ruu penetapan uu darurat no. 7 tahun 1955 (ln...

58
RUU PENETAPAN UU DARURAT NO. 7 TAHUN 1955 (LN NO. 27) SEBAGAI UNDANG-UNDANG 1959 -1960

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

RUU PENETAPAN UU DARURAT NO. 7 TAHUN 1955

(LN NO. 27) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

1959 -1960

1

DAFTAR ISI Sid. 1959 – P. 408

DOKUMENTASI POKOK S i d . 1 96 0 – P . 7

RUU PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 7 TAHUN 1955

TINDAK PIDANA EKONOMI, SBG. UNDANG-UNDANG

No.

Pok.

No.

Srt.

Djenis dan isi surat,

No. dan tgl.

Penerimaan

(Agno. Dan tgl.) Halaman

ICHTISAR RINGKAS.

TAHUN SIDANG 1959 – P. 408

1. - Surat Direktur Kabinet Presiden

kepada Sekretaris Djenderal DPR No.

195A/HK/59 tgl. 23-1-1959 tt.

menjampaikan RUU sebanjak 400 ex.

AgNo. 2958

tgl. 19 – 2 - 1959

2. S.1 Amanat Presiden No. 196/HK/59/ tgl.

23 – 1 – 1959 tt. Menjampaikan RUU AgNo. 2962

tgl. 19 – 2 - 1959

3. S.2 RUU

4. - Surat Ketua DPR kepada para Anggota

No. 2958/DPR-RI/59 tgl. 21-2-1959 tt.

Menjampaikan RUU

5. S.3 LAPORAN GABUNGAN

6. - Surat Ketua DPR kepada Menteri

Kehakiman No. 8173/DPR-RI/59 tgl.

6-6-1959 tt. Menjampaikan Laporan

Gabungan.

7. - Surat Ketua DPR kepada para Anggota

No. 8189/DPR-RI/59 tgl.6-6-1959 tt.

Menjampaikan Laporan Gabungan

TAHUN SIDANG 1960 – P. 7

8. - Surat Pd. Ketua DPR – GR kepada

Menteri Pertama No. 528/DPR-RI/60

tgl. 18-7-1960 tt. penjelesaian

perundang-undangan.

2

No.

Pok.

No.

Srt.

Djenis dan isi surat,

No. dan tgl.

Penerimaan

(Agno. Dan tgl.) Halaman

9. - Surat (susulan) Pd. Ketua DPR-GR

kepada Menteri Pertama No.

676/DPR-GR/60 tgl. 25-7-1960

menjampaikan daftar RUU jang

belum/ belum selesai dibitjarakan oleh

DPR jang lampau.

10. - Surat tembusan Wakil Menteri

Pertama kepada Presiden No. 15227 /

60 tgl. 26-7-1960 tt. penarikan kembali

RUU dari Kabinet2 jang lampau

AgNo. 1094

Tgl. 13-8-1960

11. S.1 Amanat Presiden No. 2616/HK/60 tgl.

3-8-1960 tt. penarikan kembali RUU

(21 buah)

AgNo. 1094

Tgl. 13-8-1960

3

ICHTISAR RINGKAS

mengenai

RUU PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT No. 7 TAHUN 1955 (LN No.

27) TENTANG PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK

PIDANA EKONOMI SEBAGAI UNDANG-UNDANG

(Sid. 1959 – P. 408 ; Sid. 1960 – P.7)

A. RANTJANGAN UNDANG-UNDANG

1. Diadjukan dalam masa Kabinet Djuanda dengan Amanat Presiden No.

196/Hk59 tgl. 23-1-1959 dan kemudian dalam masa Kabinet Kerdja

(Sukarno) ditarik kembali dengan Amanat Presiden No. 2616/HK/60 tgl. 3-

8-1960.

2. Untuk pembitjaraan berhubungan dengan Menteri Kehakiman.

3. RUU terdiri dari Pasal I dan II (Pasal I terdiri lagi dari Bab I s/d XI dengan

djumlah 50 pasal).

4. Prioritot : -

5. Dibagikan kepada para Anggota dengan surat No. 2958/DPR-RI/1959 tgl.

21-2-1959

B. ISI POKOK

1. Maksudnja : menetapkan Undang-undang Darurat No. 7 tahun 1955 (LN No.

27) tentang tindak pidana ekonomi, sebagai Undang-undang.

2. Jang diatur :

a) Ketentuan tentang tindak pidana ekonomi. (adalah kedjahatan atau

pelanggaran)

b) Hukuman pidana dan tindakan tata-tertib.

(dalam hal kedjahatan : hukuman pendjara 6 tahun dan hukuman denda

setinggi- tingginja Rp. 500.000,- atau hukuman pendjara 2 tahun dan

hukuman denda setinggi- tingginja Rp. 100.000,- atau dengan salah satu

dari hukuman pidana itu)

c) Hukuman tambahan adalah pentjabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35

Kitab Undang-undang Hukum Pidana, penutupan seluruhnja atau

sebagian perusahaan siterhukum, perampasan barang-barang-tak-tetap,

pentjabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan

seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, pengumuman putusan hakim.

d) Tjara mengusut tindak pidana ekonomi.

4

e) Tindakan-tindakan tata-tertib sementara.

f) Perbuatan-perbuatan jang bertentangan dengan hukuman pidana atau

tindakan tata-tertib.

g) Kekuasaan dan susunan pengadilan.

h) Pemeriksaan dimuka pengadilan dalam tingkat pertama.

i) Bandingan.

j) Permohonan kasasi.

k) Badan-badan atau pegawai-pegawai penghubung.

l) Ketentuan peralihan.

C. PROSEDUR PEMBITJARAAN

Berdasarkan keputusan rapat Panitia Permusjawaratan tgl. 19-5-1959 RUU ini

dibitjarakan oleh Bahagian2 pada tgl. 25-5-1959.

LAPORAN GABUNGAN BAHAGIAN2

1. disampaikan kepada Pemerintah (Menteri Kehakiman) dengan surat No.

8173/DPR-RI/59 tgl. 6-6-1959.

2. dibagikan kepada para Anggota dengan surat No. 8189/DPR-RI/59 tgl. 6-6-

1959.

TJATATAN

Pembitjaraan mengenai RUU ini tidak dilandjutkan, Pemerintah belum

menjampaikan Memori Djawaban atas Laporan Gabungan Bahagian2.

Kemudian ditarik kembali oleh Kabinet Kerdja (Sukarno) dengan Amanat

Presiden No. 2616/HK/60 tgl. 3-8-1960. (Sid. 1960 – P.7)

RUU tentang penetapan semua Undang-undang Darurat dan semua Perpu jang

hingga tgl. 31-12-1960 belum mendapat pengesahan atau persetudjuan DPR-GR,

mendjadi undang-undang diadjukan oleh Pemerintah dengan Amanat Presiden No.

4432/HK/1960 tgl. 31-12-1960 (Sid. 1960/1961 – P. 121). RUU tersebut disetudjui

oleh D.P.R dan disahkan oleh Pemerintah mendjadi UU No. 1 tahun 1961 (LN

No.3) dengan Pendjelasan (TLN No. 2124).

Berhubung dengan UU itu dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 12 tahun 1961

(LN No. 30) tentang pelaksanaan undang-undang termaksud.

Undang-undang Darurat No. 7 tahun 1955 ditetapkan mendjadi UU No. 7 Drt

tahun 1955.

5

S A L I N A N _ _ _ _ _ _ _ _

AgNo. 2958 tgl. 19-2-1959

KABINET PRESIDEN

DJAKARTA, 23 Djanuari 1959

No. : 195A/HK/59

Lampiran : 400 Kepada Jth.

H a l . : Rantjangan Undang-undang Sekertaris Djenderal Dewan

tentang penetapan Undang-undang Perwakilan Rakjat Repuplik

Darurat No.7 tahun 1955, tentang Indonesia

pengusutan, penuntutan dan peradilan

tindak pidana ekonomi, sebagai di

Undang-undang D J A K A R T A .

M e r d e k a !

Mendahului Amanat Presiden, maka bersama ini kami

menjampaikan dalam rangkap 400 naskah :

- rantjangan Undang-undang tentang penetapan Undang-undang

Darurat No. 7 tahun 1955 tentang pengusutan, penuntutan dan

peradilan tindak pidana ekonomi, sebagai Undang-undang -

untuk keperluan Saudara guna persiapan pembitjaraan rantjangan

Undang-undang itu dalam sidang Dewan Perwakilan Rakjat. –

DIREKTUR KABINET PRESIDEN

u.b

Sekretaris I Presiden,

Ttd.

Mr. S. BROTODININGRAT

TEMBUSAN KEPADA :

Sekretaris Menteri Kehakiman

berhubung dengan suratnja

tanggal 16 Desember 1958

No. J.S 5/70/1

6

S A L I N A N _ _ _ _ _ _ _ _

AgNo. 2962 tgl. 19-2-1959

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

DJAKARTA, 23 Djanuari 1959.

No. : 196/HK/59

Lampiran : 2 Kepada.

H a l . : Rantjangan Undang-undang Ketua Dewan Perwakilan

tentang penetapan Undang-undang Rakjat Republik Indonesia

Darurat No.7 tahun 1955 tentang di

pengusutan, penuntutan dan peradilan D j a k a r t a .

tindak pidana ekonomi, sebagai

Undang-undang.-

M e r d e k a !

Dengan ini kami atas usul Menteri Kehakiman seperti tersebut

dalam suratnja tanggal 16 Desember 1958 No. J.S.5/70/1, menjampaikan:

- Rantjangan Undang-undang tentang penetapan Undang-undang

Darurat No. 7 tahun 1955 mengenai pengusutan, penuntutan dan

peradilan tindak pidana ekonomi sebagai Undang-undang.-

untuk dibitjarakan dalam sidang Dewan Perwakilan Rakjat guna

mendapat persetudjuannya.

Untuk keperluan perundingan mengenai rantjangan undang-undang

itu hendaknya Saudara seterusnya berhubungan langsung dengan Menteri

Kehakiman. -

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ttd.

SUKARNO.

TEMBUSAN KEPADA :

1. Perdana Menteri,

2. Menteri Kehakiman.

7

/S.14-58-32/

RANTJANGAN UNDANG-UNDANG NO. …………. TAHUN 1958

tentang

penetapan Undang-undang Darurat No. 7 tahun 1955

mengenai “Pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi”

(Lembaran Negara 1955, no.27) sebagai Undang-undang.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa Pemerintah dengan mempergunakan haknja termaktub dalam

pasal 96, ajat 1 dari Undang-undang Dasar Sementara Republik

Indonesia telah menetapkan “Undang-undang Darurat no. 7 tahun

1955 mengenai Pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana

ekonomi” ;

b. bahwa Dewan Perwakilan Rakjat menjetujui isi Undang-undang

Darurat itu ;

Mengingat : pasal 89 dan 97 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

DENGAN PERSETUJUAN DEWAN PERWAKILAN RAKJAT REPUBLIK INDONESIA;

M E M U T U S K A N

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN “UNDANG-

UNDANG DARURAT NO. 7 TAHUN 1955 MENGENAI

PENGUSUTAN, PENUNTUTAN DAN PERADILAN TINDAK

PIDANA EKONOMI” SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PASAL 1

Peraturan – peraturan jang termaktub dalam Undang-undang Darurat no. 7 tahun 1955

tentang “Pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak pidana ekonomi” ditetapkan

sebagai Undang-undang jang berbunji sebagai berikut :

8

BAB I.

Tentang tindak pidana ekonomi.

Pasal 1.

Jang disebut tindak pidana ekonomi ialah :

1e. pelanggaran sesuatu ketentuan dalam suatu berdasarkan :

a. “Ordonnatic Gecontroloarde Goodoran 1948” (“Staatsblad” 1948, no. 144),

sebagaimana diubah dan ditambah dengan “Staatsblad” 1949, no. 160);

b. “Prijsbcheersings ordonnantie 1948” (“Staatsblad” 1948, no. 295);

c. “Undang-undang Penimbunan Barang-barang 1951” (Lembaran Negara tahun

1953 ; no. 4);

d. “Rijstordonnantie 1948” (“Staatsblad” 1948, no. 253);

e. “Undang-undang Darurat Kewadjiban penggilingan padi” (Lembaran Negara

tahun 1952, no. 33);

f. “Deviezon – ordonnatic 1940” (“Staatsblad” 1940, no. 205)

2e. tindak- tindak pidana tersebut dalam pasal- pasal 26, 32 dan 33 Undang-undang

ini;

3e. pelanggaran sesuatu ketentuan dalam atau berdasar Undang-undang lain, sekadar

Undang-undang itu menjebut pelanggaran itu sebagai tindak pidana ekonomi.

Pasal 2.

(1) Tindak – pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 1e adalah kedjahatan atau

pelanggaran, sekadar tindak itu menurut ketentuan dalam Undang-undang jang

bersangkutan adalah kedjahatan atau pelanggaran.

Tindak-pidana ekonomi jang lainnja, jang tersebut dalam pasal 1 sub 1e adalah

kedjahatan, apabila tindak itu dilakukan dengan sengadja.

Djika tindak itu tidak dilakukan dengan sengadja, maka tindak itu adalah

pelanggaran.

(2) Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 2 e adalah tindak kedjahatan.

(3) Tindak pidana ekonomi tersebut dalam pasal 1 sub 3e adalah kedjahatan, apabila

tindak itu mengandung anasir sengadja; djika tindak itu mengandung anasir

sengadja, tindak pidana itu adalah pelanggaran; satu dengan lainnja, djika dengan

Undang-undang itu tidak ditentukan lain.

Pasal 3.

9

Barangsiapa turut melakukan suatu tindak pidana ekonomi, jang dilakukan di

dalam daerah-hukum Republik Indonesia dapat dihukum pidana, begitu pula djika ia

turut melakukan tindak pidana ekonomi di luar negeri.

Pasal 4.

