masalah belajar

65
MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK IV 1. SANTI PUSPITA DEWI (060811814190) 2. RIA DEFTI NURHARINDA (06081181419066) 3. ANISA PADILA (06081181419070) 4. DWI RANTI DHEA KARIMA (06081281419064) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Upload: ria-defti-nurharinda

Post on 16-Apr-2017

1.096 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Masalah Belajar

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING

KELOMPOK IV

1. SANTI PUSPITA DEWI (060811814190)

2. RIA DEFTI NURHARINDA (06081181419066)

3. ANISA PADILA (06081181419070)

4. DWI RANTI DHEA KARIMA (06081281419064)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

Tahun Akademik 2015/2016

Page 2: Masalah Belajar

KATA PENGANTAR

       Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan

rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah

tentang Masalah Belajar ini dengan baik meskipun banyak kekurangan

didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Dra. Cecil Hiltrimartin,

M.Si dan Ibu Fitri Wahyuni, M.Si selaku Dosen mata kuliah Bimbingan dan

Konseling Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sriwijaya yang telah memberikan tugas ini kepada kami.

       Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita mengenai Masalah Belajar. Kami juga menyadari

sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata

sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat

tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

       Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya Makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan

datang.

Page 3: Masalah Belajar

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................ i

DAFTAR ISI........................................................................................... ii

BAB I, PENDAHULUAN

1.1...................................................................................Latar Belakang

1.2..............................................................................Rumusan Masalah

1.3.................................................................Tujuan Penulisan Makalah

BAB II, PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Masalah Belajar..............................................................

2.2. Ciri-ciri Masalah Belajar..................................................................

2.3. Faktor Penyebab Masalah Belajar....................................................

2.4. Jenis-jenis Masalah Belajar..............................................................

2.4.1. Phobia Matematika........................................................................

2.4.1.1. Pengertian Phobia Matematika ..................................................

2.4.1.2. Gejala Phobia Matematika ........................................................

2.4.1.3. Faktor Penyebab Phobia Matematika ........................................

2.4.1.4. Cara Mengatasi Phobia Matematika .........................................

2.4.2. Budaya Mencontek .......................................................................

2.4.2.1. Pengertian Mencontek ...............................................................

2.4.2.2. Tinjauan Psikologi Tentang Mencontek ...................................

2.4.2.3. Faktor Penyebab Siswa Mencontek ..........................................

2.4.2.4. Cara Mengatasi Budaya Mencontek .........................................

2.4.3. Motivasi Belajar Rendah ..............................................................

2.4.3.1. Pengertian Motivasi Belajar Rendah .........................................

2.4.3.2. Faktor Penyebab Motivasi Belajar Rendah ...............................

2.4.3.3. Cara Mengatasi Motivasi Belajar Rendah

BAB III, PENUTUP

3.1.........................................................................................Kesimpulan

3.2.................................................................................. Daftar Pustaka

Page 4: Masalah Belajar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tugas utama seorang guru adalah membelajarkan siswa. Ini berarti

bahwa bila guru mengajar, maka diharapkan siswa belajar. Namun

adakalanya didalam kegiatan belajar mengajar di sekolah sering ditemukan

masalah-masalah yang berkenaan dengan belajar yang dialami siswa

tersebut. Masalah-masalah tersebut  dipengaruhi oleh faktor internal(yang

berasal dari dalam diri siswaitu sendiri) dan juga oleh faktor

eksternal(yang berasal dari luar siswa itu sendiri.

Masalah-masalah yang dialami oleh siswa apabila tidak segera

diatasi tentunya akan menghambat proses belajar siswa dan akan

berdampak pada pencapaian tujuan dari belajar tersebut. Siswa akan

berhasil dalam proses belajar apabila siswa itu tidak mempunyai masalah

yang dapat mempengaruhi proses belajarnya. Jika terdapat siswa yang

mempunyai masalah dan permasalahan siswa tersebut tidak segera

ditemukan solusinya, siswa akan mengalami kegagalan atau kesulitan

belajar yang dapat mengakibatkan rendah prestasinya/tidak lulus,

rendahnya prestasi belajar, minat belajar atau tidak dapat melanjutkan

belajar. Untuk itu, sebagai seorang guru ataupun pendidik kita harus

mengetahui kondisi siswa agar tercipta proses pembelajaran yang baik dan

kondusif.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian masalah belajar?

2. Bagaimana ciri-ciri siswa yang memiliki masalah belajar?

3. Apa faktor-faktor yang menyebabkan masalah belajar?

4. Apa jenis-jenis masalah belajar?

Page 5: Masalah Belajar

1.3. Tujuan Penulisan Makalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka berikut tujuannya :

1. Pengertian masalah belajar

2. Ciri-ciri siswa yang memiliki kesulitan belajar

3. Faktor-faktor yang menyebabkan masalah belajar

4. Jenis-jenis masalah belajar

Page 6: Masalah Belajar

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MASALAH BELAJAR

Banyak ahli mengemukakan pengertian masalah. Ada yang melihat

masalah sebagai ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan, ada yang

melihat sebagai tidak terpenuhinya kebutuhan seseorang, dan ada pula yang

mengartikannya sebagai suatu hal yang tidak mengenakan.

Prayitno (1985) mengemukakan bahwa masalah adalah sesuatu yang

tidak disukai adanya, menimbulkan kesulitan bagi diri sendiri dan atau orang

lain, ingin atau perlu dihilangkan.

Sedangkan menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan

suatu proses perubahan, yaitu perubahan dalam tingkah laku sebagai hasil

dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pengertian belajar dapat didefinisikan “Belajar ialah sesuatu proses

yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya”.

 “Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai

hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara

individu dengan lingkungannya” ( Anita E, Wool Folk, 1995 : 196 ).

Dari definisi masalah dan belajar maka masalah belajar dapat diartikan

atau didefinisikan sebagai berikut.“Masalah belajar adalah suatu kondisi

tertentu yang dialami oleh siswa dan menghambat kelancaran proses yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

baru secara keseluruhan”. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan

keadaan dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan

dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Masalah-

masalah belajar ini tidak hanya dialami oleh siswa-siswa yang lambat saja

dalam belajarnya, tetapi juga dapat menimpa siswa-siswa yang memiliki

kemampuan diatas rata-rata normal, pandai atau cerdas. Masalah-masalah

Page 7: Masalah Belajar

dalam pembelajaran ini adalah sesuatu yang harus dipecahhkan oleh guru dan

orang tua sehingga proses belajar anak bisa sesuai dengan tujuan yang

pertama yaitu mencerdaskan anak bangsa yang berpendidikan dan

mempunyai tingkah laku yang baik. Tanggung jawab seorang guru dalam

mendidik anak bisa berjalan dengan baik jika masalah-masah dalam

pembelajaran bisa dipecahkan secara bersama-sama.

B. CIRI-CIRI SISWA YANG MEMILIKI MASALAH BELAJAR

Diantara banyak peserta didik di sekolah ada siswa yang berprestasi,

namun banyak pula yang dijumpai siswa yang gagal. Secara umum, siswa-

siswa yang mengalami nilai dan angka rapor banyak rendah, tidak naik kelas,

tidak lulus ujian akhir, dan sebagainya dapat dianggap sebagai siswa yang

mengalami masalah belajar. Seseorang siswa dapat diduga mengalami

kesulitan belajar, kalau yang bersangkutan tidak berhasil mencapai taraf

kualifikasi hasil belajar tertentu.

Berikut cara mengenali siswa yang memiliki masalah dalam belajar antara

lain :

1) Keterampilan Akademik

Keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang cukup

tinggi, tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal. Seharusnya

kegiatan exstra harus dimanfa’atkan secara baik oleh guru dan orang tua,

karena ketrampilan setiap anak didik sangatlah berbeda-beda, sehingga

bisa mengeluarkan dan memulai ketrampilannya sejak dari kecil dan

diharapkan bisa mengembangkannya.

2) Keterampilan dalam Belajar

Keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi masih

memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan

kemampuan belajar yang amat tinggi. Ketrampilan dalam belajar bisa

menunjang prestasi belajar siswa karena siswa akan lebih banyak

Page 8: Masalah Belajar

mendapatkan ilmu pengetahuan tambahan dari proses pembelajaran yang

semestinya.

