luka bakar
DESCRIPTION
referat luka bakarTRANSCRIPT
REFRAT BEDAH PLASTIK
LUKA BAKAR
OLEH :
Charismatika Syintia D G99131027
Luqma Prinata W G99131050
Paramita Riski S G99131062
Biltinova Arum M G99141059
Pembimbing :
dr. Dewi Haryanti K, SpBP-RE
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
I. DEFINISI
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan oleh energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang
menghasilkan efek baik memanaskan atau mendinginkan, serta merupakan
suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus listrik, bahan kimia dan petir
yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam (Smeltzer,
2001)
Jenis luka bakar dapat beraneka ragam dan memiliki penanganan
yang berbeda tergantung jenis jaringan yang terkena luka bakar, tingkat
keparahan, dan komplikasi yang terjadi akibat luka tersebut. Luka bakar
dapat merusak jaringan otot, tulang, pembuluh darah dan jaringan epidermal
yang mengakibatkan kerusakan yang berada di tempat yang lebih dalam dari
akhir sistem persarafan. Seorang korban luka bakar dapat mengalami
berbagai macam komplikasi yang fatal termasuk diantaranya kondisi shock,
infeksi, ketidak seimbangan elektrolit (inbalance elektrolit) dan masalah
distress pernapasan. Selain komplikasi yang berbentuk fisik, luka bakar
dapat juga menyebabkan distress emosional (trauma) dan psikologis yang
berat dikarenakan cacat akibat luka bakar dan bekas luka.
II. ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi
pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari,
listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara
garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:
Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.
Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai
tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk terbakar,
sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau menyala dan
menimbulkan cedera tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area
tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka
bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan
masak.
Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka
umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan
oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan
garis yang menandai permukaan cairan.
Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
Zat kimia (asam atau basa)
Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
III. PATOFISIOLOGI
1. Fase Awal/ Akut/ shock
a. Cedera Inhalasi
Mekanisme trauma dibagi tiga, yaitu inhalasi Carbon
Monoksida (CO). CO merupakan gas yang dapat merusak
oksigenasi jaringan, dalam darah berikatan dengan Hb dan
memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan menghalangi penggunaan
oksigen. Yang kedua adalah trauma panas langsung mengenai saluran
nafas. Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai
bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi
penutupan plica dan penghentian spasme laryng. Edema
mukosa akan timbul pada saluran nafas bagian atas yang
menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. Komplikasi
trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak. Dan yang
terakhir adalah efek samping sisa pembakaran, gas karosen dan
aldehid akan mengiritasi mukosa membran karena merupkan toksik
yang iritan.
b. Cedera Termis
Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan &
elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler
dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok
hipovolemi. Kejadian ini akan menimbulkan:
Paru
Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah,
akan menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory
Distress Syndrome (ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera
termis
Hepar
SGOT, SGPT meningkat
Ginjal
ARF (Acute Renal Failure)
Lambung
Stres Ulcer
Usus
Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi sepsis yang
menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah peritonitis.
2. Fase Sub-Akut
Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan:
a. Proses inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein
b. Terjadi reaksi inflamasi local yang kemudian berkembang menjadi
reaksi sistemik dengan dilepasnya zat-zat yang berhubungan dengan
proses imunologik, yaitu kompleks lipoprotein (lipid protein
complex, burn toxin) yang menginduksi respon inflamasi sistemik
(SIRS).
c. Infeksi yang menimbulkan sepsis.
d. Proses penguapan cairan tubuh disertai panas (evaporate heat
loss) yang menyebabkan gangguan proses metabolisme.
3. Fase Lanjut
Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah
yang timbul adalah jaringan parut (hipertrofik), kontraktur dan
deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ struktural.
(Halar EM, 1993; Irain K. 1995)
IV. DERAJAT LUKA BAKAR
A. Derajat Kedalaman
Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada
derajat panas, sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh
penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih
praktis hanya dibagi 3 tingkat/derajat, yaitu sebagai berikut:
1. Luka bakar derajat I :
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial),
kulit hipermik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi
secara spontan tanpa pengobatan khusus.
2. Luka bakar derajat II
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa
reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri
karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian :
a. Derajat II dangkal/superficial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas
dari corium/dermis. Organ – organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-
benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu
10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.
b. Derajat II dalam / deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan
sisa – sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea tinggal
sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut
hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari
satu bulan.