Djika dalam Undang-undang ini disebut tindak pidana ekonomi pada umumnja

atau suatu tindak pidana ekonomi pada chususnja, maka didalamnya termasuk

pemberian bantuan pada atau untuk melakukan tindak pidana itu, dan pertjobaan

untuk melakukan tindak pidana itu, sekadar suatu ketentuan tidak menetapkan

sebaliknja.

BAB II

Tentang hukuman-pidana dan tindakan

tata-tertib.

Pasal 5.

Djika dengan Undang-undang tidak ditentukan lain, maka tidak boleh diadakan

lain ketentuan dalam arti hukuman pidana atau tindakan tata-tertib daripada

hukuman pidana atau tindakan tata-tertib jang dapat diadakan sesuai dengan

Undang-undang ini.

Pasal 6.

(1) Barangsiapa melakukan suatu tindak pidana ekonomi :

a. dalam hal kedjahatan sekedar jang mengenai tindak – pidana ekonomi

termasuk dalam pasal 1 sub 1e, dihukum dengan hukuman pendjara

selama- lamanya enam tahun dan hukuman denda setinggi- tingginya

lima ratus ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman – pidana itu;

b. dalam hal kedjahatan sekadar jang mengenai tindak pidana ekonomi

termasuk dalam pasal 1 sub 2e dan berdasarkan sub 3e dengan hukuman

pendjara selama- lamanja dua tahun dan hukuman denda setinggi-

tingginya seratus ribu rupiah atau dengan salah satu dari hukuman

pidana itu;

c. dalam hal pelanggaran sekedar jang mengenai tindak-pidana ekonomi

tersebut dalam pasal 1 sub 1 e dihukum dengan hukuman kurungan

selama- lamanja satu tahun dan hukuman denda setinggi- tingginja

seratus ribu rupiah, atau dengan salah satu dari hukuman – pidana itu;

10

d. dalam hal pelanggaran jang disebut berdasar pasal 1 sub 3e dihukum

dengan hukuman kurungan selama- lamanja enam bulan dan hukuman

denda setinggi- tingginja lima puluh ribu rupiah, atau dengan salah satu

dari hukuman- pidana itu.

(2) Djika harga barang, dengan mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomi

itu dilakukan, atau jang diperoleh-baik seluruhnja, maupun sebagian- karena

tindak-pidana ekonomi itu, lebih tinggi dari pada seperempat bagian hukuman

denda tertinggi jang disebut dalam ajat. 1 sub a sampai d, hukuman denda itu

dapat ditentukan setinggi- tingginja empat kali harga barang itu.

(3) Lain dari pada itu dapat didjatuhkan djuga hukuman- tambahan tersebut dalam

pasal 7 ajat 1 atau tindakan tata- tertib tersebut dalam pasal 8, dengan tidak

mengurangi dalam hal-hal jang memungkinkannja didjatuhkannja tindakan

tata tertib jang ditentukan dalam peraturan lain.

Pasal 7.

(1) Hukuman tambahan adalah :

a. pentjabutan hak-hak tersebut dalam pasal 35 Kitab Undang-undang

Hukum Pidana untuk waktu sekurang- kurangnya enam bulan dan

selama- lamanja enam tahun lebih lama dari hukuman kawalan atau

dalam hal didjatuhkan hukuman denda sekurang-kurangnja enam bulan

dan selama- lamanja enam tahun;

b. penutupan seluruhnja atau sebagian perusahaan siterhukum, dimana

tindak- pidana ekonomi dilakukan, untuk waktu selama- lamanja satu

tahun;

c. perampasan barang-barang- tak- tetap jang berudjud dan jang tak

berudjud, dengan mana atau mengenai mana tindak-pidana ekonomi itu

dilakukan, atau jang seluruhnja atau sebagian diperolehnja dengan

tindak-pidana ekonomi itu, begitu pula harga- lawan barang-barang itu

jang menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang

atau harga-lawan itu kepunjaan siterhukum atau bukan;

d. perampasan barang-barang-tak-tetap jang berudjud dan jang tak berudjud,

jang termasuk perusahaan siterhukum, dimana tindak pidana ekonomi itu

dilakukan, begitu pula harga- lawan barang-barang itu jang

menggantikan barang-barang itu, tak perduli apakah barang-barang atau

harga-lawan itu kepunjaan siterhukum atau bukan, akan tetapi hanja

sekedar barang-barang itu sedjenis dan, mengenai tindak-pidananja,

11

bersangkutan dengan barang-barang jang dapat dirampas menurrut

ketentuan tersebut sub c di atas;

e. pentjabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan

seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, jang telah atau dapat

diberikan kepada siterhukum oleh Pemerintah berhubung dengan

perusahaannja, untuk waktu selama-lamanja dua tahun;

f. pengumuman putusan hakim.

(2) Perampasan barang-barang jang bukan kepunjaan siterhukum tidak

didjatuhkan, sekedar hak-hak pihak ketiga dengan itikad baik akan

terganggu.

(3) Dalam hal perampasan barang-barang, maka hakim dapat memerintahkan,

bahwa hasilnja seluruhnja atau sebagian akan diberikan kepada siterhukum.

Pasal 8.

Tindakan tata-tertib ialah :

a. penempatan perusahaan siterhukum, dimana dilakukan suatu tindak-pidana

ekonomi dibawah pengampuan untuk waktu selama-lamanja tiga tahun,

dalam hal tindak-pidana ekonomi itu adalah kedjahatan dan dalam hal

tindak-pidana ekonomi itu adalah pelanggaran untuk waktu selama- lamanja

dua tahun;

b. mewadjibkan pembajaran uang-djaminan sebanjak-banjaknja seratus ribu

rupiah dan untuk waktu selama-lamanja tiga tahun dalam hal tindak pidana

ekonomi adalah kedjahatan; dalam hal tindak-pidana ekonomi adalah

pelanggaran maka uang-djaminan itu adalah sebanjak-banjaknja lima puluh

ribu rupiah untuk waktu selama-lamanja dua tahun;

c. mewadjibkan membajar sedjumlah uang sebagai pentjabutan keuntungan

menurut taksiran, jang diperoleh dari suatu tindak-pidana atau dari tindak-

pidana-tindak-pidana sematjam itu, dalam hal tjukup bukti-bukti, bahwa

tindak- pidana itu dilakukan oleh siterhukum;

d. mewadjibkan mengerdjakan apa jang dilalaikan tanpa hak, meniadakan apa

jang dilakukan tanpa hak, dan melakukan djasa-djasa untuk memperbaiki

akibat- akibat satu sama lain, semua atas biaja siterhukum, sekadar hakim

tidak menentukan lain.

12

Pasal 9.

(1) Tindakan tata-tertib jang disebut dalam pasal 8 didjatuhkan bersama- sama

dengan hukuman pidana, ketjuali dalam hal diberlakukan pasal 44 Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, dengan pengertian, bahwa dalam hal itu

tidak dapat djatuhkan tindakan tata-tertib tersebut dalam pasal 8 sub b.

(2) Dalam hal diberlakukan pasal 44 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

maka waktu jang ditentukan untuk penempatan dibawah pengempuan dapat

diperpandjang tiap- tiap kali dengan setahun dengan putusan hakim.

Pasal 10.

(1) Dalam putusan hakim jang mendjatuhkan hukuman tambahan atau tindakan

tata- tertib tersebut dalam pasal 8, segala hal jang istimewa dan segala

akibat, sekadar perlu, diatur menurut keperluan, termasuk pengangkatan

seorang atau lebih pengampu dalam hal penempatan dibawah pengampun.

Dalam hal didjatuhkan hukuman tambahan sebagai disebut dalam pasal 7

ajat 1 sub b, dapat djuga diperintahkan supaja siterhukum menjerahkan

segala surat- surat jang diberikan kepadanja oleh Pemerintah untuk

keperluan perusahaannja;

mendjual barang-barang persediaan jang ada didalam perusahaannja

dibawah pengawasan ;

dan memberikan bantuannja dalam pentjatatan barang-barang persediaan itu.

(2) Hakim jang mendjatuhkan hukuman tambahan atau tindakan tata-tertib

masih dapat mengadakan peraturan sebagai termaksud diatas dalam putusan

kemudian setelah menerima tuntutan dari penuntut umum atau atas

permintaan sitersangka, ataupun mengadakan perubahan atau tambahan

dalam peraturan jang telah diadakan itu. Pemeriksaan perkara itu dilakukan

dalam sidang tertutup; putusan diutjapkan dimuka umum.

Putusan itu harus memuat alasan- alasan ; terhadap putusan itu tidak dapat

dimintakan bandingan atau kasasi.

(3) Menteri Kehakiman dapat mengadakan aturan-aturan selandjutnya untuk

melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini.

Pasal 11.

(1) Sekadar hakim tidak menentukan lain, maka pengampu jang diangkat

berdasarkan pasal 10 atau pasal 29 Undang-undang ini mempunjai hak-hak

dan kewadjiban- kewadjiban jang sama dengan hak-hak dan kewadjiban-

13

kewadjiban pengampu termaksud dalam pasal 463 “Burgerlijk Wetboek”.

Orang lain tidak boleh melakukan suatu perbuatan pengurusan tanpa

penguasaan dari pengampu itu.

(2) Putusan pengampuan itu oleh panitera pengadilan jang memutus hal itu

diumumkan didalam Berita Negara dan di dalam satu atau lebih surat kabar

jang akan ditundjuk oleh hakim.

Pasal 12.

Dalam putusannja hakim menentukan, bahwa uang-djaminan seluruhnja atau

sebagian akan mendjadi milik Pemerintah, apabila tidak dipenuhi sjarat umum

bahwa sitersangka tidak akan melakukan suatu tindak pidana ekonomi, atau apabila

tidak dipenuhi sjarat-sjarat chusus jang ditentukan oleh hakim. Dalam hal itu pasal-

pasal 14b, ajat 2 dan 3, 14e ajat3, 14d, 14c dan 14f Kitab Undang-undang Hukum

Pidana dan pasal-pasal 3, 4 dan 5 “Staatsblad” 1926 No. 251 juncto 486 berlaku

sepadan.

Pasal 13.

(1) Hak melaksanakan perampasan tidak lenjap karena meninggalnja siterhukum.

(2) Tindakan tata-tertib tersebut dalam pasal 8 sub a dan sub b lenjap karena

meninggalnja siterhukum.

Pasal 14.

(1) Pembajaran djumlah uang jang dalam hal perampasan ditaksir atas barang-

barang jang tidak disita, dilakukan menurut aturan-aturan mengenai

pelunasan hukuman denda dengan sukarela. Djika pelunasan itu tidak

dilakukan, maka aturan-aturan mengenai pelaksanaan hukuman denda

berlaku sepadan.

(2) Ketentuan dalam ajat 1 berlaku djuga bagi uang-djaminan, djumlah uang

tersebut dalam pasal 8 sub c dan biaja lain daripada biaja pengumuman

putusan hakim, dengan pengertian bahwa tidak didjatuhkan hukuman badan

pengganti.

Pasal 15.

(1) Djika suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan oleh atau atas nama suatu

badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang jang lainnja atau

suatu jajasan, maka tuntutan-pidana dilakukan dan hukuman-pidana serta

14

tindakan tata-tertib didjatuhkan, baik terhadap badan hokum, perseroan,

perserikatan atau jajasan itu, baik terhadap mereka jang memberi perintah

melakukan tindak-pidana ekonomi itu atau jang bertindak sebagai pemimpin

dalam perbuatan atau kelalaian itu, maupun terhadap kedua- duanja.

(2) Suatu tindak-pidana ekonomi dilakukan djuga oleh atau atas nama suatu

badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu jajasan,

djika tindak itu dilakukan oleh orang- orang jang, baik berdasar hubungan-

kerdja maupun berdasar hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan

hukum, perseroan, perserikatan atau jajasan itu, tak perduli apakah orang-

orang itu masing- masing tersendiri melakukan tindak-pidana ekonomi itu

atau pada mereka bersama ada anasir- anasir tindak-pidana tersebut.

(3) Djika suatu tuntutan- pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu

perseroan, suatu perserikatan orang atau jajasan, maka badan hukum,

perseroan, perserikatan atau jajasan itu pada waktu penuntutan itu diwakili

oleh seorang pengurus atau, djika ada lebih dari seorang pengurus, oleh salah

seorang dari mereka itu. Wakil dapat diwakili oleh orang lain.

(4) Djika suatu tuntutan-pidana dilakukan terhadap suatu badan hukum, suatu

perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu jajasan, maka segala

panggilan untuk menghadap dan segala penjerahan surat- surat panggilan itu

akan dilakukan kepada kepala pengurus atau ditempat tinggal kepala

pengurus itu atau ditempat pengurus bersidang atau berkantor.

Pasal 16.

(1) Djika ada tjukup alasan untuk menduga, bahwa seseorang jang meninggal

dunia, sebelum atas perkaranja ada putusan jang tak dapat diubah lagi, telah

melakukan suatu tindak-pidana ekonomi, maka hakim – atas tuntutan

penuntut umum – dengan putusan pengadilan dapat :

a. memutus perampasan barang-barang jang telah disita. Dalam hal itu pasal

10 Undang-undang ini berlaku sepadan ;

b. memutus bahwa tindakan tata-tertib jang disebut pada pasal 8 sub c dan d

dilakukan dengan memberatkannja pada harta orang jang meninggal

dunia itu.

(2) Putusan itu diumumkan oleh panitera dalam Berita Negara dan didalam satu

atau lebih surat kabar jang akan ditundjuk oleh hakim.

15

Turunan dari putusan itu disampaikan kepada rumah dimana orang itu

meninggal dunia.

(3) Setiap orang jang berkepentingan dapat memadjukan surat keberatan kepada

panitera pengadilan atas putusan itu dalam masa tiga bulan setelah

pengumuman termaksud ajat 2.

