penatalaksanaan perioperatif pada luka bakar

105
PENATALAKSANAAN PERIOPERATIF PADA LUKA BAKAR DI SUSUN OLEH VICTOR JANSEN 1

Upload: victorjansen

Post on 31-Oct-2015

761 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

PENATALAKSANAAN PERIOPERATIFPADA LUKA BAKAR

DI SUSUN OLEH

VICTOR JANSEN

1

PENDAHULUAN

Luka bakar bukan luka biasa luka bakar mempunyai dampak langsung

terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan

luka lain merupakan kasus yang memerlukan perhatian khusus dibidang medis

Angka mortalitas masih tetap tinggi dalam tahun 1998-2003 di RSUPN Cipto

Mangunkusumo tercatat sekitar 365 Di Amerika Serikat sekitar 125 juta orang

dirawat karena luka bakar tiap tahunnya 50000 pasien harus dirawat dirumah sakit

dan 5500 pasien meninggal karena luka bakar tiap tahunnya Luka bakar termal

mempengaruhi lebih dari 2 juta orang pertahun dengan 4 nya harus dirawat di

rumah sakit dan 05 meninggal Keberhasilan dari penyelamatan luka

bakarberhubungan dengan umur penderita ukuran luka bakar dan ada atau tidaknya

cedera inhalasi Luka bakar menyebabkan banyak komplikasi dan kematian Luka

bakar berat (primary insult) dapat menyebabkan lepasnya mediator inflamasi massif

yang selanjutnya menyebabkan lingkaran setan inflamasi yang menyebabkan

immunosupresi meningkatkan kepekaan pasien terhadap infeksi dan kegagalan multi-

organ diikuti kematian 123

2

Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok) khususnya

bidang biomolekular dan traumatologi Permasalahan-permasalahan yang dihadapi

memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner) secara terpadu

bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar

Dilain pihak dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat dituntut

pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan tidak

hanya berdasarkan logika dan intuisi semata Oleh karenanya diperlukan suatu

standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan ditunjang oleh evidence-based

medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah Standar pelayanan

dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan 4

Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan

perubahanInfeksi terutama pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada pasien luka bakar Pasien luka bakar tanpa inhalation injury yang

memerlukan ventilasi mekanik menunjukkan kemungkinan mendapat pneumonia

yang tinggi Meskipun banyak kemajuan dalam memperbaiki hasil akhir dan angka

harapan hidup pasien luka bakar penatalaksanaan pasien ini masih banyak

membutuhkan tantangan bagi seluruh unit perawatan yang terlibat Referat ini akan

menjelaskan perhatian khusus bagi anestesi dalam menangani pasien luka bakar

Luka Bakar

Kulit memiliki berbagai fungsi mencegah kehilangan cairan melindungi

tubuh terhadap infeksi mempertahankan suhu tubuh memberikan stimulus sensorik

menghasilkan vitamin D dan menentukan identifikasi indivual Ketika terjadi luka

bakar kulit merupakan salah satu organ yang pertama kali mengalami paparan zat

pembakar Otomatis akan mempengaruhi fungsi-fungsi kulit sesuai dengan berat

ringannya luka bakar Tiga faktor penting yang harus menjadi perhatian pada

kejadian luka bakar adalah 1356

1 Etiologi

2 Kedalamanan Luka Bakar

3

3 Luas Luka Bakar

ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan

pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu

a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)

Kedalaman Luka Bakar

Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan

kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang

timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat

cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan

berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction

Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian

Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah

1 Luka Bakar Derajat I

Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika

kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai

epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau

terkena cairan panas

4

Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu

Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu

2 Luka Bakar Derajat II

Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah

luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit

5

terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika

disentuh

Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua

Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua

3 Luka Bakar Derajat III

Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan

luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak

terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis

kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan

6

eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang

dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh

Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga

Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga

7

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 2: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

PENDAHULUAN

Luka bakar bukan luka biasa luka bakar mempunyai dampak langsung

terhadap perubahan lokal maupun sistemik tubuh yang tidak terjadi pada kebanyakan

luka lain merupakan kasus yang memerlukan perhatian khusus dibidang medis

Angka mortalitas masih tetap tinggi dalam tahun 1998-2003 di RSUPN Cipto

Mangunkusumo tercatat sekitar 365 Di Amerika Serikat sekitar 125 juta orang

dirawat karena luka bakar tiap tahunnya 50000 pasien harus dirawat dirumah sakit

dan 5500 pasien meninggal karena luka bakar tiap tahunnya Luka bakar termal

mempengaruhi lebih dari 2 juta orang pertahun dengan 4 nya harus dirawat di

rumah sakit dan 05 meninggal Keberhasilan dari penyelamatan luka

bakarberhubungan dengan umur penderita ukuran luka bakar dan ada atau tidaknya

cedera inhalasi Luka bakar menyebabkan banyak komplikasi dan kematian Luka

bakar berat (primary insult) dapat menyebabkan lepasnya mediator inflamasi massif

yang selanjutnya menyebabkan lingkaran setan inflamasi yang menyebabkan

immunosupresi meningkatkan kepekaan pasien terhadap infeksi dan kegagalan multi-

organ diikuti kematian 123

2

Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok) khususnya

bidang biomolekular dan traumatologi Permasalahan-permasalahan yang dihadapi

memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner) secara terpadu

bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar

Dilain pihak dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat dituntut

pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan tidak

hanya berdasarkan logika dan intuisi semata Oleh karenanya diperlukan suatu

standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan ditunjang oleh evidence-based

medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah Standar pelayanan

dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan 4

Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan

perubahanInfeksi terutama pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada pasien luka bakar Pasien luka bakar tanpa inhalation injury yang

memerlukan ventilasi mekanik menunjukkan kemungkinan mendapat pneumonia

yang tinggi Meskipun banyak kemajuan dalam memperbaiki hasil akhir dan angka

harapan hidup pasien luka bakar penatalaksanaan pasien ini masih banyak

membutuhkan tantangan bagi seluruh unit perawatan yang terlibat Referat ini akan

menjelaskan perhatian khusus bagi anestesi dalam menangani pasien luka bakar

Luka Bakar

Kulit memiliki berbagai fungsi mencegah kehilangan cairan melindungi

tubuh terhadap infeksi mempertahankan suhu tubuh memberikan stimulus sensorik

menghasilkan vitamin D dan menentukan identifikasi indivual Ketika terjadi luka

bakar kulit merupakan salah satu organ yang pertama kali mengalami paparan zat

pembakar Otomatis akan mempengaruhi fungsi-fungsi kulit sesuai dengan berat

ringannya luka bakar Tiga faktor penting yang harus menjadi perhatian pada

kejadian luka bakar adalah 1356

1 Etiologi

2 Kedalamanan Luka Bakar

3

3 Luas Luka Bakar

ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan

pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu

a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)

Kedalaman Luka Bakar

Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan

kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang

timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat

cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan

berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction

Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian

Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah

1 Luka Bakar Derajat I

Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika

kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai

epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau

terkena cairan panas

4

Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu

Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu

2 Luka Bakar Derajat II

Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah

luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit

5

terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika

disentuh

Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua

Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua

3 Luka Bakar Derajat III

Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan

luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak

terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis

kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan

6

eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang

dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh

Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga

Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga

7

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 3: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Paradigma penatalaksanaan luka bakar mengalami perubahan seiring dengan

perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran (iptekdok) khususnya

bidang biomolekular dan traumatologi Permasalahan-permasalahan yang dihadapi

memerlukan pendekatan beberapa disiplin ilmu (multidisipliner) secara terpadu

bersama-sama mengupayakan penurunan mortalitas luka bakar

Dilain pihak dengan perkembangan iptekdok yang semakin pesat dituntut

pemikiran rasional dan dasar (alasan) yang kuat dalam melakukan tindakan tidak

hanya berdasarkan logika dan intuisi semata Oleh karenanya diperlukan suatu

standar pelayanan yang memiliki dasar keilmuan ditunjang oleh evidence-based

medicine dan dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah Standar pelayanan

dimaksud adalah suatu standar prosedur pelayanan 4

Setiap fase luka bakar diwarnai oleh permasalahan spesifik dan

perubahanInfeksi terutama pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan

mortalitas pada pasien luka bakar Pasien luka bakar tanpa inhalation injury yang

memerlukan ventilasi mekanik menunjukkan kemungkinan mendapat pneumonia

yang tinggi Meskipun banyak kemajuan dalam memperbaiki hasil akhir dan angka

harapan hidup pasien luka bakar penatalaksanaan pasien ini masih banyak

membutuhkan tantangan bagi seluruh unit perawatan yang terlibat Referat ini akan

menjelaskan perhatian khusus bagi anestesi dalam menangani pasien luka bakar

Luka Bakar

Kulit memiliki berbagai fungsi mencegah kehilangan cairan melindungi

tubuh terhadap infeksi mempertahankan suhu tubuh memberikan stimulus sensorik

menghasilkan vitamin D dan menentukan identifikasi indivual Ketika terjadi luka

bakar kulit merupakan salah satu organ yang pertama kali mengalami paparan zat

pembakar Otomatis akan mempengaruhi fungsi-fungsi kulit sesuai dengan berat

ringannya luka bakar Tiga faktor penting yang harus menjadi perhatian pada

kejadian luka bakar adalah 1356

1 Etiologi

2 Kedalamanan Luka Bakar

3

3 Luas Luka Bakar

ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan

pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu

a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)

Kedalaman Luka Bakar

Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan

kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang

timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat

cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan

berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction

Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian

Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah

1 Luka Bakar Derajat I

Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika

kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai

epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau

terkena cairan panas

4

Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu

Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu

2 Luka Bakar Derajat II

Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah

luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit

5

terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika

disentuh

Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua

Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua

3 Luka Bakar Derajat III

Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan

luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak

terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis

kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan

6

eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang

dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh

Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga

Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga

7

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 4: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

