pleno batuk berdahak
DESCRIPTION
batuk berdahakTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sistem dalam tubuh manusia ada 10 macam, salah satu diantaranyaadalah sistem
pernapasan.Fungsi sistem pernapasan adalah mengambil oksigendari atmosfer kedalam
sel-sel tubuh dan untuk mentransport karbondioksidayang dihasilkan oleh se-sel tubuh
kembali ke atmosfer.Udara masuk danmenetap dalam sistem pernapasan dan masuk
dalam pernapasan otot, sehinggatrachea dapat melakukan penyaringan, penghangatan
dan melembabkan udarayang masuk juga melindungi permukaan organ yang lembut.Hantaran
tekananmenghasilkan udara di paru-paru melalui saluran pernapasan atas.
Saluranpernapasan dari atas ke bawah dapat dirinci sebagai berikut : rongga
hidung,faring, laring, trakhae, cabangan bronkus, paru-paru ( bronkiolus dan alveolus ).
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Menjelaskan tentang kelainan-kelainan pada sistem pernafasan bawah diantaranya :
Pneumonia
Tuberkulosis
Faringitis
Laringitis
1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberi penjelasan kepada pembaca
tentang pneumonia yang disebabkan oleh bakteri.
1.4 METODE PENULISAN
Pada makalah ini penulis memakai metode kutipan, yang sumbernya dari berbagai
referensi yang berkaitan dengan materi bahasan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 SKENARIO
LBM II
BATUK BERDAHAK
Seorang mahasiswi berumur 20 tahun datang ke puskesmas diantar oleh ibunya dengan
keluhan sudah hampir 3 minggu ini menderita batuk disertai dahak berwarna kehijauan,
hiperpireksia dan dispneu bila melakukan aktifitas sedang.Hasil pemeriksaan fisik, dokter
menemukan hemitoraks sinistra yaitu fremitus meningkat, perkusi redup dan pada auskultasi
terdengar adanya ronkhi basah mulai dari tengah sampai dengan basal paru. Pada
pemeriksaan darah rutin didapatkan Hb 12 gr/dl, leukosit 13.000/ mm3 dan pada foto toraks
PA terlihat infiltrat di bagian tengah dan basal paru kiri.
Kepada Pasien dan ibunya, dokter menerangkan kemungkinan penyebab serta hal lain
yang berhubungan dengan penyakit yang diderita putrinya. Sementara itu dokter memberikan
antibiotik. Apabila tidak ada perbaikan secara klinis, maka akan dilakukan rujukan ke RS
terdekat untuk dilakukan tindakan yang lebih komprehensif.
Pemeriksaan yang dibutuhkan pun dilakukan seperti pemeriksaan kultur dan sensitiviti
kuman banal dari sputum dan BTA sputum SPS. Menurut dokter bila tidak dilakukan
penatalaksanaan yang tepat, penyakitnya akan bertambah parah dan dapat menimbulkan
komplikasi yang tidak diinginkan.
Bagaimana anda menerangkan tentang penyakit yang diderita pasien tersebut ?apakah ada
hubungannya dengan cuaca yang akhir-akhir ini tidak menentu?
2
TERMINOLOGI
1. Batuk : Merupakan mekanisme pertahanan tubuh di saluran pernapasan dan merupakan
gejala suatu penyakit atau reaksi tubuh terhadap iritasi di tenggorokan karena
adanya lendir, makanan, debu, asap dan sebagainya.
2. Dispnea : Sebagai akibat peningkatan upaya untuk bernapas (work of breathing) dapat
ditemui pada berbagai kondisi klinis penyakit. Penyebabnya adalah meningkatnya
tahanan jalan napas seperti pada obstruksi jalan napas atas, asma, dan pada
penyakit obstruksi kronik. Berkurangnya keteregangan paru yang disebabkan oleh
fibrosis paru, kongesti, edema, dan pada penyakit parenkim paru dapat
menyebabkan dispnea.Kongesti dan edema biasanya disebabkan oleh
abnormalitas kerja jantung.
3. Ronkhi basah pada auskultasi
Ronki basah (crackles atau rales)merupakan suara napas yang terputus-putus,
bersifat non musical, biasanya terdengar saat inspirasi akibat udara yang melewati
cairan dalam saluran napas.
Ronki basah dibagi ronki basah halus dan kasar tergantung besarnya bronkus yang
terkena. Ronki basah halus terjadi karena adanya cairan alveoli pada bronkiolus,
sedangkan pada ronki basah yang lebih halus berasal dari alveoli (krepitasi)akibat
terbukanya alveoli pada akhir inspirasi terjadi terutama pada fibrosis paru. Sifat
ronki basah ini dapat bersifat nyaring (bila ada infiltrasi misal pneumonia) atau
tidak nyaring (edema paru).
4. Infiltrat : gambaran akibat adanya dahak (mucus) di paru-paru
5. Fremituc : getaran pada dinding dada yang dapat teraba yang dihantarkan dari fonasi laring.
Intensitas dari fremitus cenderung parallel dengan Intensitas bunyi napas.
3
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI LARING
Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas lebih terpancung
dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring
sedangkan batas kaudal kartilago krikoid.
Struktur penyangga
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang
berpasangan ataupun tidak. Disebelah superior terdapat os hioideum, struktur yang
berbentuk huruf U dan dapat dipalpasi dari leher depan dan lewat mulut pada dinding faring
lateral.3
Gambar 1. Struktur penyangga laring
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago tiroid,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, kartilago kuneiformis dan
katilago tritisea. Kartilago krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum
krikotiroid. Bentuk kartilago krikoid berupa lingkaran. Terdapat 2 pasang kartilago
4
aritenoid yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan
kartilago krikoid, disebut artikulasio krikoariteniod. 4
Otot-otot laring
Gerakan laring dilakukan oleh sekelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot
intrinsik. Otot-otot ektrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan
otot-otot intrinsik menyebabkan gerakan bagian-bagian laring tertentu yang berhubungan
dengan gerakan pita suara.
Gambar 2. Otot-otot laring
Persarafan laring
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yaitu n. Laringis superior dan
n. Laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik.
5
Gambar 3. Persyarafan laring
Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu : a. Laringis superior dan a. Laringis
inferior yang berasal dari a. Tiroid . Pembuluh limfe untuk laring banyak kecuali di daerah
lipatan vokal. Di daerah lipatan vokal, pembuluh limfe terdiri dari golongan superior dan
inferior.
FISIOLOGI LARING
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi, sirkulasi, menelan,
emosi dan fonasi.
1. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk mencegah agar makanan dan benda asing
masuk kedalam trakea dengan jalan menutup aditus laring dan rima glotis yang
secara bersamaan. Benda asing yang telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang
berasal dari paru juga dapat dikeluarkan lewat reflek batuk.
2. Fungsi respirasi laring dengan mengatur mengatur besar kecilnya rima glotis.
Dengan terjadinya perubahan tekanan udara maka didalam traktus trakeo-bronkial
akan dapat mempengaruhi sirkulasi darah tubuh. Oleh karena itu laring juga
mempunyai fungsi sebagai alat pengatur sirkulasi darah.
3. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga mekanisme yaitu gerakan
laring bagian bawah keatas, menutup aditus laringeus, serta mendorong bolus
makanan turun ke hipofaring dan tidak mungkin masuk kedalam laring. Laring
mempunyai fungsi untuk mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh,
6
menangis dan lain-lain yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan
membuat suara serta mementukan tinggi rendahnya nada.
Fisiologi Laring
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta
fonasi. Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan
suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem
dalam laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara
nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada
aliran udara yang cukup kuat.
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (laring), dan
supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi
udara. Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase
laringeal, pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang
kemudian di modifikasi pada fase supraglotik/oral.Kata (word) terbentuk sebagai
aktivitas faring (tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat
menimbulkan perubahan suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai
hoarseness oleh seseorang/penderita.
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi
paru dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara.
Otot adduktor laringeal adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi
panjang pita suara. Akibat aktivitas otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi),
dan tekanan dari udara yang bergerak menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik.6
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar
adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis.
pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu
sendiri.
Selama pernapasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat.
Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara diantara mereka akan
menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat
peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada
7
tepinya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen elastik yang kuat dan disebut
ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari kartilago tiroid yang besar, yaitu
kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan. Di posterior,ligamen vokalis
terlekat pada prosessus vokalis dari kedua kartilago aritenoid. Kartilago tiroid dan kartilago
aritenoid ini kemudian berartikulasi pada bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu
kartilago krikoid.
Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau oleh rotasi posterior
dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot- otot dari kartilago tiroid dan kartilago
aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di sebelah
lateral ligament vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid ke
arah kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan otot-otot ini
juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara, menajamkannya untuk
menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan menumpulkannya untuk suara yang lebih
rendah (bass)
Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid akan merotasikan kartilago tiroid
kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago aritenoid. Pada saat yang bersamaan
m.krikoaritenoid posterior akan menahan atau menarik kartilago aritenoid ke belakang.
Plika vokalis kini dalam keadaan yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m.
Krikoaritenoid akan mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan
mengendor. Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi
rendahnya nada.
HISTOLOGI LARING
Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria
laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah
masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis
merupakan juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan
laringeal. Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis,
sedangkan permukaan laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia.
Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa.
8
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen
laring: pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri
dari epitel respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara
sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan
muskulus vokalis (otot rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara
dengan frekuensi yang berbeda-beda.
epitel epiglotis, pada pars lingual berupa epitel gepeng berlapis dan
para pars laringeal berupa epitel respiratori
Penyebab suara serak dapat dibagi atas:
1. Anatomi tidak normal
2. Fisiologi tidak normal, dibagi 2 yaitu:
1. Korda vokalis tidak dapat bergerak ke medial (paralise, fiksasi a ritenoid)
9
2 Korda vokalis tidakdapat merapat ke median (korda vokalis konkaf,
adanya halangan untuk merapat)
Penyebab suara parau tersering, yaitu:
• Laringitis akut viral
• Nodul pita suara, polip, kista, papiloma
• Paralisis pita suara
• Kanker laring
• Paralisis otot laring
Radang laring dapat akut atau kronik.Radang akut biasanya disertai gejala
lain seperti demam, malaise, nyeri menelan atau nyeri bicara, batuk, disamping suara
parau.Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di
epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula.Radang kronik tidak spesifik, dapat disebabkan
oleh sinusitis kronik atau bronkitis kronik atau karena penggunaan suara yang berlebih
10
sperti berteriak-teriak atau biasa bicara keras.Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosa
dan lues.