(4) Dalam hal itu djaksa didengar ; pihak jang berkepentingan itu didengar

djuga, setidak-tidaknja dipanggil semestinja untuk menghadap.

(5) Putusan hakim harus memuat alasan- alasan. Terhadap putusan itu tidak

dapat dimintakan bandingan atau kasasi.

(6) Ketentuan tersebut dalam ajat 1 pada permulaan kalimat dan dibawah a

berlaku djuga, djika berdasarkan alasan-alasan dapat diterima bahwa tindak-

pidana ekonomi itu dilakukan oleh seseorang jang tidak dikenal. Putusan itu

diumumkan dalam Berita Negara dan didalam satu atau lebih surat kabar

jang akan ditundjuk oleh hakim.

BAB III

Tentang tjara mengusut tindak-pidana ekonomi.

Pasal 17.

(1) Selain daripada mereka jang pada umumnja dibebani pengusutan tindak-

pidana, maka jang berhak mengusut tindak- pidana ekonomi ialah pegawai-

pegawai jang ditundjuk oleh Perdana Menteri setelah mendengar Menteri

jang bersangkutan.

(2) Semua pegawai, jang dibebani pengusutan tindak-pidana ekonomi, dibebani

djuga pengusutan tindak-pidana jang disebut dalam pasal 26, 32 dan 33

Undang-undang ini.

(3) Djika untuk mereka jang disebut pada ajat 1 belum ditentukan sumpah djabatan, maka sumpah itu akan ditentukan oleh Perdana Menteri.

Pasal 18.

(1) Pegawai-pegawai pengusut setiap waktu berwenang mensita atau menuntut

penjerahan untuk disita semua barang jang dapat dipergunakan untuk

mendapat keterangan atau jang dapat dirampas atau dimusnahkan menurut

ketentuan-ketentuan Undang-undang.

16

(2) Barang-barang jang disebut dalam pasal 7 ajat 1 sub d hanja dapat disita,

djika disetudjui oleh djaksa.

(3) Pensitaan dilakukan :

a. sekadar mengenai barang-barang-tak-tetap jang tak-terudjud jang

didaftarkan dalam suatu daftar, dengan penjerahan atau pengiriman

dengan surat tertjatat seputjuk surat keterangan pensitaan kepada orang

jang berhak dan penjalinan ataupun pentjatatan dari salinan surat

keterangan itu dalam daftar-daftar tersebut;

b. sekedar mengenai tagihan-tagihan atau barang-barang-tak-tetap jang tak-

berudjud jan tidak termasuk sub a, dengan penjerahan atau pengiriman

dengan surat tertjatat seputjuk surat keterangan pensitaan kepada orang

jang berhak dan, djika hak-hak itu dapat dilakukan terhadap orang- orang

tertentu, djuga kepada mereka itu.

(4) Djika pensitaan dihapuskan, maka djaksa berusaha supaja dibuat surat

keterangan selekas- lekasnja mengenai penghapusan itu dan supaja dengan

surat itu dilakukan sepadan dengan ketentuan-ketentuan jang ditetapkan

dalam ajat 3 mengenai surat- surat keterangan pensitaan.

(5) Menteri Kehakiman – dengan persetudjuan Menteri jang bersangkutan –

berhak menetapkan aturan-aturan lebih landjut mengenai tjara dan akibat-

akibat pensitaan itu.

Pasal 19.

(1) Pegawai pengusut setiap waktu dapat menuntut diperlihatkannja segala surat

jang dipandang perlu untuk diketahuinja, supaja mereka dapat melakukan

tugasnja sebaik- baiknja.

(2) Orang jang karena djabatannja atau pekerdjaannja diwadjibkan merahasiakan

sesuatu hal dapat menolak untuk memperlihatkan surat- surat itu atau bagian

surat- surat itu jang termasuk kewadjiban merahasiakan itu.

Pasal 20.

(1) Pegawai-pegawai pengusut pada setiap waktu berhak memasuki setiap

tempat jang menurut pendapatnja perlu dimasuki untuk mendjalankan

tugasnja. Djika perlu pegawai-pegawai itu masuk ke dalam tempat itu dengan

bantuan kekuasaan umum.

(2) Bertentangan dengan kemauan penghuni mereka tidak akan masuk kedalam

sebuah rumah selain untuk mengusut suatu tindak-pidana ekonomi dan

disertai oleh seorang komisaris polisi atau oleh walikota, atau atas perintah

tertulis dari djaksa.

17

(3) Dalam waktu dua kali 24 djam tentang pemasukan rumah itu harus dibuat

berita-atjara, jang selandjutnja disampaikan kepada djaksa.

Dalam berita-atjara itu dimuat keterangan mengenai waktu dan maksud

pemasukan itu,

Pegawai-pegawai termaksud diatas berwenang meminta disertai oleh orang-

orang jang akan ditundjuk olehnja; dalam hal itu, maka hal itu disebut dalam

berita- atjara tersebut.

Pasal 21.

(1) Untuk kepentingan pengusutan maka pegawai-pegawai pengusut berwenang

mengambil tjontoh (“monster”) dari barang :

a. jang berada di tempat umum, atau jang berada di suatu tempat.

jang boleh dikundjungi oleh chalajak ramai ;

b. jang berada ditempat jang boleh dimasuki oleh pegawai pengusut

menurut Undang-undang ini ;

c. jang ditawarkan, diangkut atau jang ditawarkan untuk diangkut, diimpor

atau diekspor;

d. jang diserahkan (“afgeleverd”).

(2) Pemegang barang-barang itu wadjib member bantuan menurut petundjuk-

petundjuk – petundjuk pegawai pengusut dan dibawah pengawasan pegawai

itu dan, djika diminta, member alat- alat bantuan dan pertolongan dengan

tjuma- tjuma.

(3) Djika kewadjiban jang tersebut dalam ajat 2 tidak dipenuhi maka pegawai

pengusut dapat mengadakan apa jang diperlukan itu atas biaja dan risiko

pemegang barang itu.

Pasal 22.

(1) Untuk kepentingan pengusutan pegawai-pegawai pengusut berwenang

menuntut, supaja bungkusan barang-barang dibuka, djika hal itu dipandang

perlu untuk memeriksa barang-barang itu.

(2) Pasal 21 ajat 2 dan 3 berlaku sepadan.

Pasal 23

(1) Pegawai-pegawai pengusut dapat menuntut, supaja pengemudi – pengemudi

kendaraan memberhentikan kendaraannja dan menjetudjui pemeriksaan

tentang diturutinja peraturan- peraturan jang dimaksud dalam pasal 1

Undang-undang ini. Djika dipandangnja perlu pegawai pengusut dapat

menuntut supaja kendaraan itu dibawa kesuatu tempat tertentu dan

membongkar atau menjuruh membongkar atau mengosongkan atau menjuruh

18

mengosongkan kendaraan itu. Djika dianggap perlu pegawai pengusut dapat

menuntut, supaja pengemudi kendaraan itu memberi pertolongan menurut

petundjuk- petundjuk pegawai pengusut itu.

(2) Tuntutan supaja berhenti, mengizinkan pemeriksaan atau memberi bantuan

dapat diminta djuga kepada orang jang mengangkut barang-barang itu.

(3) Pegawai pengusut mengambil tindakan-tindakan jang dipandang perlu untuk

mendjamin dipenuhinja tuntutan jang disebut dalam pasal ini.

Pasal 24

(1) Menteri Kehakiman – dengan persetudjuan Menteri jang bersangkutan –

berhak menentukan aturan-aturan tentang tjara melaksanakan tuntutan-

tuntutan untuk berhenti jang dimaksud dalam pasal 23.

(2) Menteri Kehakiman – dengan persetudjuan Menteri jang bersangkutan –

berwenang menentukan, bahwa untuk kepentingan pengusutan tindak-pidana

ekonomi diadakan rintangan- rintangan didjalan- djalan didarat atau

diperairan.

Pasal 25

Terhadap pengusutan tindak-pidana ekonomi untuk selandjutnja berlaku

ketentuan-ketentuan tersebut dalam “Het Herziene Indensische Reglement” ketjuali

djika Undang-undang ini menentukan lain.

Pasal 26

Dengan sengadja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut,

berdasarkan suatu aturan dari Undang-undang ini adalah tindak-pidana ekonomi.

BAB IV.

Tentang tindakan-tindakan tata-tertib sementara.

Pasal 27.

(1) Djika ada hal-hal jang dirasa sangat memberatkan sitersangka dan

kepentingan- kepentingan, jang dilindungi oleh ketentuan-ketentuan jang

disangka telah dilanggar, memerlukan tindakan-tindakan dengan segera,

maka djaksa berwenang dalam segala perkara mengenai tindak-pidana

ekonomi, ketjuali jang tersebut dalam pasal 6 ajat 3, selama pemeriksaan

dimuka pengadilan belum dimulai, untuk memerintahkan kepada sitersangka

sebagai tindakan sementara, supaja ia :

19

a. tidak melakukan perbuatan-perbuatan tertentu;

b. berusaha supaja barang-barang tersebut dalam perintah itu jang dapat

disita dikumpulkan dan disimpan ditempat jang ditundjuk dalam perintah

itu.

(2) Terhadap perintah-perintah itu pasal 10 ajat 1 berlaku sepadan.

(3) Perintah-perintah itu hilang kekuatannja setelah lewat masa enam bulan dan

tetap mempunjai kekuatan hanja sampai saat mulai tidak dapat diubah lagi

putusan hakim jang penghabisan dalam perkara itu. Perintah-perintah itu

dapat diubah atau ditjabut oleh djaksa atau oleh pengadilan jang memeriksa

perkara itu, sebelum perkara itu diputus oleh hakim. Pengadilan itu dapat

bertindak demikian karena djabatannja atau atas permohonan sitersangka ;

sitersangka ini senantiasa didengar, setidak- tidaknja dipanggil semestinja

untuk menghadap ketjuali :

a. djika pengadilan telah dengan segera memutus untuk mengubah perintah

itu sesuai dengan permohonan sitersangka atau mentjabutnja ;

b. djika belum lampau masa dua bulan sedjak permohonannja jang dahulu

dan jang sama maksudnja diputus.

Pengadilan mengambil putusan tentang suatu permohonan sitersangka dalam

waktu lima hari setelah permohonan itu diterima dikepaniteraan pengadilan.

Pasal 28

(1) Djika ada hal-hal dirasa sangat memberatkan sitersangka dan kepentingan-

kepentingan, jang dilindungi oleh ketentuan-ketentuan jang disangka telah

dilanggar, memerlukan tindakan-tindakan dengan segera, maka pengadilan

berwenang dalam segala perkara mengenai tindak-pidana ekonomi, ketjuali

jang tersebut dalam pasal 6 ajat 3, sebelum pemeriksaan dimuka pengadilan,

atas tuntutan djaksa dan setelah sitersangka didengar, setidak- tidaknja

dipanggil semestinja untuk menghadap, untuk memerintahkan sebagai

tindakan sementara :

a. penutupan sebagian atau seluruh perusahaan sitersangka, dimana tindak-

pidana ekonomi itu disangka telah dilakukan ;

b. penempatan perusahaan sitersangka, dimana tindak-pidana ekonomi itu

disangka telah dilakukan, dibawah pengampuan;

c. pentjabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau pentjabutan

seluruh atau sebagian keuntungan, jang telah atau dapat diberikan oleh

Pemerintah kepada sitersangka berhubungan dengan perusahaan itu;

d. supaja sitersangka tidak melakukan perbuatan jang tertentu;

20

e. supaja sitersangka berusaha supaja barang-barang tersebut dalam perintah

itu jang dapat disita, dikumpulkan dan disimpan ditempat jang ditundjuk

dalam perintah itu.

(2) Terhadap perintah-perintah itu pasal 10 ajat 1 berlaku sepadan.

(3) Perintah-perintah itu hilang kekuatannja setelah lewat masa enam bulan dan

tetap mempunjai kekuatan hanja sampai saat tidak dapat diubah lagi putusan

hakim jang penghabisan dalam perkara itu. Perintah – perintah itu oleh

pengadilan jang memeriksa perkara itu dapat diperpandjang satu kali dengan

waktu selama- lamanja enam bulan dan dapat diubah atau ditjabutnja.

Pengadilan itu dapat bertindak demikian karena djabatannja, atas tuntutan

djaksa dan, mengenai perubahan atau pentjabutan perintah itu, djuga atas

permohonan sitersangka ; sitersangka ini senantiasa didengar, setidak-

tidaknja dipanggil semestinya untuk menghadap, ketjuali :

a. djika pengadilan telah dengan segera memutus untuk mengubah perintah

itu sesuai dengan permohonan sitersangka atau mentjabutnja;

b. djika belum lampau masa dua bulan sedjak permohonannja jang dahulu

dan jang sama maksudnja diputus.

Pengadilan mengambil putusan tentang suatu permohonan sitersangka dalam waktu

lima hari setelah permohonan itu diterima dikepaniteraan pengadilan.

Pasal 29.

(1) Selambat- lambatnja tiga hari setelah putusan- putusan termaksud dalam

pasal 27 dan 28 dilaksanakan, sitersangka dapat mohon bandingan pada

Pengadilan Tinggi.

(2) Pengadilan Tinggi mutus selekas- lekasnnja tentang hal itu.

Sitersangka didengar, setidak- tidaknja dipanggil dengan semestinja untuk

menghadap.

Pasal 30.

Putusan- putusan termaksud dalam pasal 27 dan 28 dapat segera dilaksanakan.

Pasal 31.

Djika suatu perkara berachir dengan tidak didjatuhkan hukuman pidana atau

tindakan tata-tertib, ataupun dengan didjatuhkan hukuman pidana atau tindakan

tata-tertib jang demikian rupa, sehingga tindakan tata-tertib sementara yang

didjatuhkan dipandang terlampau berat, maka atas permohonan bekas-sitersangka

atau ahli-warisnja pengadilan dapat memutus, bahwa kepada bekas- sitersangka atau

ahli-warisnja diberikan sedjumlah uang sebagai penggantian-kerugian. Djumlah

21

uang itu dibebankan pada Kas Negeri. Jang berhak mengambil putusan itu ialah

pengadilan jang mengadili perkara itu dalam tingkat penghabisan.