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih
dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ
kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak
dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih
pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada
epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai
rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan.
B. Luas Luka Bakar
Wallace membagi tubuh atas bagian – nagian 9 % atau kelipatan
dari 9 terkenal dengan nama Rule of Nine atau Rule of Wallace.
Kepala dan leher : 9 %
Lengan : 18 %
Badan Depan : 18 %
Badan Belakang : 18 %
Tungkai : 36 %
Genitalia/perineum : 1 %
Total : 100 %
Dalam perhitungan agar lebih mempermudah dapat dipakai luas
telapak tangan penderita adalah 1 % dari luas permukaan tubuhnya. Pada
anak –anak dipakai modifikasi Rule of Nine menurut Lund and Brower,
yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun dan 1 tahun.
(R Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. 2007)
C. Kriteria Berat Ringannya (American Burn Association)
1. Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
2. Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
3. Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
- Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
V. PENATALAKSANAAN
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera
mungkin, pencegahan infeksi mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma
mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan
pembentukan jaringan parut.
Pada saat kejadian, hal pertama yang harus dilakukan adalah
menjauhkan korban dan sumber trauma. Padamkan api dan siram kulit
yang panas dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air
mengalir. Proses koagulasi protein sel dijaringan yang terpajan suhu tinggi
berlangsung terus walau api telah dipadamkan, sehingga destruksi tetap
meluas. Proses tersebut dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah
yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama.
Oleh karena itu, merendam bagian yang terbakar selama lima belas menit
pertama sangat bermanfaat. Tindakan ini tidak dianjurkan pada luka bakar
> 10%, karena akan terjadi hipotermia yang menyebabkan cardiac arrest
(Arif Mansjoer dkk., 2000).
Tindakan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Lakukan resusitasi dengan memperhatikan jalan napas, pernapasan
dan sirkulasi, yaitu:
Periksa jalan napas
Bila dijumpai obstruksi jalan napas, buka jalan napas dengan
pembersihan jalan napas (suction, dsb), bila perlu lakukan
trakeostomi atau intubasi
Berikan oksigen
Pasang iv line untuk resusitasi cairan, berikan cairan RL untuk
mengatasi syok
Pasang kateter buli-buli untuk pemantauan diuresis
Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung selama ada
ileus paralitik
Pasang pemantau tekanan vena sentral (central venous
pressurel/CVP) untuk pemantauan sirkulasi darah, pada luka bakar
ektensif (> 40%)
2. Periksa cedera yang terjadi di seluruh tubuh secara sistimatis untuk
menentukan adanya cedera inhalasi, luas dan derajat luka bakar.
Dengan demikian jumlah dan jenis cairan yang diperlukan untuk
resusitasi dapat ditentukan. Terapi cairan diindikasikan pada luka
bakar derajat 2 atau 3 dengan luas > 25 %, atau pasien tidak dapat
minum. Terapi cairan dihentikan bila masukan oral dapat
menggantikan parenteral. Dua cara yang lazim digunakan untuk
menghitung kebutuhan cairan pada penderita luka bakar, yaitu:
a. Cara Evans
Untuk menghitung kebutuhan cairan pada hari pertama:
o Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc NaCl (1)
o Berat badan (kg) x % luka bakar x 1 cc larutan koloid (2)
o 2.000 cc glukosa 5% (3)
Separuh dari jumlah (1), (2), dan (3) diberikan dalam 8 jam
pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari
kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua. Sebagai
monitoring pemberian cairan lakukan penghitungan diuresis.
b. Cara Baxter
Merupakan cara lain yang lebih sederhana dan banyak dipakai.
Jumlah kebutuhan cairan pada hari pertama dihitung dengan rumus
= % luka bakar x BB (kg) x 4 cc. Separuh dari jumlah cairan ini
diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Hari pertama terutama diberikan elektrolit yaitu larutan Ringer
laktat karena terjadi hiponatremi. Untuk hari kedua diberikan
setengah darijumlah pemberian hari pertama.
3. Berikan analgetik.
• Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg
• Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi
bolus
• Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg
4. Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka
dilakukan dengan melakukan debridement dan memandikan pasien
menggunakan cairan steril dalam bak khusus yang mengandung
larutan antiseptik. Antiseptik lokal yang dapat dipakai yaitu
Betadine® atau nitras argenti 0,5%.
