pengaruh penyakit kronis terhadap kesehatan …

55
LAPORAN PENELITIAN KOLABORASI DOSEN MAHASISWA PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN MENTAL EMOSIONAL (Analisis Data Riskesdas 2018) TIM PENGUSUL Ketua: Dr Sarah Handayani, SKM, M.Kes (NIDN 0307077107) Anggota: Rizqiyani Khoiriyah (NIM 18091407024) Fibra Milia (NIM 1809047007) PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA (UHAMKA) JAKARTA 2020

Upload: others

Post on 21-Oct-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

LAPORAN

PENELITIAN KOLABORASI DOSEN MAHASISWA

PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP

KESEHATAN MENTAL EMOSIONAL

(Analisis Data Riskesdas 2018)

TIM PENGUSUL Ketua: Dr Sarah Handayani, SKM, M.Kes (NIDN 0307077107)

Anggota: Rizqiyani Khoiriyah (NIM 18091407024)

Fibra Milia (NIM 1809047007)

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR HAMKA (UHAMKA)

JAKARTA

2020

Page 2: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

LEMBAR PENGESAHAN

Choose an item.

Judul Penelitian

PENGARUH PENYAKIT KRONIS

TERHADAP KESEHATAN MENTAL EMOSIONAL

(ANALISIS DATA RISKESDAS 2018) Jenis Penelitian :

Ketua Peneliti :Dr. Sarah Handayani M.Kes.

Link Profil simakip : Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978

Fakultas : Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat.

Anggota Peneliti :Rizqiyani Khoiriyah

Link Profil simakip : Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978

Anggota Peneliti :Fibra Milia

Link Profil simakip : Contoh link: http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/978

Waktu Penelitian : 6 Bulan

Luaran Penelitian

Luaran Wajib :Jurnal Nasional Terakreditasi

Status Luaran Wajib : In review

Luaran Tambahan :Prosiding konferens

Status Luaran Tambahan:draft

Mengetahui, Jakarta, 13 April 2020

Ketua Program Studi Ketua Peneliti

Dr. Sarah Handayani M.Kes. Dr. Sarah Handayani M.Kes.

NIDN. 0307077107 NIDN. 0307077107

Menyetujui,

Dekan Direktur Sekolah Pascasarja Uhamka Ketua Lemlitbang UHAMKA

Prof. Dr. Ade Hikmat, M.Pd Prof. Dr. Suswandari, M.Pd

NIDN 0019066301 NIDN. 0020116601

Page 3: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Scanned by CamScanner

Page 4: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Scanned by CamScanner

Page 5: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

i

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

ABSTRAK

Hasil data Riset kesehatan dasar menunjukkan masalah gangguan kesehatan mental

emosional (depresi dan kecemasan) sebanyak 9,8%. Hal ini terlihat peningkatan jika

dibandingkan data Riskesdas tahun 2013 sebanyak 6%. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui hubungan penyakit kanker terhadap gangguan mental emosional. Penelitian

analitik dengan rancangan potong lintang atau Cross-sectional dan non-intervensi. Penelitian

ini menggunakan data sekunder hasil Riskesdas 2018. Responden penelitian ini merupakan

pada perempuan penderita kanker usia 15 tahun ke atas sebanyak 1051 orang. Indikator

penilaian seseorang gangguan mental emosional berdasarkan kuesioner Self Reporting

Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 pertanyaan, dinyatakan gangguan mental emosional

jika responden mempunyai minimal 6 dari 20 pertanyaan. Hasil univariat perempuan

penderita kanker yang mengalami gangguan mental emosional sebanyak 34%. Persentase

penderita kanker perempuan tertinggi adalah kategori dewasa tengah+lanjut (-65 tahun)

sebanyak 48,9%, dengan mayoritas berpendidikan rendah sebanyak 67%. Berdasarkan status

pekerjaan, perempuan yang menderita kanker tidak bekerja sebanyak 49,5% sedangkan

perempuan bekerja sebanyak 50,5%. Berdasarkan hasil bivariat terdapat hubungan yang

signifikan antara penderita kanker perempuan dengan kejadian kesehatan mental emosional

(OR=1,982; nilai p=0,0001). Berdasarkan usia (OR=0,846; nilai p=0,0001), tingkat

pendidikan (OR=1,483; nilai p=0,0001), status pekerjaan (OR=1,158; nilai p=0,0001) dan

tempat tinggal (OR=0,932; p value=0,0001) memiliki hubungan dengan gangguan

kesehatan mental emosional. Analisis multivariat dengan regresi logistik menunjukkan bahwa

Perempuan berpendidikan rendah berisiko 1,442 kali mengalami gangguan mental daripada

perempuan berpendidikan tinggi.

Kata Kunci : Mental Emosional, Kanker, Perempuan

Page 6: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

ii

Created by Lemlitbang UHAMKA │ simakip.uhamka.ac.id │lemlit.uhamka.ac.id

DAFTAR ISI

Cover

Halaman Pengesahan

Surat Kontrak Penelitian

Abstrak ………………………………………………………………………..………….i

Daftar Isi …………………………………………………………………………………ii

Daftar Gambar ……………………………………………………………………………ii

Daftar Tabel ………………………………………………………………………………ii

BAB 1. PENDAHULUAN………………………………………………………………..1

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………………….4

BAB 3. METODE PENELITIAN ………………………………………………………..10

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………….12

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………….18

BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI ……………………………………………………..19

BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI………………..21

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Diagram alir penelitian

Tabel 4.1. Gambaran Karakteristik dan 20 pertanyaan mental emosional berdasarkan self

reporting questionaire

Tabel 4.2. Kesehatan Mental Emosional Berdasarkan 20 Pertanyaan:

Tabel 4.3. Analisis Faktor Risiko Kesehatan Mental Emosional terhadap Penderita Kanker

Tabel 4.4.Model Akhir

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Roadmap penelitian dosen

Gambar 2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Gambar 4.1. Gambaran Kesehatan Mental Emosional

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Artikel 1

Lampiran 2 Artikel 2

Page 7: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

1

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan kesehatan jiwa merupakan sindrom, pola perilaku atau kondisi psikologi

seseorang yang secara klinik cukup bermakna dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala

(distress, impairment, atau disability) didalam satu atau lebih fungsinya dalam segi perilaku

psikologis. Setiap orang berpotensi mengalami gangguan kesehatan jiwa yang salah satu faktor

risikonya adalah penyakit fisik yang bersifat kronis sepanjang berinteraksi dengan lingkungan

(Maslim, 2003)1. Kesehatan jiwa menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan

didunia, termasuk di indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang terkena

depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena

dimensia.

Prevalensi jumlah gangguan jiwa di Indonesia terus meningkat berdasarkan Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebanyak 9,8% dari seluruh populasi Indonesia dimana

adanya peningkatan yang signifikan dari data Riskesdas tahun 2013 yaitu 6%. Hasil Riskesdas

2013 dan 2018 menunjukkan bahwa Gangguan kesehatan mental yang tertinggi adalah di

Sulawesi Tengah sebanyak 12% dan 19.8% serta yang terendah adalah Lampung Jambi sebanyak

3.6% (Riskesdas, 2018)2.3. Berdasarkan profil kesehatan Sulawesi Tengah menunjukkan bahwa

kunjungan Pasien jiwa dirumah sakit (2017)4 sebanyak 14 mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya dimana pada tahun 2016 sebanyak 10,3% orang.

Risiko gangguan mental emosional semakin tinggi bersamaan dengan semakin banyak

jumlah penyakit kronis yang di derita. Responden yang menderita satu penyakit kronis berisiko

2,6 kali lebih besar untuk mengalami gangguan mental emosional, yang menderita dua penyakit

kronis berisiko 4,6 kali, yang menderita tiga penyakit kronis atau lebih berisiko 11 kali

(Widakko, 2013)5. Sejalan dengan penelitian Revenson dan Hoyt (2016)6 bahwa seseorang

penderita penyakit kronis memiliki tantangan adaptasi dengan kesehatan interpersonalnya.

Riskesdas 2018 menunjukkan Prevalensi penyakit tidak menular mengalami kenaikan jika

dibandingkan dengan Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes

Page 8: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

2

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

mlitus, dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari 1,4% (Riskesdas 2013) menjadi 1,8%,

prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi

3,8%. Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%; dan

hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi 34,1%.

Pada tahun 2020, WHO memprediksikan bahwa depresi akan menjadi beban penyakit

global pada peringkat kedua (WHO, 2013)7. Tercatat lebih dari delapan ratus ribu orang yang

meninggal dunia akibat bunuh diri setiap tahunnya. Sekitar 1,4% kematian didunia disebabkan

oleh bunuh diri , sehingga menempatkan bunuh diri pada posisi kelima sebagai kematian terbesar

(WHO, n.d). pada rentang usia lima belas sampai dua puluh tahun, bunuh diri berada pada posisi

kedua sebagai penyebab kematian terbesar (Artikel Kemenkes , 2016)8.

Berkaitan dengan berbagai data diatas peneliti berpendapat perlu melakukan penelitian

yang dapat membuktikan apakah penyakit kronis yaitu Diabetes Melitus memiliki pengaruh

kesehatan mental emosional.

1.2.1Urgensi Penelitian

Tingginya masalah Kesehatan mental emotional dari tahun 2013 sampai 2018 menunjukkan

peningkatan yang menghawatirkan sebanyak 6% menjadi 9,8% (Riskesdas, 2018). Banyaknya

faktor yang mempengaruhi kesehataan mental membuat peneliti ingin mengetahui apakah

Penyakit kronis menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi gangguan kesehatan mental

emotional seseorang. Penyakit kronis penyakit tidak menular yang berlangsung kronis (menahun)

karena kemunduran fungsi organ tubuh akibat proses penuaan. Setiap penyakit kronis yaitu yaitu

tuberculosis (TB) paru, hepatitis, jantung, diabetes, kanker, dan stroke menunjukkan gejala yang

hampir berbeda-beda (Handajani dkk, 2010). Beberapa faktor yang menunjukkan proses awal

terjadinya penyakit kronis, yaitu: Adanya hubungan antara transisi demografi, epidemiologi, dan

kesehatan. Penyakit stroke dan hipertensi di sebagian besar rumah sakit cenderung meningkat

dari tahun ke tahun dan selalu menempati urutan teratas (Dalam jangka panjang, prevalensi

penyakit jantung dan pembuluh darah diperkirakan akan semakin bertambah). Pergeseran dari

pola makan tradisional yang tinggi karbohidrat, tinggi serat, dan rendah lemak ke pola makan

modern yang tinggi lemak, tapi rendah serat dan karbohidrat. Kurangnya mengonsumsi buah-

Page 9: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

3

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

buahan dan sayur-sayuran membuat tubuh kekurangan serat dan dapat berisiko meningkatkan

kadar kolesterol tubuh. Bila kondisi ini tidak segera diperbaiki dengan pola makan yang benar

dan baik, maka dapat berakibat timbulnya berbagai penyakit kronis. Sebagai seorang penderita

penyakir kronis perlu kesabaran untuk terus mengontrol diri tetap kondiri stabil, dimana dalam

proses ini perlu kesehatan mental emotional untuk melakukan pengobatan yang terus menerus.

Page 10: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

4

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan Mental Emosional

1. Pengertian Kesehatan Mental Emosional

Kesehatan mental adalah individu yang terbebas dari gejala psikiatri atau penyakit

mental, terwujudnya keharmonisan antar fungsi-fungsi jiwa. Serta sanggupan untuk

menghadapi problem dan merasakan secara positif kebahagiaan atas kemampuan dirinya,

kemampuan untuk menyesuaikan diri antar manusia dengan dirinya dan lingkungannya,

yang berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang

bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat (Bukhori, 2012)11. Gangguan kesehatan

mental tidak bisa kita remehkan, jumlah kasusnya saat ini masih cukup

mengkhawatirkan. Terdapat sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental dan

perilaku di seluruh dunia. (WHO, 2003)12.

Menurut WHO regional Asia Pasifik (WHO SEARO) jumlah kasus gangguan

depresi terbanyak di India (56.675.969 kasus atau 4,5% dari jumlah populasi), terendah

di Maldives (12.739 kasus atau 3,7% dari populasi). Adapun di Indonesia sebanyak

9.162.886 kasus atau 3,7% dari populasi (WHO,2017)13.