2.3 PENYAKIT SISTEM RESPIRASI
2.3.1 Pneumonia Bakteria
Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus
maupun jamur. Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan
perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan,
gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Sedangkan pneumonia
bakterial adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri.
Epidemiologi
Pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk perbandingan sangat
sedikit, terutama di negara berkembang.Di Amerika pneumonia merupakan penyebab
kematian keempat pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per100.000 penduduk.
Tingginya angka kematian padan pneumonia sudah dikenal sejak lama, bahkan ada yang
menyebutkan pneumonia sebagai “teman pada usia lanjut”. Usia lanjut merupakan risiko
tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung pada keadaan pejamu dan berdasarkan
tempat mereka berada. Pada orang-orang yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia
berkisar antara 25 – 44 per 1000 orang dan yang tiaggal di tempat perawatan 68 – 114 per
1000 orang. Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada
penderita usia muda. Sekitar 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat di masyarakat,
43% diantaranya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan
virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram negatif. Lima puluh tujuh persen lainnya
tidak dapat diidentifikasi karena kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah
11
diberikan antibiotik. Pada penderita kritis dengan penggunaan ventilator mekanik dapat
terjadi pneumonia nosokomial sebanyak 10% sampai 70%.
Pneumonia (radang paru), salah satu penyakit akibat bakteri pneumokokus yang
menyebabkan lebih dari 2 juta anak balita meninggal. Pneumonia menjadi penyebab 1 dari
5 kematian pada anak balita. Streptococcus pneumoniae merupakan bakteri yang sering
menyerang bayi dan anak-anak di bawah usia 2 tahun. Sejauh ini, pneumonia merupakan
penyebab utama kematian pada anak usia di bawah lima tahun (balita).
Patogenesis
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di
tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di
tempat lain, misalnya di kulit. Bakteri pneumokokus secara normal berada di tenggorokan
dan rongga hidung (saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat, sehingga
infeksi pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana saja, tanpa memandang status
sosial. Percikan ludah sewaktu bicara, bersin dan batuk dapat memindahkan bakteri ke
orang lain melalui udara. Terlebih dari orang yang berdekatan misalnya tinggal serumah,
tempat bermain, dan sekolah. Jadi, siapa pun dapat menularkan kuman pneumokokus.
Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan tetapi kadang kala juga
masuk melalui sistem peredaran darah apabila pada bagian tubuh kita ada yang terinfeksi.
Sering kali bakteri itu hidup pada saluran pernafasan atas yang kemudian masuk ke dalam
arteri. Ketika masuk ke dalam alveoli, bakteri melakukan perjalanan diantara ruang antar
sel dan juga diantara alveoli. Dengan adanya hal tersebut, sistem imun melakukan respon
dengan cara mengirim sel darah putih untuk melindungi paru-paru. Sel darah putih
(neutrofil) kemudian menelan dan membunuh organisme tersebut serta mengeluarkan
sitokin yang merupakan hasil dari aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang mengakibatkan
terjadinya demam, rasa dingin (menggigil), lemah yang merupakan gejala umum dari
pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Neutrofil, bakteri, dan cairan
mempengaruhi keadaan sekitarnya dan juga mempengaruhi transportasi O2.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui:
- Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar
12
- Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain
- Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Cara penularan bakteri pneumonia sampai saat ini belum diketahui pasti, namun ada
beberapa hal yang memungkinkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit Pneumonia.
Hal ini diantaranya adalah :
1. Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah.
Seperti penderita HIV/AIDS dan para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung,
diabetes mellitus.
2. Perokok dan peminum alkohol.Perokok berat dapat mengalami iritasi pada saluran
pernafasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan secresi muccus (riak/dahak),
Apabila riak/dahak mengandung bakteri maka dapat menyebabkan pneumonia. Alkohol
dapat berdampak buruk terhadap sel-sel darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya
daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi.
3. Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU).
Pasien yang dilakukan tindakan ventilator (alat bantu nafas) ‘endotracheal tube’ sangat
beresiko terkena Pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi
lambung (perut) ke arah kerongkongan, bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah
ke rongga nafas (ventilator) maka potensial tinggi terkena pneumonia.
4. Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal.
Resiko tinggi dihadapi oleh para petani apabila mereka menyemprotkan tanaman
dengan zat kemikal (chemical) tanpa memakai masker adalah terjadi iritasi dan
menimbulkan peradangan pada paru yang akibatnya mudah menderita penyakit
Pneumonia dengan masuknya bakteri atau virus.
5. Pasien yang lama berbaring.
Pasien yang mengalami operasi besar sehingga menyebabkannya bermasalah dalah hal
mobilisasi merupakan salah satu resiko tinggi terkena penyakit pneumonia, dimana
dengan tidur berbaring statis memungkinkan riak/muccus berkumpul dirongga paru dan
menjadi media berkembangnya bakteri.
13
Diagnosis
Pneumonia bakteri harus diperkirakan pada penderita yang tanda–tanda infeksinya
meliputi menggigil, demam, dan gejala–gejala yang terdapat pada saluran pernapasan
bawah. Jumlah awal neutrofil yang banyak diikuti dengan kenaikan jumlah neutrofil
perifer, namun neutropenia dapat juga ditemukan, terutama pada penderita pneumonia
bakteri. Sinar – X dada akan menunjukkan infiltrat, namun pada awal perjalanan infeksi
atau pada penderita dehidrasi, sinar – X dapat menyesatkan. Walaupun kumpulan
penemuan ini membantu dalam memberi kesan infeksi dalam paru, ia tidak dapat
membuktikan penyebab pneumonia.
Gejala :
Demam menggigil
Suhu tubuh meningkat
Batuk berdahak mukoid atau purulen
Sesak napas
Kadang nyeri dada
Pemeriksaan Fisik :
Tergantung luas lesi paru
Inspeksi : bagian yang sakit tertinggal
Palpasi : fremitus dapat mengeras
Perkusi : redup
Auskultasi : suara dasar bronkovesikuler sampai bronkial, suara tambahan bronki
basah halus sampai bronki basah kasar pada stadium resolusi.
Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis: foto toraks PA/ lateral, gambaran infiltrat sampai gambaran
konsolidasi (berawan), dapat disertai air bronchogram.
Pemeriksaan laboratorium: terdapat peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10.000/μl
kadang dapat mencapai 30.000/μl.
Untuk menentukan diagnosis etiologi dilakukan pemeriksaan biakan dahak, biakan
darah, dan serologi.
14
Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia; pada stadium lanjut asidosis
respiratorik.
Pengobatan dan Pencegahan
Jika pneumonia disebabkan oleh bakteri, diberi antibiotik.
Antibiotik dipilih berdasarkan umur, kondisi kronik, apakah penderita merokok atau
minum alkohol, dan selain itu pengobatan apa yang sedang penderita jalani pada saat
dilakukan test ini. Penderita harus memberitahukan dokter tentang hal apa saja yang
membuat kita alergi.
Mengurangi minum alkohol dapat membantu dalam mengatasi hidrasi.
Hal ini juga membantu melawan pneumonia. Obat penurun demam, contohnya
acetaminophen (Tylenol) atau ibuprofen (Advil) mungkin juga dapat membantu agar
lebih baik
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada saat
menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita dalam melawan
infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh bakteri
yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan terapi
untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia.
Bentuk-bentuk Pneumonia Bakteria Spesifik
Pneumonia Pneumokokus
Streptococcus pneumoniae adalah diplokokus gram positif yang memerlukan media
yang diperkaya untuk pertumbuhan in vitro. Organisme ini adalah anaerob fakultatif yang
sering sukar dipertahankan dalam biakan karena autolisis yang dilakukan oleh enzim
endogen, amidase muramil L-alanin. Enzim ini diaktifkan oleh berbagai rangsangan
termasuk empedu. Streptococcus pneumoniae sensitif terhadap opthokin dan sifat ini
digunakan untuk mengenali organisme ini bila diisolasi dalam biakan.
15
Normalnya, manusia resisten terhadap organisme ini yang merupakan bagian dari
flora normal nasofaring. Streptococcus pneumoniae yang melekat baik pada sel epitel
saluran pernafasan tampak lebih patogen daripada yang kurang melekat kuat.
Dengan inhalasi ke dalam saluran pernafasan bawah, jika tidak terdapat antibodi
alveoli yang spesifik untuk polisakarida kapsul, organisme membelah diri kemudian terjadi
udem serta neutrofil mengisi alveoli. Mekanisme kerusakan sel alveolus yang menimbulkan
respons radang tidak digambarkan dengan jelas. Berbeda dengan streptokokus grup A,
Streptococcus pneumoniae tidak menghasilkan toksin. Kapsul menghambat fagositosis oleh
neutrofil. Bersama opsonin (antibodi spesifik/ komplemen), penelanan dan pembunuhan
organisme oleh fagosit berlangsung cepat. Jika tidak ada terapi antibiotik, penyembuhan
dihubungkan dengan antibodi spesifik. Tanpa terapi, infeksi dapat menyebar melalui
saluran limfa ke nodus hilus dan organ yang berdekatan, secara hematogen menghasilkan
infeksi metastatik.
Diagnosis
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologik, berdasarkan pemeriksaan mikrobiologik
dan / atau serologik sebagai dasar terapi yang optimal. Penilaian meliputi demam, status
nutrisi, letargi, sianosis, frekuensi nafas, observasi dinding dada untuk mendeteksi retraksi
dan auskultasi untuk mendeteksi stridor dan wheezing. Berdasarkan pedoman tersebut
pneumonia dibedakan atas :
1. Pneumonia sangat berat, (bila ada sianosis sentral dan tidak sanggup minum), harus di
rawat di RS dan pemberian antibiotik.
2. Pneumonia berat (bila ada retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum), harus
di rawat di RS dan pemberian antibiotik.
