luka iris dan luka tusuk
DESCRIPTION
forensikTRANSCRIPT
LUKA IRIS DAN LUKA TUSUK
I. PENDAHULUAN
Luka adalah kerusakan atau kehilangan kontinuitas jaringan tubuh akibat
gaya mekanistik benda berpermukaan tumpul atau tajam. Perlukaan oleh benda
tumpul berbentuk luka memar, luka lecet, dan luka robek. Sedangkan luka iris,
luka tusuk, dan luka bacok merupakan kelompok luka akibat benda tajam. Tulisan
ini akan membahas perlukaan akibat benda tajam khususnya luka iris dan luka
tusuk1,2,3.
Ciri umum perlukaan benda tajam adalah bentuknya beraturan, tepi luka
rata, dan tidak ada jembatan jaringan (tissue bridging). Cara kematian utama pada
kekerasan akibat benda tajam adalah pembunuhan, disusul bunuh diri. Kecelakaan
yang fatal akibat benda tajam relatif jarang. Studi oleh sebuah pusat trauma
selama 11 tahun (1994-2005) melaporkan mortalitas akibat kekerasan benda tajam
(terutama luka tusuk) mencapai 11%, dibanding luka tembak (56%), terjatuh
(11%), dan kecelakaan lalu lintas (9%). Studi Center for Disease Control terhadap
16 negara bagian (di Amerika Serikat) menunjukkan bahwa sekitar 1,7% kasus
bunuh diri menggunakan benda tajam (selainnya menggunakan senjata api 51,3%,
gantung diri/strangulasi/sufokasi 22,1%, dan menenggak racun 18,4%). Pada
kasus pembunuhan, 12,1% merupakan akibat kekerasan benda tajam, 65,8%
akibat kekerasan senjata api, dan 4,6% akibat kekerasan benda tumpul1.
Dalam menghadapi kasus perlukaan, dokter akan bertindak selaku klinisi
yang bertugas memberikan pertolongan medis sekaligus sebagai petugas forensik
yang sewaktu-waktu dapat dimintai keterangannya baik secara tertulis maupun
lisan. Dari segi medikolegal, orientasi pemeriksaan perlukaan adalah membantu
rekonstruksi peristiwa dan menentukan derajat keparahan luka. Pemeriksaan yang
kadang dianggap tidak perlu untuk tujuan terapi misalnya lokasi luka, tepi luka
dan sebagainya sebaliknya penting secara medikolegal. Derajat keparahan luka
sendiri memiliki konsekuensi pidana yang berbeda bagi pelakunya2.
II. LUKA IRIS
II.1. Definisi
Luka iris adalah luka superfisial akibat permukaan benda tajam yang
ditekankan ringan sambil digeser secara tangensial pada permukaan kulit. Luka
iris dapat disebabkan oleh pisau dapur, pisau cukur, box cutter atau benda bertepi
tajam lain misalnya pecahan kaca, logam, bahkan kertas2,3.
Gambar 1. Tekanan ringan benda tajam (pisau) sambil digeser pada permukaan
kulit menghasilkan luka iris (dikutip dari kepustakaan no. 3)
II.2. Karakteristik Luka Iris
Ciri utama luka iris dibanding luka akibat benda tajam lainnya adalah
panjangnya melebihi kedalamannya, sebab terjadi akibat tekanan ringan benda
tajam sewaktu digeserkan pada permukaan kulit, seperti pada gambar di bawah
ini. Dengan demikian panjang dan dalam luka iris sama sekali tidak
menginformasikan ukuran benda tajam penyebab. Luka iris berukuran 3 cm bisa
saja diakibatkan oleh pisau dapur berukuran 6 cm, pisau cukur berukuran 2 cm,
atau bahkan sepotong pecahan kaca 3.
Gambar 2. Luka iris pada wajah, tampak panjang luka melebihi kedalamannya
(dikutip dari kepustakaan no. 1)
Ujung luka iris seringkali superfisial, kemudian agak dalam di tengah,
dan kembali superfisial pada ujung lainnya. Benda tajam yang mengenai kulit
secara oblik akan membentuk bevel luka. Jika sudutnya jauh lebih ekstrim maka
luka akan memiliki flap. Bila irisan benda tajam mengenai permukaan kulit yang
tidak rata maka dengan sekali geser akan terbentuk banyak luka dengan tepi
terputus-putus disebut wrinkle wound3.