3)   Sangat Lambat dalam Belajar

Keadaan siswa yang memiliki akademik yang kurang memadai dan

perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran

khusus. Sebenarnya setiap siswa mempunyai akal yang sama, tetapi

kemampuan setiap siswa yang satu dengan siswa yang lain sangatlah

berbeda dan disinalah letak kerja exstra guru dalam memberikan

pengajaran yang lebih agar siswa yang kurang mampu dalam menerima

pelajaran tidak terlihat sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan siswa

yang penerimaan pelajarannya sangat cepat.

4) Kurang Motivasi dalam Belajar

Keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam belajar mereka

seolah-olah tampak jera dan malas. Hal ini disebabkan dari beberapa

sebab yang meliputi dari lingkungan sekolah, keluarga maupun dari

lingkungan pergaulan anak, jika lingkungan anak memang sejak kecil

diberi semangat belajar yang tinggi, pastinya siswa tersebut bisa

termotivasi untuk menjadi anak yang pintar, namun sebaliknya kurangnya

motivasi belajar siswa bisa mempengaruhi proses belajar dan akhirnya

menjadi salah satu dari sekian banyak masalah-masalah dalam

pembelajaran.

5) Bersikap dan Berkebiasaan Buruk dalam Belajar

Kondisi siswa yang kegiatan atau perbuatan belajarnya sehari-hari

antagonistic dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas,

mengulur waktu, membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang

tidak diketahuinya dan sebagainya, maka sikap dan kebiasaan yang baik

bisa menunjang kelancaran proses belajar anak. Hal ini disebabkan anak

Page 9: Masalah Belajar

akan cenderung rajin belajar dari pada siswa yang mempunyai sikap dan

kebiasaan yang buruk.

C. FAKTOR PENYEBAB MASALAH BELAJAR

Masalah-masalah belajar baik intern maupun ekstern dapat dikaji dari

dimensi guru maupun dimensi siswa, sedangkan dikaji dari tahapannya,

masalah belajar dapat terjadi pada waktu sebelum belajar, selama proses

belajar dan sesudahnya. Sedangkan dari dimensi guru, masalah belajar dapat

terjadi sebelum kegiatan belajar, selama proses belajar dan evaluasi hasil

belajar. Masalahnya seringkali berkaitan dengan pengorganisasian belajar.

1) Faktor Intern

Faktor intern yang menyebabkan masalah dalam belajar, yaitu sebagai

berikut:

a) Faktor Psikologis

1. Intelegensi

Siswa yang mempunyai intelegensi tinggi akan lebih mudah dalam

memahami pelajaran yang diberikan guru atau lebih berhasil

dibandingkan dengan siswa-siswa yang berintelegensi rendah.

2.  Bakat

Apabila bahan yang dipelajari oleh siswa tidak sesuai dengan

bakatnya maka siswa akan mengalami kesulitan dalam belajar.

b) Faktor Fisiologis

Gangguan-gangguan fisik dapat berupa gangguan pada alat-alat

penglihatan dan pendengaran yang dapat menimbulkan kesulitan

belajar. Seperti gangguan visual yang sering disertai dengan gejala

pusing, mual, sakit kepala, malas, dan kehilangan konsentrasi pada

pelajaran.

Selain faktor diatas ada juga faktor internal lainnya, yaitu:

a) Ciri Khas/Karakteristik Siswa

Page 10: Masalah Belajar

Dapat dilihat dari kesediaan siswa untuk mencatat pelajaran,

mempersiapkan buku, alat-alat tulis atau hal-hal yang diperlukan.

Namun, bila siswa tidak memiliki minat, maka siswa tersebut

cenderung mengabaikan kesiapan belajar.

b) Sikap Terhadap Belajar

Sikap siswa dalam proses belajar, terutama sekali ketika memulai

kegiatan belajar merupakan bagian penting untuk diperhatikan karena

aktivitas belajar siswa banyak ditentukan oleh sikap siswa ketika akan

memuli kegiatan belajar. Namun, bila lebih dominan sikap menolak

sebelim belajar maka siswa cenderung kurang memperhatikan atau

mengikuti kegiatan belajar.

c) Motivasi Belajar

Di dalam aktivitas belajar, motivasi individu dimanfestasikan

dalam bentuk ketahanan atau ketekunan dalam belajar, kesungguhan

dalam menyimak, mengerjakan tugas dan sebagainya. Umumnya

kurang mampu untuk belajar lebih lama, karena kurangnya

kesungguhan di dalam mengerjakan tugas. Oleh karena itu, rendahnya

motivasi merupakan masalah dalam belajar yang memberikan dampak

bagi tercapainya hasil belajar yang diharapkan.

d) Konsentrasi Belajar

Kesulitan berkonsentrasi merupakan indikator adanya masalah

belajar yang dihadapi siswa, karena hal itu akan menjadi kendala di

dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan. Untuk membantu

siswa agar dapat berkonsentrasi dalam belajar tentu memerlukan

waktu yang cukup lama, di samping menuntut ketelatenan guru.

e) Mengelola Bahan Ajar

Page 11: Masalah Belajar

Siswa mengalami kesulitan di dalam mengelola bahan, maka

berarti ada kendala pembelajaran yang dihadapi siswa yang

membutuhkan bantuan guru. Bantuan guru tersebut hendaknya dapat

mendorong siswa agar memiliki kemampuan sendiri untuk terus

mengelola bahan belajar, karena konstruksi berarti merupakan suatu

proses yang berlangsung secara dinamis.

f) Rasa Percaya Diri

Salah satu kondisi psikologis seseorang yang berpengaruh terhadap

aktivitas fisik dan mental dalam proses pembelajaran adalah rasa

percaya diri. Rasa percaya diri umumnya muncul ketika seseorang

akan melakukan atau terlibat di dalam suatu aktivitas tertentu di mana

pikirannya terarah untuk mencapai sesuatu hasil yang diinginkannya.

Hal-hal ini bukan merupakan bagian terpisah dari proses belajar, akan

tetapi merupakan tanggung jawab yang harus diwujudkan guru

bersamaan dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan.

g) Kebiasaan Belajar

Kebiasaan belajar dalah perilaku belajar seseorang yang telah

tertanam dalam waktu yang relatif lama sehingga memberikan ciri

dalam aktivitas belajar yang dilakukan. Ada beberapa bentuk

kebiasaan belajar yang sering dijumpai seperti, belajar tidak teratur,

daya tahan rendah, belajar hanya menjelang ulangan atau ujian, tidak

memiliki catatan yang lengkap, sering datang terlambat, dan lain-lain

Jenis-jenis kebiasaan belajar di atas merupakan bentuk-bentuk

perilaku belajar yang tidak baik karena mempengaruhi aktivitas

belajar siswa dan dapat menyebabkan rendahnya hasil belajar yang

diperoleh.

h)  Hambatan dalam Komunikasi

Page 12: Masalah Belajar

Hambatan-hambatan komunikasi yang ditemui dalam proses belajar

mengajar antara lain:

1. Verbalisme, dimana guru menerangkan pelajaran hanya melalui

kata-kata atau secara lisan. Disini yang aktif hanya guru,

sedangkan murid lebih banyak bersifat pasif, dan komunikasi

bersifat satu arah.

2. Perhatian yang bercabang yaitu perhatian murid tidak terpusat pada

informasi yang disampaikan guru, tetapi bercabang perhatian

lainnya.

3. Kekacauan penafsiran, terjadi disebabkan berbeda daya tangkap

murid, sehingga sering terjadi istilah-istilah yang sama diartikan

berbeda-beda.

4. tidak adanya tanggapan, yaitu murid-murid tidak merespon secara

aktif apa yang disampaikan oleh guru, sehingga tidak terbentuk

sikap yang diperlukan. Disini proses pemikiran tidak terbentuk

sebagaimana mestinya.

5. kurang perhatian, disebabkan prosedur dan metode pengajaran

kurang bervariasi, sehingga penyampaian informasi yang monoton

menyebabkan kebosanan murid.

6. keadaan fisik dan lingkungan yang menganggu, misalnya objek

yang terlalu besar atau terlalu kecil, gerakan yang terlalu cepat atau

terlalu lambat dan objek yang terlalu kompleks serta konsep yang

terlalu luas, sehingga menyebabkan tanggapan murid menjadi

mengambang.

