model peningkatan

92

Upload: others

Post on 26-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MODEL PENINGKATAN

PERKEMBANGAN MORAL ANAK

MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

Copy right ©2020, Dr. Iswinarti, M. SiAll rights reserved

MODEL PENINGKATAN PERKEMBANGAN MORAL ANAKMELALUI PERMAINAN TRADISIONAL

Dr. Iswinarti, M. Si

Editor: Akhsanul In’amDesain Sampul: RuhtataLay out/tata letak Isi: Tim Redaksi Bildung

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak melaluiPermainan Tradisional/Dr. Iswinarti, M. Si/Yogyakarta: CV. BildungNusantara, 2020

x + 80 halaman; 15 x 23 cm ISBN: 978-623-7148-37-1

Cetakan Pertama: Februari 2020

Penerbit:BILDUNGJl. Raya Pleret KM 2Banguntapan Bantul Yogyakarta 55791Telpn: +6281227475754 (HP/WA)Email: [email protected]: www.penerbitbildung.com

Anggota IKAPI

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip ataumemperbanyak sebagian atau seluruh isi buku tanpa seizintertulis dari Penerbit.

PENGANTAR PENULIS

Alhamdulillah, buku monograf yang berjudul ModelPeningkatan Perkembangan Moral Anak MelaluiPermainan Tradisional telah selesai disusun. Model ini

diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan secara timmelalui tahapan menentukan model dan menguji efektivitasmodel. Berdasarkan hasil penelitian telah tersusun empat modeldalam rangka meningkatkan perkembangan moral anakmelalui media permainan tradisional. Ucapan terima kasih sayasampaikan kepada pihak-pihak yang telah berperan sertadalam terbitnya buku monograf ini:

1. Prof. Akhsanul In’am, Ph.D., selaku direktur programpasca sarjana UMM yang telah memberi kesempatandan dorongan yang terus menerus kepada penulis untukmenulis monograf ini.

2. Adhyatman Prabowo, M.Psi, Istiqomah, M.Si, SusantiPrasetyaningrum, M.Psi, dan Uun Zulfiana, M.Psi yangtelah berperan serta dalam penyusunan model dankoreksi terhadap naskah laporan penelitian.

3. Dian Anggraeni, S.Psi, Ramavito Gunawan, S.Psi, RezkyBimantara, S.Psi., dan Zhazha Sausan Zahra, S.Psi yang

vi Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

telah menjadi tim yang solid dalam menyusun modul,melakukan eksperimen, maupun penyusunan laporan.

4. Kepala Sekolah Dasar di wilayah Lowokwaru, Malangyang telah memberi ijin untuk melakukan pengumpulandata.

5. Dewi Sri Mustikasari, S.Psi yang telah menjadi temandiskusi dan banyak membantu dalam penyusunan bukumonograf ini.

6. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatuyang telah memberikan dorongan, bantuan, maupundukungan atas tersusunnya monograf ini.

Dengan diterbitkannya buku ini semoga dapat menjadisumbangan berarti bagi perkembangan Psikologi Bermain,Psikologi Pendidikan, terutama Pendidikan Karakter untukmembangun moral anak. Masukan dan kritikan yangmembangun dapat disampaikan kepada penulis untuk lebihbaiknya buku monograf ini.

Malang, 28 Januari 2020

Dr. Iswinarti, M.Si

Tabel 1. Aspek Perkembangan Moral dan Indikator Perilakudalam Permainan ⇒ 21

Tabel 2. Rancangan Penelitian ⇒ 25Tabel 3. Deskripsi Subjek ⇒ 43Tabel 4. Uji Mann Whitney pretest dan kesetaraan pretest post-

test ⇒ 44Tabel 5. Hasil Manipulation Check Permainan Congklak Lidi

& Ular Naga ⇒ 46Tabel 6. Uji Tabel Uji Mann Whitney dan Wilcoxon ⇒ 47Tabel 7. Uji Mann Whitney Pretest-Postest Kelompok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol ⇒ 48Tabel 8. Manipulation Check Permainan Congklak Lidi dan

Bentengan Pada Kelompok Eksperimen ⇒ 49Tabel 9. Uji Mann Whitney pretest, kesetaraan pretest post-

test dan Uji Wilcoxon ⇒ 50Tabel 10. Hasil Perhitungan Manipulation Check Permainan

Bekelan dan Boi-boian ⇒ 53Tabel 11. Uji Mann Whitney pretest, kesetaraan pretest post-

test dan Uji Wilcoxon ⇒ 53Tabel 12. Manipulation Check Permaian Congklak Lidi dan

Gobak Sodor pada Kelompok Eksperimen ⇒ 55

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Nilai Rata-Rata Kedua Kelompok Studi 1⇒ 45

Gambar 2. Diagram Skor Rata-rata Perkembangan Moral Studi2 ⇒ 48

Gambar 3. Diagram Skor Rata-rata Perkembangan Moral Studi3 ⇒ 52

Gambar 4. Skor Skala Moral Studi 4 ⇒ 54

DAFTAR ISI

Pengantar Penulis ⇒ vDaftar Tabel ⇒ viiDaftar Gambar ⇒ viiiDaftar Isi ⇒ ix

BAB I PENDAHULUAN ⇒ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ⇒ 7Perkembangan Moral ⇒ 7Teori Moral Kohlberg ⇒ 8

Tahap-tahap Perkembangan Moral ⇒ 9Aspek-aspek Moral ⇒ 13

Permainan Tradisional ⇒ 15Jenis-jenis Permainan Tradisional ⇒ 16Aspek-aspek yang terdapat pada Permainan Tradisional⇒ 16

Experiental Learning ⇒ 17Proses Experiental Learning ⇒ 18

Perkembangan Moral dan Permainan Tradisional ⇒ 19

BAB III METODE PENELITIAN ⇒ 25Desain Penelitian ⇒ 25

x Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Subjek ⇒ 25Instrumen ⇒ 26Prosedur Penelitian ⇒ 39Analisa Data ⇒ 41

BAB IV HASIL PENELITIAN ⇒ 43Data Deskriptif ⇒ 43Hasil Uji Asumsi ⇒ 44

BAB V DISKUSI ⇒ 57

BAB VI PENUTUP ⇒ 65

Daftar Pustaka ⇒ 67Glosarium ⇒ 71Indeks ⇒ 75Lampiran Dokumentasi ⇒ 77Biodata Penulis ⇒ 79

BAB IPENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara yang termasuk dalambudaya ketimuran yang masih kental. Masyarakattimur terkenal dengan masyarakat yang menjunjung

tinggi nilai kekeluargaan, mengedepankan nilai perasaan(sensibilitas), dan mengutamakan nilai tradisi. Indonesiatermasuk dalam budaya ketimuran yang dikenal dengan normakesopanan yang dijunjung tinggi dalam berinteraksi antarmasyarakat (Ardini, 2012). Namun, dengan adanya arusmodernisasi yang terjadi pada zaman sekarang ini budayatimur yang dianut oleh Indonesia mulai tergeser denganadanya budaya barat yang mulai masuk ke Indonesia mengikutiarus modernisasi dan kemajuan teknologi yang ada. Sehinggatimbullah penyimpangan dari nilai-nilai yang dianut olehmasyarakat tersebut.

Perilaku menyimpang yang banyak dilakukan oleh parapelajar sering menimbulkan kegelisahan dan masalah padaorang lain. Perilaku menyimpang dan kenakalan pelajar inisudah dimulai dari siswa sekolah dasar, adapun penyimpanganyang dimaksud seperti merokok, mencuri, bullying, mabuk-mabukan hingga melakukan tindakan asusila dan melawan

2 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

norma-norma agama. Hal ini menjadi persoalan yang pentingbagi dunia pendidikan yang dimana idealnya dunia pendidikanmenciptakan generasi-generasi terpelajar dan beretika,sekaligus menjadi musuh utama penyimpangan perilaku moralitu sendiri. Penyimpangan perilaku moral yang terjadi bukanhanya disebabkan oleh orang tua dan juga teman sebayamelainkan lingkungan sosial yang telah mempengaruhikehidupan (Gunawan, 2014).

Menurut BNN (Badan Narkotika Nasional) sekitar 27,23%pengguna narkoba di Indonesia berasal dari kalangan pelajardan mahasiswa. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)mencatat dari 87 juta populasi anak di Indonesia, sebanyak5,9 juta anak diantaranya sudah menjadi pecandu narkoba.Dari data yang disebbutkan KPAI, sebanyak 2.218 kasus yangtelah terjadi terkait masalah kesehatan dan napza yangmenimpa anak-anak, terdapat 15,69% anak yang menjadipecandu narkoba dan 8,1% kasus pengedar narkoba oleh anak-anak (Okenews.com, 2018). Berikutnya kasus yang serupadimana polisi mengamankan anak usia 14 tahun di Taloo,Makassar sedang mengedarkan narkoba jenis sabu, dimanabarang tersebut didapatkan dari anak SD. Hal ini bukan hanyasekali terjadi, di Kabupaten Sidrap polisi telah menangkap anakyang berusia 12 tahun sedang mengedarkan 10 gram sabu(Detiknews, 2018).

Berdasarkan dari fenomena-fenomena yang sudahdiuraikan diatas terlihat adanya penurunan moral yang terjadipada anak-anak. ketidakoptimalan perkembangan moral padaanak akhirnya membuat terjadinya hal-hal penyimpanganmoral seperti diatas. Menurut Kohlberg tahapanperkembangaan moral dibagi menjadi tiga yaitu tahapprakonvensional, konvensional, dan pascakonvensional. Anakusia sekolah termasuk dalam tahap konvensional, dimana padatahapan anak akan mematuhi aturan yang telah dibuatbersama agar anak dapat diterima dalam kelompoknya.

3

Namun, ternyata kenyataannya belum sesuai dengan tahapanperkembangan moral tersebut (Maharani, 2014).

Perkembangan anak yang memiliki kaitan dengan aturanmengenai apa saja yang seharusnya dilakukan oleh anak dalammelakukan interaksi dengan orang lain disebut juga denganperkembangan moral. Perkembangan moral yaitu adanyaperubahan perilaku yang dialami atau terjadi dalam kehidupananak yang memiliki hubungan dengan tatacara, adat,kebiasaan, atau standar nilai yang berlaku di dalam kelompoksosial. Menurut Santrock perkembangan moral yaitu suatutingkatan tentang tinggi dan rendahnya moral seseorang. Moralseseorang dianggap berkembang jika adanya perubahan kearahkualitas kemampuan anak yang mengarah pada peraturan-peraturan dan konvensi-konvensi tentang hal-hal yang harusdilakukan anak ketika berinteraksi dengan orang lain (Ardini,2012). Perilaku moral adalah output dari perkembangan moral,sehingga apabila adanya penyimpangan moral yang terjadimaka adanya kurang optimalnya perkembangan moral anakpada tahapannya. Oleh karena itu, perlu adanya pengoptimalanperkembangan moral agar terciptanya perilaku moral yang baikpada anak.

Piaget mengemukakan bahwa perkembangan moraldibentuk dan dipupuk oleh interaksi sosial. Dengan berinteraksisecara konstan dengan orang lain, siswa memiliki peluanguntuk penemuan pribadi melalui pemecahan masalah danmengeksplorasi norma-norma kelompok dan masyarakat.Kelompok ini akan memberikan kesempatan bagi siswa untukmenyelesaikan tugas, seperti menciptakan seni dan bermaingame. Ini akan memberikan kesempatan bagi siswa untukbelajar dari orang lain dan memahami pendidikan moralmereka melalui pengalaman belajar (Sze, 2014).

Penanaman nilai moral dapat dilakukan dengan kegiatanbermain. Permainan memberikan pembelajaran bagi anakdalam hal keterampilan motorik, sosialisasi dengan lingkungan,

Bab I Pendahuluan

4 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

dan kesenangan serta hiburan yang didapat bagi sang anakketika bermain (Achroni, 2012). Permainan dan anak-anakadalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dunia anakadalah dunia bermain karena dengan bermain merekamendapat berbagai pembelajaran tentang kehidupan. Dengandemikian, dapat dikatakan bermain adalah suatu kegiatan yangdapat menimbulkan kebahagiaan pada anak karena kegiatanbermain dilakukan atas keinginannya sendiri bukan ataspaksaan.

Permainan memiliki suatu urgensi atau hal yang sangatpenting yang bersifat kognitif, sosial, dan emosional. Permainandapat membantu mengembangkan kognitif anak, denganbermain dapat mengembangkan kemampuan-kemampuandan keterampilan-keterampilan anak dengan kegiatan yangmenyenangkan (Khobir, 2009). Permainan juga dapatmengembangkan perkembangan sosial anak, seperti dalambermain fantasi yaitu anak-anak dapat memerankan orang lainsehingga mereka dapat lebih memahami orang lain dan dapatmembantu pembentukan kepribadian anak dalam tumbuhhingga menjadi dewasa. Selain itu permainan juga dapatmembantu memecahkan permasalahan emosional anak karenadengan permainan anak-anak dapat mengeluarkan energi fisikdan perasaan-perasaan yang dipendam sehingga dapatmembantu anak dalam mengatasi masalah dalamkehidupannya.

Permainan tradisional seperti bekelan, congklak lidi, danselentikan berdasarkan hasil penelitian Iswinarti & Suminar(2019) telah terbukti mempunyai nilai-nilai problem solving.Ketika permainan tersebut diterapkan pada anak, anak dapatbelajar melakukan pemecahan masalah yang mencakupkemampuan dalam memahami masalah, mengidentifikasimasalah, dan menemukan solusi atas masalah.

Permainan sendiri terbagi menjadi dua yaitu permainanmodern dan permainan tradisional. Permainan modern adalah

5

permainan yang dilakukan secara individu yang carabermainnya menggunakan alat atau media seperti komputer,Nintendo, video game, atau yang sering kita kenal dengansebutan game online (permainan yang memanfaatkan internetuntuk memainkannya). Namun permainan modern inimemiliki kekurangan, khususnya dalam hal sosial. Permainanmodern atau game online dapat membuat anak menjadi antisosial dan hanya menghargai egonya sendiri (Khobir, 2009).

Permainan tradisional selain sebagai budaya bangsaIndonesia, permainan tradisional juga terbukti memberikanberbagai manfaat bagi perkembangan anak dan menumbuhkankarakter positif pada anak. Seperti penelitian yang dilakukanoleh Iswinarti et al., (2016) dengan hasil penelitianmenunjukkan bahwa ada pengaruh permainan tradisionaldengan metode experiental learning atau BERLIAN (Bermain-ExpeRiental Learning-ANak). Permainan tradisional tanpametode BERLIAN saja sudah dapat meningkatkan aspekpemecahan masalah dan kerja sama, apalagi dengan metodeBERLIAN dapat meningkatkan seluruh aspek kompetensisosial, seperti pemecahan masalah, pengendalian diri, kerjasama, dan empati.

Permainan tradisional sendiri memiliki berbagai macambentuk. Ada yang dimainkan secara individu maupunberkelompok. Ada interaksi antara permainan tradisional danketerampilan motorik dasar dengan keterampilan sosial anak.Ada perbedaan pengaruh antara permainan tradisionalindividu dan permainan tradisional tim pada keterampilansosial anak dalam hal kemampuan motorik yang tinggi atauada perbedaan pengaruh antara permainan tradisionalindividu dan permainan tradisional tim pada keterampilansosial anak dalam hal kemampuan motorik rendah. Permainantradisional individu memiliki pengaruh pada kemampuanmotorik dasar yang rendah. Sedangkan permainan tradisionaltim cocok untuk anak-anak yang memiliki kemampuan gerak

Bab I Pendahuluan

6 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

dasar yang tinggi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwapermainan tradisional dapat mempengaruhi keterampilansosial anak, dimana keterampilan sosial itu akan memberikandampak pada penanaman nilai-nilai moral yang ada padalingkungannya karena keterampilan sosial berkaitan denganbersosialisasi, berkomunikasi, dan berkompetisi maka ini tentuada kaitannya dengan moral yaitu bagaimana seseorangberperilaku baik terhadap lingkungannya.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Moral

Muryono (2009) mendefinisikan bahwa moralmerupakan keyakinan mengenai apa yang baikserta apa yang buruk dan keyakinan akan norma-

norma perilaku manusia dalam menentukan apakah suatutindakan atau sikap itu benar ataukah salah. Perkembanganmoral merupakan perubahan penalaran, perasaan, dan prilakutentang standar mengenai benar atau salah (Papalia et al.,2009). Standar benar dan salah yang mengatur perubahanpenalaran, perasaan dan perilaku ini tumbuh berdasarkanperkembangan lingkungan sekitar tempat individu tinggal.Perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensimengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalaminteraksinya dengan orang lain (Sandtrock, 2011). Sehinggamoral dapat juga dikatakan sebagai adat atau kebiasaan ataujuga dikatakan sebagai peraturan-peraturan. Berdasarkanbeberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa moralmerupakan kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilakumanusia yang berkaitan dengan nilai-nilai baik dan buruk.

