu.

2. Sitostatika

o Siklofosfamid oral 2-3 mg/kgbb/hari atau iv 500 mg/m2/hari atau

o Klorambusil 0,2 mg/kgbb/hari selama 8 minggu

Pemantauan dengan pemeriksaan darah tepi : Hb, lekosit,

trombosit 1-2 x seminggu. Obat dihentikan bila jumlah lekosit <

3000/uL, Hb< 8 g/dl, atau trombosit < 100.000/uL dan diteruskan

kembali setelah lekosit > 5000/uL

3. Siklosporin (CyA)

Siklosporin dosis 5 mg/kgbb/hari dipakai pada:

- SN idiopatik yang tidak respon dengan pengobatan steroid atau

sitostatika

- SN relaps sering/dependen steroid

Skema pengobatan prednison jangka panjang:

SN relaps frekuen/ dependen steroid

Prednisone FD remisi

Remisi 4 minggu AD

Diturunkan sampai dosis threshold 0,1-0,5 mg/kgbb AD(6-12 bulan)

Relaps pada prednisone > 0,5 mg/kg AD

Levamisol 2,5 mg/kgbb AD (4-12 bulan)

Relaps pada prednisone > 1 mg.kg AD atau efek samping steroid

CPA 2-3 mg/kgbb 8-12 minggu

Relaps prednisone standar

Relaps pada prednisone > 0,5 mg/kgbb AD

Siklosporin 5 mg/kgbb/hari selama 1 tahun

Prednisone AD + CPA

Page 14: case sindrom nefrotik

o Pengobatan SN resisten steroid

Lakukan biopsi sebelum pengobatan dimulai

Obat-obat yang digunakan bisa siklofosfamid puls 500 mg/m2/bulan +

metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 6 bulan atau siklofosfamid

oral 2-3 mg/kgbb/hari + metilprednisolon 40 mg/m2/hari ALT selama 3-6

bulan

o Pengobatan komplikasi

Tromboemboli

Pencegahan tromboemboli pada SN relaps sering/ dependen steroid/

steroid resisten : aspirin atau dipiridamol selama pengobatan steroid

Heparin diberikan bila sudah trombosis.

Hipovolemia

Diatasi dengan infus NaCl fisiologis, lalu disusul dengan infus albumin 1

gram/kgbb atau plasma 20 ml.kgbb (tetesan lambat 10 tetes per menit).

Bila hipovolemia telah teratasi, penderita masih oliguria diberikan

furosemid 1-2 mg/kgbb iv.

Hipokalsemia

Suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D

Bila terjadi tetani diobati dengan kalsium glukonas 50 mg.kgbb iv.

o Tindak lanjut

Pemeriksaan berat badan, intake output, lingkar perut, tekanan darah

setiap hari

Pemeriksaan darah tepi 1 kali seminggu

Urinalisis dan pemeriksaan protein semikuantitatif 2 kali seminggu (jika

sudah trace, diulangi 3 kali berturut-turut)

Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit selama perawatan sekali 2 minggu

Awasi efek samping obat dan komplikasi yang mungkin terjadi selama

pasien dirawat.

o Indikasi pulang

Penderita dipulangkan bila keadaan umum baik, komplikasi teratasi,

dalam keadaan remisi.

Page 15: case sindrom nefrotik

Selama mendapat steroid kontrol sekali seminggu secara berobat jalan.

Setelah steroid dihentikan, kontrol sekali sebulan selama 3-5 tahun bebas

gejala.

I. Komplikasi

Tromboemboli

Infeksi

Hiperlipidemia

Hipokalsemia

Hipovolemia

Gagal ginjal akut

Anemia

Pertumbuhan abnormal

J. Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

2. Disertai oleh hipertensi.

3. Disertai hematuria.

4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.

5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons

yang baik terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya

akan relapse berulang dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan

steroid.