3. Pneumonia (bila tidak ada retraksi tetapi nafas cepat)
60/menit untuk bayi < 2 bulan
50/ menit pada anak 2 bulan – 1 tahun
40/ menit pada anak 1 tahun – 5 tahun (tidak perlu di rawat dan pemberian
antibiotik oral)
16
4. Bukan pneumonia (bila tidak ada nafas cepat, tidak perlu di rawat, tidak perlu
antibiotik namun dilakukan pemeriksaan lain dan pengobatan yang sesuai.
Anamnesis :
Pasien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, sukar bernafas atau
pernafasan yang cepat. Pada bayi gejalanya tidak khas, seringkali tanpa demam dan batuk.
Pada anak-anak kadang mengeluh nyeri kepala, nyeri abdomen disertai muntah.
Pemeriksaan Fisik :
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok umur
tertentu. Takipneu merupakan tanda klinis yang sangat sensitif, tetapi mungkin
dihubungkan dengan gangguan lainnya (misalnya diabetik ketoasidosis, keracunan salisilat,
benda asing, bronkiolitis, dan asma). Sering ditemukan suara pernafasan yang abnormal
(rales), tetapi mungkin juga tidak ditemukan, tergantung pada jenis proses pneumonia.
Produksi sputum jarang terjadi pada anak-anak kecil (misalnya, umur < 6 tahun). Pada
neonatus sering dijumpai takipneu, retraksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi
yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terjadi adalah takipneu,
retraksi, sianosis, batuk, panas dan iritabel. Pada anak pra sekolah, gejala yang sering
terjadi adalah demam, batuk (non produktif/produktif), takipneu, dan dispneu yang ditandai
dengan retraksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai
panas, batuk (non produktif/produkti), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada
semua kelompok umur akan dijumpai adanya nafas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat
terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada
anak besar, bisa tidak ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup)
pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles
(ronkhi basah halus) di daerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada,
bila berat gerakan dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring ke arah yang sakit dengan
kaki fleksi. Rasa nyeri dapat menjalar ke leher, bahu dan perut.
Pemeriksaan Penunjang
17
1. Pemeriksaan Laboratorium
Umumnya pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis, dengan predominan
polimorfonuklir. Namun bila terdapat leukopenia menunjukkan prognosis buruk.
Kadang-kadang ditemukan anemia ringan atau sedang. Cairan pleura menunjukkan
eksudat dengan sel polimorfonuklir berkisar 300-100.000/mm3, protein diatas 2,5 g/dl
dan glukosa darah. Pada infeksi sterptokokus didapatkan titer antistreptolisin serum
meningkat dan dapat menyokong diagnosis.
Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap tenggorok,
sekresi nasofaring, bilasan bronkus, atau sputum, darah, aspirasi trakea, pungsi pleura,
aspirasi paru. Diagnosis baru definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura
atau aspirasi paru.
Sebagai upaya diagnosis cepat akhir-akhir ini dikembangkan berbagai pemeriksaan
imunologik dalam mendeteksi baik antigen maupun antibodi spesifik terhadap kuman
penyebab. Spesimen yang dipakai ialah darah atau urin. Teknik pemeriksaan yang
dikembangkan antara lain counter immunoelectrophoresis, ELISA, latex agglutination
atau coaglutination. Walaupun menjajikan harapan namun upaya ini belum sepenuhnya
memuaskan.
2. Pemeriksaan radiologik
Gambaran radiologik pneumonia pneumokokus bervariasi dari infiltrat ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapang paru atau
konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Perubahan radiologi tidak selalu
berhubungan dengan gambaran klinis. Kadang-kadang konsolidasi sudah ditemukan
pada radiologi sebelum timbul gejala klinik. Pada bayi dan anak kecil gambaran
konsolidasi lobus jarang ditemukan. Efusi pleura dengan adanya cairan sering ditemukan
terutama pada permulaan penyakit dan pada pasien yang belum dapat terapi namun
belum merupakan empiema.
Resolusi infiltrat sering memerlukan waktu lebih lama setelah gejala klinik
menghilang. Menetapnya gambaran infiltrat menunjukkan adanya proses yang
mendasarinya seperti adanya benda asing atau defisiensi imun.
18
Pada pneumonia streptokokus gambaran radiologik menunjukkan bronkopneumonia
difus atau infitrat interstitial, sering disertai efusi pleura yang berat. Kadang-kadang
terdapat adenopati hilus.
Pneumonia stafilokokus mempunyai gambaran radiologik tidak khas pada
permulaan penyakit. Infiltrat mula-mula berupa bercak-bercak dan kemudian memadat
dan mengenai keseluruhan lobus atau hemitoraks. Perpadatan hemitoraks umumnya
mengenai paru kanan (65%), hanya kurang 20% yang mengenai kedua paru (bilateral).
Efusi pleura atau empiema sering terjadi, seperempatnya berupa piopneumotorak. Sering
pula ditemukan abses-abses kecil dan pneumatokel dengan berbagai ukuran.
Pneumonia Legionela
Legionella pneumophila merupakan bakteri gram negatif berukuran 2-20 µm,
berbentuk basil, tipis, dan bersifat aerob. Legionella mempunyai membran dalam dan
membran luar, pili (fimbrae) dan dapat bergerak akibat adanya flagel polar tunggal.
Gambar 2. Bakteri Legionella pneumophila
Siklus hidup Legionella terdiri dari dua fase utama, yaitu fase replikatif dimana
bakteri tidak bergerak dan toksisitasnya rendah; dan fase infeksi dimana bakteri menjadi
lebih pendek, tebal, timbul flagela, dan toksisitasnya tinggi.
Spesies dari Legionella mudah berkembang biak baik di dalam air keran atau bahkan
di lingkungan yang umumnya tidak mendukung perkembangbiakan bakteri seperti pada sel
fagositik. Ironisnya, mereka tidak mudah dibiakkan pada media laboratorium biasa,
melainkan hanya dapat dikembangbiakkan pada media complex broth yang menyediakan
nutrisi yang diperlukan.
Patogenesis Legionellosis
19
Patogenesis dari infeksi Legionella bermula dari sediaan air/air minum yang
mengandung bakteri virulen atau luka yang terinfeksi oleh bakteri ini. Infeksi bermula pada
saluran pernafasan bagian bawah.
Makrofag alveolus, yang merupakan pertahanan utama melawan infeksi bakteri
berusaha untuk menelan bakteri. Tetapi, Legionella merupakan parasit intraseluler
fakultatif dan dapat bermultiplikasi secara bebas di dalam makrofag.
Epidemiologi dari Legionellosis
Spesies Legionella tersebar luas di lingkungan kita. Legionella dapat ditemukan pada
alat pendingin, alat pelembab udara, wadah penyimpan air minum, bahkan pada tangki
penampung air panas. Penyebaran dengan penularan tidak terjadi. Daya hidup Legionella
tinggi, disebabkan daya tahannya yang tinggi terhadap efek klorin dan panas. Transmisi
terjadi melalui aerosolisasi, penyemprotan dari air yang terkontaminasi dengan Legionella
ataupun infeksi luka akibat terkontaminasi oleh air yang mengandung Legionella. Penyakit
ini dapat bersifat epidemik atau personal, dan dapat terjadi pada suatu komunitas atau di
dalam rumah sakit. Manusia di segala usia dapat terinfeksi Legionellosis walaupun lebih
sering terjadi pada usia pertengahan/lebih tua dan resiko terinfeksi meningkat pada
perokok, peminum, penderita kelainan paru kronik, konsumen obat imunosupresi (termasuk
kemoterapi dan medikasi steroid) dan yang kekebalan tubuhnya rendah.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan suara
paru melalui stetoskop. Apabila terjadi Legionellosis, dokter akan mendengar suara
abnormal yang berat (crackles). Pemeriksaan fisik lainnya meliputi pemeriksaan apakah
pasien mengalami demam, nafas cepat dan berat, takikardi/bradikardi, cyanosis, gangguan
mental, dan gangguan pendengaran.
Pemeriksaan fisik seperti yang disebutkan di atas sifatnya tidak spesifik. Untuk
pemeriksaan yang lebih spesifik, dapat dilakukan uji laboratorium antara lain :
1. Pemeriksaan darah
20
Hitung sel darah, termasuk hitung sel darah putih. Pada pasien (+) legionellosis,
dapat terjadi leukositosis tapi sifat pemeriksaan ini tidak spesifik mengingat
penyakit infeksi lainnya juga dapat menimbulkan leukositosis; dan leukopenia
(jumlah sel darah putih < 5000).
Kultur darah menunjukkan sensitivitas rendah pada pneumonia. Fungsi dari kultur
darah ini hanya sebatas untuk mengetahui potensi antibiotik yang sesuai.
Hiponatremia (kadar Natrium darah <130 mEq/L) dan mikrohematuria.
Laju sedimentasi eritrosit
2. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dengan menggunakan antibodi fluoresen spesifik Legionella,
tetapi peluang memberikan hasil negatif-palsunya tinggi.
Pada hitung leukosit, harus ditemukan lebih dari 25 sel per lapangan pandang
sempit.
3. Pemeriksaan urin
Uji urin untuk memeriksa adanya bakteri L. pneumophila. Uji ini akurat terutama
untuk Legionella serogroup 1, tetapi 30% infeksi Legionellosis tidak disebabkan
oleh organisme serogroup 1. Hasil laboratorium dapat diketahui dalam jangka
waktu kurang dari 14 hari.
Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) memiliki sensitivitas yang lebih tinggi
terhadap adanya spesies Legionella, tetapi keterbatasan teknik PCR ini di Indonesia
menjadikannya jarang digunakan. Dengan teknik ini, DNA Legionella dapat
dideteksi di dalam sampel urin dan atau serum pada 18 dari 28 pasien dengan
legionellosis, tetapi pasien dengan pneumonia yang disebabkan oleh organisme lain
tidak terdeteksi oleh PCR.
Tes Hidrosense
Tidak seperti analisa rutin yang dapat memakan waktu hingga 14 hari, tes
Hidrosense ini hanya memakan waktu 25 menit. Aplikasi alat ini mirip dengan alat
tes uji kehamilan dan memiliki tingkat sensitivitas yang tinggi, yaitu 100 cfu/mL
urin.