8 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Teori Moral Kohlberg

Kohlberg (1981) mengajukan tiga tingkat utama dalampencapaian pemahaman moral dan membagi setiap tingkattersebut menjadi dua tahap. Menurut Colby & Kohlberg (1987)tingkat prakonvensional (tahap 1 dan 2), tingkat konvensional(tahap 3 dan 4), tingkat pasca-konvensional (tahap 5 dan 6).Perbedaan tingkatan ini berdasarkan pemahaman individutentang hubungan antara diri dengan aturan dan harapanmasyarakat. Tingkat prakonvensional adalah prespektif aturandan harapan sosial yang berasal dari luar diri. Penalaran moralpada tingkat ini sbeagaian besar ditemukan pada anak-anakdi bawah usia 9 tahun, beberapa remaja, dan orang dewasayang melakukan tindak kriminal dan pelanggaran lainnya.Tahap konvensional banyak dijumpai pada sebagian besarmasyarakat, yaitu diri diidentifikasi atau telah menginter-nalisasi aturan dan harapan orang lain, terutama dari pihak-pihak yang memegang otoritas. Pada tingkat ini bukan berartiindividu tidak dapat membedakan antara moralitas dankonvensi sosial, tetapi moralitas terdiri dari sistem aturan moralyang dibagikan secara sosial. Tahap poskonvensional biasanyadimiliki oleh sebagian kecil orang dewasa di atas usia 20 tahun.Pada tahap ini, individu mampu membedakan diri dari aturandan harapan orang lain dan mendefinisikan nilai-nilai moralberdasarkan prinsip yang dipilih sendiri. Individu pada tingkatini memahami dan menerima aturan masyarakat berdasarkanperumusan dan penerimaan prinsip moral yang mendasariaturan tersebut. Ketika prinsip-prinsip tersebut bertentangandengan aturan masyrakat, individu pada tingkat ini menilaiberdasarkan prinsip daripada konvensi (hasil kesepakatansosial).

Seiring dengan perkembangan riset, Kohlbergmengembang konsep mengenai perkembangan moral dalam3 level dan masing-masing level ini terdapat 2 tipe. Level Idisbeut dengan Pre-Moral Level terdiri atas tipe 1 (orientasi

9

hukuman dan ketaatan) dan tipe 2 (instrumental hedonismyang naïf). Level II disebut dengan Morality of Conventional Role-Conformity terdiri atas tipe 3 (moralitas “anak baik”, menjagahubungan baik, terkait persetujuan orang lain) dan tipe 4(otoritas memelihara moralitas). Pada level ini, karakteristikkognitif didefinisikan dalam stereotip moral, intensionalisme,serta moral yang positif, aktif, dan empatik. Level III disebutdengan Morality of self-accepted moral principles terdiri atas tipe5 (moralitas kontrak dan moralitas hokum yang diterima secarademokratis) dan tipe 6 (moralitas prinsip-prinsip hati nurani).Anak-anak tipe 5 dan 6 menerima kemungkinan konflik antaranorma-norma dan mereka mencoba sesuatu seperti keputusan“rasional” antara norma-norma yang bertentangan. Pada anaktipe 6, anak berusaha memilih dalam hal prinsip moraldaripada aturan moral. Tipologi perkembangan moral yangdisampaikan Kohlberg mengacu pada 30 aspek umummoralitas yang berbeda dimana aspek tersebut dibawa anak-anak ke dalam pemikiran mereka. Salah satu aspek tersebutyaitu penggunaan konsep hak anak, orientasi anak terhadapkeadilan hukuman, dan pertimbangan niat yang bertentangandengan konsekuensi tindakan (Kohlberg, 2008).

Tahap-tahap Perkembangan MoralTahap-tahap perkembangan moral dapat ditinjau dari

teori Kohlberg dan Piaget. Tahap perkembangan moral yangmengacu pada teori Kohlberg diuraikan sebagai berikut (Baek,1999):

TTTTTahap 1ahap 1ahap 1ahap 1ahap 1

Pada tahap ini, sejajar dengan tahap moralitas heteronomdari Piaget. Moralisme belum muncul pada tahap ini. Padatahap 1 ini hanya melibatkan sebuah sudut pandang individuyang konkret. Penilaian antara yang salah dan benarditentukan oleh orang memegang otoritas (misalkan orang tua).Kohlberg (2008) menjabarkan bahwa pada tahap ini termasuk

Bab II Tinjauan Pustaka

10 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

dalam tingkat pramoral tipe 1 (punishment obedience), dimanakarakteristik moral pada tipe ini muncul kekhawatiran akankonsekuensi daripada intensi, kurangnya kesadaran akan nilairelativitas, dan definisi hak sebagai kepatuhan terhadapotoritas.

TTTTTahap 2ahap 2ahap 2ahap 2ahap 2

Pada tahap 2 dianggap sebagai individualistik yangkonkrit dan moralitas instrumental. Pada tahap ini terdapatkesadaran dari beberapa individu untuk mengikuti hal yangdianggap menarik dan memunculkan konflik. Individucenderung mengambil sudut pandang satu orang dan kurangbisa memberikan pertimbangan yang terbaik dari sudutpandang semua orang. Sehingga perilaku yang baik dalamperspektif dalam tahap ini yaitu yang memungkinkanseseorang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri atauorang tertentu.

Pada tahap ini ada kemajuan dalam diferensiasi kognitifdibandingkan tipe 1. Definisi nilai dilakukan dalam halkebutuhan ego dan suatu hubungan yang timbal balik secarainternal, bukan sekedar refleksi pengajaran langsung dari oranglain. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan kesadarantipe 2 akan kepentingan ego sendiri dan pertukarankepentingan ago yag mendasari banyak organisasi sosial(Kohlberg, 2008).

TTTTTahap 3ahap 3ahap 3ahap 3ahap 3

Tahap ketiga ini merepresentasikan moralitas normatifinterpersonal. Di tahap ini, perspektif individu yang terpisah-pisah akan dikoordinasikan menjadi persepektif orang ketigadan diwujudkan dalam seperangkat norma moral bersama.Individu pada tahap ini menekankan peran dan motif yangbaik sebagai indikasi moralitas pribadi. Kepercayaan interper-sonal dan persetujuan sosial dipertahankan, disebut dengan“orientasi anak baik”.

11

Kohlberg (2008) menjelaskan bahwa usia praremaja ataumemasuki tahap ketiga ini mulai muncul stereotip bahwaremaja akan menganggap klise atau stereotip moral padadirinya di tahap 1 dan 2 dimana mengekspresikan sikapterhadap “yang baik” dan “yang benar” mengacu padaanggapan orang dewasa. Anak-anak yang dominan dengantipe 3 ini, pengambilan peran terutama berkaitan dengan jeniskasih sayang dan simpati alami atau kekeluargaan.

TTTTTahap 4ahap 4ahap 4ahap 4ahap 4

Pada tahap ini disebut dengan moralitas sistem sosial,dimana individu cenderung melihat sudut pandang dari sistemsosial. Individu menganggap sistem sosial sebagai seperangkatkode yang konsisten dan prosedur yang berlaku untuk semuaanggota masyarakat. Individu memutuskan sesuatu yangbenar berdasarkan sudut pandang keutuhan institusionaldaripada sudut pandang tentang hubungan bersama antaradua atu lebih individu seperti hubungan berbasis tentangkepedulian, kepercayaan, rasa hormat. Penilaian moral padatahap ini berdasarkan aturan menjaga ketertiban sosialsehingga menunjukkan penghormatan terhadap orang yangmemiliki otoritas atau yang dihargai lebih. Pra-remaja padatahap ini berusaha membuat keputusan dan menentukan halyang baik untuk diri mereka sendiri dengan mengantisipasikemungkinan ketidaksetujuan dalam pemikiran dan imajinasidengan memegang persetujuan sebagai tujuan internal akhir(Kohlberg, 2008). Untuk anak-anak tipe 4, tatanan moraldipandang sebagai masalah aturan dan pengambilan perandidasarkan pada keadilan dengan memperhatikan hak-hakdan harapan-harapan baru dari penegak aturan maupun yangmematuhi aturan.

TTTTTahap 5ahap 5ahap 5ahap 5ahap 5

Tahap ini moralitas berorientasi pada hak asasi manusiadan kesejahteraan sosial. Individu mengakui bahwa sistem

Bab II Tinjauan Pustaka

12 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

sosial dapat dievaluasi sejauh mana sekelompok orangmelestarikan dan melindungi manusia berdasarkan hak dannilai. Individu juga mengakui bahwa terdapat keadaan dimanaada hukum yang tidak dapat mengikat perilaku individu,sehingga individu terkadang sadar adanya konflik antara sudutpandang moral dan hukum, tetapi sulit untuk meng-integrasikannya.

TTTTTahap 6ahap 6ahap 6ahap 6ahap 6

Tahap ini moral berlandaskan prinsip etika. Individumendefinisikan benar dan salah berdasarkan prinsip-prinsipetis yang dipilih sendiri dari hati nuraninya sendiri. Prinsip initidak bersifat konkret tetapi prinsip keadilan universal yangabstrak dimana harus diterapkan dalam semua situasi.

Piaget membagi tahap perkembangan moral berdasarkancara penalarannya yaitu:

a. Tahap moralitas heteronom/ realisme moral (4-7tahun)

Pada tahap ini cara berpikir anak tentang keadilan danperaturan bersifat obyektif dan mutlak, artinya tidak dapatdiubah dan tidak dapat ditiadakan oleh kekuasaan manusia,perilaku anak ditentukan oleh ketaatan otomatis terhadapperaturan tanpa penalaran atau penilaian (Monks et al., 2001).Anak kecil yang masih dalam tahap egosentrisme danmengalami kebingungan dengan perspektif diri sendiri denganorang lain menyebabkan ketidakmampuan anak untuk melihatnilai moral sebagai hal yang relatif terhadap berbagai orangatau tujuan. Ideologi moral yang dihasilkan dari interaksikepatuhan heteronom dan realism kognitif digambarkansebagai “realism moral” (Kohlberg, 2008). Selain itu, pada tahapini menilai baik atau benar suatu perilaku sesuai dengan akibatyang ditumbulkan bukan dari tujuan.

13

b. Tahap transisi (7-10 tahun)

Anak menunjukkan sebagian sifat dari tahap moralitasheteronom, dan sebagian sifat lain dari tahap moralitasautonom. Pada anak usia 8-12 tahun rasa hormat akan pihakyang berwenang memberikan aturan dan otoritas pada anakmenjadi saling timbal balik dan relativistic (Kohlberg, 2008).

c. Tahap moralitas autonom (10 dan seterusnya)

Anak menunjukkan kesadaran bahwa peraturan danhukum diciptakan oleh manusia, oleh karenanya dalam menilaisuatu perbuatan, anak-anak selain mempertimbangkan akibat-akibat yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, juga sekaligusmempertimbangkan maksud dan ikhtiar dari si pelaku.

Aspek-aspek MoralTerdapat tiga aspek dalam perkembangan moral yakni

moral knowing, moral feelings, dan moral action, masing-masingditerangkan oleh tiga teori perkembangan mayor, yaitu teoriperkembangan kognitif oleh Piaget, teori psikoanalitik olehFreud, dan teori sosial kognitif oleh Bandura (Santrock, 2008).Berikut adalah aspek-aspek moral:

1. 1. 1. 1. 1. Moral knowingMoral knowingMoral knowingMoral knowingMoral knowing

Aspek kognisi sebagai fungsi utama dalam perkembanganmoral anak, baik pada tahap moralitas heteronom yangcenderung bersifat pasif menerima dari orang tua maupun padatahap moralitas autonom yang cenderung bersifat aktifmengadakan negosiasi dengan kelompok teman sebayatentang norma dan peraturan-peraturan yang akan diadopsidan kemudian dikonsepsi dalam kepribadiannya.

2. 2. 2. 2. 2. MMMMMoral Foral Foral Foral Foral Feelingeelingeelingeelingeeling

Menurut Freud dengan teori psikoanalitiknya, perasaancemas dan bersalah merupakan inti dari perkembangan moraldan dalam perkembangan moral anak-anak demi untuk

Bab II Tinjauan Pustaka

14 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

mengurangi rasa cemas, bersalah dan malu, menghindarihukuman serta mempertahankan kasih sayang orang tua,mereka melakukan identifikasi diri terhadap orang tua,menginternalisasi standar nilai tentang benar-salah dari orangtua, untuk kemudian membangun superego yang merupakanelemen moral dari kepribadian anak. Di samping itu untukmengembangkan moral anak, mereka perlu ditumbuhkan rasacemas, bersalah, dan malu apabila melakukan kesalahan, sertadiajarkan mengambil sudut pandang orang lain untukmengembangkan rasa empati agar dapat merespon perasaanorang lain dengan reaksi emosional yang memadai.

3. 3. 3. 3. 3. Moral ActionMoral ActionMoral ActionMoral ActionMoral Action

Perilaku atau tingkah laku moral merupakan fokus dariperkembangan moral menurut pendekatan sosial kognitif yangmenyatakan bahwa penguatan (reinforcement), hukuman, danimitasi merupakan proses-proses yang dapat menerangkanperkembangan moral anak (Grusec, 2006). Sementara ketikamodel yang memberikan teladan perilaku mematuhi peraturanmoral tersedia bagi anak, maka anak-anak cenderungmelakukan peniruan (modeling) dan mengadopsi perilakutersebut. Dalam hal ini anak tidak secara pasif menyerap stimu-lus eksternal dari model, melainkan secara aktif melakukanseleksi model perilaku yang akan diadopsi dari sesuatu yangdiobservasinya serta membangun konsep tentang standar in-ternal yang akan membimbing perilakunya sendiri, di sinilahletak peran fungsi kognitif (Bussey & Bandura, 2004). Dengandemikian dapat disimpulkan bahwa menurut teori sosialkognitif, inti dari perkembangan moral terletak pada prosespenguatan (reinforcement), hukuman, dan imitasi. Selain itupengaruh situasi, dan fungsi kognitif memiliki pengaruh sangatesensial dalam berkembangnya pengendali diri yang mengaturperilaku bermoral anak.

15

Permainan Tradisional

Sujarno et al. (2013) mengungkapkan bahwa permainantradisional adalah permainan turun temurun yang diwariskandari generasi satu ke generasi berikutnya. Hal ini seperti yangdiungkapkan oleh Bishop & Curtis (2001) yang mendefenisikanpermainan tradisional sebagai permainan yang telahditurunkan dari satu generasi terdahulu ke generasi berikutnyadengan permainan tersebut mengandung nilai yang positif,baik, bernilai, dan diinginkan. Kemudian lebih lanjut Sujarnojuga mengungkapkan bahwa permainan tradisional mengandungnilai-nilai yang baik didalamnya untuk pembentukan karakteranak, seperti nilai kejujuran, sportivitas, kreativitas, keuletan,kesabaran, keterampilan motorik, keseimbangan, ketangkasan,dan kemampuan menjalin kerjasama dengan orang lain.

