trauma kornea dan sclera

21
Trauma Kornea dan Sclera M. Bowes Hamill, MD Departemen Ophthalmology, Baylor College of Medicine, 6565 Fannin, NC 205, Houston, TX 77030, USA Ophthalmol Clin N Am 15 (2002) 185-194 Trauma pada kornea dan sklera umum terjadi : tinjauan terhadap database dari United States Eye Injury Registry (USEIR) mengungkapkan bahwa 10% dari semua cedera mata serius yang dilaporkan melibatkan kornea dan sclera. Pria lima kali lebih banyak terkena daripada wanita (76% banding 24%). Cedera ini juga lebih sering terjadi pada kelompok usia muda 54% pasien dengan usia di bawah 40 tahun, dan kurang dari 10% dengan usia di atas 60 tahun. Menariknya, kurang dari setengah dari cedera kornea-sklera terjadi di rumah. Meskipun secara klasik dihubungkan dengan dampak dari proyektil kecepatan tinggi atau benda tajam, cedera oleh benda tumpul (memar dan ruptur) dilaporkan oleh USEIR terhitung hampir sepertiga dari cedera. Karena itu, trauma tumpul merupakan mekanisme penting dari cedera, terutama pada orang tua, di mana trauma okular karena jatuh sering mengakibatkan salah satu laserasi kornea-sklera anterior, (biasanya pada lokasi operasi mata sebelumnya) atau ruptur sklera posterior. Pada kelompok usia yang lebih muda, trauma okular merupakan akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor sebanyak 12% dari kasus cedera kornea-sklera di USEIR. Terlepas dari etiologi cedera, algoritma penatalaksanaannya serupa. Empat langkah penatalaksanaannya adalah: 1. Evaluasi lengkap dari mata dan adneksa 2. Pengujian tambahan yang diperlukan 3. Identifikasi faktor-faktor untuk menemukan penatalaksanaannya 4. Rencana pengembangan dan pelaksanaan terapi 1

Upload: evira-syahfitri

Post on 22-Oct-2015

131 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Trauma Kornea Dan Sclera

Trauma Kornea dan Sclera

M. Bowes Hamill, MD

Departemen Ophthalmology, Baylor College of Medicine, 6565 Fannin, NC 205, Houston, TX 77030, USA

Ophthalmol Clin N Am 15 (2002) 185-194

Trauma pada kornea dan sklera umum terjadi : tinjauan terhadap database dari United States Eye Injury Registry (USEIR) mengungkapkan bahwa 10% dari semua cedera mata serius yang dilaporkan melibatkan kornea dan sclera. Pria lima kali lebih banyak terkena daripada wanita (76% banding 24%). Cedera ini juga lebih sering terjadi pada kelompok usia muda 54% pasien dengan usia di bawah 40 tahun, dan kurang dari 10% dengan usia di atas 60 tahun. Menariknya, kurang dari setengah dari cedera kornea-sklera terjadi di rumah.

Meskipun secara klasik dihubungkan dengan dampak dari proyektil kecepatan tinggi atau benda tajam, cedera oleh benda tumpul (memar dan ruptur) dilaporkan oleh USEIR terhitung hampir sepertiga dari cedera. Karena itu, trauma tumpul merupakan mekanisme penting dari cedera, terutama pada orang tua, di mana trauma okular karena jatuh sering mengakibatkan salah satu laserasi kornea-sklera anterior, (biasanya pada lokasi operasi mata sebelumnya) atau ruptur sklera posterior. Pada kelompok usia yang lebih muda, trauma okular merupakan akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor sebanyak 12% dari kasus cedera kornea-sklera di USEIR.

Terlepas dari etiologi cedera, algoritma penatalaksanaannya serupa. Empat langkah penatalaksanaannya adalah:

1. Evaluasi lengkap dari mata dan adneksa

2. Pengujian tambahan yang diperlukan

3. Identifikasi faktor-faktor untuk menemukan penatalaksanaannya

4. Rencana pengembangan dan pelaksanaan terapi

Dua jenis kesalahan yang terjadi dalam mengevaluasi cedera okular yaitu : kesalahan dalam pelaksanaan dan kelalaian. Kesalahan pelaksanaan (melakukan operasi atau memberikan pengobatan yang tidak sesuai atau kontraindikasi) yang untungnya sangat jarang terjadi. Umumnya kesalahan terjadi karena kelalaian, paling sering karena gagal untuk menghargai sejauh mana sebenarnya cederanya atau mengabaikan pertimbangan semua aspek kondisi medis pasien ketika merancang dan menerapkan rencana pengobatan.

Evaluasi

Riwayat

1

Page 2: Trauma Kornea Dan Sclera

Riwayat cedera mata adalah salah satu aspek yang paling penting dalam mengevaluasi pasien. Satu-satunya fakta riwayat penyakit yang paling penting adalah deskripsi terperinci dari peristiwa trauma. Dengan memahami keadaan cedera, pemeriksa dapat mulai untuk membuat penilaian kemungkinan resiko yang tidak terduga dari cedera bola mata, seperti perforasi bola mata, ruptur sklera posterior, benda asing intraokular, atau paparan kimia. Riwayat penyakit juga akan membantu pemeriksa dalam menilai resiko pasien terkontaminasi mikroba sehingga bisa memulai pemberian anti profilaksis mikroba.

Pemeriksaan

Pemeriksaan cedera pasien harus dilakukan secara terperinci dan menyeluruh. Pemeriksaan segmen anterior membutuhkan alat pencahayaan dan pembesaran yang baik. Idealnya, pemeriksaan harus dilakukan dengan slit lamp, tetapi jika tidak tersedia, dapat menggunakan senter atau sumber cahaya lainnya dengan intensitas tinggi dan lensa pembesar yang mungkin digunakan untuk memeriksa permukaan mata dan segmen anterior secara hati-hati. Pemeriksaan slit lamp harus dilakukan berdasarkan urutannya. Kelopak mata, bulu mata, dan konjungtiva diikuti oleh kornea, segmen anterior, dan sklera anterior. Penting bahwa pemeriksa tidak mencurahkan semua perhatiannya ke lokasi trauma, melainkan mengikuti urutan standar, memastikan bahwa segmen anterior diperiksa sepenuhnya dan tidak ada tanda-tanda trauma yang terlewatkan atau diabaikan.