3 Luas Luka Bakar

ETIOLOGI

Berdasarkan etiologinya pembagian luka bakar berhubungan dengan

pembagian jenis atau macam luka bakar yaitu

a Luka Bakar yang disebabkan api (Flame)b Luka Bakar yang disebabkan air panasc Luka Bakar yang disebabkan bahan kimiad Luka Bakar yang disebabkan radiasie Luka Bakar yang disebabkan listrik (Electrical)

Kedalaman Luka Bakar

Secara umum tingkat keparahan luka baka ditentukan menurut luas dan

kedalaman kerusakan jaringan yang diakibatkan Inti dari permasalahan yang

timbul pada luka bakar berat adalah kerusakan endotel dan epitel akibat

cedera termis yang memicu pelepasan mediator-mediator pro-inflamasi dan

berkembang menjadi Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)

Kondisi ini hampir selalu berlanjut menjadi Multi-system Organ Dysfunction

Syndrome (MODS) dan berakhir dengan kematian

Klasifikasi kedalaman luka bakar menurut Ishandono (2004) adalah

1 Luka Bakar Derajat I

Luka bakar derajat satu atau dikenal dengan Superficial Skin Burn adalah jika

kulit terbakar dan berwarna merah muda tanpa bula dan hanya mengenai

epidermis Penyebab terbanyak karena paparan berlebihan sinar matahari atau

terkena cairan panas

4

Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu

Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu

2 Luka Bakar Derajat II

Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah

luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit

5

terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika

disentuh

Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua

Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua

3 Luka Bakar Derajat III

Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan

luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak

terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis

kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan

6

eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang

dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh

Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga

Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga

7

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 5: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Gambar 1 Luka Bakar Derajat Satu

Gambar 2 Kedalaman Luka Bakar Derajat Satu

2 Luka Bakar Derajat II

Luka bakar derajat dua dikenal dengan Partial Thickness Skin Burn adalah

luka bakar dengan ketebalan parsial meliputi epidermis dan dermis Kulit

5

terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika

disentuh

Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua

Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua

3 Luka Bakar Derajat III

Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan

luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak

terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis

kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan

6

eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang

dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh

Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga

Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga

7

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 6: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

terasa nyeri eritematous lembab mengandung bula dan memucat jika

disentuh

Gambar 3 Luka Bakar Derajat Dua

Gambar 4 Kedalaman Luka Bakar Derajat Dua

3 Luka Bakar Derajat III

Luka bakar derajat tiga dikenal dengan Full Thickness Skin Burn merupakan

luka bakar dengan ketebalan penuh terlihat dengan kulit yang putih tidak

terasa dan tidak memucat jika disentuh Pembuluh darah yang trombosis

kadang dapat terlihat melalui jaringan yang rusak ini yang disebut dengan

6

eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang

dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh

Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga

Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga

7

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 7: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

eskar Kehilangan cairan dan efek metabolisme dari luka bakar termal yang

dalam adalah setara dengan luka bakar ketebalan penuh

Gambar 5 Luka Bakar Derajat Tiga

Gambar 6 Kedalaman Luka Bakar Derajat Tiga

7

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 8: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Luas Luka Bakar

Luas Luka Bakar menggunakan Rule of Nines

Kepala leher 9 --- 9 Lengan 9 --- 18 Badan depan --- 18 Badan belakang --- 18 Tungkai 18 --- 36 Genitalia perineum --- 1 ------------------------------------------------

100

Gambar 7 Perhitungan Luas Luka Bakar

Modifikasi Rule of Nines pada anak-anak

Persentasi permukaan tubuh berdasarkan umur

New Born 3 tahun 6 tahun

Head 18 15 12

Trunk 40 40 40

Arms 16 16 16

Legs 26 29 32

8

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 9: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

TABEL LUND amp BROWDER

Berdasarkan lokasi tempat yang terkena pada tubuh luka bakar terbagi menjadi

bull Wajah ndash Luka Bakar karena inhalasi

bull Mata ndash Corneal scarring disfungsi pada mata kebutaan

bull Tangan dan kaki ndash jaringan parut dan kontraktur

bull Circumferential burns

- Neck ----gt Laryngeal edema obstruksi jalan napas

- Ekstremitas ----gt Iskemia

- Chest wall ----gt Respirasi failure

Kriteria berat ringan luka bakar menurut American Burn Association

9

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 10: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

1 Luka bakar ringan

Luka bakar derajat II lt 15

Luka bakar derajat II lt 10 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 1

2 Luka bakar sedang

Luka bakar derajat II 15-25 pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 10-20 pada anak-anak

Luka bakar derajat III lt 10

3 Luka bakar berat

Luka bakar derajat II 25 atau lebih pada orang dewasa

Luka bakar derajat II 20 atau lebih pada anak-anak

Luka bakar derajat III 10 atau lebih

Luka bakar mengenai tangan wajah telinga mata kaki dan

genitaliaperineum

Luka bakar dengan cedera inhalasi listrik disertai trauma lain

Kategori Luka Bakar Mayor jika didapatkan

bull Luka Bakar derajat Dua gt25 luas permukaan tubuh pada dewasa

bull Luka Bakar derajat Dua gt20 luas permukaan tubuh pada anak-anak

bull Luka Bakar derajat Tiga gt10 luas permukaan tubuh

bull Mengenai wajah kedua mata kedua tangan kaki atau perineum

bull Semua luka bakar listrikelektrik

bull Semua luka bakar inhalasi

bull Luka bakar komplikasi dengan trauma mayor lain

Permasalahan Luka Bakar

Luka bakar merupakan suatu keadaan yang sangat jauh berbeda dengan

penyakit atau kelainan yang ada diketahui di dunia kedokteran Kompleksitas

permasalahan yang ada pada setiap fase menyebabkan kesulitan dalam menyusun

10

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 11: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

suatu bentuk standar pelayanan baku sehingga memerlukan beberapa alternatif

Sebagai jalan keluar untuk mengatasi permasalahan standar pelayanan ini maka

penyusunan standar kembali mengacu pada evidence-based medicine yang terdiri

dari beberapa kategori menghasilkan beberapa kelas rekomendasi178910

Gambar 8 Masalah pada luka bakar berdasarkan kronologi

Fase akut berlangsung selama 0-48jam bila mengacu pada proses penyembuhan luka

namun bila mengacu pada gangguan permeabilitas kapilar fase akut dapat

berlangsung lebih dari waktu tersebut Demikian pula halnya dengan fase subakut

bila mengacu pada konsep SIRS maka fase subakut berlangsung sd hari ke-32

karena SIRS dapat dijumpai sampai dengan 32 hari pasca cedera

a Permasalahan tahap awalSebagaimana diketahui masalah yang timbul pada luka bakar fase akut

terutama berkaitan dengan gangguan jalan nafas (cedera inhalasi) gangguan

mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi ketiganya menyebabkan gangguan

perfusi jaringan yang menyebabkan kematian dalam waktu singkat atau bila korban

dapat bertahan (hidup) selama fase akut disertai kemungkinan timbulnya SIRS dan

MODS yang berakhir fatal

Cedera inhalasi merupakan gangguan mukosa saluran nafas akibat paparan

atau kontak dengan sumber termis (sangat jarang) sisa pembakaran yang tidak

sempurna (toxic fumes) berbagai zat toksik seperti CO dan zat kimia lainnya

11

0-48 (72)jam

DeteriorasiABC

sd 21 (32) hari

SIRS amp MODS

sd 8-12 bulan

Parut Hipertrofik Keloid Kontraktur

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 12: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Cedera inhalasi ini umumnya dijumpai pada luka bakar yang disebabkan api

terperangkap di ruang tertutup atau terpapar pada zat kimia Dugaan kuat mengenai

adanya cedera inhalasi ini bila dijumpai luka bakar mengenai muka dan leher serta

adanya tanda bulu hidung terbakar sputum dan liur mengandung karbon Kerusakan

mukosa sebagaimana dijelaskan juga dapat terjadi pada kasus luka bakar yang

disebabkan minyak panas air panas atau bahan kimia yang mengenai muka leher dan

dada bagian atas

Terjadi edema mukosa mulai dari daerah orofaring dan laring (saluran nafas

bagian atas) sampai membran alveoli (saluran nafas bagian bawah) Gejala yang

timbul sangat bervariasi tergantung derajat paparan dan penyebab Edema yang

bermakna pada saluran nafas bagian atas dapat menyebabkan obstruksi ditandai

dengan perubahan suara (serak stridor) kesulitan bernafas dan pasien tampak

gelisah (hipoksik) Obstruksi seperti ini relatif jarang dijumpai umumnya terjadi

dalam waktu kurang dari 8jam pasca cedera dan bersifat fatal bila tidak ditangani

segera Proses inflamasi pada mukosa disertai produksi sekret yang banyak

(hipersekresi) merupakan hal yang umum dan menyebabkan masalah pada saluran

nafas Inflamasi pada mukosa berlanjut dengan disrupsi silia pada mukosa

mengalami nekrosis yang kemudian lepas (sloughing mucosa) disertai fibrin-fibrin

yang terbentuk pada proses dan atau partikel karbon bereaksi dengan sekret

membentuk cast (mucus plug) yang sulit dilepaskan menyebabkan obstruksi

lumen Obstruksi seperti ini lebih sering dijumpai umumnya terjadi hari kedua-

keempat pasca cedera 11112131415

Pada luka bakar kimia (baik dalam bentuk cedera inhalasi maupun kontak

dengan bahan kimia) dan luka bakar listrik seringkali disertai bronkospasme yang

bukan merupakan hal yang umum terjadi pada luka bakar oleh sebab lainnya

Bronkospasme terjadi akibat kerusakan atau reaksi inflamasi yang melibatkan otot

polos bronkus (proses inflamasi akibat luka bakar kimiawi lebih hebat dibandingkan

cedera termis lainnya sedangkan pada luka bakar listrik spasme timbul sebagai reaksi

akibat aliran listrik)