Permainan tradisional adalah suatu kegiatan yangmenimbulkan kesenangan bagi pemainnya dan dilakukansecara suka rela, yang diatur oleh peraturan dan dijalankanberdasarkan tradisi turun temurun (Susanti et al., 2010). Daribeberapa pendapat di atas mengenai permainan tradisional,maka dapat dikatakan bahwa permainan tradisional adalahsebuah kegiatan bermain yang memiliki nilai-nilai kebaikan dantermasuk dalam budaya yang diwariskan secara turuntemurun yang cara memainkannya diatur dengan aturan-aturan dan dilakukan dengan tujuan untuk memperolehkegembiraan.

Permainan tradisional adalah segala perbuatan baikmempergunakan alat atau tidak, yang diwariskan turuntemurun dari nenek moyang, sebagai sarana hiburan atauuntuk menyenangkan hati. permainan tradisional sendiri dibagimenjadi tiga golongan yaitu: (1) permainan untuk bermain(rekreatif) yang dilakukan pada waktu senggang, (2)permainan untuk bertanding (kompetitif) yang dimainkanpaling sedikit 2 orang dan akan ada yang menang maupun

Bab II Tinjauan Pustaka

16 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

kalah, dan (3) permainan yang bersifat edukatif dimanaterdapat unsur pendidikan. Dengan permainan yang memilikitiga golongan tersebut maka akan dapat membantu anakdalam keterampilan dan kecakapan yang akan diperlukanuntuk menghadapi kehidupan bermasyarakat (Misbach, 2006)(Misbach, 2006).

Jenis-jenis Permainan TradisionalPermainan tradisional terbagi dalam beberapa jenis yaitu

(1) bermain dan bernyanyi, permainan ini dapat melatih anakdalam bersosialisasi, bersifat resposif, dan menghaluskan budiseperti permainan tradisional cublak-cublak suweng dan jamuran.(2) bermain dan berpikir, permainan ini membutuhkankonsentrasi dan strategi memecahkan masalah sepertipermainan dakon dan congklak lidi (3) bermain dan berkompetisi,permainan ini lebih mendasar pada adu ketangkasan dan lebihmengandalkan ketahanan dan kekuatan fisik berupapermainan kelompok dengan kelompok yang akhir daripermainan ada kelompok yang menang dan kalah sepertipermainan boi-boian dan bentengan (Dharmamulya, 2004).

Aspek-aspek yang terdapat pada Permainan TradisionalPermainan tradisional dapat menstimulasi perkembangan

anak dalam berbagai yang dapat meliputi hal-hal sebagaiberikut (Misbach, 2006):

1. Aspek motorik yang dapat melatih daya tahan, dayalentur, sensori motorik, motorik kasar, dan motorikhalus.

2. Aspek kognitif yang dapat membantu mengembangkanimaginasi, kreativitas, problem solving, strategi,kemampuan antisipatif, dan pemahaman kontekstualanak.

3. Aspek emosi yang dapat mengasah empati, pengendaliandiri, dan dapat menjadi media katarsis emosional.

17

4. Aspek bahasa yaitu berupa pemahaman tentangkonsep-konsep nilai.

5. Aspek sosial yaitu dengan mengkondisikan anak-anakagar dapat menjalin relasi, bekerjasama, melatihketerampilan sosialisasinya dengan teman sebaya danmelatih kemampuan sosialnya dengan berlatih perandengan orang yang lebih dewasa dan lingkungannyayang lebih luas.

6. Aspek spiritual, dengan permainan tradisonal dapatmembantu anak untuk menuntunnya menyadarihubungan dengan sesuatu yang bersifat Agung (tran-scendental).

7. Aspek ekologis dengan memfasilitasi anak untuk dapatmemahami pemanfaatan elemen-elemen alam sekitarsecara bijaksana.

8. Aspek nilai-nilai/moral dengan memantu anak untukdapat menghayati nilai-nilai moral yang diwariskan darigenerasi terdahulu kepada generasi selanjutnya.

Experiental Learning

Teori experiental learning dapat diartikan sebagai belajarmelalui pengalaman. Menurut Fiore et al., (2007) experientallearning adalah proses seseorang memperoleh pengetahuanyang dikreasikan melalui transformasi pengalaman. Dalamexperiental learning dibutuhkan proses kognitif untukmengantarkan proses belajar melalui alat simulasi maupuntraining. Hal yang paling penting yang mendasari experientallearning adalah belajar dan pengalihan. Adapun hal-hal pentingyang harus diperhatikan dalam experiental learning adalah: (1)keikutsertaan individu ke dalam aktivitas yang konkrit sehinggadapat pelajari, (2) adanya kesempatan untuk dapatmerefleksikan aktivitas yang mereka alami. Pengalaman yang

Bab II Tinjauan Pustaka

18 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

dipelajari dapat berasal dari pengalaman yang terstrukturmaupun pada kehidupan nyata (Iswinarti et al., 2018).

Experiental learning berawal dari pembelajaran orangdewasa atau sering diterapkan pada orang dewasa, namunmetode ini mulai meluas hingga pada anak-anak. Berdasarkandefenisi diatas dapat disimpulkan bahwa experiental learningadalah suatu proses belajar individu melalui keterlibatanindividu dalam kegiatan yang nyata sehingga dari pengalamanyang didapat individu dapat melaksanakannya ke dalamkegiatan sehari-hari yang lebih luas lagi.

Proses Experiental Learning

Menurut Zigmont et al. (2011) menjelaskan secara lebihterperinci proses experiental learning pada setiap tahapanyasebagai berikut:

1. Concrete experience

Dengan simulasi seseorang dapat pengalaman yangkonkret yang menekankan pada pengalaman secara personal,perasaan memiliki pengalaman tersebut dan perasaan yangterlibat didalamnya. Pengalaman yang berkontribusi besarterhadap proses belajar adalah yang menimbulkan perubahanpada tubuh, menyulut secara emosional, menekan danmenantang. Rancangan simulasi yang menyebabkan kondisitubuh akan berubah secara optimal memperkuat refleksi yangbermakna tetapi tidak menimbulkan tekanan dalam prosesbelajar.

2. Reflective observation

Fasilitasi akan memberi kesempatan kepada seseorangyang belajar untuk merefleksikan simulasi dan kinerja mereka.Proses refleksi ini terjadi melalui persepsi dan mengarahkanpemahaman gagasan dan situasi melalui observasi yangdilakukan secara teliti. Individu diarahkan untuk peduli denganapa dan bagaimana sesuatu dapat terjadi dengan cara

19

diarahkan untuk mencoba melihat persepsi yang berbeda-bedadan meletakannya pada pikiran, perasaan, dan penilaianseseorang. Fasilitator dapat mengarahkan proses refleksidengan membantu memberikan pandangan yang objektiftentang kinerja individu itu sendiri.

3. Abstract conceptualization

Pengalaman dan refleksi memberikan kesempatankepada individu untuk membuat arti terhadap apa yang telahterjadi, sedangkan abstract conceptualization lebih mengarahkanpada pengalaman yang akan datang. Individu dapatmenyesuaikan diri dengan model mental mereka jika telahselesai dari refleksi. Individu diberikan kesempatan untukmembentuk model mental mereka yang baru selama prosesabstract conceptualization. Dalam hal ini individu siap untukmempertimbangkan informasi yang didapat baik itu yangberasal dari fasilitator maupun dari sumber yang lain.

4. Active experimentation

Individu perlu untuk menguji model mental yang baruyang telah dikembangkan sebelumnya. Dalam praktek yangsebenarnya, individu harus menunggu kesempatan ini muncul.Eksperimen aktif lebih baik dilakukan pada proses simulasidengan cara mengijinkan peserta untuk menguji coba ide barusegera. Beberapa eksperimen aktif ini akan meningkatkanpengetahuan baru dan perubahan dalam waktu yang lamadalam kehidupan nyata.

Perkembangan Moral dan Permainan Tradisional

Permainan tradisional dapat memberikan berbagaialternatif yang berbeda dalam kehidupan anak. Susanti et al.(2010) mengungkapkan bahwa ada beberapa nilai yang dapatditanamkan pada anak selain rasa senang saat anak bermainanpermainan tradisional antara lain rasa berteman, rasa bebas,rasa patuh, adanya rasa penuh tanggung jawab, rasa demokrasi,

Bab II Tinjauan Pustaka

20 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

dan rasa saling membantu yang dari semua nilai tersebut sangatbaik dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari anak.Sedangkan Iswinarti (2010) mengungkapkan bahwa hinggapada usia anak sekolah bermain merupakan hal yang sangatpenting, selain bermain adalah dunia anak karena terdapatnilai-nilai yang terkandung dalam bermain yaitu: meningkat-kan kemampuan problem solving, menstimulasi kemampuanbahasa, mengembangkan keterampilan sosial, merupakantempat meluapkan emosi.

Adapun pengembangan moral yang dikemukakan olehPiaget bahwa perkembangan moral dibentuk dan dipupuk olehinteraksi sosial. Dengan berinteraksi secara konstan denganorang lain, siswa memiliki peluang untuk penemuan pribadimelalui pemecahan masalah dan mengeksplorasi norma-norma kelompok dan masyarakat. Kelompok ini akanmemberikan kesempatan bagi siswa untuk menyelesaikantugas, seperti menciptakan seni dan bermain game. Ini akanmemberikan kesempatan untuk belajar bagi siswa dari oranglain dan memahami pendidikan moral mereka melaluipengalaman belajar (Sze, 2014).

21

Tabel 1. Aspek Perkembangan Moral dan Indikator Perilakudalam Permainan

Jenis

Permainan

Indikator Perilaku dalam Permainan

Moral Knowing Moral Feeling Moral Action

Congklak

Lidi

-Pemain

memahami cara

yang

diperbolehkan dan

yang tidak

diperbolehkan

dalam mengambil

lidi

-Pemain mengerti

bahwa tidak

diperbolehkan

mengganggu teman

yang sedang

berusaha

mengambil lidi.

-Pemain tidak akan

melanjutkan giliran

main saat

mengenai lidi yang

lain meski

temannya tidak

melihat.

-Pemain

memahami aturan

bermain

-Pemain

memahami cara

bermain

-Memikirkan lidi

yang harus diambil

agar lidi yang lain

tidak bergerak

-Pemain tidak

marah saat lawan

mainnya tidak

sengaja

menyentuhnya

saat mengambil

lidi.

-Pemain

menerima apabila

jumlah lidinya

lebih sedikit dari

lidi lawan

-Pemain merasa

malu saat bermain

curang

-Pemain sabar

menunggu untuk

giliran bermain

-Pemain tidak

marah saat lawan

mainnya tidak

sengaja

menyentuh lidi

saat bermain

-Pemain bersabar

dalam menunggu

giliran bermain

-Pemain tidak

marah saat kalah

dalam permainan

-Pemain berlaku

adil dengan

melakukan suit

untuk

menentukan

giliran

-Pemain jujur

dalam mengambil

lidi jika lidi

tersebut benar-

benar tidak

bergerak atau

menyentuh lidi

lain

-Pemain harus

bergantian ketika

menyentuh lidi

yang lain

-Ketika pemain

jujur dalam

mengambil lidi

jika lidi tersebut

benar-benar tidak

bergerak atau

menyentuh lidi

lain.

-Pemain tidak

membiarkan

lawan mainnya

bermain curang

-Pemain tidak

mengeluarkan

kata kasar saat

bermain

-Memberikan

semangat dan

membantu

temannya saat

melakukan

permainan

Bab II Tinjauan Pustaka

22 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Jenis

Permainan

Indikator Perilaku dalam Permainan

Moral Knowing Moral Feeling Moral Action

Ular Naga -Pemain mengerti

bahwa terdapat

aturan untuk

dipatuhi dalam

usaha merebut

lawan

-Pemain paham

tidak boleh saling

mendorong saat

mengamankan dan

merebut anggota

-Pemain akan

berpindah

kelompok saat

disentuh kelompok

lain sebab ia

mengerti aturan

permainnya

-Pemain tidak

boleh terpancing

emosi saat

anggota

kelompoknya

direbut oleh

kelompok lawan

-Pemain harus

menerima apabila

jumlah

anggotanya lebih

sedikit dari

jumlah anggota

kelompok lain

-Pemain meredam

emosi temannya

-Pemain meminta

maaf saat tidak

sengaja mencakar

atau menjatuhkan

temannya

-Peserta bermain

sportif meski

temannya

bermain curang

-Pemain saling

memberikan

semangat

-Pemain

melindungi

anggotanya dari

serangan lawan

Bentengan -Pemain

memahami aturan

bermain

-Pemain

memahami cara

bermain

-Tidak marah saat

pemain lawan

tidak sengaja

mendorong saat

mengejar untuk

dijadikan sandera

-Emosi pemain

tidak terpancing

jka diledek untuk

mencari perhatian

oleh lawan

Pemain merasa

sedih ketika

teman

kelompoknya

menjadi sandera

oleh kelompok

lawan

-Pemain tidak

marah saat kalah

dalam permainan

-Pemain tidak

mendorong

dengan keras saat

menyentuh lawan

ketika akan

menjadikan

sandera

-Bermain jujur

apabila disentuh

untuk menjadi

sandera

Pemain tidak

mengeluarkan

kata kasar saat

bermain

-Pemain

membantu

temannya ketika

dikejar lawan

23

Jenis

Permainan

Indikator Perilaku dalam Permainan

Moral Knowing Moral Feeling Moral Action

Boi-boian -Peserta mengerti

tentang larangan-

larangan yang ada

dalam permainan

-Peserta mengerti

cara bermain

-Penjaga tidak

terpancing

emosinya ketika

pihak pemain

mencoba

mengecoh agar

temannya bisa

melewati garis

-Peserta tidak

marah ketika

timnya kalah

dalam bermain

-Peserta tidak

marah ketika

penjaga berusaha

mengganggu

konsentrasinya

saat melempar

bola

-Peserta jujur jika

bagian dari

tubuhnya terkena

lemparan bola

-Peserta tidak

mengeluarkan

kata-kata kasar

saat penjaga

melempar

tubuhnya terlalu

keras

-Peserta tidak

membiarkan

lawan mainnya

bermain curang

-Memberikan

semangat dan

membantu

temannya saat

melakukan

permainan

Bekelan -Peserta mengerti

tentang larangan-

larangan yang ada

dalam permainan

-Peserta mengerti

cara bermain

-Pemain tidak

terpancing

emosinya ketika

pemain lain

mencoba

mengganggu

konsentrasinya

-Peserta tidak

marah ketika

kalah dalam

bermain

-Peserta tidak

marah ketika

kalah dalam

bermain

-Peserta tidak

marah ketika

tidak dapat

menyelesaikan

runtutan

permainan

-Peserta jujur jika

bola menyentuh

lantai lebih dari

satu kali

-Peserta tidak

mengeluarkan

kata-kata kasar

saat bermain

-Peserta tidak

membiarkan

lawan mainnya

bermain curang

-memberikan

semangat kepada

lawannnya saat

melakukan

permainan

Bab II Tinjauan Pustaka

24 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Jenis

Permainan

Indikator Perilaku dalam Permainan

Moral Knowing Moral Feeling Moral Action

Gobak

Sodor

-Peserta mengerti

tentang larnagan-

larangan yang ada

di dalam

permainan

-Peserta mengerti

cara bermain

-Penjaga tidak

terpancing emosi

ketika pihak

pemain mencoba

mengecoh agar

temannya bias

melewati garis

-Peserta tidak

marah ketika

timnya kalah

dalam bermain

-Peserta tidak

marah ketika

penjaga

menyentuh

tubuhnya terlalu

keras

-Ketika peserta

jujur jika bagian

dari tubuhnya

terkena tangan

penjaga

-Peserta tidak

mengeluarkan

kata-kata kasar

saat penjaga

menyentuh

menyentuh

tubuhnya

-Peserta tidak

membiarkan

lawan mainnya

bermain curang

-Memberikan

semangat dan

membantu

temannya saat

melakukan

permainan

BAB IIIMETODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimendengan model pretest-posttest control group design.