2. Kategori Kesehatan Mental Emosional

Adapun kategori gangguan jiwa yang dinilai dalam data Riset Kesehatan Dasar

(Riskedas) 2013 diketahui terdiri dari gangguan mental emosional (depresi dan

kecemasan), dan gangguan jiwa berat (psikosis). Bentuk gangguan jiwa lainnya yaitu

postpartum depression dan bunuh diri (suicide).

3. Prinsip Dalam Kesehatan Mental

Menurut Schbeiders (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2017)14 ada beberapa prinsip

yang harus diperhatikan dalam memahami kesehatan mental. Meliputi:

1. Prinsip yang didasarkan atas sifat manusia, meliputi:

Page 11: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

5

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

a. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan atau bagian yang tidak terlepas dari

kesehatan fisik dan integritas organisme.

b. Memelihara kesehatan mental dan penyesuaian yang baik, perilaku manusia sebagai

pribadi yang bermoral, intelektual, religius, emosional dan sosial.

c. Kesehatan dan penyesuaian mental memerlukan integrasi dan pengendalian diri, yang

meliputi pengendalian pemikiran, imajinasi, hasrat, emosi dan perilak

d. Dalam pencapaian khususnya dalam memelihara kesehatan dan penyesuaian kesehatan

mental, memperluas tentang pengetahuan diri .

2. Prinsip yang didasari atas hubungan manusia dengan lingkungannya,

a. Tergantung kepada hubungan interpersonal yang sehat, khususnya didalam kehidupan

keluarga.

b. Penyesuaian yang baik dan kedamaian pikiran tergantung kepada kecukupan dalam

kepuasa kerja.

c. Memerlukan sikap yang realistik yaitu menerima realitas tanpa distorsi dan objektif.

3. Prinsip yang didasarkan atas hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi:

a. Stabilitas mental memerlukan seseorang mengembangkan kesadaran atas realitas

terbesar daripada dirinya yang menjadi tempat bergantung kepada setiap tindakan yang

fundamental.

b. Kesehatan mental dan ketenangan hati memerlukan hubungan yang konstan antara

manusia dengan Tuhannya.

4. Gejala Kesehatan Mental Yang Terganggu

Gangguan mental yaitu semua perilaku dan keadaan emosi yang menyebabkan

seseorang menderita, atau perilaku merusak diri sendiri, dan akan memiliki dampak negatif

yang serius terhadap kinerja seseorang atau kemampuan berinteraksinya dengan orang lain

(Wade, Carole & Carol, 2008)15.

a. Banyak komflik batin. Dada rasa tersobek-sobek oleh pikiran dan emosi yang antagonistis

bertentangan. Hilangnya harga diri dan kepercayaan diri. Selalu merasa tidak aman dan

dikejar oleh suatu hingga merasa cemas dan takut. Menjadi agresif, suka menyerang

bahkan ada yang berusaha membunuh orang lain atau melekukan usaha bunuh diri.

Page 12: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

6

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

b. Komunikasi sosial terputus dan adanya disorientasi sosial. Timbul delusi-delusi yang

menakutkan atau dihinggapi delusion of grandeur (merasa dirinya paling super). Selalu iri

hati dan curiga. Ada kalanya diinggapi delusion of persecution atau khayalan dikejar-kejar

sehingga menjadi sangat agresif, berusaha melakukan pengrusakan, atau melakukan

destruksi diri dan bunuh diri.

c. Ada gangguan intelektual dan gangguan emosional yang serius. Penderita mengalami ilusi,

halusinasi berat dan delusi. Selain itu, kurangnya pengendalian emosi dan selalu bereaksi

berlebihan. Selalu berusaha melarikan diri dari dalam dunia fantasi, yaitu dalam

masyarakat semu yang diciptakan dalam khayalan.

2.2. Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus merupakan penyakit metabolik yang menahun akibat pankreas

tidak memproduksi insulin yang selalu mengalami peningkatan penderita setiap tahun di

negara seluruh dunia (Nur Indah, 2016)16. Berdasarkan data International Diabetes

Foundation (IDF)17 pada tahun 2013 sebesar 382 kasus di berbagai penjuru dunia dan

diperkirakan meningkat pada tahun 2035 sebesar 55% (592 kasus) pada usia 40-59 tahun.

Indonesia merupakan peringkat ke-empat kasus DM paling tinggi.

Hal ini juga merupakan penyebab utama kematian. Masalah yang belum

terselesaikan adalah bahwa definisi dari ambang diagnostik untuk diabetes (Kumar,

2013)18. Diabetes adalah kompleks, penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis

terus-menerus dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik

(ADA, 2016)19.

a. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA)20 meliputi

empat kelas klinis :

1) Diabetes Mellitus tipe 1

Hasil dari kehancuran sel β pankreas pada pulau-pulau langherhans, biasanya

menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.

2) Diabetes Mellitus tipe 2

Page 13: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

7

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi latar belakang

terjadinya resistensi insulin.

3) Diabetes gestasional

Melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran hormon insulin

yang tidak cukup. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa saja meningkat

atau lenyap.

4) Diabetes tipe spesifik lain

Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau

bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

b. Manifestasi Klinis

Berbagai gejala dapat ditemukan pada penderita diabetes melitus. Kecurigaan adanya

diabetes melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus atau

yang disebut dengan “TRIAS DM” (poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya), kadar glukosa darah pada waktu puasa ≥

126 mg/dl (puasa disini artinya selama 8 jam tidak ada masukan kalori), kadar glukosa

darah acak atau dua jam sesudah makan ≥ 200 mg/dl, serta AIC ≥ 6,5%.

c. Faktor Resiko Diabetes Melitus

Faktor resiko penyebab diabetes melitus tipe 2 adalah riwayat keluarga dengan diabetes

melitus, obesitas, wanita dengan riwayat diabetes melitus gestasional, hipertensi, kurang

aktivitas, suku/ras dan sindrom metabolic (Le Mone & Black, 2011)21. Faktor resiko

diabetes melitus timbul akibat dari gangguan sensitivitas jaringan hati dan otot terhadap

insulin, gangguan sekresi insulin oleh sel β pankreas, kurangnya produksi insulin, dan

ketidakmampuan menggunakan insulin atau keduanya (ADA, 2014; Lewis dkk; 2011)22.

Insufisiensi produk insulin dan penurunan kemampuan tubuh menggunakan insulin pada

penderita diabetes melitus mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah

(hiperglikemia) maupun penurunan jumlah insulin efektif.

Page 14: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

8

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Page 15: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

9

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Roadmap Penelitian

dst.

Gambar 2.3. Roadmap penelitian

Page 16: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

10

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah crossectional dengan menggunakan

pendekatan retrospektif. Penelitian crossectional merupakan penelitian epidemiologis dimana

semua pengukuran variabel (dependen dan independen).

3.2. Populasi dan Sample

Populasi dalam penelitia ini adalah seluruh penduduk diatas umur 15 tahun yang tercatat dalam

data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 (Riskesdas 2018). Sampel dalam penelitian ini adalah

responden yang mengalami gangguan kesehatan mental emotional yang memiliki 6 gangguan

dari 20 gangguan.

3.3. Pengolahan Dan Analisis Data

Pengolahan data menggunakan peangkat lunak Stata, analisis akan di lakukan secara univeriat,

bivariat dan multifariat. Data yang diperoleh terlebih dahulu di Cleaning untuk memastikan

kelengkapa data.

3.4. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan

kuesioner. Kuesioner merupakan serangkaian atau daftar pernyataan yang disusun sistematis,

kuesioner diisi oleh responden, setelah disi, kuesioner dikembalikan kepada kepada peneliti.

Definisi Operational adalah suatu definisi yang ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel

diamati atau diteliti.

3.5. Diagram Alir Penelitian

Tabel 3.1 Diagram Alir Penelitian

FOKUS DESAIN PROSEDUR OUTPUT

Tahun 2019

Memperoleh data

tentang determinan

kesehatan mental

emosional

Desain penelitian

deskriptif analitik.

Dengan populasi dan

sampel responden

survey riset

kesehatan dasar

tahun 2018.

Peneliti akan

mengajukan

permohonan

penggunaan data

kepada Litbangkes

untuk dianalisis

lanjut. Peneliti

bersama tim

Penelitian ini akan

menghasilkan dua

buah tesis di

program studi S2

IKM SPs

UHAMKA.

Tesis ini lebih lanjut

Page 17: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

11

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

mahasiswa akan

melakukan analisis

lanjut penelitian.

akan ditulis menjadi

artikel ilmiah.

Penelitian ini akan

menjadi baseline

untuk pembuatan

media intervensi

promosi kesehatan.

Page 18: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

12

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil penelitian

Hasil penelitian menunjukkan gambaran sosiodemografi perempuan penderita kanker

dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan usia, penduduk Indonesia usia 15 tahun keatas

perempuan yang menderita kanker tertinggi adalah kategori dewasa tengah+lanjut (≥40 tahun)

sebanyak 48,9%.

Diikuti dengan kategori pendidikan mayoritas penderita kanker perempuan usia 15 tahun

keatas adalah berpendidikan rendah sebanyak 67%. Berdasarkan status pekerjaan, perempuan

yang menderita kanker usia 15 tahun keatas memiliki persentase yang tidak terpaut jauh yaitu

perempuan tidak bekerja sebanyak 49,5% sedangkan perempuan bekerja 50,5%. Jika dilihat

berdasarkan tempat tinggal penderita kanker perempuan usia 1 5 tahun keatas yang mene tap di

perkotaan dan pedesaan memiliki sedikit selisih persentase sebanyak 50,3% dan 49.7%.

Kesehatan mental emosional pada penderita kanker perempuan di ukur berdasarkan 20

pertanyaan.

Persentase tertinggi ditunjukkan pada pertanyaan “sering menderita sakit kepala”

sebanyak 64,4%. Pada pertanyaan “sulit tidur” pada kenyataannya perempuan penderita kanker

mengalami sulit tidur sebanyak 50,8%. Persentase sama terlihat pada pertanyaan “ tidak nafsu

makan” dan pertanyaan ”merasa cemas atau kuatir” pada penderita kanker perempuan sebanyak

35,4% dan 35,5%. Pertanyaan “sulit menikmati kegiatan sehari” juga dirasakan oleh penderita

kanker perempuan sebanyak 20,7%. Penderita kanker perempuan perempuan 15 tahun keatas

mersakan mudah takut sebanyak 23,3% serta sering menangis 19,5%. Diketahui persentase

penderita kanker perempuan ingin mengakhiri kegidupan sebanyak 3,3%. Setelah melakukan

kategori pada 20 pertanyaan gangguan mental emosional, penderita kanker perempuan pada umur

15 tahun keatas mengalami gangguan kesehatan mental emosional sebanyak 34% sedangka

penderita kanker perempuan yang tidak mengalami gangguan mental emosional sebanyak 66%.

Page 19: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

13

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Tabel.4. 1. Gambaran Karakteristik dan 20 pertanyaan mental emosional berdasarkan self

reporting questionaire

Karakteristik n %

Usia Dewasa awal (<40 tahun) 108247 49.9

Dewasa tengah+lanjut (≥40 tahun) 108729 50.1

Pendidikan Rendah 680 67.0

Tinggi 335 33.0

Pekerjaan Tidak Bekerja 502 49.5

Bekerja 513 50.5

Tempat Tinggal Perkotaan 511 50.3

Pedesaan 504 49.7

Hasil analisis bivariat menemukan ada hubungan antara penderita kanker dengan

kesehatan mental emosional. seseorang yang menderita kanker memiliki risiko 1,9 kali

dibandingkan bukan penderita kanker. Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat ada hubungan

antara tingkat pendidikan dengan gangguan kesehatan mental.Seseorang yang memiliki

pendidikan rendah memiliki risiko 1,4 kali untuk mengalami gangguan kesehatan mental

emosional.

Hasil menunjukkan terdapat hubungan antara faktor umur penderita kanker terhadap

gangguan mental emosional. Variabel pekerjaan menunjukan adanya hubungan antara pekerjaan

dengan terjadinya gangguan kesehatan mental. seseorang yang tidak memiliki pekerjaan

memiliki risiko 1,15 kali mengalami gangguan kesehenatan mental emosional. Berdasarkan

tempat tinggal juga memiliki hubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional.

Seseorang yang tinggal di perkotaan memiliki risiko 0,9 kali mengalami gangguan kesehatan

mental sebanyak 2,5 persen.