Teknik pencahayaan ganda harus dimanfaatkan sebaik mungkin sehingga bisa mendapatkan tanda-tanda cedera okular yang baik. Yang terpenting di antaranya adalah pencahayaan langsung, yang dapat mengungkapkan cedera secara jelas. Teknik lainnya, seperti pencahayaan tidak langsung, sclerotic scatter, dan retroillumination, dan evaluasi transmisi optik dari sifat lensa dan kornea melalui refleks fundus, juga penting.

Sclerotic scatter sangat membantu untuk melihat secara halus luka kornea dan benda asing intrakornea. Dengan memutar menara celah sehingga sinar celah diarahkan ke persimpangan kornea-sklera dan diperiksa ke sentral kornea, jika ada diskontinuitas di stroma pada kornea akan jelas terlihat. Teknik pencahayaan ini dapat sangat membantu apakah di lokasi tersebut baik-baik saja, adanya laserasi kornea yang merupakan hasil dari penetrasi trauma yang berasal dari benda bermata tajam, benda asing kecepatan tinggi.

Retroillumination dari refleks cahaya fundus juga dapat membantu dalam mendeteksi diskontinuitas pada lensa dan kornea. Tidak jarang, bukti satu-satunya penetrasi okular oleh benda asing kecil mungkin aberasi optik di material lensa yang hanya bisa terlihat dengan pencahayaan ini. (Gambar1). Teknik yang berguna lainnya untuk melihat penetrasi intraokular adalah melihat iris yang tidak berdilatasi dengan retroillumination fundus. Banyak macam diskontinuitas stroma iris yang dapat dideteksi dengan teknik ini, setelah dilatasi, kedudukan lensa dapat diperiksa secara hati-hati untuk melihat adanya kerusakan lentikular akibat penetrasi intraokular (Gambar 2).

Dalam pengaturan kemungkinan adanya benda asing intraokular, harus dilakukan gonioscopy harus dilakukan jika bola mata tidak terganggu. Memanfaatkan lensa Zeiss empat cermin Gonio, gonioscopy dapat dilakukan secara baik tanpa mengulang faktor risiko kerusakan okular.

2

Page 3: Trauma Kornea Dan Sclera

Tes Seidell juga membantu dalam mendeteksi cedera penetrasi kornea. Ia mengambil keuntungan dari penggunaan konsentrasi tinggi dari fluorescein. Ketika konsentrasi fluorescein dioleskan pada permukaan kornea (cara terbaik dengan menggunakan strip fluorescein dibandingkan dengan menggunakan cairan), air bocor dari kornea pada mata yang luka mencairkan pewarna fluoresensi dengan warna hijau apel yang muncul di lokasi yang bocor. Jika diskontinuitas kornea sudah teridentifikasi, pemeriksa harus memastikan bahwa struktur intraokular tidak terlibat dan bahwa benda asing tidak berada di dalam bola mata.

Pengukuran tekanan intraokular umumnya kontraindikasi jika bola mata terbuka. Hal ini dapat membantu dalam kasus ruptur sklera posterior (meskipun tekanan intraokular yang normal tidak menutup kemungkinan adanya ruptur atau laserasi posterior).

Pemeriksaan dilatasi fundus sangat penting.

Gambar. 1. Benda asing yang kecil dan berkecepatan tinggi bisa sesekali menembus mata hanya dengan menimbulkan gangguan permukaan yang minimum. Ini adalah foto pasien dengan benda asing intravitreal menggambarkan banyaknya refleks merah dalam mendeteksi adanya cedera penetrasi. Diskontinuitas dari refleks merah homogen yang normal dapat dengan mudah dilihat, menunjukkan kerusakan pada kristal lensa dan mengingatkan pemeriksa dengan keberadaan benda asing intraokular.

Gambar. 2. Diskontinuitas dalam iris juga dapat mengingatkan pemeriksa akan adanya benda asing intraokular atau luka tak terduga. Perhatikan defek iris perifer pada arah jam 10:00. Pasien ini cedera karena kawat, yang tidak dipertahankan. Lensa awalnya dianggap normal, namun pemeriksaan dasar kapsul lensa yang mengungkapkan bahwa lensa akan ruptur.

Setelah melakukan anamnesa dan pemeriksaan secara teliti, pemeriksa harus menentukan apakah pemeriksaan tambahan diperlukan. Kelengkapan mengenai riwayat penyakit, pemeriksaan, dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan harus dilakukan oleh pemeriksa dengan selengkap mungkin untuk melihat adanya kemungkinan luasnya cedera dan faktor-faktor lain di status medis pasien

3

Page 4: Trauma Kornea Dan Sclera

yang akan mempengaruhi evaluasi dan penatalaksanaan lebih lanjut; rencana terapi dapat dikembangkan. Rencana tersebut harus mencakup intervensi dari awal sampai akhir sebaik ketetapan dalam “poin keputusan” perjalanan klinis pasien yang akan menentukan pengambilan keputusan atau evaluasi lebih lanjut. Pengelolaan cedera ini hingga proses pemikiran, dibandingkan dengan respon refleksif terhadap cedera yang nyata.

Pertimbangan perawatan umum

Salah satu keputusan pertama yang dibuat dalam pengelolaan cedera segmen anterior adalah apakah pasien akan membutuhkan pengobatan dengan bedah dibandingkan dengan pengobatan non bedah (lihat juga artikel berjudul ''Strategi berpikir dalam penatalaksanaan trauma mata” pada tinjauan ini). Tiga pertanyaan yang paling menentukan dalam menentukan arah dalam penatalaksanaannya adalah:

1. Apakah ada keterlibatan lapisan kornea secara parsial atau seluruhnya?

2. Apakah laserasi / diskontinuitas kornea berjalan sendiri dengan tekanan intraokular yang normal atau kah ada kebocoran aktif?