7. Sikap pasif anak didik, yaitu tidak bergairahnya siswa dalam

mengikuti pelajaran disebabkan kesalahan memilih teknik

komunikasi.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang menyebabkan masalah dalam belajar, yaitu sebagai

berikut:

Page 13: Masalah Belajar

a) Faktor Sosial

Faktor sosial dibagi menjadi beberapa lingkungan, yaitu :

1. lingkungan keluarga

1.1. Orang Tua

Dalam kegiatan belajar, seorang anak perlu diberi dorongan

dan peringatan dari orang tua. Apabila anak sedang belajar,

jangan di ganggu dengan tugas-tugas rumah. Orang tua

berkewajiban memberi pengertian dan dorongan serta

semaksimal mungkin membantu dalam memecahkan masalah-

masalah yang dihadapi anak disekolah. Apabila semangat

belajar anak lemah, kemudian orang tua memanjakan anaknya,

maka ketika masuk sekolah. Ia akan menjadi siswa yang

kurang bertanggungjawab dan takut menghadapi tantangan

kesulitan. Demikian juga orang tua yang mendidik anaknya

terlalu keras, maka anak tersebut akan menjadi takut tidak

supel dalam bergaul dan mengisolasi diri

1.2. Suasana rumah

Hubungan antar anggota keluarga  yang kurang harmonis,

akan menimbulkan suasana kaku, dan tegang dalam keluarga,

yang menyebabkan anak kurang bersemangat untuk belajar.

Sedangkan suasana rumah yang akrab, menyenangkan dan

penuh kasih sayang, akan memberikan dorongan belajar yang

kuat bagi anak.

1.3. Kemampuan Ekonomi Keluarga

Hasil belajar yang baik, tidak dapat diperoleh hanya dengan

mengandalkan keterangan-keterangan yang diberikan oleh

guru di depan kelas, tetapi membutuhkan juga alat-alat yang

memadai, seperti buku, pensil, pena, peta, bahkan buku

bacaan. Sedangkan sebahagian besar, alat-alat pelajaran itu

harus disediakan sendiri oleh murid yang bersangkutan. Bagi

orang tua yang keadaan ekonominya kurang memadai, sudah

Page 14: Masalah Belajar

barang tentu tiak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

anaknya itu secara memuaskan. Apabila keadaan ini terjadi

pada orang tua murid, maka murid yang bersangkutan akan

menanggung resiko yang tidak diharapkan.

1.4. Latar Belakang Kebudayaan

Tingkat pendidikan dan kebiasaan dalam keluarga, akan

mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Jadi, anak-anak

hendaknya ditanamkan kebiasaan yang baik agar mendorong

anak untuk belajar.

2. Lingkungan Sekolah

2.1. Guru

Guru harus mengembangkan strategi pembelajaran yang

tidak hanya menyampaikan informasi, melainkan juga

mendorong para siswa untuk belajar secara bebas dalam batas-

batas yang ditentukan. Bila dalam proses pembelajaran, guru

mampu mengaktualisasikan tugas-tugas guru dengan baik,

mampu memotivasi, membimbing dan memberi kesempatan

secara luas untuk memperoleh pengalaman, maka siswa akan

mendapat dukungan yang kuat untuk mencapai hasil belajar

yang diharapkan, namun jika guru tidak dapat

melaksanakannya, siswa akan mengalami masalah yang dapat

menghambat pencapaian hasil belajar mereka.Menurut

Lindgren, (1967 : 55) bahwa lingkungan sekolah, terutama

guru. Guru yang akrab dengan murid, menghargai usaha-usaha

murid dalam belajar dan suka memberi petunjuk kalau murid

menghadapi kesulitan, akan dapat menimbulkan perasaan

sukses dalam diri muridnya dan hal ini akan menyuburkan

keyakinan diri dalam diri murid. Melalui contoh sikap sehari-

hari, guru yang memiliki penilaian diri yang positif akan ditiru

oleh muridnya, sehingga murid-muridnya juga akan memiliki

penilaian diri yang positif.Jadi jelaslah bahwa guru yang

Page 15: Masalah Belajar

kurang akrab dengan murid, kurang menghargai usaha-usaha

murid maka murid akan merasa kurang diperhatikan dan akan

mengakibatkan murid itu malas belajar atau kurangnya minat

belajar sehingga anak itu akan mengalami kesulitan belajar.

Keberhasilan seorang murid dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang berasal dari sekolah seperti guru yang harus benar-benar

memperhatikan peserta didiknya.

2.2. Interaksi Guru dan Murid

Guru yang kurang berinteraksi dengan murid secara rutin

akan menyebabkan proses belajar mengajar kurang lancar. Dan

menyebabkan anak didik merasa ada distansi (jarak) dengan

guru, sehingga segan untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan

belajar mengajar.

2.3. Hubungan Antar Murid

Guru yang bisa mendekati siswa dan kurang bijaksana

maka tidak akan mengetahui bahwa di dalam kelas ada grup

yang saling bersaing secara tidak sehat. Suasana kelas

semacam ini sangat tidak diharapkan dalam proses belajar.

Maka, guru harus mampu membina jiwa kelas supaya dapat

hidup bergotong royong dalam belajar bersama, agar kondisi

belajar individual siswa dapat berlangsung dengan baik.

2.4. Cara Penyajian Bahan Pelajaran

Guru yang hanya bisa mengajar dengan metode ceramah

saja, membuat siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif, dan

hanya mencatat saja. Guru yang progresif, adalah guru yang

berani mencoba metode-metode baru, yang dapat membantu

dalam meningkatkan kondisi belajar siswa.

2.5. Metode Mengajar

Apabila guru menggunakan metode yang sama untuk

semua bidang studi dan pada setiap pertemuan akan

membosankan siswa dalam belajar.

Page 16: Masalah Belajar

3. Lingkungan masyarakat

3.1. Teman Bergaul

Pergaulan dan teman sepermainan sangat dibutuhkan dalam

membuat dan membentuk kepribadian sosialisasi anak. Orang

tua harus memperhatikan agar anak-anaknya jangan sampai

mendapat teman bergaul yang memiliki tingkah laku yang

tidak diharapkan. Karena perilaku yang tidak baik, akan mudah

sekali menular pada anak lain.

3.2. Pola Hidup Lingkungan

Pola tetangga yang berada di sekitar rumah dimana anak itu

berada, punya pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan

perkembangan anak. Jika anak berada dikondisi masyarakat

kumuh yang serba kekurangan, dan anak-anak pengangguran

misalnya, akan sangat mempengaruhi kondisi belajar anak,

karena ia akan mengalami kesulitan ketika memerluka teman

belajar atau berdiskusi atau meminjam alat-alat belajar.

3.3. Kegiatan Dalam Masyarakat

Kegiatan dalam masyarakat dapat berupa karang taruna,

menari, olahraga, dan lain sebagainya. Bila kegiatan tersebut

dilakukan secara berlebihan, tentu akan menghambat kegiatan

belajar. Jadi, orang tua perlu memperhatikan kegiatan anak-

anaknya.

3.4. Media Massa

Media massa adalah, sebagai salah satu faktor penghambat

dalam belajar. Misalnya, bioskop, radio, tv, membaca novel,

majalah yang tidak dipertanggungjawabkan dari segi

pendidikan. Sehingga, mereka akan lupa tugas belajarnya

maka dari itu, buku bacaan, video kaset, dan mass media

lainnya perlu diadakan pengawasan yang ketat dan diseleksi

dengan teliti.

Page 17: Masalah Belajar

b) Faktor Non-Sosial

Faktor non sosial dapat dibedakan menjadi :

1. Sarana dan prasarana sekolah

Ketersediaan prasarana dan sarana pembelajaran

berdampak pada terciptanya iklim pembelajaran yang kondusif.

Terjadinya kemudahan bagi siswa untuk mendapatkan informasi

dan sumber belajar yang pada gilirannya dapat mendorong

berkembangnya motivasi untuk mencapai hasil belajar yang lebih

baik. Oleh karena itu sarana dan prasarana menjadi bagian yang

penting untuk tercapainya upaya mendukung terwujudnya proses

pembelajaran yang diharapkan.