Tabel 2. Rancangan Penelitian

Subjek

Subjek penelitian pada masing-masing studi yaitu 24anak yang berasal dari dua sekolah yang berbeda. Pengambilansubjek penelitian menggunakan teknik purposive sampling.Adapun kriteria subjek yang digunakan yaitu kelamin kaki-laki dan perempuan yang mendapatkan skor pre test rendahpada skala perkembangan moral berdasarkan penormaanhipotetik, dan tidak memiliki cacat fisik dan gangguan mental.Dari 24 anak tersebut dibagi dalam dua kelompok yaitu 12anak di dalam kelompok eksperimen dan 12 anak di dalamkelompok kontrol.

Kelompok Desain Penelitian

K.E. Pre-test --- X --- Post-test

K.K. Pre-test --------- Post-test

26 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Studi 1Subjek penelitian yang digunakan berasal dari SDN

Dinoyo 1,dan SDN Tlogomas 2, berusia 10-12 tahun. Kelompokeksperimen diberikan perlakukan dengan permainan congklaklidi dan permainan ular naga, sedangkan kelompok kontroltidak diberikan perlakukan.

Studi 2Subjek penelitian ini berasal dari SDN Tlogomas 2 dan

SD Muhammadiyah 08, dengan rentan usia 9-10 tahun.Kelompok eksperimen diberi perlakuan permainan congklak lididan bentengan dan kelompok kontrol yang tidak diberikanperlakuan.

Studi 3Subjek penelitian berasal dari SD Muhammadiyah 8 Dau

dan SD Negeri 2 Tlogomas, berusia 10-12 tahun. Kelompokeksperimen diberi perlakuan permainan tradisional boi-boiandan bekelan, sedangkan kelompok control tidak diberi perlakuanapapun.

Studi 4Subjek penelitian berasal dari SD Negeri 2 Tlogomas dan

SD Muhammadiyah 8, berusia 10-12 tahun. Kelompokeksperimen diberi perlakuan permainan tradisional gobak sodordan congklak lidi, sedangkan kelompok control tidak diberiperlakuan apapun.

Instrumen

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukurperkembangan moral adalah skala Perkembangan Moral yangmerupakan hasil penelitian Penyusunan Alat UkurPerkembangan Moral Pada Anak-Anak Usia Akhir (Iswinartiet al., 2017) yang terdiri dari 21 item dengan reliabilitas 0,872.Aspek-aspek perkembangan moral disuusn menurut Santrock

27

(2012) yaitu: (1) Aspek penalaran. (2) Aspek perasaan. (3) Aspekperilaku. Skala perkembangan moral yang dibuat dalam bentukpernyataan dengan 4 pilihan jawaban yaitu sangat setuju,setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju yang memangpernyataan dibuat khusus untuk anak sekolah dasar.

Panduan Pemberian Perlakuan Permainan Tradisional

a. Pa. Pa. Pa. Pa. Pembagian Kembagian Kembagian Kembagian Kembagian Kelompokelompokelompokelompokelompok

- Pembagian kelompok disesuaikan dengan hasil pre-testyang dilakukan terlebih dahulu kepada anak.

- Setiap kelompok permainan terdapat 12 anak.

bbbbb. A. A. A. A. Aturan Pturan Pturan Pturan Pturan Permainanermainanermainanermainanermainan

- Atuan Permainan Congklak Lidi

Penentuan pemain yang bermain lebih dahulu dengancara hom pim pa atau suit. Pemain pertama menggenggam lididengan posisi lidi menempel di lantai lalu tangan dibuka (pelan-pelan) sehingga lidi berhamburan. Di antara lidi-lidi yangberserakan tersebut, diambil lidi secara satu per satu (denganhati-hati).

Syarat: lidi-lidi yang hendak diambil tidak bolehbersentuhan dengan lidi yang lain. Apabila terdapat lidi yangtersenggol oleh lidi yang lain dan bergerak, maka permainandianggap gugur. Jika hal tersebut terjadi maka pemainselanjutnya mendapat giliran untuk bermain.

Jika salah satu pemain mendapatkan lidi dengan jumlahpaling banyak maka akan menjadi pemenang.

Aturan Permainan Ular NagaPermainan dimulai dengan menentukan terlebih dahulu

2 orang sebagai gerbang. Penetapan nama kelompok untukmasing-masing gerbang sesuai dengan kesepakatan pemaingerbang. Kemudian pemain gerbang membuat terowongandan pemain lainnya berjalan di bawah terowongan sambil

Bab III Metode Penelitian

28 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

bernyanyi. Pemain gerbang menangkap satu orang ketika lagutersebut selesai. Pemain yang tertangkap diminta memilihantara salah satu kelompok pemain gerbang. Bila seluruhpemain sudah tertangkap, selanjutnya masing-masing pemaingerbang saling merebut anak buahnya apabila pemain gerbangA bisa menyentuh anak buah dari pemain gerbang B, makaanak buah tersebut berpindah menjadi anak buah pemaingerbang B, begitu juga sebaliknya. Si A dan B salingmempertahankan anak buahnya untuk dilindungi dan ikutbersama kelompoknya.

Aturan Permainan Gobak SodorSetelah pemain terbagi, maka semua pemain bersiap-siap

pada garis start dan penjaga garis bersiap pada garis yang telahditentukan. Penjaga 1 hanya bias bergerak sepanjang garis 1.Penjaga 2 hanya bias bergerak di sepanjang garis 2, danseterusnya. Pemain harus bias melewati setiap penjaga garismulai dari garis pertama sampai garis terakhir tersentuh olehpenjaga garis. Ketika ada pemain yang lolos maka itulah yangakan menjadi pemenang.

Aturan Permainan BentenganPermainan ini hanya diikuti oleh 8-10 orang yang dibagi

ke dalam 2 kelompok (dengan cara hompimpa). Setiapkelompok menunjuk salah satu orang sebagai perwakilan untukmelakukan suit dan menentukan kelompok yang bermain lebihdahulu. Kelompok yang menang harus menarik perhatiankelompok yang kalah (bias dengan meledek). Jika sudah keluardari banteng maka kelompok lain mengejar dan harus bisamenyentuh orang dari kelompok lawan yang keluar daribanteng untuk dijadikan sandera (dimasukkan ke dalampenjara). Kelompok yang anggotanya disandera, berusahauntuk membebaskan temannya dengan cara berlari keluar daribanteng dan untuk bias mengelabui lawannya agar keluar daribanteng, kemudian berusaha mendekati penjara dan

29

menyentuh teman yang telah disandera lalu segera berlarikembali ke banteng. Apabila tersentuh kembali maka akanmenjadi sandera lagi. Jika ada salah satu pemain yangmenyentuh banteng lawan maka harus berteriak “benteng”sebagai tanda bahwa banteng lawan telah dikuasai, walaupunteman satu kelompoknya belum dibebaskan. Kelompok yangberhasil merebut banteng lawan menjadi pemenang danmendapatkan poin.

Aturan Permainan Boi-boianSyarat: setiap anggota mendapatkan giliran satu kali

melempar bola untuk merobohkan tumpukan genting. Pemaintidak boleh melemparkan pada bagian kepala. Pemain yangmendapatkan bola tidak boleh berlari hanya boleh melangkahdengan satu kaki saja. Apabila ada salah satu anggota terkenalemparan bola musuh, maka pemain tersebut harus keluar daripermainan dan menunggu anggota kelompok lainnya yangtersisa. Pemain tidak boleh keluar melebihi batas yang telahdisepakati.

Cara bermain: membagi kelompok dnegan jumlah yangsama, setiap pemain harus bisa menghafal teman satukelompok. Beberapa pecahan genting (kecil-kecil) ditumpuk.Selanjutnya menentukan jarak tumpukan ke tempat orangyang melempar bola (+ 3-4 meter). Melakukan hom pim pauntuk menentukan kelompok yang melempar pertama kali kearah tumpukan pecahan genting, sedangkan teman sekelompokyang lainnya mencari posisi yang aman dari kejaran musuh.Setelah berhasil merobohkan susunan pecahan genting makapemain harus segera berpencar dan mengatur strategi untukmenyusun kembali pecahan genting yang roboh sambil berlaridan menghindar dari lemparan bola musuh. Musuh akanmemindah-mindahkan bola kasti kepada teman musuh yangsekiranya mendekati dengan kelompok pemain agar mudahmelempar bola ke kelompok pemain. Pada saat itu kelompokmusuh melempar bola kastinya ke salah satu anggota kelompok

Bab III Metode Penelitian

30 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

pemain, sehingga kelompok pemain harus bisa menghindardari lemparan bola kasti. Jika lemparan bola kasti tidakmengenai slah satu anggota kelompok maka bolanya akanterlempar jauh. Pada saat itulah kelompok pemain menatatumpukan genting itu secepat-cepatnya

Aturan Permainan BekelanSyarat: pemain terdiri atas 2 orang atau lebih. Dikatakan

mati (lawan bermain harus berhenti) ketika bola tidak dapatditangkap kembali. Pemain menggunakan 6 biji bekel atausesuai dnegan kesepakatan. Pemain juga dikatakn mati apabilapemain menyentuh bekel lain atau salah mengambil bekelsesuai dengan prosedur. Biji bekel terdiri atas 4 sisi yaitu: Phet,Rha, Klat, dan Es. Bola tidak boleh memantul lebih dari satukali ke lantai.

Cara bermain: Permainan diawali dengan suit unutkmenentukan giliran pertama. Bola dilempar ke atas kemudianmenjatuhkan biji bekel ke lantai, lalu tangkap bolanya lagi.Selanjutnya memantulkan kembali bola bekel, saat bola di atasmaka pemain harus mengambil biji bekel sesuai dengantahapannya (tahap satu Phet, kedua Rha/Rhe, ketiga Klat 1-5, keempat Es 1-5). Pemain yang dapat menyelesaikan semuatahapan permainan lebih dahulu adalah pemenang permainan.

c. Pc. Pc. Pc. Pc. Prrrrrosedur Posedur Posedur Posedur Posedur Permainanermainanermainanermainanermainan

Studi 1 (congkak lidi dan ular naga)

Dalam studi 1 ini permainan congklak lidi dan ular nagadilaksanakan dalam 8 sesi (Ular naga: sesi 1, 2, 5, dan 6sedangkan Congklak lidi: sesi 3,4, 7, dan 8)

Prosedur masing-masing permainan pada setiap sesi,sebagai berikut:

31

Ular Naga

1. Kegiatan kelompok (30 menit): mengumpulkan 12peserta, memperkenalkan permainan ular naga,menjelaskan aturan permainan, dan memberikansimulasi permainan.

2. Feedback (10 menit): fasilitator menyampaikan manfaatyang diperoleh pada kegiatan (pada setiap sesi),memberikan motivasi kepada subjek, memberikanfeedback dimana fasilitator memabntu untuk menjelaskanaspek-aspek perkembangan moral dalam permainandikaitkan dengan kehidupan sehari-hari, dan mem-berikan arahan utnuk meningkatkan semangat dalamkompetensi pada sesi berikutnya.

Pertanyaan feedback:

Sesi 1: “Apakah adik-adik sudah mengerti cara melakukanpermainan ini?” dan “Pada bagian manakah adik-adikmerasa kesulitan memahami cara bermain?”

Sesi 2: “Apa yang dirasakan setelah memainkan permainan?”,“Siapa yang bermain sesuai aturan dan melanggaraturan?”, “Adakah yang tidak mengaku saat sudahtersentuh kelompok lawan?”, dan “Jika merasa kesulitan,apa yang harus dilakukan agar bisa menyelesaikanpermainan?”

Sesi 5: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, “Apakah ada yang merasa kesal saat ditarik-tarik saat permainan tadi?”, “Apa yang dirasakan saatanggotanya diambil oleh kelompok lain?”, “Apa ada yangmarah saat timnya kalah?”, dan “Jika ada teman yangemosi, apa yang harus adik lakukan agar suasana kembalibaik?”

Sesi 6: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, “Apakah ada yang melihat temannya bermain

Bab III Metode Penelitian

32 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

curang? Lalu apakah kalian ikut curang juga?”, “Adakahyang memebrikan semangat kepada rekannya? Seperti apabentuknya?”, dan “Mengapa di permainan tadi kaliansaling melindungi anggota?”

3. Penutup (1 menit): menyampaikan ucapan terimakasihkepada subjek

Congklak Lidi

1. Kegiatan kelompok (15 menit): dari 12 peserta yang telahdikumpulkan akan dibagi menjadi 3 kelompok kecil,fasilitator memperkenalkan permainan congklak lidibersama dengan alat permainannya, menjelaskan caradan aturan permainan, serta memberikan contoh carabermain.

2. Feedback (5 menit): fasilitator menyampaikan manfaatyang didapatkan pada kegiatan setiap sesi, memberikanmotivasi kepada subjek, menjelaskan aspek-aspekperkembangan moral dalam permainan dan dikaitkandengan kehidupan sehari-hari.

Pertanyaan feedback:

Sesi 3: “Apakah adik sudah mengerti cara melakukanpermainanini?”, “Pada bagian manakah adik erasa kesulitanmemahami cara bermain?”

Sesi 4: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, “Mengapa dalam bermain tadi dibuat adanyaperaturan?”, “Bagaimana cara yang benar untuk menambahjumlah anggota dan bagaimana cara yangtidakdiperbolehkan?”, dan “Jika merasa kesulitan, apa yangharus dilakukan agar bias menyelesaikan permainan?”

Sesi 7: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, “Adakah yang kesal saat jumlah lidinya lebihsedikit dari teman kalian?”, “Apa yang adik rasakan saatmelihat teman terus melanjutkan permainan tanpa

33

menyentuh lidi lain?”, “Apakah ada yang merasa tidaksabar dalam menunggu giliran?”

Sesi 8: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, “Adakah yang saat lidinya menyentuh lidi laintetap melanjutkan?”, “Adakah yang saat lidinya menyentuhlidi lai langsung menghentikan giliran main?”, “Mengapaadik melakukan hal tersebut?”, “Apa ada tadi yangmembiarkan temannya bermain curang?”, “Jika ada yangbermain curang, apa yang seharusnya dilakukan?”

3. Penutup (1 menit): menyampaikan ucapan terimakasihkepada subjek dan melanjutkan ke sesi berikutnya.

Studi 2 (Congklak Lidi dan Bentengan)

Dalam studi 2 ini permainan congklak lidi dan gobaksodor dilaksanakan dalam 8 sesi (Congklak lidi: sesi 1, 4, 5,dan 8 sedangkan Bentengan: sesi 2, 3, 6, dan 7 )

Prosedur masing-masing permainan pada setiap sesi,sebagai berikut:

Congklak Lidi

1. Kegiatan Kelompok (20 menit): fasilitator mengumpulkan10 orang peserta yang akan dibagi menjadi 3 kelompokkecil, memperkenalkan permainan congklak lidi besertalata yang digunakan, menjelaskan cara dan aturanpermainan, memberikan contoh cara bermain.

2. Feedback (5 menit): menyampaikan manfaat yangdidapat pada kegiatan, memberikan motivasi kepadasubjek.

Pertanyaan feedback:

Sesi 1: “Apakah adik sudah mengerti cara melakukan permainanini?”, “Pada bagian manakah adik merasa kesulitanmemahami cara bermain?

Bab III Metode Penelitian

34 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Sesi 4: “Apakah adik sudah memahami aturan bermain?”, “Apakahsemua sudah paham tentang cara bermain?”

Sesi 5: “Apakah ada yang marah saat temannya tidak snegajamenyenggol?”, “Apakah semua bersabar menunggu giliranbermain?”, “Adakah yang marah saat kalah bermain?”

Sesi 8: “Apakah adik sudah bermain dengan jujur?”, “Siapa yangmengeluarkan kata kasar saat bermain tadi?”, “Siapa tadiyang membiarkan temannya bermain curang?”