3. Apakah ada kondisi lain yang menyertai yang membutuhkan perbaikan dengan bedah jika luka tidak menutup sendiri (kelainan topografi kornea yang signifikan, cedera pada anak atau individu lain yang mungkin tidak mampu untuk melindungi matanya selama proses penyembuhan, dan lainnya)?

Dengan penutupan sendiri luka kornea yang kecil, tanpa adanya kelainan lengkung kornea yang signifikan, satu-satunya pengobatan yang mungkin diperlukan adalah antibiotik untuk mencegah infeksi mata. Dengan luka yang sedikit lebih besar, perban lensa kontak mungkin cukup.

Dengan adanya luka yang (atau mungkin rentan terhadap) bocor atau yang membutuhkan dukungan lebih dari sebuah perban lensa kontak, perekat jaringan cyanoacrylate bisa sangat bermanfaat dalam memberikan dukungan yang bertahan lama selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Teknik aplikasinya sangat mudah. Cyanoacrylate dipasang sebagai hasil dari polimerisasi anionik, yang segera dimulai pada paparan udara. Untuk alasan ini sangat penting untuk mengeringkan permukaan kornea sebelum penerapan perekat. Lem perlu dilekatkan pada fondasi yang baik, dan dengan demikian setiap jaringan longgar atau jaringan nekrotik harus didebridement pertama kali. Teknik sederhana yang sukses kami temukan adalah penggunaan aplikator seperti 3-0 atau 4-0 pemeriksaan Bowman. Aplikator “diisi” dengan perekat film tipis pada ujungnya oleh asisten sementara ahli bedah mengeringkan kornea dengan satu tangan dan segera melekatkan lem pada defek dengan gerakan cepat (Untuk melekatkan perekat film setipis mungkin ke permukaan kornea). Film ini dibiarkan kering, dan selanjutnya pelindung ditambahkan seperlunya untuk membangun lapisan lem yang cukup tebal (Gambar 3). Pemberian lem yang berlebihan harus dihindari karena akan menghasilkan plak lem yang tinggi yang dapat bergoyang tiap kedipan kelopak mata dan dengan demikian menjadi kendor. Pada kasus kornea yang sangat tipis (misalnya, descemetocoele), gerakan lem dapat menyebabkan pengeluaran air mata dan avulsi dari jaringan yang mendasarinya, dan hasilnya, memacu defek kornea yang lebih besar daripada aslinya. Sebuah perban lensa kontak harus dilekatkan pada kornea segera setelah perekatan dan dibiarkan di tempat yang diperlukan.

4

Page 5: Trauma Kornea Dan Sclera

Kebanyakan aplikasi lem tetap stabil selama beberapa hari atau minggu, tetapi jika dilekatkan pada daerah yang didebridement dari jaringan nekrotik dan epitelium, lem akan bertahan di tempatnya selama lebih dari sebulan.

Trauma kornea non-penetrasi juga dapat mengakibatkan penutupan sebagian atau keseluruhan tebal kornea. Jika penutupan terhidrasi dengan baik dan tidak basah, harus direposisi dan ditutup dengan balutan soft lens (Gambar 4). Hasil pendekatan non-pembedahan ini dapat menghasilkan hasil keratorefractive yang terbaik. Jahitan sering mengubah permukaan dasar kornea, seringkali dengan hasil visual yang suboptimal. Jika penutupan kering atau basah, posisi dan jahitan fiksasi mungkin diperlukan.

Gambar. 3. Bila diterapkan dengan benar, perekat jaringan cyanoacrylate bisa menjadi alternatif yang sangat membantu untuk menutup defek kornea. Seperti terlihat pada foto pasien dengan perforasi kornea sekunder karena kornea arthritis melt, jumlah perekat harus dijaga pada keadaan yang minimum untuk menghindari profil yang tinggi. Dengan aplikasi kelebihan lem, jika pasien berkedip akan menyebabkan lem berubah menjadi batu dan mungkin mengakibatkan kehilangan awal bercak lem dengan kemungkinan memburuknya defek yang mendasarinya. Sebuah perban soft lens harus selalu dipakai menutupi setelah adanya lem.

Gambar. 4. Pasien ini ditembak dengan pistol gabus pada jarak dekat, memiliki posisi lapisan kornea yang sebagian menutup dengan baik, yang diobati dengan penerapan balutan soft lens. Dengan menjaga posisi flap, lensa kontak dapat menyembuhkan dengan induksi astigmatisme yang minimal.

Perbaikan pembedahan

Secara umum, sangat baik untuk melakukan operasi rekonstruksi sesegera mungkin setelah cedera untuk mengurangi resiko perdarahan dan waktu pengeringan untuk prolaps jaringan intraokular. Waktu operasi tidak bisa ditentukan, namun berkaitan dengan kondisi medis pasien dan waktu terakhirnya mengkonsumsi makanan.

5

Page 6: Trauma Kornea Dan Sclera

Penatalaksanaan preoperatif

Setiap pasien yang diketahui atau diduga cedera kornea atau sklera harus memiliki perisai atau tempat penutup mata yang kaku untuk melindungi bola mata dari tekanan eksternal. Ini juga memberitahu anestesi dan staf lain bahwa pasien memiliki cedera bola mata terbuka. Profilaksis antibiotik sistemik juga harus dilakukan kecuali kalau pemeliharaan direncanakan sebagai bagian dari prosedur bedah.