2. Kurikulum Sekolah

Kurikulum merupakan panduan yang dijadikan guru

sebagai rangka atau acuan untuk mengembangkan proses

pembelajaran. Seluruh aktivitas pembelajaran, maka dipastikan

kurikulum tidak akan mampu memenuhi tuntunan perubahan di

mana perubahan kurikulum pada sisi lain juga menimbulkan

masalah, yaitu :

2.1. Tujuan yang akan dicapai berubah

2.2. Isi pendidikan berubah

2.3. Kegiatan belajar mengajar berubah

2.4. Evaluasi belajar

3. Media Pendidikan

Dapat berupa buku-buku di perpustakaan, laboratorium, LCD,

komputer, layanan internet dan lain sebagainya.

Page 18: Masalah Belajar

D. JENIS-JENIS MASALAH BELAJAR

1) Phobia Matematika

a) Pengertian Phobia Matematika

Kolb (1949) Mendefinisikan belajar matematika sebagai proses

memperoleh pengetahuan yang diciptakan atau dilakukan oleh siswa itu

sendiri melalui transformasi pengalaman individu siswa. Pendapat Kolb ini

intinya menekankan bahwa dalam belajar siswa harus diberi kesempatan

seluas-luasnya mengkontruksi sendiri pengetahuan yang dipelajari dan siswa

harus didorong untuk aktif berinteraksi dengan lingkungan belajarnya

sehingga dapat memperoleh pemahaman yang lebih tinggi dari sebelumnya.

Heuvel-Panhuizen (1998) dan Verchaffel-De Corte (1977) Pendidikan

matematika seharusnya memberikan kesempatan kepada siswa untuk

“menemukan kembali” matematikan dengan berbuat matematika.

Pembelajaran matematika harus mampu mmeberi siswa situasi masalah yang

dapat dibanyangkan atau mempunyai hubungan dengan dunia nyata. Lebih

lanjut mereka menemukan adanya kecenderungan kuat bahwa dalam

memecahkan masalah dunia nyata siswa tergantung pada pengetahuan pada

pengetahuan yang dimiliki siswa tentang dunia nyata tersebut.

Goldin (1992) Matematika ditemukan dan dibangun oleh manusia

sehingga dalam pembelajaran matematika harus lebih dibangun oleh siswa

daripada ditanamkan oleh guru. Pembelajaran matematikan menjadi lebh

aktif bila guru membantu siswa menemukan dan memecahkan masalah

dengan menerapkan pembelajaran bermakna.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa belajar

matematika adalah belajar tentang rangkaian-rangkaian pengertian (konsep)

dan rangkaian pertanyaan-pertanyaan (sifat, teorema, dalili, prinsip). Untuk

mengungkapkan tentang pengertian dan pernyataan diciptakan lambang-

lambang, nama-nama, istilah dan perjanjian-perjanjian (fakta). Konsep yaitu

pengertian abstrak yang memungkinkan seseorang dapat membedakan suatu

obyek dengan yang lain.

Phobia Matematika

Kata “phobia” sendiri berasal dari istilah Yunani “phobos” yang berarti

lari (fight), takut dan panik (panic-fear), takut hebat (terror). Istilah ini

memang dipakai sejak zaman Hippocrates. Phobia adalah ketakutan yang luar

Page 19: Masalah Belajar

biasa dan tanpa alasan terhadap sebuah obyek atau situasi yang tidak masuk

akal. Pengidap phobia merasa tidak nyaman dan menghindari objek yang

ditakutinya. Terkadang juga bisa menghambat aktivitasnya. Phobia ini

terbagi menjadi 3 kategori, yaitu:

1. Phobia khusus yaitu ketakutan terhadap obyek atau aktivitas tertentu.

2. Phobia sosial yaitu ketakutan terhadap penilaian orang lain.

3. Agoraphobia yaitu rasa takut berada di tempat terbuka atau pusat

keramaian.

Phobia matematika adalah ketakutan yang tak terbayangkan terhadap

matematika yang dapat mengganggu dalam memanipulasi angka-

angka dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan matematika

dalam beragam kehidupan sehari-hari dan situasi akademik"(Buckley

& Ribordy, 1982 )

Phobia matematika atau disebut juga dengan istilah mathophobia

atau Math anxiety yang didefinisikan sebagai emosi negatif yang

mengganggu dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

matematika. Mathophobia lebih dari sekedar tak menyukai matemtika

dan mengarahkan murid pada bentuk penghindaran secara

global/umum- bila mungkin,mereka tetap mengambil kelas matemtika

tetapi mereka akan menghindar dalam situasi yang memerlukan

matematika (Sparks, 2011; Hellum-Alexander,2010; Ashcraft &

Krause, 2007).

b) Gejala Phobia Matematika

1. Perasaan atau Emosi

Perasaan atau emosi merupakan suasana batin yang

dihayati oleh oleh sesorang pada suatu saat. Perasaan bersifat

subyektif dan temporer, dipengaruhi oleh kondisi didalam

individu siswa serta kekuatan faktor lain.

Menurut Nana Syaodih, beberapa macam bentuk emosi

yang populer yaitu salah satunya adalah takut, cemas dan

khawatir. Banyak orang takut terhadap matematika dan akan

Page 20: Masalah Belajar

berusaha sejauh mungkin menghindari bilangan dan operasi-

operasi bilangan" Orang semacam ini dikatakan mengalami

phobia matematika" Orang yang mengalami phobia metematika

akan mengalami kesulitan dalam memahami matematika dan

dalam menggunakan matematika untuk keperluan kehidupan

sehari-hari dan untuk mempelajari pngetahuan yang lain".

2. Mitos dan Kesalahpahaman

Kebencian matematika adalah respon emosional. Langkah

pertama dalam mengatasi itu adalah untuk menilai pendapat

seseorang tentang matematika dalam semangat detasemen.  Mitos

dam kesalahpahaman dalam matematika antara lain sebagai

berikut :

2.1. Bakat atau kecerdasan untuk matematika ada sejak lahir

2.2. Belajar matematika harus bisa menghitung

2.3. Matematika membutuhkan logika bukan kreativitas

2.4. Yang penting dalam belajar matematika adalah

mendapatkan jawaban yang benar

2.5. Dalam berpikir matematis pria lebih baik daripada wanita  

3. Kontroversi dalam Pendidikan Matematika

Kebanyakan orang mengaggap bahwa matematika adalah

bidang hitung menghitung. Namun, ahli matematika memandang

perhitungan hanyalah alat dalam matematika yang sesungguhnya,

yang melibatkan pemecahan soal dan pemahaman struktur dan

pola dalam matematika. (National Research Council. 1999).

c) Faktor Penyebab Phobia Matematika

Berdasarkan pengalaman yang terjadi di sekitar, ada beragam

faktor-faktor penyebab munculnya phobia matematika

1. Kemampuan guru mengajar yang buruk

2. siswa selalu mendapatkan nilai yang rendah

Page 21: Masalah Belajar

3. Faktor Internal siswa itu sendiri : kepribadian, intelektualnya, dan

juga lingkungan. Dari faktor kepribadian, bisa karena kurangnya

rasa percaya diri, rasa malu yang tinggi atau minder, tak bisa

mengendalikan rasa frustasinya, dan bahkan karena intimidasi.

Kemudian dari faktor intelektual, disebabkan ketidakmampuan

siswa untuk memahami konsep atau materi matemtaika yang

sedang dipelajari. Kemudian, dari faktor lingkungan, disebabkan

oleh tuntutan orang tua yang terlalu lebih kepada anaknya,

dan/atau pengalaman buruk di kelasnya, seperti guru yang buruk

dalam mengajar, atau buku pelajaran yang sulit dimengerti, dan

lain-lain.

4. Cara mengajar guru melalui pendekatan pada metode

menerangkan materi, kemudian mengerjakan soal-soal, dan

kemudian menyuruh siswa untuk mengingat rumus-rumus atau

materi, dimana metode ini disebut dengan metode "explain-

practice-memorize"

d) Cara Mengatasi Phobia Matematika

Menurut J.B Watson melalui observasi yang dilakukannya, ia

mengatakan bahwa rasa takut sesorang adalah hasil dari conditioning.