Page 20: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

14

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Sumber: Data Riskesdas, 2018

Gambar 4.1. Gambar kesehatan mental emosional responden

Tabel 4.2. Kesehatan Mental Emosional Berdasarkan 20 Pertanyaan:

Pertanyaan Ya Tidak

n % n %

Apakah anda sering menderita sakit kepala? 654 64.4 361 35.6

Apakah anda tidak nafsu makan? 359 35,4 656 64.6

Apakah anda sulit tidur? 516 50,8 499 49,2

Apakah anda mudah takut? 237 23,3 778 76,7

Apakah anda merasa tegang, cemas atau kuatir? 360 35,5 655 64,5

Apakah tangan anda gemetar 218 21,5 797 78,5

Apakah pencernaan anda terganggu/ buruk? 229 22,6 788 77,4

Apakah anda sulit untuk berpikir jernih? 188 16.5 627 81,5

Apakah anda merasa tidak bahagia? 184 16,1 831 81,9

Apakah anda menangis lebih sering? 198 19,5 817 80.5

Apakah anda merasa sulit untuk menikmati kegiatan

sehari-hari?

210 20,7 805 79,3

Apakah anda sulit untuk mengambil keputusan? 178 17,5 837 82,5

Apakah pekerjaan anda sehari-hari terganggu? 182 17,9 833

Apakah anda tidak mampu melakukan hal-hal yang

bermanfaat dalam hidup

103 10,1 912 89,9

Apakah anda kehilangan minat pada berbagai hal? 144 14,2 871 85,8

Apakah anda merasa tidak berharga? 109 10,7 908 89,3

Apakah anda mempunyai pikiran untuk mengakhiri

hidup?

33 3,3 962 96,7

Apakah anda merasa lelah sepanjang waktu? 273 26,9 26,9 26,9

Apakah anda mengalami rasa tidak enak di perut? 299 29,5 716 70,5

Apakah anda mudah lelah? 498 49,1 517 50,9

Page 21: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

15

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Tabel 4.3. Analisis Faktor Risiko Kesehatan Mental Emosional terhadap Penderita Kanker

Variabel Kesehatan Mental Emosional Total OR P

value Gangguan

mental

Tidak gangguan

mental

n % n % n %

Penderita Kanker

Ya 349 34.4 666 65,6 1015 100 1.982 0,001

Tidak 45159 20,9 170802 79,1 215961 100

Pendidikan

Rendah 34671 22,8 117160 77.2 151831 100 1,483 0,001

Tinggi 10837 16,6 54308 83.4 65145 100

Umur

Dewasa Awal 21204 19,6 73038 81,3 89832 100 0,846 0,001

Dewasa Tengah+Lanjut 24304 21,8 52326 78,2 66939 100

Pekerjaan

Tidak bekerja 21862 22.3 76109 77.7 97971 100 1,158 0,001

Bekerja 23646 19,9 95359 80.1 119005 100

Tempat Tinggal

Desa 18492 20,3 72628 79.7 91120 100 0,932 0,001

Perkotaan 27016 21.5 98840 78.5 125856 100

Sumber: Data Riskesdas, 2018

Tabel 4.4. Model Akhir

Uraian B SE OR Nilai p Wald df

Pendidikan .366 .013 1.442 0.000 853.176 1

Pekerjaan .133 .011 1.143 0.000 158.376 1

Umur -.086 .011 .917 0.000 62.595 1

1.198 0.010 3.313 0.000 13022.231 1

Analisis multivariat dengan regresi logistik dilakukan dengan seleksi kandidat. Pada tahap

ini, semua variable independen masuk ke dalam model, karena nilai p kurang dari 0,25. Hasil

pemodelan menunjukkan hasil akhir pada table 3.Variabel yang paling dominan mempengaruhi

kondisi mental emosional penderita kanker adalah variable pendidikan. Perempuan

berpendidikan rendah berisiko 1,442 kali mengalami gangguan mental daripada yang

berpendidikan tinggi.

4.2. Pembahasan

Telah dilakukan analisa data pada penderita kanker pada perempuan di inonesia sebanyak

1015 orang (Riskesdas, 2018). Kanker merupakan penyakit fisik yang menjadi salah satu

Page 22: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

16

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

manifestasi klinis terkemukaka dimana menimbulkan gangguan psikososial, mental yang alami.

Berdasarkan data Riskesdas (2013) prevalensi penderita kanker sebanyak 2,2%, sedangakan data

Riskesdas (2018) sebanyak 2,85% terliha adanya peningkatan persentase dalam 5 terakhir (Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Tingginya persentase penyakit kanker diiringi

dengan tingginya persentase penduduk 15 tahun keatas yang memiliki gangguan kesehatan

mental emosional.

Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat hubungan penderita kanker dengan gangguan

mental emosional sebanyak 34,4%. Seorang perempuan lebih banyak memiliki peluang untuk

menderita kanker dibandingkan laki-laki. Setiap perempuan berpotensi menderita kanker

payudara dengan risiko 1,148 kali. Kebiasaan aktifitas fisik/olahraga <4 jam/minggu mempunyai

risiko 1,222 untuk terkena kanker payudara (Yulianti et al., 2016).

Ketika seseorang terdiagnosis menderita kanker akan mengalami tekanan besar yang dapat

mengakibatkan stress dan depresi. Status stadium kanker semakin lanjut kecemasan dan depresi

yang dialami dapat mengganggu aktifitas hidup (Varcarolis, E. M., Halter, 2010). Berdasarkan

penelitian İzci dkk (2016), prevalensi gangguan psikologis pada pasien kanker sekitar 29%

hingga 47%, diantaranya memiliki gangguan kejiwaan cenderung terlihat stress, dan gangguan

depresi (Izci et al., 2016). Dalam penelitian Widoyono (2018), kategori depresi mendominasi

adalah depresi tingkat ringan sebanyak 45%, diikuti depresi berat 28% (Widoyono S. et al.,

2018).

Berdasarkan WHO (2012), perasaan cemah dan depresi sering mulai pada usia muda dan

sering berulang (WHO, 2012). Hal ini sejalan dengan penelitian ini dimana umur memiliki

hubungan dengan gangguan kesehatan mental emosional. Seseorang yang sedang mengalami

cemas dan depresi bisa terjadi pada usia berapa saja, umumnya semakin tua usia, gangguan

psikologis semakin meningkat. Terlihat dari penderita kanker yang memiliki gangguan

kesehatan mental mayoritas adalah pada usia lansia akhir sebanyak 26,6%. Lansia yang

memiliki satu penyakit kronis serta lebih dari satu penyakit kronis memiliki tingat kecemasan

yang berbeda. Kemasan pada lansia dengan penyakit kronis disebabkan tidak adanya kepastian

akan kesembuhan penyakit. Penderita cenderung hidup dengan penyakit yang diderita (Bestari &

Wati, 2016).

Page 23: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

17

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dipunyai. Penderita

kanker yang memiliki pendidikan rendah cenderung memiliki gangguan mental sebanyak 22,8%.

Penelitian yang sama oleh Suwistianisa dkk, 2015, menunjukkan bahwa pendidikan rendah

memiliki tinggal depresi lebih tinggi sebanyak 73% (Rizki Suwistianisa,Nurul Huda, 2015).

Sesorang menderita penyakit kanker menyebabkan keterbatasan dalam hal gaya hidup

serta pekerjaan (Turner & Kelly, 2000). Penderita kanker perempuan yang tidak bekerja dan

bekerja tergambar memiliki perbedaan persentasi yang tidak terlalu signifikan .

Ditinjau dari tempat tinggal, seseorang yang tinggal di perkotaan lebih banyak mengalami

gangguan mental emosional. Hal ini terkait dengan tekanan hidup di perkotaan lebih besar

dibandingkan di perdesaan (Dharmayanti, Tjandrarini, Sari Hidayangsih, 2018).

Page 24: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

18

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesehatan mental emosional merupakan salah satu indikator seseorang disebut sehat.

Prevalensi gangguan mental emosional pada perempuan yang menderita kanker sebanyak 34%.

Gangguan mental emosional pada penderita kanker dipengaruhi beberapa hal, seperti: faktor

usia, pekerjaan, riwayat penyakit, penyakit yang diderita, lingkungan. Penderita penyakit kanker

terkhusus pada perempuan dapat mempengaruhi kesehatan mental emosional mereka disebagai

seorang yang menjadi istri atau ibu dalam suatu rumah tangga. Terlihat dalam data riskesdas

prevalensi perempuan yang menderita kanker sebanyak 74%.

Kesehatan mental emosional pada penderita kanker dapat didukungan dari berbagai pihak.

Keluarga menjadi suatu sumber kekuatan yang akan memberikan ketenangan dan kekuatan dalam

penyembuhan.

5.2. Saran

Peran fasilitas kesehatan dapat mengarahkan penderita kanker pada aktifitas individu dan

komunitas. Dukungan tenaga kesehatan/ perawat juga perlu dilakukan asuhan keperawatan mulai

dari pengkajian hingga melakukan evaluasi terhadap intervensi keperawatan yang dilakukan

untuk mencegah rasa cemas semakin memburuk. Serta peran pemerintah untuk tetap melakukan

sosialisasi pentingnya melakukan deteksi dini terhadap penyakit-penyakit tidak menular

terkhusus pada penyakit kanker.

Page 25: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

19

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

BAB VI

LUARAN YANG DICAPAI

Luaran yang dicapai berisi Identitas luaran penelitian yang dicapai oleh peneliti sesuai dengan

skema penelitian yang dipilih.

Jurnal

IDENTITAS JURNAL

1 Nama Jurnal Jurnal Kesehatan Masyarakat Maritim

2 Website Jurnal http://journal.unhas.ac.id/index.php/jkmmunhas

3 Status Makalah Submitted

4 Jenis Jurnal Jurnal Nasional terakreditasi.

4 Tanggal Submit 22 April 2020

5 Bukti Screenshot submit

Jurnal

IDENTITAS JURNAL

1 Nama Jurnal Jurnal Kedokteran dan Kesehatan

2 Website Jurnal https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK

3 Status Makalah Submitted

4 Jenis Prosiding Jurnal Nasional Terakreditasi

Page 26: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

20

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

4 Tanggal Submit 24 April 2020

5 Bukti Screenshot submit

Page 27: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

21

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

BAB VII

RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI

Rencana tindak lanjut dan proyeksi hilirisasi adalah sebagai berikut

Hasil Penelitian Hasil analisis lanjut data riskesdas 2018 menunjukkan bahwa ada

hubungan yang signifikan antara karakteristik responden dengan

kesehatan mental emosional pada perempuan penderita kanker.

Analisis lanjut lainnya juga menunjukkan bahwa makan/minuman

berisiko sserta perilaku tidak sehat pada lansia berhubungan erat

dengan diabetes tipe 2 pada lansia. Hasil penelitian ini menegaskan

bahwa secara permanen perilaku hidup sehat perlu dibentuk pada

masyarakat dengan intervensi yang sesuai dengan target audiens

masing-masing.

Rencana Tindak

Lanjut

Rencana tindak lanjut adalah dengan melakukan penelitian dengan

literasi kesehatan dan pengembangan aplikasi hidup sehat berbasis

komunikasi perubahan perilaku.

Page 28: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

22

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

1. Maslim R. 2003.Buku saku diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas dari PPDGJ. 3rd ed.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC;

2. Kemenkes RI. 2018. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang. Kemenkes

RI

3. Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang. Kemenkes

RI

4. Widakdo.G. dan Besral. 2013. Efek Penyakit Kronis terhadap Gangguan Mental

Emosional. Kesmas, Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 7, No. 7, Februari

2013.

5. Revenson T.A., and Hoyt M.A., 2016. Chronic Illness and Mental Health. In: Howard S.

Friedman (Editor in Chief), Encyclopedia of Mental Health, 2nd edition, Vol 1, Waltham,

MA: Academic Press, 2016, pp. 284-292.

6. Profil Kesehatan Sulawesi Tengah. 2017. Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah.

7. WHO. 2013. Mental Health Action Plan 2013-2020. Geneva: World Health Organization.

8. Artikel Kemenkes. 2016. Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa

Masyarakat. http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-dukung-

kesehatan-jiwa-masyarakat.html.

