efektifitas model kepemimpinan transformasional thd peningkatan softskill perawat pelaksana - bu...

Upload: arief-yanto

Post on 16-Oct-2015

109 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNI VERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTOR KEPERAWATAN

JAKARTA TAHUN 2013

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNI VERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTOR KEPERAWATAN

JAKARTA TAHUN 2013

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNI VERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTOR KEPERAWATAN

JAKARTA TAHUN 2013

A-PDF Merger DEMO : Purchase from www.A-PDF.com to remove the watermarkFAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNI VERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTOR KEPERAWATAN

JAKARTA TAHUN 2013

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNI VERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTOR KEPERAWATAN

JAKARTA TAHUN 2013

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNI VERSITAS INDONESIA

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTOR KEPERAWATAN

JAKARTA TAHUN 2013

UNIVERSITAS INDONESIAEFEKTIFITAS MODELKEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA RUANG BERBASISSOF TSKILL TERHADAP PENINGKATAN SOFTSKILL PERAWATPELAKSANAACTION RESEARCH PADA RS ROEMANI SEMARANGDISERTASIDisusun Oleh :Tri HartitiNPM : 0806403291HALAMAN PENGESAHANDisertasi ini diajukan olehNamaTri hartitiNPMProgram StudishapeType20fFlipH0fFlipV0posrelh2posrelv2shapePath4fFillOK0fFilled0lineWidth3175fArrowheadsOK1fBehindDocument0dxWrapDistLeft0dxWrapDistTop0dxWrapDistRight0dxWrapDistBottom0lineColor00806403291shapeType20fFlipH0fFlipV0posrelh2posrelv2shapePath4fFillOK0fFilled0lineWidth3175fArrowheadsOK1fBehindDocument0dxWrapDistLeft0dxWrapDistTop0dxWrapDistRight0dxWrapDistBottom0lineColor10790307Doktoral Keperawatan

Judul DisertasiEfektivitas Model Kepemimpinan Transformasional Kepalaruang berbasis soft skill terhadap peningkatan soft skill perawatpelaksana Action research pada RS Roemani Semarang

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian Persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Doktor pada program studi Doktoral Keperawatan, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia.

PromotorKo-PromotorTim PengujiProf.Drg.Heriandi Sutadi, Sp.KGA(K),Ph.DDr.Ratna Sitorus,SKp.,M.App.ScDr,MuchtaruddinMansyur,MS.,Sp.OK.,Ph.D ProfDr.Soekidjo Notoatmodjo,SKM., M.Comm.H (Ketua)Dr.dr.Sutoto.M.Kes (Anggota)Agung Waluyo,Skp.,MSc.,Ph.D (Anggota)Dr.Suryani,SKp.,MHSC (Anggota)

shapeType20fFlipH0fFlipV0posrelh2posrelv2shapePath4fFillOK0fFilled0lineWidth3175fArrowheadsOK1fBehindDocument0dxWrapDistLeft0dxWrapDistTop0dxWrapDistRight0dxWrapDistBottom0lineColor10263963shapeType20fFlipH0fFlipV0posrelh2posrelv2shapePath4fFillOK0fFilled0lineWidth6350fArrowheadsOK1fBehindDocument0dxWrapDistLeft0dxWrapDistTop0dxWrapDistRight0dxWrapDistBottom0lineColor7697264Ditetapkan di: JakartaTanggal: 20 Juni 2013HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITASDisertasi ini adalah hasil karya saya sendiri,dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuktelah saya nyatakan dengan benarNama: Tri HartitiNPM: 0806403291Tanda Tangan:

Tanggal: 20 Juni 2013KATA PENGANTARPuji syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wataalla, karena atas limpahan rahmatnya yang tiada putus-putusnya, maka peneliti dapat menyelesaikan Hasil Disertasi pada Seminar Disertasi VIII ini.Terselesaikannya hasil disertasi ini berkat dorongan, bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, maka pada kesempatan ini peneliti menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada1.Prof.Heriandi Sutadi drg,SpKGA(K), Ph.D, selaku Promotor atau Pembimbing utama yang selalu menyediakan waktu dan tiada hentihentinya memberikan masukan, arahan, dorongan, serta bimbingan dalam penyusunan hasil Disertasi iniDR.Ratna Sitorus,SKp,Mapp.Sc, selaku Ko Promotor 1 atau Pembimbing kedua yang selalu menyediakan waktu dan tiada henti-hentinya memberikan masukan, arahan, dorongan, serta bimbingan dalam penyusunan hasil Disertasi iniDr.Muchtaruddin Mansyur MSc,SpOk,Ph.D selaku Ko Promotor 2 atau Pembimbing ketiga yang selalu menyediakan waktu dan tiada hentihentinya memberikan masukan, arahan, dorongan, serta bimbingan dalam penyusunan hasil Disertasi ini

2.Prof.AT Soegito, dan Dr.nurjazuli,SKM,MKes, selaku pakar serta praktisi perawat yang telah membimbing dan mengarahkan peneliti dalam pengembangan model dan validasi model dalam disertasi ini

5. Responden yang bersedia mengikuti arahan dan petunjuk dari panduan model, menerapkan modul, mengisi lembar portopolio serta kuesioner pada tahap studi pengembangan model yang mendasari hasil Disertasi ini( Tri hartiti )

6.Suamiku dan anak-anakku yang senantiasa memberikan dorongan sampai terselesainya hasil disertasi iniRekan-rekan sejawat serta seluruh keluargaku yang telah memberikan support serta motivasi dalam penyusunan hasil Disertasi VIII ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu

Semoga amal kebaikan beliau diberi balasan rahmat yang senantiasa melingkupinya dan semoga hasil Disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan dunia Pendidikan pada umumnya dan dunia keperawatan pada khususnya .Jakarta Juni 2013 Peneliti( Tri hartiti )

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMISSebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawahini:Nama:Tri HartitiNPM:0806403291Program Studi:Doktoral KeperawatanFakultas:Ilmu KeperawatanJenis Karya:DisertasiDemi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :Efektivitas Model Kepemimpinan Transformasional Kepala ruang berbasis softs/ill terhadap peningkatan softs/ill perawat pelaksana Action research pada RS Roemani Semarangbeserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif iniUniversitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.Dibuat di : JakartaPada tanggal : 20 Juni 2013Yang menyatakan

Name: Tri Hartiti

Name: Tri Hartiti

Name: Tri Hartiti

( Tri hartiti )

Program Studi: Doktor KeperawatsnJudul: Efektifitas Model Kepemimpinan TransformasionalKepala Ruang berbasis softskil terhadappeningkatan soft skill perawat pelaksana, suatu action research di Rumah sakit Roemani SemarangAbstrakSumber daya manusia keperawatan yang berkualitas merupakan kepribadian yang tidak cacat emosionalnya seperti kesalahan/kekurang telitian dalam pekerjaan, keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan, semangat kerja yang buruk, bekerja secara asal-asalan dan kesal hati. Sebaliknya sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas adalah perawat yang memiliki kegairahan dalam bekerja, kreatif, proaktif, mempunyai kehangatan dan mudah tersenyum, terkait dengan kompetensi perawat pelaksana didapatkan bahwa kompetensi inti yang dimiliki oleh perawat pelaksana adalah kepemimpinan, cara kerja, interpersonal/softskill, dan pengusaan lingkungan. Softskill sendiri dapat dikembangkan dan ditumbuhkan melalui berbagai cara, dan faktor yang dapat membentuk softskill diantaranya pelatihan, tantangan yang didapat, lingkungan, dan pendidikanPenelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskill, mendapatkan modul dan panduan panduan model yang terdiri dari panduan, modul dan portopolio model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskillMetode yang digunakan dalam penelitian ini adalah action research dengan desain riset pengembangan dengan studi eksperimen kuasi, dengan menggunakan penilaian times series. Penelitian terdiri dari 3 tahap yaitu tahap studi pendahuluan, tahap pengembangan model, dan tahap implementasi model, alat ukur yang digunakan yaitu Kuesioner Transformational Leadership Questionnaire (TLQ) dan Nurse Soft skill Questionnaire (NSQ), panduan model yang terdiri dari panduan, modul dan portopolio model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskill, pada tahap implementasi dilakukan sosialisasi, pelatihan, pendampingan penerapan panduan model yang terdiri dari panduan, modul dan portopolio model Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruang berbasis softskillPopulasi dalam penelitian ini terdiri dari 18 kepala ruang yang ada dimasingmasing Rumah Sakit sebagai kelompok kontrol dan kelompok perlakuan (total sampel), dan 47 perawat pelaksana yang diambil secara random sampling.Hasil penelitian didapatkan panduan model yang telah divalidasi dan diuji keterterapannya oleh 2 orang pakar dan 2 orang praktisi, hasil implementasi model diperoleh adanya efektifitas model dalam meningkatkan softskill perawat pelaksana dalam hal kemampuan beradaptasi, berkomunikasi, bekerjasama tim, memecahkan masalah, percaya diri, disiplin dan teliti, didapatkan perbedaan kemampuan softskill pada bulan ke 1 dengan ke II, dan ke I dengan ke III setelah implementasi model. Model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis soft skill sangat mungkin diterapkan ditatanan Unit perawatan di seluruh Rumah Sakit yang ada, untuk dapat menjawab tantangan dunia terhadap perbaikan sumber daya manusia melalui perbaikan kinerja dalam hal kemampuan interpersonal dan intrapersonal, kegiatan harian perawat kegiatan ini yang sering terbengkalai, portopolio lembar kerja yang sangat efektif dalam penerapan modelKata kunci : kepemimpinan transformasional, SoftskillName: Tri Hartiti