Untuk membantu mengurangi rasa takut anak adalah sangat

bermanfaat, karena pada situasi tertentu rasa takut harus dihadapi dan

diatasi oleh setiap anak.

1. Tingkatan mengatasi phobia matematika

Menurut J.B Watson melalui observasi yang dilakukannya, ia

mengatakan bahwa rasa takut sesorang adalah hasil dari conditioning.

Untuk membantu mengurangi rasa takut anak adalah sangat

bermanfaat, karena pada situasi tertentu rasa takut harus dihadapi dan

diatasi oleh setiap anak.

i. Tingkatan mengatasi phobia matematika

1. Mencegah Phobia Matematika

Page 22: Masalah Belajar

1.1 Guru dan orang tua bersikap positif  tentang matematika

1.2 Siswa mengetahui  manfaat matematika dalam kehidupan

sehari-hari

1.3 Siswa terlibat aktif dalam belajar matematika

1.4 Tes bukanlah tujuan akhir dari belajar matematika

1.5 Meringkas catatan

1.6 Siswa membuat jadwal belajar

2. Mengurangi Phobia Matematika

2.1 Guru membangkitkan motivasi siswa agar semakin aktif

belajar dan mengingatkan akan pentingnya belajar

matematika untuk memecahkan persoalan hidup sehari-

hari, seperti perhitungan, pengukuran dsb.

2.2 Guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan

diantaranya dengan menghindarkan suasana kaku, tegang

apalagi menakutkan dalam belajar, menyisipkan humor-

humor yang segar dan mendidik, tidak memberikan soal-

soal yang terlalu sukar, dll. Menciptakan suasana belajar

yang menyenangkan diantaranya suasana kelas dibuat

nyaman, meja belajar dihiasi dengan sesuatu yang

menyegarkan dan memberi semangat kepada siswa, dinding

kelas ditempeli dengan gambar-gambar atau hiasan-hiasan

yang mereka minati.

2.3 Mengadakan refreshing untuk menghilangkan rasa jenuh,

bosan dan penat dalam belajar.

3. Menghilangkan Phobia Matematika

Ada beberapa cara untuk menghilangkah phobia matematika,

diantaranya:

3.1. Terapi berbicara

Jenis terapi bicara yang bisa digunakan adalah:

1. Konseling: konselor biasanya akan mendengarkan

permasalahan seseorang, seperti ketakutannya saat

Page 23: Masalah Belajar

berhadapan dengan barang atau situasi yang

membuatnya fobia.

2. Psikoterapi: seorang psikoterapis akan menggunakan

pendekatan secara mendalam untuk menemukan

penyebabnya dan memberi saran untuk

menghilangkannya.

3. Terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioural

Therapy/CBT): yaitu suatu konseling yang akan

menggali pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dalam

rangka mengembangkan cara-cara praktif yang efektif

untuk melawan fobia.

3.2. Terapi pemaparan diri (Desensitisation)

Orang yang mengalami fobia sederhana bisa diobati

dengan menggunakan bentuk terapi perilaku yang

dikenal dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini

dilakukan secara bertahap selama periode waktu tertentu

dengan melibatkan objek atau situasi yang membuatnya

takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai

merasa tidak cemas atau takut lagi terhadap hal tersebut.

Kadang-kadang dikombinasikan dengan pengobatan dan

terapi perilaku.

ii. Langkah Mengatasi Phobia Matematika

Selanjutnya untuk mengatasi rasa takut terhadap matematika

seseorang harus membentuk enam sikap diri sebagai pembelajaran;

1. Sikap positif

2. Ajukan pertanyaan, untuk meningkatkan pemahaman konsep

matematika

3. Belajar kelompok

4. Latihan rutin. Memahami konsep matematika membutuhkan

latihan rutin.

Page 24: Masalah Belajar

5. Jangan takut membuat kesalahan, beberapa pembelajaran yang

paling kuat berasal dari membuat kesalahan.

6. Motivasi yang kuat

2) Budaya Mencontek

a) Pengertian Mencontek

Menyontek berasal dari kata dasar “sontek” yang berarti mengutip

atau menjiplak. Mengutip itu merupakan menyalin kembali suatu tulisan,

sedangkan menjiplak merupakan menulis atau menggambar dikertas

yang dibawahnya diletakkan kertas yang sudah bertulisan dan bergambar.

Menyontek merupakan sebuah kecurangan yang dilakukan oleh

seseorang dalam mengerjakan tugas dan ujian, baik itu di sekolah, di

perguruan tinggi, maupun di tempat yang lainnya. Perilaku menyontek

juga dapat diartikan sebagai penipuan atau melakukan perbuatan tidak

jujur.

Menurut KBBI karangan W.J.S.Purwadarminta, menyontek adalah

mencontoh, meniru, atau mengutip tulisan, pekerjaan orang lain sesuai

dengan yang aslinya.

Dalam KBBI (Suharto & Iryanto, 1995), kata menyontek tidak

dapat ditemukan secara langsung, kata menyontek dapat ditemuakan

pada kata jiplak-menjiplak yang artinya meniru tulisan atau pekerjaan

orang lain.

Deighton (1971), menyatakan cheating adalah upaya yang

dilakukan seseorang untuk mendapatkan keberhasilan dengan cara-cara

yang tidak fair (tidak jujur).

Bower (1964), mendefinisikan cheating adalah perbuatan yang

menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk tujuan yang sah atau

terhormat yaitu mendapatkan keberhasilan akademis atau menghindari

kegagalan akademis.

Page 25: Masalah Belajar

Lestari (2005), kecenderungan menyontek adalah perilaku yang

dilakukan untuk menghindari kegagalan dari nilai akademis dengan cara

yang tidak jujur yaitu suka tengak-tengok saat ujian, mendekati teman

yang pandai, memilih tempat duduk yang dibelakang dan pojok,

membuat catatan kecil dikertas, tissue, di dinding, bahkan menggunakan

handphone untuk saling tukar jawaban dikelas sebelah.

Sujana dan Wulan (1994), menyontek merupakan tindakan

kecurangan dalam tes melalui pemanfaatan informasi yang berasal dari

luar secara tidak sah.

Koesoema (2009), di dalam ulangan harian di kelas, kegiatan

menyontek sudah menjadi cara bertindak umum dikalangan siswa.

Siswa sendiri menjadi saksi bahwa kegiatan contek-menyontek

merupakan sesuatu yang wajar. Bahkan dalam arti tertentu, karena sudah

terbiasanya maka tidak dirasakan lagi ada yang tidak beres dalam

kegiatan menyontek ini.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa menyontek adalah

tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau dengan cara yang tidak

jujur atau perbuatan curang yang dilakukan oleh pelajar selama

pelaksanaan evaluasi akademis dengan tujuan tertentu.

Tinjauan Psikologi Tentang Mencontek

Menurut Vegawati, Oki dan Noviani (2004), pada saat dorongan

tingkah laku mencontek muncul, terjadilah proses atensi, yaitu muncul

ketertarikan terhadap dorongan karena adanya harapan mengenai hasil

yang akan dicapai jika ia mencontek. Pada proses retensi, faktor-faktor

yang memberikan atensi terhadap stimulus perilaku mencontek itu menjadi

sebuah informasi baru atau digunakan untuk mengingat kembali

pengetahuan maupun pengalaman mengenai perilaku mencontek, baik

secara maya (imaginary) maupun nyata (visual).

Pertimbangan-pertimbangan yang sering digunakan adalah nilai-

nilai agama yang akan memunculkan perasaan bersalah dan perasaan

Page 26: Masalah Belajar

berdosa, kepuasan diri terhadap prestasi akademik yang dimilikinya, dan

juga karena sistem pengawasan ujian, kondusif atau tidak untuk

mencontek. Masalah kepuasan prestasi akademik juga akan menjadi

sebuah konsekuensi yang mungkin menjadi pertimbangan bagi seseorang

untuk mencontek. Bila ia mencontek, maka ia menjadi tidak puas dengan

hasil yang diperolehnya.