Gambar 3. Wrinkle wound, pisau tergeser pada permukaan kulit yang tidak rata
(dikutip dari kepustakaan no. 3)
Luka iris menyerupai laserasi (luka robek), sehingga kerap sulit
dibedakan. Luka robek yang merupakan luka akibat kekerasan benda tumpul
umumnya bertepi tidak rata dan memiliki jembatan jaringan disertai abrasi atau
kontusio di sekitarnya. Sebaliknya, luka iris tepinya teratur, sekelilingnya bersih
dan tidak memiliki jembatan jaringan. Akan tetapi luka iris oleh permukaan yang
tidak terlalu tajam dan ireguler kadang menghasilkan luka yang juga disertai
abrasi dan kontusio, walaupun memang tidak ditemukan jembatan jaringan3.
Gambar 4. Bandingkan luka iris (A) dan luka robek (B). Adanya jembatan
jaringan membantu membedakan keduanya (dikutip dari kepustakaan no 1 dan 3)
Luka iris umumnya terjadi pada bagian tubuh yang mudah terpapar
misalnya kepala, leher, dan lengan. Pada kasus bunuh diri atau percobaan bunuh
diri, luka iris umumnya ditemukan pada area fatal dan mudah dijangkau misalnya
permukaan radial pergelangan tangan kontralateral. Sedangkan pada kasus
pembunuhan umumnya di daerah leher3.
Luka iris pada leher umumnya merupakan akibat upaya pembunuhan.
Sangat jarang akibat kecelakaan atau bunuh diri. Ada dua gambaran luka iris pada
kasus pembunuhan, bergantung dari arah mana pelaku melukai. Umumnya, leher
korban diiris dari arah belakang, kepala dipegang, leher dipaparkan, lalu pisau
diiriskan melintang hingga mencapai tenggorokan. Luka iris bisa mencapai tepi
bawah telinga hingga ke sisi sebelah (patologi).
Gambar 5. Luka iris leher pada sebuah kasus pembunuhan dari arah belakang. A.
Irisan bermula dari tepi bawah telinga menuju ke bawah hingga mencapai midline
leher, lalu kembali ke sisi leher sebelah. B. Tepi terminal luka terletak lebih
rendah dibanding tepi awal (dikutip dari kepustakaan no. 3)
Luka iris pada kasus pembunuhan dari arah depan umumnya pendek dan
membentuk sudut tertentu. Bila pelaku menggunakan tangan kanan maka luka iris
umumnya di sisi kiri leher korban, bila luka juga terjadi pada sisi kanan maka
biasanya jumlahnya lebih sedikit. Luka melintang cenderung teletak medial dan
mengalami sedikit perluasan ke kiri atau ke kanan3.
Gambar 6. Luka iris leher pada sebuah kasus pembunuhan dari arah depan
(dikutip dari kepustakaan no. 3)
II.3. Luka Iris Khusus
Hesitation wound (luka percobaan) merupakan luka iris yang mengawali
perlukaan yang lebih fatal pada upaya bunuh diri, biasanya akibat rangsangan
nyeri atau timbul keraguan selama upaya tersebut. Luka percobaan sangat
supefisial bahkan menyerupai ketebalan selembar kertas3.
Gambar 7. Tampak luka percobaan di sekeliling luka iris utama pada upaya bunuh
diri (dikutip dari kepustakaan no. 3)
Defense wound (luka tangkis) adalah luka iris akibat upaya perlawanan
korban terhadap pelaku bersenjata tajam. Luka tangkis umumnya berlokasi di
telapak tangan akibat upaya memegang dan menahan senjata pelaku, di lengan
atas dan sisi ulnar lengan bawah akibat menangkis serangan pelaku. Pada kasus
tertentu luka tangkis dapat ditemukan di kaki atau tungkai akibat upaya korban
menendang. Tangkisan dilakukan korban untuk melindingi area vitalnya3.
Gambar 8. Luka tangkis pada telapak tangan akibat upaya menggenggam senjata
tajam (dikutip dari kepustakaan no. 3)
III. LUKA TUSUK
III.1. Definisi
Luka tusuk adalah luka akibat benda berujung runcing atau tajam yang
ditusukkan dengan arah tegak lurus atau hampir tegak lurus permukaan kulit.