Name: Tri Hartiti

Name: Tri Hartiti

Program study: Doctoral Nursing ScienceTitle: The Effectiveness of Transformational LeadershipModels Head Room-based soft skills to improving the soft skills of nurses, an action research in Roemani Hospitals of SemarangAbstractHuman resources qualified nursing an emotional personality defects such as errors / lack of carefully situations in the work, the delay in completing the work, poor morale, work carelessly and bitter. Instead of nursing human resources are qualified nurses who have a passion for working, creative, proactive, have a warmth and an smiling, related to the competence of nurses found that the core competencies possessed by nurses is leadership, how to work, interpersonal / soft skills, and procurement environment. Soft skill can be developed and grown through a variety of ways, and the factors which may form such soft skills training, the challenge is to come, the environment, and educationThis study aims to determine the effectiveness of transformational leadership model of Head Room-based soft skills, gain module guides and guide model consisting of guides, modules and portfolio models Transformational Leadership Head Room-based soft skills The method used in this study is an action research with research design the development of quasi-experimental studies, using the assessment times series. The study consisted of three phases: a preliminary study, the model development stage, and the implementation phase models, The instruments used Transformational Leadership Questionnaire (TLQ) and Nurse Soft skills Questionnaire (NSQ), guide model consisted of guides, modules and portfolio Transformational Leadership Model Head Room-based soft skills, at the implementation stage by socialization, training, mentoring guide application model consisted of guides, modules and portfolio models Transformational Leadership Head Room-based soft skillsThe population in this study consisted of 18 head rooms in each of the existing hospital as a control group and the experimental group (total sampling), and 47 nurses were taken by random sampling.The results was obtained the model guide has been validated and tested by 2 experts and 2 practitioners, the results obtained by the model of implementation effectiveness of the model in improving the soft skills of nurses in terms of adaptability, communication, team work, problem solving, self-confidence, discipline and meticulous, There were significant differences at 1st months and 2nd months, and 1st months and 3rd months after the implementation of the model. Transformational leadership model of head room-based soft skills are very likely applicable in care units of hospital, to be able to meet the challenges of the world to the improvement of human resources through improved performance in terms of interpersonal and intrapersonal skills, daily activities of the nurse's activities are often neglected, portfolio worksheet very effective in the application of the modelKeywords: transformational leadership, soft skillDAFTAR ISIIsiHalamanHalaman Judul iHalaman Persetujuan.iiHalaman Pengesahan.iiiKata Pengantar ivAbstrak VDaftar Isi ViDaftrar Gambar ViiDaftar Tabel ViiiDaftar Lampiran..IxBab I.Pendahuluan..11.1 .Latar Belakang Masalah 11.2.Rumusan Masalah.121.3.Pertanyaan Penelitian 121.4.Tujuan Penelitian..121.4.1.Tujuan Umum 131.4.1.Tujuan Khusus 131.5.Manfaat Penelitian 15Bab II.Tinjauan Pustaka.162.1. Softs/ill Perawat 162.1.1. Pengertian softs/ill 162.1.2. Landasan teori pembentukan softs/ill 192.1.3. Atribut softs/ill 262.1.4. Faktor yang mempengaruhi softs/ill 292.1.5. Cara menularkan softs/ill kepada perawat pelaksana 322.2. Kepemimpinan dalam keperawatan 342.2.1. Pengertian Kepemimpinan 342.2.2. Tipologi Kepemimpinan 362.2.3. Peran Pemimpin 392.2.4. Gaya Kepemimpinan 422.3. Model Kepemimpinan Transformasional 472.3.1. Pengertian Model kepemimpinan Transformasional 472.3.2. Komponen perilaku kepemimpinan Transformasional 512.3.3. Pedoman Untuk mewujudkan Kepemimpinan Transformasional 552.3.4. Perkembangan Mutakhir tentang kepemimpinan 572.3.5. Dasar Perubahan menuju Kepemimpinan Transformasional 622.3.6. Alur Perubahan Perilaku kepemimpinan Transformasional 652.4. Kepala Ruang Sebagai manajer dan Pemimpin keperawatan 672.4.1. Tingkatan Manajer 672.4.2. Kepala ruang 682.4.2.1. Keterampilan Kepala Ruang 692.4.2.2. Kepemimpinan Kepala Ruang 712.4.2.2.1. Tanggung Jawab Kepala Ruang 722.4.2.2.2. Uraian Tugas Kepala Ruang 722.4.2.2.3. Peran Kepala Ruang 742.4.2.2.4. Kompetensi Kepemimpinan kepala Ruang 762.5. Kerangka Teori Penelitian 77Bab III Kerangka Konsep, Hipotesis Dan Definisi Operasional 803.1. Kerangka Konsep 803.2. Hipotesis 823.3. Definisi Operasional 83Bab IV Metode Penelitian 844.1. Pendekatan Penelitian 844.2. Desain Penelitian 854.2.1. Tahap studi Pendahuluan 864.2.2. Tahap Pengembangan Model 874.2.3. Tahap Implementasi Model 934.3. Populasi dan Sampel 984.4. Sumber Data 1014.5. Teknik dan prosedur Pengumpulan Data 1024.6. Tempat penelitian 1034.7. Teknik Analisis data 1034.8. Waktu atau Jadwal Penelitian 1064.9. Etika Penelitian 109Bab.V. Hasil Penelitian 1125.1. Model Kepemimpinan Transformasional Kepala ruang 1125.1.1. Panduan model kepemimpinan Transformasional kepala ruang berbasis120Soft skill 5.1 .2.Pelaksanaan model kepemimpinan Transformasional kepala ruang121berbasis Soft skill5.1 .2.Uji keterterapan model Kepemimpinan Transformasional kepala123ruang5.2.1. Uji validasi model 1235.3. Efektifitas Model Pelaksanaan model kepemimpinan Transformasional127kepala ruang berbasis Soft skill terhadap peningkatan softskill perawatpelaksanaBab VI.Pembahasan 1556.1 .Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis157softskill terhadap peningkatan soft skill 6.1.1 .Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis softskill terhadap peningkatan kemampuan beadaptasi.1586.1 .2.Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis softskill terhadap peningkatan kemampuan berkomunikasi 1616.1 .3.Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis softskill terhadap peningkatan kemampuan bekerjasama tim1656.1 .4.Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasissoftskill terhadap peningkatan kemampuan memecahkan masalah 1686.1 .5.Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasissoftskill terhadap peningkatan rasa percaya diri 1706.1 .6.Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasissoftskill terhadap peningkatan kedisiplinan 1736.1 .2.Efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasissoftskill terhadap peningkatan kemampuan ketelitian 1766.2.Hubungan karakteristik kepala ruang terhadap implementasi modelkepemimpinan transformasional berbasis soft skill 1776.3.Hubungan karakteristik perawat pelaksana terhadap implementasi modelkepemimpinan transformasional berbasis soft skill 1816.4. Keterbatasan Penelitian1846.5. Implikasi Penelitian 185Bab.VII.Kesimpulan dan Saran.1877.1. Kesimpulan.1897.2.Saran189Daftar Pustaka lampiranDAFTAR TABELNoNama TabelHalamanTabel3.2Definisi83Op erasional5.3Matrik masukan pakar untuk perbaikan125model5.4Matrik masukan praktisi untuk perbaikan126model5.5Distribusi frekuensi karakteristik kepala ruang kelompokperlakuandankelompokkontrol127pada5.6Distribusi frekuensi karakteristik perawat pelaksana Padakelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada1295.7Distribusi karakteristik kepemimpinan Transformasionalkepala ruang kelompok perlakuan dan kelompok kontrolsebelum implementasi model1305.8Distribusi frekuensi karakteristik softs/ill perawat pelaksanaPada kelompok perlakuan sebelum implementasi model...1335.9Distribusi frekuensi dan perbedaan softs/ill perawat pelaksanaPada kelompok perlakuan setelah intervensipada bulan137I,II,III5.10Distribusi frekuensi dan perbedaan softs/ill perawat pelaksanaPada kelompok kontrol setelah intervensi padabulan141I,II,III.5.11Analisis perbedaansofts/illperawat pelaksanapadaintervensi bulan I, II, III1455.12Analisis perbedaansofts/illperawat pelaksanapadakelompok kontroldankelompok perlakuansetelah146implementasi pada bulan I..5.13Analisis perbedaansofts/illperawat pelaksanapadakelompok kontroldankelompok perlakuansetelah147implementasi pada bulan II5.14Analisis perbedaan softs/illperawatpelaksana padakelompok kontrol dan kelompok perlakuan setelah148implementasi pada bulan III5.15Analisis perbedaan softs/ill perawat pelaksana pada kelompokperlakuan setelah implementasipada bulan I dan150II.5.16Analisis perbedaan softs/ill perawat pelaksana pada kelompokperlakuan setelah implementasipada bulan II dan151III..5.17Analisis perbedaan softs/ill perawat pelaksana pada kelompokperlakuan setelah implementasipada bulan I dan153III5.18154Analisis efektifitas peningkatan softskill perawat pelaksana pada kelompok kontrol maupun perlakuanDAFTAR GAMBARNoNama GambarHalamanGambar2.1.Teori Caring Behavior Swanson192.2.Konsep Teori Caring Swanson212.3.Teori Self Eficacy Bandura 242.4.Teori pembentukan Softskill292.5.Cara menularkan Softskill kepada perawat Pelaksana322.6.Alur perubahan perilaku kepemimpinan transformasional63kepala ruang.2.7Kerangka Teori Blanded743.1.Kerangka konsep Penelitian754.1Rancangan Penelitian (kerangka pikir)804.2Alur penelitian Tahap 1824.3.Alur penelitian Tahap Pengembangan model884.4.Alur penelitian Tahap implementasi894.5.Desain Penelitian eksperimen kuasi914.6.Desain Penelitian925.1.Modelkepemimpinantransformasionalkepala113ruangBAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang MasalahPerawat merupakan bagian dari sumber daya manusia yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien, di unit pelayanan kesehatan. Pengelolaan manajemen Sumber Daya Manusia yang ada di unit Keperawatan, dilaksanakan dengan tujuan untuk menghasilkan pelayanan keperawatan yang berkualitas, yang diterima oleh pasien sebagai customer. Pengertian kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan dengan hasil yang menunjukkan tingkat kesempurnaan dari pelayanan keperawatan tersebut, sehingga menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien yang menerimanya. Makin baik kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan, berarti makin sempurna kepuasan tersebutKepuasan merupakan dampak terhadap pelayanan keperawatan yang berkualitas, yang merupakan hasil interaksi antara perawat sebagai pemberi, dan pasien sebagai penerima dari jasa pelayanan keperawatan. Untuk dapat mewujudkan harapan tersebut, diperlukan proses manajerial yang baik. Pencapaian aspek kualitas pelayanan keperawatan untuk dapat memenuhi kepuasan pasien sehingga berkontribusi pula terhadap kepuasan kerja. Perawat diharapkan memiliki kompetensi sebagai perawat profesional, baik berupa hard skill maupun soft skill. Soft skill merupakan salah satu keterampilan yang harus di miliki oleh setiap orang terutama bagi perawat. Soft skill diperlukan untuk mendukung hard skill atau keterampilan teknis yang telah didapatkan oleh para perawat saat mengikuti pendidikan keperawatan. Beberapa hal termasuk dalam soft skill adalah kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, pengambilan keputusan, pemecahan masalah serta konflik resolution (Ismail, 2007). Dapat disimpulkan bahwa kemampuan soft skill sangat diperlukan bagi dunia kerja, oleh karena keberhasilan seseorang tidakhanya ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya saja akan tetapi justru kemampuan soft skill ini yang sangat berperan dalam mencapai prestasi sebuah pekerjaan.Agustian (2007), melaporkan hasil penelitian Belt (2001), pada responden majalah Six Sigma bahwa masalah soft skill yaitu : komunikasi sebesar 88%, interpersonal 72%, dan kepemimpinan 56% yang dianggap paling penting, selain masalah teknikal dan analitikal atau hard skill hanya sebanyak 18%, merupakan hal berikutnya yang dianggap penting. Bahkan setelah memasuki dunia kerja, pelatihan yang banyak dibutuhkan bukan bentuk pelatihan hard skill melainkan soft skill yang lebih banyak dibutuhkan.Menurut Christian (2008), yang dikutip oleh majalah Human Capital, mengestimasi, pada orang-orang dengan kompleksitas pekerjaan yang tinggi, proporsi training antara soft skill dan hard skill 70% berbanding 30% atau 80% berbanding 20%, dan berlaku sebaliknya untuk orang-orang dengan kompleksitas pekerjaan yang lebih rendah. Sementara untuk alokasi waktunya, Christian memberi gambaran umum, biasanya 10-15% dari jam kerja per orang per tahun. Dapat disimpulkan bahwa soft skill sangat dibutuhkan pada dunia kerja, dimana kemampuan seseorang akan dihadapkan pada berbagai hal. Desain pembelajaran maupun training yang ideal menghendaki porsi yang besar pada soft skill untuk jabatan tinggi yang memerlukan keterampilan kepemimpinan, komunikasi, membina hubungan dan bernegosiasi.Soft skill mempunyai porsi besar dalam mendukung kesuksesan seseorang dalam memasuki dunia kerja. Mempunyai kemampuan hardskill yang baik, namun tidak didukung dengan kepribadian atau kemampuan soft skill yang baikpun akan sia-sia saja (Ismail, 2007). Pengkajian masalah Sumber Daya Manusia (SDM) pada dekade terakhir dilakukan oleh sebuah lembaga Emotional Quality Inventory (EQI) menyatakan bahwa para professional dari berbagai penjuru dunia yang dijadikan sampel menunjukkan bahwa IQ hanyamemberikan kontribusi maksimal 20% rata-rata hanya berkisar 6% saja bagi sukses seseorang, dibanding EQ. Bahkan Institut Teknologi Carnegie menemukan bukti lain lagi yaitu dari 10.000 orang yang sukses 15% keberhasilan mereka ditentukan oleh keterampilan teknis, sedangkan 85% didominasi oleh faktor kepribadian atau soft skill. Edward Wiggam menemukan 400 orang atau 10% dari 4000 orang yang kehilangan pekerjaan adalah akibat ketidak mampuan teknis, artinya 90% mereka menganggur karena memiliki masalah kepribadian (Christian, 2008)Hasil Sebuah penelitian dari National Association of College and Employee (NACE) 2002 menempatkan indeks prestasi kumulatif (IPK) di perguruan tinggi (PT) pada urutan ke-17. IPK kalah oleh kemampuan komputer, kemampuan berorganisasi, kepemimpinan, kepercayaan diri, keramahan, kesopanan, dan kebijaksanaan. Akan tetapi kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, hubungan interpersonal, etika, inisiatif, adaptasi, dan analitik tentunya menjadi lebih penting