Yesmil Anwar (dalam Rakasiwi, 2007), mengatakan sebenarnya

nilai hanya menjadi alat untuk mencapai tujuan dan bukan merupakan

tujuan dari pendidikan itu sendiri. Karena pendidikan sejatinya adalah

sebuah proses manusia mencari pencerahan dari ketidaktahuan. Yesmil

Anwar mengungkapkan, bahwa mencontek terlanjur dianggap sepele oleh

masyarakat. Padahal, bahayanya sangat luar biasa. Bahaya buat anak didik

sekaligus untuk masa depan pendidikan Indonesia. Ibarat jarum kecil di

bagian karburator motor. Sekali saja jarum itu rusak, mesin motor pun

mati.

b) Faktor Penyebab Siswa Mencontek

Menurut Nugroho (2008), yang menjadi penyebab munculnya

tindakan mencontek bisa dipengaruhi beberapa hal. Baik yang sifatnya

berasal dari dalam internal yakni diri sendiri, maupun dari luar

(eksternal) misalnya dari guru, orang tua maupun sistem pendidikan itu

sendiri.

i. Faktor dari dalam diri sendiri

1. Kurangnya rasa percaya diri pelajar dalam mengerjakan soal.

Biasanya disebabkan ketidaksiapan belajar baik persoalan

malas dan kurangnya waktu belajar.

2. Orientasi pelajar pada nilai bukan pada ilmu.

3. Sudah menjadi kebiasaan dan merupakan bagian dari insting

untuk bertahan.

4. Merupakan bentuk pelarian atau protes untuk mendapatkan

keadilan. Hal ini disebabkan pelajaran yang disampaikan

Page 27: Masalah Belajar

kurang dipahami atau tidak mengerti dan sehingga merasa

tidak puas oleh penjelasan dari guru atau dosen.

5. Melihat beberapa mata pelajaran dengan kacamata yang

kurang tepat, yakni merasa ada pelajaran yang penting dan

tidak penting sehingga mempengaruhi keseriusan belajar.

6. Terpengaruh oleh budaya instan yang mempengaruhi

sehingga pelajar selalu mencari jalan keluar yang mudah dan

cepat ketika menghadapi suatu persoalan termasuk tes atau

ujian.

7. Tidak ingin dianggap sok suci dan lemahnya tingkat

keimanan.

ii. Faktor dari Guru

1. Guru tidak mempersiapkan proses belajar mengajar dengan

baik sehingga yang terjadi tidak ada variasi dalam mengajar

dan pada

2. Guru terlalu banyak melakukan kerja sampingan sehingga

tidak ada kesempatan untuk membuat soal-soal yang

variatif. Akibatnya soal yang diberikan antara satu kelas

dengan kelas yang lain sama atau bahkan dari tahun ke

tahun tidak mengalami variasi soal.

3. Soal yang diberikan selalu berorientasi pada hafal mati dari

text book.

4. Tidak ada integritas dan keteladpan dalam diri guru

berkenaan dengan mudahnya soal diberikan kepada pelajar

dengan imbalan sejumlah uang.

5. Kurangnya sistem pengawasan dari guru.

iii. Faktor dari Orang Tua

1. Adanya hukuman yang berat jika anaknya tidak berprestasi.

Page 28: Masalah Belajar

2. Ketidaktahuan orang tua dalam mengerti pribadi dan

keunikan masing-masing dari anaknya, sehingga yang

terjadi pemaksaan kehendak.

iv. Faktor-faktor umum yang menyebabkan terjadinya perilaku

menyontek (Hutton, 2006; Donald P. French, 2006; dalam

Dody Hartanto, 2012:31-32) adalah:

1. Adanya kemalasan pada diri seseorang.

2. Karena merasa cemas.

3. Melihat perilaku menyontek bukan merupakan hal yang

yang salah dan merugikan.

4. Memiliki keyakinan bahwa perilakunya tidak akan

diketahui.

c) Cara Mengatasi Budaya Mencontek

Ada beberapa macam untuk mengatasi kebiasaan mencontek yaitu

i. Dari dalam diri sendiri

1. Bangkitkan rasa percaya diri.

2. Arahkan self consept ke arah yang lebih proporsional.

3. Biasakan berpikir lebih realistis dan tidak ambisius.

ii. Dari Lingkungan dan Kelompok

Ciptakan kesadaran disiplin dan kode etik kelompok yang sarat

dengan pertimbangan moral.

iii. Dari Sistem Evaluasi

1. Buat instrumen evaluasi yang valid dan reliable (yang tepat

dan tetap).

2. Terapkan cara pemberian skor yang benar-benar objektif.

3. Lakukan pengawasan yang ketat.

Page 29: Masalah Belajar

4. Bentuk soal disesuaikan dengan perkembangan

kematangan peserta didik dan dengan mempertimbangkan

prinsip paedagogy serta prinsip andragogy.

iv. Dari Guru atau Dosen

1. Berlaku objektif dan terbuka dalam pemberian nilai.

2. Bersikap rasional dan tidak mencontek dalam

memberikan tugas ujian atau tes.

3. Tunjukkan keteladanan dalam perilaku moral.

4. Berikan umpan balik atas setiap penugasan.

3) Motivasi Belajar Rendah

a) Pengertian Motivasi Belajar Rendah

Menurut Makmun (2007: 37) motivasi merupakan:

1. Suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya

(energy); atau

2. Suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan

kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu

(organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah

tujuan tertentu, baik disadari maupun tidak disadari.

Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai

kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan

individu tersebut bertindak atau berbuat (Uno, 2009: 3). Motif tidak

dapat diamati secara langsung, tetapi dapat diinterpretasikan dalam

tingkah lakunya berupa rangsangan, dorongan, atau pembangkit

tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu.

Motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang

untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik

dalam memenuhi kebutuhannya.

Page 30: Masalah Belajar

Sebenarnya motivasi merupakan istilah yang lebih umum untuk

menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang

mendorong, dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku

yang ditimbulkannya, dan tujuan atau akhir dari gerakan atau

perbuatan. Menurut Mc. Donald dalam Sardiman (2010: 73) motivasi

adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan

munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap

adanya tujuan.

Dari pengertian tersebut ada tiga hal penting yaitu: 1) motivasi itu

mengawali terjadinya energi pada setiap individu manusia, 2) motivasi

tersebut ditandai dengan munculnya rasa ”feeling” atau afeksi

seseorang, dan 3) motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan.

Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi

yang ada pada diri manusia yang berkaitan dengan perasaan dan juga

emosi kemudian dapat menentukan tingkah laku manusia, dorongan

yang muncul itu karena adanya tujuan kebutuhan atau keinginan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil pengertian

motivasi adalah suatu kekuatan atau dorongan dalam diri individu

membuat individu tersebut bergerak, bertindak untuk memenuhi

kebutuhan dan mencapai tujuannya.

Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku akibat

latihan dan pengalaman (Oemar Hamalik, 2009: 106). Hal senada juga

diungkapkan Uno (2009: 22) belajar adalah suatu proses usaha yang

dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya.

Kedua definisi tersebut dapat diterangkan bahwa belajar itu

senantiasa merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan,

dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.

Page 31: Masalah Belajar

Dapat digabungkan pengertian motivasi belajar adalah suatu

kekuatan atau dorongan dalam diri individu membuat individu

tersebut bergerak, bertindak untuk memenuhi kebutuhan dan

mencapai tujuannya yaitu proses seorang individu melakukan

perubahan perilaku berdasar pengalaman dengan serangkaian kegiatan

misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan

lain sebagainya.

Motivasi belajar rendah adalah kurangnya kekuatan atau dorongan

dalam diri individu membuat individu tersebut bergerak, bertindak

untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuannya yaitu proses

seorang individu melakukan perubahan perilaku berdasar pengalaman

dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati,

mendengarkan, meniru dan lain sebagainya. Motivasi belajar rendah

adalah salah satu penyebab kurang berhasilnya seseorang dalam

menempuh pendidikan, sebab motivasi itu menentukan penguatan,

tujuan, serta ketekunan belajar. Belajar akan menjadi beban dan

hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Seorang pelajar yang

memiliki motivasi belajar rendah tentu akan lebih senang berada di

luar kelas alias bolos. Belajar di kelas dianggap beban berat yang

membosankan. Rendahnya motivasi belajar seorang  peserta didik

bukan suatu hal yang tanpa sebab, akan tetapi ada sebabnya, seperti

kurangnya motivasi atau semangat atau dukungan dari guru, sekolah,

dan teman- temannya, dari pihak keluarga terutama ayah dan ibu atau

saudara- saudaranya, dan juga berpangkal dari diri sendiri, kesehatan

pribadi dan reaksi- reaksi terhadap lingkungannya.

b) Faktor Penyebab Motivasi Belajar Rendah

1. Orang tua

Menurut Skinner (dalam Elida, 1989) bahwa motivasi

sangat ditentukan oleh lingkungannya. Lingkungan yang pertama

Page 32: Masalah Belajar

dan utama yang mempengaruhi motivasi anak adalah lingkungan

keluarga.