5. Berikan antibiotik topikal pasca pencucian luka dengan tujuan untuk
mencegah dan mengatasi infeksi yang terjadi pada luka. Bentuk krim
lebih bermanfaat daripada bentuk salep atau ointment. Yang dapat
digunakan adalah silver nitrate 0,5%, mafenide acetate 10%, silver
sulfadiazin 1%, atau gentamisin sulfat.
Kompres nitras argenti yang selalu dibasahi tiap 2 jam efektif sebagai
bakteriostatik untuk semua kuman. Obat lain yang banyak dipakai
adalah silversulfadiazin dalam bentuk krim 1%. Krim ini sangat
berguna karena bersifat bakteriostatik, mempunyai daya tembus yang
cukup, efektif terhadap semua kuman, tidak menimbulkan resistensi,
dan aman.
6. Balut luka dengan menggunakan kassa gulung kering dan steril.
7. Berikan serum anti-tetanus/toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada orang
dewasa dan separuhnya pada anak-anak.
Indikasi Rawat Inap :
a. Penderita syok atau terancam syok bila luas luka bakar > 10% pada
anak atau > 15% pada orang dewasa.
c. Terancam edema laring akibat terhirupnya asap atau udara hangat.
d. Letak luka memungkinkan penderita terancam cacat berat, seperti
pada wajah, mata, tangan, kaki, atau perineum.
Perawatan :
a. Nutrisi diberikan cukup untuk menutup kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen yang negatif pada fase katabolisme, yaitu
sebanyak 2.500 - 3.000 kalori sehari dengan kadar protein tinggi.
b. Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup.
c. Antibiotik topikal diganti satu kali dalam satu hari, didahului
hidroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim antibiotik sebelumnya.
Bila kondisi luka sangat kotor atau dijumpai banyak krusta dan atau
eksudat, pemberian dapat diulang sampai dengan 2 - 3 kali sehari.
d. Rehabilitasi termasuk latihan pernapasan dan pergerakan otot dan
sendi.
e. Usahakan tak ada gangguan dalam penyembuhan; penyembuhan bisa
dicapai secepatnya dengan:
Perawatan luka bakar yang baik
Penilaian segera daerah-daerah luka bakar derajat 3 atau 2 dalam.
Kalau memungkinkan buang kulit yang non vital dan
menambalnya secepat mungkin
f. Usahakan mempertahankan fungsi sendi-sendi. Latihan gerakan atau
bidai dalam posisi baik.
g. Aturlah proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi
yang akan mengganggu fungsi. Bilamana luka bakar sembuh per
sekundam dalam 3 minggu atau lebih selalu ada kemungkinan timbul
parut hipertrofi dan kemungkinan kontraktur pada waktu proses
maturasi. Sebaiknya dipasang perban ½ menekan, bidai yang sesuai
dan anjuran untuk mengurangi edema dengan elevasi daerah yang
bersangkutan.
h. Antibiotik sistemik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi.
Infeksi dapat memperburuk derajat luka bakar dan mempersulit
penyembuhan. Yang banyak dipakai adalah golongan aminoglikosida
yang efektif terhadap pseudomonas.
i. Suplementasi vitamin yamg dapat diberikan yaitu vitamin A 10.000
unit per minggu, vitamin C 500 mg dan sulfas ferosus 500 mg (Arif
Mansjoer dkk., 2000).
VI. PENATALAKSANAAN BEDAH
a. Teknik Eksisi
Ada 2 teknik eksisi luka bakar yang sering digunakan yaitu
eksisi tangensial dan eksisi fascial. Eksisi tangensial adalah dengan
pengambilan lapisan eskar dan jaringan nekrotik sampai jaringan yang
viable, berdarah, yang dapat mendukung untuk sebuah skin graft. Eksisi
tangensial dilakukan dengan menggunakan pisau Watson atau Goulian
(Weck). Pisau Watson dapat diatur kedalaman eksisinya, sedangkan
pisau Goulian melindungi daerah sesuai dengan kedalaman eksisi yang
diinginkan. Namun kedalaman eksisi yang akan dilakukan tetap
tergantung kepada operatornya. Eksisi tangensial mempunyai 2
kerugian yaitu ketika eksisi dilakukan pada permukaan yang luas sangat
mungkin terjadi kehilangan darah yang cukup banyak dan mungkin
sulit untuk menentukan secara tepat viabilitas jaringan.
