sinusitis kronik tinjaun pustaka

Upload: yshgirl

Post on 03-Apr-2018

238 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    1/14

    1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    Sinusistis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek

    dokter sehari-hari bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan

    kesehatan tersering di seluruh dunia.1

    Istilah rinosinusitis akhir-akhir ini sering digunakan untuk mengganti

    istilah sinusitis. Karena jarang peradangan mukosa sinus yang berdiri sendiri.

    Salah satu penyebab utama pada rinosinusitis adalah gangguan drainase terhadap

    patensi kompleks osteomeatal. Variasi antaomi hidung dan sinus paranasalis

    seperti: sel frontal, sel agger nasi, bula etmoid, prosessus unsinatus, konka

    bullosa, sel haller dan deviasi septi merupakan salah satu faktor penyebab

    gangguan drainase hidung dan sinus paranasalis sehingga diduga menjadi faktor

    predisposisi terhadap kejadian rinosinusitis kronik. Variasi anatomi tersebut dapat

    menyebabkan ostruksi terhadap kompleks ostiomeatal (KOM) dan mengganggu

    pembersihan mukosilia sehingga memungkinkan terjadinya rinosinusitis kronik. 2,3

    Dilaporkan 3,7% insiden komplikasi intrakranial dari semua pasien yang

    datang ke rumah sakit dengan gejala klinik rinosinusitis. 35-65% rinosinusitis

    sebagai sumber abses subdural. Komplikasi intrakranial rinosinusitis umumnya

    akibat perluasan dari penyakit pada sinus frontal, etmoid atau sphenoid termasuk

    meningitis, empyema subdural atau epidural, abses otak dan thrombosis. 2

    Sinusitis pada dasarnya bersifat rinogenik yaitu perluasan dari infeksi

    hidung. Pada sinusitis kronik, sumber infeksi berulang cenderung berupa stenotik.

    Inflamasi menyebabkan saling menempelnya mukosa yang berhadapan dalam

    ruang yang sempit sehingga terjadi gangguan transport mukosiliar yangmenyebabkan retensi mukus dan mempertinggi pertumbuhan bakteri dan virus.

    Infeksi kemudian menyebar ke sinus yang berdekatan. Dewasa ini teknik operasi

    bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF) merupakan kemajuan ilmu yang sangat

    berarti dalam tatalaksana penyakit rinosinusitis kronik. Gambaran anatomi sinus

    paranasalis pada CT Scan merupakan kondisi awal yang harus diketahui sebelum

    pembedahan sinus endoskopi begitu juga dengan evaluasi perluasan penyakit

    1

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    2/14

    2

    sehingga membantu operator dalam mengarahkan operasi sesuai dengan luasnya

    kelainan yang ditemukan. 2

    CT scan merupakan metode yang baik untuk evaluasi struktur anatomi

    karena dapat memperlihatkan dengan jelas struktur anatomi hidung dan sinus

    paranasal seperti kondisi kompleks ostiomeatasl, kelainan anatomi, visualisasi ada

    atau tidaknya jaringan patologis di 4 sinus dan perluasannya. Pemeriksaan CT

    Scan mampu memberikan gambaran struktur anatomi pada area yang tidak

    tampak melalui endoskopi. Pemeriksaan ini sangat baik dalam memperlihatkan

    sel-sel etmoid anterior, dua pertiga atas kavum nasi dan resessus frontalis. Pada

    daerah ini CT Scan dapat memperlihatkan lokasi faktor penyebab sinusitis kronis

    yaitu KOM. 2

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Definisi

    Sinusistis kronik adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis yang

    berlangsung lebih dari 3 bulan, dimana terdapat perubahan patologik pada mukosa

    hidung yang komplek dan bersifat ireversibel.

    1,2,8

    Mukosa biasanya menebal,membentuk lipatan-lipatan atau pseudopolip. Epitel permukaan tampak

    mengalami deskuamasi, regenerasi, metaplasia, atau epitel biasa dalam jumlah

    yang bervariasi pada suatu irisan histologis yang sama. Pembentukan mikro abses,

    dan jaringan granulasi bersama-sama dengan pembentukan jaringan parut. Secara

    menyeluruh, terdapat infiltrasi sel bundar dan polimorfonuklear dalam lapisan

    submukosa. 4

    2.2 Anatomi Hidung

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    3/14

    3

    Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian

    luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas ; struktur hidung luar

    dibedakan atas tiga bagian, yang paling atas kubah tulang yang tak dapat

    digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan

    dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan. Bentuk

    hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah :

    1)pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum nasi), puncak hidung (hip), ala

    nasi, kolumela, dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh

    kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan

    beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang

    hidung. Kerangka tulang terdiri dari tulang hidung (os nasal), prosesus frontalis os

    maksila dan prosesus nasalis os frontal, sedangkan kerangka tulang rawan terdiri

    dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu

    sepasang kartilago nasalis lateralis superior, sepasang kartilago nasalis lateralis

    inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor dan tepi anterior kartilago

    septum.5

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    4/14

    4

    Bagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari

    os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior yang memisahkan

    rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral

    terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka

    inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara

    konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media

    disebut meatus superior. 6,7,8

    Gambar 1. Anatomi Hidung Dalam 4

    Septum nasi

    Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian

    posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh

    kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa bagian

    posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista

    sfenoid. 6,7

    2.2 Kavum nasi

    Kavum nasi terdiri dari:

    2.2.1 Dasar hidung

    3

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    5/14

    5

    Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan

    prosesus horizontal os palatum. . 7

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    6/14

    6

    2.2.2 Atap hidung

    Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os

    nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os

    sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa

    yang dilalui oleh filamen-filamen n.olfaktorius yang berasal dari

    permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas

    septum nasi dan permukaan kranial konka superior. 7

    2.2.3 Dinding Lateral

    Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os

    maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang

    merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina

    perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial. 7

    2.2.4 Konka

    Fosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka. Celah

    antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior,

    celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan di

    sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang

    didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka

    suprema, konka superior dan konka media berasal dari massa

    lateralis os etmoid. Sedangkan konka inferior merupakan tulang

    tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum. 7

    2.3 Meatus superior

    Meatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit

    antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel

    etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapaostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan

    korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus

    sfenoid. 7

    2.4 Meatus media

    Merupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang

    lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus

    maksila, sinus frontal dan bagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    7/14

    7

    konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah

    yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara

    atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius

    dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan

    medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal

    sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu

    bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal,

    antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum.

    Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas

    dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel

    etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di

    depan infundibulum. 6,7

    2.5 Meatus Inferior

    Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus mempunyai

    muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di

    belakang batas posterior nostril. 6,7

    2.6 Nares

    Nares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan

    nasofaring berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap

    nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum,

    bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan

    bagian luar oleh lamina pterigoideus. 7

    Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri

    atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan

    sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregulardengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah

    apeks prosesus zygomatikus os maksilla. 6,7,8

    2.7 Kompleks ostiomeatal (KOM)

    Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah bagian dari sinus etmoid anterior

    yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus

    paranasal gambaran KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga di antara konka media

    dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk KOM adalah

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    8/14

    8

    prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger

    nasi dan ressus frontal. 5,9

    Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena

    sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit

    infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal

    sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai

    serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung

    menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus

    dan konka media.9

    Gambar 2. Kompleks Ostio Meatal

    9

    2.3 Patofisiologi

    Sinus paranasalis akut dapat menjadi kronik oleh berbagai faktor

    yakni faktor alergi, faktor gangguan pada Komplek Ostio meatal (KOM)

    yang menganggu patensi ostium ( deviasi septum nasi, polip bnasi, konka

    bulosa). Mukosa juga mengandung subsatansi antimikrobial yang masuk

    bersama udara pernafasan. 6,10 Organ-organ yang membentuk KOM

    letaknya berdekatan dan bila edema, mukosa yang berhadapan akan saling

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    9/14

    9

    bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat.

    Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang

    menyebabkan terjadinya transudasi. Kondisi ini bisa dianggap rinosinusitis

    non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa

    pengobatan. 1

    Bila kondisi menetap sekret yang terkumpul dalam sinus

    merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri.

    Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut

    bakterial dan memerlukan terapi antibiotik. Jika terapi tidak berhasil

    inflamasi berlanjut sehingga terjadi hipoksia dan bakteri anaerob

    berkembang . mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus

    yang berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu

    hipertrofi, polipoid atau pembengkakan polip dan kista. 1,6,10

    Gambar 3. Siklus dari peristiwa yang berulang yang mengarah pada

    peristiwa sinusitis kronik.4

    2.4 Gejala klinis

    Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis. Kadang

    hanya 1 atau 2 gejala saja. Gejala utama adalah rinore yang kronik dengan

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    10/14

    10

    sekret mukopurulen. Kadang-kadang terjadi sakit kepala kronik. Gejala

    lain adalah hidung buntu kadang-kadang terjadi penurunan penciuman dan

    pengecapan. Dapat terjadi sekret bercampur darah dari hidung atau sekret

    yang turun ke faring (post nasal drip). 1,10

    2.5 Diagnosis

    Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

    dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior

    dan posterior. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan adanya sekret

    mukopurulen yang kadang bercampur darah terutama pada meatus medius.