9. Yuniarti, K. W., Dewi, C., Ningrum, R. P., Widiastuti, M., & Asril,

N. M. (2013). Llness Perception, Stress, Religiosity, Depression, Social Support, and Self

Management of Diabetes in Indonesia. International Journal of Research Studies in

PsychologyVolume 2, Number 1, 25-41

10. Kumar, R. 2013. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang

Selatan:Binarupa Aksar

11. Bukhori. B. 2012. Hubungan Kebermaknaan Hidup Dan Dukungan

Sosial Keluarga Dengan Kesehatan Mental Narapidana. (Studi Kasus Nara Pidana Kota

Semarang). Jurnal Ad-Din, Vol. 4, No.1, Januari-Juni.

12. World Health Organization,UNICEF. 2003. Global strategy for

infant and young child feeding. Geneva: World Health Organization;

13. World Health Organization (2017). Mental disorders fact sheets.

World Health Organization. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs396/en/

14. Notosoedirjo, M. & Latipun. (2017). Kesehatan Mental. Malang:

cetakan kedua. UMM Press

15. Wade. Carole dan Carol Tavris. 2008. Psikologi Jilid 1, Edisi 9.

Jakarta: Erlangga

16. Nur Indah, I.,S. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Depresi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 di GRHA Diabetika Surakarta. Skripsi.

Publikasi Ilmiah.

17. IDF. 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International

Diabetes Federation 2013.http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf.

Page 29: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

23

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

18. Kumar, R. 2013. Dasar-dasar Patofisiologi Penyakit. Tangerang

Selatan:Binarupa Aksar

19. ADA (American Diabetes Association). 2016. Standards of Medical

Care in Diabetes 2016. Diabetes Care.

20. American Diabetes Association (2010). Diagnosis and Clasification of Diabetes, Diabetes

Care 1 Januari 2014 vol : 27.

21. Lemone, P., & Burke, M.K. (2011). Medical-Surgical Nursing:

Critical Thinking In Clien Care. New Jersey: Pearson education Inc.

22. American Diabetes Association (2014). Genetics of Diabetes. (online) http://www.diabete.org/diabetes.basics/genetics-of-diabetes.html,

Page 30: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

24

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Lampiran 1

Jurnal 1

Jurnal Kesehatan Maritim

KESEHATAN MENTAL EMOSIONAL PEREMPUAN PENDERITA KANKER

DI INDONESIA

Rizqiyani Khoiriyah1, Sarah Handayani2.

1 Mahasiswa Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Prof Dr Hamka (Uhamka); 2. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka)

Email korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Hasil data Riset kesehatan dasar menunjukkan masalah gangguan kesehatan mental

emosional (depresi dan kecemasan) sebanyak 9,8%. Hal ini terlihat peningkatan jika

dibandingkan data Riskesdas tahun 2013 sebanyak 6%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan penyakit kanker terhadap gangguan mental emosional. Penelitian analitik dengan

rancangan potong lintang atau Cross-sectional dan non-intervensi. Penelitian ini menggunakan

data sekunder hasil Riskesdas 2018. Responden penelitian ini merupakan pada perempuan

penderita kanker usia 15 tahun ke atas sebanyak 1051 orang. Indikator penilaian seseorang

gangguan mental emosional berdasarkan kuesioner Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang

terdiri dari 20 pertanyaan, dinyatakan gangguan mental emosional jika responden mempunyai

minimal 6 dari 20 pertanyaan. Hasil univariat perempuan penderita kanker yang mengalami

gangguan mental emosional sebanyak 34%. Persentase penderita kanker perempuan tertinggi

adalah kategori dewasa tengah+lanjut (-65 tahun) sebanyak 48,9%, dengan mayoritas

berpendidikan rendah sebanyak 67%. Berdasarkan status pekerjaan, perempuan yang menderita

kanker tidak bekerja sebanyak 49,5% sedangkan perempuan bekerja sebanyak 50,5%.

Berdasarkan hasil bivariat terdapat hubungan yang signifikan antara penderita kanker perempuan

dengan kejadian kesehatan mental emosional (OR=1,982; nilai p=0,0001). Berdasarkan usia

(OR=0,846; nilai p=0,0001), tingkat pendidikan (OR=1,483; nilai p=0,0001), status pekerjaan

(OR=1,158; nilai p=0,0001) dan tempat tinggal (OR=0,932; p value=0,0001) memiliki hubungan

dengan gangguan kesehatan mental emosional. Analisis multivariat dengan regresi logistik

menunjukkan bahwa perempuan berpendidikan rendah berisiko 1,442 kali mengalami gangguan

mental daripada perempuan berpendidikan tinggi.

Kata Kunci : Mental Emosional, Kanker, Perempuan

Page 31: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

25

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

PENDAHULUAN Kesehatan mental menurut WHO

adalah kondisi kesejahteraan (well-being)

seorang individu yang menyadari

kemampuannya sendiri, dapat mengatasi

tekanan kehidupan yang normal, dapat

bekerja secara produktif dan mampu

memberikan kontribusi kepada komunitasnya

(WHO, 2013). Masalah gangguan mental

menurut data WHO (2012) di Asia, dalam 12

tahun terakhir menunjukkan adanya kenaikan.

Menurut WHO regional Asia Pasifik, jumlah

kasus gangguan depresi terbanyak ada di

India (56.675.969 kasus atau 4.5% dari

jumlah populasi), terendah di Maldives

(12.739 kasus atau 3,7% dari populasi).

Adapun di Indonesia sebanyak 9.162.886

kasus atau 3.7% dari populasi (Riskesdas,

2018).

Prevalensi jumlah gangguan jiwa di

Indonesia semakin signifikan dilihat dari data

Riskesdas) tahun 2018. Riskesdas mendata

masalah gangguan kesehatan mental

emosional (depresi dan kecemasan) sebanyak

9,8%. Hal ini terlihat peningkatan jika

dibandingkan data Riskesdas tahun 2013

sebanyak 6%. Tingginya peningkatan

masalah kesehatan mental emosional

berdasarkan kelompok umur, persentase

tertinggi pada usia 65-75 tahun keatas

sebanyak 28,6%, disusul kelompok umur 55-

64 tahun sebanyak 11%, kemudian kelompok

umur 45-54 tahun dan 15-24 tahun memiliki

persentase yang sama sebanyak 10%

(Riskesdas, 2018).

Gangguan kesehatan mental dapat

terjadi pada semua umur serta menunjukkan

berbagai masalah dengan berbagai gejala.

Umumnya dicirikan gejala abnormal pada

pikiran, emosi, perilaku dan hubungan

dengan orang lain. Seseorang yang memiliki

penyakit yang tidak adanya kepastian akan

kesembuhan akan mempengaruhi kesehatan

mental emosional (depsesi atau kecemasan)(

Bestari et al., 2016).

Berdasarkan analisis situasi kesehatan

mental pada masyarakat yang dilakukan

(Ayuningtyas et al., 2018), terdapat asosiasi

(hubungan) yang bermakna secara statistik

antara disabilitas (keterbatasan diri) dan

gangguan mental emosional. Berdasarkan

analisis lanjut data riskesdas 2013, diketahui

responden yang menderita satu penyakit

kronis (tuberkulosis paru, diabetes militus,

penyakit jantung, hepatitis, kanker dan

stroke) berisiko 2,6 kali lebih besar untuk

mengalami gangguan mental emosional,

begitu juga yang menderita dua penyakit

kronis berisiko 4,6 kali, yang menderita tiga

penyakit kronis atau lebih berisiko 11 kali

(Widakdo & Besral, 2013).

Selain penyakit itu, penderita kanker

banyak mengalami peningkatan depresi dan

penurunan parsial sampai total gerakan dari

lengan atau tungkai. Berdasarkan penelitian

(Dinuriah, 2016) adanya gangguan mental

pada penderita kanker sebanyak 64,2%,

dimana yang terdiagnosa gangguan mental

emosional, 100% mengalami gejala ansietas

tetapi tidak menutup kemungkinan

mengalami gejala-gejala lain sepeti depresi,

somatik, kognitif, dan penurunan energi.

Penyakit kanker merupakan salah satu

penyakit kronis yang berawal dari

pertumbuhan sel jaringan secara tidak normal

yang berubah menjadi kanker (Kemenkes,

2015). Prevalensi penyakit kanker

berdasarkan data Globocan pada tahun 2018

terdapat 18,1 juta kasus dengan jumlah

kematian sebanyak 9,6 juta orang (WHO,

2018). Dimana perbandiangannya 1 dari 5

laki-laki dan 1 dari 6 perempuan di dunia

mengalami kejadian kanker atau 1 dari 8 laki-

Page 32: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

2

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

laki dan 1 dari 11 perempuan meninggal

disebabkan kanker.

Diiringi dengan peningkatan

prevalensi penyakit kanker pada perempuan

pada usia 15 tahun keatas. Berkaitan dengan

itu peneliti berpendapat perlu dilakukan

penelitian yang dapat membuktikan apakah

ada hubungan penyakit kanker dengan

kesehatan mental emosional pada perempuan

usia 15 tahun keatas di Indonesia.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian

analitik dengan rancangan potong lintang atau

Cross-sectional dan non-intervensi. Penelitian

ini menggunakan data sekunder hasil riset

kesehatan dasar (Riskesdas 2018). Sampel

riskesdas 2018 berasal dari 34 provinsi yang

tersebar di seluruh Indonesia. Populasi

penelitian ini adalah semua penduduk

perempuan berusia 15 tahun keatas di

Indonesia. Metode pengambilan sample

dilakukan PPS (probability proportional to

size) menggunakan linear systematic

sampling. Sedangkan sampel adalah seluruh

perempuan penderita kanker sebanyak

216976 berusia 15 tahun keatas. Kriteria

sampel dalam data Riskesdas 2018 tidak

sedang mengalami gangguan jiwa, mampu

berkomunikasi dan menjawab seluruh

pertanyaan pada kuesioner. Pengukuran

gangguan mental emosional menggunakan

kuesioner Self Reporting Questionnaire

(SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan.

Kuesioner ini dikembangkan oleh World

Health Organization (WHO) sebagai alat

skrining gangguan jiwa yang terutama

digunakan di negara berkembang. Ke-20 butir

pertanyaan ini mempunyai pilihan jawaban

"ya" dan "tidak". Pertanyaan SRQ yang

terdiri 20 butir pertanyaan, akan digunakan

seluruhnya. Penilaian pada kuesioner

menggunakan nilai batas pisah 5/6 yang

berarti apabila responden menjawab minimal

6 atau lebih jawaban "ya", maka responden

tersebut diindikasikan mengalami masalah

kesehatan jiwa neurosis. Nilai batas pisah 5/6

ini didapatkan sesuai penelitian uji validitas

yang telah dilakukan Iwan Gani Hartono,

peneliti pada Badan Litbang Depkes tahun

1995. Penderita penyakit kanker adalah

berdasarkan hasil wawancara responden

pernah didiangnosis oleh petugas kesehatan

menderita penyakit kanker selama 12 bulan

terakhir sebelum survey. Pengambilan data

dilakukan melalui wawancara menggunakan

2 instrumen yaitu: instrumen rumah tangga

dan instrumen individu. Pertanyaan

Kesehatan mental emosional dengan kode

RKD18.IND pertanyaan individu C12 sampai

C31, sedangkan pertanyaan penyakit kanker

dengan kode RKD18. IND.B04.

Analisis univariat dilakukan bertujuan

untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variabel penelitian dalam

bentuk tabel ditribusi frekuensi. Untuk

mengetahui hubungan lebih lanjut dari satu

variabel independen dengan satu variabel

dependen dengan melakukan analisi bivariat.

Dalam analisis bivariat dilakukan berbagai

langkah pembuatan model. Model terkahir

terjadi apabila semua variabel independen

dengan dependen bernilai p < 0,05 maka

dinyatakan berhubungan satu sama lain.

HASIL Hasil penelitian menunjukkan

gambaran sosiodemografi perempuan

penderita kanker dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan usia, penduduk Indonesia usia

15 tahun keatas perempuan yang menderita

kanker tertinggi adalah kategori dewasa

tengah+lanjut (≥40 tahun) sebanyak 48,9%.