BAB V

Tentang perbuatan-perbuatan jang bertentangan dengan

hukuman pidana atau tindakan tata- tertib.

Pasal 32.

Barang siapa sengadja berbuat atau tidak berbuat sesuatu jang bertentangan

dengan suatu hukuman-tambahan sebagai terangkum dalam pasal 7 ajat 1 sub a, b

atau e, dengan suatu tindakan tata-tertib seperti tertjantum dalam pasal 8, dengan

suatu peraturan seperti termaksud dalam pasal 10, atau dengan suatu tindakan tata-

tertib sementara, atau menghindari hukuman tambahan, tindakan tata-tertib,

peraturan, tindakan tata-tertib sementara seperti tersebut di atas, maka ia melakukan

suatu tindak-pidana ekonomi.

Pasal 33.

Barangsiapa sengadja, baik sendiri maupun dengan perantaraan seorang lain,

menarik bagian- bagian kekajaan untuk dihindarkan dari tagihan- tagihan atau

pelaksanaan suatu hukuman, tindakan tata – tertib atau tindakan tata-tertib

sementara, jang didjatuhkan berdasar Undang-undang itu, maka ia melakukan suatu

tindak-pidana ekonomi.

Pasal 34.

(1) Perbuatan-perbuatan- hukum jang bertentangan dengan ketentuan dalam

pasal 32 dan 33 adalah batal.

(2) Kebatalan itu tidak dapat dipergunakan sebagai lawanan jang merugikan

seorang, jang tidak mengetahui tentang adanja hukuman, tindakan tata- tertib

atau tindakan tata-tertib sementara, jang didjatuhkan, ketjuali djika padanja

ada alasan untuk dapat menduga, adanja hukuman, tindakan tata-tertib atau

tindakan tata-tertib sementara itu.

(3) Isteri (suami), keluarga sedarah atau keluarga semenda sampai dengan pupu

ketiga dari dan mereka jang bekerdja pada orang, atas siapa hukuman,

tindakan tata- tertib atau tindakan tata- tertib sementara itu didjatuhkan,

dianggap bahwa pada mereka ada alasan untuk mendapat menduga adanja

hukuman, tindakan tata-tertib atau tindakan tata-tertib sementara, ketjuali

djika mereka dapat membuktikan sebaliknja.

22

BAB VI.

Tentang kekuasaan dan susunan pengadilan.

Pasal 35.

(1) Pada tiap- tiap Pengadilan Negeri ditempatkan seorang hakim atau lebih dibantu oleh seorang panitera atau lebih, dan seorang djaksa atau lebih jang semata- mata diberi tugas masing- masing mengadili dan menuntut perkara pidana ekonomi.

(2) Pengadilan tersebut pada ajat 1 disebut “Pengadilan Ekonomi”.

Pasal 36.

Seorang hakim pada Pengadilan ekonomi dapat dipekerdjakan pada lebih dari satu Pengadilan Ekonomi

Pasal 37.

Pengadilan Ekonomi dapat bersidang djuga diluar tempat kedudukan Pengadilan Negeri.

. Pasal 38.

Ketentuan dalam pasal 36 berlaku sepdan bagi djaksa dan panitera Pengadilan Ekonomi.

. Pasal 39.

(1) Djika beberapa tindak-pidana ekonomi dilakukan oleh lebih dari satu orang, baik bersama- sama maupun masing- masing sendiri- sendiri, dan tindak- tindak pidana itu satu sama lain berhubungan sedemikian rupa, sehingga dianggap perlu, bahwa tindak-tindak-pidana itu diadili oleh satu Pengadilan Ekonomi, maka kekuasaan Pengadilan itu terhadap seorang orang jang disebut tersangka atau pengikut-serta, akan mengakibatkan, bahwa Pengadilan itu djuga berkuasa mengadili orang-orang lain jang mendjadi tersangka atau pengikut-serta dalam perkara itu.

(2) Djika sitersangka adalah suatu badan hukum, suatu perseroan, suatu perserikatan orang atau suatu jajasan, maka jang berkuasa ialah Pengadilan ditempat, dimana badan hukum, perseroan, perserikatan orang atau jajasan itu berkedudukan atau mempunjai kantornja.

BAB VII.

Tentang pemeriksaan dimuka pengadilan

dalam tingkat pertama

Pasal 40.

Sekadar Undang-undang ini tidak menentukan lain, maka Pengadilan Ekonomi dalam mengadili perkara pidana ekonomi berpedoman kepada hukum atjara pidana jang berlaku bagi Pengadilan Negeri.

23

BAB VIII.

Tentang Bandingan.

Pasal 41.

(1) Pada Pengadilan Tinggi di Djakarta diadakan Pengadilan Tinggi dengan nama Pengadilan Tinggi ekonomi jang semata- mata diberi tugas mengadili perkara pidana ekonomi dalam tingkatan bandingan.

(2) Pengadilan Tinggi Ekonomi terdiri dari seorang ketua, seorang anggota Hakim Tinggi merangkap wakil-ketua dan sekurang- kurangnja 2 orang anggota Hakim Tinggi lainnja, dibantu oleh seorang panitera dan beberap orang panitera-pengganti.

Pasal 42

Pengadilan Tinggi Ekonomi memutus perkara dengan tiga orang hakim, termasuk ketua dan wakil ketua.

Pasal 43.

(1) Terhadap putusan Pengadilan Ekonomi dapat dimohonkan bandingan,

ketjuali djika putusan terachir diberikan mengenai suatu pelanggaran ekonomi dan djika dalam putusan penghabisan : a. tidak didjatuhkan hukuman pidana atau tindakan tata-tertib ; b. tidak didjatuhkan hukuman pidana lain atau tindakan tata-tertib lain dari

pada : 1e. hukuman denda ; 2e. perampasan, pada masa ditaksir harga barang-barang jang dirampas ; 3e. pembajaran uang-djaminan; 4e. pembajaran uang sebagai termaksud dalam pasal 8 sub c., jang tidak

lebih banjak daripada seribu rupiah; 5e. mengembalikan siterhukum kepada ibu/bapaknja dengan tidak

mendjatuhkan hukuman pidana.

(2) Djaksa dapat memohon bandingan, ketjuali djika putusan terachir didjatuhkan mengenai pelanggaran dan : a. tidak didjatuhkan hukuman atau tindakan tata-tertib; b. tidak dituntut hukuman pidana atau tindakan tata-tertib lain daripada

hukuman pidana atau tindakan tata-tertib jang disebut dalam ajat 1 sub b.

Pasal 44.

Apabila pada peradilan tingkat pertama dilalaikan tjara-tjara jang harus

diindahkan pada peradilan itu, maka kelalaian itu tidak dapat dipergunakan sebagai

dasar untuk membatalkan putusan Pengadilan Ekonomi, djika kelalaian itu tidak

merugikan pihak kedjaksaan dalam tuntutannja atau pihak sitersangka dalam

pembelaannja.

24

Pasal 45.

Sekadar Undang-undang ini, tidak menentukan lain, maka Pengadilan Tinggi

Ekonomi dalam mengadili perkara pidana ekonomi dalam tingkat bandingan

berpedoman kepada hukum atjara pidana dalam tingkat bandingan jang berlaku bagi

Pengadilan Tinggi.

Pasal 46.

Bagi Pengadilan Tinggi Ekonomi ketentuan dalam pasal 37 berlaku sepadan.

BAB IX

Tentang permohonan kasasi

Pasal 47.

Ketjuali dalam hal termaksud di dalam pasal 48, maka terhadap putusan jang

diambil mengenai suatu tindak-pidana ekonomi, dapat dimadjukan permintaan

kasasi dalam waktu dan menurut tjara jang ditentukan untuk perkara pidana biasa

dalam Undang-undang Mahkamah Agung.

Pasal 48.

(1) Apabila pada peradilan dalam tingkat pertama atau dalam tingkat bandingan

dilalaikan tjara- tjara jang jang harus diindahkan pada peradilan itu, maka

kelalaian itu tidak dapat dipergunakan sebagai dasar jang membatalkan

putusan itu, djika kelalaian itu tidak merugikan pihak kedjaksaan dalam

tuntutannja, atau pihak sitersangka dalam pembelaannja.

(2) Hal jang tersebut pada ajat 1 itu dianggap ada, apabila kelalaian itu

dilakukan dalam tingkat pertama dan atas kelalaian itu tidak dimadjukan

keberatan, baik dari pihak kedjaksaan maupun dari pihak tersangka.

25

BAB X.

Tentang badan-badan atau pegawai – pegawai

penghubung.

Pasal 49

Untuk kepentingan pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak-pidana ekonomi, maka dengan persetudjuan Menteri Kehakiman oleh Menteri jang bersangkutan dapat diangkat badan-badan atau pegawai-pegawai jang dianggap ahli dalam perekonomian sebagai badan-atau pegawai-penghubung jang diwadjibkan memberikan bantuannja kepada hakim, pegawai penuntut dan pengusut baik diluar maupun didalam persidangan.

BAB XI..

Ketentuan peralihan.

Pasal 50.

(1) Segala perkara jang pada saat undang-undang ini mulai berlaku telah diadili dan diputus oleh sesuatu Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi, dianggap diadili atau diputus oleh Pengadilan Ekonomi dan Pengadilan Tinggi Ekonomi menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

(2) Perkara- perkara jang belum diadili akan diadili oleh Pengadilan Ekonomi menurut Undang-undang ini.

(3) Apabila ketentuan-ketentuan dalam atau berdasarkan Undang-undang lain bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini, maka akan berlaku ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.

Ketentuan penutupan

Undang-undang ini disebut “Undang-undang Tindak- pidana Ekonomi”.

PASAL II

Undang – undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaja setiap orang dapat mengetahuinja, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaga- Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Djakarta

pada tanggal …………………… 1958

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

( S O E K A R N O )

PERDANA MENTERI,

26

( D J U A N D A )

MENTERI KEHAKIMAN,

( G . A M A E N G K O M )

MENTERI PERDAGANGAN,

( R A C H M A T M U L J O M I S E N O )

MENTERI KEUANGAN,

( S U T I K N O S L A M E T )

Diundangkan

pada tanggal …………1958.

MENTERI KEHAKIMAN,

G.A MAENGKOM

27

S A L I N A N

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

REPUBLIK INDONESIA DJAKARTA, 21 Februari 1959

No. : 2958/DPR-RI/59

Lampiran : 1 K e p a d a .

H a l . : RUU tentang P a r a A n g g o t a

tindak pidana ekonomi Dewan Perwakilan Rakjat

(Sid. 1959 – P. 408) di

D J A K A R T A . -

Mendahului Amanat Presiden, bersama ini kami sampaikan dengan

hormat surat2 perundingan mengenai rantjangan Undang-undang tentang

penetapan Undang-undang darurat No. 7 tahun 1955 tentang tindak

pidana ekonomi sebagai Undang – undang (Sid. 1959 – P. 408) terdiri

dari

Rantjangan Undang-undang (S.2)

untuk dipergunakan sebagai bahan pembitjaraan dalam rapat2 Dewan

Perwakilan Rakjat.

K E T U A

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

u.b

Sekertaris Djenderal,

ttd.

(Mr. Roesli ). -

TEMBUSAN beserta lampiran

disampaikan kepada :

Para Ketua Fraksi dalam D.P.R

28

1507/Staf/SMS

LAPORAN GABUNGAN

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

MENGENAI

RANTJANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG

TINDAK PIDANA EKONOMI (P. 408).

UMUM :

Sebagian anggota mengemukakan bahwa Undang-undang darurat No. 7

tahun 1955 jang hendak ditetapkan sebagai Undang-undang biasa sekarang ini,

berasal dan sudah berlaku sebagai Undang-undang sedjak tanggal 13 Mei 1955.

Djadi hingga pada hari ini sudah berlaku 4 tahun lamanja.

Undang- undang darurat itu, djika ditindjau dari segi isi dan materinja jang

bersangkutan dengan soal kepidanaan, mengandung banjak penjimpangan terhadap

hal-hal dan pengertian jang lazim dan terdapat dalam kitab Undang-undang Hukum

Pidana. Ada pula penjimpangan terhadap theori- theori jang lazim diikuti orang

dalam lapangan ilmu pengetahuan hukum pidana, disamping pasal- pasalnja jang

boleh dikata merumuskan apa jang lazimnja tjukup diserahkan kepada ilmu dan

para- hakim untuk memegangnja sebagai pedoman dalam pekerdjaannja. Hal-hal

tersebut diatas tidak perlu mengherankan. Bahkan ditindjau dari segi jang tertentu,

jaitu hasrat untuk mentjegah djangan sampai para petugas berbuat atau berpikir

menurut maunja sendiri- sendiri, jang dapat mengakibatkan simpang-siurnja

keadaan dan membingungkan rakjat, penulisan segala penjimpangan daripada jang

lazim itu boleh dihargakan. Karena penulisan semua itu didalam satu warkat

setidak- tidaknja lambat laun akan dapat diperoleh standarisasi dan normalisasi

tentang pengertian- pengertian tindak-pidana ekonomi dan ukuran- ukuran guna

menjelesaikannja.