Luka tusuk ditimbulkan umumnya oleh pisau dapur. Benda lain dengan ujung
runcing atau tajam misalnya garpu, gunting, obeng, anak panah, pecahan kaca,
pensil, pulpen, dan sebagainya juga dapat menyebabkan luka tusuk1,3.
Gambar 9. Luka tusuk dengan pisau bermata satu (dikutip dari kepustakaan no. 3)
III.2. Karakteristik Luka Tusuk
Bentuk dan ukuran luka tusuk bergantung pada model benda tajam
penusuknya, arah penusukan, gerakan pisau selama penusukan, gerakan individu,
serta tegangan dan regangan kulit yang ditusuk 3.
Ciri utama luka tusuk dibanding luka akibat benda tajam lainnya adalah
kedalamannya melebihi panjangnya. Besarnya gaya yang dibutuhkan untuk
melukai jaringan bergantung pada ketajaman ujung benda. Semakin runcing dan
tajam ujung benda maka perforasi jaringan semakin mudah terjadi. Sekali kulit
mengalami berhasil tertusuk maka bilah pisau akan lebih mudah terdorong lebih
dalam sepanjang tidak terhalang oleh struktur keras. Sehingga tidak berarti bahwa
pisau yang tertancap seluruhnya membutuhkan gaya yang lebih besar. Akantetapi,
secara klinis kedalaman tusukan akan membedakan keparahan luka terutama
terkait struktur internal tubuh 3.
Gambar 5. Mengukur panjang luka tusuk A. sebelum dirapatkan. B. setelah
dirapatkan (dikutip dari 4)
Panjang luka tusuk bisa saja lebih pendek, lebih panjang atau sama
dengan lebar pisau. Bila pisau yang menembus kulit ditarik pada arah sisi
tajamnya maka pisau akan mengiris jaringan yang dilewatinya, sehingga luka
akan meluas. Sebaliknya, elastisitas kulit akan mengubah dimensi luka beberapa
milimeter lebih pendek dibanding lebar pisau penyebabnya 3.
Gambar 0. Luka tusuk multipel menggunakan gunting (dikutip dari kepustakaan
no. 3)
Ketajaman benda penusuk akan membedakan kerapian dan regularitas
tepi luka dan ada atau tidaknya memar dan abrasi di sekitarnya. Luka tusuk yang
sejajar dengan garis Langer menghasilkan celah yang sempit, sebaliknya luka
tampak menganga bila melintang garis tersebut 3.
Pisau bermata dua akan menghasilkan dua tepi luka yang runcing.
Sebaliknya pisau bermata satu akan menghasilkan sebuah tepi luka yang runcing
dan sebuah tepi luka tumpul. Akan tetapi banyak luka bertepi runcing bilateral
ternyata disebabkan oleh pisau bermata satu, penjelasannya adalah dua tepi
runcing dibentuk ketika sisi tajam pisau menembus kulit sementara sisi tumpulnya
tidak berkontak dengan kulit, atau salah satu sisi runcing terbentuk saat pisau
ditarik keluar, sisi tajamnya menyenggol bagian tersebut3.
Gambar 4. Luka tusuk oleh pisau bermata satu (kanan) dan pisau bermata dua
(kiri) (dikutip dari kepustakaan no. 3)
Bentuk luka yang ireguler kemungkinan disebabkan oleh gerakan korban
ketika ditusuk, atau perubahan arah masuk dan keluar pisau itu sendiri ketika
ditarik. Bentuk khas juga ditemukan pada penusukan dengan benda selain pisau.
Penusukan menggunakan garpu akan menampilkan sejumlah luka tusuk dalam
kluster bergantung pada jumplah gigi garpu. Penusukan dengan pensil, pulpen,
tongkat bola sodok yang telah dipatahkan, biasanya dilakukan di leher. Penusukan
dengan gunting pada posisi tertutup akan menimbulkan luka linear dengan abrasi
di sekelilingnya. Penusukan dengan obeng juga memilki ciri khusus yaitu bentuk
sirkuler dengan tepi abrasi3
Gambar 4. Luka akibat tusukan garpu (dikutip dari kepustakaan no. 3)
III.3. Cara Kematian Pada Luka Tusuk
Umumnya kematian pada luka tusuk terjadi karena pembunuhan. Pada
pembunuhan ditemukan luka multipel yang tersebar pada lokasi berdekatan. Luka
yang tidak berpenetrasi dalam umumnya tidak berbahaya. sebaliknya luka yang
mengenai dada dan perut seringkali mengancam jiwa. Kematian umumnya terjadi
akibat kegagalan sirkulasi 3.