12

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 13: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Gangguan mekanisme bernafas

Terbatas menurunnya kemampuan bernafas oleh karena berkurangnya daya

ekspansi dinding toraks disebabkan adanya eskar melingkar dan atau adanya cedera

toraks yang menyebabkan gangguan pernafasan (misal pneumotoraks hematotoraks

fraktur tulang iga dsb) Kondisi ini menyebabkan gangguan mekanisme respirasi yang

berdampak pada penurunan compliance paru dan berkurangnya suplai oksigen yang

diperlukan oleh sel jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan

memperberat dampak dari cedera pada seljaringan

Eskar melingkar di dinding dada menyebabkan gangguan proses ekspansi

rongga toraks yang menyebabkan penurunan kapasitas bernafas (penurunan

compliance paru)161819

Gambar 9 Eskar melingkar di dada menghalangi gerakan ekspansi rongga toraks digambarkan sebagai jeratan tambang menyebabkan penurunan compliance paru

b Permasalahan tahap lanjut

13

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 14: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Sloughing mucosa dan jaringan nekrosis merupakan pemicu dilepaskannya

mediator-mediator pro-inflamasi yang dilepas ke sirkulasi sistemik menyerang

organ-organ lain terutama parenkim paru Parenkim paru yang terkena

umumnya jaringan interstisiel disekitar pembuluh kapilar perialveolar

menyebabkan gangguan perfusi-difusi (VQ mismatch)1 Edema mukosa di

saluran nafas bagian bawah yang juga melibatkan alveoli tidak

bermanifestasikan obstruksi namun gangguan ini biasanya timbul pada 4-5 hari

pasca cedera (mungkin dijumpai sampai dengan hari ke10-15) dalam bentuk

Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS)14151617

Reaksi inflamasi yang timbul disebabkan beredarnya makrofag di alveolus

(lihat gambar 4 di halaman sebelumnya) menyebabkan kerusakan surfaktan dan

proliferasi fibrin di permukaan alveoli yang berlanjut dengan pembentukan

membran serupa dengan Membrane Hyaline Disease pada neonatus (Neonatal

Respiratory Distress Syndrome atau Congenital Respiratory Distress

Syndrome)131618

14

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 15: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Gambar 10 Perubahan patologik membran basalis alveolus pada ARDS Kerusakan surfaktan disertai pembentukan membran hialin yang menghalangi proses perfusi difusi terjadi karena proses inflamasi sistemik dengan fokus primer di luar paru

PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR

Kasus luka bakar merupakan suatu bentuk cedera sehingga

penatalaksanaannya secara umum sesuai dengan penatalaksanaan cedera yang

diterapkan menurut Advanced Trauma Life Support (ATLS) secara khusus menurut

Advanced Burn Life Support (ABLS) dijabarkan sebagai berikut 1820

A Survai Primer

1 Penilaian jalan nafas (Airway)

Perhatian utama ditujukan pada status pernafasan pasien yang berhubungan dengan

adanya riwayat paparan saluran nafas terhadap suhu tinggi dan atau asap sisa

pembakaran yang terhisap Adanya cedera inhalasi dicurigai pada kasus-kasus seperti

dibawah ini

1 Riwayat terbakar di dalam ruang tertutup

2 Riwayat terpapar pada ledakan

3 Luka bakar mengenai muka

4 Bulu hidung dan alis terbakar

5 Dijumpai deposit karbon dan tanda-tanda radang akut daerah orofaring

6 Sputum mengandung karbon

Komplikasi jalan napas dapat terbagi pada 3 fase sindrom

a Komplikasi dini (0-24 jam post trauma) meliputi keracunan carbon monoxide dan

direct inhalation injury

dan bisa berlanjut menjadi obstruksi airway dan edema pulmonal

b Delayed injury (2-5 hari post trauma) terjadi respiratory distress sndrome

15

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 16: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

c Komplikasi lanjut muncul setelah hitungan hari atau minggu terjadi pneumonia

atelektasis danemboli

pulmonal

2 Penilaian mekanisme bernafas (Breathing)

Perhatian utama ditujukan pada gangguan mekanisme bernafas oleh karena

adanya eskar melingkar di dinding dada dan atau ada cedera toraks (misal

pneumotoraks hematotoraks fraktur tulang iga dsb) 141821

Cedera Inhalasi

Adalah suatu terminologi cedera mukosa akibat paparan terhadap cedera

termis dan atau kimiawi yang terjadi pada luka bakar Cedera panas secara langsung

yang menyebabkan edema yang dapat berlanjut

menjadi suatu bentuk obstruksi saluran nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di

atas glotis) Inhalasi sisa pembakaran yang tidak sempurna (misalnya partikel-partikel

karbon dan gas toksik cedera kimiawi) yang menyebabkan (cedera di bawah glotis)

- edema edema laring

- trakeobronkitis

- pneumonia

kondisi patologik ini menyebabkan gangguan suplai oksigen yang diperlukan oleh sel

jaringan untuk menyelenggarakan metabolisme sehingga akan memperberat dampak

dari cedera pada sel jaringan

Cedera inhalasi asap panas

Insidensinya berkisar 5 ndash 35 dari semua pasien luka bakar Angka kematian

pada cedera inhalasi terisolasi sekitar 10 tetapi akan meningkat menjadi 2 kali

lipat apabila disertai luka bakar ditempat lain

Cedera inhalasi menimbulkan efek berbahaya pada saluran nafas atas dan

bawah Produk kimiawi pada asap (seperti amonia nitrogen dioksida sulfur dioksida

16

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 17: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

dan klorida) yang bereaksi dengan uap air pada saluran nafas akan menghasilkan

asam dan basa kuat (misalnya sulfur dioksida akan membentuk asam sulfur) Hasil

akhir ini akan menyebabkan bronkospasme udema jalan nafas dan ulkus membran

mukosa Gas lain seperti nitrogen oksida fosgen asam hidroklorid dan asam sulfur

dapat menembus jalan nafas lebih dalam sehingga dapat merusak membran alveoli

dan mengganggu aktivitas surfaktan Hasil akhir cedera inhalasi adalah nekrosis

epitel trakhea dan bronkus sehingga menyebabkan obstruksi jalan nafas parsial atau

komplit dan merusak sistem pertahanan jalan nafas terhadap infeksi 1141621

Senyawa aldehida seperti akrolein yang dihasilkan oleh terbakarnya katun

kayu dan bermacam serabut sintetik akan mengganggu fungsi silier dan merusak

permukaan mukosa (terjadi udema dan transudasi mukus) Kadar akrolein hanya 10

ppm sudah dapat menimbulkan udema pulmo

Anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat mengarahkan secara akurat terjadinya

cedera inhalasi Pasien yang ditemukan pada lingkungan api di ruang tertutup atau

terjebak (misalnya di rumah atau dalam mobil) merupakan resiko tinggi terjadinya

cedera inhalasi Luka bakar pada wajah dahak berwarna hitam (karbon) dan

gangguan bernafas merupakan tanda penunjang Pemeriksaan gas darah sangat

membantu dalam penatalaksanaan berikutnya dengan mengetahui tekanan parsial

oksigen dan karbondioksida saturasi oksigen dan lain-lain Pemeriksaan lainnya

yang diperlukan yaitu rontgen thorak dan bronkoskopi fiberoptik

Terdapat hubungan antara gambaran bonkoskopi dengan faktor resiko cedera

inhalasi yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis Gambaran bronkoskopi yang

positif menunjukkan terjadinya cedera inhalasi didapatkan pada 96 pasien yang

memiliki trias api di ruang tertutup kadar karboksihemoglobin gt10 dan dahak

berwarna hitam karbon Gambaran positif muncul sebesar 70 pada pasien yang

hanya memiliki 2 parameter klinis cedera inhalasi dan hanya lt30 pada pasien

dengan 1 parameter klinis cedera inhalasi

Penatalaksanaan cedera inhalasi yang terpenting adalah intubasi trakheal

seawal mungkin dengan bantuan ventilasi mekanik dan perawatan intensif untuk

17

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 18: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

mengantisipasi terjadinya bronkospasme berat kerusakan alveolar dan udema paru-

paru Komponen senyawa kimiawi khusus seperti karbonmonoksida dan sianida

memerlukan penanganan yang lebih spesifik

Cedera sistem respirasi yang tidak langsung terjadi pada pasien luka bakar di

kulit tanpa ada bukti klinis terjadi cedera inhalasi Mekanismenya bermacam-macam

misalnya akibat resusitasi cairan yang masif atau akibat terjadinya penurunan

tekanan onkotik plasma melalui kehilangan protein plasma melalui jaringan luka

bakar Mediator inflamasi (lipid peroksida prostanoid komplemen) yang dilepaskan

oleh jaringan yang terbakar juga ikut berperan dalam terjadinya udema paru-paru 141216

Penatalaksanaan Jalan Nafas

Informasi awal yang harus diperoleh adalah ada tidaknya abnormalitas jalan

nafas sebelumnya cedera jalan nafas yang ada sekarang dan tanda-tanda obstruksi

jalan nafas Setelah informasi terkumpul maka rencana terbaik dalam

penatalaksanaan jalan nafas dapat segera disusun saat pasien datang ke rumah sakit