3. Penutup (1 menit): menyampaikan ucapan terimakasihkepada subjek

Bentengan

1. Kegiatan Kelompok (30 menit): fasilitator mengumpulkan10 peserta yang akan dibagi menjadi 2 kelompok,memperkenalkan permainan bentengan beserta alatyang digunakan, menjelaskan cara dan aturanpermainan, serta memberikan contoh cara bermain

2. Feedback (5 menit): fasilitator menyampaikan manfaatyang didapat pada kegiatan, memberikan motivasi

Pertanyaan feedback:

Sesi 2: “Apakah adik sudah mengerti cara melakukan permainanini?”, “Pada bagian manakah adik merasa kesulitanmemahami cara bermain?”

Sesi 3: “Apkaah adik sudah memahami aturan bermain?”, “Apakahsemua sudah paham tentang cara bermain?”

Sesi 6: “Apakah ada yang marah saat temannya tidak swengajamendorong?”, “Apakah ada yang terpancing emosi ketikadiledek oleh lawan?”, “Siapa yang merasa sedih ketikatemannya menjadi sandera oleh lawan?”, “Adakah yangmarah saat kalah bermain?”

Sesi 7: “Apakah adik sudah bermain dengan jujur?”, “Apakah adayang mendorong kencang temannya saat bermain tadi?”,

35

“Siapa yang mengeluarkan kata kasar saat bermain tadi?”,“Siapa tadi saat bermain yan mau membantu temannya?”

3. Penutup (1 menit): menyampaikan kepada subjek untuklanjut ke permainan selanjutnya.

Studi 3 (Boi-boian dan Bekelan)

Dalam studi 3 ini permainan Boi-boian dan bekelandilaksanakan dalam 8 sesi (Boi-boian: sesi 1, 4, 5, 7, dan 8sedangkan bekelan: sesi 2, 3, dan 6)

Prosedur masing-masing permainan pada setiap sesi,sebagai berikut:

Boi-boian

1. Kegiatan kelompok: fasilitator mengumpulkan 12peserta, memperkenalkan permainan boi-boian,menjelaskan cara dan aturan permainan, sertamemberikan contoh cara bermain.

2. Feedback: fasilitator menyampaikan manfaat yangdidapat pada kegaitan, memberikan motivasi kepadapeserta.

Pertanyaan feedback:

Sesi 1: “Apakah adik sudah mengerti cara melakukan permainanini?”, “Pada nagian manakah adik merasa kesulitanmemahami cara bermain?”

Sesi 2: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, Siapa yang bermain sesuai aturan dan siapayang melanggar aturan?”, “Adakah yang tidak mengakusaat sudah terkena lemparan bola dari kelompok lawan?”,dan “Jika merasa kesulitan, apa yan harus dilakukan agarbisa menyelesaikan permainan?”

Bab III Metode Penelitian

36 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Sesi 5: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersdebut?”, “Apakah ada yang merasa kesal saat tidakmampu menyusun genting sampai tuntas saatpermainan?”, “Apa yang dirasakan saat tidak bisamengenai susunan genting?”, “Apa ada yang marah saattimnya kalah?”, “Jika ada teman yang emosi, apa yangharus adik lakukan agar suasana kembali baik?”

3. Penutup: menyampaikan ucapan terimakasih kepadapeserta.

Bekelan

1. Kegiatan kelompok: fasilitator mengumpulkan 12peserta kemudian dibagi menjadi 4 kelompok kecil,memperkenalkan permainan bekelan beserta alatpermainan, menjelaskan cara dan aturan permainan,memebrikan contoh cara bermain.

2. Feedback: fasilitator menyampaikan manfaat yangdiadapt pada kegiatan, memberikan motivasi kepadasubjek

Pertanyaan feedback:

Sesi 3: “Apakah adik sudah mengerti cara melakukan permainanini?”, “Pada bagian manakah adik merasa kesulitanmemahami cara bermain?”

Sesi 4: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersdebut?”, “Mengapa dalam permainan dibuat sebuahaturan?”, “Bagaimana cara yan benar untuk mengambilbiji bekel dan bagaimana cara yang tidak diperbolehkan?”,“Jika merasa kesulitan, apa yang harus dilakukan agra biasmenyelesaikan permainan?”, dan “Apa ada yang merasakesulitan dalam permainan ini?”

Sesi 6: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, “Apakah ada yang melihat temannya bermaincurang? Lalu apa kalian ikut curang juga?”, “Adakah yang

37

memberikan semangat kepada rekannya? Seperti apabentuknya?”, Mengapa di permaianan tadi kalian salingbekerja sama?”

Sesi 7: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainantersebut?”, “Adakah yang merasa kesal saat jumlah bijibekel yang didapatkan lebih sedikit dari teman kelain?”,“Apa yang dirasakan saat melihat teman terus melanjutkanpermainan sampai tahap akhir?”, “Apkaah ada yang merasatidak sabar dalam menunggu giliran?”

Sesi 8: “Apa yang adik rasakan setelah memainkan permainan?”,“ Adakah yang saat mengambil biji bekel yang satu namunmenyentuh biji bekel lain namun tetap melanjutkan?”,“Adakah yang saat tidak bisa menangkap bola langsungmenghentikan giliran main?’, “Mengapa adik melakukanhal tersebut?”, “Apa ada yang membiarkan temannyabermain curang?”, dan “Jika ada yang bermain curang,apa yang seharusnya dilakukan?”

3. Penutup: menyampaikan ucapan terimakasih kepadasubjek dan menutup swesi dengan seluruh peserta danfasilitator lain.

Studi 4 (Congklak Lidi dan Gobak Sodor)

Dalam studi 4 ini permainan congklak lidi dan gobaksodor dilaksanakan dalam 8 sesi (Gobak sodor: sesi 1, 4, 5, 7,dan 8 sedangkan Congklak lidi: sesi 2, 3, dan 6)

Prosedur masing-masing permainan pada setiap sesi,sebagai berikut:

Gobak Sodor

1. Kegiatan Kelompok (30 menit): Fasilitatormengumpulkan 12 peserta dan membagi menjadi 2kelompok, memperkenalkan permainan gobak sodor

Bab III Metode Penelitian

38 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

beserta alat yangdigunakan, menjelaskan cara bermainbeserta aturan permainan, memberikan contoh carabermain gobak sodor.

2. Feedback (5 menit): fasilitator menyampaikan manfaatyang didaptkan pada kegiatan, memberi motivasikepada subjek.

Pertanyaan feedback:

Sesi 1: “Apakah adik sudah mengerti cara melakukan permainanini?”, “Pada bagian manakah adik merasa kesulitanmemahami cara bermain?”

Sesi 4: “Apakah adik sudah memahami aturan bermain?”, “Apakahsemua sudah paham tentang cara bermain?”

Sesi 5: “Apakah ada penjaga yang tidak terpancing emosi saatpermain mencoba mengcoh agar temannya bias melewatigaris?”, “Apakah ada yang terpancing emosi ketika penjagamenyentuh tubuhnya terlalu keras?”, “Adakah yang marahsaat kalah bermain?”

Sesi 7: “Apakah adik sudah bermain dengan jujur?”, “Apakah adayang mendorong kencang temannya saat bermain tadi?”,“Siapa yang mengeluarkan kata kasar saat bermain lidi?”,“Siapa yang mau membantu temannya saat bermain?”

Sesi 8; “Apakah adik sudah bermain dengan jujur?”, “Apakah adayang mendorong kencang temannya saat bermain?”, “Siapayang mengeluarkan kata kasar saat bermain?”, “Siapa tadisaat bermain yang mau membantu temannya?”

3. Penutup (1 menit): menyampaikan kepada subjekuntukmelanjutkan ke permainan selanjutnya.

Congklak Lidi

1. Kegiatan Kelompok: fasilitator mengumpulkan 10peserta permainan kemudian dibagi menjadi 3kelompok kecil, memperkenalkan permainan congklak

39

lidi beserta lat yang digunakan, menjelaskan cara danaturan permainan, dan memebrikan contoh carabermain congklak lidi.

2. Feedback: fasilitator menyampaikan manfaat yang didapatpada kegiatan, memberikan motivasi kepada subjek.

Pertanyaan feedback:

Sesi 2: “Apakah adik sudah mengerti cara melakukan permainanini?”, “Pada bagian manakah adik merasa kesulitanmemahami cara bermain?”

Sesi 3: “Pakah adik sudah memahami aturan bermain?”, “Apakahsemua sudah paham tentang cara bermain?”

Sesi 6: “Apakah tadi ada yang merasa kesal ketika temannya tidaksengaja menyenggol saat sedang mengambil lidi?”, “Apakahsemua sabar dalam menunggu giliran?”

3. Penutup: menyampaikan kepada subjek untuk lanjutke permainan selanjutnya.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini terbagi dalam tahap:

1. Asesmen awal, dilakukan pada 2 sekolah yang berbeda (subjekpenelitian masing-masing studi) dengan memberikan skalaperkembangan moral sebagai pre-test. Kemudian subjekdikelompokkkan ke dalam kelompok eksperimen atau kontrolberdasarkan hasil pre-test.

2.Perlakuan, pada masing-masing studi sebagai berikut:

Studi 1

Sekolah yang menjadi subjek kelompok kontrol tidakmendapatkan perlakuan apapun. Kemudian sekolah yangmenjadi kelompok eksperimen berjumlah 12 orang yang akandibagi kembali menjadi 2 (kelompok) kelompok kecil. Pada

Bab III Metode Penelitian

40 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

setiap kali pertemuan kegiatan intervensi dengan permainantradisional terdiri dari 2 (dua) sesi dengan durasi waktu kuranglebih 60 menit. Pada setiap sesi peneliti memberikan feedbackuntuk melihat perkembangan subjek dalam memainkanpermainan tersebut.

Studi 2

Pada tahap ini intervensi berupa permainan tradisionalcongklak lidi dan bentengan. Kemudian peneliti menyusunkelompok berdasarkan hasil pre-test yang sudah dilakukansebelumnya, disetiap sekolah terdapat 12 siswa/i yang menjadisubjek penelitian yang nantinya akan dibagi lagi menjadikelompok kecil sesuai dengan prosedur permainan yang akandimainkan. Pada setiap pertemuan permainan tradisional akandilaksanakan satu sesi dengan estimasi waktu yang digunakansekitar 120 menit. Pada setiap pertemuan perlakuan, penelitiakan memberikan feedback pada subjek untuk melihatperkembangan dalam memainkan permainan tradisionalcongklak lidi dan bentengan tersebut, selain feedback peneliti jugamembuat guide observasi sebagai alat untuk mengukurperkembangan moral dalam setiap pertemuan padapelaksanaan kegiatan intervensi.

Studi 3

Pada tahap pelaksanaan peneliti memulai intervensidengan menggunakan permainan tradisional boi-boian danbekelan. Pada setiap pertemuan kegiatan intervensi yangdilakukan terdiri dari 4 (empat) sesi dengan durasi waktukurang lebih 30 menit persesi. Pada setiap sesi pertemuanpeneliti akan memberikan feedback untuk melihat perkembanganpada subjek dalam memainkan permainan tersebut.

Studi 4

Pada tahap pelaksanaan peneliti memulai perlakuandengan menggunakan permainan tradisional gobak sodor dan

41

congklak lidi. Pada setiap pertemuan kegiatan intervensi yangdilakukan terdiri dari 4 (empat) sesi dengan durasi waktukurang lebih 30 menit persesi. Pada setiap sesi pertemuanpeneliti akan membrikan feedback untuk melihat perkembanganpada subjek dalam memainkan permainan tersebut.

Analisa Data

Uji mann whitney untuk kelompok eksperimen dankelompok kontrol. Untuk menganalisa perbandingan hasil pre-test dan post-test kedua kelompok menggunakan uji wilcoxon.

Bab III Metode Penelitian

BAB IVHASIL PENELITIAN

Data Deskriptif

Penelitian ini melibatkan 96 anak usia sekolah dasar kelasIV dan V sebagai subjek penelitian yang terbagi dalamempat studi. Gambaran selengkapnya disajikan pada

Tabel 3.

Tabel 3. Deskripsi Subjek

Kelompok Kriteria

Jenis kelamin Usia

Studi 1

kelompok kontrol

Total : 12 orang

Laki-laki : 8

Perempuan : 4

10 tahun : 4

11 tahun : 8

Kelompok eksperimen

Total : 12 orang

Laki-laki : 7

Perempuan : 5

10 tahun : 4

11 tahun : 7

12 tahun : 1

Studi 2

kelompok kontrol

Total : 12 orang

Laki-laki : 6

Perempuan : 6

9-10 tahun

Kelompok eksperimen

Total : 12 orang

Laki-laki : 7

Perempuan : 5

9-10 tahun

Studi 3

kelompok kontrol

Total : 12 orang

Laki-laki : 9

Perempuan : 3

10 tahun : 5

11 tahun : 7

Kelompok eksperimen

Total : 12 orang

Laki-laki : 9

Perempuan : 3

10 tahun : 4

11 tahun : 8

44 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Hasil Penelitian

Studi 1

Tabel 4. Uji Mann Whitney pretest dan kesetaraan pretestpost-test

Hasil dari analisis uji mann whitney untuk melihatkesetaraan kondisi subjek sebelum diberikan perlakuan. Hasiltersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kondisiyang signifikan pada skor pre-test kedua kelompok (p= 0.771,sig>0.05). Dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok beradadalam keadaan yang setara sebelum diberikannya perlakuanberupa permainan tradisional congkak lidi dan ular naga denganmetode experiential learning kepada kelompok eksperimen.

Hasil uji Wilcoxon diperoleh hasil p = 0.035 dimana p <0.05 yang artinya terdapat perbedaan yang signifikan padaskor pre-test dan post-test skala perkembangan moral padakelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kondisi keduakelompok tersebut mengalami perbedaan setelah adanyaperlakuan menggunakan permainan tradisional congklak lididan ular naga yang diberikan kepada kelompok eksperimen.Perbedaan hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok

Uji Mann Whitney pretest

Kelompok N Z p

Eksperimen 12 -0.292 0.771

Kontrol 12

Studi 4

kelompok kontrol

Total : 12 orang

Laki-laki : 6

Perempuan : 6

9-11 tahun

Kelompok eksperimen

Total : 12 orang

Laki-laki : 6

Perempuan : 6

9-11 tahun

Hasil perhitungan kesetaraan skor pretest pada studi 1dapat dilihat pada Tabel 4.

45

eksperimen yang mendapatkan perlakuan memiliki skor yanglebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yangtidak mendapatkan perlakuan.

Gambar 1. Diagram Nilai Rata-Rata Kedua Kelompok Studi 1

Gambar diagram di atas menunjukkan nilai rata-rata pretest dan post test pada kelompok eksperimen dan kelompokkontrol. Diperoleh hasil bahwa kelompok eksperimenmengalami peningkatan nilai rata-rata yakni pre test (56,25)dan post test (63,91). Sementara kelompok kontrol mengalamipeningkatan skor pada saat post test namun tidak signifikan.Dapat ditarik kesimpulan bahwa permainan tradisionalcongklak lidi dan ular naga dengan metode experiential learningdapat meningkatkan perkembangan moral pada anak usiasekolah dasar.

Hasil pada skor pre test dan post test kemudian diperkuatoleh data berupa skor manipulation check yang dilakukan saatdiberikannya perlakuan pada kelompok eksperimen selamadelapan sesi permainan guna mengukur variabel terikatapakah benar-benar memberi pengaruh kepada kelompokkontrol.

