referat kelainan genitalia

35
BAB I PENDAHULUAN Skrotum adalah dua lobus kantong yang membungkus testis. Skrotum berfungsi untuk melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur testis dan epididimis, guna keberlangsungan fungsi testis. Testis berfungsi sebagai glandula reproduksi dari seorang pria, di mana di dalam tubulus seminiferus testis, terdapat sel- sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron. Jika ada kelainan di tempat tersebut, maka akan sangat mungkin terjadi gangguan dalam proses reproduksi pria, yang akan menimbulkan ketidaknyamanan sepanjang hidupnya. Bila keadaan ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas, disfungsi ereksi, bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut harus dibuang untuk selamanya. Kelainan pada skrotum dan isinya sangat beragam, yang bisa ditemukan saat lahir (akibat kelainan kongenital) maupun didapat (timbul setelah anak lahir). Di antaranya yang sering terjadi ialah hidrokel, torsio testis, orchitis, tumor testis, dan undesensus testis, seperti yang akan dibahas dalam makalah ini. Hal-hal tersebut harus dapat dikenali segera dalam praktik sehari-hari sehingga efek yang ditimbulkan nantinya dapat dengan cepat dicegah. 1

Upload: anggita-madhyaratri

Post on 03-Jan-2016

236 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kelainan genitalia pada anak

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Skrotum adalah dua lobus kantong yang membungkus testis. Skrotum berfungsi untuk

melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur testis dan epididimis, guna

keberlangsungan fungsi testis. Testis berfungsi sebagai glandula reproduksi dari seorang pria, di

mana di dalam tubulus seminiferus testis, terdapat sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang

diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding.

Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel

Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel

interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.

Jika ada kelainan di tempat tersebut, maka akan sangat mungkin terjadi gangguan dalam

proses reproduksi pria, yang akan menimbulkan ketidaknyamanan sepanjang hidupnya. Bila

keadaan ini tidak ditangani akan menimbulkan gangguan-gangguan seperti infertilitas, disfungsi

ereksi, bahkan kematian jaringan testis yang mengakibatkan testis tersebut harus dibuang untuk

selamanya.

Kelainan pada skrotum dan isinya sangat beragam, yang bisa ditemukan saat lahir (akibat

kelainan kongenital) maupun didapat (timbul setelah anak lahir). Di antaranya yang sering terjadi

ialah hidrokel, torsio testis, orchitis, tumor testis, dan undesensus testis, seperti yang akan dibahas

dalam makalah ini. Hal-hal tersebut harus dapat dikenali segera dalam praktik sehari-hari

sehingga efek yang ditimbulkan nantinya dapat dengan cepat dicegah.

1

BAB II

ISI

A. Anatomi

Sistem reproduksi pria terdiri dari struktur luar dan dalam. Struktur luar terdiri dari

penis, skrotum, dan testis. Sedangkan struktur dalam terdiri dari vas deferens, urethra,

kelenjar prostat, dan vesicula seminalis.1

Gambar 1. Sistem reproduksi pria1

Skrotum adalah dua lobus kantong yang membungkus testis. Skrotum terletak di

antara penis dan anus serta di depan perineum. Kulitnya tipis dan berpigmentasi. Kulit di

daerah skrotum berbulu halus dan jarang, serta kurang mengandung lemak di bawah jaringan

kulit. Pada fase embrional, skrotum mempunyai original jaringan yang sama dengan labia

mayor pada wanita. Skrotum tersusun dari lapisan terluar yang tersusun dengan serabut otot

polos. Skrotum berfungsi untuk melindungi dan menyokong testis, mengatur temperatur testis

dan epididimis supaya temperatur dalam testis 4-7oC di bawah temperatur tubuh. Pada

skrotum terdapat otot-otot, yaitu tunica dartos dan musculus cremaster.2

Tunica dartos

Tunica dartos adalah otot yang berada pada skrotum bagian bawah. Tunica dartos membagi

skrotum menjadi 2 bagian. Tunica dartos menempel pada lapisan tunica vaginalis.2

Musculus cremaster

Musculus cremaster terletak pada leher skrotum, dan menempel pada lapisan tunica vaginalis.

Fungsi dari musculus cremaster adalah untuk mengangkat dan menurunkan skrotum pada

saat proses termoregulasi testis. Pada lingkungan yang dingin, musculus cremaster

mengangkat testis mendekati rongga perut untuk menanggulangi kehilangan panas pada

testis, sedangkan jika udara lingkungan panas, maka musculus cremaster mengendur

sehingga kondisi testis tetap stabil.2

2

Gambar 2. Lapisan pada skrotum3

Ukuran testis pada orang dewasa adalah 4×3×2,5 cm dengan volume 15-25 ml

berbentuk ovoid. Testis normal dibungkus oleh tunica albuginea. Pada permukaan anterior

dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunica vaginalis yang terdiri atas 2 lapis,

yaitu lapisan viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya adalah

lapisan parietalis yang menempel ke musculus dartos pada dinding skrotum.3

Gambar 3. Testis4

Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus

terdiri atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan

sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogenia

pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi

makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel interstisial testis

berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.2

3

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan

mengalami pematangan atau maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa), sel-sel

spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju

ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-cairan dari epididimis,

vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen atau mani.2

Gambar 4. Testis, Epidermis, dan Ductus deferens4

Vaskularisasi2

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :

Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta

Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior

Arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika

Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis.

Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai verikokel.