Lingkungan belajar yang menyenangkan mampu

meningkatkan motivasi anak. Untuk mewujudkan hal tersebut

orang tua harus mampu menciptakan keadaaan yang harmonis di

dalam keluarga agar meningkatnya motivasi belajar anak. Namun

sebaliknya, jika hubungan dalam keluarga tidak harmonis dapat

berdampak pada rendahnya motivasi belajar anak.

Suteja (1995) menjelaskan bahwa orang tua yang selalu

menuntut anak untuk berprestasi tinggi tanpa memperhatikan

kemampuannya dapat mengakibatkan anak-anak kehilangan

kesukaannya terhadap belajar. Setiap orang tua pasti punya harapan

kepada anak-anaknya. Bila harapan orang tua terlalu tinggi maka

akan menjadi beban berat untuk anaknya. Akhirnya si anak akan

merasa terbebani dengan target dari orang tuanya. Ada juga orang

tua yang terlalu rendah membuat harapan untuk anaknya. Hal ini

akan mengakibatkan si anak kurang termotivasi untuk belajar giat

karena tak punya target yang tinggi. Begitu juga dengan sikap

orang tua yang masa bodoh terhadap pendidikan anaknya juga

dapat mengakibatkan rendahnya motivasi anak dalam belajar.

Kurangnya perhatian, dukungan, dan bimbingan dari orang

tua terhadap anaknya, seperti sikap orang tua yang terlalu sibuk

dengan pekerjaannya atau orang lain dapat menyebabkan turunnya

motivasi belajar anak.

Gottman (1998) dalam sebuah penelitiannya

mengungkapan bahwa anak-anak yang merasa dihormati dan

dihargai dalam keluarga-keluarga mereka lebih berhasil di sekolah,

mempunyai lebih banyak sahabat dan menempuh kehidupan yang

lebihsukses.

2. Guru

Page 33: Masalah Belajar

Kurangnya kompetensi yang dimiliki guru dalam mengajar

dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Sardiman (2012)

mengungkapkan sepuluh kompetensi guru tersebut, yaitu :

a. Menguasai bahan yang akan diajarkan.

b. Mengelola kegiatan belajar mengajar.

c. Memiliki keterampilan dalam pengelolaan kelas.

d. Menggunakan media pembelajaran dan buku sumber.

e. Menguasai dasar-dasar pendidikan.

f. Mampu mengatur interaksi dalam belajar mengajar.

g. Melakukan penilaian atas prestasi siswa.

h. Mengenal fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan di

sekolah.

i. Menyelenggarakan administrasi sekolah.

j. Mampu memahami prinsip-prinsip dalam mengajar dan mampu

menafsirkan hasil penelitian pendidikan, untuk digunakan

sebagai keperluan pengajaran.

Berdasarkan kompetensi guru tersebut, dapat dipahami

bahwa guru harus mampu mengatasi kesulitan belajar yang dialami

siswanya, karena jika kesulitan belajar tidak ditangani oleh guru

akan menyebabkan siswa tersebut ketinggalan materi pelajaran.

Hal ini akan menyebabkan rendahnya motivasi belajar siswa untuk

mempelajari materi selanjutnya.

3. Kondisi Sosial Ekonomi

Motivasi belajar siswa juga dipengaruhi oleh kondisi sosial

ekonomi. Hal ini dibuktikan oleh Rosen (dalam Atkinson, 1978)

dalam penelitiannya terhadap siswa SMU yang berasal dari kelas

sosial yang berbeda, ia mengungkapkan bahwa motivasi untuk

berprestasi lebih tinggi dimiliki oleh siswa yang berasal dari

tingkatan sosial ekonomi menengah. Faktor lingkungan juga

Page 34: Masalah Belajar

mempengaruhi rendahnya motivasi belajar. Dengan siapa kita

bergaul menentukan akan menjadi apa diri kita nanti. Jika kita

bergaul dengan orang yang lebih suka menghabiskan waktu untuk

nongkrong, bermain-main, hura-hura dan sebagainya maka kita

akan terbawa. Belajar akan menjadi hal terakhir yang akan

dilakukan dan motivasipun menjadi rendah.

4. Aspek Psikis

Dimyati dan Mudjiono (1999) mengemukakan bahwa tinggi

rendahnya motivasi dapat dipengaruhi oleh aspek psikis yang ada

pada diri siswa, misalnya pengamatan, dan perhatian.

Pengamatan Sumadi (2012) mengemukakan bahwa

pengamatan adalah cara individu dalam mengenal objek yang ada

di sekitarnya dengan melihat, mendengar, membau, atau

mengecap. Dalam pengamatan dikenal adanya modalitas

pengamatan, yaitu hal-hal seperti melihat, mendengar, membau dan

mengecap.

Berdasarkan pengertian pengamatan, dapat dipahami bahwa

dalam melakukan pengamatan diperlukannya alat indera.

Terganggunya pancaindera pada siswa membuat siswa sulit

melakukan pengamatan yang diperlukan dalam belajar. Hal ini

dapat berdampak pada rendahnya motivasi belajar yang dimiliki

siswa, karena merasa berbeda dari teman-temannya yang lain.

Perhatian Abu (2003) menjelaskan perhatian adalah

aktifnya jiwa kepada suatu fokus tertentu baik yang berasal dari

dalam maupun diluar dirinya. Kurangnya perhatian siswa dalam

belajar mengindikasikan rendahnya motivasi belajar yang dimiliki

siswa tersebut.

5. Kondisi Diri Sendiri

Page 35: Masalah Belajar

Cita-cita dan kepercayaan diri mempengaruhi rendahnya

motivasi belajar. Tanpa cita cita, tak akan ada mimpi yang ingin

diwujudkan. Cita-cita adalah target yang harus dicapai dan arah

yang harus dituju. Untuk apa belajar jika tak ada cita yang

didamba. Itulah yang sering dialami sebagian orang sehingga

motivasi belajarnya menjadi rendah. Orang yang merasa dirinya

tidak pintar, telat mikir, dan sejenisnya akan segan ketika harus

belajar. Mereka tidak percaya diri dengan potensi yang dimiliki.

Apalagi ketika mereka membanding-bandingkan dengan

kemampuan teman-temannya yang dianggap lebih pintar. Perasaan

minder itu akan semakin berkembang dan membuat mereka

semakin malas belajar akhirnya motivasi belajar menjadi rendah.

c) Cara Mengatasi Motivasi Belajar Rendah

1. Cara mengatasi motivasi belajar rendah yang dapat dilakukan oleh

orang tua.

Orang tua selaku motivator belajar siswa di rumah dituntut untuk

senantiasa memberikan motivasi pada anaknya. Menurut Sri (2005:

23) menyatakan : Motivasi positif yang dapat diberikan orang tua

di rumah adalah :

1) Memotivasi yang menyenangkan

2) Menunjang fasilitas belajar

3) Membiarkan anak beraktifitas belajar karena kesadaran

sendiri dan bukan karena terpaksa

4) Membentuk motivasi berupa bimbingan, nasehat,

menunjukkan contoh aktivitas-aktivitas orang sukses,

pemberian fasilitas belajar, dan melengkapi buku

5) Memberikan penghargaan berupa pujian apabila anak

mendapat nilai tinggi, memberikan suasana keluarga yang

harmonis, dan menyenangkan

Page 36: Masalah Belajar

6) Memberikan dukungan berupa meluangkan waktu untuk

membaca buku psikologi pendidikan dan membesarkan

anak secara baik.