4. Pemeriksaan lainnya
X-Ray paru
21
Penemuan pada sinar X dapat bervariasi. Pneumonia dapat lobar, tetapi lebih sering
tampak sebagai bronkopneumonia yang melibatkan banyak lobus dengan atau tanpa
efusi pleura.
Radiografi pada bagian dada
Dengan pemeriksaan ini, Legionellosis dapat terdeteksi dengan ditemukannya
bakteri Legionella pada bagian bawah paru.
Pengobatan
Untuk mengobati infeksi Legionellosis, dapat digunakan antibiotik. Pengobatan
diberikan segera setelah pasien di-suspect menderita Legionnaire’s, tanpa perlu menunggu
hasil laboratorium. Antibiotik yang umumnya digunakan untuk mengobati penyakit ini
adalah :
- Quinolon : siprofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin
- Makrolida : azithromisin, clarithromisin, eritromisin
Antibiotik yang terbukti efektif adalah eritromisin, siprofloksasin, tetrasiklin dan
rifampin. Eritromisin adalah bentuk terapi yang paling luas digunakan, dan umumnya IV, 1
gram setiap 6 jam. Penisilin dan sefalosporin tidak efektif karena organisme ini, kecuali L.
micdadei, menghasilkan beta lactamase yang membuat mereka resisten terhadap agen beta-
laktam.
Pengobatan lain mencakup:
- Penukaran cairan dan elektrolit tubuh
- Pemberian oksigen melalui masker atau breathing machine
Pneumonia Haemophilus influenza
Haemophilus influenza adalah penyebab lazim infeksi saluran pernapasan bawah
pada anak-anak, seperti meningitis, cellulitis, epiglottitis, septic arthritis, pneumonia, dan
pleural atau gallbladder empyema. Pada orang dewasa infeksi serius jarang terjadi.
22
Kebanyakan strain Haemophilus influenza berkapsul polisakarida yang menghambat
fagositosis oleh neutrofil bila tidak ada antibodi opsonin.
Pada anak-anak, pemaparan terhadap H. influenza tipe b diduga berakibat imunitas
dan memperkecil infeksi yang disebabkan oleh serotip berkapsul ini pada orang dewasa.
Enam tipe antigenic polisakarida kapsul H. influenza telah dibedakan: tipe a sampai f. Tipe
b sejauh ini adalah paling sering menyebabkan infeksi serius.
Gambar 3. Tanda panah biru menunjukkan bakteri Haemophilus influenza
Patogenesis infeksi paru yang disebabkan oleh H. influenza serupa dengan
pneumonia yang dihasilkan oleh pneumokokus.Organisme yang menempati saluran
pernapasan atas, mencapai saluran pernapasan bawah bila mekanisme pertahanan normal
diubah, biasanya oleh infeksi virus atau minum alcohol.Organisme berpenetrasi ke
epitelium nasofaring dan mencapai saluran pernapasan bawah melalui darah kapiler.Jika
organisme berkapsul, fagosistosis oleh makrofag alveolar dan neutrofil
dihambat.Pembelahan bakteri oleh suatu reaksi radang dan gejala-gejala
pneumonia.Gambaran klinis dari pneumonia yang disebabkan oleh H. influenza adalah
dispnea berat, demam, batuk, dan nyeri dada.
Pemeriksaan terhadap adanya infeksi H. influenza dapat dilakukan beberapa cara,
yaitu:
1. Kultur bakteri yang diambil dari sampel seperti sputum, sapuan tenggorokan,
nasopharyngeal sekret, aspirasi trakea, aspirasi paru, cairan pleural, blood, CSF, dan
urin.
23
2. Sinar-x dada sering menunjukan bronkopneumonia difus yang melibatkan banyak
lobus.
Pengobatan dengan ampisilin sebelumnya efektif. Namun semakin bertambahnya
persentase dari strain berkapsul (tipe b) dan tidak berkapsul yang sekarang menghasilkan
beta-laktamase dan resisten terhadap ampisilin dan terhadap sepalosporin generasi pertama.
Alternatif lain yang sekarang masih dikembangkan yaitu cefuroxime dan levofloxazin.
Pencegahan infeksi H. influenza penting untuk dilakukan, biasanya dengan cara
pemberian vaksin pada anak, menutup mulut ketika bersin atau batuk, dan menjaga
kebersihan.
Pneumonia Stafilokokus
Pneumonia lebih banyak disebabkan oleh adalah Staphylococcus aureus,
pneumokokus, Haemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia Stafilokokus adalah peradangan paru-paru yang disebabkan oleh bakteri
stafilokokus. Angka kematian akibat pneumonia stafilokokus adalah sebesar 15-40%,
karena penderita pneumonia stafilokokus biasanya sudah memiliki penyakit yang serius.
Stafilokokus menyebabkan gejala-gejala pneumonia yang khas, yaitu demam dan
menggigil lebih lama daripada pneumonia pneumokokus.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
batuk berdahak (dahaknya bisa menyerupai lendir, berwarna kehijauan atau
menyerupai nanah)
lelah
nyeri dada (sifatnya tajam dan semakin memburuk jika penderita menarik nafas
dalam atau batuk)
Stafilokokus bisa menyebabkan abses (pengumpulan nanah) di paru-paru dan kista
paru yang mengandung udara (pneumatokel), terutama pada anak-anak. Bakteri bisa
terbawa oleh aliran darah dan membentuk abses di tempat lain. Yang sering terjadi adalah
pengumpulan nanah di ruang pleura (empiema).
24
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik (pada
pemeriksaan dengan menggunakan stetoskop akan terdengar bunyi pernafasan yang
abnormal.
Pemeriksaan lainnya yang biasa dilkukan:
Rontgen dada
Biakan dahak
Pemeriksaan darah.
Pengobatan terdiri dari pemberian antibiotik. Jika terjadi empiema, maka nanahnya
bisa dikeluarkan dengan bantuan sebuah jarum atau selang.
Infeksi paru yang disebabkan oleh Stafilococcus aureus merupakan bentuk
pneumonia yang jarang kecuali pada penderita dengan kerusakan imun dan kadang-kadang
pada bayi serta anak-anak.
Antibiotik pilihan untuk pengobatan infeksi stafilokokus berat adalah penicillin
resisten-pennisilinase. Saat ini yang paling sering digunakan dari antibiotik ini adalah
nafsilin atau oksasillin. Sebagian besar (90%) dari yang didapat di masyarakat, juga yang di
dapat di rumah sakit, Pneumonia S. aureus adalah resisten-penisillin. Jumlah organisme ini
yang resisten-metisillin. Jumlah organisme ini yang resisten metisillin (MRSA =
methicillin-resistant Stafilococcus aureus) semakin bertambah. Prevalensi infeksi MRSA
yang semakin bertambah juga terdokumentasi pada populasi yang secara epidemiologis
terbatas seperti penyalah-guna obat intra vena, tetapi mereka semakin bertambah
prevalensinya diseluruh masyarakat. Oleh karena itu, perlu memonitor gambaran
kerentanan isolat S.aureus, baik didapatkan di masyarakat. Antibiotik yang digunakan
untuk mengobati infeksi MRSA adalah vankomisin
Diagnosa Penyakit Pneumonia
1) Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab yang berhubungan dengan
faktor infeksi:
25
a. Bedakan lokasi infeksi: merupakan Pneumonia Komunitas
b. Usia pasien: biasanya pada dewasa
c. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum.
2) Pemeriksaan fisis
Presentasi bervariasi tergantung etiologi, usia dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis
yang mengarah pada tipe kuman penyebab patogenitas kuman dan tingkat beratnya
penyakit:
a. Awitan akut biasanya dialami oleh penderita Pneumonia yang disebabkan oleh S.
pyogenes.
b. Tanda – tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam,
dispnea, tanda – tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring,
suara pernapasan bronkial). Bentuk klasik pada Pneumonia Komunitas primer
berupa bronkopneumonia, pneumonia lobaris, dan pleuropneumonia. Dapat
diperoleh bentuk manisfestasi laininfeksi paru seperti efusi pleura, pneumotoraks/
hidropneumotoraks.
c. Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram dan efusi pleura sama seperti pola yang ditimbulkan oleh S.
pneumoniae.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Test Sputum
Dengan melihat sampel mukus (sputum) yang dikeluarkan dari paru – paru,
dokter dapat melihat seberapa parah penyakit tersebut. Hanya sampel sputum
yang akan menunjukkan infeksi dari mikroorganisme tersebut. Pasien diminta
untuk batuk dalam sebisa mungkin (batuk yang dangkal biasanya memproduksi
sputum yang hanya mengandung flora normal mulut) Beberapa pasien mungkin
membutuhkan spray saline untuk membantu menghasilkan sampel yang
adekuat. Para peneliti akan memeriksa sputum untuk:
Adanya darah, yang mengindikasikan adanya infeksi.
26
Konsistensi dan warna --- seperti pada infeksi S. pneumonia.
Sampel sputum yang baik akan dikirimkan ke laboratorium untuk dianalisa keberadaan
S. pyogenes dengan mengidentifikasi bakteri tersebut, baik dengan pewarnaan gram
dan identifikasi ciri – ciri lainnya.
Test Darah
1. Sel darah putih. Sel darah puitih yang meningkat mengindikasikan adanya infeksi.
2. Kultur darah. Kultur didapat untuk mendeteksi S. pyogenes, namun ia tidak dapat
dibedakan dengan organisme berbahaya lainnya. Test ini hanya menghasilkan
ketepatan sekitar 10% - 30% dari sebuah kasus.
3. Deteksi antibodi S. pyogenes, sama seperti S. pneumonia. Antibodi merupakan
faktor imunitas yang menjadikan penyerang asing sebagai target. Namun, teknik ini
juga belum tentu akurat.
4. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pad beberapa kasus yang sulit, PCR dapat
dilakukan. Test ini membuat salinan RNA yang banyak dari S. pyogenes, sehingga
dapat dideteksi.