Diikuti dengan kategori pendidikan

mayoritas penderita kanker perempuan usia

15 tahun keatas adalah berpendidikan rendah

sebanyak 67%. Berdasarkan status pekerjaan,

perempuan yang menderita kanker usia 15

tahun keatas memiliki persentase yang tidak

terpaut jauh yaitu perempuan tidak bekerja

Page 33: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

3

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

sebanyak 49,5% sedangkan perempuan

bekerja 50,5%. Jika dilihat berdasarkan

tempat tinggal penderita kanker perempuan

usia 15 tahun keatas yang mene tap di

perkotaan dan pedesaan memiliki sedikit

selisih persentase sebanyak 50,3% dan

49.7%. Kesehatan mental emosional pada

penderita kanker perempuan di ukur

berdasarkan 20 pertanyaan. Persentase

tertinggi ditunjukkan pada pertanyaan “sering

menderita sakit kepala” sebanyak 64,4%.

Pada pertanyaan “sulit tidur” pada

kenyataannya perempuan penderita kanker

mengalami sulit tidur sebanyak 50,8%.

Persentase sama terlihat pada pertanyaan “

tidak nafsu makan” dan pertanyaan ”merasa

cemas atau kuatir” pada penderita kanker

perempuan sebanyak 35,4% dan 35,5%.

Pertanyaan “sulit menikmati kegiatan sehari”

juga dirasakan oleh penderita kanker

perempuan sebanyak 20,7%. Penderita kanker

perempuan perempuan 15 tahun keatas

mersakan mudah takut sebanyak 23,3% serta

sering menangis 19,5%. Diketahui persentase

penderita kanker perempuan ingin

mengakhiri kegidupan sebanyak 3,3%.

Setelah melakukan kategori pada 20

pertanyaan gangguan mental emosional,

penderita kanker perempuan pada umur 15

tahun keatas mengalami gangguan kesehatan

mental emosional sebanyak 34% sedangka

penderita kanker perempuan yang tidak

mengalami gangguan mental emosional

sebanyak 66%.

Hasil analisis bivariat menemukan

ada hubungan antara penderita kanker dengan

kesehatan mental emosional. seseorang yang

menderita kanker memiliki risiko 1,9 kali

dibandingkan bukan penderita kanker.

Berdasarkan tingkat pendidikan terlihat ada

hubungan antara tingkat pendidikan dengan

gangguan kesehatan mental. Seseorang yang

memiliki pendidikan rendah memiliki risiko

1,4 kali untuk mengalami gangguan

kesehatan mental emosional.

Faktor umur memiliki risiko

terjadinya gangguan mental emosional.

Tabel 1. Gambaran karakteristik dan 20 pertanyaan kesehatan mental emosional berdasarkan

Self Reporting Questionnaire

Karakteristik n %

Usia Dewasa awal (<40 tahun) 108247 49.9

Dewasa tengah+lanjut (≥40 tahun) 108729 50.1

Pendidikan Rendah 680 67.0

Tinggi 335 33.0

Pekerjaan Tidak Bekerja 502 49.5

Bekerja 513 50.5

Tempat Tinggal Perkotaan 511 50.3

Pedesaan 504 49.7

Page 34: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

2

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Total 216976 100

Kesehatan Mental Emosional di Ukur Berdasarkan 20 Pertanyaan:

Pertanyaan Ya Tidak

n % n %

Apakah anda sering menderita sakit kepala? 654 64.4 361 35.6

Apakah anda tidak nafsu makan? 359 35,4 656 64.6

Apakah anda sulit tidur? 516 50,8 499 49,2

Apakah anda mudah takut? 237 23,3 778 76,7

Apakah anda merasa tegang, cemas atau kuatir? 360 35,5 655 64,5

Apakah tangan anda gemetar 218 21,5 797 78,5

Apakah pencernaan anda terganggu/ buruk? 229 22,6 788 77,4

Apakah anda sulit untuk berpikir jernih? 188 16.5 627 81,5

Apakah anda merasa tidak bahagia? 184 16,1 831 81,9

Apakah anda menangis lebih sering? 198 19,5 817 80.5

Apakah anda merasa sulit untuk menikmati kegiatan

sehari-hari?

210 20,7 805 79,3

Apakah anda sulit untuk mengambil keputusan? 178 17,5 837 82,5

Apakah pekerjaan anda sehari-hari terganggu? 182 17,9 833

Apakah anda tidak mampu melakukan hal-hal yang

bermanfaat dalam hidup

103 10,1 912 89,9

Apakah anda kehilangan minat pada berbagai hal? 144 14,2 871 85,8

Apakah anda merasa tidak berharga? 109 10,7 908 89,3

Apakah anda mempunyai pikiran untuk mengakhiri

hidup?

33 3,3 962 96,7

Apakah anda merasa lelah sepanjang waktu? 273 26,9 26,9 26,9

Apakah anda mengalami rasa tidak enak di perut? 299 29,5 716 70,5

Page 35: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

3

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Apakah anda mudah lelah? 498 49,1 517 50,9

Sumber: Data Riskesdas, 2018

Gambar 1. Distribusi Gangguan Kesehatan Mental Emosional

Hasil menunjukkan terdapat hubungan antara

faktor umur penderita kanker terhadap

gangguan mental emosional. Variabel

pekerjaan menunjukan adanya hubungan

antara pekerjaan dengan terjadinya gangguan

kesehatan mental. seseorang yang tidak

memiliki pekerjaan memiliki risiko 1,15 kali

mengalami gangguan kesehenatan mental

emosional. Berdasarkan tempat tinggal juga

memiliki hubungan dengan gangguan

kesehatan mental emosional. Seseorang yang

Tinggal di perkotaan memiliki risiko 0,9 kali

mengalami gangguan kesehatan mental

sebanyak 2,5 persen.

Analisis multivariat dengan regresi

logistik dilakukan dengan seleksi kandidat.

Pada tahap ini, semua variable independen

masuk ke dalam model, karena nilai p kurang

dari 0,25. Hasil pemodelan menunjukkan

hasil akhir pada table 3.

Tabel 3 Model Akhir

Uraian B SE OR Nila

i p

Pendidika .366 .013 1.44 0.00

n 2

Pekerjaan .133 .011

1.14

3

0.00

Umur -.086 .011 .917 0.00

1.19

8

0.01

0

3.31

3

0.00

Variabel yang paling dominan

mempengaruhi kondisi mental emosional

penderita kanker adalah variable pendidikan.

Perempuan berpendidikan rendah berisiko

1,442 kali mengalami gangguan mental

daripada yang berpendidikan tinggi.

PEMBAHASAN

Telah dilakukan analisa data pada

penderita kanker pada perempuan di inonesia

sebanyak 1015 orang (Riskesdas, 2018).

Kanker merupakan penyakit fisik yang

menjadi salah satu manifestasi klinis

terkemukaka dimana menimbulkan gangguan

psikososial, mental yang alami. Berdasarkan

data Riskesdas (2013) prevalensi penderita

kanker sebanyak 2,2%, sedangakan data

Page 36: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

2

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Riskesdas (2018) sebanyak 2,85% terliha

adanya peningkatan persentase dalam 5

terakhir (Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan, 2013). Tingginya

persentase penyakit kanker diiringi dengan

tingginya persentase penduduk 15 tahun

keatas yang memiliki gangguan kesehatan

mental emosional.

Berdasarkan hasil penelitian ini

terdapat hubungan penderita kanker dengan

gangguan mental emosional sebanyak

34,4%. Seorang perempuan lebih banyak

memiliki peluang untuk menderita kanker

dibandingkan laki-laki. Setiap perempuan

berpotensi menderita kanker payudara

dengan risiko 1,148 kali. Kebiasaan aktifitas

fisik/olahraga <4 jam/minggu mempunyai

risiko 1,222 untuk terkena kanker payudara

(Yulianti et al., 2016).

Ketika seseorang terdiagnosis

menderita kanker akan mengalami tekanan

besar yang dapat mengakibatkan stress dan

depresi. Status stadium kanker semakin

lanjut kecemasan dan depresi yang dialami

dapat mengganggu aktifitas hidup

(Varcarolis, E. M., Halter, 2010).

Berdasarkan penelitian İzci dkk (2016),

prevalensi gangguan psikologis pada pasien

kanker sekitar 29% hingga 47%, diantaranya

memiliki gangguan kejiwaan cenderung

terlihat stress, dan gangguan depresi (Izci et

al., 2016). Dalam penelitian Widoyono

(2018), kategori depresi mendominasi

adalah depresi tingkat ringan sebanyak 45%,

diikuti depresi berat 28% (Widoyono S. et

al., 2018).

Berdasarkan WHO (2012), perasaan

cemah dan depresi sering mulai pada usia

muda dan sering berulang (WHO, 2012). Hal

ini sejalan dengan penelitian ini dimana

umur memiliki hubungan dengan gangguan

kesehatan mental emosional. Seseorang yang

sedang mengalami cemas dan depresi bisa

terjadi pada usia berapa saja, umumnya

semakin tua usia, gangguan psikologis

semakin meningkat. Terlihat dari penderita

kanker yang memiliki gangguan kesehatan

mental mayoritas adalah pada usia lansia

akhir sebanyak 26,6%. Lansia yang memiliki

satu penyakit kronis serta lebih dari satu

penyakit kronis memiliki tingat kecemasan

yang berbeda. Kemasan pada lansia dengan

penyakit kronis disebabkan tidak adanya

kepastian akan kesembuhan penyakit.

Penderita cenderung hidup dengan penyakit

yang diderita (Bestari & Wati, 2016).

Pengetahuan seseorang dipengaruhi

oleh tingkat pendidikan yang dipunyai.

Penderita kanker yang memiliki pendidikan

rendah cenderung memiliki gangguan mental

sebanyak 22,8%. Penelitian yang sama oleh

Suwistianisa dkk, 2015, menunjukkan bahwa

pendidikan rendah memiliki tinggal depresi

lebih tinggi sebanyak 73% (Rizki

Suwistianisa,Nurul Huda, 2015).

Sesorang menderita penyakit kanker

menyebabkan keterbatasan dalam hal gaya

hidup serta pekerjaan (Turner & Kelly,

2000). Penderita kanker perempuan yang

tidak bekerja dan bekerja tergambar

memiliki perbedaan persentasi yang tidak

terlalu signifikan .

Ditinjau dari tempat tinggal,

seseorang yang tinggal di perkotaan lebih

banyak mengalami gangguan mental

emosional. Hal ini terkait dengan tekanan

hidup di perkotaan lebih besar dibandingkan

di perdesaan (Dharmayanti, Tjandrarini, Sari

Hidayangsih, 2018).

Page 37: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

2

Rizqiyani Khoiriyah: Hubungan Penyakit Kronis pada Wanita terhadap Kesehatan Mental Emosional di Indonesia

Tabel 2. Analisis Faktor Risiko Kesehatan Mental Emosional terhadap Penderita Kanker

Variabel Kesehatan Mental Emosional Total OR P

value Gangguan

mental

Tidak gangguan

mental

n % n % n %

Penderita Kanker

Ya 349 34.4 666 65,6 1015 100 1.982 0,001

Tidak 45159 20,9 170802 79,1 215961 100

Pendidikan

Rendah 34671 22,8 117160 77.2 151831 100 1,483 0,001

Tinggi 10837 16,6 54308 83.4 65145 100

Umur

Dewasa Awal 21204 19,6 73038 81,3 89832 100 0,846 0,001

Dewasa Tengah+Lanjut 24304 21,8 52326 78,2 66939 100

Pekerjaan

Tidak bekerja 21862 22.3 76109 77.7 97971 100 1,158 0,001

Bekerja 23646 19,9 95359 80.1 119005 100

Tempat Tinggal

Desa 18492 20,3 72628 79.7 91120 100 0,932 0,001

Perkotaan 27016 21.5 98840 78.5 125856 100

Sumber: Data Riskesdas, 2018

Tabe; 3. Model Akhir

Uraian B SE OR Nilai p Wald df

Pendidikan .366 .013 1.442 0.000 853.176 1

Pekerjaan .133 .011 1.143 0.000 158.376 1

Umur -.086 .011 .917 0.000 62.595 1

1.198 0.010 3.313 0.000 13022.231 1

KESIMPULAN DAN SARAN

Page 38: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Kesehatan mental emosional merupakan salah satu indikator seseorang disebut sehat.

Prevalensi gangguan mental emosional pada perempuan yang menderita kanker sebanyak 34%.