Meskipun jalan nafas pasien tampak normal perlu dipertimbangkan untuk melakukan

intubasi endotrakheal profilaktik Tidak semua cedera jalan nafas bermanifestasi

segera Udema jalan nafas yang berhubungan dengan resusitasi cairan masif dapat

mengganggu jalan nafas dan mempersulit dilakukannya intubasi trakhea Sebagai

kaidah umum lebih baik melakukan intubasi pasien luka bakar secepatnya daripada

terlambat melakukannya 1291115

Apabila terdapat cedera jalan nafas atas dengan tanda obstruksi jalan nafas

pasien memerlukan intubasi trakheal sesegera mungkin Sehingga diperlukan tenaga

dan sarana yang mencakup anestesiolog yang berpengalaman peralatan untuk

berbagai macam teknik intubasi mesin anestesi dan termasuk kemungkinan

dilakukannya pembebasan jalan nafas secara operatif

Patofisiologi kerusakan parenkim paru sampai saat ini penyebabnya belum

jelas apakah disebabkan langsung oleh panas (thermal) atau bahan-bahan kimia

18

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 19: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

(chemical) atau karena efek tidak langsung akibat terapi cairan yang berlebihan

infeksi sekunder ARDS ataupun karena edema paru

Gangguan pernapasan umumnya disebabkan karena kerusakan termal atau

kemikal pada permukaan epitel pada saluran napas Kerusakan sekunder disertai

pneumonia bakterial dapat terjadi beberapa hari setelah terpapar yang selanjutnya

menyebabkan kerusakan sitotoksik Proses inflamasi akan menyebabkan infiltrasi

neutrofil merusak makrofag dalam alveoli sehingga memudahkan bakteri

berkembang biak

Hipoksemia terjadi karena penurunan konsentrasi oksigen yang dihisap pasien

ditempat kejadian sumbatan jalan napas kerusakan parenkim paru atau toksn-toksin

(sianida dan CO) yang menghambatan transport oksigen ke jaringan Disfungsi multi

organ yang sering timbul akibat hipoksia tersebut akan menyebabkan morbiditas dan

mortalitas meningkat tajam

---- Penatalaksanaan luka bakar tanpa distress pernapasan

1 Intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) tanpa menggunakan pelumpuh otot

dan tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakeal

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan pemberian nebulizer setiap 6 jam

5 Pemberian bronkodilator (Ventolin inhalasi) dilakukan bila jelas dijumpai

gejala dan tanda distress pernapasan

6 Pemantauan gejalatanda distress pernapasan

a Gejala subyektif gelisah sesak napas

b Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernapasan (gt30 xmenit)

sianotik stridor aktivitas otot pernapasan bertambah

c Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan

Analisis gas darah

- pada pertama kali penderita ditolong (saat resusitasi)

- pada 8 jam pertama

19

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 20: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

- dalam 24 jam pasca cedera

- selanjutnya sesuai kebutuhan

Foto thorax 24 jam pasca cedera

7 Pemeriksaan radiologi

8 Pelaksanaan dilakukan di ruang resusitasi instalasi gawat darurat

Penatalaksanaan Cedera Inhalasi

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi (seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar

dan edema mukosa hidung) tanpa gejala dan tanda distres pernafasan Pada kasus ini

mendapat perhatian dan perlakuan secara khusus dalam 8 (delapan) jam pertama

pasca kejadian didasari pemikiran bahwa obstruksi akibat edema mukosa saluran

nafas bagian atas (edema jalan nafas besar di atas glotis) biasanya terjadi dalam

kurun waktu tersebut meskipun obstruksi dapat terjadi dalam 24-36 jam pertama

(edema jalan nafas dengan diameter lebih kecil) Pada umumnya kondisi ini

disebabkan oleh cedera termis 2161720

Prosedur yang dilakukan antara lain

1 Intubasi dan atau krikotiroidotomi

- Bila dijumpai distres pernafasan kerjakan krikotiroidotomi

- Bila tidak dijumpai distres pernafasan kerjakan intubasi dan atau krikotiroidotomi

Intubasi (pemasangan pipa endotrakea) tanpa menggunakan pelumpuh otot

sebagai premedikasi dilanjutkan perawatan dengan atau tanpa ventilator

2 Pemberian oksigen 2-4 litermenit melalui pipa endotrakea

3 Penghisapan sekret secara berkala

4 Humidifikasi dengan melalui pipa endotrakea dan atau kanula krikotiroidotomi

selama 24 jam

20

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 21: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

5 Lavase bronko-alveolar (bronchial washing pulmonary toilet) untuk melepaskan

sekret kental yang melekat dan mengencerkannya serta membersihkan sloughing

mucosa yang memicu terbentuknya cast penyebab obstruksi

6 Pemberian bronkodilator-selektif secara inhalasi 1 ampul diuapkan dalam

nebulizer 3 kali sehari dilakukan bila cedera inhalasi disebabkan oleh sisa

pembakaran tak sempurna yang berasal dari bahan-bahan kimiawi (luka bakar

kimia dan luka bakar listrik)

7 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu) Pada penderita

yang gelisah selalu dipikirkan kemungkinan pertama telah terjadi hipoksemia

khususnya pada sirkulasi serebral sebagai penyebab kegelisahan Kemungkinan

oleh sebab lain dipikirkan kemudian

Gejala obyektif Klinis peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit)

pernafasan dangkal sianotik stridor aktivitas otot-otot pernafasan tambahan

Pemeriksaan bantuan perubahan nilai hasil pemeriksaan analisis gas darah (yang

terjadi pada masa akut 8 jam pertama pasca kejadian) sementara gambaran

perselubungan infiltrat pada paru biasanya baru dijumpai gt24jam sd 4-5 hari

(biasanya dikaitkan dengan entitas Acute Respiratory Distress Syndrome ARDS)

untuk pemantauan ini maka dilakukan pemeriksaan

a Analisis gas darah serial

1 Pertama kali pasien ditolong (saat resusitasi)

2 Dalam 8jam pertama

3 Dalam 24jam pasca cedera

4 Selanjutnya sesuai kebutuhan

b Foto toraksparu 24jam pasca cedera dan 3-4 hari pasca cedera Pemeriksaan

radiologik (foto

toraksparu) dikerjakan bila masalah pada jalan nafas pernafasan dan gangguan

sirkulasi telah diatasi

21

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 22: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

8 Pelaksanaan intubasi-krikotiroidotomi dan perawatan jalan nafas dilakukan di

Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

9 Tindakan resusitasi jalan nafas dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

10 Penatalaksanaan di ruang intensif selanjutnya adalah perawatan saluran nafas

(trakeostomi atau krikotiroidotomi) dengan penghisapan sekret secara periodik

humidifikasi dan lavase bronkial (bronchial-washing pulmonary toilet) Seringkali

dijumpai sekret kental bercampur dengan sloughing mucosa yang dapat

menyebabkan obstruksi (cast mucus plug) dengan gejala distres pernafasan dalam

hal ini diperlukan prosedur pembersihan kanula trakeostomi trakeostomi

krikotiroidotomi secara periodik

11 Prosedur rehabilitasi pernafasan dilakukan dengan cara mengatur posisi pasien

(duduk atau setengah duduk pronasi) vibrasi dan latihan otot-otot pernafasan baik

secara pasif maupun aktif latihan refleks batuk dsb dimulai sejak awal

Penatalaksanaan cedera inhalasi tanpa distres pernafasan diperlakukan sebagai

cedera inhalasi dengan distres pernafasan (lebih agresif) sampai terbukti tidak ada

distres pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Intubasi dan atau

krikotiroidotomi disini bukan merupakan sarana mengatasi obstruksi jalan nafas akut

namun untuk memfasilitasi perawatan jalan nafas Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi perawatan jalan nafas (penghisapan sekret humidifikasi lavase

bronko-alveolar dsb) dapat dikerjakan secara optimal

Penatalaksanaan cedera inhalasi dengan distres pernafasan yang bersifat

gawat darurat memerlukan tindakan agresif agresif untuk mengatasi distres

pernafasan yang membahayakan jiwa pasien Yang terbaik adalah melakukan

trakeostomi krikotoroidotomi

Distres pernafasan merupakan suatu kondisi yang membahayakan jiwa pasien

karena terjadi hipoksia jaringan (khususnya membahayakan sel-sel gliaotak yang

akan menyebabkan gangguan sentral dan sistemik) Upaya memelihara tersedianya

suplai oksigen dilakukan secara maksimal dengan menjaga patensi saluran nafas

(baik dengan intubasi maupun trakeostomi krikotiroidotomi) perawatan saluran

22

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 23: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

nafas dengan melakukan penghisapan sekret secara berkala humidifikasi

(menggunakan uap air) untuk mengencerkan sekret kental serta menyediakan suplai

oksigen 2-4 liter per menit

Dengan perawatan ini proses inflamasi pada mukosa akan diredam saluran

nafas bebas dan suplai oksigen akan terselenggara baik Proses pembuktian (sekaligus

perawatan saluran nafas) terbaik dikerjakan menggunakan bronkoskop sehingga

diagnosis cedera inhalasi dapat ditegakkan lebih awal dan penatalaksanaan

selanjutnya menjadi lebih tepat Bila kasus ini diabaikan (tidak melakukan tindakan

perawatan secara agresif hanya melakukan observasi saja) pada saat proses inflamasi

semakin hebat dan manifestasi distres pernafasan menjadi nyata pertolongan

(resusitasi) jarang memberikan hasil baik

Prosedur Intubasi Endotrakea dan Krikotiroidotomi

Sebagaimana diketahui tujuan prosedur intubasi disini yang utama ada dua yaitu

pertama mempertahankan patensi jalan nafas (mencegah atau mengatasi obstruksi

terutama jalan nafas bagian atas) dan kedua sebagai fasilitas pemeliharaan jalan

nafas (penghisapan lendir berkala lavase bronko-alveolar) yang tidak selalu harus

dilanjutkan dengan penggunaan ventilator111 Premedikasi dan pemberian zat

pelemas otot bertujuan mempermudah prosedur intubasi (mengatasi spasme) pada

pembiusan elektif yang kemudian dilanjutkan dengan penggunaan ventilator Pada

cedera inhalasi (yang merupakan kasus gawat darurat) premedikasi justru menekan

respon tubuh yang terjadi (sebagai mekanisme kompensasi pada suatu cedera)