Kriteria Minor Pneumonia
Frekuensi pernapasan lebih dari 30 kali per menit
PaO2/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan adanya kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan lebih dari 2 lobus
Tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg
Tekanan diastolik kurang dari 60 mmHg
Kriteria Mayor Pneumonia
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah lebih dari 50 %
Membutuhkan vasopressor lebih dari 4 jam
Kreatinin serum lebih dari sama dengan 2 mg/dl; atau, peningkatan lebih dari
sama dengan 2 mg/dl pada penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal
yang membutuhkan dialysis
2.3.2 TUBERKULOSIS
27
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis, yakni
kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau di berbagai organ tubuh hidup lainnya
yang mempinyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.Bakteri ini tidak tahan terhadap
ultraviolet, karena itu penularannya terjadipada malam hari.TB dapat terjadi pada semua
kelompok umur, baik di paru maupun diluar paru.
Epidemiologi
Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia (2 triliyun
manusia ) terinfeksi dengan Mycobakterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di Asia
Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika latin. Tuberculosis terutama menonjol di
populasi yang mengalami stress, nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan yang
kurang dan perpindahan penduduk.Di Amerika Serikat kebanyakan anak terinfeksi
dirumahnya oleh seorang yang dekat padanya, tetapi wabah Tuberculosis anak juga terjadi
pada sekolah-sekolah dasar serta penitipan anak.Penularan Tuberculosis adalah dari orang
ke orang, droplet (tetes) lendir berinti yang dibawa udara.Penularan jarang terjadi dengan
kontak langsung atau barang-barang yang terkontaminasi.Orang dewasa yang terinfeksi
tuberkulosis dapat menularkan Mycobacterium tuberculosis ke anak.
Etiologi
Faktor resiko tertinggi dari tuberculosis paru adalah :
Berasal dari negara berkembang Anak-anak dibawah umur 5 tahun atau orang tua Pecandu
alcohol atau narkotik Infeksi HIV Diabetes mellitus Penghuni rumah beramai-ramai
Imunosupresi Hubungan intim dengan pasien yang mempunyai sputum positive
Kemiskinan dan malnutrisi
Penularan kuman terjadi melalui udara dan diperlukan hubungan yang intim untuk
penularannya.Selain itu jumlah kuman yang terdapat pada saat batuk adalah lebih banyak
pada tuberculosis laring dibandingkan dengan tuberculosis pada organ lainnya.
Berdasarkan penularannya maka tuberculosis dapat di bagi menjadi 3 bentuk, yakni:
Tuberkulosis Primer Terdapat pada anak-anak.Setelah usian 6-8 minggu kemudian mulai
dibentuk mekanisme imunitas dalam tubuh, sehingga tes tuberculin menjadi positif.
28
Reaktifasi dari tuberculosis primer 10% dari infeksi tuberculosis primer akan mengalami
reaktifasi, terutama setelah 2 tahun dari infeksi primer.
Tipe reinfeksi Infeksiyang baru terjadi setelah infeksi primer adalah jarang terjadi.Mungkin
dapat terjadi apabila terdapat penurunan dari imunitas tubuh atau terjadi penularan secara
terus menerus oleh kuman tersebut dalam suatu keluarga.
Gejala klinis
Permulaan tuberkulosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena penyakit mulai
secara perlahan-lahan.kadang – kadang tuberkulosis juga ditemukan pada anak tanpa gejala
atau keluhan. Gejala tuberkulosis pada anak dibagi menjadi 2, yaitu: Gejala umum/non
spesifik, berupa : 1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dengan
penanganan gizi. 2. Anoreksia dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik. 3. Demam
lama/berulang tanpa sebab jelas, dapat disertai keringat malam. 4. Pembesaran kelenjar
limfe superfisial multiple dan tidak nyeri. 5. Batuk lebih dari 30 hari 6. Diare persisten
tidak sembuh dengan pengobatan diare. Gejala spesifik sesuai organ yang terkena, yaitu: 1.
Tbc kulit/ skofuloderma. 2. Tbc tulang dan sendi o Tulang punggung (spondilitis ) :
gibbus / bungkuk o Tulang panggul (koksitis) : pincang o Tulang lutut: pincang dan
bengkok o Tulang kaki dan tangan, dengan gejala pembengkakan sendi dan pincang. 3. Tbc
otak dan syaraf : meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk muntah dan kesadaran
menurun 4. Tbc mata : conjungtivitis, tuberkel khoroid. 5. Tbc organ lainnya.
Tuberkulosis juga dapat menunjukan gejala seperti bronkopneuomonia, sehingga pada anak
dengan gejala bronkopneumonia yang tidak menunjukan perbaikan
dengan pengobatan bronkopneuomonia harus dipikirkan juga kemungkinan menderita
tuberkulosis.
Tanda-tanda klinis dari tuberculosis adalah terdapatnya keluhan-keluhan berupa: Batuk
(lebih dari 3 minggu) Sputum mukoid atau purulen Nyeri dada Hemoptisis Dispne Demam
dan berkeringat, terutama pada malam hari Berat badan menurun Anoreksia Malaise Ronki
basah di apeks paru Cara penularan Penyakit ini dapat tertular kepada orang yang melalui
udara yang mengandung kuman tbc. Kewaspadaan Masyarakat Bila masyarakatmenjumpai
anggota keluarga atau tetangga dilingkungan dengan gejala diatas segera dibawa ke
Puskesmas untuk pemeriksaan dahak si penderita. Pencegahan Penyakit Pencegahan
29
dilakukan dengan: Perbaikan gizi Pengadaan rumah sehat denagn ventilasi yang memadai
Perilaku hidup bersih dan sehat Pengobatan Pengobatan tergantung pada tipe respirasi
Diagnosis
Diagnosis Tuberkulosis paling tepat didasarkan adanya basil Tubrlulosis pada bahan yang
diambil dari pasien berupa sputum, bilasan lambung, biopsi dan lain lain tetapi pada anak
hal ini sulit dan jarang didapat sehingga diagnosis berdasarkan atas:
1. Gambaran klinis.
2. Gambaran radiologis.
3. Uji tuberkulin.
Gambaran klinis pada anak menunjukan gejala yang tidak spesifik, seperti:
1. Setiap anak yang kurang gizi / berat badan tidak mau naik, nafsu makan menurun, sering
sakit, batuk, pilek, mencret, keringat malam, harus dicurigai terinfeksi basil tuberkulosis.
2. Kontak dengan penderita Tbc dewasa.
3. Pemeriksaan fisik biasanya anak kurus dan lemah.
4. Limfadenopati supraklavikuler atau leher yang multiple.
5. Pemeriksaan darah tepi : Φ LED meningkat. Φ Limfositosis dan monositosis.
Sedangkan gambaran radiologis menunjukan adanya pembesaran kelenjar hilus,
pembesaran kelenjar para trakeal. Gambaran radiologis lain dapat ditemui yaitu efusi
pleura, milier, atelektasis, emfisema lobus, kavitasi jarang pada anak dan penebalan pleura.
Diagnosis lain pada Tbc dapat ditegakan dengan Uji Tuberkulin. Pemeriksaan ini
merupakan alat diagnosis yang penting, dan lebih penting lagi artinya pada anak kecil bila
diketahui konversi dari negatif.Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan uji tuberkulin
positif, proses tuberkulosis biasanya masih aktif meskipun tidak menunjukan kelainan
klinis dan radiologis, demikian pula halnya bila terdapat konversi uji tuberkulin.
Uji tuberkulin dilakukan berdasarkan timbulnya hipersensivitas terhadap
tuberkuloprotein karena adanya infeksi. Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin yaitu
cara moro dengan salep, dengan goresan disebut patch test cara von pirquet, cara mantoux
dengan menyuntikkan intrakutan dipermukaan voler lengan bawah sebanyak 0,1 ml.
30
Sampai sekarang cara Mantoux masih dianggap sebagai cara yang paling dapat
dipertanggung jawabkan karena jumlah tuberkulin yang dimasukan dapat diketahui
banyaknya.
Reaksi lokal yang terdapat pada uji mantoux terdiri atas :
1. Eritema karena vasodilatasi perifer.
2. Edema karena reaksi antigen yang disuntikan dengan antibody
3. Indurasi yang dibentuk oleh sel mononukleus.
Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Tuberkulin yang biasanya dipakai ialah old
tuberkulin (OT) dan Purified Protein Derivative tuberculin (PPD), biasanya PPD RT 23 TU
atau PPD S 5TU, dengan dosis baku 0,1ml.
Kriteria uji positif bila indurasi lebih 10mm, lebih 15 mm pada anak yang telah
mendapat vaksinasi BCG dan lebih 5 mm pada anak kontak erat dengan penderita Tbc
aktif. Uji mantoux negatif belum tentu mengesampingkan adaya infeksi atau penyakit Tbc.
Uji mantoux dapat positif atau negatif palsu, misalnya pada penderita tuberkulosis dengan
malnutrisi energi protein, tuberkulosis berat, morbilli, varisela, pertusis, difteri, tifus
abdominalis dan pemberian kortikosteroid yang lama, vaksin virus misalnya poliomyelitis,
dan penyakit ganas misalnya penyakit Hodgkin, uji tuberkulin dapat menjadi negatif untuk
sementara. Diagnosis pasti ditegakan berdasarakan basil Tbc yang positif pada biakan.
Kriteria Tbc menurut Smith dan Marquis (1981)
• Uji tuberkulin positif
• Gambaran klinis sesuai dengan Tbc
• Riwayat kontak dengan penderita Tbc dewasa
• Gambaran rongten paru sesuai Tbc
• Ditemukan basil Tbc pada pemeriksaan PA kelejar limfe, tulang, sumsum tulang , lesi
dikulit dan pleura.
• Ditemukan basil Tbc pada pemeriksaan Tbc ( Ditegakan diagnosa Tbc bila terdapat 2
kriteria positif). .
Pengobatan
Prinsip pengobatan tuberkulosis adalah harus membunuh semua kuman
tuberkulosis dengan cepat.Kuman yang pertama kali di bunuh adalah kuman yang aktif
membelah. Penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) sebaiknya disesuaikan dengan 3 sifat
31
kuman tuberkulosis yaitu ketergantungan akan oksigen, pertumbuhan lambat dan cepatnya
timbul muatan resesif. Kuman tuberkulosis memerlukan waktu untuk pembelahan sekitar
20 jam, oleh karena itu pemberian OAT cukup diberikan dosis sekali sehari.