daripada kemampuan menggunakan komputer. (Silaban, 2008)Soft skill merupakan sesuatu yang sangat esensial dimiliki oleh seseorang, untuk mencapai kesuksesan ditempat kerja. Soft skill merupakan hal utama dipersiapkan bagi seorang peserta didik untuk dapat mengembangkan karirnya (Amer, 2011). Soft skill terutama keterampilan berkomunikasi merupakan hal yang sangat diperlukan oleh seseorang untuk dapat berinteraksi secara efektif dan efisien terhadap siapa saja dan pada semua situasi, juga sangat penting bagi peserta didik maupun seorang profesional untuk mencapai kesuksesan akademik maupun kesuksesan ditempat kerja (Kumar, dkk, 2011).Kemampuan soft skill menurut Jatmika dan Syarif (2007), penting untuk menunjang kesuksesan seseorang di masa mendatang. Untuk dapat sukses di masa mendatang, seorang harus memiliki soft skill, dimana soft skill ini hanyabisa diperoleh melalui keaktifan seseorangdalam organisasi maupunkeaktifannya dalam kegiatan di luar kegiatan rutinnya sebagai seorang pegawai.Keperawatan sebagai profesi tidak terlepas dari kebutuhan sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas. Manajemen sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas identik dengan kecerdasan emosional atau kecerdasan sosial yaitu kemampuan mengelola emosionalitas dalam mere spon stimulasi sosial secara akurat, oleh karena kesuksesan seseorang 70% dipengaruhi oleh kecerdasan emosionalnya dari pada kecerdasan intelegensinya.Sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas merupakan kepribadian yang tidak cacat emosionalnya seperti kesalahan/kekurang telitian dalam pekerjaan, keterlambatan dalam menyelesaikan pekerjaan, semangat kerja yang buruk, bekerja secara asal-asalan dan kesal hati. Sebaliknya sumber daya manusia keperawatan yang berkualitas adalah perawat yang memiliki kegairahan dalam bekerja, kreatif, proaktif, mempunyai kehangatan dan mudah tersenyum (Robbin & Judge (2013)Hasil riset grounded theories yang dilakukan oleh Balke (2006) terkait dengan kompetensi perawat pelaksana didapatkan bahwa kompetensi inti yang dimiliki oleh perawat pelaksana adalah kepemimpinan, cara kerja, interpersonal/soft skill, dan penguasaan lingkungan. Soft skill sendiri dapat dikembangkan dan ditumbuhkan melalui berbagai cara, dan faktor yang dapat membentuk soft skill diantaranya pelatihan, tantangan yang didapat, lingkungan, dan pendidikan (Elfindri, 2009)Menurut Balke (2006), pengelolaan manajemen di unit pelayanan perawatan merupakan peran dan tanggung jawab dari kepala ruang, termasuk penerapan kompetensi inti dari perawat yang sangat dominan seperti soft skill. Proses manajerial yang baik di unit pelayanan keperawatan sangat diperlukan, agar perawat dapat memberikan pelayanan yang berkualitas, sehingga dapatmewujudkan kepuasan kepada penerima pelayanan. Kepala ruang sebagai manajer tingkat bawah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan manajemen di unit pelayanan perawatan diharapkan mempunyai kompetensi sebagai pemimpin.yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan manajemen di unit pelayanan perawatan. Kompetensi inti dari soft skill yang diharapkan adalah kemampuan terhadap pemahaman budaya (0,5 6), kecerdasan emosional (0,44), pengelolaan terhadap kecerdasan berpolitik (0,28), hubungan perawat dokter/ profesional lain (0,28), dan kerjasama dengan tim yang beragam (0,2 8), kemampuan bernegosiasi dan pengelolaan terhadap konflik (0,16), dan dukungan terhadap kebutuhan profesional (0,80).Dapat peneliti simpulkan dari beberapa penemuan empiris yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu, bahwa soft skill perawat pelaksana merupakan kemampuan yang sangat penting dan harus dimiliki oleh perawat sebagai pemberi jasa layanan kepada pasien sebagai customer. Studi pendahuluan yang telah peneliti lakukan didapatkan kriteria Soft skill perawat pelaksana yang mereka butuhkan antara lain yaitu kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerjasama tim, kemampuan memecahkan masalah, percaya diri, disiplin dan ketelitian. Menurut pengamatan kepala ruang masih ada perawat pelaksana yang kemampuan softskilnya belum memenuhi kriteria seperti yang diharapkan oleh pasien, sehingga pencapaian kepuasan pasien yang dicapai oleh unit perawatan menurut mereka berkisar antara 60-75% saja.Soft skill yang masih menjadi kekurangan bagi perawat pelaksana di unit perawatan adalah kurang percaya diri, kesulitan menyampaikan pesan atau berkomunikasi dengan pasien, terutama terhadap pasien yang jenjang pendidikannya lebih tinggi atau berbeda jauh, dalam pengambilan keputusan masih banyak tergantung pada kepala ruang, masih banyak persoalan yang pemecahan masalahnya harus diatasi oleh kepala ruang, serta dari beberapaperawat masih terdapat kesulitan dalam beradaptasi dengan pasien terutama pada pasien baru atau dengan kasus baru, pengambilan tanggung jawab terhadap tugas masih didominasi pada beberapa perawat yang memiliki tanggung jawab baik (belum merata), masih terdapat perawat pelaksana yang datang tidak tepat waktu, pencapaian dokumentasi perawat masih rendah (pencapaian rumah sakit dibawah 50%)Soft skill merupakan suatu keterampilan interpersonal yang dapat diperbaiki dengan mekanisme kepemimpinan yang baik. Mekanisme kepemipinan yang baik menurut peneliti dan didukung dari penemuan empiris peneliti lain adalah kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional dengan karakteristik kharismatik, pengaruh idealis, motivasi inspirasi, stimulasi intelektual serta konsiderasi individu dapat diterapkan oleh kepala ruang sebagai atasan langsung dari perawat pelaksana. Untuk memudahkan penerapan kepemimpinan transformasional ini harus disesuaikan dengan kondisi perawat,serta manajemen perawatan yang ada di Indonesia, sehingga peneliti memadukan karakteristik kepemimpinan transformasional kedalam kemampuan soft skill perawat pelaksana dalam kegiatan sehari-hari (activity daily living), sesuai peran dan fungsinya.Kepemimpinan adalah suatu kegiatan mempengaruhi orang lain agar orang tersebut mau bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan juga sering dikenal sebagai kemampuan untuk memperoleh konsensus anggota organisasi untuk melakukan tugas manajemen agar tujuan organisasi tercapai, sebagian besar definisi kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan berkaitan dengan proses yang disengaja dari seseorang untuk menekankan pengaruhnya yang kuat terhadap orang lain untuk membimbing, membuat struktur, dan memfasilitasi aktifitas dalam hubungan berorganisasi atau kelompok. (Purwanto, 2007)Perubahan ekonomi yang terjadi, dan adanya ledakan populasi usia lanjut, ancaman terhadap pemimpin,, penurunan ketertarikan terhadap peran manajemen, lingkungan kerja yang penuh tekanan, serta tuntutan terhadap keamanan pasien (patient safety), maka kebutuhan akan kepemimpinan yang efektif dan inovatif dalam sistem pelayanan keperawatan merupakan sesuatu yang telah diprediksi dan harus segera diwujudkan (Wong 2012)Hasil studi yang dilakukan oleh Cummings et.al (2010), dalam Wong 2012 mengenai dampak gaya kepemimpinan natural dibandingkan dengan gaya kepemimpinan yang berpusat pada hasil kerja (task oriented) terhadap 53 perawat sebagai responden, didapatkan hasil hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi, menurunkan turn over dan absen perawat, penyaluran emosi secara tepat, serta perbaikan iklim lingkungan seperti kerjasama tim yang baik, pemberdayaan yang meningkat, inovasi terhadap hubungan dokter perawat, serta penerapan hasil riset keperawatan. Kondisi diatas berdampak terhadap pasien seperti meningkatnya kepuasan pasien, menekan komplikasi dan kejadian nosokomial infeksi.Kepemimpinan yang memberikan ruang penyaluran emosi secara tepat, memberdayakan sumber daya secara efektif, dan tidak berppusat pada hasil kerja semata seperti yang ditemukan oleh Cummings et.al (2010), dan dilaporkan oleh Wong, 2012 tersebut sering disebut sebagai kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional ini sudah banyak dilaporkan sebagai salah satu kepemimpinan yang dapat memperbaiki sumber daya manusia. Penelitian yang dilakukan oleh Sumadi (2005), di Rumah Sakit Umum Nirmala Suri Sukoharjo memperoleh hasil perilaku kepemimpinan transformasional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja perawatnya, dan kepercayaan terhadap pemimpin memperkuat pengaruh perilaku kepemimpinan transformasional terhadap kinerja perawatnya.Penelitian Kanste (2008), mengenai faktor penyebab burnout perawat dari pelayanan keperawatan, terhadap 900 perawat dan pimpinan perawat diberbagai variasi organisasi pelayanan keperawatan di Finland, didapatkan hasil bahwa perilaku kepemimpinan perawat mempunyai hubungan yang positif terhadap burnout perawat.Menurut Kanste (2008), variabel dari kepemimpinan transformasional seperti pengaruh idealis, motivasi inspirasi, simulasi intelektual, konsiderasi individual dan imbalan kontingensi mempunyai hubungan yang positif dengan prestasi perawat, dan berhubungan negatif dengan munculnya luapan emosi dan penurunan harga diri. Perilaku pimpinan dan manajemen dengan penerapan active management-by-exception meningkatkan prestasi individu. Sedangkan Perilaku pimpinan dan manajemen dengan penerapan Passive management-byexception dan gaya kepemimpinan laissez-faire berhubungan positif terhadap munculnya luapan emosi dan penurunan harga diri, jika dihubungkan dengan prestasi individu maka memiliki hubungan yang negatif. Active dan mempunyai orientasi kedepan dari kepemimpinan transformasional dan pemberian imbalan pada bawahan merupakan upaya pencegahan burnout pada perawat. Model kepemimpinan yang pasif merupakan faktor pemicu penyebab burnout perawat, perlunya dilakukan pendidikan dan pelatihan pada pimpinan keperawatan untuk meningkatkan kepuasan kerja perawat.Studi komparatif antara kepemimpinan Transformasional dalam unit pengembangan keperawatan (NDU) dengan pengaturan klinik secara konvensional yang dilakukan oleh Bowles & Bowles (2000), terhadap 70 orang perawat yang terdiri dari 14 orang perawat pemimpin dan 56 orang perawat pelaksana menunjukkan bahwa pemimpin NDU telah meningkatkan potensi kepemimpinan dan pengembangan keperawatan, dapat merangsang munculnya kepemimpinan transformasional.Dari berbagai hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan transformasional sangat berhubungan erat dengan kenyamanan kerja yang akhirnya dapat menimbulkan kepuasan kerja perawat pelaksana, bagaimanapun kondisi pekerjaannya serta hubungannya satu sama lain dan dapat menjadikan satu mekanisme sebagai mediasi untuk dapat mengatasi berbagai kondisi pekerjaan yang berbeda, serta sebagai mediasi untuk dapat berhubungan langsung antara pimpinan dan bawahan dengan memuaskan (Winans, 2008)Berbagai kompetensi kepemimpinan yang telah dikemukakan diatas akan tetap diperlukan bagi kepemimpinan dan pemimpin Abad 21, seperti yang dikemukakan Spencer dan mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan seseorang pimpinan dalam merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Menjelang tahun 2020 kemampuan kepemimpian perawat yang diharapkan adalah mereka yang mempunyai integritas tinngi dalam menghadapi kebutuhan masyarakat akan pelayanan keperawatan yang adekuat, lingkungan dan kompetisi pelayanan kesehatan yang sangat kompleks, kebutuhan pengguna jasa pelayanan keperawatan yang sangat cepat mengalami perubahan, dan meningkatnya ilmu dan tehnologi, yang berdampak terhadap problematika yang sangat kompleks (Huston, 2008)Winson (2009) mengemukakan bahwa, kepemimpinan merupakan pola keterampilan, bakat, dan gagasan yang selalu berkembang, bertumbuh, dan berubah. Pemimpin perawat masa depan adalah pemimpin perawat yang terus belajar, memaksimalkan energi dan menguasai perasaan yang terdalam, kesederhanaan, dan multifokus, digambarkan bahwa pemimpin perawat klinik yang inovasi adalah mereka yang mampu memberikan bimbingan dan konseling, mampu melakukan mentoring, mampu mengembangkan organisasi, dan menerapkan prinsip kepemimpinan berdasarkan pengalaman dan inisiatif. Oleh karena itu, dinyatakan bahwa kualitas menjadi penting dan kuantitas tidak lagi menjadi keunggulan bersaing. Selalu mencari pengetahuan dan menggaliilmu harus terus dilakukan bagi pemimpin masa depan, hal ini sangat penting, sebab ilmu pengetahuan merupakan energi vital bagi setiap organisasi.Hasil penelitian Bolkan & Allan (2008) terhadap kepemimpinan transformasional pada pembelajaran kelas (klasikal), pada 165 orang perserta didik, didapatkan hasil adanya hubungan yang positif antara kepemimpinan transformasional dengan kemampuan kognitif, sikap, motivasi, komunikasi dan kepuasan, partisipasi peserta didik serta kredibilitas guru. Sejalan dengan pendapat ini, Fauzi (2007), mengemukakan bahwa kemampuan transformasional seseorang pemimpin masa depan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan interpersonal (soft skill) untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien, dan berdampak terhadap perilaku organisasi, nilai kelompok serta penampilan dari kelompok.Hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan metode diskriptif, terhadap 44 orang perawat sebagai responden, terdiri dari 22 orang kepala ruang yang menilai soft skill perawat pelaksana sebagai bawahannya, dan 22 orang perawat pelaksana yang menilai kepemimpinan transformasional kepala ruangnya, didapatkan hasil dari 22 orang kepala ruang yang memiliki kepemimpinan baik sebanyak 13 orang (59%), dan sisanya 11 orang (41 %) memiliki kepemimpinan yang kurang baik. Untuk lebih jelasnya dapat peneliti jabarkan sebagai berikut : sebanyak 12 orang atau 54,55% kepala ruang memiliki kemampuan pengaruh idealis, sebanyak 9 orang atau 40,91% kepala ruang memiliki kemampuan Motivasi inspirasional, sebanyak 8 orang atau 36,36 % kepala ruang memiliki kemampuan simulasi intelektual. Sebanyak 7 orang atau 31,81 % responden menyatakan bahwa kepala ruang memiliki kemampuan konsiderasi individu sedangkan 15 orang atau 68,19% mereka menyatakan kepala ruang tidak memiliki kemampuan konsiderasi individu .Hasil soft skill perawat berdasarkan penilaian kepala ruang didapatkan 50% perawat pelaksana sudah mempunyai soft skill yang baik dan 50% mempunyai1.4.2. Tujuan khusus