Bab IV Hasil Penelitian

46 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Tabel 5. Hasil Manipulation Check Permainan Congklak Lidi& Ular Naga

Hasil manipulation check kelompok eksperimen pada saatpermainan congklak lidi dan ular naga. Terlihat bahwa rata-rata skor manipulation check menunjukkan adanya peningkatanskor pada tiap sesi permainan ular naga dan permainan congklaklidi. Skor tertinggi terdapat pada indikator aspek moral kognitif,yakni “memahami aturan yang berlaku” dengan skor (2,4)pada sesi satu, (3,3) pada sesi dua, (4,25) pada sesi tiga dan(4,8) pada skor di sesi empat. Hal tersebut menunjukkan bahwapemahaman peserta mengenai aturan yang berlaku mengalamipeningkatan dari yang tidak nampak pada sesi 1 meningkattiap sesinya menjadi nampak pada sesi 4.

No INDIKATOR SESI

1 2 3 4

ASPEK MORAL KOGNITIF

1 Memahami aturan yang berlaku 2,4 3,3 4,25 4,8

2 Mengerti tidak boleh mengganggu teman sat

bermain

2,4 3,5 4 4,3

3 Paham tidak boleh curang 2 3,4 4,2 4,2

4 Paham bahwa harus tolong menolong 2,2 3 3,7 4

ASPEK MORAL AFEKTIF

5 Memunculkan berbagai emosi (marah,

jengkel, sedih, dan mengeluh)

1,8 2,8 4,2 4,2

6 Merasa kasihan melihat teman yang jatuh 1,5 3,0 3,6 3,9

7 Merasa senang saat menang 2,1 3,2 3,9 4

8 Gelisah dalam kondisi tertekan saat bermain 1,8 2,8 3,3 3

ASPEK MORAL PERILAKU

9 Pemain bermain dengan jujur 1,8 3,2 4,08 4,29

10 Pemain bermain sesuai dengan aturan 2,2 3,25 4,25 4,29

11 Pemain tidak mengeluarkan kata-kata kasar

saat bermain

1,79 2,83 3,79 4,04

12 Pemain memberikan semangat kepada

temannya

2,12 2,6 3,6 4

Keterangan skor

5 Sangat Nampak

4 Nampak

3 Kadang-kadang

2 Tidak Nampak

1 Sangat Tidak Nampak

47

Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa feedback ataumetode experiential learning yang diberikan pada tiap sesinyadapat ditangkap dan di proses dengan baik oleh masing-masingsubjek pada kelompok eksperimen. Sehingga indikator-indikator pada lembar manipulation check merujuk padapeningkatan skor di setiap sesinya.

Studi 2

Tabel 6. Uji Tabel Uji Mann Whitney dan Wilcoxon

Berdasarkan hasil uji Mann Whitney didapatkan hasilbahwa hasil p=0,907 (p>0,05) yang artinya bahwa keduakelompok diatas memiliki perbedaan yang tidak signifikan padaskor skala perkembangan moral atau dapat dikatakan dalamkeadaan setara sebelum diberikannya perlakuan padakelompok eksperimen yaitu Permainan Tradisional CongklakLidi dan Bentengan dengan Experiental learning.

Berdasarkan hasil uji Wilcoxon pretest dan posttest skalaperkembangan moral pada kelompok eksperimen terlihatbahwa nilai p=0,044 (p<0,05) yang artinya terdapat perbedaanyang signifikan antara pretest dengan posttest. Sedangkan,pada kelompok kontrol terlihat bahwa P=0,108 (P>0,05) yangartinya bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antarapretest dan posttest pada kelompok kontrol.

Bab IV Hasil Penelitian

Tabel 5 menggambarkan hasil uji kesetaraan skor pre-test antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sertahasil uji perbedaan atara pretest dan postest pada kelompokkontrol dan kelompok eksperimen.

Kelompok Uji Mann Whitney Uji Wilcoxon

N Z P pre-test post-

test

Z P

Eksperimen 12 -

0,117

0,907 66,91 69,25 -2,014 0,044

Kontrol 12 65,91 64,43 -1,609 0,108

48 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Tabel 7. Uji Mann Whitney Pretest-Postest KelompokEksperimen dan Kelompok Kontrol

Pada kelompok kontrol skor rata-rata pretest ke posttestmengalami penurunan. Kelompok eksperimen setelah diberikanperlakuan berupa permainan tradisional yaitu congklak lidi danbentengan dengan metode experiental learning mengalamiperubahan skor rata-rata perkembangan moral saat pretest keskor posttest, terlihat bahwa adanya perbedaan dengan kelompokkontrol yang menunjukkan

Hasil dari uji Mann Whitney, menunjukkan nilai p<0,05(p=0,017). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaanskor yang signifikan antara kelompok eksperimen dengankelompok kontrol setelah diberikan perlakuan, maka terlihatbahwa skor perkembangan moral pada kelompok eksperimenlebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidakdiberikan perlakuan.

Gambar 2. Diagram Skor Rata-rata Perkembangan MoralStudi 2

Kelompok N Z P

Eksperimen 12 -2,392 0,017

Kontrol 12

62

64

66

68

70

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Skor Rata-rata Perkembangan

MoralPretest Posttest

49

Tabel 8. Manipulation Check Permainan Congklak Lidi DanBentengan Pada Kelompok Eksperimen

Hasil observasi menunjukkan peningkatan setiap sesi dariindikator perkembangan moral dengan skor sesi 1 sebesar (3,2)meningkat hingga menjadi (4,25) pada sesi terakhir atau sesi 4yang diobservasi ketika bermain maupun ketika feedback, yangartinya adanya kesinambungan antara peningkatan hasil skorskala perkembangan moral pada kelompok eksperimen denganhasil observasi ketika subjek melakukan kegiatan bermain baikdalam permainan congklak lidi maupun bentengan, walaupunmasih terdapat penurunan pada indikator dan sesi tertentu.

Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwahipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima,yaitu ada pengaruh permainan tradisional congklak lidi danbentengan dengan experiental learning terhadap perkembanganmoral pada anak usia sekolah dasar. Hasil pada penelitian inimenunjukkan bahwa kelompok eksperimen yang diberikan

No Indikator Sesi

1 2 3 4

ASPEK MORAL KOGNITIF

1 Memahami aturan yang berlaku 4 4,4 4,6 4,8

2 Mengerti tidak boleh mengganggu temannya

saat bermain

4 4,5 4,5 4,8

3 Paham tidak boleh curang 3 4,4 4,75 4,8

4 Paham bahwa harus tolong menolong 3 4,5 4,5 4,5

ASPEK MORAL AFEKTIF

5 Memunculkan berbagai macam emosi (marah,

jengkel, sedih, dan mengeluh)

3,2 3,5 4,2 4,1

6 Merasa kasihan melihat teman yang jatuh 1,4 1,7 3,2 3,4

7 Merasa senang saat menang 3,25 3,1 3,9 3,9

8 Gelisah dalam kondisi tertekan saat bermain 3,04 3 3,7 3,5

ASPEK MORAL PERILAKU

9 Pemain bermain dengan jujur 3,7 3,9 4,7 4,7

10 Permain bermain sesuai aturan 3,6 3,9 4,6 4,4

11 Pemain tidak mengeluarkan kata-kata kasar 4,2 4,7 4,4 4,4

12 Pemain memberikan semangat kepada

temannya

2,1 2,8 3,4 3,7

Skor rata-rata 3,2 3,7 4,2 4,25

Bab IV Hasil Penelitian

50 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

perlakuan dapat meningkatkan skor perkembangan moralsubjek jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidakdiberikan perlakuan dan tidak memiliki perubahan pada skorperkembangan moral.

Studi 3Hasil perhitungan kesetaraan skor pretest antara

kelompok kontrol dan kelompok eksperimen serta hasil ujiperbedaan atara pretest dan postest pada kelompok kontroldan kelompok eksperimen tersaji pada Tabel 9.

Tabel 9. Uji Mann Whitney pretest, dan Uji Wilcoxonpretest-postest kelompok eksperimen kontrol

Hasil analisis p=0,111 (p>0,05) yang menunjukkan tidakadanya perbedaan kondisi yang signifikan antara keduakelompok yang diukur melalui pemberian post-test yangkemudian diuji dengan analisis Mann-Whitney. Denganmengetahui kondisi yang telah dijelaskan di atas makakelompok eksperimen kemudian mendapatkan perlakuanberupa permainan tradisional Bekelan dan Boi-boian denganmenggunakan experiental learning sebagai metode pemberianperlakuan untuk meningkatkan perkembagan moral. Daripemberian perlakuan kemudian menunjukkan adanyaperbedaan saat dilakukannya post test dengan menguji datamenggunakan uji Wilcoxon.

Hasil uji Wilcoxon yang menunjukkan nilai kelompokekperimen dan kelompok kontrol setelah diuji. Pada kelompokeksperimen menunjukkan nilai p=0,002 (p<0,05) yang berartiada pengaruh pemberian perlakuan melalui permainan

Uji Mann Whitney Uji Wilcoxon

N Z p pre-

test

post-

test

Z P

51

tradisional Bekelan dan Boi-boian pada kelompok kontrol,sementara pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkanperlakuan permaian tradisional terlihat bahwa nilai p=0,154(p>0,05), sehingga antara kedua kelompok dipastikan memilikikondisi yang berbeda setelah diberikan perlakuan dan tidakmendapatkan perlakuan terlihat paka kelompok ekperimenterjadi perubahan dan pada kelompok kontrol tidak terjadiperubahan yang begitu signifikan. Setelah melihat perbedanantara kedua kelompok kemudian di uji untuk melihat kembaliapakah selisih antara hasil pre-test dan post-test menunjukkanadanya perbedaan kesetaraan yang signifikan antara keduakelompok dengan menggunakan uji Mann- Whitney.

Skor rata-rata perkembangan moral dari kelompokekperimen jauh lebih tinggi daripada kelompok kontrol yangmenunjukkan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antarakelompok eksperimen dan kelompok kontrol, p=0,001 (p<0,05)adanya kenaikan yang signifikan pada kelompok kontrol ataumuncul perbedaan antara kedua kelompok. Terdapatperbedaan hasil pretest dan posttest dari kelompok kontrol dankelompok eksperimen. Hasil rata-rata dari pretest kelompokkontrol yaitu sebesar 63,41, sedangkan rata-rata posttest yaitu61,33 yang menunjukkan adanya penurunan nilai sebesar 2,08.Hasil rata-rata dari kolompok eksperimen mengalamipeningkatan sebesar 6,67 yang dapat dilihat dari rata-rata pre-test sebesar 58,83, sedangkan pada posttest sebsesar 65,50.

Bab IV Hasil Penelitian

52 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Gambar 3. Diagram Skor Rata-rata Perkembangan Moral

Rata-rata pada manipulation check menunjukkan skoryang makin meningkat dari tiap sesi. Indikator dengan skorpaling tinggi terdapat pada aspek moral kognitif yangmenunjukkan bahwa pemahaman mengenai permainan danperaturan bisa di terima dengan baik oleh subjek. Skor yangpaling tinggi terlihat pada indikator 3 dengan jumlah rata-rataskor sebesar 4,20 atau bisa di katakan nampak dalampermainan subjek memahami untuk tidak boleh berlakucurang. Dalam aspek moral afektif indikator dengan rata-ratayang paling tinggi menunjukkan subjek mampu memunculkanberbagai macam emosi mereka pada saat bermain yang ditunjukkan pada indikator 5 dengan skor rata-rata 3,91, danpada aspek moral perilaku indikator 9 dengan rata-rata yangtertinggi yaitu 3,95 menunjukkan bahwa subjek yangtergabung dalam kelompok eksperimen menunjukkan perilakubermain dengan jujur. Hasil manipulation check dapatmenunjukkan bahwa metode Experiential Learning mampumemberikan perubahan pada subjek dalam tiap sesi yangdiberikan saat permainan Bekelan dan Boi-boian.

54

56

58

60

62

64

66

Pretest

Eksperimen

Posttest

eksperimen

Pretest Kontrol Posttest Kontrol

58.83

65,50

63,41

61.33

53

Tabel 10. Hasil Perhitungan Manipulation Check PermainanBekelan dan Boi-boian

Studi 4Tabel 11 memaparkan hasil perhitungan kesetaraan skor

pretest antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimenserta hasil uji perbedaan atara pretest dan postest padakelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Tabel 11. Uji Mann Whitney pretest, kesetaraan pretest post-test dan Uji Wilcoxon

Berdasarkan dari hasil uji analisis Mann Whitneydiperoleh hasil P=0,431 (P>0,05). Hasil tersebut menunjukkantidak terdapat perbedaan yang signifikan pada skor skala moralpada kedua kedua kelompok. Dari hasil tersebut dapatdisimpulkan bahwa kondisi kedua kelompok tersebut berada

No Indikator Sesi

1

Sesi

2

Sesi

3

Sesi

4

Aspek Moral Kognitif

1 Memahami aturan yang berlaku 3,75 3,83 3,87 4

2 Mengerti tidak boleh menggangu temannya

saat bermain

3,5 3,5 3,91 4

3 Paham tidak boleh curang 3,62 3,41 4,04 4,20

4 Paham bahwa harus tolong menolong 3,20 3,33 3,37 3,45

Aspek Moral Afektif

5 Memunculkan berbagai macam emosi 3,25 3,04 3,58 3,91

6 Merasa kasihan melihat teman yang jatuh 2,70 2,65 2,91 2,95

7 Merasa senang saar menang 3,87 3,33 3,70 3,88

8 Gelisah dalam kondisi tertekan saat bermain 2,87 3,04 3,08 3,08

Aspek Moral Perilaku

9 Pemain bermain dengan jujur 3,62 3,62 3,91 3,95

10 Pemain bermain sesuai dengan aturan 3,62 3,83 3,91 3,91

11 Pemain tidak boleh mengeluarkan kata-kata

kasar

3,29 3,5 3,45 3,54

12 Pemain memberikan semangat pada temannya 2,95 2,62 3,33 3,20

Bab IV Hasil Penelitian

Uji Mann Whitney

post-test

Uji Wilcoxon

Kelompok N Z p pre-

test

post-

test

Z P

Eksperimen 12 -0.787 0.431 61 71,7 -3,068 0,002

Kontrol 12 61,6 60,1 -1,846 0,065

54 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

pada keadaan yang setara sebelum diberikan perlakuan padakelompok eksperimen yang berupa permaian tradisionalcongklak lidi dan gobak sodor.

Gambar 4. Skor Skala Moral Studi 4

Terdapat perubahan jumlah skor pre-test ke skor post-test pada pada kelompok eksperimen dan kelompo kontrol.Terlihat kenaikan jumlah skor post-test pada kelompokeksperimen setelah diberikan perlakuan sedangkan padakelompok kontrol terjadi penurunan dari jumlah skor pre-testke skor post-test. Pada tabel berikutnya adalah gambarantingkat skala moral pada kedua kelompok di kedua kondisiyang berbeda, yaitu pre-test dan post-test.

Hasil uji analisis Wilcoxon menunjukkan hasil P=0,002(P<0,05). Hasil tersebut menunjukkan adanya perbedaan yangsignifikan pada skor skala moral kelompok eksperimen padakondisi pre-test dan post-test. Sementara itu, berdasarkan ujianalisis Wilcoxon kelompok kontrol diperoleh hasil nilai P=0,065(P>0,05). Hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaanyang signifikan pada skor skala moral kelompok kontrol padakondisi pre-test dan post-test.

61

69.5

61.660.1

45

50

55

60

65

70

75

80

Pre-test Post-test

Kelompok eksperimen

Kelompok kontrol

55

Tabel 12. Manipulation Check Permaian Congklak Lidi danGobak Sodor pada Kelompok Eksperimen

Hasil dari manipulation check menunjukkan bahwaperubahan nilai subjek menjadi lebih tinggi di setiap sesinya.Hal ini menunjukkan bahwa semua subjek menunjukkankenaikan nilai setelah diberikan perlakuan berupa permainantradisional congklak lidi dan gobak sodor. Dapat disimpulkanbahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapatditerima, yaitu permainan tradisional congklak lidi dan gobaksodor dapat meningkatkan perkembangan moral pada anak.Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat perkembanganmoral kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol.