Persiapan bedah

Karena resiko penolakan isi intraokular dan pengenalan obat beracun ke interior okular, pasien dengan cedera terbuka seharusnya tidak menerima obat okular topikal dan harus disiapkan berbeda dari orang-orang dengan operasi elektif. Teknik “sentuhan minimal” harus digunakan: kulit di sekelilingnya dan bulu mata dibersihkan dengan lembut oleh aplikator berujung kapas, tanpa tekanan yang diletakkan pada bola mata. Para agen antiseptik harus dijauhkan dari permukaan okular, irigasi hanya dengan garam, jika sama sekali. Hal ini untuk mencegah potensi bahan beracun yang masuk ke kompartemen intraokular. Teknik draping juga perlu dimodifikasi: harus diterapkan dengan lembut pada permukaan mata dengan kelopak mata dijaga dalam keadaan terbuka oleh asisten untuk menghindari tekanan pada mata.

Perencanaan operasi

Sebelum operasi, kebutuhan khusus (misalnya, alat vitrectomy) dan personil (misalnya, spesialis vitreoretinal) harus ditentukan untuk menghindari penundaan selama prosedur pembedahan.

Perbaikan cedera kornea

Tiga tujuan dalam pembedahan adalah:

1. Sebuah bola mata yang kedap

2. Pemulihan anatomi aslinya

3. Pemulihan fungsinya

Salah satu langkah pertama dalam rekonstruksi kornea adalah pemulihan integritas kedap bola mata, sebagai perbaikan lebih lanjut kornea atau rekonstruksi segmen anterior sangat difasilitasi oleh bola mata yang utuh dengan tekanan cukup normal. Salah satu langkah awal adalah penatalaksanaan jaringan yang prolaps. Jika lensa atau vitreous keluar melalui luka, jaringan ini harus dipotong pada permukaan kornea. Dalam hal iris, retina, atau koroid (atau dicurigai sebagai) prolaps, mereka harus direposisi dengan baik. Reposisi yang terbaik dicapai dengan memanipulasi jaringan yang terkena dengan bahan viskoelastik atau bahan yang halus sehingga dapat mencegah kerusakan struktural tambahan. Untuk reposisi jaringan yang prolaps, tekanan dalam bola mata tidak boleh lebih tinggi dari tekanan bocor pada luka. Hal ini sering menjadi masalah bagi ahli bedah yang kurang berpengalaman yang mencoba untuk mereposisi iris dengan menginjeksi bahan viskoelastik ke ruang anterior dengan ketidakmampuan untuk menggantikan iris atau yang kemudian memperlanjut prolaps iris. Dalam situasi ini, beberapa dari volume ruang anterior (baik aquos atau viskoelastik yang sebelumnya disuntikkan) harus sebelumnya dihilangkan untuk upaya mereposisi

6

Page 7: Trauma Kornea Dan Sclera

lebih lanjut sehingga tercipta "Ruang" di dalam ruang anterior dan memungkinkan bahan viskoelastik tambahan disuntikkan untuk mereposisi struktur yang prolaps tanpa menaikkan tekanan intraokular. Dalam hal prolaps yang muncul kembali, iris dapat ditempatkan posisinya dalam ruang anterior oleh asisten sementara jahitan ditempatkan menyilang untuk menutupi luka di kornea mata untuk mempertahankan tekanan intraokular.

Pemulihan hubungan anatomi

Karena sifat kritis terhadap kelengkungan kornea untuk sistem optik, pemulihan hubungan anatomis yang normal sangat penting. Pemulihan anatomi harus terjadi bersamaan dengan terbentuknya bola mata yang kedap. Dokter bedah terlebih dahulu harus mengidentifikasi dan menutup semua petanda anatomi: limbus, pinggiran laserasi kornea yang bertaburan, garis berpigmen di daerah epitel kornea atau subepitel, dan bekas luka yang akan muncul. Dengan menyusuri petanda dengan benar, perbaikan anatomi dari luka sangat sederhana. Sebaliknya, jika pendekatannya salah sering menyebabkan kegagalan dalam pemulihan fungsi kornea. Harus diingat bahwa hilangnya jaringan kornea sangat jarang; ketika petanda tidak dapat ditemukan atau jika tepi luka tidak terlihat seperti “datang bersama” dengan benar, sebuah pencarian harus dibuat untuk mencari sebagian fragmen atau tepi kornea yang terkoyak, yang mungkin dapat ditemukan di sekitar bawah permukaan kornea.

Pengaruh jahitan pada jaringan

Dokter bedah harus memiliki pemahaman yang baik tentang efek dari penutupan itu sendiri pada permukaan kornea. Apapun metode yang digunakan, pengaruh fundamental dari jahitan apapun untuk mengkompresi tepi luka. Kompresi jaringan, bagaimanapun, mengarah ke pendataran permukaan di atas kornea dan penyimpangan keratorefraktif. Untuk mengurangi hal merugikan ini, pengaruh dari beberapa jenis jahitan yang berbeda harus dipahami secara jelas.

Model paling sederhana adalah jahitan loop terputus (Gambar 5), yang tidak hanya menghasilkan bidang kompresi pada jaringan yang terkandung dalam jahitan loop (lihat Gambar. 5A), tetapi juga zona kompresi yang meluas jauh dari jahitan (lihat Gambar. 5B). Zona kompresi untuk jahitan terputus memiliki konfigurasi kasar berbentuk segitiga. Penutupan luka dicapai ketika zona kompresi berbatasan dengan baik, kebocoran luka terjadi ketika keadaan zona kompresi tidak cukup tumpang tindih. Jahitan, terlepas dari desain, mereka mencari konfigurasi geometris yang stabil saat diperketat. Jahitan yang terputus memiliki konfigurasi yang paling stabil pada loop planar (Gambar 6) (jahitan berjalan mencoba mencapai garis yang lurus; Gambar. 7). Jaringan yang berada di dalam jahitan akan melengkung dan berubah (Gambar 8).