Eksisi fascial adalah eksisi jaringan yang terbakar dan jaringan
subkutan di bawah fascia otot. Eksisi fascial dapat dilakukan dengan
elektrocauter, yang dapat membuat eksisi lebih hemostatis. Dengan
mengetahui susunan anatomi jaringan yang dieksisi, maka akan mudah
untuk mengetahui adanya perdarahan dan melakukan ligasi untuk
pembuluh darah yang lebih besar. Eksisi fascial sangat mungkin untuk
mengeksisi/mengambil jaringan sub kutan yang sebenarnya masih
viabel. Eksisi fascial juga dapat menyebabkan deformitas yang
mempunyai kontur yang tidak rata dan lymphedema pada ekstremitas
yang dieksisi.
Alat yang lebih baru untuk eksisi luka bakar adalah dengan
water jet-powered VersaJet (Smith and Nephew, Largo, Florida). Alat
ini relative lebih lancar dan akurat dalam eksisi eskar dan sangat
bermanfaat pada eksisi permukaan yang cekung seperti pada tangan
atau pada kaki, kelopak mata, telinga, dan hidung.
Apapun teknik eksisi yang digunakan, eksisi pada ekstremitas
sebaiknya dilakukan dalam control tourniket untuk meminimalkan
kehilangan darah. Resiko terjadinya kehilangan darah dapat diatasi
dengan pemberian transfuse darah. Selain itu, hal yang harus
diperhatikan adalah suhu ruang operasi. Suhu ruang operasi sebisa
mungkin hangat untuk mencegah terjadinya hipotermi.
Hemostasis yang cukup sangat penting untuk mencegah
terbentuknya hematom. Telfa pads (Kendall Mansfield, MA) yang
direndam dalam solusi epinefrin (1:10.000) dilakukan untuk menjaga
hemostasis dan kadang dikombinasikan dengan tekanan setempat, dan
kauterisasi ketika dibutuhkan. Penggunaan tissue sealant seperti Tisseel
Fibrin Sealant (Baxter Deerfield, IL) lebih sering digunakan untuk
membantu menjaga hemostasis dan fiksasi graft.
b. Aspek Teknis Dari Skin Grafting
Proses engrafment sangat penting dalam revascularisasi dari
graft. Pada awalnya graft tidak memiliki hubungan vaskuler dengan
respien dan dapat bertahan dengan proses fusi dengan nutrient dari
bagian yang terluka, proses ini dikenal sebagai inhibisi plasma.
Biasanya, proses dari revaskularisasi dimulai dari 48 jam setelah graft
placement. Proses revaskularisasi terjadi oleh kombinasi dari
neovaskularisasi dalam pertumbuhan pembuluh darah host pada graft
dan inosculation, anastomosis biologis langsung dari potongan akhir
pembuluh resipien di daerah luka dengan graft itu sendiri.
Skin grafts dapat diklasifikasikan menurut ketebalannya terdiri
dari split thickness dan full thickness, tergantung dari seluruh bagian
besar dermis atau hanya sebagian kecil saja dari dermis. Split thickness
grafts lebih lanjut diklasifikasikan ke dalam thin, intermediate, dan
thick, tergantung dari luasnya bagian dermis. Skin grafts yang lebih
tipis, maka lebih besar kontraksi yang terjadi pada resipien site, tapi
meninggalkan jumlah deficit yang lebih besar pada donor site, yang
dapat menyebabkan penyembuhan yang lebih lama dan meningkatkan
resiko dari hypertrophic scarring.
Skin grafts dapat dilakukan meshed atau unmeshed (sheet
grafts). Dari sudut estetika, sheet grafts selalu diatas dari meshed grafts.
Sangat baik untuk melakukan sheet grafting pada daerah muka, tangan,
dan lengan bawah karena bagian tersebut adalah bagian yang sering
diperhatikan. Dalam luka bakar yang luas, terdapat inadekuat kulit yang
tersedia untuk dilakukan sheet grafting pada daerah yang terbakar dan
skin grafts harus dilakukan pemotongan. Skin grafts dapat dipotong
dengan perbandingan 1:1, 2:1, 3:1, 4:1 dan 6:1. Tapi, untuk tujuan
praktis dan kosmetik, potongan 2:1 yang paling sering digunakan.