Bab IV Hasil Penelitian

No INDIKATOR Sesi

Sesi

1

Sesi

2

Sesi

3

Sesi

4

ASPEK MORAL KOGNITIF

1. Memahami aturan yang berlaku 2.1 2,9 4,7 5

2. Mengerti tidak boleh mengganggu temannya

saat bermain

2,1 2,7 4,4 5

3. Paham tidak boleh curang 2,1 3 4,3 5

4. Paham bahwa harus tolong menolong 2,4 2,75 4,08 4,5

Rata-rata Aspek Moral Kognitif 3,56

ASPEK MORAL AFEKTIF

5. Memunculkan berbagai macam emosi

(marah, jengkel, sedih, dan mengeluh)

2,6 2,8 3,4 3,8

6. Merasa kasihan melihat teman yang jatuh 2,5 2,5 3,04 3,1

7. Merasa senang saat menang 2,7 2,9 3,34 3,9

8. Gelisah dalam kondisi tertekan saat bermain 2,8 2,3 2,1 2

Rata-rata Aspek Moral Afektif 2,8

ASPEK MORAL PERILAKU

9. Pemain bermain dengan jujur 2,7 3,1 4,2 4,8

10. Pemain bermain sesuai dengan aturan 2,75 3,04 4,2 4,9

11. Pemain tidak mengeluarkan kata-kata kasar

ketika bermain

2,79 3,04 3,9 4,6

12. Pemain memberikan semangat kepada

temannya

2,79 2,58 3,4 3,7

Rata-rata Nilai Aspek Moral Perilaku 3,53

Total Rata-rata 2,5 2,8 3,7 4,1

BAB VDISKUSI

Pembahasan kali ini menekankan pengetahuan anakterhadap tiga aspek perkembangan moral yakni moralknowing, moral feelings, dan moral action (Santrock, 2008).

Ketiga aspek perkembangan ini diperoleh ketika subjek dalamkeadaan bermain dan pada saat refleksi. Pada saat bermainsubjek akan melewati dua aspek perkembangan moral yakni,moral feelings dan moral action dan saat refleksi subjek diberikanpembelajaran dan evaluasi dari permainan yang telah merekalakukan. Tahap refleksi (moral knowing) menekankan padapeningkatan pemahaman mereka terhadap apa yang menjadiperaturan dalam permainan, apa saja yang tidak boleh merekalakukan dalam permainan dan bagaimana emosi mereka padasaat bermain dan dapat di aplikasikan dalam kehidupan nyata.

Perkembangan moral anak pada usia di atas 10 tahunberada pada tahap moralitas autonom. Pada tahap ini, seoranganak akan menunjukkan kesadaran bahwa peraturan danhukum diciptakan oleh manusia. Oleh karenanya dalammenilai suatu perbuatan, anak-anak selain mempertimbangkanakibat-akibat yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan jugasekaligus mempertimbangkan maksud dan ikhtiar dari orangtersebut (Santrock, 2008). Dalam masa ini, anak-anak sudah

58 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

siap dalam menerima segala pembelajaran mereka denganmengembangkan keterampilan adaptasi seperti berpikir kreatif,pemecahan masalah, coping, dan periaku sosial. Hal tersebutsangat penting untuk adaptasi proses kognitif, afektif, dan in-terpersonal dalam permainan (Aypay, 2016).

Permainan tradisional atau dolanan anak sebagai salahsatu bentuk permainan memiliki sifat atraktif, mampu menarikperhatian anak-anak karena sesuai dengan dunia bermainmereka. Selain itu, dolanan anak memiliki sifat edukatif karenamampu menjadi wahana pengembangan nilai-nilai pendidikan(Suherman et al., 2017). Salah satu cara untuk belajar untukmencari pengetahuan baru tentang perilaku moral, perspektif,dan kognisi adalah melalui penciptaan dan penggunaanpermainan (Schrier, 2014). Permainan tradisional memiliki nilailuhur dan pesan-pesan moral tertentu, sehingga menjadisebuah faktor yang mempengaruhi peningkatan perkembanganmoral anak (Haerani, 2013).

Permainan memberikan pengalaman tersendiri bagi anakyang bisa direfleksikan dalam kehidupan nyata. Apalagi ketikapermainan tersdebut melalui metode experiential learning. Anakakan merasakan secara langsung pengalaman dari prosespembelajaran sebab hal yang penting di balik pengalamanbelajar adalah keterlibatan anak menjadi kegiatan konkretsehingga mereka akan “mengalami” apa yang mereka telahpelajari melalui peluang yang ada untuk berefleksi padaaktivitas yang mereka alami (Sibermen, 2007).

Peningkatan perkembangan moral pada anak usiasekolah dasar terlihat pada anak yang bermain tradisionaldengan metode experiental learning. Ada berbagai macampermainan tradisional yang digunakan dalam studi ini baikpermainan individu seperti congklak lidi dan bekelan ataupunpermainan kelompok seperti bentengan, boi-boian, ular naga,dan gobak sodor. Hasil dari perlakuan lebih menunjukkanperkembangan moral pada anak yang bermain tradisional

59

dengan experiential learning dibandingkan dengan anak yangtidak bermain tradisional dengan metode experiental learning.Peningkatan perkembangan moral juga dapat dilihat denganmembandingkan aspek perkembangan moral anak sebelum dansesudah bermain tradisional dengan experiential learning.

Anak-anak belajar mengenai konsep moralitas sepertimemahami bahwa terdapat aturan yang harus dipatuhi selamapermainan, belajar mengelola emosi meski dalam kondisitertekan saat bermain dan menjaga sportifitas meski kalahdalam permainan. Di awal sesi permainan, anak-anakmenunjukkan beberapa perilaku seperti berusah amelanggaraturan-aturan yang sudah disepakati dan mengeluarkan kata-kata kasar saat jalannya permainan. Di setiap akhir sesi, anak-anak diberikan feedback berupa pertanyaan-pertanyaanmengenai perkembangan moral seperti, “Mengapa di dalampermainan tadi dibuat adanya peraturan?”, kemudian “Apa adayang marah saat timnya kalah? Jika ada yang marah, apa yangharus dilakukan? serta “Apakah tadi ada yang membiarkantemannya membiarkan temannya bermain curang?”. Beberapapertanyaan tersebut menjadi cara untuk merefleksikan diridalam kehidupan sehari-hari.

Pembelajaran yang dapat diambil dari refeleksi tersebutbahwa di dalam kehidupan selalu ada hal yang diperbolehkandan yang tidak diperbolehkan, dimana sebagai makhluk sosialseseorang harus mengikuti aturan-aturan yang ada dilingkungan. Selain itu, pembelajaran mengenai menang dankalah merupakan hal yang wajar, sehingga anak perlumemahami dan menerima kekalahan dalam permainantersebut. Salah satu hal yang harus dipahami anak-anak adalahaturan dan cara bermaian suatu permaian supaya nantinyaanak-anak tidak sampai memunculkan emosi yang berlebihanataupun perilaku yang salah dan melanggar aturan itu sendiri.Aktivitas refleksi tersebut merupakan bagian dari pembelajaranmengenai aspek moral kognitif.

Bab V Diskusi

60 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Peningkatan perkembangan moral terlihat dari sesi-sesiselanjutnya. Hal tersebut ditunjukkan anak-anak melalui salingmengingatkan untuk tidak melanggar peraturan, tidak bolehmarah walaupun kalah, dan juga memahami fungsi adanyaaturan dalam kehidupan sehari-hari yang dapat direfleksikanmelalui permainan. Hal tersebut menunjukkan bahwa telahterjadi internalisasi yang baik dala proses pembelajaran moralmelalui permainan tradisional dengan metode experientiallearning ini. Hal yang mendukung peningkatan perkembanganmoral yaitu anak-anak yang menikmati proses jalannyapermainan dan saling mendukung antar teman sebaya.

Pemberian feedback di akhir setiap sesi permainan, dapatmelatih anak untuk memahami dan menemukan nilai-nilai apasaja yang didapatkan berdasarkan pengalaman bermain. Selainitu, pemberian feedback ini juga dapat melatih kemampuanpengungkapan diri (self-disslocure). Setelah mengetahuimanfaat dari permainan tersebut, anak-anak dapatmenggunakannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai denganpengalaman yang telah dialami. Hal tersebut menunjukkanbahwa pembelajaran lebih efektif ketika anak menemukanpengetahuan baru dari keterlibatan dirinya dalam pembelajarantersebut secara langsung daripada hanya mendengarnyamelalui kegiatan pembelajaran di kelas atau membaca suatubuku bacaan saja sebagai sumber informasi secara pasif (Schutte& Wetmore, 2012). Dalam proses bermain, anak mengembangkanketerampilan dalam bersikap asertif, negosisasi, dan mengatasikonflik (McDevitt & Ormrod, 2009). Pemberian feedback(refleksi) merupakan salah satu faktor yang dapat mendasaripembentukan moral pada anak yaitu bahasa, bahasa merupakansarana pembentukan perilaku moral (Wantah, 2005).

Seseorang bisa lebih mudah untuk memaknai ataupunberpendapat bila sesuatu tersebut berkaitan denganpengalaman-pengalaman yang pernah dilakukan. Perkembanganmoral anak akan meningkat ketika dihadapkan dengan situasi-

61

situasi yang berkaitan dengan masalah moral dan kemudianmereka belajar dari pengalaman tersebut, karena memanfaatkansituasi yang dihadapi sebagai bentuk pengalaman belajaruntuk mengajar siswa agar memahami konsep yang komplekssecara konkret sangat penting untuk jenis pertumbuhan yangkita harapkan (Glennon, 2004). Adanya peningkatanperkembangan moral anak dengan pemberian refleksi karenaanak dapat menyerap dan mencontohkan perilaku yangmereka pelajari selama bermain. Hal tersebut menunjukkanbahwa anak sudah dapat menganalisis tindakan dankeputusan yang benar dan juga salah.

Beberapa permainan tradisional berikut dapat memberikanpeningkatan yang signifikan pada pengetahuan mengenaiperkembangan moral siswa sekolah dasar, seperti permainantradisional ular naga, congklak lidi, bentengan, boi-boian,bekelan, dan gobak sodor. Secara umum pada sesi-sesi awal,anak-anak masih menunjukkan perilaku ketidakjujuran, sulitmengendalikan emosi, berkata kasar, dan melanggar aturanpermainan lainnya. Beberapa uraian mengenai pembelajaranmoral dan perubahan apa saja yang dialami anak selamamengikuti permainan tradisional dengan metode experientiallearning akan dijabarkan dalam penjabaran berikut ini:

Pembelajaran yang Didapatkan pada Masing-Masing Jenis Permainan

Permainan Ular NagaPada permainan ular naga, anak-anak belajar untuk

memberi semangat kepada teman lainnya dan mengingatkanagar tidak terpancing emosi saat anggotanya berhasil diambilkelompok lawan. Hal tersebut menunjukkan pembelajaranaspek moral afektif. Pembelajaran lainnya yaitu aspek moralaction, yang ditunjukkan dengan sikap sportif anak ketikasudah disentuh oleh kelompok lawan.

Bab V Diskusi

62 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Permainan Congklak LidiPada permainan congklak lidi dimana terkandung niai-

nilai moral didalam permainan yaitu subjek diharuskan jujur.Anak-anak belajar untuk bersikap jujur mengakui jika lidi yanghendak diambil menyentuh lidi yang lainnya. Kemudian,pembelajaran lainnya yaitu ketika ada teman yang lain sedangberkeonsentrasi untuk mengambil lidi maka tidak bolehdiganggu. Selain itu melalui permainan ini, anak-anak belajarmelatih kesabaran selama menunggu giliran bermain danmengendalikan diri atau mengontrol emosi jika ada lawan yangtidak sengaja menyenggol hingga gagal mengambil lidi ataukalah.

Pada saat berlangsungnya permainan congklak lidi, padasesi awal masih memungkinkan anak untuk melanggar aturandan tidak jujur. Ada pula anak yang tidak dapat menahanemosi sehingga terjadi adu mulut dengan anak lainnya. Selainitu ada juga anak yang suka menganggu temannya saatbermain dengan mengejek atau menggerakkan tangantemannya saat temannya tersebut berusaha mengangkat lidi.Perubahan perilaku anak dapat dilihat ketika anak mengikutiseluruh sesi dan di akhir sesi anak sudah berperilaku sesuaidengan aturan, jujur dalam bermain, dan mampu menahanemosi sehingga permainan berjalan sesuai dengan yangdiharapkan. Selain itu, anak-anak akan berusaha untukmenyemangati temannya yang lain, meminta maaf saat tidaksengaja menyenggol, bahkan memberikan saran kepada temanyang lain mengenai lidi mana yang akan diambil.

Permainan BentenganPada permainan bentengan, terdapat nilai moral yaitu

kejujuran. Hal tersebut terlihat pada saat anak tertangkap olehlawan dan harus menjadi tawanan, tidak memukul ataumenyentuh dengan kasar kepada lawan untuk dijadikantawanan. Selain itu, anak-anak perlu saling membantu jika

63

ada teman yang dikejar oleh lawan, tidak terpancing emosiketika lawan mengejek, dan tidak marah saat kalah dalambermain.

Pada saat awal bermain, beberapa subjek belum jujurterlebih saat anak tertangkap oleh lawan dan dijadikantawanan. Kemudian terjadi adu mulut dan mengeluarkankata-kata kasar karena ketidakjujuran tersebut. Pada sesi-sesiselanjutnya anak mulai jujur apabila tertangkap dan harusmenjadi tawanan. adu mulut dan kata-kata kasar mulaiberkurang dan tidak nampak lagi di akhir sesi. Selain itu, dalamhal kerjasama, pada awalnya anak-anak bermain tanpaadanya strategi yang baik dan hanya bermain untuk diri sendiri.Pada sesi-sesi selanjutnya, anak-anak ini mulai menunjukkanperubahan dimana anak-anak mulai membangun kerjasamayang baik sehingga dapat terlihat bahwa anak-anak salingmembantu antar anggota kelompok seperti saat berusahamembebaskan temannya yang menjadi tawanan.

Pada Permainan Boi-BoianPada awal sesi anak-anak masih menunjukkan perilaku

melanggar aturan permainan, mengikuti keinginan dirinyasendiri dalam permainan, melakukan kecurangan kepada lawanbermain, berkata kasar, Nampak arogan dan mudah lelah.

Permainan BekelanPada awal sesi anak-anak masih tidak mengikuti

peraturan, tetapi hal tersebut tidak membuat masing-masinganak saling beradu pendapat tentang peraturan yang tidakdipatuhi oleh lawannya. Anak-anak juga mengeluarkan kata-kata kasar dan menyalahkan orang lain ketika tidak berhasilmelewati tahap permainan, bahkan bersikap curang.Perubahan sikap anak nampak ketika mereka bermain sesuaidengan peraturan, mampu menyadari hal-hal yang membuatmereka kalah tanpa menyalahkan orang lain. Selain itunampak kreativitas anak dalam menyelesaikan permainan.

Bab V Diskusi

64 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Permainan Gobak SodorPada asal sesi anak-anak berbicara kasar, emosi, dan

curang saat bermain. Akan tetapi perubahan perilakuditunjukkan setelah beberapa sesi selanjutnya, dimana anakmulai memahami aturan permainan, tidak berkata kasarataupun bertindak curang. Di akhir sesi anak menunjukkansikap tenang dan tidak gelisah saat berada di kondisi tertekandalam menyelesaikan permainan serta tidak terbawa emosiseperti marah.

BAB VI PENUTUP

Kesimpulan

Dalam penelitian ini telah tersusun empat modelpeningkatan perkembangan moral melalui mediapermainan tradisional. Keempat model ini telah teruji

secara signifikan dapat meningkatkan perkembangan moralanak mencakup moral kognitif, moral afektif, dan moralperilaku. Model satu adalah permainan congklak lidi dan ularnaga dengan metode experiental learning dapat memberikanpengaruh pada peningkatan perkembangan moral anak. Modelkedua adalah permainan congklak lidi dan bentengan denganmetode experiental learning dapat menjadi media dalammeningkatkan perkembangan moral anak. Adapun modelketiga yang menjadi media dalam peningkatan perkembanganmoral adalah permainan bekelan dan boi-boian dengan metodeexperiental learning. Permanan congklak lidi dan gobag sodordengan metode experiental learning sebagai media untukpeningkatan perkembangan moral anak merupakan modelkeempat.