Untuk penyembuhan yang tepat, tepi jaringan harus terposisi dengan benar. Setiap alur yang kelebihan atau kekurangan akan menghasilkan distorsi permukaan yang permanen. Untuk menghindari inversi atau (Internal atau eksternal) luka terbuka lebar, keadaan pada tepi jaringan internal dan eksternal harus sama. Hal ini sulit dicapai jika gigitan jahitan tidak sama kedalaman dan penempatannya (Gambar 9). Untuk menghindari distorsi jaringan karena pengetatan, jahitan terputus harus ditempatkan dalam konfigurasi yang sebaik mungkin untuk mencapai konfigurasi yang paling stabil. Konfigurasi yang stabil dari jahitan terputus adalah lingkaran planar. Konfigurasi lingkaran planar adalah, bagaimanapun, secara teknis sulit dicapai. Hal yang menjanjikan ialah jahitan “kotak”, seperti ditunjukkan pada Gambar. 10. Meskipun ada beberapa kompresi luka dan

7

Page 8: Trauma Kornea Dan Sclera

permukaan atas yang tidak merata saat loop dikencangkan, ujung-ujungnya dipegang dalam posisi anatomi yang benar. Dengan melepas jahitan saat penyembuhan kornea berikut, kompresi yang merata dihilangkan dan anatomi kornea yang berlebihan dipulihkan.

Gambar. 5. Jahitan akan menghasilkan aposisi dengan mengompresi jaringan dalam loop. Jahitan terputus memacu kompresi dalam jaringan yang terkandung dalam jahitan loop (A) dan zona kompresi memperluas dari jahitan itu sendiri. (B) Zona kompresi memiliki kira-kira konfigurasi berbentuk segitiga. Penutupan luka dapat dicapai ketika zona kompresi yang memadai berbatasan. Kebocoran luka terjadi bila ada zona kompresi yang tumpang tindih sehingga memungkinkan luka membuka lebar dan bocor.

Gambar. 6. Terlepas dari desain, jahitan mencari, ketika direkatkan, mereka membentuk konfigurasi geometris yang paling stabil. Jahitan yang terganggu memiliki konfigurasi yang paling stabil dalam loop planar mereka.

Gambar. 7. Dalam perjalanan jahitan yang mencoba untuk mencapai garis lurus sebagai konfigurasi mereka yang paling stabil.

8

Page 9: Trauma Kornea Dan Sclera

Gambar. 8. Jaringan yang berada di bawah jahitan melengkung dan terdistorsi dengan tekanan jahitan sebagai pencapaian dari konfigurasi geometri yang paling stabil.

Gambar. 9. Untuk menghindari inversi atau (internal atau eksternal) luka terbuka lebar, tekanan di sudut-sudut tepi jaringan internal dan eksternal harus sama. Hal ini sulit untuk dicapai jika gigitan jahitan kedalaman dan penempatannya tidak sama.

Gambar. 10. Untuk menghindari distorsi jaringan, jahitan harus ditempatkan dalam konfigurasi geometrisnya yang paling stabil. Untuk jahitan yang terganggu secara sederhana, konfigurasinya adalah lingkaran. Melewati jahitan loop yang merupakan lingkaran planar sulit. Ketebalan jahitan “kotak” menghasilkan hasil yang menjanjikan. Sedangkan ada kompresi jaringan karena perekatan, tidak ada pelebaran, mengesampingkan, atau membawahi pembuatannya, dan dengan demikian dengan penghapusan jahitan arsitektur jaringan di atasnya akan bertahan.

Jahitan jelujur memiliki efek yang lebih kompleks pada jaringan yang terkandung di dalamnya: satu jahitan jelujur sederhana akan menyebabkan luka horizontal yang tidak sama sebesar sekitar satu banding setengah dari rata-rata gigitan jahitan (Gbr. 11). Untuk mencegah luka yang tidak rata, perlu untuk memanfaatkan konfigurasi jahitan penguncian atau “bootlace”. Akibat dari efek kompresi yang berkelanjutan secara alami dalam menyusuri jahitan, mereka juga cenderung untuk meratakan permukaan atas kornea dan meluruskan luka yang melengkung (Gambar 12). Untuk alasan ini, jahitan jelujur pada luka kornea tidak direkomendasikan. (Luka yang tidak rata dapat terbentuk oleh jahitan yang terganggu jika jahitan tidak ditempatkan 90 ° dari laserasi [Gambar. 13A].) Hal ini terutama menonjol dalam luka lengkung, di mana luka yang tidak rata dapat mengakibatkan “dog earing” dari satu bagian luka dengan jarak kompensasi dibagian yang berdekatan (lihat Gambar. 13B).

Ini adalah tugas kami untuk memanfaatkan ketebalan jahitan yang terganggu dalam perbaikan luka kornea untuk menghindari kesulitan tersebut. Bahwa mungkin ada kebocoran luka sesekali melalui alur jahitan untuk 8 sampai 24 jam pertama setelah operasi, bagian internal jahitan dengan cepat ditutupi dengan membran descemet yang baru.

9

Page 10: Trauma Kornea Dan Sclera

Gambar. 11. Jahitan jelujur memiliki efek yang lebih kompleks pada jaringan yang terkandung di dalamnya: satu jahitan jelujur sederhana akan menyebabkan luka horizontal yang tidak sama sebesar sekitar satu banding setengah dari rata-rata gigitan jahitan.

Gambar. 12. Karena sifat alami lanjutan dari efek kompresi jahitan jelujur, mereka juga cenderung untuk meratakan permukaan atas kornea sepanjang jahitan serta untuk meluruskan luka lengkung.

Gambar. 13. (A) Luka yang tidak rata juga dapat terjadi karena jahitan yang terganggu jika jahitan tidak ditempatkan 90 ° dari laserasi. (B) Hal ini terutama menonjol pada luka lengkung dimana luka yang tidak rata dapat menghasilkan “dog ear” dari satu bagian luka dengan kompensasi luka yang melebar di daerah lain.