Skin grafts dapat memperbaiki daerah luka dengan
menggunakan beberapa variasi teknik. Staples adalah yang paling
sering digunakan dan mungkin jalan yang paling cepat dan efisien
untuk menyelamatkan grafts ketika luasnya area dari tubuh yang akan
ditutupi. Penelitian pusat pada luka bakar memberikan hasil yang
terbaik pada pemakaian Hypafix, khususnya untuk fiksasi dari lapisan
grafts. Hypafix elastic, adhesive, dapat dengan mudah digunakan
dengan mastisol. Perekat fibrin dan perekat-perekat jaringn yang lain
dapat digunakan untuk memperbaiki skin grafts pada daerah luka.
Ada beberapa pilihan untuk membalut luka skin graft.
Keputusan dibuat menurut macam dari graft (meshed atau unmeshed)
dan lokasi dari graft
Beberapa macam penutup luka dapat digunakan untuk meshed
skin grafts. Pembalutan luka basah, terdiri dari solution antimicrobial
(sulfamylon) member kesan lembab pada keadaan sekitarnya untuk
mempercepat epitelisasi. Greasy gauze dan Anticoat juga digunakan
untuk penutupan luka setelah meshed grafts. Anticoat merupakan jenis
antimicrobial penutup luka baru yang terdiri dari polyethylene mesh
yang dipenuhi dengan elemental perak. Perak membuat aktivitas
antimikrobiologi dengan mengganggu respirasi selular bakteri. Greasy
gauze dan anticoat keduanya mampu membuat suasana lembab yang
memacu penutupan celah pada graft.
c. Penanganan Sirkulasi
Pada luka bakar berat / mayor terjadi perubahan
permeabilitaskapiler yang akan diikuti dengan ekstrapasi cairan (plasma
protein dan elektrolit) dari intravaskuler ke jaringan interfisial
mengakibatkan terjadinya hipovolemic intra vaskuler dan edema
interstisial. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik tergangu
sehingga sirkulasi kebagian distal terhambat, menyebabkan gangguan
perfusi / sel / jaringan / organ. Pada luka bakar yang berat dengan
perubahan permeabilitas kapiler yang hampir menyeluruh, terjadi
penimbunan cairan massif di jaringan interstisial menyebabkan kondisi
hipovolemik.
Volume cairan intravaskuler mengalami deficit, timbul
ketidakmampuan menyelenggaraan proses transportasi oksigen ke
jaringan. Keadaan ini dikenal dengan sebutan syok. Syok yang timbul
harus diatasi dalam waktu singkat, untuk mencegah kerusakan sel dan
organ bertambah parah, sebab syok secara nyata bermakna memiliki
korelasi dengan angka kematian.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok
dengan metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen
cairan yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat,
menunjukkan perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan
diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan
koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki
nilai prognostic terhadap angka mortalitas. Pada penanganan perbaikan
sirkulasi pada luka bakar dikenal beberapa formula berikut :
Evans Formula
Brooke Formula
Parkland Formula
Modifikasi Formula
Monafo Formula
d. Resusitasi Cairan
BAXTER formula
Hari Pertama :
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per
24 jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3; 2 cc x berat badan x %
luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya
Hari kedua :
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut EVANS - Cairan yang dibutuhkan :
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma= luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I --- 8 jam X ½
--- 16 jam X ½
Hari II --- ½ hari I
Hari ke III --- hari ke II
e. Penanganan Pernafasan
Trauma inhalasi merupakan foktor yang secara nyata memiliki
kolerasi dengan angka kematian. Kematian akibat trauma inhalasi
terjasi dalam waktu singkat 8 sampai 24 jam pertama pasca operasi.
Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana luka bakar
mengenai daerah muka / wajah dapat menimbulkan kerusakan mukosa
jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Edema yang
terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas
karena edema laring.