Bunuh diri dengan luka tusuk relatif jarang. Ketika individu memutuskan
bunuh diri maka pakaian yang dikenakan akan disibakkan untuk memaparkan
lokasi yang akan mereka tusuk. Luka tusuk pada bunuh diri ukuran dan
kedalamannya bervariasi dan biasanya terletak di dada tengah atau agak ke kiri.
Terkadang ditemukan luka percobaan. Pada beberapa kasus seringkali ditemukan
pisaunya masih tetancap pada tubuh korban 3,4.
IV. MEKANISME KEMATIAN
Luka iris dan luka tusuk merupakan cedera berkecepatan rendah, dan
konsekuensinya terbatas pada jalur luka. Jalur luka harus di eksplorasi untuk
menentukan penyebab kematian berdasarkan lokasi luka dan perdarahan yang
terjadi. Mekanisme kematian akibat kedua luka tersebut meliputi syok akibat
perdarahan masif, embolisme udara (biasanya pada luka yang melibatkan struktur
leher, trakea, atau arteri vertebralis), tamponade jantung, hemothoraks,
pneumothoraks, cedera medulla spinalis, atau komplikasi lanjutan misalnya
infeksi, komplikasi pembedahan, dan sebagainya 4.
Gambar 0. Luka tusuk yang mengenai jantung (dikutip dari kepustakaan no. 4)
V. ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka
akibat kekerasan pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan
kejelasan terhadap jenis luka apakah yang ditemui, jenis kekerasan atau senjata
apakah yang menyebabkan luka, dan bagaimanakah kualifikasi dari luka itu 2.
Pengertian kualifikasi luka di sini semata-mata pengertian ilmu
kedokteran forensik, yang hanya baru dipahami setelah mempelajari pasal-pasal
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang bersangkutan dengan
penganiayaan, terutama pasal 315 dan pasal 352 dan tentang arti beberapa istilah
yang dipakai dalam kitab undang-undang dalam pasal 905.
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR
perlukaan adalah derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR
dikatakan baik apabila substansi yang terdapat dalam VeR tersebut dapat
memenuhi delik rumusan dalam KUHP.1 Penentuan derajat luka sangat
tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman,
keterampilan, keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan
sebagainya. Suatu perlukaan dapat menimbulkan dampak pada korban dari segi
fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul segera, dalam jangka pendek,
ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut memegang peranan penting
bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang harus dijatuhkan
sesuai dengan rasa keadilan. Hukum pidana Indonesia mengenal delik
penganiayaan yang terdiri dari tiga tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu
penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara), penganiayaan (pidana
maksimum 2 tahun 8 bulan), dan penganiayaan yang menimbulkan luka berat
(pidana maksimum 5 tahun). Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam
pasal 352 (1) KUHP untuk penganiayaan ringan, pasal 351 (1) KUHP untuk
penganiayaan, dan pasal 352 (2) KUHP untuk penganiayaan yang menimbulkan
luka berat. Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan ketiga pasal tersebut. Untuk
hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus menyimpulkan dengan
menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban yang
bersangkutan. Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur
dalam pasal 352 (1) KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”. Jadi bila luka pada seorang
korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit atau
komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.
Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan(sedang) sebagaimana diatur
dalam pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga
bila kita memeriksa seorang korban dan didapati “penyakit” akibat kekerasan
tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam kategori tersebut5.
Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan
luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan bahwa Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90
KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati
salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban
tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut. Luka berat menurut pasal 90 KUHP
adalah : jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut; tidak mampu terus-menerus
untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian; kehilangan salah satu
panca indera, mendapat cacat berat; menderita sakit lumpuh; terganggunya daya
pikir selama empat minggu lebih; atau gugur atau matinya kandungan seorang
perempuan5.