Restorasi arsitektur fungsional

Bagaimanapun hasil yang baik setelah dilakukan perbaikan pada fungsi kornea bergantung pada restorasi anatominya, ini saja tidak tentu menjamin arsitektur fungsionalnya: jaringan distorsi yang disebabkan oleh jahitan dapat menurunkan penglihatan. Akhir dari proses penyembuhan, kurvatur kornea yang abnormal dipacu oleh efek kompresi jahitan yang tidak selesai setelah pelepasan jahitan.

10

Page 11: Trauma Kornea Dan Sclera

Dr Jim Rowsey dan Dr James C. Hayes membuat kontribusi yang signifikan terhadap awal pemulihan fungsional dari laserasi kornea pada tahun 1984 berdasarkan sifat keratorefleksi kornea setelah diinsisi dan penempatan jahitan. Hal ini sudah diobservasi bahwa kornea yang normal merata pada setiap insisi vertikal dan kornea merata pada setiap jahitan insisi (karena efek kompresi dari jahitan itu sendiri), tetapi langkah pendekatannya dengan perekatan jahitan limbal. Pada prinsipnya, Rowsey dan Hayes merekomendasikan bahwa laserasi kornea dapat ditutup dengan jahitan panjang ketat di tepi kornea. Jahitan ini menyebabkan pinggiran kornea menjadi datar karena overcompression dari luka perifer dan steepening di pusat kornea. Pusat kornea dapat ditutup lebih pendek, lebih banyak ruang yang menimal yang mengalami tekanan, sehingga mengalami konservasi pada pusat kornea. keuntungan dari teknik ini membutuhkan dua elemen tambahan, kemampuan untuk mengukur dan mengontrol kelengkungan kornea selama perbaikan kornea. Hal ini dicapai dengan keratometry intraoperatif dan pemanfaatan slipknots.

Keratometri intraoperatif

Teknik keratometri ini secara fundamental berbeda dari teknik keratometry secara kualitatif umumnya yang digunakan dalam pengaturan kantor: pengukuran tingkat kelengkungan kornea tidak begitu penting dalam hasil fungsional seperti penilaian terhadap kebulatan relatif permukaan kornea (penilaian kualitatif dari pada kuantitatif keratometry). Evaluasi keratometry kualitatif akan mengenali Silindris dan mengidentifikasi axis, namun akan memungkinkan hanya perkiraan tingkat Silindris tersebut. Sejumlah keratometers kualitatif dan teknik telah dikembangkan, dan hampir semuanya memerlukan refleksi dari permukaan kornea, dan dengan demikian, permukaan epitel halus. Dua dari perangkat sederhana adalah Flieringaring atau bergantung keamanan pin, keduanya tersedia di kamar operasi oftalmologi dan tidak memerlukan daya eksternal atau kalibrasi. Mereka ditempatkan dekat dengan permukaan okular, dan mereka melakukan refleksi pada permukaan kornea. Setiap hasil penyimpangan dari permukaan yang mengalami distorsi bola mata digambarkan dan diwaspadai ahli bedah untuk keadaan astigmatis (gambar 14.)

Gambar. 14. Untuk melakukan keratometry kualitatif memanfaatkan pin pengaman, yang diletakkan dekat dengan permukaan okular, di mana refleksinya diperiksa. Setiap deviasi dari lengkung permukaan mata akan menghasilkan distorsi dari refleksi. Dalam foto ini, refleksinya lebih menjorok antara arah pukul 10.00 dan pukul 02:00, mengidentifikasi jahitan ketat di daerah ini.

Slip knots

Ketelitian jahitan, dan kompresi pada kornea, bisa disesuaikan jika slipknots digunakan. Terry slipknot adalah penjahitan yang dilakukan hanya setengah permukaan, sedangkan dangle slipknot

11

Page 12: Trauma Kornea Dan Sclera

adalah keseluruhan. Kedua jenis ini memungkinkan ahli bedah untuk mempertahankan penutupan luka sekaligus menyesuaikan tingkat kompresi jaringan dan dengan demikian kornea merata / steepening.

Masalah khusus dalam penutupan ulkus kornea

Tiga masalah yang menjadi perhatian khusus: fragmen longgar; kehilangan jaringan, dan bola mata yang tidak kedap. Kehilangan jaringan longgar yang tidak biasa. Sebagian fragmen tetap melekat pada kornea, meskipun kadang-kadang posisi anatomi mereka tidak sesuai. Jika terdapat fragmen, orientasi anatomi terbaik harus ditentukan dan fragmen terpaku di tempat baik dengan jahitan melalui ujung fragmen atau dengan oversewing fragmen. Jika beberapa fragmen kecil atau tepi yang ada, balutan soft lens ditempatkan segera pada akhir operasi dapat membantu baik dalam menjaga jaringan di tempat, serta memberikan kenyamanan pasien pasca operasi besar. Kehilangan jaringan, sementara sangat jarang, dapat menyebabkan masalah yang signifikan rekonstruktif. Hal ini dapat diperbaiki oleh jahitan bentuk X.

Meskipun sudah dilakukan upaya rekonstruktif terbaik, bola mata tetap tidak kedap. Dalam hal ini terjadi kebocoran kecil, viskoelastik dapat ditempatkan di dalam rongga anterior untuk bertindak sebagai agen oklusif internal, perekat cyanoacrylate, atau perban soft lens (dengan atau tanpa perekat cyanoacrylate) juga dapat diterapkan. Perlu diingat bahwa sementara aplikasi perekat cyanoacrylate pada kornea adalah sementara, penggunaan jahitan nilon adalah permanen. Setiap upaya, oleh karena itu, harus dibuat untuk tidak membiarkan perekat untuk melekat dan kontak dengan jahitan kecuali jahitan bersifat sementara dan akan dihapus saat lem melonggar. Penyegelan kornea sementara dengan perekat / perban lensa kontak dapat membantu sebagai ukuran hasil sampai bahan cangkok kornea tersedia atau sampai rekonstruksi sekunder dapat dilakukan.