sehingga akan membahayakan pasien 141518

Intubasi pada prosedur elektif dimungkinkan untuk dikerjakan sampai dengan

tiga kali diselingi oksigenasi ketentuan ini tidak berlaku pada prosedur intubasi

emergensi pada cedera inhalasi karena akan memperberat patologi mukosa

Penerapan klinik kedua hal tersebut di atas memang tidak mudah namun

dengan keahlian dan pengalaman hal ini menjadi relatif mudah Yang perlu

23

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 24: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

diperhatikan adalah prinsip-prinsip yang mendasar disertai rasionalitas (evidence

based) oleh karenanya tidak ada gold standard untuk masalah ini6-7

Krikotiroidotomi dan atau trakeostomi emergensi menjadi topik pro dan

kontra karena dianggap terlalu agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar

dibandingkan intubasi Sebetulnya prosedur krikotiroidotomi lebih mudah dikerjakan

tanpa morbiditas berarti namun jelas efektif menurunkan mortalitas Penggunaan

kanula trakeostomi tidak menimbulkan permasalahan yang timbul akibat adanya

pipa panjang di bronkus bertambahnya dead space8 berkurangnya volume tidal

memfasilitasi reaksi inflamasi dengan manifestasi bertambahnya hipersekresi dan

meningkatkan kemungkinan terbentuknya mucus plug dan atelektasis Karenanya

timbul pemikiran untuk melakukan krikotiroidotomi primer maupun konversif pada

kasus-kasus yang diperkirakan akan lama menggunakan intubasi (lebih dari 2

minggu misalnya pada luka bakar luas disertai cedera inhalasi) dan memerlukan

ventilator11-13 Disamping itu efektifitas intubasi dipertanyakan dalam hal perawatan

jalan nafas (humidifikasi penghisapan sekret dsb) yang tidak demikian halnya

dengan krikotiroidotomi

24

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 25: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Penggunaan pipa dengan balon (cuff) menimbulkan pro dan kontra Balon akan

menyebabkan iritasi pada mukosa yang inflamatif dan menyebabkan mukosa bronkus

di sepanjang pipa yang terletak ke arah proksimal (oralnasal) tidak mendapat

perawatan jalan nafas sebagaimana tujuan utama prosedur intubasi itu sendiri

Namun terlepas dari kelebihan kekurangan masing-masing intubasi atau

krikotiroidotomi mutlak dikerjakan dalam resusitasi jalan nafas (Rekomendasi A)7

Prosedur intubasi harus dilanjutkan dengan perawatan pipa secara periodik (tiap 2-5

hari)7 bila perawatan pipa tidak dimungkinkan (pipa dibersihkan di luar) maka segera

konversi ke krikotiroidotomi terapi inhalasi (nebulization) lavase bronko-alveolar

pemberian bronkodilator dan terapi oksigen

Prosedur Intubasi

Indikasi

rsquoAirway maintenancersquo

1 Selama prosedur anestesi

2 Pada keadaan-keadaan darurat

a Obstruksi jalan nafas bagian atas (trauma jalan nafas bagian atas memerlukan

krikotiroidotomi)

b rsquoFacial burnsrsquo

c Cedera kepala dan leher

d lsquoRespiratory failurersquo

e lsquoCardiac arrestrsquo

f Aspirasi isi lambung

Kontraindikasi

- Kondisi hipoksik

Untuk prosedur intubasi elektif atau kondisi darurat selalu upayakan ventilasi O2

menggunakan sungkup (rsquoface maskrsquo) dan rsquobreathing bagrsquo sebelum prosedur intubasi

- Cedera vertebra servikalis

Untuk melakukan maintain jalan nafas upayakan melalui prosedur krikotiroidotomi

25

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 26: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

sebagai upaya mencegah ekstensi kepala saat prosedur intubasi 1111721

Intubasi pasien luka bakar dengan kemungkinan intubasi sulit

Teknik paling aman pada kasus ini adalah melakukan intubasi pada kondisi

pasien sadar Kunci penanganan pada teknik ini adalah anestesi topikal yang adekuat

memposisikan pasien dengan baik dan pemberian oksigen dengan baik Pemberian

opioid intravena dapat diberikan untuk analgesi sistemik tetapi obat sedatif harus

hati-hati atau jangan diberikan pada pasien ini karena dapat memperburuk kondisi

jalan nafas Teknik intubasi yang ideal adalah dengan menggunakan fiberoptik

fleksibel meskipun teknik terbaik tergantung kemampuan dan pengalaman

anestesiolog yang ada Apabila jalan nafas bagian atas sudah sangat rusak atau

intubasi trakheal tidak bisa dilakukan perlu dilakukan tindakan penanganan jalan

nafas dengan pendekatan pembedahan (krikotiroidotomi jarum krikotiroidotomi

pembedahan atau trakheostomi)

Pasien anak yang memerlukan intubasi perlu dilakukan induksi dengan

inhalasi (halotane atau sevoflurane) karena umumnya mereka tidak kooperatif

Pemilihan pipa endotrakheal (dengan atau tanpa baloncuff) memiliki keuntungan dan

kerugian masing-masing Secara umum lebih disukai menggunakan pipa endotrakheal

tanpa balon pada pasien bayianak karena diameter pipa endotrakheal akan lebih

besar dan cincin krikoid yang sempit akan menyekat kebocoran aliran udara dengan

baik Pasien anak yang lebih besar dan pasien yang memerlukan tekanan inspirasi

tinggi selama menggunakan ventilator mekanik akan memerlukan pipa endotrakheal

dengan balon Stridor pasca ekstubasi merupakan komplikasi intubasi trakheal

tersering pada anak akibat terjadinya udema jalan nafas Ekstubasi dilakukan jika

udema jalan nafas sudah tidak ada yang dapat diketahui dengan adanya kebocoran

aliran udara disekitar pipa endotrakheal atau dengan melihat secara langsung

menggunakan laringoskopi direk Perlu dilakukan pengawasan ketat terjadinya

obstruksi jalan nafas pasca ekstubasi selama 24-48 jam

26

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 27: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Intubasi pada pasien luka bakar tanpa prediksi intubasi sulit

Apabila pasien tidak terdapat prediksi intubasi sulit intubasi dilakukan

dengan teknik urutan cepat (RSI) menggunakan induksi intravena dan pelumpuh otot

kerja cepat Telah diketahui bersama bahwa pemberian suksinilkolin tidak aman pada

pasien gt 24 jam pasca luka bakar Reseptor asetilkolin ekstrajungsional berproliferasi

setelah terjadi luka bakar akibatnya terjadi pelepasan kalium yang berlebihan setelah

pemberian suksinilkolin Peningkatan cepat kadar kalium sampai gt 9 mMolL pernah

dilaporkan dan dihubungkan dengan terjadinya henti jantung mendadak Masih

terdapat jeda waktu aman sampai 24 jam pasca terjadi luka bakar karena proses

proliferasi reseptor membutuhkan waktu beberapa hari Masih belum jelas sampai

berapa lama respon hiperkalemi ini akan terjadi Rokuronium dosis tertentu dapat

digunakan sebagai alternatif pemakaian suksinilkolin untuk RSI

Ekstubasi

1 Hisap sekret di faring

2 Hisap pipa endotrakea

1048707 Batasi hanya sekitar 10 detik

1048707 Bila tidak ada sekret dengan sendirinya prosedur ini tidak diperlukan

3 Ventilasi pasien

1048707 Gunakan rsquobreathing bagrsquo dengan oksigen 100

1048707 Beri beberapa pernafasan dalam

4 Pencabutan pipa

1048707 Kempeskan cuff

1048707 Penarikan pipa dilakukan setelah inspirasi dalam

1048707 Berikan O2 melalui sungkup (face mask)

Krikotiroidotomi untukrsquoemergency airway maintenancersquo

Indikasi

27

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 28: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

lsquoEmergency airway maintenancersquo setelah kegagalan intubasi Obstruksi orofaring

akibat trauma atau benda asing Krikotiroidotomi merupakan tindakan darurat lebih

cepat dan aman dibandingkan trakeostomi pada kondisi genting dapat dikerjakan di

luar ruang operasi

Persiapan alat

1048707 Pemegang pisau No 3

1048707 Blade skalpel No 11

1048707 Dilator Delaborde

1048707 Hemostat

1048707 rsquoNeedle holderrsquo

1048707 Jarum dan benang bedah

1048707 rsquoSuction equipmentrsquo

1048707 Semprit 10ml

1048707 Set trakeostomi ukuran standar dengan rsquosoft cuffrsquo

Teknik

1 Pengaturan posisi supine tempat tidur di sisi kepala elevasi 15 derajat dan bahu

diganjal hiperekstensi leher

2 Tindakan a dan antisepsis

3 Persiapkan pipa kanul trakeostomi periksa adanya kebocoran cuff dengan

mengembangkannya di dalam air pada kanula

4 Identifikasi anatomical landmark

1048707 Palpasi ruang krikotiroid

1048707 Pegang kartilago tiroid di antara jari pertama dan kedua

5 Infiltrasi anestesi lokal terutama transversal melintasi membran krikotiroid

6 Insisi membran krikotiroid

7 Sayat kulit dan membran krikotiroid menggunakan blade skalpel sampai

menembus trakea Perlebar sayatan masing-masing 1cm ke setiap sisi

8 Insersi dilator Delaborde Insersi dilator pada sayatan disisi blade cabut blade

28

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 29: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