soft skill yang kurang baik, dengan perincian sebagai berikut : Sebanyak 11 orang atau (50%) perawat pelaksana memiliki kemampuan beradaptasi baik, sebanyak 12 orang atau (54,55 %) memiliki kemampuan berkomunikasi baik, sebanyak 11 orang atau (50%) memiliki kemampuan bekerjasama tim yang baik, sebanyak 17 orang atau 77,28 % memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan dengan baik, sebanyak 12 orang atau 54,55 % perawat pelaksana memiliki rasa percaya diri yang baik, sebanyak 16 orang atau 72,73 % perawat pelaksana memiliki kedisiplinan yang baik .Kepemimpinan Transformasional merupakan suatu gaya kepemimpinan yang diperlukan untuk memperbaiki manajemen pelayanan dibidang kesehatan khususnya di unit keperawatan, agar dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia keperawatan, mampu melakukan inovasi, dan dapat menjawab tantangan jaman menuju era globalisasi. Dari hasil penelitian yang telah peneliti paparkan sebelumnya kepemimpinan transformasional mampu memperbaiki kinerja terutama dalam kemampuan interpersonal.1.2. Rumusan MasalahSoft skill perawat pelaksana yang berperan sebagai pemberi layanan kesehatan, dan sebagai ujung tombak bagi pelayanan kesehatan yang ada di rumah sakit, merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan kualitas pelayanan perawatan di unit perawatan. Soft skill merupakan komponen utama yang harus dimiliki oleh seorang perawat dalam menerapkan caring, sementara dilapangan masih banyak didapatkan soft skill perawat yang tidak maupun kurang baik.Kepala ruang sebagai seorang pemimpin yang memiliki pengaruh langsung dalam memperbaiki soft skill perawat pelaksana, diharapkan mampu menerapkan kepemimpinan yang positif, yaitu dengan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional ini merupakan gaya1.4.2. Tujuan khusus

kepemimpinan yang relative masih baru, dengan penekanan pada aspek motivasi yang mendalam antara pimpinan dan bawahan.Dikarenakan gaya kepemimpinan transformasional ini relative masih baru, sehingga masih banyak didapatkan kepala ruang yang belum memiliki kemampuan transformasional ini seperti kharismatik, pengaruh idealis, motivasi inspirasi, stimulasi intelektual dan konsiderasi individual dalam pengelolaan kepemimpinannya, sehingga sangat perlu ditingkatkan pencapaiannya melalui kegiatan sehari-hari, yaitu pada interaksi sehari-hari antara kepala ruang dengan perawat pelaksana dalam menerapkan kepemimpinan transformasional ini1.3. Pertanyaan PenelitianDari rumusan masalah diatas dapat disusun pertanyaan penelitian yaitu : Apakah model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis soft skill efektif terhadap peningkatan soft skill perawat pelaksana dalam hal1.Kemampuan beradaptasiKemampuan berkomunikasiKemampuan kerjasama timKemampuan memecahkan masalahPercaya diriKedisiplinan