66 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Rekomendasi

Permainan tradisional telah terbukti mempunyai nilai-nilai yang dapat dijadikan pembelajaran moral anak sekolahdasar. Melalui pendekatan experiential learning dengan mediapermainan tradisional maka perkembangan moral anak dapatditingkatkan. Keempat model yang telah dibuktikansignifikansinya di atas dapat diterapkan di sekolah maupundi lingkungan komunitas anak dalam rangka pembelajaranmoral.

DAFTAR PUSTAKA

Achroni, K. (2012). Mengoptimalkan tumbuh kembang anakmelalui permainan tradisional. Jogjakarta: Javalitera.

Ardini, P. P. (2012). Pengaruh dongeng dan komunikasiterhadap perkembangan moral anak usia 7-8 tahun.Jurnal Pendidikan Anak, 1(1).

Aypay, A. (2016). Investigating the role of traditional children’sgames in teaching ten universal values in Turkey.Eurasian Journal of Educational Research, 62 (62), 283–300. https://doi.org/https://doi.org/10.14689/ejer.2016.62.14

Baek, H.-J. (1999). Children’s moral development examined throughkohlberg’s hypothetical dilemmas and fables. Universityof London.

Bishop, J. C., & Curtis, M. (2001). Play today in the primaryschool playground: Life, learning, and creativity.Bucingham: Open University Press.

Bussey, K., & Bandura, A. (2004). Social cognitive theory ofgender development and functioning. In The psychologyof gender. New York: The Guilford Press.

Colby, A., & Kohlberg, L. (1987). The measurement of moraljudgment, Vols. 1 & 2. Cambridge: CambridgeUniversity Press.

68 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Detiknews. (2018). Anak SD jadi bandar sabu, BNN Makassar:bukan kasus pertama. https://news.detik.com/berita/4153748/anak-sd-jadi-bandar-sabu-bnn-makassar-bukan-kasus-pertama

Dharmamulya, S. (2004). Permainan Tradisional Jawa.Purwangga: Kepel Press.

Fiore, S., Metcalf, D., & McDaniel, R. (2007). Theoreticalfoundations of experiential learning. In M. Silberman(Ed.), The Handbook of Experiential Learning (pp. 35–58). San Fransisco: John Wiley & Sons, Inc.

Glennon, F. (2004). Experiential learning and socialjusticeaction: An experiment in the scholarship ofteaching and learning. Teaching Theology and Religion,7(1), 30–37.

Grusec, J. E. (2006). Development of moral behavior andconscience. In M. Killen & J. G. Smetana (Eds.),Handbook of moral development. New York: Erlbaum.

Gunawan, H. (2014). Pendidikan karakter, konsep danimplementasi. Bandung: AFABETA.

Haerani, N. (2013). Membangun karakter anak melaluiPermainan Tradisional. Jurnal UNM, 1–8.

Iswinarti. (2010). Nilai-nilai terapeutik permainan tradisionalengklek untuk anak usia sekolah dasar. Humanity, 6(1).

Iswinarti, Ekowarni, E., Adiyanti, M., & Hidayat, R. (2016).The influence of traditional game with experientallearning method on social competence. InternationalJournal of Recent Scientific Research, 7(4), 10147–10155.

Iswinarti, Ekowarni, E., Adiyanti, M., & Hidayat, R. (2018).Pedoman Permainan Tradisional Gembatan denganMetode “BERLIAN” untuk Meningkatkan KompetensiSosial Anak. Malang: Psychology Forum.

Iswinarti, Istiqomah, Maimunah, S., & Amalia, S. (2017).Laporan Penelitian: Penyusunan alat ukur perkembanganmoral pada usia anak-anak akhir.

69

Iswinarti & Suminar, D. R. (2019). Improving children’sproblem solving through Javaness Traditional Games.Cakrawala Pendidikan, 38(3), 578-589. doi: 10.21831/cp.v38i3.25331.

Khobir, A. (2009). Upaya mendidik anak melalui permainanedukatif. Forum Tarbiyah, 7(2), 195–208.

Kohlberg, L. (1981). Essays on moral development (Vol. 1): Thephilosophy of moral development. San Francisco: Haperand Row.\

Kohlberg, L. (2008). The development of children’s orientationstoward a moral order. Human Development, 51, 8-20.

Maharani, L. (2014). Perkembangan moral pada anak.KONSELI: Jurnal Bimbingan Dan Konseling (E-Journal),1(2), 104–109. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0091987

McDevitt, T., & Ormrod, J. E. (2009). Child development andeducation 4th edition. London, England: PearsonEducation International.

Misbach, I. (2006). Peran permainan tradisional yang bermuatanedukatif dalam menyumbang pembentukan karakter danidentitas bangsa.

Monks, F., Knoers, A. M., & Haditono, S. (2001). Psikologiperkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Muryono. (2009). Empati, penalaran moral, dan pola asuh: telaahbimbingan konseling. Yogyakarta: Gala Ilmu Semesta.

Okenews.com. (2018). 5,9 Juta Anak Indonesia Jadi PecanduNarkoba. https://news.okezone.com/read/2018/03/06/337/1868702/5-9-juta-anak-indonesia-jadi-pecandu-narkoba

Papalia, D., Old, S., & Feldman, R. (2009). Human development(11th ed.). New York: Mc Graw Hill.

Sandtrock, J. (2011). Life span development. Jakarta: Erlangga.Santrock, J. . (2008). Children 10th edition. New York: Mc Graw

Hill.

Daftar Pustaka

70 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Santrock, J. W. (2012). Life-span development edisi ke-1. Jakarta:Erlangga.

Schrier, K. (2014). Designing digital games to teach history. InLearning and education games volume one: Curricular anddesign considerations (pp. 73–92). Pittsburgh, PA: ETCPress.

Schutte, K. J., & Wetmore, L. (2012). Experiential learning as acatalyst for moral development in cognitive growth.International Journal of Business and Social Science, 3(19),220–227.

Sibermen, M. (2007). Introducing the handbook of experientiallearning. In The Handbook of experiential learning (pp.1–9). San Franscisco: John Wiley & Sons, Inc.

Suherman, W. S., Nopembri, S., & Muktiani, N. R. (2017).Pengembangan Majeda berbasis dolanan anak untukmengoptimalkan tumbuh kembang siswa tamankanak-kanak. Cakrawala Pendidikan, 36(2), 220–232.

Sujarno, Galba, S., Larasati, T. A., & Isyanti. (2013). Pemanfaatanpermainan tradisional dalam pembentukan karakter anak.Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB).

Susanti, F., Siswanti, & Widodo, P. B. (2010). Pengaruhpermainan tradisonal terhadap kompetensiinterpersonal dengan teman sebaya pada siswa SD(Studi Eksperimental pada siswa kelas 3 SDN SrondolWetan 04-09 dan SDN Srondol Wetan 05-08). JurnalPsikologi Undip, 8(2).

Sze, W. (2014). Evaluation of a Moral and Character EducationGroup for Primary School Students. SS Student E-Journal, 3, 142–164.

Wantah, M. (2005). Pengembangan disiplin dan pembentukanmoral pada anak usia dini. Jakarta: DepartemenPendidikan Nasional.

Zigmont, J. J., Liana, J., Kappus, L. J., & Sudikoff, S. N. (2011).Theoretical foundations of learning throughsimulation. Semin Perinatol, 35, 47–51.

GLOSARIUM

AAfektif

Berhubungan dengan perasaan (seperti takut, cinta) atausesuatu yang mempengaruhi keadaan perasaan dan emosi.

EEmosional

Suatu hal yang menyentuh perasaan, mengharukan, danpenuh dengan emosi.

EmpatiKeadaan mental yang membuat seseorang merasa ataumengidentifikasi dirinya dalam keadaan perasaan ataupikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

FFasilitator

Orang yang membantu sekelompok orang memahamitujuan dari pemberian suatu perlakuan dan membantumereka mencapai tujuan perlakuan dalam diskusi.

72 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

FeedbackUmpan balik, masukan, dan saran.

IIdentifikasi diri

Proses psikologi yang terjadi pada diri seseorang karenasecara tidak sadar orang tersebut membayangkan dirinyaseperti orang lain yang dikaguminya, lalu dia meniru tingkahlaku orang yang dikaguminya itu.

ImitasiProses sosial atau tindakan seseorang untuk meniru oranglain, baik sikap, penampilan, gaya hidup, bahkan segalasesuau yang melekat pada orang lai tersebut.

InteraksiHubungan sosial yang dinamis antara seseorang dan oranglain yang saling mempengaruhi atau memiliki efek satu samalain.

InterpersonalProses komunikasi yang berlangsung antara dua orang ataulebih secara tatap muka (secara langsung); mengacu padahubungan interpersonal: hubungan di luar diri atau disebutjuga dengan penyesuaian dengan orang lain.

KKarakter

Suatu tabiat, sifat-sifat kejiwaan atau psikologis, budi pekerti,watak yang membedakan seseorang dengan orang lain.

KepribadianKeseluruhan karakteristik individu atau sifat umum daribanyak orang yang berakibat pada munculnya pola yang

73

cenderung tetap dalam merespon suatu situasi, cenderungstabil, internal (tidak bisa diobservasi langsung), konsisten,dan berbeda antara satu individu dengan individu lain.

KognitifProses yang terjadi secara internal pada manusia melaluiproses berpikir, mencakup semua bentuk pengenalan yangmeliputi setiap perilaku mental yang berhubungan denganpemahaman, memperhatikan, menyangka, pertimbangan,pengolahan informasi, pemecahan masalah, berpikir, dankeyakinan.

KonvensiHal yang berkaitan dengan pemufakatan atau kesepakatan(mengenai adat, tradisi, atau aturan sosial) di masyarakat.

MMoralitas

Segala sesuatu yang berhubungan dengan etika atau adatsopan santun.

MotorikSuatu istilah untuk menggambarkan perilaku gerakan yangdilakukan oleh tubuh manusia.

PPengendalian diri

Kemampuan diri dalam mengendalikan perilaku untukmencapai tujuan tertentu

Problem solvingSuatu metode dalam suatu pembelajaran yang mengarahpada proses berpikir unutk memcahkan suatu masalah.

Glosarium

74 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

RRefleksi

Suatu hal mengenai perasaan dan penghayatan serta in-sight yang diperoleh setelah mengikuti pembelajaran.

SSistem sosial

Semua unsur social yang saling berhubungan antara satusama lain dan dalam hubungan tersebut salingmempengaruhi dalam kesatuan social.

SosialiasasiSuatu proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilaidan aturan dari suatu kelompok ke kelompok lain atau darigenerasi ke generasi lain dalam suatu kelompok masyarakat.

SuperegoAspek kepribadian yang menampung semua standardinternalisasi moral dan cita-cita yang diperoleh dari keduaorang tua atau masyarakat.

AAfektif, 54, 58, 63Bekel, 32, 38, 39

BBentengan, 23, 30, 35, 36, 48, 50,

64BERLIAN, 5Boi-boian, 24, 31, 37, 52, 54

CCemas, 14Congklak lidi, 32, 35, 39

EEksperimen, 21, 45, 48, 49, 50, 51,

55, 56Emosional, 4, 14, 18, 19Empati, 6, 14, 18Experiental learning, 5, 18, 19, 49,

51, 59, 60

FFasilitator, 20, 39Feedback, 33, 34, 35, 36, 37, 38,

39, 40

INDEKS

GGame, 3, 5, 22Gobak sodor, 25, 30, 39, 56, 65

IIdentifikasi diri, 14Imitasi, 15Interaksi, 3, 6, 21Interpersonal, 10, 11, 58

KKarakter, 5, 16Kelompok sosial, 3Kepribadian, 4, 14Kerja sama, 5, 6Keterampilan motorik, 4, 6, 16Kognitif, 4, 13, 14, 15, 17, 18, 47,

53, 58, 61Konflik, 10, 12, 62Konvensi, 3, 7, 8Konvensional, 2, 7, 8

MMoral, 1, 2, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11,

12, 13, 14, 15, 18, 21, 22, 27,28, 33, 34, 41, 42, 45, 46, 47,

76 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

48, 49, 51, 52, 53, 54, 55, 56,57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64

Moralitas, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14,58, 60

NNilai, 1, 3, 4, 6, 7, 8, 12, 14, 16, 18,

21, 46, 48, 49, 52, 53, 56, 57,59, 61, 63, 64

Norma, 1, 3, 7, 10, 14, 22Normatif, 10

OObservasi, 20, 42, 51

PPascakonvensional, 2Pengendali diri, 15Pengendalian diri, 6, 18Permainan modern, 5Permainan tradisional, 5, 6, 15,

16, 17, 21, 28, 41, 42, 45, 46,49, 51, 52, 57, 59, 61, 62, 63

Prakonvensional, 2, 7, 8Problem solving, 17, 21

RRefleksi, 20, 58, 61, 62

SSistem sosial, 11, 12Sosial, 1, 3, 4, 5, 6, 8, 11, 12, 13, 15,

18, 21, 60Sosialisasi, 4Superego, 14

UUlar naga, 32

LAMPIRAN DOKUMENTASI

BIODATA PENULIS

Dr. Iswinarti, M. Si. Psikolog adalahdosen Fakultas Psikologi UniversitasMuhammadiyah Malang. PendidikanS1, S2, dan S3 diselesaikannya diFakultas Psikologi Universitas GadjahMada, Yogyakarta. Sejak usia remajasudah tertarik dengan dunia anakdengan menjadi guru mengaji,pendongeng, dan penulis cerita anak.

Karya disertasinya tentang permainan tradisional dan metodeBERLIAN ((Bermain-ExpeRiential-LearnIng-ANak) telahmenjadi awal karirnya menjadi narasumber di berbagai daerahdi Indonesia mulai dari Aceh sampai Sulawesi dan NusaTenggara. Penulis telah menjadi pembicara di beberapa eventseminar nasional dan workshop di tingkat Asean.

Cukup banyak penelitian tentang permainan tradisionalyang telah dilakukan dan dipublikasi baik di prosiding nasionaldan internasional maupun jurnal nasional dan internasional.Hasil penelitian tentang permainan tradisional yang telahterpublikasi di jurnal terindex scopus adalah “Improving

80 Model Peningkatan Perkembangan Moral Anak...

Children’s Problem Solving Skills Through Javanese TraditionalGames” (2019). Artikel hasil penelitian yang juga dipublikasikandi jurnal internasional berjudul “The Influence of TraditionalGames with Experiential Method on Social Competence”(2016). Beberapa prosiding internasional yang sudahditerbitkan, misalnya “BERLIAN (Bermain-ExpeRiential-LearnIng-ANak) Community to Support Character Educationfor Children” (Penang, 2019), “The Influence of TraditionalGame Engklek with BERLIAN Method to Improve ProblemSolving Skills” (Manila, 2018), “Children using Learning GadgetAddiction, Can Traditional Games With “Berlian” Method asa Solution Increase the Social Skill?” (Surat Thani, 2018) “TheLearning Values Of Social Competence In The Traditional GameGembatan For Children” (Phnom Penh, 2017). Tahun 2019penulis telah melakukan pengabdian masyarakat denganmembentuk beberapa komunitas BERLIAN yang berbasispermainan tradisional.

Buku “Permainan Tradisional: Prosedur dan AnalisisPsikologisnya” (2017) dan “Permainan Tradisional denganMetode BERLIAN untuk Meningkatkan Kompetensi Sosial”(2018) merupakan karya yang melengkapi totalitasnya dalammenggeluti Psikologi Bermain. Selain tentu saja buku monografyang berjudul “Model Peningkatan Perkembangan Moral AnakMelalui Permainan Tradisional” yang diterbitkan tahun 2020ini.