Perbaikan cedera pada sklera

Seperti dalam perbaikan cedera kornea, tujuan dari perbaikan sklera adalah sama, dan perkiraan daerah yang terkena memungkinkan ahli bedah untuk mengembalikan anatomi. Perbaikan luka sklera, terutama jika cedera terletak pada posterior, memerlukan instrumentasi khusus. Sklera, seperti kornea, kurva jauh dari bidang horizontal dan dengan demikian memperbaiki laserasi sklera posterior menggunakan mikroskop sangat sulit. Untuk alasan ini, lampu depan dan loupes (dari 2,5 sampai 3 kekuatan) daripada mikroskop, menawarkan visibilitas yang lebih baik. Instrumen lain yang berguna termasuk retraktor lunak dan material untuk menghilangkan darah dan cairan irigasi dari situs operasi. Strip cottonoid kecil sangat membantu, terutama ketika digunakan dengan retraktor otak untuk menjaga daerah tetap kering (Gambar 15). Para cottonoids harus dibasahi dalam garam sebelum disisipkan dalam luka dan kemudian dikompresi terhadap periorbita dengan retraktor lunak sehingga dapat memberikan bidang penglihatan yang baik bagi ahli bedah.

12

Page 13: Trauma Kornea Dan Sclera

Gambar. 15. Beberapa instrumen yang dapat membantu dalam menghadapi cedera sklera posterior, yang meliputi retraktor lunak dan alat untuk mengeluarkan darah dan irigasi cairan dari daerah yang dioperasi. Dalam foto ini, strip cottonoid telah disisipkan antara sklera dan periorbita untuk mengeluarkan cairan dan untuk menjaga daerah tersebut tetap kering.

Teknik bedah

Tidak seperti laserasi kornea dimana luasnya laserasi atau cedera terlihat jelas, tidak biasa bahwa laserasi sklera dimulai dari anterior dan perluasan ke posterior hingga ke titik akhir yang tidak diketahui. Sebagai tambahan, bagian atas dari konjungtiva, episklera, kapsul Tenon, dan jaringan lain dapat membuat penetapan tujuan lokasi yang benar dan luasnya cedera sklera menjadi sangat sulit untuk ditentukan. Untuk alasan ini, dianjurkan ahli bedah mulai dari bagian anterior, membedah episklera jauh dari luka sklera sehingga memastikan bahwa tepi sejati luka sklera teridentifikasi. Biasanya, ini adalah yang terbaik yang dapat dicapai mulai dari peritomy untuk mengekspos laserasi sklera beberapa jam sebelum cedera yang jelas terlihat sehingga permukaan sklera dapat diidentifikasi dan pembagian bidang dapat dimulai. Selain itu, tidak seperti penutupan kornea dengan laserasi, untuk mencegah prolaps isi intraokular, sklera harus ditutup dalam langkah yang bijaksana yang disebut teknik "close as you go ". Teknik ini membagi bagian anterior tertentu, menelaah bagian kecil dari defek sklera, dan menutup defek anterior yang terlihat sebelum lanjut untuk membagi bagian posterior. Secara umum, bahkan laserasi sklera yang besar dapat ditutup dengan memanfaatkan teknologi ini dengan hanya menimbulkan prolaps yang minimal dari isi intraokular. Penutupan harus dilakukan ke arah posterior sejauh mungkin, menyeimbangkan kebutuhan untuk mengakses luasnya luka posterior dengan tekanan dan torsi ditempatkan pada mata untuk mencapai akses tersebut. Luka yang terletak terlalu posterior tanpa ancaman kehilangan jaringan intraokuler harus dibiarkan agar sembuh sendiri dengan reposisi penutupan periorbita dan konjungtiva; terutama penutupan umumnya terjadi dalam beberapa minggu, memungkinkan dilakukan vitrectomy secara hati-hati setelahnya.

Karena penyembuhan lambat dari sklera dan perlunya dukungan struktural, jahitan nonabsorbable perlu digunakan pada luka yang besar. Untuk luka yang lebih kecil, jahitan yang dapat diserap (misalnya, Vicryl) dapat digunakan. Pilihan lain termasuk nilon dan Dexon, keduanya dapat mudah dimanipulasi, bahan jahitan permanen. Terjadinya hemostasis harus diteliti sehingga tepi luka dapat benar-benar diidentifikasi. Hal ini tidak jarang dalam laserasi sklera kompleks untuk menemukan bahwa apa yang tampaknya menjadi tepi luka sebenarnya adalah lipatan sklera dan benar-benar tepi laserasi dilipat secara internal. Jika luka memotong penyisipan otot, inspeksi secara hati-hati pada sklera bagian bawah dan posterior otot harus dilakukan untuk menentukan apakah luka meluas ke posterior otot. Jika diragukan lagi, ahli bedah harus menyingkirkan otot dan melanjutkan menutup

13

Page 14: Trauma Kornea Dan Sclera

lukanya, otot akan kembali menyatu setelah luka ditutup. Hal yang umumnya direkomendasikan adalah penutupan harus dilanjutkan ke arah posterior, tapi mungkin ada beberapa kasus di mana ke arah posterior terjauh tidak dapat diakses / diperbaiki secara penuh. Hal ini sering terjadi pada cedera bola mata perforasi dengan benda asing berkecepatan tinggi seperti peluru senapan atau proyektil lain di mana bagian sklera anterior ditutup dan luka di posterior tidak diobati karena kesulitan dalam mengakses luka tembus posterior.

Masalah khusus

Hilangnya jaringan sklera sangat langka, terjadi paling sering dengan luka tembak dan cedera tusuk orbita yang jarang. Jika ada kehilangan sklera, luka hanya dapat ditutup dengan trap door flap. Jika tidak layak atau tidak mungkin, donor sklera dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki bentuk tambalannya. Donor sklera sudah tersedia pada sebagian besar bank mata, dan umumnya disimpan dalam gliserin, alkohol, atau larutan antibiotik beku.

Frozen sclera dapat dimanfaatkan sampai 3 bulan setelah tanggal penyediaan dan, sekali dicairkan, dapat baik digunakan selama kurang lebih 24 jam.