7. Ketelitian1.4. Tujuan Penelitian1.4.1. Tujuan UmumTujuan umum dari penelitian ini adalah diperoleh model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis soft skill yang efektif meningkatkan soft skill pada perawat pelaksana1.4.2. Tujuan khusus

1.Tersusun model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis soft skill untuk perawat yang ada di unit perawatanTersusun panduan model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis soft skill untuk perawat yang ada di unit perawatan

3. Didapatkan efektifitas model kepemimpinan transformasional kepala ruang berbasis soft skill untuk perawat yang ada di unit perawatan dalam meningkatkan soft skill perawat pelaksana dalam hal :1)Kemampuan beradaptasiKemampuan berkomunikasiKemampuan bekerjasama timKemampuan dalam memecahkan masalahKepercayaan diriKedisiplinan

7) Ketelitian1.5. Manfaat Penelitian1.5.1. Bagi Pelayanan Keperawatan1.Bahan masukan dalam pengelolaan sistem manajerial di tatanan unit perawatan, yaitu kepala ruang sebagai care provider atau sebagai pemimpin tingkat pertama yang langsung berhadapan dengan pasien sebagai customer serta sebagai sarana meningkatkan mutu layanan keperawatan melalui perbaikan soft skill perawat pelaksanaPanduan model kepemimpinan transformasional kepala ruang yang ada di unit perawatan yang dihasilkan dapat dimanfaatkan Sebagai panduan atau pedoman dalam pengelolaan unit melalui implementasi model kepemimpinan transformasional

3. Model kepemimpinan Transformasional kepala ruang yang terdiri dari kriteria kharismatik, pengaruh idealis, motivasi inspirasi,stimulasi intelektual, konsiderasi individu dengan mengaplikasikan pada kegiatan sehari-hari (activity daily living) antara kepala ruang dengan perawat pelaksana merupakan model kepemimpinan yang layak terap dan efektif terhadap peningkatan soft skill perawat pelaksana4. Indikator soft skill perawat pelaksana seperti kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerjasama tim, kemampuan memecahkan masalah, percaya diri, disiplin dan ketelitian merupakan kemampuan interpersonal yang sangat diharapkan oleh pasien sebagai penerima layanan jasa keperawatan dan selalu berinteraksi karenanya1.6. Bagi Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan1.Bahan masukan dalam pengkayaan konsep model kepemimpinan Transformasional bagi perawat kepala ruang di tatanan unit perawatan perawatan sebagai First line layanan keperawatan, dengan memadukan kriteria kharismatik, pengaruh idealis, motivasi inspirasi, stimulasi intelektual, konsiderasi individu kedalam pada kegiatan sehari-hari (activity daily living)Bahan masukan dalam pengkayaan terhadap kriteria soft skill perawat pelaksana yang dibutuhkan oleh penerima jasa layanan di tatanan unit perawatan sebagai First line layanan keperawatan seperti kemampuan beradaptasi, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerjasama tim, kemampuan memecahkan masalah, percaya diri, disiplin dan ketelitian

3. Bahan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya dalam meningkatkan mutu layanan keperawatan pada tatanan First lineBAB IITINJAUAN PUSTAKAPada bab ini akan diuraikan tinjauan kepustakaan yang terkait dengan penelitian, dimulai dari soft skill, kepemimpinan transformasional serta teori terkait, sehingga tersusun kerangka teori sesuai dengan topik penelitian.2.1. Soft skill perawat2.1.1. Pengertian Soft skill PerawatSoft skill adalah keterampilan kecakapan hidup baik untuk diri sendiri, berkelompok atau bermasyarakat (Elfindri, 2009) yaitu berupa keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skill) maupun keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intra personal skill) agar mampu mengembangkan produktifitas kerja secara maksimal, (Silvi, 2007).Soft skill merupakan kemampuan interpersonal yang harus dimiliki untuk mendukung kemampuan teknis dalam bidang atau profesi tertentu, seperti Motivation skills, Leadership skills, Negotiation skills, Presentation skills, Communication skill, Relationship building, Public speaking skills, sertaSelf-marketing skills (Silvi, 2007). Kemampuaninterpersonal inibermanfaat bagi tercapainya kemampuan teknisindividu dalammenjalankan suatu profesi.Selain kemampuan interpersonal soft skill juga merupakan kemampuan intra personal seperti Time management, Stress management, Change management, Transforming beliefs, Transforming character, Creative thinking processes, Goal setting and life purpose, Acerelated learning technic ques (Silvi, 2007)2.1.2. Landasan Teori Pembentukan Soft skill

Soft skill dapat diartikan sebagai bangunan karakter dari seseorang. Karakter adalah kekuatan untuk bertahan dimasa-masa yang menyulitkan. Jika karakter sudah teruji dan solid maka karakter ini dikatakan baik. Karakter yang baik diketahui melalui respon yang benar ketika seseorang mengalami tekanan, tantangan, dan kesulitan. Karakter yang berkualitas adalah sebuah respon yang sudah teruji berkali-kali dan telah membuahkan hasil kemenangan (Ismail, 2007).Soft skill berbeda dengan kepribadian dan temperamen. Kepribadian adalah respon seseorang atau disebut dengan etika yang ditunjukkan seseorang ketika berada ditengah-tengah orang banyak, seperti cara berpakaian, berjabat tangan, dan berjalan. Temperamen merupakan sifat dasar yang dipengaruhi oleh kode genetika seperti orang tua, kakek nenek dan kekek nenek buyut dari seseorang. Soft skill adalah respon seseorang ketika menerima stimulus sehingga dapat mengelola kemampuan interpersonalnya seperti menolak atau menerima tanggung jawab, beradaptasi atau menarik diri, empati atau tidak peduli, mencermati atau menyepelekan, dan lain sebagainya. Bentuk respon itulah yang disebut soft skill atau bangunan karakter. (Akerjordet & Severinsson, 2008)Menurut Amer (2011), Soft skill sering didefinisikan sebagai suatu sikap dan perilaku yang berhubungan dengan berfikir kritis, cara mengatasi masalah, komunikasi, kerjasama tim serta kemampuan untuk menyampaikan idea atau gagasan melalui presentasi.Soft skill terbentuk paling sedikit terdiri dari 5 hal yaitu : 1).Temperamen dasar seseorang yang dominant, yang dapat dilihat dari jenis kelamin, intim, stabil, cermat; 2). Keyakinan seseorang seperti apa yang dipercayai, paradigma ; 3).Pendidikan yaitu apa yang diketahui seseorang, wawasan seseorang; 4).Motivasi hidup seseorang yang dirasakan dan semangat2.1.2. Landasan Teori Pembentukan Soft skill

hidup ; 5).Perjalanan yang telah dialami oleh seseorang, masa lalu seseorang, pola asuh, dan lingkungan (Kumar dkk, 2011)Soft skill atau Karakter dapat membawa keberhasilan yaitu empati (mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri), tahan uji (tetap tabah dan mengambil hikmah kehidupan, dengan cara bersyukur dalam keadaan apapun), dan beriman (percaya bahwa Tuhan terlibat dalam kehidupan seseorang). Untuk mengembangkan soft skill atau karakter, diperlukan Character Coach atau Character Mentoring. Seseorang tidak dapat menumbuh kembangkan soft skill secara sendiri, oleh karena itu memerlukan orang lain sebagai pembina, coach, mentor yang dapat mengarahkan dan memberitahukan kelemahan-kelemahan karakter seseorang (Ramesh & Ramesh, 2010)Untuk membentuk dan mengembangkan soft skill perawat menjadi baik, perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang berada di suatu lembaga atau institusi pelayanan kesehatan, harus mempunyai lembaga pengembangan Sumber Daya Manusia, lembaga kajian pengalaman dan tenaga keperawatan profesional yang dapat memberikan arahan, motivasi, contoh serta membentuk perilaku yang mencerminkan karakter sebagai tenaga perawat yang baik seperti ramah, sabar, empati, murah senyum, rapi, tanggung jawab disiplin, dapat komunikasi, dapat bekerjasama, memiliki etika yang baik, dan memiliki jiwa kepemimpinan, sesuai kompetensi yang telah ditetapkan (Elfindri, 2009)2.1.2. Landasan Teori Pembentukan Soft skill

Konsep teori yang digunakan berkaitan dengan soft skill perawat dalam penulisan ini yaitu middle range theories caring Swanson, teori Social Learning Albert Bandura, dan teori pembentukan soft skill oleh Elfindri Adapun untuk penjabaran masing-masing teori akan diuraikan sebagai berikut1. Teori Caring Swanson atau middle range theories caring Swanson. Kristin M.Swanson mendefinisikan perawat sebagai, seseorang yang dalam memberikan pelayanan keperawatannya berkaitan dengan nilai-nilai yang lainnya, seperti kepribadian, komitmen dan tanggung jawab.Swanson menyatakan bahwa proses caring pada perawat dalam memberikan pelayanan kerawatan mempunyai 5 ciri yaitu :a.Maintaining belief atau kepercayaan diri

Kepercayaan diri adalah kepekaan diri terhadap harapan yang diinginkan oleh orang lain, atau membangun harapan. Indikator yang terdapat pada kepekaan diri ini yaitu : selalu mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, mempertahankan perilaku yang siap memberikan harapan bagi orang lain, selalu berfikir realistis, dan selalu berada disisi pasien serta siap memberikan bantuan kepada orang lain.a.Knowing atau mengetahui