Gambar 5. Pembuluh darah testis4

B. Kelainan Skrotum Pada Anak

4

I. Hidrokel5

Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan

viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu

memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem

limfatik di sekitarnya.

Etiologi

Hidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena :

1. belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan

peritoneum ke prosesus vaginalis (hidrokel komunikans)

2. belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi

cairan hidrokel

Klasifikasi

1. Hidrokel Kongenital :

terjadi karena adanya hubungan terbuka antara rongga abdomen sehingga cairan dari

rongga abdomen keluar dan terkumpul di antara lapisan parietal dan lapisan viseral

tunika vaginalis. Hal ini hampir selalu disertai dengan hernia inguinalis indirek.

2. Hidrokel non komunikans :

terjadi karena adanya sejumlah cairan yang terjebak di dalam tunika vaginalis sesaat

sebelum menutupnya prosesus vaginalis

Gambaran Klinis

1. Adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri.

2. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan

konsistensi kistik dan pada pemeriksaan transiluminasi menunjukkan adanya

transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal

kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan

pemeriksaan ultrasonografi.

Gambar 6. Pemeriksaan transiluminasi pada hidrokel6

5

3. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam

hidrokel yang berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat

melakukan koreksi hidrokel, yaitu :

a. Hidrokel testis

Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tidak dapat diraba.

Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.

Gambar 7. Hidrokel testis6

b. Hidrokel funikulus

Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis,

sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada

anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.

c. Hidrokel komunikans

Terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga

prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel

besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada

palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga

abdomen.

Gambar 8. Jenis hidrokel berdasarkan klinis6

Terapi

Hidrokel pada bayi biasanya ditunggu hingga anak mencapai usia 1 tahun dengan

harapan setelah prosesus vaginalis menutup, hidrokel akan sembuh sendiri, tetapi jika

6

hidrokel masih tetap ada atau bertambah besar perlu dipikirkan untuk dilakukan koreksi.

Tindakan untuk mengatasi cairan hidrokel adalah dengan aspirasi dan operasi. Aspirasi cairan

hidrokel tidak dianjurkan karena selain angka kekambuhannya tinggi, kadang kala dapat

menimbulkan penyulit berupa infeksi.

Beberapa indikasi untuk melakukan operasi pada hidrokel adalah:

1. hidrokel yang besar sehingga dapat menekan pembuluh darah

2. indikasi kosmetik

3. hidrokel permagna yang dirasakan terlalu berat dan mengganggu pasien dalam

melakukan aktivitasnya sehari-hari

Pada hidrokel kongenital dilakukan pendekatan inguinal karena seringkali hidrokel

ini disertai dengan hernia inguinalis sehingga pada saat operasi hidrokel, sekaligus dilakukan

herniorafi. Pada hidrokel testis dewasa, dilakukan pendekatan skrotal dengan melakukan

eksisi dan marsupialisasi kantong hidrokel sesuai cara Winkelman atau plikasi kantong

hidrokel sesuai cara Lord. Pada hidrokel funikulus dilakukan ekstirpasi hidrokel secara in

toto.

Penyulit

Jika dibiarkan, hidrokel yang cukup besar mudah mengalami trauma dan hidrokel

permagna bisa menekan pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi

testis.

II. Torsio Testis7,8

Torsio testis adalah suatu keadaan dimana funikulus spermatikus terpuntir

sedemikian rupa sehingga terjadi gangguan vaskulariasi dari testis dan struktur jaringan di

dalam skrotum. Keadaan ini diderita oleh 1 di antara 4000 pria yang berumur kurang dari 25

tahun, dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping

itu, tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio

testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral

ataupun bilateral.

Faktor predisposisi

1. Kriptorchkismus

2. Hidrokel

3. Gubernakulum tidak terbentuk

4. Spasme kremaster

5. Posisi transversal pada skrotum

6. Mesorchium panjang dan sempit

7

7. Kecenderungan mesorchium melekat pada satu pole testis

8. Kurang menyatunya dinding skrotum dengan testis

9. Bell clapper deformity

Patofisiologi

Torsio testis terjadi akibat perkembangan abnormal dari funikulus

spermatikus atau selaput yang membungkus testis. Insersi abnormal yang tinggi dari

tunika vaginalis pada struktur funikulus akan mengakibatkan testis dapat bergerak,

sehingga testis kurang melekat pada tunika vaginalis viseralis. Testis yang demikian

mudah memuntir dan memutar funikulus spermatikus.

Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan

menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan

sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara

berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain

adalah perubahan suhu yang mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang

berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum.

Jenis-jenis torsio testis :

1. Torsio testis ekstravaginalis (testis, epididimis, dan tunika vaginalis terpuntir pada

funikulus spermatikus) biasanya terjadi pada janin atau neonatus

2. Torsio testis intravaginalis, biasanya terjadi pada lelaki dewasa muda :

a. Testis dan epididimis terpuntir pada funikulus spermatikus (Bell Clapper)

b. Testis terpuntir pada mesorchium terhadap epididimis

Gambar 9. (A) torsio testis ekstravaginal (B) torsio testis intravaginal9

Torsio testis intravaginalis lebih sering dari pada ekstravaginalis, dengan arah

putaran anteromedial (m. cremaster melekat pada bagian lateral testis). Pada awalnya terjadi

bendungan vena kemudian 3 – 4 jam terjadi penekanan/bendungan arteri hingga terjadi

nekrosis testis.

Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos

masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika

8

vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpuntir pada sumbu funikulus

spermatikus. Terpuntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal.

Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem

penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada

permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh

permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini

menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis

dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali

bellclapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal.

Arah dari torsi testis (dilihat dari kaudal) yaitu :

Testis kanan : arah puntiran mengikuti atau searah dengan jarum jam

Testis kiri : arah puntiran berlawanan dengan arah jarum jam

Diagnosis

Anamnesis :

1. Nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, nyeri dapat menjalar ke daerah inguinal atau perut

sebelah bawah. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel, atau tidak mau

menyusui.

2. Testis yang bersangkutan dirasakan membesar.

3. Terjadi retraksi dari testis ke arah kranial, karena funikulus spermatikus terpuntir jadi

memendek

4. Mual dan muntah, kadang demam

Pemeriksaan Fisik :

1. Testis/skrotum bengkak/hiperemis

2. Deming’s sign (testis letak tinggi) dibandingkan sisi kontralateral

3. Angell’s sign (testis posisi melintang) dibandingkan sisi kontralateral

4. Testis umumnya sangat nyeri tekan dan elevasi tidak menghilangkan nyeri seperti

sering terjadi pada epididimis akut (Prehn’s sign, yaitu nyeri tetap/meningkat saat

mengangkat testis)

5. Kadang-kadang dapat diraba adanya lilitan/simpul atau penebalan funikulus spermatikus.

6. Bila telah lama berlangsung maka testis menyatu dengan epididimis dan sukar

dipisahkan, keduanya membengkak, timbul effusion, hiperemia, edema kulit dan

subkutan

9

Gambar 10. Torsio testis10

Pemeriksaan penunjang :

1. Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine

2. Pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang

sudah lama dan telah mengalami peradangan steril.

3. Doppler dan sintigrafi testis (akurasi 90 – 100 %) untuk menilai adanya aliran darah ke

testis :

Torsio : avaskuler

Tumor : hipervaskuler

Trauma : vaskularisasi berkurang

Diagnosis banding

1. Epididimitis akut

Disebabkan oleh sejumlah organisme. Pada pria diatas usia 35 tahun, E. coli

merupakan penyebab terbanyak epididimitis. Pada pria di bawah usia 35 tahun,

Chlamydia trachomatis merupakan organisme terlazim pada penyebab penyakit ini.

Gambaran klinisnya yaitu pada stadium akut mungkin ada nyeri, pembengkakan dan

demam ringan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan skrotum membesar, dapat ditemukan

nyeri tekan pada funikulus spermatikus dan pada palpasi menunjukan epididimis yang

nyeri dan menebal. Elevasi ringan scrotum cenderung membuat epididimistis kurang

nyeri, tetapi perasat ini mengeksaserbasi nyeri akibat torsi testis.

2. Orchitis

3. Hidrokel terinfeksi/trauma

4. Trauma testis

5. Hernia inguinalis inkarserasi/strangulasi

Gejala berupa benjolan di daerah inguinal yang dapat mencapai scrotum. Benjolan

dapat timbul pada saat berdiri atau mengejan. Terasa nyeri bila menjadi inkarserata.

6. Tumor testis

10

7. Oedem skrotum

Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya penyumbatan saluran limfe

inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya.

8. Varikokel

Adalah pelebaran abnormal (varises) dari pleksus pampiniformis yang mengalirkan

darah dari testis. Lebih sering mengenai testis kiri. Biasanya tidak ada gejala yang

menyertai varikokel, namun beberapa pria terdapat perasaan berat pada sisi yang terkena.

Pada pemeriksaan fisik terdapat massa yang teraba sebagai sekantung cacing, massa ini

timbul pada posisi tegak tetapi dapat mengosongkan isinya, dan tidak teraba pada sisi

berbaring. Perbaikan verikokel yaitu dengan cara pembedahan.

Penatalaksanaan

Tindakan untuk mengatasi torsio testis terdiri dari 2 cara yaitu : detorsi atau reposisi

manual dan eksplorasi atau dengan cara pembedahan.

1. Detorsi manual dapat dilakukan pada kasus-kasus yang dini (1 – 2 jam) atau merupakan

tindakan awal bagi pasien sebelum dibawa ke rumah sakit. Tindakan ini dilakukan

dengan mengingat arah torsi pada umumnya. Reduksi yang berhasil akan memberikan

pemulihan segera untuk aliran darah ke testis. Tindakan ini tidak boleh dianggap sebagai

pengobatan atau terapi definitif dan eksplorasi gawat darurat harus tetap dilakukan pada

kesempatan awal.

2. Reduksi manipulatif tidak dapat menjamin penyembuhan sempurna dan masih ada torsi

dengan tingkat tertentu, meskipun pemasokan darah telah dipulihkan. Selain itu

abnormalitas semula yang menyebabkan torsi masih tetap ada dan mungkin melibatkan

testis pada sisi yang lain. Oleh karena itu fiksasi operatif kedua testis diharuskan.

3. Eksplorasi mutlak dilakukan pada setiap kasus yang diduga torsi. Testis harus dipaparkan

tanpa ditunda-tunda lagi dengan membuat irisan ke dalam skrotum. Bila ternyata benar

suatu torsi segera lakukan detorsi lalu elevasi beberapa saat, kemudian diamati apakah

ada perubahan warna bila tidak ada tanda-tanda viabilitas lakukan orchidektomi, namun

apabila testis masih baik lakukan orchidopeksi pada testis yang bersangkutan dan testis

kontralateral.