9 Insersi pipa trakeostomi

10 Kembangkan dilator

11 Insert pipa trakeostomi dan obturatornya

12 Lepaskan obturator

13 Penghisapan trakea

14 Ventilasi melalui pipa trakeostomi

15 Kembangkan cuff dengan tekanan minimal

16 Pengamanan pipa trakeostomi

1048707 Jahitkan wing trakeostomi ke kulit

1048707 Pita trakeostomi lingkarkan ke leher pasien

17 Balut dengan kasa steril

Penggunaan ventilator

Respirasi inadekuat memerlukan bantuan ventilator mekanik Penggunaannya

didasari pertimbangan klinik khususnya pada fase awal dan bukan pada fase

terminal Namun parameter yang umum diterapkan untuk menentukan indikasi

penggunaan ventilator berdasarkan adanya tanda-tanda gagal nafas yaitu frekuensi

pernafasan gt30kali per menit aktivitas otot pernafasan tambahan hipoksemia (PaO2

lt70mmHg) hiperkapnia (PaCO2 lt50mmHg) dan kapasitas vital lt4mLkg Rasio

PaO2FiO2 turun lt200 menunjukan kerusakan parenkim paru yang serius biasanya

berakhir fatal

Penatalaksanaan eskar melingkar di dada

Kasus luka bakar dengan kecurigaan bukti klinis-obyektif adanya cedera

inhalasi seperti edema muka sekitar hidung-mulut dan leher bulu hidung terbakar dan

edema mukosa hidung tanpa gejala dan tanda distres pernafasan 13417

1 Pemantauan gejala dan tanda distres pernafasan

Gejala subyektif gelisah (akibat hipoksia) sesak nafas (dispnu)

Gejala obyektif peningkatan frekuensi pernafasan (gt30kali per menit) dangkal

disertai tanda-tanda distres pernafasan lain sebagaimana dijelaskan sebelumnya

29

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 30: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

2 Untuk pemantauan ini dilakukan pemeriksaan sebagaimana penatalaksanaan

cedera inhalasi

3 Sayatan-sayatan pada kulit menembus seluruh ketebalan eskar (eskarotomi) untuk

melepaskan jeratan eskar yang menyebabkan gangguan ekspansi rongga toraks di

beberapa tempat dengan atau tanpa anestesi lokal menggunakan pisau dengan bilah

no 10 22 atau 24

4 Tindakan ini dilakukan sebelum tindakan resusitasi cairan

5 Pelaksanaannya dilakukan di Ruang Resusitasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

6 Penatalaksanaan di ruangan selanjutnya adalah melakukan perawatan luka sayatan

Kasus ini mendapat perhatian dan perlakuan khusus terutama pada kesempatan

pertama pasca kejadian didasari pemikiran Suplai oksigen yang adekuat harus

terselenggara dalam memperbaiki perfusi selularjaringan untuk mencegah

disfungsi organ yang akan berlanjut dengan kerusakan yang bersifat ireversibel

Suplai oksigen terganggu bukan hanya disebabkan karena adanya gangguan jalan

(saluran) nafas semata namun juga karena adanya gangguan mekanisme respirasi

(ekspansi rongga toraks) yang disebabkan adanya eskar melingkar di dinding

rongga toraks Beberapa sayatan pada eskar (eskarotomi) akan melepaskan jeratan

eskar sehingga gerakan ekspansi rongga toraks dapat terselenggara dengan baik

Penatalaksanaan eskarotomi dikerjakan sebagai prioritas kedua setelah resusitasi

saluran nafas

Sebagai dasar ilmiah bahwa Compliacuteance paru dipengaruhi oleh gerakan dinding

dada pada proses respirasi Adanya eskar khususnya melingkar akan menyebabkat

limitasi gerakan dinding dada sehingga menurunkan kapasitas pengembangan paru

1321

B Penilaian Sirkulasi (Circulation)

Perhatian utama ditujukan pada adanya manifestasi klinik syok hipovolemia

intravaskular dan syok selular yang timbul pada luka bakar (yaitu gangguan

kesadaran pucat takikardi nadi cepat dan tidak teratur disertai pengisian kapilar

30

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 31: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

yang tidak adekuat atau uji pengisian kapilar gt 2detik suhu tubuh turun baik suhu

sentral maupun perifer) 1917

Patofisiologi gangguan sirkulasi pada luka bakar

Setelah suatu cedera termis terjadi pelepasan histamin yang diikuti oleh aktivasi

faktor komplemen yang mengakibatkan perlekatan leukosit PMN dengan endotel

Endotel inflamatif melepaskan radikal bebas diikuti oleh peroksidasi lipid yang

mengaktivasi metabolisme asam arakidonat Hal ini menyebabkan aktivasi kaskade

koagulasi dan pelepasan sitokin khususnya interleukin (IL1 dan IL6) serta tumor

necrotizing factor (TNF ) Proses inflamasi mengakibatkan perubahan morfologi

endotel (membulat) dengan jarak interselular membesar mengakibatkan perubahan

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular dan interstisiel dan keluarnya

cairan ke ruang interstisiel (patogenesis edema interstisiel) Edema interstisiel

menyebabkan hipovolemia dengan dampak gangguan sirkulasi dengan akibat

hipoksia (gangguan perfusi) jaringan dengan dampak terganggunya metabolisme sel

(metabolisme aerob berubah menjadi metabolisme anaerob) sementara penimbunan

cairanpun merupakan penyebab terjadinya gangguan perfusi distal dari daerah edema

Hipoksia jaringan berlanjut diperberat dengan beredarnya hasil metabolisme

anaerob pelepasan radikal bebas dan mediator-mediator pro-inflamasi lainnya

menyebakan gangguan perfusi bertambah berat (cedera reperfusi) dengan akibat

disfungsi organ yang berakhir dengan kegagalan organ menjalankan fungsinya 1917

Ernest H Starling (1866-1927 Physiologist di London UK) menjelaskan

faktor yang menentukan perpindahan cairan melalui endotel kapilar Menurutnya

perpindahan cairan ke ruang interstisiel dikendalikan oleh gradien tekanan hidrostatik

yang dilawan oleh gradien tekanan osmotik dari koloid dikenal sebagai hukum

Starling (Starlingrsquos forces) 1

Jv = Kf (PMV ndash PIS) - sect(COPMV ndash COPIS)

31

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 32: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Jv mencerminkan kecepatan filtrasi cairan melalui kapilarKf koefisien ultrafiltrasi (ukuran permeabilitas)PMV tekanan hidrostatik di dalam kapilerPIS tekanan hidrostatik di ruang interstitielS koefisien-refleksi dan nilai relativ yang menggambarkan

kemampuan membran semipermeabel mencegah berpindahnya cairan

COPMV tekanan onkotik di kapilerCOPis tekanan onkotik koloid di jaringan

Peningkatan permeabilitas dari tempat yang mengalami luka bakar dan melalui jalur

mikrovaskular menyebabkan pergeseran cairan dari volume plasma ke ruang

interstitial Terjadi destruksi sel darah merah hematokrit akan meningkat karena

kontraksi dari volume intravaskular Penurunan volume intravaskular paling sering

terjadi pada 24 jam pertama dan digantikan dengan cairan kristaloid (seperti Ringer

Laktat 2-4 mlkg per persentasi luas luka bakar) Cardiak output akan menurun

seiring terjadinya kontraksi dari volume plasma dan faktor yang mendepresi sirkulasi

miokardial Perfusi dari organ vital dimonitor dengan mengukur urine output lewat

folley kateter Jika volume replacement tidak adekuat maka pemberian supportif obat

inotropik dengan Dopamine dapat dipertimbangkan Untuk dapat mempertahankan

keseimbangan (cairan tetap berada di dalam ruang intravaskular) sect harus mempunyai

nilai besar (mendekati 10) Nilai sect berbeda pada tiap jaringan misalnya paru

tergolong moderately permeable (sect= 06) otot tergolong moderately impermeable (sect

= 09) otak dan glomerulus sangat impermeable terhadap protein (sect= 099 dan 10)

Nilai sect pada jaringan lain misalnya hati sangat rendah (sect= 0) 128

Pada syok luka bakar terjadi kerusakan endotel yang diikuti oleh perubahan

nilai Kf Dengan sendirinya terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke

ruang interstisiel Starling equation ini berlaku untuk semua jenis cairan yang

diberikan misalnya cairan koloid Maka COPMV dan COPis adalah nilai-nilai cairan

koloid demikian pula halnya dengan nilai sect Bila nilai sect koloid adalah sama dengan

10 maka cairan tersebut akan tetap dipertahankan di dalam ruang intravaskular

32

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 33: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Kristaloid memiliki nilai sect kecil sehingga pemberian cairan kristaloid akan diikuti

perpindahan cairan ke ruang intrerstisiel

Gangguan perfusi merupakan suatu kondisi penyebab hipoksemia yang

menjadi fokus perhatian pada patofisiologi syok mengikuti suatu cedera berat

Kerusakan organ yang terjadi sangat tergantung dari waktu karena masing-masing

organ mempunyai batas toleransi tertentu untuk kondisi hipoksia ini (waktu iskemik)

Sel-sel glia hanya memiliki waktu iskemik 4 menit Degenerasi sel-sel glia terjadi

bila waktu iskemik ini dilampaui dengan akibat edema serebri disertai gangguan

sistim autoregulasi (dengan gejala perubahan derajat kesadaran hipotensi

takikardia hiponatremiahipomagnesia dan hipo-atau hipertermi) Sel-sel tubulus

ginjal memiliki waktu iskemik 8jam nekrosis tubular akut yang berlanjut sebagai

gagal ginjal akut terjadi bila waktu iskemik ini dilampaui 2

Sel-sel otot polos memiliki waktu iskemik berbeda dengan otot lurik otot

polos memiliki waktu iskemik 4jam sedangkan otot lurik lebih lama dari itu (kurang

lebih 8-10jam) Bila waktu iskemik ini dilampaui terjadi penguraian aktin dan miosin

diikuti peningkatan aktivitas siklus urea dan pelepasan oksida nitrit (NO radikal

bebas modulator sepsis) Sel-sel mukosa usus memiliki waktu iskemik 4jam disrupsi

mukosa usus diikuti gejala sindroma malobsorpsi dengan intoleransi diare dan

enterokolitis perdarahan saluran cerna dan translokasi bakteri 147

33

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 34: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Gambar 12 Skema sirkulasi yang menggambarkan bejana berhubungan pada keadaan normal (kiri) dan pada kondisi syok (kanan) Terjadi hipoperfusi pada sirkulasi periferal yang sampai saat ini masih seringkali disebut-sebut sebagai suatu bentuk vasokonstriksi Terlihat dari skema ini dengan hipoperfusi periferal yang terjadi akibat mekanisme kompensasi memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral organ-organ periferal mengalami iskemi dan mengalami disfungsi