Mengetahui dalam praktek keperawatan mengandung pengertian bahwa perawat harus mengetahui arti dan kejadian kehidupan, fenomena-fenomena yang terjadi, proses fikir yang berfokus pada perhatian atau empathy, dan selalu berusaha untuk mencari tahu dan menambah pengetahuanc. Being with atau keberadaanKeberadaan atau kehadiran, dapat diartikan bahwa dalam praktek keperawatan, perawat dapat menghadirkan emosinya, perawat juga sebagai seseorang yang nyata ada bagi orang lain, dan bisa berbagi perasaan tanpa ada batasan penghalang, dalamhal ini perawat diharapkan dapat merasakan segala sesuatu yang ada disekelilingnya, bekerja dengan sepenuh hati atau ikhlas, dalam arti yang sesungguhnya perawat memiliki kecerdasan emosid.Doing for atau melakukan sesuatu

Melakukan sesuatu tindakan atau mengerjakan sesuatu keterampilan yang berhubungan dengan praktek keperawatan. Dalam praktek keperawatan didasarkan pada evidence-based practice atau berdasarkan data yang ada untuk mengantisipasi kebutuhan pasien, kenyamanan pasien, memiliki kompetensi penuh sebagai perawat (Soft skill), mencegah kejadian yang dapat dicegah dengan kedisiplinan, kehati-hatian dan ketelitian yang dimiliki, serta tidak serampangan atau ceroboh dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasiend.Enabling atau pemungkin

Faktor pemungkin berupa empowerment atau pemberdayaan, dimana perawat memfasilitasi perubahan hidup dan kejadiankejadian yang tidak familiar yang dirasakan oleh pasien, seperti memfokuskan pasien pada kejadian yang dialami saja, memberi informasi dengan komunikasi yang baik, mencoba cara penyelesaian masalah, memberi dukungan, memvalidasi perasaan pasien, memperbaharui alternative-alternative tindakan yang dapat diberikan, berpikiran berpositif serta mampu memberikan umpan balik kepada pasien pada saat berkomunikasi

Gambar 2.1 Teori Caring Behavior Swanson The Structure Of CaringDiadopsi dari Tomey & Alligood, 2006Perawat dalam memberikan bantuan kepada klien untuk memperoleh kembali kesehatannya menurut Swanson mempunyai dasar filosofi sikap yang mengandung nilai-nilai tertentu, mempunyai pemahaman informasi tentang situasi dan kondisi klien sebagai landasan pengetahuan, mampu memberikan pesan kepada pasien, dan dapat memberikan terapi kepada klien.Pada prinsipnya teori perilaku Caring menurut Swanson ini mengandung makna pada kemampuan soft skill yang harus dimiliki oleh perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasiennya, seperti kemampuan beradaptasi dengan klien, mempunyai rasa percaya diri yang tinggi, memiliki kemampuan berkomunikasi sehingga dapat memberikan informasi secara adekuat, memiliki ketelitian dan kedisiplinan dalam melaksanakan praktek keperawatan, sehingga dapat tercapai keamanan dan keselamatan pasien, serta memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah baik yang dihadapi pasiennya maupun secara pribadi.Menurut Swanson penampilan perilaku perawat yang dapat berdampak pada kepuasan pasien adalah perawat yang memiliki caring, yang senantiasa dipelihara dan diperbaharui secara terus menerus sehingga dapat memperbaiki citra soft skill dari perawat yang positif, dan terdiri dari 5 hal seperti yang telah dijelaskan yaitu maintaining belief, knowing, being with, doing for dan enabling.Seseorang perawat yang memiliki caring, berarti perawat tersebut mempunyai jiwa empati yang sangat baik, memiliki kepedulian terhadap orang lain, mampu memahami dan menyelami perasaan orang lain, serta mampu menghadirkan rasa nyaman bagi orang yang berada disampingnya.Untuk lebih jelasnya konsep perilaku Caring menurut Swanson ini dapat penulis jabarkan seperti dalam bagan pada tabel 2.2

PenampilanPerilakuperawat

Maintaining belief :Percaya diri tinggi Memberikan harapanBerfikir RealistisSiap membantuSelalu disisi pasienKnowing :Memiliki pengetahuanBerfokus pada perhatianEmpathyBerusaha mencari tahuMempunyai asumsi-asumsiBeing with :Sepenuh hati/ikhlasBisa berbagi perasaanKecerdasan emosiDoing for:Evident baseMenjaga kenyamananKompetenTelitiDisiplinEnabling :Memberi informasiMemberi dukunganMenyelesaikan masalahBerfikir positif dan umpan balikMemperbaharui alternative

KepuasanpasienGambar 2.2. Konsep Perilaku Caring SwansonDiadopsi dari Tomey & Alligood, 20062.1.3. Teori Pembelajaran Sosial Albert BanduraTeori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana seseorang belajar dalam seting yang alami atau dalam lingkungan yang sebenarnya.Bandura 1982 (dalam Tarsidi 2008) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), maupun lingkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajaran yang mempengaruhi persepsi dan aksi(P) adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh satu sama lain dan sulit tergantikan (interlocking)Menurut Bandura harapan dan nilai sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang; dan tingkah laku seseorang sering dievaluasi secara bebas dari umpan balik lingkungan sehingga akan mengubah kesan-kesan personal; begitu sebaliknya tingkah laku mengaktifkan kontingensi lingkungan; dan sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik seseorang seperti umur, jenis kelamin dan atribut sosial sehingga menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsep diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas menuju baik atau tidak baik, mau atau tidak mau, mampu atau tidak mampu.Lebih lanjut menurut Bandura 1982 (dalam Tarsidi, 2008) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi yang berasal dari orang lain, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari pembelajaran diri itu sendiri yakni sense of self Efficacy dan self regulatory system.Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajaran bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku, bagaimana seseorang itu dapat menerima makna pembelajaran yang diberikan sesuai norma dan standar yang ada.Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1982 dalam Tarsidi 2008) . Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan goal setting dan self evaluation

Person

OutcomeEnviront mentSelf Eficacypembelajaran merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.Menurut Bandura agar pembelajaran sukses seorang instruktur atau guru ataupun dosen harus dapat menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajaran, seperti mengembangkan self of mastery, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajaran.Kesimpulan teori adalah sebagai berikut :Teori utama : 1) Observational learning atau modeling adalah faktor penting dalam proses belajar manusia, dimana seseorang itu belajar dari hasil pengamatannya terhadap orang lain ataupun contoh yang dapat diadopsi dari orang lain. 2) Dalam proses modeling, konsep reinforcement yang dikenal adalah vicarious reinforcement, yaitu reinforcement yang terjadi pada orang lain yang dapat memperkuat perilaku individu. Self-reinforcement, individu dapat memperoleh reinforcement dari dalam dirinya sendiri, tanpa selalu harus ada orang dari luar yang memberinya reinforcement. 3) Menekankan pada self-regulatory learning process, yaitu menjaga regulasi proses belajar sendiri seperti self-judgement, self-control, dan lain sebagainya. 4) Memperkenalkan konsep penundaan self-reinforcement demi kepuasan yang lebih tinggi di masa depan.Untuk lebih jelasnya teori self efficacy Bandura ini akan penulis jabarkan dalam bagan alur seperti pada gambar 2.3 berikut ini

Information sources:Role modellingPerformanceVerbal persuasionRole modelingPhysiological feedbackGambar.2. 3. Teori Self Efficacy Bandura Modifikasi dari Tarsidi 20082.1.4. Atribut soft skillMenurut Ismail, (2007) atribut soft skill terdiri dari:1.Tanggung Jawab : menyelesaikan dan menerima dampak dari perbuatan yang telah dilakukan dengan rasa dan jiwa yang lapang , menerima tugas dan melaksanakan dengan tuntasKedisiplinan : dalam segala hal dapat ditunjukkan dengan kedatangan tepat waktu, absensi yang rendah dan tidak menunda pekerjaan

3. Komunikasi : dalam memberikan pelayanan Kesehatan, selain teknik tindakan pelayanan (hard skill) yang tepat, juga komunikasi yang menentramkan, menenangkan dan memahami kondisi serta keinginan pasien. Komunikasi disini adalah komunikasi terapeutik yang termasuk dalam komunikasi interpersonal yaitu komunikasi yang dilakukan secara bertatap muka sehingga memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2000).Menurut Kalthner (1995), komunikasi therapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Bach & Grant, 2011), selanjutnya menyatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan secara sadardan bertujuan dimaan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan kesembuhan pasien.4.Kerjasama : yaitu hubungan seseorang dengan orang lain untuk saling mendukung dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas dan mencapai kepuasan. Dalam hal ini memerlukan kemampuan interpersonal untuk saling menghargai, saling menerima dan saling memberi dengan tujuan dapat memberikan pelayanan keperawatan yang sempurna

5.Etika : dalam memberikan pelayanan perawat dituntut untuk kemampuan soft skill yang satu ini, etika disini meliputi prinsip dasar dalam memberikan praktek klinik Keperawatan yaitu respek terhadap respon pasien, bekerja dengan hati-hati, jujur, dapat dipercaya, tidak membahayakan pasien, adil, tidak melakukan tindakan mal praktik, dapat memegang janji (kode etik perawat)

6. Jiwa Kepemimpinan : mempunyai kemampuan menggerakkan orang lain untuk mencapai tujuan bersama yaitu kesembuhan pasien kemampuan memimpin secara alami dapat diandalkan, visioner, mempunyai rencana perubahan, dapat memahami kondisi orang lain, serta memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawabMenurut Silvi (2007), atribut soft skill terdiri dari :1.Berkooperasi dengan yang lain dalam arti perawat harus dapat menjalin kerjasama dengan teman sekerja, pasien dan keluarga serta dengan mitra kerja yang lain

2.Interaktif ditempat kerja yaitu dapat berinteraksi dengan yang lainnya dalam memberikan pelayanan keperawatan, dalam hal ini adalah menggunakan teknik komunikasi yang efektif

3. Bertanggung jawab terhadap perusahaan yakni menyelesaikan dan menerima dampak dari perbuatan yang telah dilakukan dengan2.1.5.2.Lingkungan

rasa dan jiwa yang lapang , menerima tugas dan melaksanakan agar tujuan organisasi dapat tercapai4.Terbuka menerima bimbingan dalam arti penguasaan dan penilaian diri yang positif untuk memperbaiki kinerjanya secara terbukaMampu bekerja pada lingkungan yang beragam dengan cara melakukan proses adaptasi secara cepat dalam perubahan situasi apapun dari perubahan person, perubahan waktu maupun perubahan tempat