Komplikasi

Terpuntirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis

sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan

mengalami nekrosis.

Prognosis

11

1. Umumnya viabel dalam 4 – 6 jam setelah torsio

2. Maksimum survival 70 – 90 % 5 – 12 jam

3. Mungkin masih baik 12 – 24 jam

4. Hasil meragukan bila lebih dari 24 jam

5. Dianjurkan orkidektomi bila lebih dari 4 jam

6. Tergantung jumlah putaran dan lamanya torsio

III. Orchitis11

Definisi

Orchitis adalah suatu peradangan pada salah satu atau kedua testis (buah zakar).

Etiologi

Orchitis bisa disebabkan oleh sejumlah bakteri dan virus. Virus yang paling sering

menyebabkan orchitis adalah virus gondongan (mumps). Hampir 15-25% pria yang menderita

gondongan setelah masa pubertasnya akan menderita orchitis. Orchitis juga ditemukan pada

2-20% pria yang menderita bruselosis. Orchitis sering dihubungkan dengan infeksi prostat

atau epididimis, serta merupakan manifestasi dari penyakit menular seksual (misalnya gonore

atau klamidia).

Faktor risiko

a. Immunisasi gondongan yang tidak adekuat

b. Infeksi saluran kemih berulang

c. Kelainan saluran kemih

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Terjadi

pembengkakan kelenjar getah bening di selangkangan dan pembengkakan testis yang terkena.

Gejala :

a. Pembengkakan skrotum

b. Testis yang terkena terasa berat, membengkak dan teraba lunak

c. Pembengkakan selangkangan pada sisi testis yang terkena

d. Demam

e. Dari penis keluar nanah

f. Nyeri ketika berkemih (disuria)

g. Nyeri selangkangan

h. Nyeri testis, bisa terjadi ketika buang air besar atau mengedan

12

Gambar 11. Orchitis12

Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan adalah :

a. Analisa air kemih

b. Pembiakan air kemih

c. Pemeriksaan darah lengkap

d. Pemeriksaan kimia darah.

Penatalaksanaan

Jika penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik sedikitnya selama 7-14 hari. Selain

itu juga diberikan obat pereda nyeri dan anti peradangan.

Jika penyebabnya adalah virus, hanya diberikan obat pereda nyeri. Penderita sebaiknya

menjalani tirah baring, skrotumnya diangkat dan dikompres dengan air es.

Pencegahan

Immunisasi gondongan bisa mencegah terjadinya orchitis akibat gondongan.

IV. Tumor Testis

Definisi13

Tumor testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis (buah zakar), yang bisa

menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum

(kantung zakar). Tumor testis merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada pria

berusia 15-40 thun.

Penyebab13

Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang menunjang

terjadinya tumor testis :

a. Testis undesensus (testis yang tidak turun ke dalam skrotum)

b. Perkembangan testis yang abnormal

13

c. Sindroma Klinefelter (suatu kelainan kromosom seksual yang ditandai dengan rendahnya

kadar hormon pria, kemandulan, pembesaran payudara/ginekomastia dan testis yang

kecil).

d. Faktor lainnya yang kemungkinan menjadi penyebab dari tumor testis tetapi masih dalam

taraf penelitian adalah pemaparan bahan kimia tertentu dan infeksi oleh HIV. Jika di

dalam keluarga ada riwayat tumor testis, maka risikonya akan meningkat.

Klasifikasi13

Tumor testis dikelompokkan menjadi:

1. Seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria berusia

30-40 tahun dan terbatas pada testis

2. Non-seminoma : merupakan 60% dari semua jenis tumor testis.Dibagi lagi menjadi

beberapa subkategori:

a. Karsinoma embrional : sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada usia 20-30 tahun

dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat dan menyebar ke paru-paru dan hati.

b. Tumor yolk sac : sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki.

c. Teratoma : sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-

laki.

d. Koriokarsinoma.

e. Tumor sel stroma : tumor yang terdiri dari sel-sel Leydig, sel Sertoli dan sel

granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis. Tumor bisa

menghasilkan hormon estradiol, yang bisa menyebabkan salah satu gejala kanker

testis, yaitu ginekomastia.

Gejala13

1. Testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)

2. Benjolan atau pembengkakan pada salah satu atau kedua testis

3. Nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah

4. Ginekomastia

5. Rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis atau skrotum terasa berat.

6. Tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali.

Diagnosis13

14

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan

lainnya yang biasa dilakukan:

1. USG skrotum

2. Pemeriksaan darah untuk petanda tumor AFP (alfa fetoprotein), HCG (human chorionic

gonadotrophin) dan LDH (lactic dehydrogenase).Hampir 85% kanker non-seminoma

menunjukkan peningkatan kadar AFP atau beta HCG.

3. Rontgen dada (untuk mengetahui penyebaran kanker ke paru-paru)

4. CT scan perut (untuk mengetahui penyebaran kanker ke organ perut)

5. Biopsi jaringan.

Penatalaksanaan13

Pengobatan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit. Setelah tumor

ditemukan, langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan jenis sel tumornya.

Selanjutnya ditentukan stadiumnya:

1. Stadium I : tumor belum menyebar ke luar testis

2. Stadium II : tumor telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut

3. Stadium III : tumor telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke hati

atau paru-paru.