Gangguan mental emosional pada penderita kanker dipengaruhi beberapa hal, seperti: faktor

usia, pekerjaan, riwayat penyakit, penyakit yang diderita, lingkungan. Penderita penyakit kanker

terkhusus pada perempuan dapat mempengaruhi kesehatan mental emosional mereka disebagai

seorang yang menjadi istri atau ibu dalam suatu rumah tangga. Terlihat dalam data riskesdas

prevalensi perempuan yang menderita kanker sebanyak 74%.

Kesehatan mental emosional pada penderita kanker dapat didukungan dari berbagai pihak.

Keluarga menjadi suatu sumber kekuatan yang akan memberikan ketenangan dan kekuatan dalam

penyembuhan. Peran fasilitas kesehatan dapat mengarahkan penderita kanker pada aktifitas

individu dan komunitas. Dukungan tenaga kesehatan/ perawat juga perlu dilakukan asuhan

keperawatan mulai dari pengkajian hingga melakukan evaluasi terhadap intervensi keperawatan

yang dilakukan untuk mencegah rasa cemas semakin memburuk. Serta peran pemerintah untuk

tetap melakukan sosialisasi pentingnya melakukan deteksi dini terhadap penyakit-penyakit tidak

menular terkhusus pada penyakit kanker.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Lembaga Pengembangan dan

Pengembangan (Lemlitbang) Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka yang telah

memberikan bantuan dana untuk kegiatan penelitian ini. Tidak lupa mengucapkan terimakasih

kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Litbangkes RI)

yang telah memberikan kesempatan untuk memanfaatkan data Riskesdas 2018. Ucapan terima

kasih juga penulis sampaikan kepada para pihak yang telah berpartisipasi dalam penulisan artikel

ini

DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas, D., Misnaniarti, M., & Rayhani, M. (2018). Analisis Situasi Kesehatan Mental

Pada Masyarakat Di Indonesia Dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Ilmu Kesehatan

Masyarakat, 9(1), 1–10. https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.1-10

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2013. Laporan Nasional 2013. https://doi.org/1 Desember 2013

Bestari, B. K., & Wati, D. N. K. (2016). Penyakit Kronis Lebih dari Satu Menimbulkan

Peningkatan Perasaan Cemas pada Lansia Di Kecamatan Cibinong. Jurnal Keperawatan

Indonesia, 19(1), 49–54. https://doi.org/10.7454/jki.v19i1.433

Dharmayanti, Tjandrarini, Sari Hidayangsih, N. (2018). Pengaruh Kondisi KESEHATAN

Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Terhadap Kesehatan Mental Di Indonesia. Jurnal Ekologi

Kesehatan, Vol. 17 No(September 2018), 64–67.

Dinuriah, S. (2016). Gambaran Gangguan Mental Emosional Pada Penderita Kanker dalam

Masa Kemoterapi di RSU Kabupaten Tangerang.

Izci, F., Ilgun, A. S., Findikli, E., & Ozmen, V. (2016). Psychiatric Symptoms and Psychosocial

Problems in Patients with Breast Cancer. Journal of Breast Health.

https://doi.org/10.5152/tjbh.2016.3041

Kemenkes. (2015). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015. In Profil Kesehatan

Indonesia 2014.

Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 1–100. https://doi.org/1 Desember 2013

Page 39: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Rizki Suwistianisa,Nurul Huda, J. E. (2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat depresi

pada Pasien Kanker yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. JOM Vol 2 No 2,.

https://media.neliti.com/media/publications/188107-ID-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-

tingkat.pdf

Turner, J., & Kelly, B. (2000). Emosional dimensions of chronic disease. Western Journal of

Medicine. https://doi.org/10.1136/ewjm.172.2.124

Varcarolis, E. M., Halter, M. J. (2010). Foundations of Psychoterapy Mental Health Nursing: A

Clinical Approach 6th Edition. New York. Elsevier Inc.

WHO. (2012). Depression, a global public health concern.

WHO. (2013). Global action plan for the prevention and control of noncommunicable diseases

2013-2020. World Health Organization. https://doi.org/978 92 4 1506236

WHO. (2018). Globocan 2018 - Home. In Globocan 2018.

Widakdo, G., & Besral, B. (2013). Efek Penyakit Kronis terhadap Gangguan Mental Emosional.

Kesmas: National Public Health Journal. https://doi.org/10.21109/kesmas.v7i7.29

Widoyono S., Setiyarni, S., & Effendy, C. (2018). Tingkat Depresi pada Pasien Kanker di RSUP

Dr. Sardjito, Yogyakarta, dan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto: Pilot Study.

Indonesian Journal of Cancer. https://doi.org/10.33371/IJOC.V11I4.535

Yulianti, I., Santoso, H., & Sutinigsih, D. (2016). FAKTOR-FAKTOR RISIKO KANKER

PAYUDARA (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Ken Saras Semarang). Jurnal Kesehatan

Masyarakat Universitas Diponegoro.

Page 40: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Lampiran 2

Jurnal MKK

KEJADIAN DIABETES MELLITUS TIPE II PADA LANSIA DI

INDONESIA (ANALISIS RISKESDAS 2018)

1Fibra Milita 1, 2Sarah Handayani 1,

Program Studi Magister Kesehatan Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Prof.Dr HAMKA

Alamat Jl. Warung Jati Barat, Blok Darul Muslimin No.17 RT.2/RW, RT.2/RW.5, Kalibata, Kec. Pancoran, Kota

Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12740

Email : [email protected]

Diterima : DD MM YYY Direvisi : DD MM YYY Disetujui : DD MM YYY

ABSTRAK

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan ciri khas hiperglikemi yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. Diabetes tipe 2 merupakan 90%

dari seluruh kategori diabetes mellitus. Populasi lansia diprediksi terus mengalami peningkatan.

Lansia secara alami juga akan menghadapi masalah yaitu penurunan kesehatan. Salah satu

penyakit yang menyertai lansia adalah Diabetes Mellitus. Tujuan dari penelitian ini mengetahui

faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Penelitian ini bersifat analitik dengan disain studi cross sectional. Penelitian ini merupakan

analisis data sekunder dengan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar 2018. Hasil uji statistik

menunjukan variabel-variabel yang berhubungan dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di

Indonesia antara lain karakteristik responden yang terdiri dari pendidikan (OR = 0,403, nilai p =

0,000) dan pekerjaan (OR = 3,010, nilai p = 0,000) kemudian aktivitas fisik (OR = 1,466, nilai p

= 0,000), kebiasaan merokok (OR = 0,764, nilai p = 0,000), konsumsi buah dan sayur (OR =

0,797, nilai p = 0,000) obesitas (OR = 1,896, nilai p= 0,000) dan riwayat hipertensi (OR = 1,960,

nilai p = 0,000). Sedangkan untuk variabel makanan/minuman yang berisiko yang berhubungan

dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia antara lain makanan manis (OR = 0,374,

nilai p = 0,000), minuman manis (OR = 0,217, nilai p = 0,000), makanan asin (OR = 0,744, nilai

p = 0,000), makanan berlemak (OR = 0,909, nilai p = 0,013), bumbu penyedap (OR = 0,744, nilai

p = 0,000), soft drink (OR = 0,804, nilai p = 0,021), minuman berenergi (OR = 0,728, nilai

p=0,004) dan mie instant (OR = 0,686, nilai p = 0,000)

.

Kata kunci: Diabetes Melitus, Lansia, Makan/minum Berisiko, Perilaku Sehat

Page 41: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a group of metabolic diseases with symptomatic hyperglycemia that occurs

due to abnormalities in insulin secretion, insulin action, or both. Type 2 diabetes is 90% of all

categories of diabetes mellitus. The elderly population is predicted to continue to increase. The

Elderly will also naturally face a problem that is a decrease in health. One of the diseases that

accompany the elderly is Diabetes Mellitus. The purpose of this study is to determine the risk

factors associated with the incidence of type 2 diabetes in the elderly in Indonesia. This research

is analytic with a cross-sectional study design. This study is a secondary data analysis using the

2018 Basic Health Research data. The results of statistical tests show variables related to the

incidence of type 2 diabetes in the elderly in Indonesia, including the characteristics of

respondents consisting of education (OR=0,403 and p-value=0,000) and employment (OR=3,010

and p-value=0,000) and then physical activity (OR=1,466 and p-value=0,000), smoking habits

(OR=0,764 and p-value=0,000), fruit and vegetables consumption (OR=0,797 and p-

value=0,000), obesity (OR=1,896 and p-value=0,000), and history of hypertension (OR=1,960

and p-value=0,000). Meanwhile, food and beverage intake at risk with type 2 diabetes mellitus

in the elderly in Indonesia, among others, sweety foods (OR=0,374, p-value=0,000), sweety

drinks (OR=0,217, p-value=0.000), salty foods (OR=0,744, p-value=0,000), fatty foods

(OR=0,909, p-value=0,013), seasonings (OR=0,744, p-value=0,000), soft drinks (OR=0,804, p-

value=0,021), drinks energized (OR=0,728, p-value = 0,004) and instant noodles (OR,=0.686, p-

value = 0,000.

Keywords: Diabetes mellitus, the elderly, high risk food and drink, healthy lifestyle

Pendahuluan

Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan ciri khas hiperglikemi

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya. (1) Diabetes

mellitus adalah masalah kesehatan yang penting karena termasuk salah satu dari empat

penyakit tidak menular yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemipin negara. Jumlah

kasus dan dan prevelansi dibetes mellitus terus meningkat sampai beberapa tahun yang akan

datang.(2)

Jumlah penderita Diabetes Mellitus di dunia semakin bertambah setiap tahunnya, hal ini

disebabkan peningkatan jumlah populasi, usia, prevalensi obesitas dan penurunan aktivitas

fisik.(3) Diperkirakan 422 juta penduduk dewasa hidup dengan diabetes pada tahun 2014

dibandingkan 108 juta pada tahun 1980 dan pada tahun 2040 jumlahnya akan meningkat

menjadi 642 juta.(4) Prevalensi diabetes di dunia meningkat hampir dua kali lipat. Hal ini

menandakan peningkatan faktor risiko seperti kelebihan berat badan atau obesitas. Selama

dekade terakhir, prevalensi diabetes meningkat cepat di negara berpenghasilan rendah dan

menengah dibandingan negara berpenghasilan tinggi.(5)

WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita diabetes mellitus di Indonesia dari 8,4 juta

Page 42: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hal ini menunjukkan adanya

peningkatan jumlah penderita DM sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2035.(2) Menurut

International Diabetes Federation (IDF) diperkirakan adanya peningkatan jumlah penderita DM

di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Laporan Riset

Kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukan bahwa prevalensi DM di Indonesia

berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun adalah 2%. Hal ini menunjukkan

bahwa ada peningkatan prevalensi DM di Indonesia dibandingkan hasil Riskesdas 2013 yaitu

1,5%. Berdasarkan kategori usia, penderita DM terbanyak berada pada rentang usia 55-64 tahun

dan 65-74 tahun.

Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.(6) Populasi lansia

diprediksi terus mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah lansia dapat berdampak positif,

jika lansia indonesia berada dalam keadaan mandiri, sehat, dan produktif. Sedangkan dampak

negatif dari peningkatan jumlah lansia adalah meningkatnya beban penduduk usia produktif

terhadap penduduk usia nonproduktif, khususnya lansia.(7) Lansia secara alami juga akan

menghadapi masalah yaitu penurunan kesehatan. Salah satu penyakit yang menyertai lansia

adalah Diabetes Mellitus.

Diabetes mellitus merupakan silent killer disease, karena banyak tidak disadari oleh

penderitanya dan saat sudah diketahui sudah terjadi komplikasi. Terdapat dua kategori diabetes

mellitus antara lain diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2. Pada penelitian ini kategori yang akan

dibahas adalah diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 adalah disebut juga non-insulin dependent yang

disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif. Diabetes tipe 2 merupakan 90% dari

seluruh kategori diabetes mellitus. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain gangguan sistem

kardiovaskular seperti atherosklerosis, retinopati, gangguan fungsi ginjal dan kerusakan saraf.

Diabetes dengan komplikasi merupakan penyebab kematian tertinggi ketiga di Indonesia

sebesar 6,7%.