6. Mampu meresolusikan konflik, dalam menghadapi konflik segera dapat mengendalikan dan menguasainya untuk kembali ke kondisi semulaMenurut Amer (2012) soft skill merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seseorang seperti :1.Menunjukkan hubungan interpersonal yang efektif, dengan penguasaan diri dan penguasaan teknik komunikasi yang baik ditunjang pula oleh rasa percaya diri yang baik untuk dapat melakukan hubungan interpersonalMenunjukkan strategi manajemen pengendalian diri dengan jalan memiliki mekanisme adaptasi yang positif pada berbagai keadaan dan kondisi ataupun situasi yang berbedaBekerjasama dalam tim, yaitu mempunyai kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan bekerja bersama dalam satu tim agar tujuan bersama dapat terwujudPenyelesaian masalah yang kreatif yakni mempunyai kemampuan yang beragam dalam menyelesaikan masalah agar tercapai keadaan yang menguntungkan bagi yang bermasalah

5. Pengambilan keputusan yaitu memiliki kemampuan dalam pengambilan keputusan dengan cepat dan tepat dalam kondisi maupun situasi yang tidak menyenangkan.2.1.5.2.Lingkungan

Kumar (2011), menyebutkan bahwa kunci soft skill personalitas seperti penentuan tujuan, berfikir kritis, pengelolaan waktu, pengelolaan stress, kemampuan interpersonal, kerjasama tim, serta kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan berbagai cara dan pendekatan.Menurut Kumar (2011) soft skill terdiri dari1.Komunikasi interpersonalPenentuan tujuan,Pengembangan personalityBerfikir kritisManajemen waktuManajemen stress

7. Kerjasama tim.Ramesh & Ramesh (2011), menyebutkan bahwa soft skill terdiri dari sikap, komunikasi dan etika2.1.5. Faktor yang mempengaruhi Soft skill perawatMenurut Elfindri (2009), ada beberapa factor yang mempengaruhi soft skill perawat yaitu :2.1.5.1.Pendidikan FormalPendidikan formal yang dilalui oleh seseorang sangat mempengaruhi bagi terbentuknya soft skill , Semakin baik pendidikan yang diterima semakin kompleks soft skill yang dapat dipelajarinya, demikian pula sebaliknya. Agar soft skill dapat terbentuk, maka bisa dipelajari dari berbagai jenis pelatihan maupun paket pendidikan yang direncanakan. Termasuk didalamnya adalah proses belajar dengan contoh atau role model yang bisa dilihat dan ditiru. Pendidikan formal yang dilalui oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu, dapat memperkuat paparan yang diterima secara terus-menerus.2.1.5.2.Lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi perubahan perilaku bagi seseorang, lingkungan juga sangat mempengaruhi proses pembelajaran bagi seseorang. Demikian juga dengan faktor yang mempengaruhi soft skill yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan,tentunya lingkungan kondusif yang dapat menyebabkan munculnya berbagai bentuk soft skill . Jika seseorang berada pada lingkungan yang baik, maka akan mendorong dan membawanya untuk berperilaku baik demikian pula sebaliknya.2.1.5.3.Kesulitan yang didapatRintangan maupun kesulitan yang dilalui dapat menghasilkan kematangan bagi seseorang. Semakin berat rintangan yang dihadapi semakin matang dalam menghadapi berbagai masalah. Rintangan dilihat sebagai hal yang positif, apakah berupa rintangan alam, maupun pekerjaan yang begitu kompleks. Semakin banyak rintangan yang dapat dilalui oleh seseorang maka semakin banyak pula soft skill yang diperolehnya, karena rintangan membuat seseorang lebih bisa berfikir kritis sehingga membentuk soft skill seseorang2.1.5.4.Learning by doing yaitu belajar sendiriBelajar sendiri merupakan proses alami yang selalu dilakukan oleh seseorang. Didalam proses belajar sendiri memerlukan fasilitas dan arahan dari orang lain sebagai fasilitator, sampai seseorang tersebut menemukan kunci-kunci belajar yang dicarinya. Setelah kunci-kunci belajar diperoleh secara baik, maka seseorang tersebut akan mendapatkan suatu pemaknaan yang dicarinya. Dengan kata lain kunci-kunci belajar memudahkan seseorang untuk menggali sampai memperoleh perolehan suatu pemaknaan. Terkait dengan pencapaian soft skill perawat proses belajar sendiri yang dilakukan oleh perawat tentunya memerlukan kepala ruang sebagai fasilitator, oleh karena kepala ruang merupakan atasan langsungyang mempunyai tanggung jawab terhadap keberadaan perawat sebagai bawahannya.Untuk skema dari teori pembentukan soft skill oleh Elfindri 2009 dapat digambarkan dalam gambar 2.4 sebagai berikutTingkat pendidikan

Pola AsuhSoft skilllingkungan

Kesulitan yang didapat

Learning by doing

Gambar 2.4.Teori Pembentukan Soft skillDiadopsi dari Elfindri 2009Soft skill dapat diterima oleh seseorang dari orang lain yang paling dekat dengan kehidupan sehari-harinya. Pada masa anak soft skill didapat dari ibunya yang dikembangkan dirumah, kemudian dikembangkan di sekolah , soft skill ditempat kerja akan dikembangkan dari lingkungan pekerjaan. Demikian juga dengan soft skill bagi perawat selain dikembangkan dilingkungan rumah, lingkungan sekolah atau kampus juga dapat dikembangkan dilingkungan kerja, yaitu di unit perawatan. Sebagai perawat pelaksana yang bekerja dalam lingkungan, maka pimpinan unit keperawatan merupakan salah satu faktor yang dapat membantu terhadap proses terbentuknya soft skill ditempat kerja.2.1.6. Cara menularkan soft skill perawatMenurut Silvi (2007), ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk dapat menularkan soft skill kepada orrang lain, diantaranya1. Role ModelRole model atau menjadi panutan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang dapat dijadikan rujukan, menjadi suatu perubahan nilai yang dapat dianut. Role model, dalam hal ini adalah kepala ruang yang dapat dijadikan panutan, rujukan, atau penanaman nilai-nilai baru yang dapat diadopsi oleh perawat pelaksana sebagai bawahan dengan menerapkan hal-hal yang baik sehingga dapat dijadikan role model terutama dalam hala.Kedisiplinan, diantaranya adalah menepati janji sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan seperti : datang tepat waktu, memimpin rapat, konferensi, laporan alih tugas secara tepat waktuMenumbuhkan jiwa Inisiatif diantaranya adalah berani mengambil inisiatif seperti memungut sampah, mengambil tanggung jawab serta, mengambil keputusanMelakukan edifikasi (dengan teman), yaitu suatu proses untuk mendapatkan masukan atau penilaian terhadap tindakan atau perilakuku apapun yang kita kerjakan maupun dalam bentuk support atau dukunganKepemimpinan yaitu memberikan pengaruh terhadap orang lain untuk mencapai tujuan bersama sesuai visi dan misi yang telah ditetapkan, dalam hal ini adalah kepemimpinan transformasional

e. Bertutur dan santun , mengupayakan menenamkan nilai-nilai bertutur sapa dengan santun, membudayakan bahasa jejaring pesan singkat (SMS) dengan baik dan santun2.Pesan Mingguan

Pesan mingguan merupakan pesan moral, yang dapat diakses maupun dibaca yang berlaku secara periodik dan dapat bergantiganti misalnya melalui kata-kata bijak, yang dipasang didinding, melalui radio spot , jejaring pesan singkat (SMS), maupun melalui ceritera. Pesan singkat sangat efektif untuk menerapkan perubahan dari mulai awarrenes atau mengenali, interest yaitu mulai tertarik, evaluation mulai mencoba menilai baik buruknya, trial mulai mencoba maupun adoption yaitu mulai menerapkan dan menerima sebagai nilai baru (Rogers, 1997)2.Kurikulum tersembunyi

Hidden curriculum merupakan kurikulum tersembunyi, sehingga memasukkan soft skill kedalam kurikulum mengandung makna menyelipkan atribut soft skills dalam pembelajaran melalui kurikulum, yaitu menggunakan beberapa metoda pembelajaran di setiap pendidikan keperawatan untuk mencapai kemampuan yang satu ini dengan mengaktifkan siswa sebagai pusat pembelajaran Student Learning CenterDisiplinInisiatif