Berdasarkan sifat-sifat kuman tersebut OAT dibagi dalam beberapa kelompok
diantaranya : Kelompok A Kuman yang pertumbuhannya cepat OAT yang dipakai INH
(palingkuat) , rifampisin dan streptomisin. Kelompok B Kuman semi dormant/persisten,
kadang metabolisme aktif dalam waktu singkat OAT yang cocok adalah rifampisin dan
tidak bisa oleh OAT lain. Kelompok C Semi dormant, pertumbuhan dengan lambat,
lingkungan PH asam OAT yang cocok hanya pirazinamid.
Kelompok D Dormant Tidak bisa dibunuh oleh OAT apapun.Secara nasional
pengobatan tuberkulosis berpedoman pada petunjuk pengobatan tuberkulosis dari
WHO .Pengobatan tuberkulosis dibagi dalam 4 kategori yang merupakan kombinasi dari
beberapa OAT.
Kategori I ditujukan untuk kasus-kasus baru dengan apusan positif, tuberkulosis
pulmoner berat, meningitis tuberkulosis, tuberkulosis desiminata dan sebagainya. Kategori
II di indikasikan untuk kasus-kasus relaps dan kegagalan pengobatan (apusan positif).
Sedangkan kategori III ditujukan untuk tuberkulosis paru apusan negatif dengan
keterlibatan parenkim terbatas, dan tuberkulosis ektra pulmoner lain yang tidak termasuk
kategori I. Pengobatan dengan kategori IV diajukan dalam kasus tuberkulosis kronik.
Dengan metode pengobatan ini, apabila dilaksanakan dengan benar dan kontrol
serta evaluasi yang tepat pada umumnya sudah memadai.Pengobatan Tbc anak dipilih OAT
yang dapat menembus berbagai organ termasuk selaput otak, karena pada anak resiko Tbc
ektra pulmo lebih besar khususnya Tbc diseminata dengan meningitis.Farmakokinetik OAT
anak berbeda dengan dewasa, toleransi anak terhadap dosis obat perkilogram berat badan
lebih tinggi. Obat anti tuberkulosis yang sering digunakan adalah INH dengan dosis 10-15
mg/kgBB/hari (maksimal 400mg/hari), Rifampisin dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari
(maksimal 600mg/hari) , Pirazinamid 25-35mg/kgBB/hari (maksimal 2g/hari ),
Streptomisin dengan dosis 15-30 mg/kgBB/hari (maksimal 750-1g/hari), obat lainnya
adalah Etambutol dengan dosis 15-20mg/kgBB/hari (maksimal 2,5g/hari). Rifampisin
diminum setiap hari, dilanjutkan 2 kali seminggu selama 4 bulan.Sedang Pirazinamid
selama 2 bulan diminum setiap hari.Dalam pengobatan Tbc ada 2 fase yang perlu
diperhatikan, yaitu Fase Intensif dan Fase Pemeliharaan.INH (isoniazid) bekerja
32
bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ektra seluler dan basil dalam makrofag,
diberikan peroral selama 18-24 bulan.Streptomisin bekerja bakterisidal hanya terhadap
basil yang tumbuh aktif ekstraseluler, diberikan tiap hari selama 1-3 bulan kemudian dapat
dilanjutkan 2-3 kali seminggu selama 1-3 bulan lagi. Obat yang lain adalah Rifampisin
diberikan sekali sehari peroral saat lambung kosong, rifampisin biasanya diberikan selama
6- 9 bulan. Sedangkan pirazinamid diberikan dua kali sehari selama 4-6 bulan.Etambutol
diberikan selama satu tahun.
Obat- obat Tbc mempunyai beberapa efek samping yang perlu diperhatikan, diantaranya
hepatoxic pada semua jenis OAT, sedangkan yang spesifik menimbulkan efek samping
adalah Etambutol yaitu Neoritis Optika, sehingga pada anak-anak obat ini tidak dianjurkan
2.3.3 FARINGITIS
Definisi
Faringitis adalah keadaan inflamasi pada struktur mukosa, submukosa tenggorokan.
Jaringan yang mungkin terlibat antara lain orofaring, nasofaring, hipofaring, tonsil dan
adenoid.
Etiologi
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat
infeksi maupun non infeksi.Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis,
virus (40-60%) bakteri (5-40%).Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang
paling banyak teridentifikasi dengan Rhinovirus (±20%) dan coronaviruses (±5%). Selain
itu juga ada Influenza virus, Parainfluenza virus, adenovirus, Herpes simplex virus type
1&2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi
HIV juga dapat menyebabkan terjadinya faringitis.
Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh grup S.pyogenes dengan 5-
15% penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab
faringitis yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak
berusia <3tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria
gonorrhoeae, Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia
eneterolitica dan Treponema pallidum, Mycobacterium tuberculosis.
33
Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita
faringitis.Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan.
Insidens
Setiap tahunnya ±40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena
faringitis.Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada
saluran pernafasan atas termasuk faringitis.Secara global di dunia ini viral faringitis
merupakan penyebab utama seseorang absen bekerja atau sekolah.National Ambulatory
Medical Care Survey menunjukkan ±200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara
tahun 1980-1996 adalah karena viral faringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis
dan jenis kelamin.Viral faringitis menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering
pada anak-anak. Puncak insidensi bacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia
4-7tahun. Faringitis yang disebabkan infeksi grup a streptococcus jarang dijumpai pada
anak berusia <3 tahun.
Patogenesis
Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung
menginvasi mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal.Kuman menginfiltrasi
lapisan epitel, kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi,
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.Pada stadium
awal terdapat hiperemi, kemudian edema dan sekresi yang meningkat.Eksudat mula-mula
serosa tapi menjadi menebal dan kemudian cendrung menjadi kering dan dapat melekat
pada dinding faring.Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar.Bentuk
sumbatan yang berwarna kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan
limfoid.Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior,
atau terletak lebih ke lateral, menjadi meradang dan membengkak.Virus-virus seperti
Rhinovirus dan Coronavirus dapat menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat
sekresi nasal.
Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan
extracellular toxins dan protease yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat
karena fragmen M protein dari Group A streptococcus memiliki struktur yang sama dengan
34
sarkolema pada myocard dan dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub
jantung. Selain itu juga dapat menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi
glomerulus terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi.
Klasifikasi Faringitis
Faringitis Akut
a. Faringitis Viral
Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan
menimbulkan faringitis. Demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit
menelan.Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis.Virus influenza,
Coxsachievirus, dan cytomegalovirus tidak menghasilkan eksudat.Coxsachievirus dapat
menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash.
Gambar 2.4. Viral Pharyngitis
Adenovirus selain menimbulkan gejala faringitis, juga menimbulkan gejala
konjungtivitis terutama pada anak.Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang
disertai produksi eksudat pada faring yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di
seluruh tubuh terutama retroservikal dan hepatosplenomegali.Faringitis yang disebabkan
HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorok, nyeri menelan, mual dan demam.Pada
pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher dan
pasien tampak lemah.
b. Faringitis Bakterial
Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang
tinggi dan jarang disertai dengan batuk.Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring
dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya.Beberapa hari kemudian timbul
35
bercak petechiae pada palatum dan faring.Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal
dan nyeri pada penekanan.
Gambar 2.4. Streptococcal Pharyngitis
Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan
menggunakan Centor criteria, yaitu :
- demam
- Anterior Cervical lymphadenopathy
- Tonsillar exudates
- absence of cough
Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1. bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami
faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki
kemungkian 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4 pasien memiliki
kemungkinan 50% terinfeksi streptococcus group A.
c. Faringitis Fungal
Keluhan nyeri tenggorokan dan nyeri menelan.Pada pemeriksaan tampak plak putih
di orofaring dan mukosa faring lainnya hiperemis.
Faringitis Kronik
Terdapat dua bentuk faringitis kronik yaitu faringitis kronik hiperplastik dan
faringitis kronik atrofi. Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis
kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang
36
mukosa faring dan debu. Faktor lain penyebab terjadinya faringitis kronik adalah pasien
yang bernafas melalui mulut karena hidungnya tersumbat.
a. Faringitis Kronik Hiperplastik
Pasien mengeluh mula-mula tenggorok kering gatal dan akhirnya batuk yang
bereak.Pada faringitis kronik hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior
faring.Tampak kelenjar limfa di bawah mukosa faring dan lateral band hiperplasi.Pada
pemeriksaan tampak mukosa dinding posterior tidak rata dan berglanular.
b. Faringitis Kronik Atrofi
Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi. Pada rhinitis
atrofi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembapannya sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring. Pasien umumnya mengeluhkan tenggorokan kering
dan tebal seerta mulut berbau.Pada pemeriksaan tampak mukosa faring ditutupi oleh lender
yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.
Gejala klinis
Gejala dan tanda yang ditimbulkan faringitis tergantung pada mikroorganisme yang
menginfeksi. Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-gejala seperti
lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada otot leher, faring yang
hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang hiperemis, kelenjar limfe pada
rahang bawah teraba dan nyeri bila ditekan dan bila dilakukan pemeriksaan darah mungkin
dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat
dan dilakukan pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga,
hidung dan leher.Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis, eksudat, tonsil yang
membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.
Faringitis Virus Faringitis Bakteri
Biasanya tidak ditemukan nanah di
tenggorokanSering ditemukan nanah di tenggorokan
Demam ringan atau tanpa demam Demam ringan sampai sedang
37
Jumlah sel darah putih normal atau
agak meningkat
Jumlah sel darah putih meningkat ringan
sampai sedang
Kelenjar getah bening normal atau
sedikit membesar
Pembengkakan ringan sampai sedang
pada kelenjar getah bening
Tes apus tenggorokan memberikan
hasil negatif
Tes apus tenggorokan memberikan hasil
positif untuk strep throat
Pada biakan di laboratorium tidak
tumbuh bakteri
Bakteri tumbuh pada biakan di
laboratorium
Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam penegakkan diagnose
antara lain yaitu :
- pemeriksaan darah lengkap
- GABHS rapid antigen detection test bila dicurigai faringitis akibat infeksi bakteri
streptococcus group A
- Throat culture
Namun pada umumnya peran diagnostic pada laboratorium dan radiologi terbatas.