Sclera Gliserin-dehidrasi dapat baik digunakan hingga 1 tahun sejak tanggal penyimpanan awal tetapi harus dibilas dan direndam dalam larutan garam yang seimbang selama 30 sampai 40 menit, diubah menjadi larutan segar dua atau tiga kali untuk memastikan bahwa tidak ada gliserin tersisa dalam jaringan.

Alcohol-fixed sclera disimpan dalam etanol absolut dan harus dibilas dan direndam serupa seperti penyediaan Sclera gliserin.

Sebelum digunakan, setiap residu jaringan episklera dan koroid harus dihilangkan dari bahan donor, dan tempat peletakan pada penerima donor harus dibersihkan dari setiap sklera yang nekrotik atau supuratif, dengan mengidentifikasi bahan dengan baik, sebelum membentuk potongan bahannya. Penentuan bentuk ukuran bahan dapat disederhanakan dengan memanfaatkan bentuk yang terbuat dari bagian operasi plastik atau materi lainnya untuk memastikan bahwa bentuk donor sklera memiliki ukuran yang sesuai sebelum pemotongan akhir. Sclera harus ditempatkan di atas daerah luka dan dijahit ke tempatnya dengan jahitan terganggu permanen (sutra, Dacron, atau nilon). Jaringan lain (konjungtiva atau Kapsul Tenon ini) tidak cukup kuat untuk memberikan dukungan struktural yang diperlukan untuk perbaikan sklera.

Pasca operasi, pasien harus melanjutkan pemberian antibiotik. Rejimen jenis dan durasi antibiotik tergantung keputusan individu.

Rehabilitasi visual pascaoperasi

Pertanyaan yang sering diajukan adalah waktu optimal untuk pelepasan jahitan kornea. Kornea sembuh secara perlahan, dan dalam kasus transplantasi kornea, mungkin tidak mencapai kekuatan luka yang cukup untuk integritas struktural tanpa dukungan jahitan selama 9 sampai 14 bulan setelah bedah dilakukan. Pada pasien yang lebih muda dengan luka kornea kecil, jahitan dapat diepas sebelumnya, tapi tidak ada panduan tertentu. Secara umum, jahitan harus dibiarkan selama mungkin agar pasien memiliki hasil visual yang wajar.

14

Page 15: Trauma Kornea Dan Sclera

Pelepasan jahitan harus diarahkan kepada kornea topografi, dengan jahitan yang paling menyebabkan distorsi kornea dilepas terlebih dahulu, jika memungkinkan. Jahitan harus terus dilepas sesuai keperluan sampai kontur kornea yang baik dicapai atau penggunaan contact lens memungkinkan, menyeimbangkan kebutuhan untuk mempertahankan jahitan untuk jangka waktu yang cukup untuk memberikan dukungan struktural dan mencegah luka kembali terbuka. Setiap kasus harus diputuskan secara individual.

Ringkasan

Luka kornea dan sklera pada umumnya terjadi dalam konteks trauma mata yang berat, dan penanganannya memerlukan evaluasi dan perencanaan yang cermat sebelum lukanya ditutup. Bola mata harus ditutup sehingga kekedapan bola mata dapat dipulihkan mendekati anatomi dan fungsi aslinya semirip mungkin. Penutupan kornea dan sklera berbeda dari teknik ”membagi dua” kulit yang terluka. Luka kornea yang panjang ditutup dengan memanfaatkan teknik Rowsey-Hays sebaliknya luka sklera ditutup secara bertahap dengan teknik menjahit menyusuri ke arah posterior, mengerjakan posterior ini hanya dilakukan setelah bagian anterior telah dijahit. Pelepasan jahitan dari kornea tergantung pada berbagai faktor termasuk panjang laserasi, usia pasien, dan Keratorefractive anomali yang disebabkan oleh jahitan itu sendiri.

Referensi

[1] Canavan YM, O’Flaherty MJ, Archer DB, Elwood JH. A 10 year survey of eye injuries in Northern Ireland, 1967–76. BJO 1980;64:618–25.

[2] Chiapella AP, Rosenthal AR. One year in an eye casualty clinic. BJO 1985;69:865–70.

[3] Wykes WN. A 10 year survey of penetrating eye injuries in Gwent, 1976–85. BJO 1988;72:607– 11.

[4] Liggett PE, Pince KJ, Barlow W, et al. Ocular trauma in an urban population review of 1132 cases. Ophthalmology 1990;97:581– 4.

[5] Macewen CJ. Eye injuries: a prospective survey of 5671 cases. BJO 1989;73:888– 94.

[6] Weiss JL, Williams P, Lindstrom RL, et al. The use of tissue adhesive in corneal perforations. Ophthalmology 1983;90(6):610 –5.

[7] Morgan SJ. Use of ophthalmic ointment to separate adhesive – letter. Arch Ophthalmol 1989;107:15.

[8] Erdey RA, Lindahl KJ, Temnycky GO, Aquavella JV. Technique for application of tissue adhesive for corneal perforations. Ophthalmic Surg 1991;22(6):353– 4.

[9] Quillen DA, Rosenwasser GOD. Aerosol application of cyanoacrylate adhesive. J Cataract Refract Surg 1994;10:149– 50.

[10] Eisner G. Eye Surgery an introduction to operative technique. 2nd edition. Berlin: Springer-Verlag; 1978.

[11] Rowsey JJ, Hays JC. Refractive reconstruction for eye injuries. Ophthalmic Surg 1984;15(7):569– 74.

15

Page 16: Trauma Kornea Dan Sclera

[12] Rowsey JJ. Ten caveats in refractive surgery. Ophthalmology 1983;90:148– 55.

[13] Terry C. The differentially adjustable slip knot. American intraocular implant society journal. 1977;3:197.

[14] Dangle ME, Kestes RH. The adjustable slideknot. An alternative technique. Ophthalmic Surg 1980;12: 843– 6.

16