    Dapat terjadi polip pada meatus medius. Dapat pula terjadi deviasi septum.

    Pada pemeriksaan rinoskopi posterior dapat ditemukan post nasal drip

    dengan sekret mukopurulen kadang bercampur darah. Pada pemeriksaan

    transiluminasi pada sinus yang terkena warnya akan menjadi gelap (hanya

    sinus maksila dan sinus frontal). 1,10

    2.6 Pemeriksaan penunjang

    - Foto polos sinus

    Foto polos yang digunakan adalah foto polos posisi Waters, PA dan

    lateral, dan secara umum hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar

    seperti maksila dan frontal, dimana jika terdapat suatu kelainan akan

    tampak adanya penebalan mukosa, perselubungan, atau bentukan polip/

    mukokel, batas udara-cairan (air fluid level). 1

    - Endoskopi nasal

    Pemeriksaan endoskopi nasal dilakukan untuk mengevaluasi kondisi

    kavum nasi yaitu inflamasi yang terjadi pada mukosa sinus dan nasal

    melihat adanya suatu masa atau lesi yang telah ditemukan padapemeriksaan fisik sebelumnya hingga ke nasofaring dimana dengan

    pemeriksaan ini dapat melihat keadaan dinding lateral hidung.

    ProfilEvidence untuk pemeriksaan ini adalah Level D (opini dari ahli). 9,10

    - CT Scan

    CT Scan merupakan gold standart yang digunakan untuk diagnosis

    sinusitis karena dengan CT Scan maka dapat melihat anatomi dari hidung

    dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus, adanya kelainan di

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    11/14

    11

    KOM (kompleks ostiomeatal) secara menyeluruh dan diperlukan

    khususnya pada sinusitis yang unilateral untuk menyingkirkan

    kemungkinan keganasan,. Indikasi dilakukan CT Scan adalah mengalami

    sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan ataupun pasien

    yang akan melakukan operasi sinus. 1,2,10

    Profil Evidence untuk pemeriksaan ini adalah Level C (diagnostik dan

    penelitian secara observasional). 9

    - Pemeriksaan gigi atas

    Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui adanya penyebab dari gigi

    (dentogen) yang menyebabkan terjadinya sinusitis. 10

    - Pemeriksaan Imunologi

    Berdasarkan penelitian didapatkan hubungan antara alergi dan

    rhinosinusitis pada dewasa. Test yang dilakukan adalah penhukuran

    terhadap serum IgG, IgA dan IgM dan mendeteksi respon antibody

    terhadap protein suatu antigen seperti TT (tetanus toxoid) atau

    pneumococcal polysaccharide vaccine.

    Profil Evidence untuk pemeriksaan ini adalah Level C (diagnostik dan

    penelitian secara observasional).9

    2.7 Komplikasi

    - Kelainan Orbita

    Sinus etmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang

    tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi etmoiditis

    akut. Sinus frontalis dan sinus maksilaris yang terletak di dekat orbita

    dapat pula menimbulkan infeksi isi orbita. Kelainan orbita yang dapat

    menjadi penyulit sinusitis adalah edema palpebra, selulitis orbita, absesorbita serta trombosis sinus kavernosus yang disebabkan karena secara

    anataomi letak sinus paranasal berdekatan dengan orbita terutama sinus

    etmoid. 1,10

    - Osteo mielitis

    Biasanya terjadi karena adanya sinusitis frontalis dan sering terjadi pada

    anak-anak. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa

    malaise, demam, dan menggigil. Pembengkakan diatas alis mata juga

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    12/14

    12

    lazim terjadi dan bertambah hebat bila terbentuk abses subperiosteal.

    Sebagian terbentuk edema supraorbita dan mata menjadi tertutup. Timbul

    fluktuasi dan tulang menjadi sangat nyeri tekan Radiogram dapat

    memperlihatkan erosi batas-batas tulang dan hilangnya septa intrasinus

    dalam sinus yang keruh. 1

    - Kelainan intrakranial

    Kelainan intrakranial yang dapat menjadi penyulit adalah abses

    epidura/subdura, abses otak, meningitis, trombosis sinus kavernosus.