Ada 4 macam pengobatan yang bisa digunakan:

1. Pembedahan : pengangkatan testis (orkiektomi dan pengangkatan kelenjar getah bening

(limfadenektomi)

2. Terapi penyinaran : menggunakan sinar X dosis tinggi atau sinar energi tinggi lainnya,

seringkali dilakukan setelah limfadenektomi pada tumor non-seminoma.Juga digunakan

sebagai pengobatan utama pada seminoma, terutama pada stadium awal.

3. Kemoterapi : digunakan obat-obatan (misalnya cisplastin, bleomycin dan etoposid) untuk

membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi telah meningkatkan angka harapan hidup

penderita tumor non-seminoma.

4. Pencangkokan sumsum tulang : dilakukan jika kemoterapi telah menyebabkan kerusakan

pada sumsum tulang penderita.

Tumor Seminoma :

1. Stadium I diobati dengan orkiektomi dan penyinaran kelenjar getah bening perut

2. Stadium II diobati dengan orkiektomi, penyinaran kelenjar getah bening dan kemoterapi

dengan sisplastin

15

3. Stadium III diobati dengan orkiektomi dan kemoterapi multi-obat.

Tumor Non-Seminoma:

1. Stadium I : diobati dengan orkiektomi dan kemungkinan dilakukan limfadenektomi perut

2. Stadium II : diobati dengan orkiektomi dan limfadenektomi perut, kemungkinan diikuti

dengan kemoterapi

3. Stadium III : diobati dengan kemoterapi dan orkiektomi.

Jika kankernya merupakan kekambuhan dari kanker testis sebelumnya, diberikan kemoterapi

beberapa obat (ifosfamide, cisplastin dan etoposid atau vinblastin).

V. Undesensus Testis14

Definisi

Undescendcus testis (UDT) atau kriptorkismus adalah gangguan perkembangan yang ditandai

dengan gagalnya penurunan salah satu atau kedua testis secara komplit ke dalam skrotum.

Epidemiologi

Insiden UDT pada bayi sangat dipengaruhi oleh umur kehamilan bayi dan tingkat

kematangan atau umur bayi. Pada bayi prematur sekitar 30,3% dan sekitar 3,4% pada bayi

cukup bulan. Bayi dengan berat lahir < 900 gram seluruhnya mengalami UDT, sedangkan

dengan berat lahir < 1800 gram sekitar 68,5 % UDT.

Embriologi dan Penurunan Testis

Pada minggu ke-6 umur kehamilan primordial germ cells mengalami migrasi dari

yolk sac ke-genital ridge, yang kemudian akan berkembang menjadi testis pada minggu ke-7.

Testis yg berisi prekursor sel-sel sertoli besar (yang kelak menjadi tubulus seminiferous dan

sel-sel Leydig kecil) dengan stimulasi FSH yang dihasilkan hipofisis mulai aktif berfungsi

sejak minggu ke-8 kehamilan dengan mengeluarkan MIF (Müllerian Inhibiting Factor), yang

menyebabkan involusi ipsilateral dari duktus mullerian. MIF juga meningkatkan reseptor

androgen pada membran sel Leydig. Pada minggu ke-10-11 kehamilan, akibat stimulasi

chorionic gonadotropin yang dihasilkan plasenta dan LH dari pituitary sel-sel Leydig akan

mensekresi testosteron yang sangat esensial bagi diferensiasi duktus Wolfian menjadi

epididimis, vas deferens, dan vesika seminalis.

Penurunan testis dimulai pada sekitar minggu ke-10. Walaupun mekanismenya

belum diketahui secara pasti, namun para ahli sepakat bahwa terdapat beberapa faktor yang

berperan penting, yakni: faktor endokrin, mekanik (anatomik), dan neural. Terjadi dalam 2

fase yang dimulai sekitar minggu ke-10 kehamilan segera setelah terjadi diferensiasi seksual.

16

Fase transabdominal dan fase inguinoscrotal. Keduanya terjadi dibawah kontrol hormonal

yang berbeda.

Fase transabdominal terjadi antara minggu ke-10 dan 15 kehamilan, di mana testis

mengalami penurunan dari urogenital ridge ke regio inguinal. Hal ini terjadi karena adanya

regresi ligamentum suspensorium cranialis dibawah pengaruh androgen (testosteron), disertai

pemendekan gubernaculum (ligamen yang melekatkan bagian inferior testis ke-segmen

bawah skrotum) di bawah pengaruh MIF. Dengan perkembangan yang cepat dari regio

abdominopelvic maka testis akan terbawa turun ke daerah inguinal anterior. Pada bulan ke-3

kehamilan terbentuk processus vaginalis yang secara bertahap berkembang ke arah skrotum.

Selanjutnya fase ini akan menjadi tidak aktif sampai bulan ke-7 kehamilan.

Fase inguinoscrotal terjadi mulai bulan ke-7 atau minggu ke-28 sampai dengan

minggu ke-35 kehamilan. Testis mengalami penurunan dari regio inguinal ke-dalam skrotum

dibawah pengaruh hormon androgen. Faktor mekanik yang turut berperan pada fase ini

adalah tekanan abdominal yang meningkat yang menyebabkan keluarnya testis dari cavum

abdomen, di samping itu tekanan abdomen akan menyebabkan terbentuknya ujung dari

processus vaginalis melalui canalis inguinalis menuju skrotum. Proses penurunan testis ini

masih bisa berlangsung sampai bayi usia 9-12 bulan.