Penatalaksanaan
Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan
berkumur dengan air yang hangat.Analgetika diberikan jika perlu.Antivirus metisoprinol
(isoprenosine) diberikan pada infeksi herpes simpleks dengan dosis 60-100mg/kgBB dibagi
dalam 4-6kali pemberian/hari pada orang dewasa dan pada anak <5tahun diberikan
50mg/kgBb dibagi dalam 4-6 kali pemberian/hari.
Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococcus group
A diberikan antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg
selama 6-10 hari atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan
kortikosteroid karena steroid telah menunjukan perbaikan klinis karena dapat menekan
reaksi inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 8-16mg/IM sekali dan
pada anak-anak 0,08-0,3 mg/kgBB/IM sekali. dan pada pasien dengan faringitis akibat
38
bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur
dengan menggunakan air hangat atau antiseptik.
Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan melakukan kaustik
faring dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik (electro cauter).
Pengobatan simptomatis diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikann obat batuk
antitusif atau ekspetoran. Penyakit pada hidung dan sinus paranasal harus diobati.
Pada faringitis kronik atrofi pengobatannya ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk
faringitis kronik atrofi hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga
kebersihan mulut.
Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi radang
tenggorokan antara lain :
1) cukup beristirahat
2) berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari
3) bagi perokok harus berhenti merokok
4) banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi
5) minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik.
(George, 1997).
Prognosis
Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik.Pasien dengan faringitis
biasanya sembuh dalam waktu 1-2 minggu.
Komplikasi
Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis,
mastoiditis, pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu juga dapat terjadi
komplikasi lain berupa septikemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal
ini terjadi secara perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.
2.3.4 LARINGITIS
PEMERIKSAAN LARINGOSKOPI INDIREK
Sambil membuka mulut, instruksikan penderita untuk menjulurkan lidah sejauh
mungkin ke depan . Setelah dibalut dengan kasa steril lidah kemudian difiksasi diantara ibu
39
jari dan jari tengah. Pasien diinstruksikan untuk bernafas secara normal. Kemudian
masukkan cermin laring yang sesuai yang sebelumnya telah dilidah apikan ke dalam
orofaring. Arahkan cermin laring ke daerah hipofaring sedemikian rupa hingga tampak
struktur di daerah hipofaring yaitu : epiglottis, valekula, fossa piriformis, plika
ariepiglotikka, aritaenoid, plika ventrikularis dan plika vocalis. Penilaian mobilitas plika
vocalis dengan menyuruh penderita mengucapkan huruf i berulang kali.
Laringitis
Laringitis merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai pada daerah laring.
Laringitis merupakan suatu proses inflamasi pada laring yang dapat terjadi baik akut
maupun kronik.
Laringitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu
kurang lebih 3 minggu. Bila gejala telah lebih dari 3 minggu dinamakan laringitis kronis.
Penyebab dari laringitis akut dan kronis dapat bermacam-macam bisa disebabkan
karena kelelahan yang berhubungan dengan pekerjaan maupun infeksi virus.
Pita suara adalah suatu susunan yang terdiri dari tulang rawan, otot, dan membran mukos
yang membentuk pintu masuk dari trakea. Biasanya pita suara akan membuka dan menutup
dengan lancar, membentuk suara melalui pergerakan. Bila terjadi laringitis, makan pita
suara akan mengalami proses peradangan, pita suara tersebut akan membengkak,
menyebabkan perubahan suara. Akibatnya suara akan terdengar lebih serak.
Berdasarkan hasil studi laringitis terutama menyerang pada usia 18-40 tahun untuk dewasa
sedangkan pada anak-anak umumnya terkena pada usia diatas 3 tahun.
Etiologi
Hampir setiap orang dapat terkena laringitis baik akut maupun kronis. Laringitis biasanya
berkaitan dengan infeksi virus pada traktus respiratorius bagian atas. Akan tetapi inflamasi
tesebut juga dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab diantaranya adalah
Tabel 1. Laringitis akut dan kronis
laringitis akut Laringitis kronis
1. Rhinovirus
2. Parainfluenza virus
1. Infeksi bakteri
2. Infeksi tuberkulosis
40
3. Adenovirus
4. Virus mumps
5. Varisella zooster virus
6. Penggunaan asma inhaler
7. Penggunaan suara berlebih dalam
pekerjaan : Menyanyi, Berbicara dimuka
umum Mengajar
8. Alergi
9. Streptococcus grup A
10. Moraxella catarrhalis
11. Gastroesophageal refluks
3. Sifilis
4. Leprae
5. Virus
6. Jamur
7. Actinomycosis
8. Penggunaan suara berlebih
9. Alergi
10. Faktor lingkungan seperti asap, debu
11. Penyakit sistemik : wegener
granulomatosis, amiloidosis
12. Alkohol
13. Gatroesophageal refluks
LARINGITIS AKUT
Penyalahgunaan suara, inhalasi uap toksik, dan infeksi menimbulkan laringitis akut.
Infeksi biasanya tidak terbatas pada laring, namun merupakan suatu pan-infeksi yang
melibatkan sinus, telinga, laring dan tuba bronkus. Virus influenza, adenovirus dan
streptokokus merupakan organisme penyebab yang tersering. Difteri harus selalu dicurigai
pada laringitis, terutama bila ditemukan suatu membran atau tidak adanya riwayat
imunisasi. Pemeriksaan dengan cermin biasannya memperlihatkan suatu eritema laring
yang difus. Biakan tenggorokan sebaiknya diambil.
41
LARINGITIS KRONIS
Laringitis kronis adalah inflamasi dari membran mukosa laring yang berlokasi di
saluran nafas atas, bila terjadi kurang dari 3 minggu dinamakan akut dan disebut kronis bila
terjadi lebih dari 3 minggu
Beberapa pasien mungkin telah mengalami serangan laringitis akut berulang, terpapar debu
atau asap iritatif atau menggunakan suara tidak tepat dalam konteks neuromuskular.
Merokok dapat menyebabkan edema dan eritema laring.
Laringitis Kronis Spesifik
Yang termasuk dalam laringitis kronis spesifik ialah laringitis tuberkulosis dan laringitis
luetika
1. Laringitis tuberkulosis
Penyakit ini hampir selalu akibat tuberkulosis paru. Biasanya pasca pengobatan,
tuberkulosis paru sembun tetapi laringitis tuberkulosis menetap. Hal ini terjadi karena
struktur mukosa laring yang melekat pada kartilago serta vaskularisasinya yang tidak
sebaik paru sehingga bila infeksi sudah mengenai kartilago maka tatalaksananya dapat
berlangsung lama.
Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4 stadium yaitu :
Stadium infiltrasi, mukosa laring posterior membengkak dan hiperemis, dapat
mengenai pita suara. Terbentuk tuberkel pada submukosa sehingga tampak bintik
berwarna kebiruan. Tuberkel membesar dan beberapa tuberkel berdekatan bersatu
sehingga mukosa diatasnya meregang sehingga suatu saat akan pecah dan terbentuk
ulkus
Stadium ulserasi, ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar. Ulkus
diangkat, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri.
Stadium perikondritis, ulkus makin dalam sehingga mengenai kartuilago laring
terutama kartilago aritenoid dan epiglotis sehingga terjadi kerusakan tulang rawan.
Stadium pembentukan tumor, terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior,
pita suara dan subglotik.
2. Laringitis luetika
42
Radang menahun ini jarang dijumpai Dalam 4 stadium lues yang paling
berhubungan dengan laringitis kronis ialah lues stadium tersier dimana terjadi
pembentukan gumma yang kadang menyerupai keganasan laring. Apabila guma
pecah akan timbul ulkus yang khas yaitu ulkus sangat dalam, bertepi dengan dasar
keras, merah tua dengan eksudat kekuningan. Ulkus ini tidak nyeri tetapi menjalar
cepat.
Diagnosis
Diagnosis laringitis akut dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemerinksaan penunjang. Pada anamnesis biasanya didapatkan gejala
demam,malaise, batuk, nyeri telan, ngorok saat tidur, yang dapat berlangsung selama 3
minggu, dan dapat keadaan berat didapatkan sesak nafas, dan anak dapat biru-biru. Pada
pemeriksaan fisik, anak tampak sakit berat, demam, terdapat stridor inspirasi, sianosis,
sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung dan/atau retraksi dinding dada,
frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya takikardi yang tidak sesuai dengan
peningkatan suhu badan merupakan tanda hipoksia
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama
dibagian atas dan bawah glotis. Pemeriksaan darah rutin tidak memberikan hasil yang khas,
namun biasanya ditemui leukositosis. pemeriksaan usapan sekret tenggorok dan kultur
dapat dilakukan untuk mengetahui kuman penyebab, namun pada anak seringkali tidak
ditemukan kuman patogen penyebab
Proses peradangan pada laring seringkali juga melibatkan seluruh saluran nafas baik
hidung, sinus, faring, trakea dan bronkus, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan foto.
Pada laringitis kronis diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis dapat ditanyakan
1. Kapan pertama kali timbul serta faktor yang memicu dan mengurangi gejala
2. Kondisi kesehatan secara umum
3. Riwayat pekerjaan, termasuk adanya kontak dengan bahan yang dapat
memicu timbulnya laringitis seperti debu, asap.
4. Penggunaan suara berlebih
43
5. Penggunaan obat-obatan seperti diuretik, antihipertensi, antihistamin yang
dapat menimbulkan kekeringan pada mukosa dan lesi pada mukosa.
6. Riwayat merokok
7. Riwayat makan
8. Suara parau atau disfonia
9. Batuk kronis terutama pada malam hari
10. Stridor karena adanya laringospasme bila sekret terdapat disekitar pita suara
11. Disfagia dan otalgia
Pada gambaran makroskopi nampak permukaan selaput lendir kering dan berbenjol-
benol sedangkan pada mikroskopik terdapat epitel permukaan menebaldan opaque,
serbukan sel radang menahun pada lapisan submukosa.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksaan darah, kultur sputum, hapusan
mukosa laring, serologik marker.
Pada laringitis kronis juga dapat dilakukan foto radiologi untuk melihat apabila
terdepat pembengkakan. CT scanning dan MRI juga dapat digunakan dan memberikan hasil
yang lebih baik.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan berupa uji tes alergi.