Sebagian anggota lain mengemukakan dari pendjelasan mengenai Undang-

undang darurat tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Undang-undang

darurat ini diperlukan untuk dapat memberantas pelanggaran- pelanggaran ekonomi

setjara efektif. Dengan diadakannja Undang-undang darurat termaksud jang dalam

29

pokoknja menentukan tindak-pidana2 jang mana disebut sebagai pelanggaran2

ekonomi dan memperberat / memperluas sanksi2 terhadap pelanggaran2

termaksud., maka semua undang2 darurat tersebut menakut-nakuti barang siapa

hendak melakukan ketjurangan untuk mendapatkan keuntungan di lapangan

ekonomi. Tetapi setelah ada kenjataan bahwa pelanggar2 ekonomi tertentu jang

merupakan pentolan2 dalam masyarakat tidak dituntut, bahkan bilamana mereka itu

memangku djabatan jang penting hanja digeser sadja dan diberi kedudukan lain jang

lebih empuk, maka undang2 darurat tersebut mendjadi sendjata jang tidak ampuh

lagi guna memberantas korupsi. Mungkin jang terkena djaring undang2 darurat itu

hanja pelanggar2 jang ketjil atau sedang belaka, sedang pelanggar2 jang besar tetap

lolos dari djaringan.

Dari pengalaman undang2 darurat ini selama kira2 empat tahun dapat kiranja

diambil peladjaran, bahwa untuk pemberantasan pelanggaran2 ekonomi setjara

efektif tidak tjukup diadakan undang2 jang mengetjam dengan hukuman jang

berat2 sadja, tetapi djuga aparat2 Negara jang dapat mendjauhkan diri dari

perbuatan korupsi. Pemberantasan ketjurangan2 dilapangan ekonomi dengan sanksi

pidana adalah bersifat represif. Di samping tindakan represif perlu sekali diadakan

tindakan2 preventif untuk mentjegah pelanggaran2 hukum. Untuk hal ini perlu

sekali diketahui sebab2 dari timbulnja nafsu untuk melakukan pelanggaran hukum.

Ketjuali dari kebersihan aparat2 Negara dirasakan sangat perlunja penjempurnaan

administrasi Negara supaja dapat menambah kelantjaran kerdja. Salah satu sebab

dari timbulnja korupsi adalah birokrasi, jang mengakibatkan kematjetan tidak hanja

di lapangan pemerintahan sadja, tetapi djuga di lapangan ekonomi dan sosial. Dari

sebab itu djelaslah kiranja bahwa pemberantasan pelanggaran ekonomi dengan

hukuman pidana baru merupakan satu usaha untuk mentjapai perbaikan dalam

lapangan ekonomi jang masih harus disertai dengan usaha2 lain, antara lain

pembersihan alat2 Negara dari anasir2 korup, tindakan2 tanpa memandang bulu

terhadap pelanggar2 hukum, memberantas birokrasi dan lain sebagainja. Namun

demikian undang2 darurat jang dimintakan penetapannja itu patut mendapat

penghargaan sebagai suatu langkah madju ke depan.

Beberapa anggota lain mengemukakan dikala kita menghadapi kesukaran2

disegala lapangan, maka tiap2 usaha Pemerintah untuk membawa perbaikan patut

mendapat penghargaan dari Parlemen. Kesukaran2 di lapangan politik dalam waktu

singkat diharapkan akan dapat diatasi oleh Negara kita, tetapi kesukaran2 dibidang

ekonomi belum ada bajangan kearah perbaikan jang nyata. Sebagai salah satu dasar

berpidjak bagi Pemerintah memang perlu adannja suatu Undang-undang mengenai

pengusutan, penuntutan dan peradilan tindak-pidana ekonomi.Banjak membawa

manfaat atau tidaknja nanti Undang-undang sebahagian besar tergantung bagaimana

30

tjaranja para petugas Negara kita mendjalankannja. Penjalah-gunaan jang disertai

ketidak-djudjuran oleh para petugas didalam mereka melakukan kewadjiban mereka

akan membawa Negara dan masjarakatnja kearah kehantjuran total. Djika semua

alat2 Negara dengan penuh perasaan tanggung-djawab dan dengan segala

kedjujuran serta menempatkan kepentingan Negara diatas kepentingan pribadi,

undang2 dan peraturan2 Pemerintah dalam bidang ekonomi jang hingga kini telah

ada kiranja telah tjukup untuk mendjaga kepentingan Negara beserta rakjatnya.

Terlalu menjolok mata dan menusuk hati rakjat banjak, bahwa beberapa

gelintir petugas didjawatan dan tempat jang strategis setelah hanja beberapa tahun

sedja mulai melakukan pekerdjaan mereka, mereka mengalami perobahan hidup

jang luar biasa, dari seorang pegawai negeri jang serba kekurangan mendjadi

pegawai jang hidupnja mewah. Sebetulnja terhadap golongan pegawai jang

demikian ini, djika betul2 ada kemauan jang serius dari alat2 keamanan Negara

untuk bertindak, saja kira tidak begitu sulit. Dan djika kita betul2 ingin mendjapai

perbaikan, terhadap mereka inilah harus diambil tindakan jang setegas2nja, sebab

petugas demikian itu adalah perusak Negara. Kalau Pemerintah terhadap anasir2

perusak ini telah dapat mengambil tindakan tegas, kita telah berada didjalan jang

benar kearah mentjapai perbaikan jang konkrit.

Beberapa anggota menjatakan, bahwa Pemerintah hanja sekedar

menjebutkan keinginan2 sadja, ialah seperti jang tersebut pada huruf a dan b pada

pertimbangan ke – 1 daripada Undang2 Darurat No. 7/1955 itu pula pasal 96, 101

dan 102 U.U.D.S kita dan pernjataan dengan kata2 tentang keadaan jang mendesak.

Tjara bekerdja jang demikian ini hanja menitikberatkan pada soal2 formalitat

– dan kurang pada hakiki daripada persoalannja, jang menjebabkan mendjadi salah

satu pokok daripada sebab tidak berhasilnja kita dalam soal pemerintahan di tahun2

jang sudah.

Dan djika tjara bekerdja sematjam itu kita tersukan djuga di waktu2 jang

akan datang, maka dichawatirkan tidak akan berhasil pemerintahan kita, sekalipun

ia kita beri nama Demokrasi Terpimpin atau kita kembali pada Undang2 Dasara

1945.

Para anggota tersebut berpendapat, bahwa jang perlu dirobah adalah tjara

bekerdja kita. Dikemukakan harapan mudah2an di hari2 jang akan datang Negara

kita dianugerahi Tuham Pemerintah jang lebih mementingkan inti dan hakiki

persoalan daripada menitikberatkan langkah dan usahanja hanja pada pasal2

mengenai formalitet2 belaka.

Mengenai isi daripada pasal2 Undang2 Darurat itu sendiri belum hendak

diadjukan suatu pendapat selain daripada dinjatakan, bahwa sebaik2nja peraturan

ada sadja tjelanja; dan bisa sadja orang menjeludupinja. Hanja pengalaman

31

petundjuk sebaik2nja guna mengadakan perbaikan dari peraturan itu. Inilah

sebabnja maka benar2 dikehendaki keterangan dan angka2 dari Pemerintah

mengenai hal2 jang disebutkan dalam bagian “Pertanjaan” dalam laporan ini.

Dalam pada itu beberapa anggota mengemukakan, djika Undang-undang

darurat ini ditindjau dari segi lain chususnja dari segi beleidspolitik Pemerintah jang

mengeluarkannja tempo hari, beleidspolitik Pemerintah sekarang jang memadjukan

supaja Undang-undang darurat No. 7/1955 itu ditetapkan sebagai undang-undang,

maka ditanjakan sebagai berikut :

1. Dapatkah Pemerintah, dengan setjara djudjur terhadap dirinja sendiri,

mengatakan, bahwa maksudnja (dengan mengeluarkan dan nanti itu dengan,

mendjadikan undang-undang darurat No. 7/ 1955 ini sebagai undang2 biasa)

seperti jang tersebut dalam angka No. 1 daripada pendjelasannja, jaitu

“dengan effectief memberantas pelanggaran- pelanggaran ekonomi” benar-

benar atau pada prinsipnja dapat terlaksana ? Hal ini ditanjakan, berhubung

dengan adanja kenjataan, bahwa hingga dewasa ini, 4 tahun sesudah

berlakunja undang2 itu, keadaan ekonomi Negara kita tidak urung belum

djuga mau mendjadi beres. Bahkan sering2 harga barang2 meningkat dengan

tiada terkira lebih dulu frequentienja ; pula barang2 itu lenjap dari peredaran

dan pasar.

2. Mengherankan djuga, bahwa Pemerintah sekarang ini tidak mengusulkan

atau menambahkan perobahan2 jang berarti penjempurnaan terhadap

undang2 darurat itu. Pernjataan ini dimadjukan berhubung dengan

kemustahilan, bahwa suatu peraturan jang dibuat manusia, sekali dibuat

lantas sempurna keadannja. Sebaliknja dalam praktek perdjalanan peraturan

itu (chusus dalam hal ini : undang2 darurat No. 7/1955 ini sudah berdjalan 4

tahun lamanja sangatlah mungkin sekali telah ternjata kekurangan2nja. Atau

djuga kurang mahirnja para petugas dalam mengerdjakannja tentunja sudah

dapat kelihatan selama itu.

3. Berhubung dengan hal2 jang tersebut diatas itu, baik pada No. 1 maupun No.

2, maka inginlah kami memperoleh dari Pemerintah keterangan2 tentang :

a. Berapakah djumlahnja perkara tindak pidana jang telah diselesaikan

oleh Pengadilan Negeri dalam periode tahun 1955 triwulan ke – 4

dan periode tahun 1956 triwulan ke-1 dan ke-2 dan ke-3 (di seluruh

Indonesia – djika dapat -, atau di kota2 besar seperti Djakarta,

Bandung, Surabaja, Semarang, Jogja, Palembang, Medan, Makassar,

Banjarmasin, Pontianak) kalau tak dapat dengan bentuk daripada

putusan dalam penjelesaian perkara2 itu. Jang dimaksud disini ialah :

apakah kepada terdakwa didjatuhkan hukuman atau denda dan

32

penjitaan, apa tindakan tata-tertib, ataukah diberikan putusan jang

lain2 lagi menuruti pasal 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 undang2 darurat

itu.

b. Berapakah djumlahnja perkara korupsi (penerimaan suapan) jang

dilakukan petugas dalam lapangan pemberantasan tindak pidana

ekonomi pada triwulan2 dan periode2 jang tersebut dibawah huruf a

diatas.

Hal2 tersebut dibawah huruf a dan b itu dimintakan. Agar supaja

kami ikut dapat mengudji apakah undang2 darurat jang akan kita

bersama tetapkan sebagai undang2 ini, benar mentjapai maksudnja

atau tidak.

4. Kami menginginkan pula keterangan dengan angka2 tentang djumlah

perkara tindak pidana jang dimintakan banding dalam periode tahun 1955

triwulan ke-4 dan periode tahun 1956 triwulan ke-1, ke-2 dan ke-3; dengan

pendjelasan tentang berapa % putusan pengadilan Negeri jang dirobah oleh

Pengadilan Tinggi dan berapa jang dikuatkan, dan berapa % jang

dipruntahkan supaja ditambah pemeriksaannja lebih dulu sebelum diputus

oleh Pengadilan Negeri.

5. Kami ingin menjatakan pendapat kami, bahwa dalam considerans

(pertimbangan) undang2 darurat No.7 tahun 1955 itu, begitu pula dalam

pendjelasannja, tidak tergambar dengan njata (ketjuali hanja setjara

formalistis sadja ) tentang sifat mendesaknja keadaan2 jang membenarkan

diambilnja beleid Pemerintah untuk mengeluarkan undang2 darurat itu.

Tidakkah lebih bidjaksana dan pedagogis – politis dapat dipertanggung-

djawabkan, kiranja Pemerintah dapat memberikan gambaran dengan angka2

tentang melondjaknja kedjahatan atau pelanggaran ekonomi ? Daripada

sekadar menjebutkan keinginan2 seperti jang tersebut pada huruf a dan b

pada pertimbangan ke -1 daripada undang2 darurat No. 7/1955 itu; pula

pasal-2 96, 101 dan 102 undang2 Dasar Sementara kita dan pernjataan

dengan kata tentang keadaan jang mendesak. Tjara bekerdja jang hanja

menitikberatkan pada soal2 formalitet dan kurang pada hakiki daripada

persoalannja, seperti jang kami sebutkan itu, sepandjang hemat kami adalah

salah satu pokok daripada sebab tidak berhasilnja kita dalam soal

pemerintahan di tahun2 jang sudah. Dan djika tjara bekerdja sematjam itu

kita teruskan djuga di-waktu2 jang akan datang, maka sepandjang hemat

kami, tidaklah djuga akan berhasil pemerintahan kita, sekalipun ia kita beri

33

nama Demokrasi- Terpimpin atau kita kembali kepada Undang2 Dasar tahun

1945. Menurut hemat kami, maka jang perlu kita robah ialah tjara bekerdja

kita. Dalam rangka jang tersebut belakakangan inilah, maka telah

dimadjukan pertanjaan2 tersebut diatas. Mudah2an sadja di-hari2 jang akan

datang negara kita dianugerahi Tuhan Pemerintah jang lebih mementingkan

inti dan hakikinja persoalan daripada menitikberatkan langkah dan usahanja

hanja pada pasal2 mengenai formalitet2 belaka.

6. Mengenai isi daripada pasal2 undang2 darurat itu sendiri belum hendak

dinjatakan pendapat. Rasanja tidaklah djauh daripada kebenaran, kiranja

dikatakan, bahwa sebaik2nja peraturan ada sadja tjelanja; dan bisa sadja

orang menjelundupnja. Hanja pengalamanlah petundjuk sebaik2nja guna

mengadakan perbaikan pada peraturan itu. Inilah sebabnja maka benar2

dikehendaki keterangan dan angka2 dari Pemerintah mengenai hal jang

sudah disebutkan dalam angka 1, 2, 3, dan 4.

Beberapa anggota lain mengadjukan pertanjaan sebagai berikut :

1. Semendjak Undang2 Darurat ini berlaku tahun 1955, berapa perusahaan jang

telah dikenakan hukuman dan berapa jang hanja dikenakan tindakan tata-

tertib sadja ?