Gambar 12. Skema penurunan testis menurut Hutson. Antara minggu ke- 8–15 gubernaculum (G)

berkembang pada laki-laki, mendekatkan testis (T) ke-inguinal. Ligamentum suspensorium cranialis

(CSL) mengalami regresi. Migrasi gubernaculum ke-skrotum terjadi pada minggu ke- 28-35. B:

Peranan gubernaculum dan CSL pada diferensiasi seksual rodent. Pada jantan CSL mengalami regresi

dan gubernaculum mengalami perkembangan; sebaliknya pada betina CSL menetap, dan

gubernaculum menipis dan memanjang.

17

Etiologi

A Androgen deficiency/blockade Pituitary/placental gonadotropin deficiency Gonadal dysgenesis Androgen sythesis defect (rare) Androgen receptor defect (rare)

B Mechanical anomalies Prune belly syndrome (bladder blocks inguinal canal) Posterior urethral valves(bladder blocks inguinal canal) Abdominal wall defects (low abdominal pressure/gubernacular rupture) Chromosomal/malformation syndrome (? Connective tissue defect block migration)

C Neurological anomalies Myelomeningocele (GNF dysplasia) GFN/CGRP anomalies

D Aquired anomalies Cerebral palsy (cremaster spasticity) Ascending/retractile testes (? Fibrous remnant of processus vaginalis)

Tabel 1. Berbagai kemungkinan penyebab UDT

Klasifikasi

Terdapat 3 tipe UDT :

1. UDT sesungguhnya (true undescended): testis mengalami penurunan parsial melalui jalur

yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba

(impalpable).

2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunan yang normal.

3. Testis retractile: testis dapat diraba/dibawa ke dasar skrotum tetapi akibat refleks

kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke kanalis inguinalis, bukan termasuk

UDT yang sebenarnya.

Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis, menjadi:

abdominal, inguinal, dan suprascrotal.

Gambar 13. Kemungkinan lokasi testis pada true UDT dan ektopik testis

18

Gliding testis atau sliding testis adalah istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis

dapat dimanipulasi hingga bagian atas skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan

dilepaskan. Gliding testis harus dibedakan dengan testis yang retraktil, gliding testis terjadi

akibat tidak adanya gubernaculum attachment, dan mempunyai processus vaginalis yang

lebar sehingga testis sangat mobile dan meningkatkan risiko terjadinya torsi. Dengan

melakukan overstrecht selama + 1 menit pada saat pemeriksaan fisik (untuk melumpuhkan

refleks cremaster), testis yang retraktil akan menetap di dalam skrotum, sedangkan gliding

testis akan tetap kembali ke kanalis inguinalis.

Diagnosis

Anamnesis

Pada anamnesis harus digali tentang prematuritas penderita, penggunaan obat-obatan

saat ibu hamil (estrogen), riwayat operasi inguinal dan harus dipastikan apakah sebelumnya

testis pernah teraba di skrotum pada saat lahir atau tahun pertama kehidupan (testis retractile

akibat refleks cremaster yang berlebihan sering terjadi pada umur 4-6 tahun).

Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak, dan pada anak yang lebih besar

bisa ditanyakan ada tidaknya gangguan penciuman (biasanya penderita tidak menyadari).

Riwayat keluarga tentang UDT, infertilitas, kelainan bawaan genitalia, dan kematian

neonatal.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan testis sebaiknya dilakukan pada posisi terlentang dengan ”frog leg position”

dan jongkok. Dengan 2 tangan yang hangat, menggunakan jelly atau sabun, dimulai dari

SIAS menyusuri kanalis inguinalis ke arah medial dan skrotum. Bila teraba testis harus

dicoba untuk diarahkan ke skrotum, dengan kombinasi ”menyapu” dan ”menarik” terkadang

testis dapat didorong ke dalam skrotum. Dengan mempertahankan posisi testis di dalam

skrotum selama 1 menit, otot-otot cremaster diharapkan akan mengalami ”fatigue”; bila

testis dapat bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis yang retractile sedangkan pada

UDT akan segera kembali begitu testis dilepas. Tentukan lokasi, ukuran dan tekstur testis.

Gambar 14.. Teknik pemeriksaan testis. A: Menyusuri kanalis inguinalis dimulai dari SIAS. B&C:

Bila teraba testis, ‘menggiring ‘ testis dengan ujung-ujung jari. D: Memanipulasi ke-dalam skrotum.

19

Testis yang atrofi atau vanishing testis dapat dijumpai pada jalur penurunan yang

normal. Kemungkinan etiologinya adalah iskemia masa neonatal akibat torsi. Testis kontra

lateralnya biasanya mengalami hipertrofi.

Lokasi UDT tersering terdapat pada kanalis inguinalis (72%), diikuti supraskrotal

(20%), dan intra-abdomen (8%). Sehingga pemeriksaan fisik yang baik akan dapat

menentukan lokasi UDT tersebut.

Berikut adalah berapa petanda klinis pada UDT bilateral tidak teraba testis yang dapat

dipakai pegangan untuk menentukan kemungkinan penyebab pada pemeriksaaan fisik.

Tanda Klinis Penyerta Kemungkinan Penyebab

Tanpa kelainan lain Simple UDT, anorchia, female pseudo-hermaphroditsm

Mikro penis dengan atau tanpa hipospadia

Gangguan sintesis androgen partial atau Androgen insensitivity syndrome

Anosmia dan mikro penis Sindrom Kallmann

Gangguan intelektual atau dismorfik Sindrom tertentu

Mikro penis dan defek midline Defisiensi gonadotropin

Mikro penis dan hipoglikemi neonatal Multiple pituitary hormone deficiency

Perawakan tinggi (testis mungkin teraba di inguinal, kecil dan padat)

Sindrom Klinefelter

Tabel 2. Interpretasi beberapa petanda klinis yang menyertai UDT bilateral tidak teraba testis

Pemeriksaan Laboratorium

Pada anak dengan UDT unilateral tidak memerlukan pemeriksaan laboratorium lebih

lanjut.3 Sedangkan pada UDT bilateral tidak teraba testis dengan disertai hipospadia dan

virilisasi, diperlukan pemeriksaan analisis kromosom dan hormonal (yang terpenting adalah

17-hydroxyprogesterone) untuk menyingkirkan kemungkinan intersex. Setelah

menyingkirkan kemungkinan intersex, pada penderita UDT bilateral dengan usia < 3 bulan

dan tidak teraba testis, pemeriksaan LH, FSH, dan testosteron akan dapat membantu

menentukan apakah terdapat testis atau tidak. Bila umur telah mencapai di atas 3 bulan

pemeriksaan hormonal tersebut harus dilakukan dengan melakukan stimulasi test

menggunakan hCG (human chorionic gonadotropin hormone). Ketiadaan peningkatan kadar

testosteron disertai peningkatan LH/FSH setelah dilakukan stimulasi mengindikasikan

anorchia.

Prinsip stimulasi test dengan hCG atau hCG test adalah mengukur kadar hormon

testosteron pada keadaan basal dan 24-48 jam setelah stimulasi. Pada bayi, respon normal

setelah hCG test bervariasi antara 2-10x bahkan 20x. Pada masa kanak-kanak,

peningkatannya sekitar 5-10x. Sedangkan pada masa pubertas, dengan meningkatnya kadar

testosteron basal, maka peningkatan setelah stimulasi hCG hanya sekitar 2-3x.

Pemeriksaan Pencitraan

20

USG hanya dapat membantu menentukan lokasi testis terutama di daerah inguinal, di mana

hal ini akan mudah sekali dilakukan perabaan dengan tangan. CT scan dan MRI mempunyai

ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan USG terutama diperuntukkan testis intraabdomen

(tak teraba testis dan tidak dapat dideteksi dengan USG). MRI mempunyai sensitifitas yang

lebih baik untuk digunakan pada anak-anak yang lebih besar (belasan tahun). MRI juga dapat

mendeteksi kecurigaan keganasan testis. Baik USG, CT scan maupun MRI tidak dapat

dipakai untuk mendeteksi vanishing testis ataupun anorchia.

Terapi

Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil risiko

terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis ke dalam skrotum baik

dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).

1. Terapi Hormonal

Hormon yang biasa digunakan adalah hCG, gonadotropin-releasing hormone

(GnRH) atau LH-releasing hormone (LHRH). Hormon hCG mempunyai kerja mirip LH

yang dihasilkan pituitary, yang akan merangsang sel Leydig menghasilkan androgen.

Cara kerja peningkatan androgen pada penurunan testis belum diketahui pasti, tapi

diduga mempunyai efek pada cord testis atau otot cremaster. hCG diberikan dengan dosis

250 IU untuk bayi < 12 bulan, 500 IU untuk umur 1-6 tahun, dan 1.000 IU untuk umur >

6 tahun, masing masing kelompok umur diberikan 2x seminggu selama 5 minggu.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan terapi adalah makin distal lokasi testis

makin tinggi keberhasilannya, makin tua usia anak makin respon terhadap terapi

hormonal, UDT bilateral lebih responsif terhadap terapi hormonal daripada unilateral.

2. Terapi Pembedahan

Apabila hormonal telah gagal, terapi standar pembedahan untuk kasus UDT adalah

orchiopexy. Mengingat 75 % kasus UDT akan mengalami penurunan testis spontan

sampai umur 1 tahun, maka pembedahan biasanya dilakukan setelah umur 1 tahun.

Pertimbangan lain adalah setelah 1 tahun akan terjadi perubahan morfologis degeneratif

testis yang dapat meningkatkan risiko infertilitas. Keberhasilan orchyopexy berkisar 67-

100 % bergantung pada umur penderita, ukuran testis, contralateral testis, dan

keterampilan ahli bedah.

21

Gambar 15. Algoritma penatalaksanaan UDT pada anak

Komplikasi

1. Risiko Keganasan

Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya, testis abdominal

mempunyai risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal. Orchiopexi

sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan lebih mudah

melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan orchiopexy.

2. Infertilitas

Komplikasi infertilitas ini berkaitan dengan terjadinya degenerasi pada UDT.

Biopsi pada anak-anak dan binatang coba UDT menunjukkan adanya penurunan volume

testis, jumlah germ cells dan spermatogonia dibandingkan dengan testis yang normal.

Biopsi testis pada anak dengan UDT unilateral yang dilakukan sebelum umur 1 tahun

menunjukkan gambaran yang tidak berbeda bermakna dengan testis yang normal.

Perubahan gambaran histologis yang bermakna mulai tampak setelah umur 1 tahun,

semakin memburuk dengan bertambahnya umur. Tidak seperti risiko keganasan,

penurunan testis lebih dini akan mencegah proses degenerasi lebih lanjut.