2. Cara mengatasi motivasi belajar rendah yang dapat dilakukan oleh

guru. Ada beberapa bentuk dan cara untuk mengatasi motivasi

belajar rendah dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu :

1) Memberikan penghargaan

Hamzah (2008) berpendapat bahwa penghargaan dapat

diberikan secara verbal. Pernyataan verbal diberikan atas hasil

belajar siswa yang bagus. Pernyataan tersebut seperti “Bagus

sekali”, Hebat” dan lainnya. Disamping menyenangkan siswa,

pernyataan verbal semacam ini juga mengandung makna

adanya terjalin interaksi yang baik antara guru dan siswanya.

Sementara itu, menurut Sardiman (2012) penghargaan

dapat diberikan pada siswa dalam bentuk angka. Angka

maksudnya dalam hal ini merupakan simbol dari keberhasilan

belajar siswa. Banyak siswa yang belajar justru karena ingin

mendapatkan nilai yang baik. Angka-angka yang baik bagi para

siswa dapat menjadi motivasi yang sangat kuat.

2) Saingan

Sardiman (2012) menyatakan bahwa saingan bisa dijadikan

alat untuk memotivasi siswa dalam belajar. Persaingan tersebut

dapat berupa persaingan individual maupun persaingan

kelompok, keduanya dapat meningkatkan prestasi belajar

siswa.

Sehubungan dengan pendapat di atas, Hamzah (2008)

mengemukakan bahwa persaingan individual atau persaingan

dengan diri sendiri dapat dilakukan dengan memberi tugas

yang harus dikerjakannya sendiri. Sedangkan persaingan

kelompok, dapat dilakukan dengan membuat suasana

Page 37: Masalah Belajar

persaingan yang sehat diantara para siswa. Suasana yang dapat

memberikan kesempatan kepada siswa untuk membandingkan

kemampuannya dengan kemampuan temannya.

3) Ego-involment

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan

pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga

bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri adalah

sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting.

Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk

mencapai prestasi yang baik dan menjaga harga dirinya.

4) Hasrat untuk belajar

Hasrat untuk belajar berarti ada unsur kesengajaan dan ada

maksud untuk belajar. Hamzah (2008) menjelaskan bahwa

dalam meningkatkan motif belajar siswa dapat dilakukan

dengan menimbulkan rasa ingin tahu, memunculkan sesuatu

yang tak diduga oleh siswa, menjadikan tahap dini dalam

belajar mudah bagi siswa, menuntut siswa untuk menggunakan

hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan menggunakan

simulasi dan permainan yang berkaitan dengan pelajaran. Guru

sebaiknya menjelaskan manfaat dan tujuan dari pembelajaran

yang diberikan agar betul- betul dirasakan oleh peserta didik

hingga meningkatkan motivasi belajar siswa. Pemilihan bahan

pembelajaran dan penyajian data yang benar- benar

dibutuhkan oleh peserta didik dan bervariasi serta sesuai

dengan kemampuan peserta didik dan banyak memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk ikut andil atau

berpartisipasi dalam kelas tersebut akan menarik minat siswa

dan minat merupakan salah satu bentuk dari motivasi. Peserta

didik akan lebih merasa lebih semangat daripada hanya

sekedar mendengar saja (monoton).

5) Memberi tahu hasil

Page 38: Masalah Belajar

Sardiman (2012) mengemukakan jika siswa mengetahui

hasil pekerjaannya, apalagi yang berhubungan dengan

kemajuan belajarnya, maka hal tersebut akan mendorong siswa

untuk lebih giat belajar. Sejalan dengan itu Hamzah (2008)

menjelaskan bahwa memberitahukan hasil kerja siswa yang

telah dicapai dapat dilakukan dengan selalu memberitahukan

nilai dari setiap tugas. Dengan begitu, siswa dapat termotivasi

untuk mempertahankan nilainya yang sudah baik ataupun

termotivasi untuk memperbaiki lagi nilainya yang masih

kurang memuaskan.

6) Memberikan contoh yang positif

Untuk menggiatkan siswa dalam belajar, guru tidak hanya

memberi tugas, tetapi juga melakukan kontrol selama siswa

mengerjakan tugas tersebut.

7) Cara mengatasi motivasi belajar rendah yang dapat dilakukan

oleh guru pembimbing

Sri (2005: 22) menyatakan :Motivasi belajar oleh guru

pembimbing kepada siswa bimbingannya meliputi : standar

ketuntasan belajar, cara belajar yang tepat, kelengkapan buku

pelajaran, cara membagi waktu, cara konsentrasi belajar, teknik

menyelesaikan masalah pribadi dan sosial, menunjukkan cara

aktivitas belajar orang-orang yang sukses, keuntungan-

keuntungan yang akan didapat bagi mereka yang memiliki

prestasi belajar tinggi, menunjukkan cara mengenali bakat diri,

mengarahkan cara memilih pola karier akademik dan pekerjaan

yang tepat.

Itulah gambaran singkat mengenai cara mengatasi motivasi

belajar rendah yang dapat dilakukan guru pembimbing dalam

meningkatkan motivasi belajar siswa.

Page 39: Masalah Belajar

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Masalah belajar adalah suatu kondisi tertentu yang dialami oleh

siswa dan menghambat kelancaran proses yang dilakukan individu untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan”. Kondisi tertentu itu dapat berkenaan dengan keadaan

dirinya yaitu berupa kelemahan-kelemahan dan dapat juga berkenaan

dengan lingkungan yang tidak menguntungkan bagi dirinya.

Ciri-ciri siswa yang memiliki masalah belajar siswa dapat dilihat dari

beberapa hal, yaitu keterampilan akademik, keterampilan dalam belajar,

sangat lambat dalam belajar, kurang motivasi dalam belajar, dan

berkebiasaan buruk dalam belajar.

Faktor yang menyebabkan timbulnya masalah dalam belajar

meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor

yang berasal dari dalam diri siswa, meliputi faktor psikologis dan

fisiologis. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar

diri siswa, meliputi faktor sosial yang meliputi lingkungan orang tua,

sekolah , serta masyarakat dan faktor non sosial yang meliputi sarana,

kurikulum, serta media pendidikan.

Jenis-jenis masalah belajar dalam pembelajarn matematika dapat

dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu phobia matematika

(Mathophobia / Math Anxiety), budaya mencontek, dan motivasi belajar

rendah.

Page 40: Masalah Belajar

3.2 Daftar Pustaka

Antyarubika. “Phobia Matematika”. 24 Maret 2016.

http://antyarubika.blogspot.co.id/2014/04/makalah-psikologi-

pendidikan.html

Djaali. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Ester. (2000) Phobia matematika. Skripsi IKIP Malang

Muhmasruri. “Phobia Matematika”. 24 Maret 2016.

http://muhmasruri-burhan-unnes.blogspot.co.id/2014/01/kiat-kiat-

mengatasi-phobia-dalam.html

Abdullah, Anisah. 2012. Kebiasaan Mencontek.

http://aceh.tribunnews.com.

Alhadza, Abdullah. 2004. Makalah mencontek (Cheating) di Dunia

Pendidikan. http : //www.depdiknas.go.id/Jurnal

Megawangi, Ratna. 2005. Indonesia Merdeka Manusia Indonesia

Merdeka?. http://www.suarapembaruan.com

Poedjinoegroho, Baskoro. 2006. Biasa Mencontek Melahirkan Koruptor.

http://ilman05.blogspot.com.

Rakasiwi, Agus. 2007. Nyontek, Masuk Katagori “Kriminogen”.

http://www.pikiran-rakyat.com.

Sujinalarifin. 2009. Mencontek, Penyebab dan Penanggulangannya.

http://sujinalarifin.wordpress.com/2009.

Page 41: Masalah Belajar

Vegawati, Dian., Oki, Dwita.,P.S., Noviani, Dewi, Rina. 2004. Perilaku

Mencontek di Kalangan Mahasiswa. http://www.pikiran-

rakyat.com.

Widiawan, Kriswanto. 1995. Mencontek Jadi Budaya Baru.

http://www1.bpkpenabur.or.id/kwiyata.

Usman, Basyyiruddin-Asnawir, Media Pendidikan, Jakarta : Ciputat Pers,

Juni 2002.

Wijaya, Cece. Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran.

Bandung : Remadja Karya CV, 1988.

Sofah, Rahmi. 2005. Bahan Ajar Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran.

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas