luka bakar

31
REFRAT BEDAH PLASTIK LUKA BAKAR OLEH : Charismatika Syintia D G99131027 Luqma Prinata W G99131050 Paramita Riski S G99131062 Biltinova Arum M G99141059 Pembimbing : dr. Dewi Haryanti K, SpBP-RE

Upload: agung-saja

Post on 14-Apr-2016

15 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat luka bakar

TRANSCRIPT

Page 1: LUKA BAKAR

REFRAT BEDAH PLASTIK

LUKA BAKAR

OLEH :

Charismatika Syintia D G99131027

Luqma Prinata W G99131050

Paramita Riski S G99131062

Biltinova Arum M G99141059

Pembimbing :

dr. Dewi Haryanti K, SpBP-RE

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

Page 2: LUKA BAKAR

I. DEFINISI

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang

menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan, serta merupakan

suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir

yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Smeltzer,

2001)

Jenis luka bakar dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan

yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat

keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar

dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal

yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari

akhir sistem persarafan. Seorang korban luka bakar dapat mengalami

berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi shock,

infeksi, ketidak seimbangan elektrolit (inbalance elektrolit) dan masalah

distress pernapasan. Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar

dapat juga menyebabkan distress emosional (trauma) dan psikologis yang

berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka.

II. ETIOLOGI

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung

maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi

pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari,

listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara

garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

Paparan api

o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api

terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.

Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai

tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,

Page 3: LUKA BAKAR

sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan

menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.

o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan

benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area

tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka

bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan

masak.

Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan

dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan

ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat

dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka

umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan

oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya

melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan

garis yang menandai permukaan cairan.

Uap panas

Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan

radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas

panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.

Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke

saluran napas distal di paru.

Gas panas

Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian

atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.

Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan

tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang

menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan

luka bakar tambahan.

Zat kimia (asam atau basa)

Page 4: LUKA BAKAR

Radiasi

Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.

III. PATOFISIOLOGI

1. Fase Awal/ Akut/ shock 

a. Cedera Inhalasi 

Mekanisme trauma dibagi tiga, yaitu inhalasi Carbon

Monoksida (CO). CO merupakan gas yang dapat merusak

oksigenasi jaringan, dalam darah berikatan dengan Hb dan

memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan menghalangi penggunaan

oksigen. Yang kedua adalah trauma panas langsung mengenai saluran

nafas. Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai

bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi

penutupan plica dan penghentian spasme laryng. Edema

mukosa akan timbul pada saluran nafas bagian atas yang

menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. Komplikasi

trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak. Dan yang

terakhir adalah efek samping sisa pembakaran, gas karosen dan

aldehid akan mengiritasi mukosa membran karena merupkan toksik

yang iritan.

b. Cedera Termis  

Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan &

elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler

dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok

hipovolemi. Kejadian ini akan menimbulkan:

Paru

Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah,

akan menimbulkan gangguan difusi oksigen  Acquired Respiratory

Distress Syndrome (ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera

termis

Hepar

SGOT, SGPT meningkat

Page 5: LUKA BAKAR

Ginjal  

ARF (Acute Renal Failure)

Lambung

Stres Ulcer

Usus

Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi sepsis yang

menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah peritonitis. 

2. Fase Sub-Akut

Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan:

a. Proses inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein

b. Terjadi reaksi inflamasi local yang kemudian berkembang menjadi

reaksi sistemik dengan dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan

proses imunologik, yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein

complex, burn toxin) yang menginduksi respon inflamasi sistemik

(SIRS).

c. Infeksi yang menimbulkan sepsis.

d. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas (evaporate heat

loss) yang menyebabkan gangguan proses metabolisme.

3. Fase Lanjut

Terjadi setelah penutupan luka  sampai terjadi maturasi. Masalah

yang timbul adalah jaringan parut (hipertrofik), kontraktur dan

deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ struktural.

(Halar EM, 1993; Irain K. 1995)

IV. DERAJAT LUKA BAKAR

A. Derajat Kedalaman

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada

derajat panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh

penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih

praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:

1. Luka bakar derajat I :

Page 6: LUKA BAKAR

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial),

kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri

karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi

secara spontan tanpa pengobatan khusus.

2. Luka bakar derajat II

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa

reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri

karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

Dibedakan atas 2 (dua) bagian :

a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas

dari corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut,

kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-

benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu

10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.

b. Derajat II dalam / deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan

sisa – sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit

seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal

sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut

hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari

satu bulan.

3. Luka bakar derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih

dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ

kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak

dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih

pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada

epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai

rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak.

Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.

Page 7: LUKA BAKAR

B. Luas Luka Bakar

Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan

dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.

Kepala dan leher : 9 %

Lengan : 18 %

Badan Depan : 18 %

Badan Belakang : 18 %

Tungkai : 36 %

Genitalia/perineum : 1 %

Total : 100 %

Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas

telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada

anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower,

yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.

(R Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. 2007)

C. Kriteria Berat Ringannya (American Burn Association)

1. Luka Bakar Ringan.

- Luka bakar derajat II <15 %

- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 2 %

2. Luka bakar sedang

- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa

- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak

- Luka bakar derajat III < 10 %

3. Luka bakar berat

- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa

- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.

- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih

Page 8: LUKA BAKAR

- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan

genitalia/perineum.

- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

V. PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera

mungkin, pencegahan infeksi mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma

mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan

pembentukan jaringan parut.

Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah

menjauhkan korban dan sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit

yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air

mengalir. Proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi

berlangsung terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap

meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah

yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama.

Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit

pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka bakar

> 10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest

(Arif Mansjoer dkk., 2000).

Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :

1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas, pernapasan

dan sirkulasi, yaitu:

Periksa jalan napas

Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan

pembersihan jalan napas (suction, dsb), bila perlu lakukan

trakeostomi atau intubasi

Berikan oksigen

Pasang iv line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk

mengatasi syok

Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis

Page 9: LUKA BAKAR

Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada

ileus paralitik

Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous

pressurel/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar

ektensif (> 40%)

2. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistimatis untuk

menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar.

Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk

resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka

bakar derajat 2 atau 3 dengan luas > 25 %, atau pasien tidak dapat

minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat

menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk

menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu:

a. Cara Evans

Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama:

o Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1)

o Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc larutan koloid (2)

o 2.000 cc glukosa 5% (3)

Separuh dari jumlah (1), (2), dan (3) diberikan dalam 8 jam

pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari

kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari

ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Sebagai

monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.

b. Cara Baxter

Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai.

Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus

= % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari jumlah cairan ini

diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam.

Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer

laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan

setengah darijumlah pemberian hari pertama.

Page 10: LUKA BAKAR

3. Berikan analgetik.

• Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg

• Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi

bolus

• Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka

dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien

menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung

larutan antiseptik. Antiseptik lokal yang dapat dipakai yaitu

Betadine® atau nitras argenti 0,5%.

5. Berikan antibiotik topikal pasca pencucian luka dengan tujuan untuk

mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Bentuk krim

lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat

digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver

sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat.

Kompres nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai

bakteriostatik untuk semua kuman. Obat lain yang banyak dipakai

adalah silversulfadiazin dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat

berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang

cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi,

dan aman.

6. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril.

7. Berikan serum anti-tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang

dewasa dan separuhnya pada anak-anak.

Indikasi Rawat Inap :

a. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada

anak atau > 15% pada orang dewasa.

c. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.

d. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti

pada wajah, mata, tangan, kaki, atau perineum.

Page 11: LUKA BAKAR

Perawatan :

a. Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan

keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu

sebanyak 2.500 - 3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.

b. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup.

c. Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului

hidroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya.

Bila kondisi luka sangat kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau

eksudat, pemberian dapat diulang sampai dengan 2 - 3 kali sehari.

d. Rehabilitasi termasuk latihan pernapasan dan pergerakan otot dan

sendi.

e. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan bisa

dicapai secepatnya dengan:

Perawatan luka bakar yang baik

Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat 3 atau 2 dalam.

Kalau memungkinkan buang kulit yang non vital dan

menambalnya secepat mungkin

f. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau

bidai dalam posisi baik.

g. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi

yang akan mengganggu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh per

sekundam dalam 3 minggu atau lebih selalu ada kemungkinan timbul

parut hipertrofi dan kemungkinan kontraktur pada waktu proses

maturasi. Sebaiknya dipasang perban ½ menekan, bidai yang sesuai

dan anjuran untuk mengurangi edema dengan elevasi daerah yang

bersangkutan.

h. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.

Infeksi dapat memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit

Page 12: LUKA BAKAR

penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida

yang efektif terhadap pseudomonas.

i. Suplementasi vitamin yamg dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000

unit per minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferosus 500 mg (Arif

Mansjoer dkk., 2000).

VI. PENATALAKSANAAN BEDAH

a. Teknik Eksisi

Ada 2 teknik eksisi luka bakar yang sering digunakan yaitu

eksisi tangensial dan eksisi fascial. Eksisi tangensial adalah dengan

pengambilan lapisan eskar dan jaringan nekrotik sampai jaringan yang

viable, berdarah, yang dapat mendukung untuk sebuah skin graft. Eksisi

tangensial dilakukan dengan menggunakan pisau Watson atau Goulian

(Weck). Pisau Watson dapat diatur kedalaman eksisinya, sedangkan

pisau Goulian melindungi daerah sesuai dengan kedalaman eksisi yang

diinginkan. Namun kedalaman eksisi yang akan dilakukan tetap

tergantung kepada operatornya. Eksisi tangensial mempunyai 2

kerugian yaitu ketika eksisi dilakukan pada permukaan yang luas sangat

mungkin terjadi kehilangan darah yang cukup banyak dan mungkin

sulit untuk menentukan secara tepat viabilitas jaringan.

Eksisi fascial adalah eksisi jaringan yang terbakar dan jaringan

subkutan di bawah fascia otot. Eksisi fascial dapat dilakukan dengan

elektrocauter, yang dapat membuat eksisi lebih hemostatis. Dengan

mengetahui susunan anatomi jaringan yang dieksisi, maka akan mudah

untuk mengetahui adanya perdarahan dan melakukan ligasi untuk

pembuluh darah yang lebih besar. Eksisi fascial sangat mungkin untuk

mengeksisi/mengambil jaringan sub kutan yang sebenarnya masih

viabel. Eksisi fascial juga dapat menyebabkan deformitas yang

mempunyai kontur yang tidak rata dan lymphedema pada ekstremitas

yang dieksisi.

Page 13: LUKA BAKAR

Alat yang lebih baru untuk eksisi luka bakar adalah dengan

water jet-powered VersaJet (Smith and Nephew, Largo, Florida). Alat

ini relative lebih lancar dan akurat dalam eksisi eskar dan sangat

bermanfaat pada eksisi permukaan yang cekung seperti pada tangan

atau pada kaki, kelopak mata, telinga, dan hidung.

Apapun teknik eksisi yang digunakan, eksisi pada ekstremitas

sebaiknya dilakukan dalam control tourniket untuk meminimalkan

kehilangan darah. Resiko terjadinya kehilangan darah dapat diatasi

dengan pemberian transfuse darah. Selain itu, hal yang harus

diperhatikan adalah suhu ruang operasi. Suhu ruang operasi sebisa

mungkin hangat untuk mencegah terjadinya hipotermi.

Hemostasis yang cukup sangat penting untuk mencegah

terbentuknya hematom. Telfa pads (Kendall Mansfield, MA) yang

direndam dalam solusi epinefrin (1:10.000) dilakukan untuk menjaga

hemostasis dan kadang dikombinasikan dengan tekanan setempat, dan

kauterisasi ketika dibutuhkan. Penggunaan tissue sealant seperti Tisseel

Fibrin Sealant (Baxter Deerfield, IL) lebih sering digunakan untuk

membantu menjaga hemostasis dan fiksasi graft.

b. Aspek Teknis Dari Skin Grafting

Proses engrafment sangat penting dalam revascularisasi dari

graft. Pada awalnya graft tidak memiliki hubungan vaskuler dengan

respien dan dapat bertahan dengan proses fusi dengan nutrient dari

bagian yang terluka, proses ini dikenal sebagai inhibisi plasma.

Biasanya, proses dari revaskularisasi dimulai dari 48 jam setelah graft

placement. Proses revaskularisasi terjadi oleh kombinasi dari

neovaskularisasi dalam pertumbuhan pembuluh darah host pada graft

dan inosculation, anastomosis biologis langsung dari potongan akhir

pembuluh resipien di daerah luka dengan graft itu sendiri.

Skin grafts dapat diklasifikasikan menurut ketebalannya terdiri

dari split thickness dan full thickness, tergantung dari seluruh bagian

besar dermis atau hanya sebagian kecil saja dari dermis. Split thickness

Page 14: LUKA BAKAR

grafts lebih lanjut diklasifikasikan ke dalam thin, intermediate, dan

thick, tergantung dari luasnya bagian dermis. Skin grafts yang lebih

tipis, maka lebih besar kontraksi yang terjadi pada resipien site, tapi

meninggalkan jumlah deficit yang lebih besar pada donor site, yang

dapat menyebabkan penyembuhan yang lebih lama dan meningkatkan

resiko dari hypertrophic scarring.

Skin grafts dapat dilakukan meshed atau unmeshed (sheet

grafts). Dari sudut estetika, sheet grafts selalu diatas dari meshed grafts.

Sangat baik untuk melakukan sheet grafting pada daerah muka, tangan,

dan lengan bawah karena bagian tersebut adalah bagian yang sering

diperhatikan. Dalam luka bakar yang luas, terdapat inadekuat kulit yang

tersedia untuk dilakukan sheet grafting pada daerah yang terbakar dan

skin grafts harus dilakukan pemotongan. Skin grafts dapat dipotong

dengan perbandingan 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 dan 6:1. Tapi, untuk tujuan

praktis dan kosmetik, potongan 2:1 yang paling sering digunakan.

Skin grafts dapat memperbaiki daerah luka dengan

menggunakan beberapa variasi teknik. Staples adalah yang paling

sering digunakan dan mungkin jalan yang paling cepat dan efisien

untuk menyelamatkan grafts ketika luasnya area dari tubuh yang akan

ditutupi. Penelitian pusat pada luka bakar memberikan hasil yang

terbaik pada pemakaian Hypafix, khususnya untuk fiksasi dari lapisan

grafts. Hypafix elastic, adhesive, dapat dengan mudah digunakan

dengan mastisol. Perekat fibrin dan perekat-perekat jaringn yang lain

dapat digunakan untuk memperbaiki skin grafts pada daerah luka.

Ada beberapa pilihan untuk membalut luka skin graft.

Keputusan dibuat menurut macam dari graft (meshed atau unmeshed)

dan lokasi dari graft

Beberapa macam penutup luka dapat digunakan untuk meshed

skin grafts. Pembalutan luka basah, terdiri dari solution antimicrobial

(sulfamylon) member kesan lembab pada keadaan sekitarnya untuk

mempercepat epitelisasi. Greasy gauze dan Anticoat juga digunakan

Page 15: LUKA BAKAR

untuk penutupan luka setelah meshed grafts. Anticoat merupakan jenis

antimicrobial penutup luka baru yang terdiri dari polyethylene mesh

yang dipenuhi dengan elemental perak. Perak membuat aktivitas

antimikrobiologi dengan mengganggu respirasi selular bakteri. Greasy

gauze dan anticoat keduanya mampu membuat suasana lembab yang

memacu penutupan celah pada graft.

c. Penanganan Sirkulasi

Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan

permeabilitaskapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma

protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interfisial

mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema

interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik tergangu

sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan

perfusi / sel / jaringan / organ. Pada luka bakar yang berat dengan

perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi

penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi

hipovolemik.

Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul

ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke

jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul

harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan

organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki

korelasi dengan angka kematian.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok

dengan metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen

cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat,

menunjukkan perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan

diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan

koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki

nilai prognostic terhadap angka mortalitas. Pada penanganan perbaikan

sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula berikut :

Page 16: LUKA BAKAR

Evans Formula

Brooke Formula

Parkland Formula

Modifikasi Formula

Monafo Formula

d. Resusitasi Cairan

BAXTER formula

Hari Pertama :

Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per

24 jam

Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3; 2 cc x berat badan x %

luas luka ditambah kebutuhan faali.