2. Kalau belum atau tidak ada hingga kini, dapatkah Pemerintah memberikan

pendjelasannja ? Artinja, apakah ini berarti bahwa memang semua

perusahaan taat kepada ordonnantie2. Peraturan2 Pemerintah dan Undang2

jang berlaku hingga sekarang ?

3. Apakah Pemerintah didalam mendjalankan Undang2 Darurat ini

mendjumpai kesulitan2 dan dimana letaknja kesulitan2 itu ?

Dalam pada itu beberapa anggota lain mengemukakan bahwa untuk

penjempurnaan pemberantasan pelanggaran ekonomi dirasakan perlunja

bahan jang lebih lengkap dari Pemerintah. Berhubung dengan hal itu diminta

sudilah kiranja Pemerintah member djawaban atas pertanjaan2 sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah pengalaman Pemerintah dalam pelaksanaan undang2 darurat

ini selama kira2 empat tahun, hendaklah antara lain diberitahukan banjaknja

pelanggaran jang telah dituntut dan berapa jang dikenakan hukuman, djenis

pelanggaran, hukuman apa jang dikenakan, bagaimana perspektif di

kemudian hari tentang pelaksanaan undang2 ini dsb ?

2. Apakah tidak perlu diadakan penindjauan kembali undang2 jang sudah agak

lama dan sulit pelaksanannja seperti Ordonnantie gecontrolaerde goederen,

Prijsbeheersing-ordonnantie dan lain2nja ?

34

3. Sjarat2 apakah jang ditentukan untuk mendjabat hakim dan djaksa ekonomi

? sampai dimanakah, bilamana ada ketentuan2 mengenai sjarat2 tadi,

sekarang sjarat2 tersebut dapat dipenuhi ?

4. Apakah pegawai – pengusut pelanggaran ekonomi mempunjai hak

menggeledah ?

5. Apakah tersangka dalam pelanggraan ekonomi wadjib memberikan

keterangan pada pengusut ?

6. Apakah Pengadilan Tinggi ekonomi dalam pemeriksaan bandingan dapat

memutuskan perkara dengan seorang hakim sadja sesuai dengan undang2

darurat No. 11/1955, jang menentukan, bahwa ketua Pengadilan Tinggi

berhak menentukan, bahwa suatu perkara diputuskan oleh seorang hakim

jang ditundjuk olehnja ?

7. Agar dapat mendjadi bahan2 pertimbangan bersediakah Pemerintah

melampirkan pada Rantjangan Undang-undang ini semua undang2,

peraturan Pemerintah, keputusan Menteri dsb, jang mendjadi dasar /

pelaksanaan dari pemberantasan tindak pidana ekonomi ?

Seorang anggota mengadjukan pertanjaan sebagai berikut :

1. Berapa perkara pidana ekonomi, penjelundupan dalam rangka pelanggaran

Devisen-ordonnantie jang diselesaikan dengan djalan kompromi, dan berapa

uang jang masuk pada Kas Negara ?

2. Berapa orang jang sudah dihukum dalam rangka pelanggaran dengan barter

gelap jang terkenal di Sumatera Utara (Teluk Nibung) di Sulawesi (Bitung)

dan lain2 tempat jang baru2 ini terdengar menurut berita2 di surat kabar ?

P A S A L D E M I P A S A L

Konsiderans

Beberapa anggota mengemukakan untuk mendapat keseragaman dalam

bentuk per-undang2an kita, baiklah konsiderans R.U.U ini dalam

menimbang ajat b dirobah mendjadi “bahwa peraturan jang termaktub dalam

Undang-undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang-undang”.

Pasal 1.

Apakah Pemerintah masih bermaksud untuk mendjadikan lain2 undang2

jang tidak disebut dalam pasal 1 sebagai dasar daripada tindak pidana

ekonomi ?

35

Mengapa pelanggaran2 rechten-ordonnantie tidak dimasukkan sebagai

tindak pidana ekonomi ?

Pasal 3.

Apakah jang dimaksud dengan “turut-melakukan” tindak pidana dalam pasal

3 ? Menurut pasal 55 KUHP ada : medeplegen, doen plegen, uitlokken dan

pasal 56 menjebut medeplichtige. Jang manakah jang termaksud “turut

melakukan” ?

Pasal 7.

Adakah djaminan2, bahwa perampasan jang dilakukan menurut pasal 7 tidak

dilakukan dengan se-wenang2 dan hasilnja tidak disalahgunakan atau

menimbulkan korupsi ?

Pasal 9.

Dapatkah Hakim memutuskan mengadakan tindakan tata- tertib menurut

pasal 9 tanpa mendjatuhkan hukuman pidana ?

Pasal 10.

Peraturan2 apakah jang telah diadakan oleh Menteri Kehakiman untuk

melaksanakan pasal 10 ?

Pasal 18 ajat (5).

Apakah Menteri Kehakiman telah mengadakan peraturan tentang tjara dan

akibat pensitaan menurut pasal 18 ajat (5) dan bilamana sudah hendaklah

disebutkan dimana peraturan itu dimumkan. Selain daripada itu sangat

diharapkan agar dapat mendjadi bahan2 pertimbangan, semua undang2,

peraturan Pemerintah, keputusan Menteri dsb, jang mendjadi

dasar/pelaksanaan dari pemberantasan tindak pidana ekonomi, dilampirkan

pada R.U.U ini.

Pasal 23 ajat (3).

Menurut pasal 23 ajat (3) pegawai pengusut boleh mengadakan tindakan2

jang dipandang perlu olehnja. Apakah hal ini tidak berkelebih-lebihan dan

dapat disalah-gunakan ?

36

Pasal 24 ajat (2).

Menurut pasal 24 ajat (2) Menteri Kehakiman dengan Menteri jang

bersangkutan dapat mengadakan rintangan2 di-djalan2, didarat dan perairan

untuk kepentingan pengusutan tindak pidana ekonomi. Apakah tidak perlu

pula hal demikian itu dimungkinkan bagi perdjalanan diudara berhubung

dengan kemungkinan dilakukannja tindak pidana ekonomi dengan pesawat

terbang ?

Pasal 29.

Apakah tidak sebaiknja tenggang untuk mengadjukan bandingan terhadap

tindakan tata-tertib sementara dalam pasal 29 didjadikan 7 hari supaja sesuai

dengan tenggang untuk bandingan jang biasa ?

Pasal 32.

Dimasukkan sebagai jang melakukan pelanggaran ekonomi : Barang siapa

sengadja tidak berbuat sesuatu jang bertentangan dengan suatu hukuman

tambahan dst. (pasal 32).

Apakah hal ini logis? Djika ketentuan itu benar bagaimanakah tjontohnya?

Pasal 49.

Apakah pengangkatan pegawai2 penghubung menurut pasal 49 telah

dilaksanakan dan pada pengadilan dimana sadja diperbantukan pegawai

penghubung tersebut untuk memberi bantuan pada hakim?

PANITIA PELAPOR

1. Brodjotruno Maniudin

2. Hartojo Prawirosudarmo

3. Mohd. Fadil Dasuki

4. Kiagus Alwi

5. Sudjito

6. S.M Thaher

37

sbn. 6 D j u n i 1 9 5 9

8 1 7 3

1 (satu) rangkap 10 K e p a d a

Laporan- gabungan Bahagian2 MENTERI KEHAKIMAN

mengenai rantjangan Undang di

Undang tentang : Tindak Pi- D J A K A R T A . -

dana Ekonomi.

Berkenaan dengan Amanat Presiden tanggal 23 Djuni 1959 No. 196/HK/59

dengan ini kami beritahukan dengan hormat, bahwa rantjangan Undang2

penetapan Undang2 Darurat No. 7 tahun 1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi

sebagai undang2 (Sid. 1959 – P. 408) telah selesai dibitjarakan dalam rapat

Bahagian2 Dewan Perwakilan Rakjat.

Berhubung dengan itu, maka bersama ini kami sampaikan Laporan –

gabungan Bahagian2 mengenai rantjangan undang2 termaksud rangkap 10

(sepuluh), dengan permintaan agar Memori djawaban Pemerintah disampaikan

kepada Dewan Perwakilan Rakjat dalam waktu jang singkat.-

KETUA

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

u.b

Sekertaris Djenderal,

t.t.d.

TEMBUSAN beserta lampiran disampaikan ( Mr. Roesli ).

kepada :

1. Perdana Menteri untuk diketahui,

2. Penghubung Parlemen Kabinet Perdana Menteri,

3. Menteri Perdagangan,

4. Menteri Keuangan,

5. Penghubung Parlemen Kementerian2 Kehakiman,

Perdagangan dan Keuangan.

38

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

REPUBLIK INDONESIA

- - - - - &O& - - - - -

Djakarta, 6 D j u n i 1 9 5 9

No. 8189/DPRI/59

Lampiran : 1 (satu) K e p a d a

Perihal : RUU tentang Tindak P A R A A N G G O T A

Pidana Ekonomi DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

(Sid. 1959 – P.408).- di

D J A K A R T A . -

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat surat2 perundingan

mengenai rantjangan Undang2 tentang penetapan “UU. Dar. No. 7 tahun

1955 tentang Tindak Pidana Ekonomi (Sid. 1959 – P. 408), terdiri dari :

Laporan- gabungan Bahagian2 (S.3)

untuk dipergunakan sebagai bahan pembitjaraan dalam rapat2 Dewan

Perwakilan Rakjat.-

KETUA

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

u.b

Sekertaris Djenderal,

t.t.d.

TEMBUSAN beserta lampiran disampaikan ( Mr. Roesli ).

kepada :

Para Ketua Fraksi dalam D.P.R

39

902/AE.

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

REPUBLIK INDONESIA

- - - - - - - - - -

Djakarta, 1 8 D j u l i 1 9 6 0 , -

N o . 5 2 8 / D P R R I / 6 0 , - K e p a d a

Lampiran : - . - MENTERI PERTAMA REPUBLIK INDONESIA

Perihal : Pengiriman bahan2 di

Pembitjaraan.- D J A K A R T A . -

AMAT SEGERA

Dengan ini diberitahukan dengan hormat, bahwa D.P.R.- G.R

mengadakan reces dari tgl. 18 Djuli 1960 sampai tgl. 14 Agustus 1960

dan akan mulai mengadakan persidangan lagi pada tanggal 15 Agustus

1960, jakni persidangan ke- 1 tahun sidang 1960/1961.

Berhubung dengan itu kami mengharap, agar dalam waktu reces ini

Pemerintah menjampaikan bahan2 pembitjaraan (rantjangan undang2)

untuk rapat2 D.P.R dalam masa persidangan j.a.d itu.

Dalam hubungan ini ada baiknja dikemukakan, bahwa pada

Sekertariat D.P.R masih tertjatat berbagai2 rantjangan2 undang2

jang/belum selesai dibitjarakan oleh D.P.R jang lampau. Daftar mengenai

rantjangan2 undang2 termaksud itu akan segera kami sampaikan kepada

Saudara, untuk mendapat perhatian Pemerintah.

Pd. K E T U A

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT

GOTONG ROJONG

( H. Zainul Arifin ).

TEMBUSAN disampaikan kepada :

a. Semua Menteri

b. Direktur Kabinet Presiden

c. Semua Penghubung Departemen,

untuk diketahui.

40

925/AE : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ----------sbn-------------------- Djakarta, 25 Djuli 1960. N0: 676/DPR-RI/60 Lampiran : 1 (satu) K e p a d a Perihal : Penjelesaian per. MENTERI PERTAMA REPUBLIK INDONESIA undang-undangan. di DJAKARTA.- AMAT SEGERA.

MenJusul surat kami tanggal 18 Dju1i 1960 No.528/DPR-RI/60 perihal pengiriman bahan2 pembitjaraan, bersama mi kami sampaikan dengan hormat, daftar rantjangan undang2 jang belum/belum selesai dibitjarakan oleh D .P.R. jang lampau sebagaimana jang dimaksudkan dalam surat kami tersebüt.

Dalarn daftar itu Saudara akan mendjumpai rantjangan undang2 jang materinja

sudah tidak sesuai. lagi dengan ketatanegaraan sekarang, seperti Undarig2 Darurat jang tertjantum pada nomor urut 1, 2, 3 dan 4 serta rantjangan Undang2 tentang penetapan Undang2 Darurat No. 7 tahun 1957 mengenai Dewan nasional (No.. urut 12).

Berhubung dengan itu kiranja dipertimbangkan, apakah Undang2 Darurat dan

rantjangan Undarig2 tentang penetapan Undang2 Darurat jang telah disampaikan kepada D.P.R. itu masih harus dibitjarakan oleh DPR?. Djika sekiranja tidak perlu lagi, sebaiknja Pemerintah menarik kembali rantjangan undang-undaaig2 darurat tersebut dengan suatu Amanat Presiden.

Selain daripada itu kami minta perhatian Saudara akan Peraturan2 Pemerintah

pengganti undang2 tentang padjak2, bea dan tjukai tersebut, dengan nomor urut 36 .s/d 54 dalam daftar. Walaupun Peraturan2, Pemerintah pengganti undang2 termaksud sudah dibitjarakan oléh D.P.R. dalam rangka pembitjaraan rantjangan Anggaran Belanja tahun 1960 dan, rantjangan Anggaran Tambahan tahun 1959, tetapi pada hakekatnja belum disampaikan setjara resnii kepada D.P.R., jakni dengan Amananat Presiden.-

Pd. KETUA D.P.R.-G.R., ttd.

(H.Zainul Arif in). TEMBUSAN dengan lampiran disampaikan

kepada: 1. Semua Menteri, 2. Direktur Kabinet Presiden, 3. Semua Penghubung Parlemen untuk diketahui.