Trauma panas langsung adalah terhirup sesuatu yang sangat
panas, produk produk yang tidak sempurna dari bahan yang terbakar
seperti bahan jelaga dan bahan khusus yang menyebabkan kerusakan
dari mukosa lansung pada percabangan trakheobronkhial. Keracunan
asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan materi
yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas
toksik seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hydrogen klorida,
akreolin dan partikel – partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia
ini menimbulkan iritasi dan bronkokonstriksi pada saluran napas.
Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat akibat adanya tracheal
bronchitis dan edem.
Efek intoksikasi karbon monoksida (CO) mengakibatkan
terjadinya hipoksia jaringan. Karbon monoksida (CO) memiliki afinitas
yang cukup kuat terhadap pengikatan hemoglobin dengan kemampuan
210 – 240 kali lebih kuat dibanding kemampuan O2. Jadi CO akan
memisahkan O2 dari Hb sehingga mengakibatkan hipoksia jaringan.
Kecurigaan adanya trauma inhalasi bila pada penderita luka
bakar mengalami hal sebagai berikut:
1. Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
2. Sputum tercampur arang.
3. Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau
tenggorokan.
4. Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5. Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak,
malas bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada
mata atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
6. Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi
atau ronkhi.
7. Adanya sesak napas atau hilangnya suara
Bilamana ada 3 tanda / gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya
trauma inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila tanpa
distress pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Penderita
dirawat diruang resusitasi instalasi gawat darurat sampai kondisi stabil.
VII. KOMPLIKASI
1. Syok karena kehilangan cairan.
2. Sepsis / toksis.
3. Gagal Ginjal mendadak
4. Pneumonia
VIII. PROGNOSIS
Faktor yang berperan dalam menentukan prognosis luka bakar :
1. Faktor pasien
a. Kondisi umum
b. Faktor premorbid
1) Kelainan kardiovaskuler
2) Kelainan neurologik
3) Kelainan paru
4) Kelainan metabolisme
5) Kelainan ginjal
6) Kelainan psikiatrik
2. Faktor trauma
a. Jenis luka bakar, berhubungan dengan jenis penyebab. Pertama
luka listrik dan petir, kedua oleh karena zat kimia (asam, basa),
ketiga karena api, keempat karena minyak tanah, kelima karena
air panas. Pada luka bakar karena aliran listrik, akan terjadi
penjalaran di sepanjang tubuh dan terjadi kerusakan sepanjang
tunikan intiima pembuluh darah yang menyebabkan gangguan
sirkulasi dan kerusakan bersifat progresif.
b. Luas luka bakar, semakin luas, semakin buruk prognosisnya.
c. Kedalaman luka bakar, semakin dalam luka bakar, semakin
buruk prognosisnya.
d. Lokasi, daerah muka dan leher dengan edema yang prominen
mungkin disertai dengan truma inhalasi dan edema larynx.
Pada perineum dan anus memiliki sukseptibilitas
terkontaminasikuman patogen seperti Pseudomonas sp, E. Coli.
Pada tangan berhubungan dengan proses penyembuhan.
e. Trauma penyerta, ledakan atau blast injury menyebabkan
kerusakan alat dala, di rongga thorax menyebabkan kontusio
paru yang berkembang menjadi ARDS, atau cedera hepar
maupun alat dalam lain di peritoneum.
f. Respon individu terhadap truma, berhubungan denggan daya
tahan tubuh, status imunologik dan gizi berperan dalam respon
individu.
3. Faktor penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan pra rumah sakit (prehospital treatment)
b. Penatalaksanaan rumah sakit (inhospital treatment). (
Moenadjat Y, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FK UI : Jakarta.
Halar EM, Bell KR. 1993. Contracture and other deletrious. In : DeLisa JA. Rehabilitation medicine, principles and practices. Second ed. Philadelphia, Lippincott Co: 681-689.
Irain K. 1995. Burns. In : Garrison SJ. Handbook of’ physical medicine and rehabilitation basics. Philadelphia. JB. Lippincott Co : 95-7,102-3.
Moenadjat Y. Luka Bakar, Penatalaksanan Awal dan Penatalaksanaannya. Ramlim, Umbas R, Panigoro SS, Kedaruratan Non-Bedah dan Bedah, Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
R Sjamsuhidajat dan Wim De Jong. 2007. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Sulistia G. Ganiswara, 2005, Farmakologi dan Terapi, Jakarta: Bagian Farmakologi FKUI.
Smeltzer. 2002 . Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. ECG : Jakarta