Hipoperfusi splangnikus menjadi fokus perhatian utama karena disebut-sebut

sebagai motor penggerak timbulnya MODS Sirkulasi splangnikus merupakan

bagian dari sirkulasi perifer yang pada keadaan normal rsquomenyeraprsquo 25 sirkulasi

sistemik (sementara sirkulasi renal hanya 20) Segera setelah makan terjadi

peningkatan sirkulasi di daerah splangnikus (30-40 sirkulasi sistemik beredar di

mukosa saluran cerna) untuk proses digesti (hal ini menjelaskan berkurangnya

sirkulasi ke serebral yang menyebabkan timbulnya rasa kantuk setelah makan) 216

Pada kondisi syok (hipovolemia) perfusi splangnikus jauh berkurang karena

berperan sebagai kontributor utama dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi sentral

(serebral kardial dan pulmonal) mengikuti kompensasi tubuh berupa peningkatan

aktivitas kardial dan pulmonar mendahului kontribusi sirkulasi renal

Pelepasan radikal bebas dan mediator pro-inflamasi dari mukosa disruptif ke

sirkulasi diikuti peningkatan netrofil yang beredar di sirkulasi (peningkatan

neutrophil recruitment) dengan dampak timbulnya gejala di luar saluran cerna

seperti

1 Beredarnya netrofil dan makrofag di pembuluh peri-alveolar dengan akibat

proses inflamasi dan pembentukan membran di mukosa alveolus yang

menyebabkan gangguan perfusi-difusi dikenal sebagai Acute Respiratory

Distress Syndrome (ARDS) yang bersifat fatal

2 kerusakan hepatosit juga secara langsung disebabkan adanya hipoperfusi

splangnikus dengan dampak gangguan hepatik

a)Gangguan sintesis protein ditandai dengan penurunan kadar albumin

yang memperberat kebocoran protein dengan adanya gangguan

permeabilitas kapilar Selain albumin faktor pembekuan anti-

34

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 35: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

thrombin III dan Protein C terganggu menyebabkan kekacauan

metabolisme bertambah berat

b)Gangguan sintesis enzimatik ditandai dengan peningkatan kadar

SGOT dan SGPT Disamping itu timbul resistensi insulin yang

menjadi topik diskusi pada tahun-tahun terakhir

3 iskemi dan aktivasi Myocardial Depressant Factor (MDF) yang menyebabkan

infark miokard berakhir fatal

Gambar 13 Iskemia miokardium berlanjut menjadi infark akibat

pelepasan Myocardial Depressant Factor (MDF)

4 Kerusakan organ sistem lain (termasuk sistim hematologi)

5 Kerusakan tubulus ginjal (nekrosis tubular akut) dapat disebabkan oleh dua hal

pertama karena proses iskemi (hipoperfusi renalis) dan kedua akibat pelepasan

mediator pro-inflamasi yang menyebabkan kerusakan endotel pembuluh aferen

dan eferen

6 Gangguan elektrolit yang terjadi tidak dapat dipisahkan dari gangguan sirkulasi

dan menjadi salah satu fokus utama pada resusitasi selain masalah volume

Natrium kalium dan klorida adalah 3 (tiga) elektrolit utama

Gangguan sirkulasi

35

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 36: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Pada luka bakar terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke rongga interstisiel

akibat gangguan permeabilitas kapilar (kebocoran kapilar) menyebabkan

berkurangnya volume cairan intravaskular (syok hipovolemik) Bila seorang dewasa

mengalami kehilangan volume cairan tubuh mencapai 20-25 (10 pada anak)

maka timbul manifestasi klinik syok Sirkulasi inadekuat disertai edema interstisiel

menyebabkan gangguan transportasi oksigen sehingga sel yang tidak memperoleh

perfusi dan oksigenasi tidak dapat menjalankan fungsi metabolisme secara normal

(syok selular) Penurunan sirkulasi ke serebral menyebabkan ensefalopati dan

degenerasi sel-sel glia diikuti terganggunya sistim autoregulasi serebral Secara klinis

ditandai dengan timbulnya kegelisahan dan disorientasi 1811

Petunjuk Praktis pada gangguan sirkulasi

a Bila terjadi syok tubuh mengadakan kompensasi dengan meningkatkan aktifitas

jantung (takikardia) dan pernafasan (takipnu) untuk memenuhi kebutuhan

sirkulasi khususnya di sirkulasi sentral (serebral kardial dan pulmonal) agar

organ-organ vital ini berfungsi normal Sirkulasi perifer dengan sendirinya

mengalami gangguan hipoperfusi perifer ini menyebabkan gangguan organ-organ

perifer (ginjal saluran cerna dan hati sistim muskulatur integumentum dsb)

b Hipoperfusi splangnikus merupakan suatu topik yang bersifat revolusioner

membawa perubahan paradigma penatalaksanaan luka bakar dan memperoleh

perhatian khusus Hipoperfusi ke sirkulasi splangnikus menyebabkan disrupsi

mukosa (iskemianekrosis mukosa bila mengalami hipoksia dalam waktu gt4jam)

yang menimbulkan gangguan fungsi saluran cerna seperti malabsorpsi diare

(enterokolitis) perdarahan saluran cerna yang dahulu disebut tukak stres (stress

ulcer Curlingrsquos ulcer) ileus dan translokasi bakteri yang memicu sepsis Tes

Retensi atau penilaian kuantitas dan kualitas cairan lambung bermanfaat sebagai

salah satu cara klinis dalam melakukan penilaian adanya hipoperfusi splangnikus

Penilaian lain yang lebih baik adalah dengan melakukan pengukuran keasaman

36

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 37: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

(pH) submukosa dengan tonometer (sulit diperoleh) dan melakukan penilaian

mukosa melalui pemeriksaan endoskopi

c Berkurangnya perfusi ke sirkulasi renal menyebabkan gangguan fungsi ginjal

akibat iskemia tubulus yang berlanjut menjadi Acute Tubular Necrosis secara

klinis ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria gangguan sistim

autoregulasi ginjal (produksi renin-angiotensin) penurunan fungsi ginjal

(peningkatan ureumkreatinin darah gangguan keseimbangan asam-basa) dan

berakhir dengan gagal ginjal yang membawa pasien pada kondisi uremia dan

kematian

d Gangguan perfusi ke sistim muskulatur mengaktivasi produksi oksida nitrit (Nitrit

Oxide NO) yang merupakan radikal bebas dan berperan sebagai modulator

sepsis

Efek Luka Bakar pada Hematologi

Efek luka bakar terhadap parameter hematologi tergantung pada derajat luka

bakar dan lamanya terjadi luka bakar 111

Eritrosit

Kadar hematrokit meningkat segera setelah terjadi luka bakar akibat

translokasi plasma darah ke ekstravaskuler Transfusi darah umumnya tidak

diperlukan saat resusitasi awal luka bakar kecuali ada trauma penyerta Anemia pada

luka bakar terjadi setelah beberapa minggu akibat kehilangan darah yang merembes

dari luka dari seringnya diambil sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium atau

saat operasi untuk penanganan luka bakar

Penelitian menunjukkan terdapatnya pemendekan waktu paruh umur eritrosit

yang dihubungkan dengan kerusakan eritrosit oleh kenaikan suhu saat terjadi luka

bakar dan juga disebabkan oleh mediator kimiawi

Trombosit

Terjadi penurunan kadar trombosit yang disebabkan oleh dilusi selama

resusitasi tetapi yang terpenting adalah trombositopenia karena pembentukan

37

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 38: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

mikroagregat di kulit yang terbakar dan paru-paru yang terkena cedera inhalasi

Angka trombosit kembali normal pada akhir minggu pertama pasca terjadi luka

bakar dan akan terus normal kecuali terjadi sepsis atau gagal multi organ Perdarahan

yang disebabkan trombositopenia jarang terjadi

Sistem koagulasi

Mekanisme trombotik dan fibrinolitik teraktivasi setelah terjadi luka bakar

Secara umum terjadi terjadi penurunan faktor koagulasi oleh karena dilusi atau

konsumsi oleh kerusakan kapiler venula dan arteriola di kulit DIC jarang terjadi

tetapi dapat terjadi pada luka bakar mayor yang luas Setelah itu akan terjadi

penurunan antitrobin III dan protein yang dapat menyebakan emboli pulmo Selama

periode ini semua pasien dengan luka bakar mayor membutuhkan propilaksis

tromboemboli seperti low dose heparin subkutaneus

Baseline determinations untuk luka bakar mayor adalah pemeriksaan

laboratorium darah terdiri dari darah perifer lengkap elektrolit analisis gas darah

protein total (albumin dan globulin) glukosa darah fungsi ginjal dan fungsi hati

Pada penilaian adanya asidosis maupun melakukan koreksi perhatikan kadar

hemoglobin dan mekanisme kompensasi tubuh Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah tekanan parsial CO2 HCO3 Base excess Na K dan cl pH dan saturasi

oksigen

Pemeriksaan radiologik (misal foto toraks atau kepentingan diagnostik

lainnya) bila diperlukan dapat dilakukan setelah diyakini tidak ada masalah

gangguan jalan nafas mekanisme bernafas dan gangguan sirkulasi

Resusitasi Cairan

Resusitasi cairan merupakan tindakan prioritas ketiga pada ABC

penatalaksanaan kasus luka bakar akut (setelah tatalaksana gangguan jalan nafas dan

gangguan mekanisme bernafas) ditujukan melakukan koreksi volume (syok

hipovolemik) yang terjadi akibat ekstrapasasi cairan (dan elektrolit) ke jaringan

interstisiel dalam upaya memperbaiki perfusi 1111218

38

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 39: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Tatalaksana resusitasi cairan