Peningkatan prevalensi diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia perlu dicegah. Salah satu cara

untuk mencegahnya adalah dengan mengetahui faktor-faktor risiko yang mempengaruhi

terjadinya diabetes mellitus dimasyarakat. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu bahwa

faktor perilaku, sosiodemografi dan gaya hidup serta keadaan klinis atau mental dapat

mempengaruhi kejadian diabetes mellitus. Faktor sosiodemografi antara lain, umur, jenis

kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan pekerjaan. Faktor-faktor perilaku antara lain

Page 43: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

konsumsi sayur dan buah, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol dan aktivitas fisik.

Lansia yang menderita DM yang cukup lama pada umumnya memiliki kualitas hidup yang

kurang baik karena memiliki pengaruh negatif terhadap fisik dan psikologis para penderita.

Penderita DM ini biasanya sudah tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan tidak dapat

beraktifitas sosial.(8)

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti ingin meneliti tentang Kejadian Diabetes

Mellitus Tipe II Pada Lansia di Indonesia.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dengan menggunakan data Riset Kesehatan

Dasar 2018 (Riskesdas/RKD18). Riskesdas 2018 adalah sebuah survei yang dilakukan oleh

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Riskesdas 2018 adalah survey yang dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penduduk lanjut usia (≥60 tahun) di Indonesia

berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Sampel pada penelitian ini adalah penduduk lanjut usia (≥ 60 tahun) yang tercatat pada data

Riskesdas 2018 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria yang dimaksud

adalah sebagai berikut.

(1) Kriteria inklusi yaitu mereka yang berada yang usia nya > 60 tahun dan dilibatkan dalam

wawancara langsung;

(2) Kriteria eksklusi yaitu mereka yang memiliki data hasil kuesioner dan wawancara yang tidak

lengkap pada semua variabel penelitian.

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, status

pekerjaan, riwayat hipertensi, makanan/minuman berisiko, konsumsi buah dan sayur, kebiasaan

merokok, aktifitas fisik, kebiasaan minum alkohol dan status gizi. Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2.

Hasil

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden.

Karakteristik

Responden

Frekuen

si (n)

Persenta

se (%)

Page 44: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Umur

a. Usia Lanjut

Berisiko Tinggi (≥

65 tahun)

b. Usia Lanjut Dini

(60-64 tahun)

38695

19098

67

33

Jenis Kelamin

a. Laki-Laki

b. Perempuan

25795

31998

44,6

55,4

Pendidikan

Tertinggi

a. Rendah (tamat SD

– SMP)

b. Tinggi (tamat

SMA–Perguruan

tinggi)

48824

8969

84,5

15,5

Jenis Pekerjaan

a. Ringan - Sedang

b. Berat

37554

20239

65

35

Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini, berusia di atas 65

tahun (usia lanjut berisiko tinggi) yaitu sebanyak 67%. Adapun untuk jenis kelamin mayoritas

responden adalah perempuan (55,4%). Berdasarkan tingkat pendidikan tertinggi, sebagian besar

responden adalah lulusan SD hingga SMP (pendidikan rendah) yaitu sebanyak 84,5%. Sedangkan

jika dilihat dari jenis pekerjaan, mayoritas responden yaitu sebanyak 65% memiliki pekerjaan

dengan derajat ringan-sedang. Jenis-jenis pekerjaan dengan derajat ringan antara lain tidak

bekerja, ibu rumah tangga, pegawai negeri sipil, pegawai BUMN dan swasta. Jenis pekerjaan

dengan derajat sedang antara lain TNI, Polri, wiraswasta, pedagang dan pelayanan jasa.

Gambaran Riwayat Hipertensi

Gambar 1. Gambaran riwayat hipertensi

Gambar 1. Menunjukkan bahwa mayoritas responden yaitu sebanyak 68,4% tidak memiliki

riwayat hipertensi.

Page 45: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Tabel 2 menunjukkan mayoritas responden mengkonsumsi makanan/minuman berisiko

dengan frekuensi ≥ 1 kali/hari atau 1-6 kali/minggu (makanan manis, minuman manis, makanan

asin, makanan lemak dan bumbu penyedap). Sedangkan untuk jenis makanan bakar, makanan

pengawet, soft drink, minuman berenergi dan mie instant responden mengkonsumsi dengan

frekuensi ≤ 3 kali/bulan.

Tabel 2. Gambaran pola makan berisiko

Konsumsi

Makanan/Minuma

n Berisiko

Frekuen

si (n)

Persentase

(%)

Makanan Manis

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

45758

12035

79,2

20,8

Minuman Manis

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

49433

8360

85,5

14,5

Makanan Asin

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

34172

23621

59,1

40,9

Makanan Lemak

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

44584

13209

77,1

22,9

Makanan Bakar

a. ≥ 1 kali/hari

19534

33,8

Page 46: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

38259

66,2

Makanan

Pengawet

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

7085

50708

12,3

87,7

Bumbu Penyedap

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

46276

11517

80,1

19,9

Soft Drink

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

2244

55549

3,9

96,1

Minuman

Berenergi

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

1178

56015

3,1

96,9

Mie Instant

a. ≥ 1 kali/hari

atau 1-6

kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

22011

35782

38,1

61,9

Total 100

Tabel 3 menggambarkan tentang perilaku responden tentang konsumsi makan buah dan sayur,

Page 47: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, status gizi dan aktivitas fisiknya. Mayoritas responden

sebanyak 86,8% kurang mengkonsumsi buah dan sayur setiap harinya, yaitu hanya mampu

mengkonsumsi buah dan sayur < 5 porsi per hari. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 65,8%

memiliki kebiasaan merokok atau riwayat merokok.

Responden pada penelitian ini hanya sebagian kecil yang memiliki kebiasaan minum alkohol

yaitu sebanyak 2%. Berdasarkan status gizi, hanya 27,8% responden yang mengalami kelebihan

berat badan, sedangkan 72,2% responden tidak mengalami kelebihan berat badan.

Tabel 3. Distribusi perilaku hidup sehat Konsumsi Buah dan

Sayur

Frekuensi (n) Persentase

(%)

a. Kurang (< 5 porsi

perhari)

b. Cukup (≥ 5 porsi

perhari)

50185

7608

86,8

13,2

Kebiasaan Merokok

a. Tidak Pernah

Merokok

b. Pernah Merokok

19756

38037

34,2

65,8

Alkohol

a. Ya

b. Tidak

1154

56639

2

98

Status Gizi

a. Kelebihan BB

b. Tidak Kelebihan BB

16039

41754

27,8

72,2

Aktivitas Fisik

a. Kurang (< 150 menit

per minggu)

b. Cukup (≥ 150 menit

per minggu)

43535

14258

75,3

24,7

Total 57793 100

Hasil analisis bivariat pada tabel 4 menunjukkan bahwa dari responden yang berumur 60-64

tahun, 8% diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari responden yang berumur ≥ 65 tahun, 6,2%

diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p menunjukkan 0,000 (p>0,05). Hal tersebut

menunjukkan bahwa umur memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 pada

lansia di Indonesia.

Tabel 4. Menunjukkan bahwa dari 25795 responden yang berjenis kelamin laki-laki, 6,2%

diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 31998 responden yang berjenis kelamin perempuan,

7,4% diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p menunjukkan nilai sebesar 0,000 (p>0,05). Hal

tersebut menunjukkan bahwa jenis kelamin memiliki hubungan yang signifikan dengan

kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia. Dari 48824 responden yang tergolong tergolong

pendidikan rendah, 5,7% diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 8969 responden yang

Page 48: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

tergolong pendidikan tinggi, 13% diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p sebesar 0,000 (p<

0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan memiliki hubungan yang signifikan dengan

kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Toal responden dengan jenis pekerjaan ringan-sedang, 8,8% diantaranya mengalami DM tipe

2. Sedangkan dari responden dengan jenis

pekerjaan berat hanya 3,1% yang mengalami DM tipe 2. Nilai p menunjukkan nilai 0,000

(p<0,05). Artinya bahwa pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe

2 pada lansia di Indonesia. Responden dengan pekerjaan ringan-sedang memiliki peluang tiga

kali untuk terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan responden dengan derajat pekerjaan berat

(OR=3,010, 95% CI:2,759-3,283)

Tabel 4 menunjukkan dari 18262 responden yang memiliki riwayat hipertensi, 10%

diantaranya mengalami DM tipe 2. Selanjutnya dari 39531 responden yang tidak memiliki

riwayat hipertensi, 5,4% diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p sebesar 0,000 (p<0,05). Hal

tersebut menunjukkan bahwa riwayat hipertensi memiliki hubungan yang signifikan dengan

kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Responden dengan riwayat hipertensi memiliki peluang hampir dua kali untuk terkena DM

tipe 2 dibandingkan dengan responden dengan derajat pekerjaan berat (OR=1,960, 95%

CI:1,837-2,092).

Tabel 4. Hubungan karakteristik responden dan riwayat hipertensi dengan kejadian DM tipe 2

Variabel

Kejadian DMT2

Nilai p

Ya

n (%)

Tidak

n (%)

OR

(95%

CI)

Page 49: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

Umur

a. ≥ 65 tahun (usia lanjut berisiko

tinggi)

b. 60-64 tahun (usia lanjut dini)

Jenis Kelamin

a. Laki-Laki

b. Perempuan

Pendidikan

a. Rendah (tidak

sekolah, tamat SD – SMP)

b. Tinggi (tamat

SMA–Perguruan tinggi)

Pekerjaan

a. Ringan-Sedang

b. Berat

Riw.Hipertensi

a. Ya

b. Tidak

2420 (6,3)

1533 (8)

1598 (6,2)

2355

(7,4)

2783

(5,7)

1170

(13)

3321

(8,8)

632

(3,1)

1829

(10) 2124

(5,4)

36275 (93,7)

17565 (92)

24197 (93,8)

29643

(92,6)

46041

(94,3)

7799

(87)

34233

(91,2)

19607

(96,9)

16433

(90) 37407

(94,6)

0,000

0,000

0,000

0,000

0,000

0,764

0,831

0,403

3,010

1,960

Tabel 5 menunjukkan bahwa jenis makanan/minuman yang berisiko yang memiliki hubungan

yang signifikan terhadap kejadian DM tipe 2 antara lain makanan manis, minuman manis,

makanan asin, makanan lemak, bumbu penyedap, soft drink, minuman berenergi dan mie instant.

Sedangkan jenis makanan bakar dan makanan pengawet tidak memiliki hubungan yang signifikan

terhadap kejadian DM tipe 2.

Tabel 5. Hubungan makanan berisiko dengan kejadian DM tipe 2

Makanan/Minuman

Berisiko

Kejadian

DMT2 Nilai

p

OR

(95%

CI) Ya

n

(%)

Tidak

n (%)

Makanan Manis

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

2402

(5,2)

1551

(12,9)

43356

(94,8)

10484

(87,1)

0,000

0,374

Minuman Manis

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

2377

(4,8)

1576

(18,9)

47056

(95,2)

6784

(81,1)

0,000 0,217

Makanan Asin

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

2069

(6,1)

1884

(8)

32103

(93,9)

21737

(92)

0,000 0,744

Makanan Lemak

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

2986

(6,7)

41598

(93,3)

0,013 0,909

Page 50: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

967

(7,3)

12242

(92,7)

Makanan Bakar

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

1355

(6,9)

2598

(6,8)

18179

(93,1)

35661

(93,2)

0,522 1,023

Makanan Pengawet

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

473

(6,7)

3480

(6,9)

6612

(93,3)

47228

(93,1)

0,577

0,971

Bumbu Penyedap

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

2978

(6,4)

975

(8,5)

43298

(93,6)

10542

(91,5)

0,000

0,744

Drink

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak pernah

126

(5,6)

3827

(6,9)

2118

(94,4)

51722

(93,1)

0,021

0,804

Min.Berenergi

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

91

(5,1)

3862

(6,9)

1687

(94,9)

52153

(93,1)

0,004

0,728

Mie Instant

a. ≥ 1 kali/hari atau

1-6 kali/minggu

b. ≤ 3 kali/bulan

atau tidak

pernah

1193

(5,4)

2760

(7,7)

20818

(94,6)

33022

(92,3)

0,000 0,686

Berdasarkan tabel 6 diketahui bahwa dari 50185 responden yang mengkonsumsi buah dan

sayur sebanyak < 5 porsi per hari (kurang), 6,6% diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 7608

responden yang mengkonsumsi buah dan sayur sebanyak ≥ 5 porsi per hari (cukup), 8,2%

diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p sebesar 0,000 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan

bahwa konsumsi buah dan sayur memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2

pada lansia di Indonesia.

Total responden yang tidak memiliki kebiasaan merokok, 5,7% diantaranya mengalami DM

tipe 2. Dari 38037 responden yang memiliki kebiasaan merokok, 7,4% diantaranya mengalami

DM tipe 2. Nilai p menunjukkan nilai sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa

kebiasaan merokok memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di

Indonesia.

Berdasarkan tabel 6 . diketahui bahwa dari 43535 responden yang memiliki aktivitas fisik

kurang yaitu < 150 menit per minggu, 7,4% diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 14258

Page 51: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

responden yang memiliki aktivitas fisik cukup yaitu ≥ 150 menit per minggu, 5,2% di antaranya

mengalami DM tipe 2. Nilai p menunjukkan nilai sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut

menunjukkan bahwa aktifitas fisik memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe

2 pada lansia di Indonesia. Responden dengan aktifitas fisik kurang memiliki peluang hampir 1,4

kali untuk terkena DM tipe 2 dibandingkan dengan responden dengan aktifitas fisik cukup

(OR=1,466, 95% CI:1,350-1,592).

Berdasarkan tabel 6. diketahui bahwa dari 1154 responden yang memiliki kebiasaan minum

alkohol, 3,6% diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 56639 responden yang tidak memiliki

kebiasaan minum alkohol, 6,9% diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p menunjukkan nilai

sebesar 0,000 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa kebiasaan minum alkohol memiliki

hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Tabel 6 Hubungan perilaku dengan kejadian DM tipe 2

Variabel

Kejadian DMT2 OR

(95%

CI)

Sig. Ya

n (%)

Tidak

n (%)

Konsumsi

sayur dan buah a. Kurang (< 5

porsi per hari)

b. Cukup (≥ 5

porsi per hari)

3330 (6,6)

623

(8,2)

46855 (93,4)

6985

(91,8)

0,797

0,000

Riw. Merokok

a. Merokok /

pernah

merokok

b. Tidak

pernah merokok

1137

(5,8)

2816

(7,4)

18619

(94,2)

35221

(92,6)

0,764

0,000

Aktifitas Fisik

a. Kurang

b. Cukup

3217 (7,4)

736

(5,2)

40318 (92,6)

13522

(94,8)

1,466

0,000

Konsumsi

Alkohol

a. Ya

b. Tidak

41 (3,6)

3912

(6,9)

1113 (96,4)

52727

(93,1)

0,497

0,000

Status Gizi

a. Kelebihan

BB

b. Tidak

kelebihan BB

1619 (10,1)

2334 (5,6)

14420 (89,9)

39420 (94,4)

1,896

0,000

Berdasarkan tabel 6. diketahui bahwa dari 16309 responden yang tidak mengalami kelebihan

berat badan, 10,1% diantaranya mengalami DM tipe 2. Dari 41754 responden yang mengalami

kelebihan berat badan, 5,6% diantaranya mengalami DM tipe 2. Nilai p menunjukkan nilai

Page 52: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

sebesar 0,000 (p<0,05). Hal tersebut menunjukkan bahwa kelebihan berat badan memiliki

hubungan yang signifikan dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia.

Pembahasan

Manusia mengalami perubahan secara fisiologis secara drastis menurun setelah mencapai usia

40 tahun. Diabetes mellitus sering muncul setelah seseorang memasuki rentang usia tersebut. Hasil

penelitian menyatakan dari 3953 responden yang menderita DM tipe 2 didapatkan rentang usia 60-

64 tahun sebesar 1533 responden (8%) sedangkan rentang usia ≥ 65 tahun sebesar 2420 responden

(6,3%). Ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2014), umur lansia awal

memiliki risiko sebesar 2,28 kali lebih besar terkena DM tipe 2 dibandingkan umur manula. Hasil

uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara umur dan kejadian DM tipe 2 (p value

= 0,000).(9)

Berdasarkan hasil penelitian penderita DM tipe 2 pada lansia laki-laki sebesar 1598 responden

dan pada perempuan sebesar 2355 responden. Dari hasil uji statistik didapatkan p value = 0,000

artinya ada hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian DM tipe 2. Hal ini sejalan

dengan penelitian Allolerung (2018) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin

dengan kejadian DM tipe 2 dengan nilai p=0,044 dan OR= 2,777 hal ini menunjukkan bahwa

responden dengan jenis kelamin perempuan memiliki risiko untuk terkena DM tipe 2 2,777 kali

lebih besar dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki.

Tingginya kejadian diabetes melitus pada perempuan dapat disebabkan oleh adanya perbedaan

komposisi tubuh dan perbedaan kadar hormon seksual antara perempuan dan laki-laki dewasa.

Perempuan memiliki jaringan adiposa lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hal ini dapat diketahui

dari perbedaan kadar lemak normal antara laki-laki dan perempuan dewasa, dimana pada laki-laki

berkisar antara 15–20% sedangkan pada perempuan berkisar antara 20–25% dari berat badan.

Penurunan konsentrasi hormon estrogen pada perempuan menopause menyebabkan peningkatan

cadangan lemak tubuh terutama di daerah abdomen yang akan meningkatkan pengeluaran asam

lemak bebas Kedua kondisi ini menyebabkan resistensi insulin.

Berdasarkan hasil peneltian, lansia yang berpendidikan rendah sebesar 2783 responden dan

yang berpendidikan tinggi sebesar 1170 responden. Dari hasil uji statistik didapatkan p value

0,000 artinya ada hubungan signifikan antara pendidikan dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia di

Indonesia, dengan nilai OR sebesar 0,403. Artinya bahwa responden yang memiliki tingkat

Page 53: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

pendidikan hingga tinggi memiliki risiko 0,403 kali lipat mengalami DM tipe 2 lebih besar

dibandingkan dengan pendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian Ramadhan (2017) yaitu

ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kejadian DM tipe 2 pada lansia di

indonesia dengan nilai p value 0,003.(10)

Pendidikan berkaitan dengan kesadaran khususnya dalam masalah kesehatan. Semakin

rendahnya tingkat pendidikan maka cenderung tidak mengetahui gejala-gejala terkait penyakit

diabetes melitus tipe 2 .(11)

Berdasarkan hasil penelitian, DM tipe 2 yang respondennya di kategorikan menjadi 2 yaitu,

ringan – sedang sebesar 3321 responden dan 632 responden dengan status pekerjaan berat. Data

dari hasil uji statistik didapatkan nilai p sebesar 0,000 yang artinya pada hubungan signifikan

antara status pekerjaan dan kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia dengan nilai OR sebesar

3,010. Artinya bahwa responden yang memiliki pekerjaan ringan hingga sedang memiliki risiko

3,010 kali lipat lebih besar mengalami DM tipe 2 dibandingkan responden yang memiliki

pekerjaan berat. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Isnaini (2018) yaitu

tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan dengan kejadian DM (p value = 0,558).(12)

Hasil analisis hubungan aktifitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia diperoleh bahwa

responden dengan aktifitas fisik kurang yang mengalami DM tipe 2 sebesar 7,4% sedangkan

responden dengan aktifitas fisik cukup yang mengalami DM tipe 2 sebesar 5,2%. Hasil uji bivariat

menunjukan bahwa ada hubungan aktifitas fisik dengan kejadian DM tipe 2 pada lansia dimana

nilai p=0,000 dengan nilai OR= 1,466 (95% CI : 1,350-1.592). Artinya lansia dengan aktifitas fisik

kurang memiliki peluang 1,466 kali mengalami DM tipe 2 dibandingkan dengan lansia dengan

aktifitas fisik cukup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sembiring (2018) yaitu ada

hubungan antara aktifitas fisik dengan kejadian DM tipe 2. (13)

Pada waktu melakukan aktivitas fisik, otot-otot akan memakai lebih banyak glukosa daripada

waktu tidak melakukan aktivitas fisik, dengan demikian konsentrasi glukosa darah akan menurun.

Melalui aktivitas fisik, insulin akan bekerja lebih baik sehingga glukosa dapat masuk ke dalam sel

untuk dibakar menjadi tenaga.

Hubungan antara obesitas dengan kejadian DM tipe 2 lansia di Indonesia memiliki hubungan

yang bermakna (p=0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian Maharani dkk (2018) yaitu ada

hubungan yang bermakna antara obesitas dengan kejadian DM tipe 2 (nilai p= 0,001).(14) Semakin

banyak jaringan lemak, jaringan tubuh dan otot akan semakin resisten terhadap kerja insulin

Page 54: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

(insulin resistance), terutama bila lemak tubuh atau kelebihan berat badan terkumpul di daerah

sentral atau perut (central obesity). Lemak ini akan memblokir kerja insulin sehingga glukosa tidak

dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran darah. Tubuh yang cenderung gemuk

lebih banyak menyimpan lemak tubuh dan lemak tidak terbakar, terjadi kekurangan hormon

insulin untuk pembakaran karbohidrat, sehingga lebih berpeluang besar terjadinya DM tipe 2.

Kesimpulan dan Saran

Dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini yang menjadi faktor risiko kejadian Diabetes

Melitus Tipe 2 pada lansia di Indonesia, di antaranya adalah karakteristik responden yang terdiri

dari pendidikan dan pekerjaan, kemudian aktivitas fisik, kebiasaan merokok, obesitas, konsumsi

alkohol, konsumsi buah dan sayur dan riwayat hipertensi, sedangkan faktor konsumsi

makanan/minuman berisiko seperti makanan bakar dan makanan pengawet bukan menjadi faktor

risiko kejadian DM tipe 2 pada lansia di Indonesia

Ucapan Terimakasih

Terima kasih atas bantuan Lembaga Pengembangan dan Penelitian Universitas

Muhammadiyah Prof Dr HAMKA atas dukungan pendanaan untuk penelitian dan Lembaga

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia atas ijin penggunaan data untuk

penulisan manuskrip ini.

Daftar Pustaka

1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia

2015. 2015.

2. World Health Organization. Global Report on Diabetes. Isbn [Internet]. 2016;978:88.

Available from:

http://www.who.int/about/licensing/%5Cnhttp://apps.who.int/iris/bitstream/10665/204871/

1/9789241565257_eng.pdf

3. Artanti P, Masdar H, Rosdiana D. Microsoft Word - Angka Kejadian Diabetes Melitus

Tidak Terdiagnosis pada Masyarakat Kota Pekanbaru.doc. Jom FK Vol 2 No 2 Oktober

2015. 2015;

4. IDF. IDF Diabetes Atlas 2015. Int Diabetes Fed. 2015;

Page 55: PENGARUH PENYAKIT KRONIS TERHADAP KESEHATAN …

5. Kementerian Kesehatan RI. Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pus Data dan Inf

Kementrian Kesehat RI. 2018;1–8.

6. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG

KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. 2013;

7. Badan Pusat Statistik. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2018. 2018;286.

8. Anis C, Sekeon SA., D.Kandou G. Hubungan Antara Diabetes Melitus (Hiperglikemia)

Dengan Kualitas Hidup Pada Lansia Di Kelurahan Kolongan. 2017;(June 2017):1–8.

9. Amalia RF. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Pada Lansia di Puskesmas

Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan Tahun 2014. Naskah Publ Univ Indones

[Internet]. 2014;2:1–9. Available from: lib.ui.ac.id

10. Ramadhan M. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Di RSUP

dr.Wahidin Sudirohusodo dan RS Universitas Hasanuddin Makasar Tahun 2017. 2017;1–

113.

11. Brown, K.W. & Ryan RM. Mindful Attention Awereness Scale. J Pers Soc Psychol. 2003;

12. Isnaini N, Ratnasari R. Faktor risiko mempengaruhi kejadian Diabetes mellitus tipe dua. J

Kebidanan dan Keperawatan Aisyiyah. 2018;14(1):59–68.

13. Nindya AS. Hubungan Faktor yang Dapat Dimodifikasi dan Tidak Dapat Dimodifikasi

dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II pada Wanita Lanjut Usia di Puskesmas Sering

Kecamatan Tembung Medan Tahun 2017. Univ Sumatera Utara. 2018;(X):1–5.

14. Ardiyanto NEMSBF. Hubungan obesitas dan aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes

Mellitus tipe 2 di Puskesmas Wonogiri 1. J Manaj Inf dan Adm Kesehat. 2018;1(1):40–8.