41

907/Red/08.-

DAFTAR RANTJANGAN UNDANG2 JANG BELUM/ BELUM SELESAI

DIBITJARAKAN OLEH D.P.R. JANG LAMPAU

(Ditjatat sampai tanggal 30 Djuni 1960)

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

1. U. U Darurat No. 1 th. 1950 tentang penetapan

djabatan Komisaris Pemerintah dan penjelenggaraan tugas pemerintahan bagi daerah bagian Djawa Timur oleh R.I.S (P.19/R.I.S)

Diadjukan oleh Kab. Hatta dengan Am. Pres. Tgl. 1-3-1950 No. 535/50-P. Tingkat pembitjaraan : Telah dibitjarakan dalam Bahagian2. (Laporan Bahagian = belum ada).

2.

U.U Darurat No. 10 th. 1950 tentang penjelenggaraan tugas pemerintahan Daerah Negara Pasundan oleh R.I.S. (P. 20/R.I.S)

Diadjukan oleh Kab. Hatta dengan Am. Pres. Tgl. 1-3-1950 No. 535/50-P. Tingkat pembitjaraan : Telah dibitjarakan dalam Bahagian2. (Laporan Bahagian = belum ada).

3.

U. U Darurat No. 11 th. 1950 tentang tata tjara perubahan susunan ketatanegaraan dari wilajah R.I.S (P. 24/R.I.S)

Diadjukan oleh Kab. Hatta dengan Am. Pres tgl. 10-3-1950 No. 625/50-P. Tingkat pembitjaraan : Telah diterima risalah Bahagian2 dan telah diterima Nota Djawaban Pemerintah.

4.

U.U darurat No. 14 th 1950 tentang penjelenggaraan tugas pemerintahan Negara Sumatera Selatan oleh R.I.S (P.43 / R.I.S)

Diadjukan oleh Kab. Hatta dengan Am. Pres. tgl. 16-5-1950 No. 1498/50-P. Belum dibitjarakan.

5.

R.U.U tentang pengesahan perdjandjian mengenai pentjegahan padjak ganda antara Republik Indonesia dan Keradjaan Belanda, (Sid. 1954 – P. 81; Sid. 1955 – P. 41 ; Sid. 1856 – P.33).-

Diadjukan oleh Kabinet Ali ke – I dengan Am. Pres. tgl. 14-7-1954 No. 2267/HK/54. Tingkat pembitjaraan : Selesai pemandangan umum babak ke-I (rta ke – 61 tgl. 8-7-1955)

6. R.U.U . ………

42

907/Red/08. -- 2 -

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

6. R.U.U tentang penetapan “UU Darurat No. 1 th. 1955 tentang penjaluran kredit guna pembangunan perindustrian dalam sektor partikulir” sebagai Undang2. (Sid. 1955 – P. 76; Sid. 1956 – P. 37)

Diadjukan oleh Kabinet Ali ke- I dengan Am. Pres. tgl. 16-2-1955 No. 525/HK/55. Tingkat pembitjaraan : Selesai dalam rapat Bahagian2. (Lap. Bahagian2).

7. R.U.U tentang penetapan “U.U Dar. No. 6 th 1955 tentang perubahan dan tambahan pasal 4 Undang2 No. 18 th. 1953 tentang penundjukan rumah2 sakit partikulir jang merawat orang2 miskin dan orang2 jang kurang mampu. (Sid. 1954 – P.125 ; Sid. 1956 – P. 45).

Diadjukan oleh Kabinet Burhanudin Harahab dengan Am. Pres. tgl. 2-11-1955 No. 3367/HK/55. Belum dibitjarakan.

8.

R.U.U tentang penetapan “U.U darurat No. 7 th. 1952 mengenai kewadjiban penggilingan padi dan perdagangan bahan makanan” sebagai Undang2. (Sid. 1952 – P.97; sid. 1953 – P.32; Sid. 1954 – P. 26; Sid. 1955 – P.8; Sid. 1957 – P.47)

Diadjukan oleh Kabinet Wilopo dengan Am. Pres. tgl 12-7-1952 No. 2124/52- Pres. Tingkat pembitjaraan : Selesai pemandangan umum babak ke-II. ( rta ke -53 tgl. 28-6-1955)

9.

R.U.U tentang pertanggungan djawab kepidanaan Menteri. (Usul inisiatif D.P.R.) (Sid. 1952 – P.97; Sid. 1953 – P.50; Sid. 1954 – P. 63; Sid. 1955 – P. 29; Sid. 1956-P.110).

Diadjukan oleh Kab. Ali ke II dengan Surat Panitia ad hoc tgl. 14-1-1957. Tingkat pembitjaraan : Djawaban Pemerintah atas pemandangan umum babak ke-I (rta ke-9 tgl. 31-1-57).

10. R.U.U tentang penetapan “U.U. Dar. No. 2 th.1956 tentang perubahan Undang2 No. 2 th. 1956 tentang pemilihan Umum” sebagai Undang2. (Sid. 1956 – P. 117)

Diadjukan oleh Kab. Ali ke – II dengan Am. Pres. tgl. 26-11-1956 No. 3166/HK/56. Belum dibitjarakan.

11. R.U.U tentang penetapan “U.U. Dar. No. 18 th.1955 tentang perubahan djumlah Anggota Panitia Pemilihan Indonesia, Panitia Pemilihan dan Panitia Pemilihan Kabupaten” sebagai Undang2. (Sid.1956 – P.126).

Diadjukan oleh Kab. Ali ke II dengan Am. Pres. tgl. 31-12-1956 No. 3645/HK/56. Belum pernah dibitjarakan.

12. R.U.U ……

43

907/Red/08. -- 3- -

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

12. R.U.U tentang penetapan “U.U Dar. No. 7 th.

1957 tentang Dewan Nasional” sebagai Undang2. (Sid. 1957 – P. 218)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres.tgl 1-6-1957 No. 1596/HK/57. Tingkat pembitjaraan : Selesai dalam rapat Bahagian2. (Lap. Bahagian2 dan Memori Djawaban Pemerintah).

13.

R.U.U tentang Perkawinan. (usul inisiatif Nj. Sumari dkk.) (Sid. 1958 – P. 312)

Diadjukan dalam masa Kab. Djuanda pada tgl. 3-2-1958. Tingkat pembitjaraan : Selesai pemandangan umum babak ke – II (rta. Ke -26 tgl. 24-2-1959) .

14

R.U.U tentang Pokok Agraria (Sid. 1958 – P. 323)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan am. Pres. tgl. 24-4-1958 No. 1307/HK/1958. Tingkat pembitjaraan : Selesai djawaban Pemerintah atas pemandangan umum babak ke-I (rta ke-203 tgl. 16-12-1958). (kemudian dibahas oleh suatu Panitia adhoc).

15.

R.U.U tentang pemberantasan korupsi. (Sid. 1958 – P. 324)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan am. Pres. tgl. 19-5-1958 No. 1620/HK/58. Tingkat pembitjaraan : Selesai dalam rapat Bahagian2. (Lap. Bahagian2 dan Memori Djawaban).

16.

R.U.U tentang Perkawinan Umat Islam. (Sid. 1958 – P. 327).

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 19-5-1958 No. 1621/HK/58. Tingkat pembitjaraan : Selesai pemandangan umum babak ke – II. (rta ke- 28 tgl. 25-2-1959).

17. R.U.U tentang …..

907/Red/08. -- 5- -

44

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

17. R.U.U tentang penetapan “U.U Dar. No. 7 th. 1956, U. U. Dar. No. 8 th. 1956 dan U.U Dar No. 9 th. 1956 tentang pembentukan daerah tingkat II termasuk Kotapradja dalam lingkungan daerah tingkat I Sumatera Utara dan Atjeh” sebagai Undang2. (Sid. 1958 – P. 338).

Diadjukan oleh Kabinet Djuanda dengan Am. Pres tgl. 11-7-1958 No. 2369/HK/58. Tingkat pembitjaraan : Selesai djawaban Pemerintah atas Pemandangan umum babak ke-II. (rta ke-40 tgl. 24-4-1959).

18.

R.U.U tentang penetapan “U.U. Dar. No. 8 th. 1955 tentang tindak pidana imigrasi” sebagai Undang2. (Sid. 1958 – P. 340).

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 17-7-1958 No. 2448/HK/58. Tingkat pembitjaraan : Selesai dalam rapat Bahagian2. (Lap. Bahagian2 dan Memori Djawaban).

19.

R.U.U tentang penetapan “U.U. Dar. No. 41 th. 1950 tentang kenaikan bea jang dikarenakan untuk memperoleh dokumen2 imigrasi” sebagai Undang2. (Sid. 1958 – P. 342).

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 16-7-1958 No. 2446/HK/58. Tingkat pembitjaraan : Selesai dalam rapat Bahagian2. (Lap. Bahagian2).

20. R.U.U tentang penetapan “U.U. Dar No. 9 th. 1953 tentang pengawasan orang asing” sebagai Undang2. (Sid. 1958 – P. 347)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 31 – 7 – 1958 No. 2655/HK/58. Tingkat pembitjaraan : Selesai dalam rapat Bahagian2. (Lap. Bahagian2).

21.

R.U.U tentang penetapan “U.U. Dar. No. 7 th. 1955 tentang tindak pidana ekonomi” sebagai Undang2. (Sid. 1959 – P. 408)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres tgl. 23-1-1959 No. 196/HK/59. Tingkat pembitjaraan : Selesai dalam rapat Bahagian2. (Lap. Bahagian2).

22. R.U.U tentang …..

907/Red/08. -- 5- -

45

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

22. R.U.U tentang memperpandjang waktu berlakunja Peraturan peralihan pasal V Undang2 No. 62 th. 1958 tentang kewarganegaraan Republik Indonesia. (Usul inisiatif I.G.G Subamia dkk.) (Sid. 1959. /60 – P.3).

Diadjukan oleh Sdr. I.G.G Subamia dkk. dalam masa Kab. Kerdja pada tgl. 3-8-’59. Belum dibitjarakan.

23.

R.U.U tentang persetudjuan perdjanjian persahabatan antara Republik Indonesia dan Keradjaan Kambodja. (Sid. 1959/60 – P. 11).

Diadjukan oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 17-10-1959 No. 3105/HK/59. Belum dibitjarakan.

24.

R.U.U tentang penetapan “U.U. Dar. No. 1 th. 1958 tentang perubahan undang2 No. 6 th. 1950 tentang hukum atjara pidana pada pengadilan ketentaraan. (Sid. 1958 – P. 305 ; Sid. 1959/60 – P.12)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 18-1-1958 No. 147/HK/58 dan selandjutnja dioper oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 17-10-1959. Tingkat pembitjaraan : Tinggal menunggu keputusan.

25

R.U.U tentang Perguruan Tinggi. (Sid. 1958 – P. 381 ; Sid. 1959/60-P.14)

Diadjukan oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 18-1-1958 No. 6509/HK/58 dan selandjutnja dioper oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 17-10-1959 No. 3026/HK/59. Tingkat pembitjaraan : Dibahas oleh suatu Panitia ad hoc dan laporannja telah disampaikan dalam rapat pleno terbuka ke-52 tgl. 21-1-1960.

26. R.U.U tentang perubahan undang2 tentang pokok2 Pemerintahan daerah. (Usul inisiatif I.S. Handokowidjojo dkk.) (Sid. 1959/60 – P. 16)

Diadjukan oleh Sdr. I.S. Handokowidjojo dkk. Dalam masa Kabinet Kerdja pada tgl. 29 – 10 – 1959. Tingkat pembitjaraan : Telah dibitjarakan dalam rapat Komisi H. Dan G. Tgl. 17-11-1959 dan tgl. 25-1-1960. (Belum ada Laporan Komisi).

29. R.U.U tentang …..

46

907/Red/08. -- 6- -

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

27. Rantjangan anggaran Republik Indonesia untuk tahun dinas 1960. (Sid. 1959/60 – P. 20)

Diadjukan oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 9 -11-1959 No. 3446/HK/59 dan Am.Pres. tgl. 16-11-1959 No. 3484/HK/59. Tingkat pembitjaraan : Tinggal mengambil keputusan, jang akan dimulai tgl. 3 Maret 1960 s/d 8 Maret 1960 sesuai dengan atjara jang telah ditetapkan. Rapat pleno jang terachir tgl. 3 Maret 1960 hanja chusus membitjarakan rantjangan Anggaran Tambahan 1958. Sementara itu pada tgl. 5 Maret 1960 dengan penetapan Presiden No. 3 th. 1960 pelaksanaan tugas dan kewadjiban anggota2 D.P.R dihentikan. Kemudian oleh Pemerintah Anggaran Belandja tahun 1960 ditetapkan dengan Per. Pu.No.6 dan No. 7 th. 1960.

28.

R.U.U Pokok2 Kesehatan Rakjat. (Usul inisiatif Dr. R. Soeatmadji dkk.). (Sid. 1959/1960 – P. 21).

Diadjukan oleh Sdr. Dr. R. Soeatmadji dkk pada tgl. 20-11-1959 dalam masa Kab. Kerdja. Tingkat pembitjaraan : Telah dibitjarakan dalam rapat Komisi H dan G pada tgl. 3-12-1959 dan 25-1-1960. (Belum ada Laporan Komisi).

35. R.U.U tentang …..

907/Red/08. -- 7- -

47

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

29. R.U.U tentang pengeluaran dan pemasukan tanaman dan bibit tanaman. (Sid. 1958 – P. 363 ; Sid. 1959/60 – P.23)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 17-9-1958 No. 3290/HK/58. Dioper oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 26-11-1959 No. 3640/HK/59. Belum dibitjarakan.

30.

Rantjangan Anggaran Tambahan mengenai tahun dinas 1959. (Sid. 1959/60 – P. 28)

Diadjukan oleh Kab. Kerdja. Belum ada Amanat Presiden. Tingkat pembitjaraan : Tinggal mengambil keputusan.

31.