    Komplikasi-komplikasi intrakranial ini sekali-kali tidak boleh ditafsirkan

    selalu berjalan mengikuti urutan dari meningitis ke abses lobus frontalis.

    Komplikasi ini dapat terjadi setiap saat dengan hanya sedikit atau tanpa

    keterlibatan varian lainnya. Pengobatan infeksi supuratif intrakranial yang

    berat kembali berupa terapi antibiotik yang intensif, drainase secara bedah

    pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.10

    - Kelainan Paru

    Kelainan paru yang dapat menjadi penyulit adalah bronkiektasis serta

    bronkitis kronik. Sinobronkitis adalah kelainan pada sinus yang disertai

    dengan kelainan paru.1

    2.8 Penatalaksanaan

    - Terutama menghilangkan faktor penyebab. Perlu pembedahan untuk

    patologi di KOM 10

    - Bedah Sinus Endoskopi Fungisional (BSEF) atau Functional Endoscopic

    Sinus Surgery (FESS) (Rekomendasi A) 11

    BSEF adalah teknik operasi pada sinus paranasal dengan menggunakan

    endoskop yang bertujuan untuk mengembalikan fungsi drainase danventilasi sinus. Prinsipnya membuka dan membersihkan KOM (kompleks

    osteomeatal) yang merupakan sumber penyumbatan dan infeksi. 1,3,10

    Indikasi dilakukannya BSEF adalah sebagai berikut : 1,10

    o Sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan

    o Sinusitis dengan penyulit

    o Sinusitis jamur

    Kontraindikasi dilakukan BSEF adalah sebagai berikut :12

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    13/14

    13

    o Osteitis atau osteomielitis tulang frontal

    o Pasca operasi radikal dengan hipoplasia rongga hidung

    o Penderita dengan diabetes mellitus, malignancy, kelainan

    hemostatis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai

    dengan bidangnya.

    - Irigasi sinus maksila

    Tujuan dilakukan irigasi nasal adalah untuk meningkatkan fungsi dari

    mucociliary clearence dan menurunkan edema pada mukosa hidung. 9

    Profil Evidence untuk pemeriksaan ini adalah Level B (randomized

    controlled trials and epidemiologic studies with limitations). 9

    - Bedah Caldwell Luc untuk sinusitis maksila kronik 10

    - Pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab, terutama juga

    untuk eradikasi kuman penyebab B-laktamase dan kuman anaerob

    Dapat diberikan amoxyciline, amoxyciline + clavulanic acid,

    cephalosporine generasi II/III oral, clindamycine. Bila perlu ditambahkan

    metronidazole untuk kuman anaerob. Perawatan gigi bila ada penyebab

    dentogen. 10

    2.9 Pencegahan

    Pasien dapat mengurangi paparan dari patogen dengan mencuci tangan

    menggunakan sabun ataupun handrub setiap waktu terutama setelah bersentuhan

    dengan orang yang sedang sakit. Berdasarkan penelitian Third National Health

    and Nutrition Examination Survey, paparan dan penggunaan rokok dapat

    meningkatkan resiko terjadinya sinusitis ataupun masalah dengan sinus. 9

    BAB 3

  • 7/28/2019 Sinusitis Kronik Tinjaun Pustaka

    14/14

    14

    PENUTUP

    Kesimpulan

    Berdasarkan tinjaun pustaka yang telah ada, maka dapat disimpulan beberapa hal

    sebagai berikut :

    1. Sinusitis kronik adalah peradangan pada mukosa sinus paranasalis yang

    berlangsung lebih dari 3 bulan, dimana terdapat perubahan patologik pada

    mukosa hidung yang komplek dan bersifat ireversibel

    2. Diagnosis sinusitis kronis adalah dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaan penunjang.

    3. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah foto polos sinus,

    endoskopi nasal, CT Scan, Pemeriksaan gigi atas dan pemeriksaan

    imunologi

    4. Komplikasi yang dapat terjadi adalah kelainan orbita, osteomielitis,

    kelainan intrakranial, dan kelainan paru

    5. Penatalaksanaan yang dilalukakan adalah sebagai berikut :

    a. Bedah Sinus Endoskopi Fungisional (BSEF)

    b. Irigasi sinus maksila

    c. Bedah Caldwell Luc

    d. Pemberian antibiotik sesuai dengan kuman penyebab

    6. Pencegahan adalah dengan mengurangi paparan dari patogen.

    13