Kebutuhan faali :

< 1 Tahun : berat badan x 100 cc

1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc

3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc

½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

½ diberikan 16 jam berikutnya

Hari kedua :

Dewasa : ½ hari I

Anak : diberi sesuai kebutuhan faali

Menurut EVANS - Cairan yang dibutuhkan :

1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc

2. Plasma= luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc

3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc

Hari I --- 8 jam X ½

--- 16 jam X ½

Hari II --- ½ hari I

Hari ke III --- hari ke II

e. Penanganan Pernafasan

Page 17: LUKA BAKAR

Trauma inhalasi merupakan foktor yang secara nyata memiliki

kolerasi dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi

terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi.

Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar

mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa

jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang

terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas

karena edema laring.

Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat

panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar

seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan

dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial. Keracunan

asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi

yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas

toksik seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida,

akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia

ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas.

Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal

bronchitis dan edem.

Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan

terjadinya hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas

yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan

210 – 240 kali lebih kuat dibanding kemampuan O2. Jadi CO akan

memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan.

Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka

bakar mengalami hal sebagai berikut:

1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.

2. Sputum tercampur arang.

3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau

tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.

Page 18: LUKA BAKAR

5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak,

malas bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada

mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.

6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi

atau ronkhi.

7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara

Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya

trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa

distress pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita

dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.

VII. KOMPLIKASI

1. Syok karena kehilangan cairan.

2. Sepsis / toksis.

3. Gagal Ginjal mendadak

4. Pneumonia

VIII. PROGNOSIS

Faktor yang berperan dalam menentukan prognosis luka bakar :

1. Faktor pasien

a. Kondisi umum

b. Faktor premorbid

1) Kelainan kardiovaskuler

2) Kelainan neurologik

3) Kelainan paru

4) Kelainan metabolisme

5) Kelainan ginjal

6) Kelainan psikiatrik

2. Faktor trauma

a. Jenis luka bakar, berhubungan dengan jenis penyebab. Pertama

luka listrik dan petir, kedua oleh karena zat kimia (asam, basa),

Page 19: LUKA BAKAR

ketiga karena api, keempat karena minyak tanah, kelima karena

air panas. Pada luka bakar karena aliran listrik, akan terjadi

penjalaran di sepanjang tubuh dan terjadi kerusakan sepanjang

tunikan intiima pembuluh darah yang menyebabkan gangguan

sirkulasi dan kerusakan bersifat progresif.

b. Luas luka bakar, semakin luas, semakin buruk prognosisnya.

c. Kedalaman luka bakar, semakin dalam luka bakar, semakin

buruk prognosisnya.

d. Lokasi, daerah muka dan leher dengan edema yang prominen

mungkin disertai dengan truma inhalasi dan edema larynx.

Pada perineum dan anus memiliki sukseptibilitas

terkontaminasikuman patogen seperti Pseudomonas sp, E. Coli.

Pada tangan berhubungan dengan proses penyembuhan.

e. Trauma penyerta, ledakan atau blast injury menyebabkan

kerusakan alat dala, di rongga thorax menyebabkan kontusio

paru yang berkembang menjadi ARDS, atau cedera hepar

maupun alat dalam lain di peritoneum.

f. Respon individu terhadap truma, berhubungan denggan daya

tahan tubuh, status imunologik dan gizi berperan dalam respon

individu.

3. Faktor penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan pra rumah sakit (prehospital treatment)

b. Penatalaksanaan rumah sakit (inhospital treatment). (

Moenadjat Y, 2001)

Page 20: LUKA BAKAR

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK UI : Jakarta.

Halar EM, Bell KR. 1993. Contracture and other deletrious. In : DeLisa JA. Rehabilitation medicine, principles and practices. Second ed. Philadelphia, Lippincott Co: 681-689.

Irain K. 1995. Burns. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia. JB. Lippincott Co : 95-7,102-3.

Moenadjat Y. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal dan Penatalaksanaannya. Ramlim, Umbas R, Panigoro SS, Kedaruratan Non-Bedah dan Bedah, Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001

R Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.

Sulistia G. Ganiswara, 2005, Farmakologi dan Terapi, Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.

Smeltzer. 2002 . Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. ECG : Jakarta