kelainan refraksi

39
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................... ..............................................i DAFTAR ISI...................................................... ......................................................... ii DAFTAR GAMBAR................................................... ..............................................iii BAB I PENDAHULUAN.............................................. .........................................1 BAB II PRESENTASI KASUS.................................................... ....................4 2.1 Identitas Pasien................................................... ............................4 2.2 Keadaan Umum..................................................... .........................4 2.3 Anamnesa................................................. ......................................4 1

Upload: astiuki

Post on 26-Jul-2015

231 views

Category:

Health & Medicine


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kelainan Refraksi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................iDAFTAR ISI...............................................................................................................iiDAFTAR GAMBAR.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

BAB II PRESENTASI KASUS........................................................................42.1 Identitas Pasien...............................................................................42.2 Keadaan Umum..............................................................................42.3 Anamnesa.......................................................................................42.4 Status Oftalmologis.........................................................................52.5 Diagnosis.........................................................................................62.6 Penatalaksanaan.............................................................................62.7 Prognosis........................................................................................6

BAB III TINJAUAN PUSTAKA......................................................................73.1 Anatomi dan Fisiologi Mata............................................................73.2 Visus..............................................................................................133.3 Kelainan Refraksi.........................................................................143.4 Miopia............................................................................................143.5 Hipermetropia...............................................................................163.6 Presbiopia......................................................................................183.7 Astigmatisma.................................................................................19

BAB IV KESIMPULAN..................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................24

1

Page 2: Kelainan Refraksi

2

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Anatomi Mata................................................................................8

Gambat 3.2 Bayangan Pada Mata Miopia.......................................................16

Gambar 3.3 Bayangan Pada Mata Hipermetropia............................................17

Gambar 3.4 Bayangan Pada Mata Astigmatisma.............................................20

Page 3: Kelainan Refraksi

3

BAB IPENDAHULUAN

Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering

terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

dunia. Tiga kelainan refraksi yang paling sering dijumpai yaitu miopia,

hipermetropia, dan astigmatisma. Jenis kelainan refraksi yang keempat yaitu

presbiopia. (1) Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama

pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir

25% dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa. (2)

Berdasarkan data dari WHO pada 2004 prevalensi kelainan refraksi pada

umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%). (3) Dari data tersebut ditemukan

bahwa kelainan yang timbul akibat kelainan refraksi yang tidak di koreksi. Melihat

situasi yang ada WHO merekomendasikan untuk dilakukannya skrining penglihatan

dan pelayanan kesehatan yang ditujukan bagi anak sekolah. (4)

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina,

dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga

menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi

dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus.

Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan

lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.

Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia.

World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang yang

menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan

gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab kebutaan

global) mengalami kebutaan. Angka kebutaan anak di dunia masih belum jelas,

namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak, dan 500.000

kasus baru terjadi tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak ini meninggal beberapa

Page 4: Kelainan Refraksi

4

bulan setelah mengalami kebutaan. Penyebab kebutaan pada anak sangat bervariasi

pada tiap negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat satu anak menjadi buta dan

hampir setengahnya berada di Asia Tenggara. (5)

Angka kebutaan di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia. Bahkan

kondisi kebutaan di Indonesia merupakan yang terburuk di Asia dan ASEAN. Hingga

saat ini, sekitar 3,1 juta (1,5%) penduduk Indonesia mengalami kebutaan. Angka

tersebut lebih tinggi dibandingkan negara-negara miskin, seperti Bangladesh,

Maladewa, Bhutan, Nepal, dan Myanmar. Angka kebutaan negara lain di kawasan

Asia yang cukup tinggi antara lain Bangladesh (1,0%), India (0,7%), dan Thailand

(0,3%). (6)

Berdasarkan hasil survei Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-

1996 yang dilakukan di delapan provinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di

Indonesia sebesar 1,5 persen dengan penyebabnya katarak 0,78%, glaukoma 0,20%,

kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan kornea 0,10%, dan oleh

penyebab lain 0,15%. Kebutaan pada anak di Indonesia sebesar 0,6 per 1000 anak. (6)

Menurut Sirlan F dkk (2009) di Jawa Barat, hasil survei menunjukkan

prevalensi kebutaan sebesar 3,6%; dengan angka kelainan refraksi sebesar 2,8%,

namun tidak ditemukan data untuk anak usia 3-6 tahun. Di Makassar, angka kebutaan

dan kelainan mata pada anak belum pernah dilaporkan sebelumnya.

Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) di Indonesia (2007) menunjukkan

angka kebutaan sebesar 0,9%. Dengan angka tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan

(2,6%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur (0,3%).

Ciner dkk tahun 1998 menyatakan, kelainan refraksi berada di urutan ke

empat kelainan terbanyak pada anak, dan merupakan penyebab utama kecacatan pada

anak. Pada anak usia 3-6 tahun, ambliopia, dan faktor resiko ambliopia seperti

strabismus, dan kelainan refraksi yang signifikan merupakan kelainan penglihatan

dengan prevalensi terbanyak (7)

Di Indonesia, gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi dengan

prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah yang cukup serius. Sementara 10%

dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun) menderita kelainan refraksi. Sampai saat

Page 5: Kelainan Refraksi

5

ini angka pemakaian kacamata koreksi masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari

prevalensi. Apabila keadaan ini tidak ditangani secara menyeluruh, akan terus

berdampak negatif terhadap perkembangan kecerdasan anak dan proses

pembelajarannya, yang selanjutnya juga mempengaruhi mutu, kreativitas, dan

produktivitas angkatan kerja (15-55 tahun), yang diperkirakan berjumlah 95 juta

orang sesuai data BPS tahun 2000. (6)

Page 6: Kelainan Refraksi

6

BAB II

PRESENTASI KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Nn.Umul Arifa

Umur : 10 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

No. CM : 103-36-47

Alamat ` : Kuta Baro

Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Pemeriksaan : 7 Januari 2015

2.2 Keadaan Umum

Kesadaran : Kompos Mentis

2.3 Anamnesa

Keluhan Utama

Pandangan mata kanan kabur saat melihat dari kejauhan

Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang dengan keluhan pandangan dikedua mata kabur dan sulit

melihat dari kejauhan. Pasien mengeluhkan hal tersebut sejak kelas 4

SD. Awalnya pasien mengeluhkan pusing saat membaca dan kerap

kali memicingkan mata saat membaca. Menurut ibu pasien, disekolah

pasien tidak bisa menggambarkan garis lurus. Beberapa bulan yang

lalu pasien pernah dibawa ke poli mata oleh ibunya untuk berobat dan

kemudian diberikan kacamata. Namun pasien jarang menggunakan

kacamata tersebut. Saat ini jika pasien memakai kacamata tersebut,

pasien merasa sangat pusing dan kesulitan dalam melihat serta

membaca.

Page 7: Kelainan Refraksi

7

Riwayat Penyakit Dahulu

Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Kakak pasien mengalami keluhan yang sama dengan pasien dan saat

ini menggunakan kacamata.

Riwayat Penggunaan Obat

Disangkal

Riwayat Kebiasaan Sosial

Dirumah pasien sering sekali menonton televisi dalam jarak dekat,

membaca dengan pencahayaan yang redup dan sering bermain

komputer serta tablet dalam waktu yang lama.

2.4 Status Oftalmologis

OD Pemeriksaan OS

5/60

-1,50

-3,00

Visus

Spheris

Cylindris

5/60

-2,00

-2,50

Hirschberg

Gerakan Bola Mata

Dalam batas normal Palpebra Dalam batas normal

Page 8: Kelainan Refraksi

8

Hiperemis (-) Konjungtiva Bulbi Hiperemis (-)

Hiperemis (-) Konjungtiva Tarsal Hiperemis (-)

Jernih Kornea Jernih

Dalam COA Dalam

Bulat, isokor, RCL (+),

RCTL (+)Iris/ Pupil

Bulat, isokor, RCL

(+), RCTL (+)

Jernih (+), Keruh (-) Lensa Jernih (+), Keruh (-)

Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan status oftalmologis

2.5 Diagnosis :

Astigmatisma miopikus kompositus ODS

2.6 Penatalaksanaan :

a. Diberikan Kaca mata koreksi yang sesuai

b. Medikamentosa

c. Edukasi

-Diberikan edukasi kepada pasien untuk rutin menggunakan

kacamata

-Edukasi ibu untuk memperhatikan pola kebiasaan anak dalam

melakukan aktivitas sehari-hari

2.7 Prognosis

Quo ad Vital : bonam

Quo ad Functionam : bonam

Quo ad Sanactionam : bonam

Page 9: Kelainan Refraksi

9

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan fisiologi Mata

Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat

tambahan (otot-otot) di sekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus

Occuli yang terdiri dari Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan,

yaitu : 1. Tunika Fibrosa (lapisan luar), terdiri dari kornea dan sclera 2. Tunika

Vasculosa (lapisan tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari

chorioidea, corpus ciliaris, dan iris yang mengandung pigmen dengan musculus

dilatator pupillae dan musculus spchinter pupillae. Tunika Nervosa (lapisan paling

dalam), yang mengandung reseptor teridir dari dua lapisan, yaitu : Stratum Pigmentid

dan Retina (dibedakan atas Pars Coeca yang meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris;

Pars Optica yang berfungsi menerima rangsang dari conus dan basilus Isi pada

Bulbus Oculli terdiri dari : a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara kornea dan

lensa kristalina, dibelakang dan di depan iris. b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh

Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium Lentis untuk berhubungan dengan

Corpus Ciliaris. c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa

dengan retina.

Page 10: Kelainan Refraksi

10

3.1 Gambar Anatomi Mata

Anatomi mata terdiri dari:

1. Sklera adalah lapisan terluar dari bola mata. Sklera adalah bagian putih

(dan buram) dari bola mata. Otot bertanggung jawab untuk memindahkan

bola mata yang melekat pada bola mata pada sklera.

2. Selaput Bening

Pada bagian depan bola mata, sklera berlanjut ke kornea. Kornea adalah

bagian transparan berbentuk kubah pada bola mata. Sinar cahaya dari

dunia luar pertama melewati kornea sebelum mencapai lensa. Bersama

dengan lensa, kornea bertanggung jawab menfokuskan cahaya pada retina.

3. Koroid

Koroid adalah lapisan tengah bola mata yang terletak antara sklera dan

retina. Ini memberikan nutrisi dan oksigen ke permukaan luar retina.

4. Ruang anterior

Page 11: Kelainan Refraksi

11

Ruang antara kornea dan lensa dikenal sebagai ruang anterior. Itu diisi

dengan cairan yang disebut akueous humor. Ruang anterior juga dikenal

sebagai rongga anterior.

5. Akueous humor

Aqueous humor adalah suatu cairan transparan yang beredar di ruang

anterior. Ini menyediakan oksigen dan nutrisi ke bagian dalam mata dan

memberi tekanan cairan yang membantu mempertahankan bentuk mata.

Pada aqueous humor diproduksi oleh badan siliaris.

6. Ruang posterior

Ruang posterior adalah area yang lebih besar daripada ruang anterior. Hal

ini terletak berlawanan dengan ruang anterior di belakang lensa. Ruang

posterior diisi dengan cairan yang disebut vitreous humor. Ruang posterior

juga disebut sebagai badan Vitreous seperti yang ditunjukkan dalam

diagram di atas – anatomi mata.

7. Vitreous humor

vitreous Humor adalah cairan seperti jeli transparan yang mengisi ruang

posterior. Tekanan cairannya yang membuat lapisan retina ditekan

bersama-sama untuk mempertahankan bentuk mata dan untuk menjaga

fokus yang tajam pada gambar retina.

8. Iris

Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk Iris. Iris adalah

struktur datar, tipis,  berbentuk cincin menempel ke ruang anterior. Ini

adalah bagian yang mengidentifikasi warna mata seseorang. Iris berisi otot

melingkar yang mengelilingi pupil dan otot radial yang memancar ke arah

pupil. Ketika kontraksi otot melingkar mereka membuat pupil lebih kecil,

ketika kontraksi otot radial, mereka yang membuat pupil lebih luas.

9. Otot siliaris

Page 12: Kelainan Refraksi

12

Otot-otot siliaris terletak di dalam korpus siliaris. Ini adalah otot-otot yang

terus-menerus mengubah bentuk lensa untuk penglihatan dekat dan jauh.

Lihat diagram anatomi mata atas.

10. Korpus siliaris

Koroid berlanjut di depan bola mata untuk membentuk badan siliaris. Ini

menghasilkan aqueous humor. Korpus siliaris juga berisi otot-otot siliaris

berkontraksi atau rileks untuk mengubah bentuk lensa.

11. Zonules

Zonule juga dikenal sebagai ligamen suspensorium adalah sebuah cincin

dari serat yang kecil yang memegang lensa tersuspensi di tempat. Ini

menghubungkan lensa ke badan siliaris dan memungkinkan lensa untuk

berubah bentuk.

12. Lensa

Lensa adalah piringan transparan cembung ganda yang terbuat dari protein

yang disebut crystalline. Hal ini terletak tepat di belakang iris dan

memfokuskan cahaya ke retina. Pada manusia, lensa berubah bentuk untuk

penglihatan dekat dan jauh.

13. Pupil

14. Pupil adalah lubang di tengah iris yang terletak di depan lensa. Setiap kali

perlu memasukkan lebih banyak cahaya ke bola mata, otot-otot akan

kontraksi iris seperti diafragma kamera untuk menambah atau mengurangi

ukuran pupil.

15. Retina

Retina adalah lapisan terdalam lapisan bagian belakang bola mata. Ini

adalah bagian peka cahaya mata. Retina berisi fotoreseptor agar

mendeteksi cahaya. Fotoreseptor ini dikenal sebagai cone (sel berbentuk

kerucut) dan rod (sel berbentuk batang). Cone memungkinkan kita untuk

mendeteksi warna sementara rod memungkinkan kita untuk melihat dalam

cahaya yang kurang. Retina terdiri dari sel-sel saraf agar mengirimkan

sinyal dari retina ke otak.

Page 13: Kelainan Refraksi

13

16. Fovea

Fovea adalah depresi kecil pada retina dekat disk optik. Fovea memiliki

konsentrasi tinggi cone. Ini adalah bagian dari retina di mana ketajaman

visual yang terbesar.

17. Saraf optik

Saraf optik terletak di bagian belakang sampai bola mata. Ini berisi akson

dari retina sel ganglion (sel-sel saraf retina) dan mengirimkan impuls dari

retina ke otak.

18. Disk optik

Impuls ditransmisikan ke otak dari bagian belakang ke bola mata pada

disk optik juga disebut bintik buta. Hal ini disebut titik buta karena tidak

mengandung fotoreseptor, maka setiap cahaya yang jatuh di atasnya tidak

akan terdeteksi.

19. Otot mata

Otot-otot mata yang sangat kuat dan efisien, mereka bekerja sama untuk

memindahkan bola mata dalam berbagai arah. Otot-otot utama mata

adalah rektus lateral, rektus medial, rektus superior dan rektus inferior.

20. Arteri sentral dan Vena

Arteri sentral dan vena berjalan melalui pusat saraf optik. Arteri retina

sentral sebagai pemasok sementara vena sentral mengaliri retina. Dalam

diagram di atas – anatomi mata, arteri yang ditampilkan dalam warna

merah sementara vena ditunjukkan dengan warna biru.

21. Saluran air mata

Ini adalah sebuah tabung kecil yang berjalan dari mata ke rongga hidung.

Air mata mengalir dari mata ke hidung melalui saluran air mata.

Reseptor di Mata

Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang).

Conus terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya

kuat dan rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula

Page 14: Kelainan Refraksi

14

dan berguna sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu

dikenal dua mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas),

yaitu :

a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang

hari dan penglihatan warna dengan conus

b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam

hari dengan basilus

Jalannya Impuls di Mata

Manusia apat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh

reseptor pada mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut :

Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya

menuju ke neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang

berbentuk sel mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan

membentuk nervus opticus. Kedua nervus opticus di bawah hypothalamus saling

bersilangan sehingga membentuk chiasma nervus opticus, yaitu neurit-neurit yang

berasal dari sebelah lateral retina tidak bersilangan. Tractus Opticus sebagian berakhir

pada colliculus superior, dan sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang

membentuk neuron baru yang pergi ke korteks pada dinding fissura calcarina melalui

capsula interna. Pada dinding fisura calcarina inilah terdapat pusat penglihatan.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokka ke arah dalam untuk

difokuskan kembali ke sebuah titik peka-cahaya diretina agar dihasilkan suatu

bayangan yang akurat mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya

(refraksi) terjadi ketika berkas berpindah dari satu medium dengan kepadatan

(densitas) tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda.

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan

lainnya misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan

densitas yang lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku).

Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap

sudut selain tegak lurus.

Page 15: Kelainan Refraksi

15

Dua faktor penting dalam refraksi: densitas komparatif antara 2 media

(semakin besar perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut

jatuhnya berkas cahaya di medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar

pembiasan). Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata

adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea, struktur pertama yang dilalui cahaya

sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar dalam refraktif total karena

perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan

refraksi kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah

berubah. Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah

kelengkungan sesuai keperluan untuk melihat dekat atau jauh.

Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya

terfokus diretina agar penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum

bayangan mencapai retina atau belum terfokus sebelum mencapai retina, bayangan

tersebut tampak kabur. Berkas-berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya

yang terletak lebih dari 6 meter (20kaki)

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan

jarak yang lebih besar dibelakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber

cahaya jauh, karena berkas dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu

mencapai mata. Untuk mata tertentu, jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk

membwa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus diretina (dalam jarak yang sama),

harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kekuatan lensa dapat

disesuaikan melalui proses akomodasi.

3.2 Visus

Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina

kemudian diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat

dengan baik perlu ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah yang disebut

visus. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan visus adalah :

Page 16: Kelainan Refraksi

16

a. Sifat fisis mata, yang meliputi ada tidaknya aberasi (kegagalan sinar

untuk berkonvergensi atau bertemu di satu titik fokus setelah melewati

suatu sistem optik), besarnya pupil, komposisi cahaya, fiksasi objek, dan

mekanisme akomodasinya dengan elastisitas musculus ciliarisnya yang

dapat menyebabkan ametropia

b. Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda

yang berwarna komplemennya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat,

dan intensitas cahaya.

c. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil

minimum separable (jarak terkecil antara garis yang masih terpisah).

3.3 Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi mata adalah suatu keadaan dimana bayangan tegas tidak

dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak

terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia,

hipermetropia, dan astigmatisma.

3.4 Miopia

3.4.1 Definisi

Miopia atau rabun jauh adalah suatu kelainan refraksi pada mata dimana

bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi.

Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu

objek yang masuk pada mata akan jatuh di depan retina.

Miopia disebut sebagai rabun jauh, akibat ketidak mampuan untuk melihat

jauh, akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia adalah kelainan

refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat (tanpa

akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina

Page 17: Kelainan Refraksi

17

3.4.2 Etiologi

Miopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka

retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :

- axis terlalu panjang

- kekuatan refraksi

-lensa terlalu kuat

Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat

untuk panjangnya bola mata akibat :

1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang

lebih panjang, bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial

2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung

atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia

kurvatura/refraktif

3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus.

Kondisi ini disebut miopia indeks

4. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya: posisi lensa lebih ke anterior,

misalnya pasca operasi glaukoma

Beratnya miopia dapat di klasifikasikan sebagai berikut : (1) Miopia ringan <

-2.00 dipotri, (2) Miopia sedang -2.00 hingga -6.00 dioptri, (3) Miopia berat -6.00

hingga -9.00 dioptri, (4) Miopia sangat berat > -9.00 dioptri. Miopia dapat diobati

dengan menggunakan lensa negatif atau biasa juga disebut lensa konkaf / divergen.

3.4.3 Gejala Klinis

Gejala klinis miopia adalah sebagai berikut:

1. Gejala utamanya kabur melihat jauh

2. Sakit kepala (jarang)

Page 18: Kelainan Refraksi

18

3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh (untuk mendapatkan efek

pinhole), dan selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda pada mata

4. Suka membaca, apakah hal ini disebabkan kemudahan membaca dekat masih

belum diketahui dengan pasti.

Gambar 3.2 Bayangan Pada Mata Miopia

3.5 Hipermetropia

3.5.1 Definisi

Hipermetropia atau far-sightedness adalah suatu kelainan refraksi daripada

mata dimana sinar-sinar yang berjalan sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi

dibiaskan di belakang retina. Untuk mengoreksinya dipakai lensa positif atau konveks

/ konvergen.

3.5.2 Etiologi

Hipermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomo- dasi akan

memusat di belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh :

- axis bola mata terlalu Pendek

Page 19: Kelainan Refraksi

19

- kekuatan refraksi lensa kurang kuat

3.5.3 Patofisiologi

Ada 3 patofisiologi ut ama hipermetropia, yaitu:

a. Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari

Normal

b. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari

normal

c. Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal

Gambar 3.3 Bayangan Pada Mata Hipermetropia

3.5.4 Gejala Klinis

Gejala klinis hipermetropia adalah sebagai berikut:

a. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,

hipermetropia pada orang tua dimana amplitude akomodasi menurun

b. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang

terang atau penerangan kurang

Page 20: Kelainan Refraksi

20

c. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata

yang lama dan membaca dekat

d. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif=eye strain) terutama bila

melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas dalam waktu

yang lama, misalnya menonton TV, dll

e. Mata sensitif terhadap sinar

f. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia

g. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti oleh

konvergensi yang berlebihan pula

3.6 Presbiopia

3.6.1 Definisi

Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan

fleksibilitasnya sehingga membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat.

Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya

kemampuan akomodasi mata sesuai dengan meningkatnya usia.

Makin berktambahnya usia maka setiap lensa akan mengalami kemunduran

kemampuan untuk mencembung. Berkurangnya kemampuan mencembung ini akan

memberikan kesukaran melihat dekat, sedang untuk melihat jauh tetap normal.

3.6.2 Etiologi

Presbiopia dapat disebabkan oleh karena :

a. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut

b. Kelemahan otot-otot akomodasi

c. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat

kekakuan lensa

3.6.3 Patofisisologi

Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi

mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan

Page 21: Kelainan Refraksi

21

kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meingkatnya umur maka lensa

menjadi lebih keras dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan

demikian kemampuan melihat berkurang.

3.6.4 Manifestasi Klinik

a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus/ kecil

b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering pedih. Bisa juga

disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama

c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak

kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin menjauh)

d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat terutama malam hari

e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

f. Sulit membedakan warna

3.7 Astigmatisma

Astigmatisma adalah suatu keadaan dimana sinar yang sejajar tidak dibiaskan

dengan kekuatan yang sama pada seluruh bidang pembiasan sehingga fokus pada

retina tidak pada satu titik Ada dua jenis astigmatisma, yaitu astigmatisma regular dan

astigmatisma irregular. Astigmatisma regular dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

(1) Simple astigmatism, (2) Compound astigmatism, (3) Mixed astigmatism.

Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasa-nya

disebabkan oleh kornea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa

yang berbentuk bujur.

3.7.1 Etiologi

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:

a. Adanya kelaian kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media

refrakta yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea,

yaitu mencapai 80% sampai dengan 90% dari astigmatisma, sedangkan media

lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi

Page 22: Kelainan Refraksi

22

karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa pemendekan atau

pemanjangan diameter anterior posterior bola mata. Perubahan lengkung

permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital, kecelakaan, luka

atau parut dikornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.

b. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan lensa. Semakin

bertambah umur sesorang, maka kekuatan akomodasi pada lensa kristalin juga

semakin berkurang dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami

kekeruhan yang dapat menyebabkan astigmatisma.

c. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada post keratoplasty

d. Trauma pada kornea

e. Tumor

Gambar 3.4 Bayangan Pada Mata Astigmatisma

Page 23: Kelainan Refraksi

23

3.7.2 Klasifikasi

a. Astigmatisma Miopia simpleks

Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B

berada tepat pada retina (dimana titik A adalah fokus dari daya bias

terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola

ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl –Y atau

Sph –X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

b. Astigmatisma Hiperopia simpleks

Astigmatisma jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B

berada di belakang retina.

a. Astigmatisma Miopia Kompositus

Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B

berada di antara titik A dan retina. Pola pikiran lensa koreksi astigmatisme

jenis ini adalah Sph –X Cyl -Y

b. Astigmatisma Hiperopia Kompositus

Astigmatisma jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedangkan titik A

berada diantara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma

jenis ini adalah Sph +X Cyl +Y

e. Astigmatisma Mixtus

Astigmatisma jenis ini, titik A berada didepan retina, sedangkan titik B

berada dibelakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisma jenis ini

adalah Sph +X Cyl –Y, atau Sph –X Cyl +Y dimana ukuran tersebut tidak

dapat ditransposisi hingga nilai X menjadi nol, atau notasi X dan Y

menjadi sama-sama (-) atau (+).

Page 24: Kelainan Refraksi

24

3.7.3 Gejala Klinis.

Astigmatisma mempunyai gejala klinis sebagai berikut:

a. Pengelihatan kabur atau terjadi distorsi

b. Pengelihatan mendua atau berbayang- bayang

c. Nyeri kepala

d. Nyeri pada mata

3.7.4 Tatalaksana

1. Medikamentosa

2. Kacamata Koreksi

3. Pembedahan

Page 25: Kelainan Refraksi

25

BAB IV

KESIMPULAN

Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering

terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

dunia. Kelainan refraksi terdiri dari 4 jenis yaitu miopia, hipermetropia, presbiopia

dan astigmatisma. Masing-masing dari jenis kelainan tersebut dapat dikoreksi

menggunakan kacamata dengan lensa yang berbeda-beda.

Secara patofisiologi kelainan refraksi adalah adalah keadaan bayangan tegas

tidak dibentuk pada retina, dimana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan

pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat

pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak

pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan

kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang

sumbu bola mata. Prognosis pada pasien dengan kelainan refraksi tergantung kepada

sebera parah kelaian refraksi yang dialami pasien tersebut.

Page 26: Kelainan Refraksi

26

DAFTAR PUSTAKA

x

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata Jakarta: Balai penerbit FK UI; 2012.

2. Ariestanti H, Dewayani P. Characteristic of patients with refractive disorder at eye clinic hospital. Bali Medical Journal. 2012 Desember; 3(1).

3. Resnikof S. Global Data on Visual Impairment in the Year. Bulletin of The world Health Organization. 2002; 82(11).

4. S V, MF C, R S. Prevalence of Visual Impairment inThe United State. JAMA. 2006; 295.

5. Journal cEH. http://www.cehjournal.org/files. [Online].; 2007 [cited 2015 Januari 7.

6. RI D. survei morbiditas mata dan kebutaan di 8 propinsi. , Ditjen Binkesmas; 1988.

7. Ciner E DVSPADCLd. A survey of vision screening policy. Survey of Ophtalmology. 2005.

x