22

BAB III

KESIMPULAN

Kelainan pada skrotum maupun testis yang didapatkan secara dini (bayi maupun anak-

anak), jika tidak ditangani secara cepat akan dapat mengganggu fungsi reproduksi, seperti

infertilitas, disfungsi ereksi, maupun kematian jaringan testis. Hal ini dapat dicegah dengan

meningkatkan pengetahuan dokter dalam praktik sehari-hari untuk dapat mengenali kelainan-

kelainan tersebut sehingga bisa mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.

Pada kasus hidrokel, penumpukan cairan pada tunika vaginalis dapat diketahui dengan

adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri, konsistensi kistik, dan pada pemeriksaan

transiluminasi menunjukkan adanya transiluminasi. Hidrokel yang cukup besar bisa menekan

pembuluh darah yang menuju ke testis sehingga menimbulkan atrofi testis. Penatalaksanaannya

ialah dilakukan operasi dengan pendekatan inguinal.

Pada kasus torsio testis, funikulus spermatikus yang terpuntir dapat mengakibatkan

gangguan vaskulariasi dari testis yang berakhir pada keadaan nekrosis testis. Torsio testis dapat

diketahui dari keluhan nyeri hebat tiba-tiba pada skrotum, dan pada pemeriksaan ditemukan testis

membesar, hiperemis, Deming’s sign, Angell’s sign, dan Phren’s sign. Penatalaksanaan dari

torsio testis ialah dapat dilakukan detorsi atau reposisi manual dan eksplorasi atau dengan cara

pembedahan.

Pada kasus orchitis, peradangan pada salah satu atau kedua testis dapat diketahui dengan

adanya demam, skrotum dan testis bengkak, teraba lunak, dan terasa nyeri. Terapi yang diberikan

disesuaikan dengan penyebab, jika karena bakteri, diberikan antibiotik selama 7-14 hari, obat

pereda nyeri, dan anti radang. Sedangkan jika diakibatkan karena virus, dilakukan tirah baring

dan obat pereda nyeri.

Tumor testis, yang sering terjadi pada usia 15-40 tahun, dapat dicurigai jika ditemukan

benjolan pada salah satu atau kedua testis, testis membesar atau teraba aneh, rasa tidak nyaman

pada testis, dan nyeri tumpul di punggung atau perut bagian bawah. Dalam hal ini dapat

dilakukan pemeriksaan penunjang terhadap penanda tumor testis; AFP, HCG, dan LDH.

Pengobatan dilakukan tergantung kepada jenis, stadium dan beratnya penyakit.

Pada kasus undescensus testis (kriptorkismus), di mana testis gagal untuk turun secara

komplit ke dalam skrotum, pada pemeriksaan, dapat ditentukan dengan menyusuri kanalis

inguinalis dari SIAS sampai ke skrotum dan mengarahkan testis yang teraba masuk ke dalam

skrotum dan dipertahankan 1 menit. Bila testis bertahan di dalam skrotum, menunjukkan testis

retractile, sedangkan pada UDT testis akan segera kembali. Penatalaksanaan ditujukan untuk

memperkecil risiko terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis ke

dalam skrotum dengan terapi hormonal ataupun cara pembedahan (orchiopexy).

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Unknown. Sistem reproduksi pria. Accessed September 24th, 2011. Available from

http://medicastore.com/penyakit/872/Sistem_Reproduksi_Pria.html

2. Sohibul himam. Makalah tentang termoregulasi pada testis. 2008. Accessed September 20th,

2011. Available from http://www.docstoc.com/docs/32207716/UNIVERSITAS-

BRAWIJAYA

3. Unknown. Skrotum. Accessed September 20th, 2011. Available from

http://id.wikipedia.org/wiki/Skrotum

4. R. Putz dan R. Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta jilid 2. Edisi 21. Jakarta : EGC. 2003.

5. Unknown. Hidrokel. Last updated June 22 2008. Accessed September 20 th, 2011. Available

from http://bedahurologi.wordpress.com/2008/06/22/hidrokel/

6. Unknown. Hydrocele. Accessed September 21th, 2011. Available from

http://medicaltrue.com/hydrocele

7. Unknown. Torsio testis. Accessed September 21th, 2011. Available from

http://medicom.blogdetik.com/2009/03/07/torsio-testis/

8. Unknown. Tortio testis. Accessed September 20th, 2011. Updated June 21, 2008. Available

from http://bedahurologi.wordpress.com/2008/06/21/tortio-testis/

9. Krishna Kumar Govindarajan. Pediatric testicular torsion. Updated August 22, 2011.

Accessed September 25th, 2011. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/438817-overview#showall

10. Edward David Kim. Testicular torsion. Updated September 24, 2010. Accessed September

26th, 2011. Available from http://emedicine.medscape.com/article/2035074-overview

11. Unknown. Orkitis. Accessed September 10th, 2011. Available from

http://medicastore.com/penyakit/910/Orkitis.html

12. Unknown. Epididymo-orchitis and orchitis. Accessed September 21th, 2011. Available from

http://findmeacure.com/2011/04/22/epididymo-orchitis-and-orchitis/m8650061/

13. Unknown. Gejala-gejala kanker testis (buah zakar). Accessed September 20 th, 2011.

Available from http://www.spesialis.info/?gejala-gejala-kanker-testis-(buah-zakar),345

14. Faizy Muhammad dan EP Nety. Penatalaksanaan undescendcus testis pada anak. Updated

February 2nd, 2006. Accessed September 15th, 2011. Available from

www.pediatrik.com/pkb/20060220-g2wryu-pkb.pdf.

24