R.U.U tentang Minjak. (Sid. 1959 – P. 414; Sid. 1959/60-P.29)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 9-3-1959 No. 710/HK/59 dan selandjutnja dioper oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 7-12-1959. No. 3818/HK/59. Tingkat pembitjaraan : Telah dibitjarakan dalam rapat Komisi tgl. 25-1-1960 dan tgl. 19-2-1960. (Belum ada Laporan Komisi).

32.

R.U.U tentang Pertambangan. (Sid. 1959 – P. 413; Sid. 1959/60 – P.30)

Diadjukan oleh Kab. Djuanda dengan Am. Pres. tgl. 9-3-1959 No. 710/HK/59 dan selandjutnja dioper oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 7-12-1959. No. 2819/HK/59. Tingkat pembitjaraan : Telah dibitjarakan dalam rapat Komisi tgl. 25-1-1960 dan tgl. 19-2-1960. (Belum ada Laporan Komisi).

33. R.U.U tentang …..

907/Red/08. -- 7- -

48

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

33. R.U.U tentang Kesehatan. (Sid. 1959/60 – P. 33)

Diadjukan oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 10-2-1960 No. 539/HK/60. Belum dibitjarakan.

34.

R.U.U tentang pengesahan “Per. Pu. No. 22 th. 1959 tentang perubahan nama Medali Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia mendjadi Bintang Sewindu Angkatan Perang Republik Indonesia” mendjadi undang2. (Sid. 1959/60 – P. 34).

Diadjukan oleh Kab. Kerdja dengan Am. Pres. tgl. 9-2-1960 No. 531/HK/60. Belum dibitjarakan.

35. R.U.U tentang pengesahan “Per.Pu. No. 23 th. 1959 tentang keadaan bahaja” mendjadi undang2. (Sid. 1959/60 – P. 35)

Diadjukan oleh Kabinet Kerdja dengan Am. Pres tgl. 9-2-1960 No. 530/HK/60. Belum dibitjarakan.

36.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 no. 5/1959 tentang ketentuan di bidang fiskal mengenai penurunan nilai uang kertas Rp. 500.- dan Rp. 1000.-

Per.Pem Pengganti Undang2 jang tertjantum ini (No. urut 36 s/d 54) telah dibitjarakan oleh D.P.R dalam rangka pembitjaraan rantjangan Anggaran Belandja tahun 1960 dan rantjangan Anggaran Tambahan tahun 1959. (Diterima dari Dep. Keuangan. Belum ada Amanat Presiden).

37.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 7/1959 tentang perubahan Ordonansi Padjak Kekajaan.

38.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 8/1959 tentang perubahan Tarip Padjak Kendaraan bermotor.

39.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 9/1959 tentang perubahan Tarip Padjak Radic.

40.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 10/1959 tentang perubahan Bea Balik Nama.

41.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 11/1959 tentang perubahan Padjak Hasil Bumi.

42. Peraturan Pemerintah …

49

907/Red/06. -- 9- -

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

42. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 12/1959 tentang Pungutan Padjak Dividen.

43.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 13/1959 tentang perubahan dan tambahan Ordonansi Padjak Perseroan 1925.

44.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 14/1959 tentang kenaikan Tjukai Tembakau.

45.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 15/1959 tentang kenaikan tarip tjukai atas Bir dan Alkohol sulingan dan kenaikan bea masuk atas bir.

46.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 16/1959 tentang perubahan dan tambahan Ordonansi Padjak Pendapatan 1944.

47.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 17/1959 tentang perubahan dan tambahan Ordonansi Padjak Upah.

48.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 18/1959 tentang perubahan dan tambahan aturan Bea Materai 1921.

49.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 19/1959 tentang perubahan dan tambahan Ordonansi Padjak Rumah Tangga.

50. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 20/1959 tentang perubahan dan tambahan Undang2 Padjak Pendjualan 1951.

51.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 24/1959 tentang perubahan dan tambahan Peraturan2 Pemerintah pengganti Undang2 No.7-12-13-15-16-17-18-19-20 th. 1959.

52.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 27/1959 tentang Bea Balik Nama kendaraan bermotor.

53. Peraturan Pemerintah …

50

907/Red/06. -- 9- -

No. Urut U r a i a n

K e t e r a n g a n

53. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 28/1959 tentang Dasar Perhitungan Malayan Dollar untuk melakukan tarip padjak2 negara di daerah Kepulauan Riau.

54.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang2 No. 29/1959 tentang Perubahan masa Pemungutan padjak verponding dan padjak Bangsa Asing.

TJATATAN :

rta = rapat pleno terbuka

1356/Red. - DokPokok -

51

S A L I N A N

AgNo. 856 tgl. 2-8-1960

KABINET PERDANA MENTERI

REPUBLIK INDONESIA TEMBUSAN

DJAKARTA

Djakarta, 26 Djuli 1960

No. : 15227/60

Lampiran : 1 (satu) Kepada.

P e r i h a l : Menarik kembali P.J.M Presiden Republik Indonesia

Rantjangan- rantjangan di

Undang-undang dari Dewan D J A K A R T A

Perwakilan Rakjat Gotong

Rojong. -

Dengan menundjuk surat kami tanggal 25 Djuli 1960 No. 15146/60

diberitahukan dengan hormat, bahwa beberapa Rantjangan Undang-

Undang dari Kabinet- Kabinet jang lampau jang telah disampaikan

kepada Dewan Perwakilan Rakjat dengan Amanat Presiden, seperti jang

tertjantum dalam daftar terlampir, perlu ditindjau kembali, antara lain

untuk disesuaikan dengan Undang-undang Dasar 1945.

Berhubung dengan itu dimohon agar P.J.M berkenan menarik

kembali dari Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong Rantjangan –

rantjangan Undang-undang tersebut diatas dengan Amanat Presiden.

Tembusan surat ini dikirimkan kepada :

1. J. M Menteri Dalam Negeri & Otonomi Daerah,

2. J. M Menteri Kehakiman,

3. J.M Menteri Keuangan,

4. J.M Menteri Agama,

5. J.M Menteri Kesehatan,

6. J.M Menteri Perdagangan,

…../2

- 2 -

52

untuk diketahui disertai permintaan untuk menindjau kembali

Rantjangan Undang-undang tersebut diatas jang termasuk

bidangnja masing.

7. J.M. Menteri Penghubung D.P.R/M.P.R,

8. J.M acting Ketua Dewan Perwakilan Rakjat Gotong Rojong,

9. Jth. Sekretaris Dewan Menteri,

untuk diketahui.-

WAKIL MENTERI PERTAMA

t.t.d

(Dr. J. LEIMENA)

53

1001/Red. - DokPokok -

S A L I N A N _ _ _ _ _ _ _ _

AgNo. 1094 tgl. 13-8-1960

PRESIDEN

REPUBLIK INDONESIA

No. : 2616/HK/60 DJAKARTA, 3 AGUSTUS 1960

Lampiran : 1 (satu) daftar Kepada.

P e r i h a l : Menarik kembali J.M Acting Ketua Dewan

Rantjangan2 Undang2 Perwakilan Rakjat Gotong Rojong

di

D J A K A R T A

Dengan ini kami atas usul Jang Mulia Wakil Menteri Pertama

seperti tersebut dalam suratnja tanggal 26 Djuli 1960 No. 15227/60

menarik kembali :

- Rantjangan- rantjangan Undang-undang seperti jang tertjantum

dalam daftar terlampir isi -

jang telah disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakjat dengan Amanat

kami.-

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

SUKARNO

54

1001/Red. Lampiran Amanat Presiden No. 2616/HK/60 tgl. 3-8-1960

RANTJANGAN UNDANG2 JANG TELAH DISETUDJUI OLEH

KABINET2 JANG LAMPAU DAN TELAH DIADJUKAN KEPADA

DEWAN PERWAKILAN RAKJAT, JANG DITARIK KEMBALI

DARI DEWAN PERWAKILAN RAKJAT GOTONG ROJONG.

No. Rantjangan Undang2 tentang :

Diadjukan kepada D.P.R

dengan Amanat Presiden : Keterangan

Tanggal Nomor

1. I. MENTERI PERTAMA.

Penetapan Undang2 Darurat No. 7/

1957 (Lembaran Negara tahun

1957 No. 48) tentang Dewan

Nasional sebagai Undang2.

1-6-1957 1596/HK/57

II. MENTERI DALAM

NEGERI/ OTONOMI

DAERAH

2. Penetapan Undang2 Darurat No. 1

/ 1950 (tidak termuat dalam

Lembaran Negara) tentang

penetapan djabatan Komisaris

Pemerintah untuk daerah Negara

Djawa Timur sebagai Undang2.

1-3-1950 535/50/P.

3. Penetapan Undang2 Darurat No.

10/1950 (Lembaran Negara tahun

1950 No. 13) tentang

penjelenggaraan tugas

Pemerintahan Negara Pasundan

oleh R.I.S sebagai Undang2.

1-3-1950 535/50/P.

4. Penetapan Undang2 Darurat No.

11/ 1950 (Lembaran Negara tahun

1950 No. 16) tentang tatatjara

perubahan susunan Kenegaraan

dari wilajah R.I.S sebagai

Undang2.

10-3-1950 625/50/P.

55

1001/Red. - 2 -

No. Rantjangan Undang2 tentang :

Diadjukan kepada D.P.R

dengan Amanat Presiden : Keterangan

Tanggal Nomor

5. Penetapan Undang2 Darurat No.

14/ 1950 (Lembaran Negara tahun

1950 No. 22) tentang

penjelenggaraan tugas Negara

Sumatera Selatan oleh R.I.S

sebagai Undang2.

16-5-1950 1498/50/P.

6. Penetapan Undang2 Darurat No. 7/

1958 (Lembaran Negara tahun

1956 No. 58), Undang2 Darurat

No. 8/1956 (Lembaran Negara

tahun 1956 No. 59) dan Undang2

Darurat No. 9/ 1956 (Lembaran

Negara tahun 1956 No. 60) tentang

pembentukan daerah tingkat II

termasuk Kotapradja, dalam

lingkungan daerah swatantra

tingkat I Sumatera Utara dan Atjeh

sebagai Undang2.

11-4-1958 2369/HK/58

7. Perubahan Undang2 pembentukan

daerah otonomi Propinsi / Daerah

Istimewa setingkat Propinsi,

Kabupaten, Kota Besar dan Kota

Ketjil di Djawa.

19-7-1955 2019/HK/55

III. MENTERI KEHAKIMAN

8. Penetapan Undang2 darurat No. 2/

1956 (Lembaran Negara tahun

1956 No. 46) tentang perubahan

Undang2 No. 2/1956, tentang

pemilihan Anggota2 Konstituante

dan Anggota D.P.R sebagai

Undang2

26-11-1955 3166/HK/56

56

1001/Red. -3-

No. Rantjangan Undang2 tentang :

Diadjukan kepada D.P.R

dengan Amanat Presiden : Keterangan

Tanggal Nomor

9. Pengusutan, penuntutan dan

pemeriksaan perbuatan pidana korupsi

dan pemilikan harta benda

19-5-1958 1620/HK/58

10. Penetapan Undang2 Darurat No. 41/

1950 (Lembaran Negara tahun 1950

No. 83) tentang menaikkan bea jang

dikenakan untuk memperoleh

dokumen2 Imigrasi sebagai Undang2.

16-7-1958 2446/HK/58

11. Penetapan Undang2 Darurat No.8/

1955 (Lembaran Negara tahun 1955

No. 28) tentang tindakan pidana

imigrasi sebagai undang-undang

17-7-1958 2448/HK/58

12. Penetapan Undang2 Darurat No. 9/

1953 (Lembaran Negara tahun 1953

No. 64) tentang pengawasan orang

asing sebagai Undang2.

31-7-1958 2655/HK/59

13. Penetapan Undang2 Darurat No. 7/

1955 (Lembaran Negara tahun 1955

No. 27) tentang pengusutan,

penuntutan dan peradilan tindak

pidana ekonomi sebagai Undang2.

23-1-1959 196/HK/59

IV. MENTERI KEUANGAN

14. Pengesahan perdjanjian mengenai

pentjegahan padjak ganda antara

Republik Indonesia dan Keradjaan

Belanda

14-7-1954 2267/HK/54

15. Pindjaman Republik Indonesia tahun

1955.

1-3-1955

4-7-1956

2267/HK/54.

1970/HK/56.

57

1001/Red. -4-

No. Rantjangan Undang2 tentang :

Diadjukan kepada D.P.R

dengan Amanat Presiden : Keterangan

Tanggal Nomor

16. Penetapan Undang2 Darurat No. 1/

1955 (Lembaran Negara tahun

1955 No. 1) tentang pengeluaran

kredit guna pembangunan

Perindustrian dalam sektor

partikulir sebagai Undang2.

16-2-1955 535/HK/55

V. MENTERI AGAMA.

17. Pernikahan Ummat Islam 19-5-1958 1621/HK/.58

VI. MENTERI KESEHATAN

18. Penetapan Undang2 Darurat No. 6/ 1955 (Lembaran Negara tahun 1955 No. 25) tentang penundjukan rumah2 sakit partikelir jang merawat orang2 jang miskin dan orang2 jang kurang mampu, sebagai Undang2.

2-11-1955 3367/HK/55

VII. MENTERI

PERDAGANGAN

19. Penetapan Undang2 Darurat No.

7/1952 (Lembaran Negara tahun

1952 No. 33) tentang penggilingan

padi dan perdagangan bahan

makanan sebagai Undang2.

12-7-1952 2124/52/P.

VIII. MENTERI KEHAKIMAN

20. Penetapan Undang2 Darurat No. 18 tahun 1955 (Lembaran Negara tahun 1955 No. 54) tentang perubahan djumlah Anggota Panitia Pemilihan Indonesia, Panitia Pemilihan dan Panitia Pemilihan Kabupaten2, sebagai Undang2.

31-12-1956 3645/HK/56

IX. MENTERI AGRARIA

21. Pokok Agraria 24-4-1958 1307/HK/58