Role model

Kepemimpinan

Bertutur dansantunMelakukan edifikasiKurikulum tersembunyi

Pesan Mingguan

Cara menularkan Soft skill Kepada perawat pelaksanaGambar 2.5.Cara menularkan Soft skill kepada perawat PelaksanaModifikasi dari Silvi 20072.2. Kepemimpinan2.2.1. Pengertian KepemimpinanKepemimpinan adalahproses dimana seseorang mempengaruhisekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama (Northouse, 2004)Kepemimpinanadalahkemampuanmengembangkandanmengkomunikasikan visikepada sekelompok orang yang akanmewujudkan visi tersebut (Bessie & Carol, 2006)Kepemimpinan dilaksanakan ketika seseorang memobilisasi sumber daya intitusional, politis, psikologis dan sumber lain untuk membangkitkan, melibatkan dan memotivasi pengikutnya (Bass & Avolio, 2002).Dapat disimpulkan bahwa kepemimpian adalah kemampuan seseorang dalam mempengaruhi orang lain sebagai bawahannya untuk melakukan suatu kegiatan dengan teknik dan komunikasi yang adekuat dengan harapan mencapai tujuan organisasi2.2.2. Model KepemimpinanMenurut Daryanto (2001), ada empat model kepemimpinan yang ada2.2.2.1. Model Watak Kepemimpinan ( Traits Model Of Leadership ) Pemimpin diidentifikasikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan kecerdasan, kejujuran, kematangan, kecakapan berkomunikasi dan kemampuan beradaptasi dalam segala situasi.2.2.2.2. Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situational Leadership)Pemimpin mengidentifikasi situasi atau keadaan dalam mengelola bawahannya sebagai factor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien2.2.2.3. Model Kepemimpinan yang Efektif (Model of Efektive Leadership)Digambarkan sebagai model yang menggambarkan perilaku pemimpinnya untuk mencapai hubungan kerja yang efektif dalam rangka mencapai tujuan organisasi2.2.2.4. Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingensi Models) Pada model ini pemimpin menggunakan kekuatan atau otoritasnya dalam memberikan hukuman, penghargaan, promosi maupun penurunan pangkat2.2.2.5. Model Kepemimpinan Transformasional (Transformational Leadership Models)Merupakan model yang relative baru, dengan ciri pemimpin memotivasi bawahannya untuk melakukan tanggung jawabnya lebih dari yang mereka harapkan, harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan, dan mengartikulasikan visi organisasi dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas dari pimpinannya.2.2.3. Tipologi KepemimpinanMenurut Kristi & Gwendolyn (2007), tipologi kepemimpinan dijabarkan sebagai berikut2.2.3.1. Tipologi Kepemimpinan Berdasarkan Kondisi Sosio PsikologisKondisi sosio-psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang ada pada saat pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi sosio-psikologis pemimpin dapat dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok (leaders of crowds), pemimpin siswa/mahasiswa (student leaders), pemimpin publik (public leaders), dan pemimpin perempuan (women leaders). Masingmasing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat sub-tipenya. Subtipe pemimpin kelompok adalah: crowd compeller, crowd exponent, dan crowd representative.Sub-tipe pemimpin siswa/mahasiswa adalah: the explorer president, the take charge president, the organization president, dan the moderators. Sub-tipe pemimpin publik ada beberapa, yaitu: 1) Menurut Pluto: timocratic, plutocratic, dan tyrannical 2) Menurut Bell, dkk: formal leader, reputational leader, social leader, dan influential leader 3) Menurut Burns, ada pemimpin legislatif yang: ideologues, tribunes, careerist, dan parliementarians. 4) Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin publik, yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang membedakannya dengan pemimpin bukan Nabi atau Rasul, yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti ajaran yang dibawanya dan meneladani semua sikap dan perilakunya.Tipe pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang oleh masyarakat dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai: the earth mother, the manipulator, the workaholic, dan the egalitarian.2.2.3.2.Tipologi pemimpin berdasar fungsi, peran, dan perilakupemimpinMenurut Bessie & Carol (2006) pemimpin yang disusun berdasarkan titik tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok seperti pemimpin tingkat atas (Top Manager), yang menentukan kebijakan ditingkat atas, menerjemahkan kebijakan dan aturan organisasi, mengelola kepemimpinan ditingkat menengah, pemimpin tingkat menengah (middle manager) yang memiliki peran dan fungsi menerjemahkan dan meneruskankebijakan dari pemimpin tingkat atas, dan mengelola kepemimpinan tingkat bawah, pemimpin bawah (lower manager), mengelola staf yang memberikan pelayanan langsung kepadapelanggan. Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasar fungsi, berdasar peran, dan berdasar perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin.2.2.3.3.Tipologi Kepemimpinan Berdasar Gaya KepemimpinanMenurutThoha (2006) ada empat kelompok tipologikepemimpinan yang disusun berdasar gaya kepemimpinan, yaitu1) Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi (instruksi), 2) Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi (konsultasi) Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya Ekstrim Tinggi 3) Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Tinggi, Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah, (partisipasi) 4) Pemimpin yang Orientasi Hubungannya Ekstrim Rendah, Orientasi Tugasnya Ekstrim Rendah (delegasi)2.2.3.4.Tipologi kepemimpinan berdasar kepribadianRobbin & Judge (2013) menyebutkan tipologi kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu 1) tipologi Myers Briggs dan 2) tipologi berdasar skala CPI (California Personality Inventory). Tipe Myers Briggs mengelompokkan tipe-tipe kepribadian berdasar konsep psikoanalisa yang dikembangkan oleh Jung, yaitu: extrovert introvert, sensing intuitive, thinking feeling, judging perceiving. Dari tipe kepribadian ini, diperoleh 4 tipe pemimpin berdasar kepribadian sebagai berikut: 1) ISTJ: introvert sensing thinking judging 2) ESTJ: extrovert sensing thinking judging 3) ENTJ: extrovert intuitive thinking judging 4) INTJ:introvert - intuitive thinking judging.Tipologi kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang disusun dengan menggunakan skala CPI (California Personality Invetory) yang mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader, innovator, saint, dan artist.2.2.4. Peran PemimpinPeran pemimpin yang dapat peneliti rangkum diantaranya adalah :2.2.4.1.The Vision RoleSebuah visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain sebuah pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan salah pemikiran. Agar visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit kerja. (Starratt, 2007)Robbin & Judge (2013), menyatakan bahwa tindakan para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi meliputi: 1) mengelola harta milik atau aset organisasi; 2) mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi; 3) menumbuh kembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi.Peran pengendalian serta pemelihara/pengendali hubungan dalam organisasi merupakan pekerjaan kepemimpinan yang berat bagi pemimpin. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan, seni dan keahlian untuk melaksanakan kepemimpinan yang efektif. Ruang lingkup peran pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin meliputi pengendalian pada perumusan atau pendefinisian masalah dan pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian kerja dan manajemen konflik.Ruang lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan timtim kerja; pengelolaan tata kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan, pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi serta perwakilan bagi organisasinya.2.2.4.2. Peran Pembangkit SemangatBessie & Carol (2006) menyebutkan, salah satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk uang atau benda yang dapat kuantifikasi.Pemberian insentif hendaknya didasarkan pada aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan. Insentif akan efektif dalam peningkatan semangat kerja jika diberikan secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan karyawan yang diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi dalam organisasi, serta diberikan dalam suatu event khusus.Peran membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan, bisa dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung, dalam kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.2.2.4.3. Peran Menyampaikan InformasiMenurut Robbin & Judge (2013), Informasi merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenalmasyarakat dan koordinasi kerja di dalamnya tidak baik. Penyampaian atau penyebaran informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya.Monitoring tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta budaya organisasi yang baik pula.Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam melaksanakan pekerjaannya.2.2.5. Gaya KepemimpinanMenurut Thoha 2006, ada beberapa gaya kepemimpinan yang dapat peneliti jabarkan sebagai berikut2.2.5.1. Gaya Kepemimpinan DemokratisThoha (2006), menyatakan kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).Dengan didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek, yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbedabeda antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar.Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota kelompok/organisasi.Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang sama atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan mendorong terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun unit yang berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja diberi kesempatan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan sikap dan kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiaporang siap untuk dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun, pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu dihormati dan disegani secara wajar2.2.5.2. Gaya Kepemimpinan OtoriterKepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal. Orangorang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak, merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah. Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan.Gaya kepemimpinan ini, pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satusatunya yang paling benar (Thoha 2006)Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat kaku. Kepemimpinan dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan kerajaan absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat gaya dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter2.2.5.3. Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan PelengkapKepemimpinan Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya ternyata sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian kegiatan menggerakkan danmemotivasi anggota kelompok/organisasinya dengan cara apa pun juga. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.Gaya kepemimpinan ini, kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat) menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perseorangan maupun berupa kelompokkelompok kecil.Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik sebelum maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan suatu kegiatan (Thoha 2006)Kepemimpinan dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk bertanya atau tidak (kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau kegiatan, tergantung sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan seperti itu setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu berlepas tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi keputusan atau kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya. Pemimpin melepaskan diri dari tanggung jawab (deserter), dengan menuding bahwa yang salah adalah anggota kelompok/organisasinya yang menetapkan atau melaksanakan keputusan dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu bukan dirinya yang harus dan perlu diminta pertanggungjawaban telah berbuat kekeliruan atau kesalahan.Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun pengikut yang dipimpin atau bawahan, yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan dan tidak pula melakukansesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dankeseluruhankelompok/organisasi menj adi tidak berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan suatu keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan ini diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, maka akanberakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi kacau, setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah menyalahkan apabila diminta pertanggung jawaban.Gaya atau perilaku kepemimpinan yang termasuk dalam tipe kepemimpinan bebas ini menurut Cohan, (2011) antara lain :1.Kepemimpinan Agitator

Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuktekanan, adu domba, memperuncingperselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap orang luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk kepentingan pemimpin sendiri.1.Kepemimpinan Simbol

Cohan, (2011), menyatakan disamping gaya kepemimpinan demokratis, otokrasi maupun bebas maka pada kenyataannya sulit untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya atauperilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam salah satu tipe kepemimpinan tersebut. Sehubungan dengan itu sekurang kurangnya terdapat lima gaya atauperilaku kepemimpinanseperti:1)Gayaatau PerilakuKepemimpinanAhli(Expert)2)GayaatauPerilakuKepemimpinanKharismatik3)

GayaatauPerilakuKepemimpinanPaternalistik4)

GayaatauPerilakuKepemimpinanPengayom5)GayaatauPerilakuKepemimpinan Tranformasional.2.3. Model Kepemimpinan Transformasional2.3.1. Pengertian Model kepemimpinan TransformasionalKepemimpinan Transformasional merupakan model kepemimpinan bagi seorang pemimpin yang cenderung untuk memberikan motivasi kepada bawahan untuk bekerja lebih baik serta menitikberatkan pada perilaku untuk membantu transformasi antara individu dengan organisasi, gaya kepemimpinan transformasional meliputi charisma, pengaruh idealis, motivasi inspirasi, stimulasi intelektual serta konsiderasi individu (Nurachmat, 2007)Kepemimpinan Transformasional adalah suatu model kepemimpinan untuk meningkatkan sumberdaya manusia dengan dan hubungan efek pemimpin terhadap bawahan dapat diukur, dengan indikator adanya kepercayaan, kekaguman, kesetiaan, dan hormat terhadap pemimpin, berusaha untuk memotivasi pengikut untuk melakukan sesuatu yang lebih dan melakukannya melampaui harapan mereka sendiri (Burn1978 dalam Bass et al, 2003)Kepemimpinan transformasional adalah suatu cara yang dilakukan oleh pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya untuk dapat memunculkan kemampuan dan kapabilitasnya dalam proses penciptaan nilai, sehinggadapat bekerja dengan gairah dan semangat kerja yang tinggi (Hartanto, 2009)Dampak kepemimpinan Transformasional terhadap bawahan menurut (Hartanto, 2009) yaitu meningkatnya motivasi para bawahannya dengan kriteria : 1) bawahan menjadi lebih sadar mengenai pentingnya hasil-hasil suatu pekerjaan, 2) bawahan terdorong untuk lebih mementingkan organisasi daripada kepentingan diri sendiri, 3) bawahan lebih aktif terhadap pemenuhan kebutuhan kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi(aktualisasi)Menurut Suryanto (2009), Teori kepemimpinan Transformasional ini pertama kali dikembangkan oleh James McGregor Burns tahun 1978. Dan kemudian dikembangkan oleh Bass dan lain-lain. Kepemimpinan ini menggunakan pendekatan kepada bawahan dengan menukarkan sesuatu untuk yang lainnya (upah atau insentif). Kepemimpinan transaksional berdasarkan pada pemikiran memberikan motivasi kepada