Penatalaksanaan
Terapi pada laringitis akut berupa mengistirahatkan pita suara, antibiotik, mnambah
kelembaban, dan menekan batuk. Obat-obatan dengan efek samping yang menyebabkan
kekeringan harus dihindari. Penyayi dan para profesional yang mengandalkan suara perlu
dinasehati agar membiarkan proses radang mereda sebelum melanjutkan karier mereka.
Usaha bernyayi selama proses radang berlangsung dapat mengakibatkan perdarahan pada
laring dan perkembangan nodul korda vokalis selanjutnya.
Terapi pada laringitis kronis terdiri dari menghilangkan penyebab, koreksi
gangguan yang dapat diatasi, dan latihan kembali kebiasaan menggunakan vocal dengan
terapi bicara. Antibiotik dan terapi singkat steroid dapat mengurangi proses radang untuk
sementara waktu, namun tidak bermanfaat untuk rehabilitasi jangka panjang. Eliminasi
obat-obat dengan efek samping juga dapat membantu.
44
Pada pasien dengan gastroenteriris refluks dapat diberikan reseptor H2 antagonis,
pompa proton inhibitor. Juga diberikan hidrasi, meningkatkan kelembaban, menghindari
polutan.
Terapi pembedahan bila terdapat sekuester dan trakeostomi bila terjadi sumbatan
laring.
Laringitis kronis yang berlangsung lebih dari beberapa minggu dan tidak berhubungan
dengan penyakit sistemik, sebagian besar berhubungan dengan pemajanan rekuren dari
iritan. Asap rokok merupakan iritan inhalasi yang paling sering memicu laringitis kronis
tetapi laringitis juga dapat terjadi akibat menghisap kanabis atau inhalasi asap lainnya. Pada
kasus ini, pasien sebaiknya dijauhkan dari faktor pemicunya seperti dengan menghentikan
kebiasaan merokok.
Prognosis
Laringitis akut umunya bersifat self limited. bila terapi dilakukan dengan baik maka
prognosisnya sangat baik. Pada laringitis kronis prognosis bergantung kepada penyebab
dari laringitis kronis tersebut.
Definisi
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus dan bakteri
yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya disebabkan oleh infeksi
virusinfluenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus.
Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus
pyogenes, Staphylococcus aureus dan Streptococcus
pneumoniae. 2,3
Biasanya laringitis akut merupakan suatu fase infeksi virus pada saluran nafas atas yang
dapat sembuh sendiri, factor prediposisi dapat berupa rhinitis kronik, penyalahgunaan
alcohol, tembakau serta pemakaian suara yang berlebihan.
2.2. Etiologi
Penyakit ini sering disebabkan oleh virus. Biasanya merupakan perluasan radang
saluran nafas bagian atas oleh karena bakteri Haemophilus Influenzae, Staphylococcus,
45
streptococcus, atau pneumococcus. Timbulnya penyakit ini sering dihubungkan dengan
perubahan cuaca atau suhu, giza yang kurang/malnutrisi, imunisasi yang tidak lengkap dan
pemakaian suara yang berlebihan.
Menurut Rahul K shah etiologi dari laringitis akut adalah :
1. Infeksi (biasanya infeksi virus dari saluran pernafasa atas)
Rhinovirus
Parainfluenza virus
Respiratory syncytial virus
Adenovirus
Influenza virus
Measles virus
Mumps virus
Bordetella pertusis
Varicella-zozter virus
2. Gastroesophageal reflukx disease
3. Environmental insults (polusi)
4. Vocal trauma
5. Komsumsi alkohol berlebihan
6. Alergi
7. Penggunaan suara yang berlebihan
8. Iritasi bahan kimia atau bahan lainnya
2.5. Patofisiologi
Laringitis akut merupakan inflamasi dari mukosa laring dan pita suara yang
berlangsung kurang dari 3 minggu. Parainfluenza virus, yang merupakan penyebab
terbanyak dari laringitis, masuk melalui inhalasi dan menginfeksi sel dari epitelium saluran
nafas lokal yang bersilia, ditandai dengan edema dari lamina propria, submukosa, dan
adventitia, diikuti dengan infitrasi selular dengan histosit, limfosit, sel plasma dan lekosit
polimorfonuklear (PMN). Terjadi pembengkakan dan kemerahan dari saluran nafas yang
terlibat, kebanyakan ditemukan pada dinding lateral dari trakea dibawah pita suara. Karena
trakea subglotis dikelilingi oleh kartilago krikoid, maka pembengkakan terjadi pada lumen
saluran nafas dalam, menjadikannya sempit, bahkan sampai hanya sebuah celah. Membran
pelindung plika vokalis biasanya merah dan membengkak. Puncak terendah pada pasien
46
dengan laringitis berasal dari penebalan yang tidak beraturan sepanjang seluruh plika
vokalis. Beberapa penulis percaya bahwa plika vokalis mengeras daripada menebal.
Pengobatan konservatif seperti yang disebutkan sebelumnya biasanya cukup mengatasi
inflamsi laring dan mengembalikan aktivitas vibrasi plika vokalis.
Gejala Klinis
Pada laringitis akut ini terdapat gejala radang umum, seperti demam, malaise,
gejala rinofaringitis. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai
suara yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah dari
suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta ketegangan dalam
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga menimbulkan suara menjada parau
bahkan sampai tidak bersuara sama sekali (afoni).
1. Sesak nafas dan stridor
2. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menelan atau berbicara.
3. Gejala radang umum seperti demam, malaise
4. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
5. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan demam dengan
temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38 derajat celsius.
6. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu yang
sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa lemah, lemas yang
disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan suara yang serak, coryza, faring yang
meradang dan frekuensi pernafasan dan denyut jantung yang meningkat, disertai pernafasan
cuping hidung, retraksi suprasternal, infrasternal dan intercostal serta stridor yang terus
menerus, dan anak bisa sampai megap-megap (air hunger). Bila terjadi sumbatan total jalan
nafas maka akan didapatkan hipoksia dan saturasi oksigen yang rendah. Bila hipoksia
47
terjadi, anak akan menjadi gelisah dan tidak dapat beristirahat, atau dapat menjadi
penurunan kesadaran atau sianosis. Dan kegelisahan dan tangisan dari anak dapat
memperburuk stridor akibat dari penekanan dinamik dari saluran nafas yang tersumbat.
Dari penelitian didapatkan bahwa frekuensi pernafasan merupakan petunjuk yang paling
baik untuk keadaan hipoksemia. Pada auskultasi suara pernafasan dapat normal tanpa suara
tambahan kecuali perambatan dari stridor. Kadang-kadang dapat ditemukan mengi yang
menandakan penyempitan yang parah, bronkitis, atau kemungkinan asma yang sudah ada
sebelumnya.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dengan laringoskop direk atau indirek dapat membantu menegakkan
diagnosis. Dari pemeriksaan ini plika vokalis berwarna merah dan tampak edema terutama
dibagian atas dan bawah glotis
48
Gambar 2.3. Laringitis akut, gambaran ini mengambarkan laring wanita 53 tahun, dengan
gejala utama serak dan suara terengah-engah. Catatan daerah-daerah eritem dan mukosa
normal yang bergantian pada plika vokalis. Juga ditandai irregularitas pada kontur lipatam-
lipatan vocal (dikutip dari kepustakaan 1)
Sebetulnya pemeriksaan rontagen leher tidak berperan dalam penentuan diagnosis,
tetapi dapat ditemukan gambaran staplle sign (penyempitan dari supraglotis) Foto rontgen
leher AP bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple sign). Tanda ini
ditemukan pada 50% kasus pada foto AP dan penyempitan subglotis pada foto lateral,
walaupun kadang gambaran tersebut tidak didapatkan. Pemeriksaan laboratorium tidak
diperlukan, kecuali didapatkan eksudat di orofaring atau plika suara, pemeriksaan
kultur dapat dilakukan.Dari darah didapatkan lekositosis ringan dan limfositosis.1
Gambar 2.4. Gambaran rontagen laringitis akut, gambaran steeple sign(panah) (dikutip
dari kepustakaan 9)
Penatalaksanaan
Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada indikasi
masuk rumah sakit apabila :
Usia penderita dibawah 3 tahun
Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
49
Diagnosis penderita masih belum jelas
Perawatan dirumah kurang memadai
Perawatan Umum
1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
3. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila ada muncul
sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis (saline 0,9 %) yang
dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal spray
Perawatan Khusus
Terapi Medikamentosa
1. Antibiotika golongan penisilin
Anak 50 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis
Dewasa 3 x 500 mg perhari.
Menurut Reveiz L, Cardona AF, Ospina EG dari hasil penelitiannya menjelaskan dari
penggunaan penisilin V dan eritromisin pada 100 psien didapatkan antibiotic yang lebih
baik yaitu eritromisin karena dapat mengurangi suara serak dalamsatu minggu dan batuk
yang sudah dua minggu.
2. Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi edema laring.
Pencegahan :
Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan membuat tenggorokan
kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara, minum banyak air karena cairan akan
membantu menjaga agar lendir yang terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan
mudah untuk dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah
tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan karena berdehem
akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara, meningkatkan
pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih
banyak lender.
Prognosis
Prognosis untuk penderita laringitis akut ini umumnya baik dan pemulihannya
selama satu minggu. Namun pada anak khususnya pada usia 1-3 tahun penyakit ini dapat
50
menyebabkan udem laring dan udem subglotis sehingga dapat menimbulkan obstruksi jalan
nafas dan bila hal ini terjadi dapat dilakukan pemasangan endotrakeal atau trakeostomiaik.
DAFTAR PUSTAKA
Benovetz,JD, Gangguan Laring Jinak, Dalam : Adam, Boies, Higler, Editor. BOIES.
Buku Ajar Penyakit THT, Edisi 3, Jakarta ; EGC, 1997, Hal 378-396
Cody R, Thane. Kern B. Lugene, Pearson W. Bruce. Serak dan Kelainan Suara. Dalam
Buku Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. Alih bahasa Samsudin Sonny,
Editor, Adrianto Petrus, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1991, Hal 340-354
http://www.scribd.com/doc/127001745/TUBERKULOSIS
http://www.scribd.com/doc/184871900/Anatomi-Dan-Fisiologi-Sistem-Pernapasan
51
52