Syok pada luka bakar merupakan suatu hal yang umum terjadi Sebagaimana

dijelaskan sebelumnya syok menjadi faktor utama berperan pada timbul dan

berkembangnya SIRS dan MODS sehingga harus ditatalaksanai dengan baik

Resusitasi adekuat dengan pemberian cairan kristaloid merupakan prosedur resusitasi

yang dianggap paling aman untuk substitusi cairan namun harus disadari bahwa

penggunaan larutan kristaloid bukan yang terbaik meskipun masih dijumpai

kontroversi mengenai penggunaan koloid untuk resusitasi

Untuk mencapai tujuan resusitasi diperlukan pemilihan cairan yang tepat

namun harus didasari pemahaman mengenai jenis cairan yang dibutuhkan Berbagai

macam cairan seperti kristaloid hipertonik dan koloid masing-masing memiliki

kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) bahkan bahaya penggunaannya

pada saat yang tidak tepat

Regimen resusitasi

Regimen Parkland sampai saat ini merupakan metode resusitasi yang paling

umum diterapkan untuk resusitasi cairan pada kasus luka bakar menggunakan cairan

kristaloid Namun sebagaimana disampaikan sebelumnya resusitasi cairan dengan

metode Parkland (hanya) mengacu pada waktu iskemik ginjal (lt8jam) sehingga

lebih tepat disebut sebagai suatu metode resusitasi renal dengan sendirinya metode

ini akan tepat bila diterapkan pada kasus luka bakar tidak terlalu luas dan tanpa

keterlambatan 11121420

39

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 40: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Waktu pasca luka bakar

Gambar 14 Kurva fisiologik dari kebutuhan cairan dibandingkan formula Parkland menegaskan bahwa formula tersebut hanya merupakan suatu guideline untuk terapi cairan selama syok luka bakar

Pengertian keterlambatan disini bukan dimaksudkan dalam pengertian

keterlambatan penanganan di rumah sakit (hospital delay) tetapi merujuk pada

waktu iskemik organ (khususnya hipoperfusi splangnikus dengan waktu iskemik 4

jam)

Dasar pemilihan cairan

Ada beberapa faktor yang diperhatikan dalam menentukan pemilihan

cairan yaitu

1) Efek hemodinamik

2) Distribusi cairan dikaitkan dengan

3) Oxygen carrier

4) pH buffering

5) Efek hemostasis

6) Modulasi respons inflamasi

7) Faktor keamanan

8) Metode eliminasi

40

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 41: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

9) Praktis dan efisien

Jenis cairan terbaik untuk resusitasi cairan pada berbagai kondisi klinik masih

merupakan topik yang tetap didebatkan dan terus diteliti memang dalam beberapa

tahun terakhir diperoleh informasi yang

menggembirakan khususnya mengenai efek koloid Selain itu beberapa

pertimbangan dalam memilih jenis cairan sangat dipengaruhi kompleksitas

permasalahan pada luka bakar sehingga sebagian orang berpendapat kristaloid adalah

jenis cairan paling aman untuk tujuan resusitasi (awal) pada beberapa kondisi klinik

tertentu (lanjut) Sebagian lain berpendapat bahwa cairan koloid bermanfaat pada

entitas klinik lain yang berlainan dengan kondisi sebelumnya Hal ini dikaitkan

dengan karakteristik masing-masing cairan baik kristaloid maupun koloid memiliki

manfaat (kelebihan keuntungan) dan risiko (kekurangan kerugian) pada kondisi-

kondisi klinik tertentu yang bersifat sangat kasuistik sulit untuk diambil keputusan

untuk diterapkan secara umum sebagai protokol 121220

Pastikan harus dilakukan akses vena

- akses vena perifer

- akses vena sentral

-----------gt lakukan monitoring dan pengukuran CVP

41

Tujuan resusitasi cairan pada syok luka bakar 1) Preservasi perfusi yang adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh vaskular regional sehingga iskemia jaringan tidak

terjadi pada setiap organ sistemik sekurangnya pada taraf fisiologik baik cepat maupun lambat 2) Minimalisasi dan eliminasi administrasi cairan bebas yang tidak diperlukan garam-garam anorganik molekul-molekul

protein koloid transfusi yang bersifat patogen dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan patologik yang bersifat iatrogenik

3) Optimalisasi status volume dan komposisi intravaskular untuk menjamin survival maksimal dari seluruh sel (dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb) pada waktu yang tepat

4) Minimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik yang dapat dipengaruhi melalui upaya resusitasi dengan menggunakan kelebihan-keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid hipertonik koloid dsb

5) Mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 42: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Penatalaksanaan dalam 24 jam pertama

A Resusitasi syok

Menggunakan larutan kristaloid Ringerrsquos Lactate atau Ringerrsquos Acetate

1 Pemasangan satu atau beberapa jalur intravena Bila dijumpai kesulitan melakukan

pemasangan jalur vena biasa lakukan vena seksi pada beberapa tempat Catatan

a) jangan memilih jalur vena pada tungkai bawah karena terdapat hipoperfusi

perifer dan banyaknya sistm klep pada vena-vena ekstremitas bawah

b) hindari pemasangan pada daerah luka

2 Pemberian cairan pada syok atau pada kasus dengan luas gt25-30 atau dijumpai

keterlambatan gt2jam Dalam waktu lt4jam pertama diberikan cairan kristaloid

sebanyak

- 70 adalah volume total cairan tubuh

- 25 adalah jumlah minimal kehilangan cairan tubuh yang dapat

menimbulkan gejala klinik dari

sindroma syok

- Untuk melakukan resusitasi cairan (melakukan koreksi volume)

menggunakan kristaloid

diperlukan 3 kali jumlah cairan yang diperlukan

3 [ 25 ( 70XBBkg ) ] ml

Misal BB 70 kg volume cairan (70) adalah 49 liter (dibulatkan menjadi 5 liter)

25 dari jumlah cairan yang hilang adalah kurang lebih 1250ml maka jumlah cairan

kristaloid yang diperlukan untuk resusitasi awal adalah 3750ml Prinsip resusitasi

cairan yang terbaik adalah memenuhi kebutuhan defisit cairan sementara mengenai

jenis cairan resusitasi tetap masih dijumpai kontroversi kristaloid koloid larutan

fisiologik atau hipertonik Dalam pemilihan jenis cairan agar diperhatikan masing-

masing cairan memiliki kelebihan (keuntungan) dan kekurangan (kerugian) adalah

penting mengetahui kelebihankekurangan masing-masing dikaitkan dengan resiko

yang mungkin terjadi pada pemberian masing-masing jenis cairan Pemberian cairan

selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan disertai perilaku dan kesadaran

42

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 43: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

masyarakat akan kesehatan khususnya pelayanan gawat darurat diragukan

tampaknya keampuhan (ketepatan) regimen Parkland dipertanyakan kembali Hal ini

juga dijumpai di negara maju seperti Canada 11217

Pemberian cairan dilakukan dalam waktu cepat (kurang dari 4jam atau waktu

iskemik mukosa saluran cerna) menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu

melalui vascular access (vena seksi dan sebagainya) Dengan catatan khusus untuk

akses vena hindari vena-vena di tungkai bawah karena terlalu banyak klep (valve)

dan kolaps venosa yang akan menghambat prosedur pemberian cairan Akses vena

juga perlu dihindari pada daerah cedera edema interstisiel yang timbul pada

pemberian kristaloid akan menyebabkan gangguan aliran (sirkulasi) sehingga

mengganggu perfusi ke daerah cedera dan mengakibatkan degradasi luka 11217

Setelah syok teratasi pemberian cairan mengacu kepada kebutuhan cairan

berdasarkan pemantauan klinik dari waktu ke waktu Sebagai patokan kasar

produksi urin dapat dijadikan pegangan a) pada saat resusitasi produksi urin

05mlkgBB b) pada hari pertama produksi urin antara 05-1mlkgBB c) pada hari

pertama-kedua produksi urin berkisar antara 1-2mlkgBB dan d) pada hari ketiga-

empat produksi urin berkisar antara 3-4mlkgBB Pegangan lainnya adalah nilai-nilai

tekanan vena sentralis (CVP) dan nilai-nilai laboratorik darah (darah tepi fungsi

hepar fungsi ginjal analisis gas darah dsb)

Gambar 15Regimen pemberian cairan untuk mengatasi

syok

43

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 44: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Volume Ringerrsquos Lactate dihitung berdasarkan kebutuhan mengatasi syok

3kali jumlah 25 dari volume cairan tubuh (5000ml untuk BB 70kg)

pemberiannya sebelum 4jam (waktu iskemik mukosa saluran cerna)

Selanjutnya pemberian cairan (Ringerrsquos Lactate ditambah Glukosa 5 untuk

manintenance) disesuaikan kebutuhan yang diketahui berdasarkan pemantauan

produksi urin Setelah delapan-duabelas jam Ringerrsquos Lactate tidak diberikan

lagi digantikan dengan koloid

44

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 45: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

B Resusitasi tanpa syok

Resusitasi cairan tanpa gejala klinik syok atau pada kasus dengan luas lt25-

30 tanpa keterlambatan atau dijumpai keterlambatan lt2jam Kebutuhan cairan

sehari dihitung berdasarkan Rumus Baxter sebagai berikut Pemberiannya mengikuti

metode yang ditentukan berdasarkan formula Parkland

Pemberian cairan resusitasi menggunakan formula Parkland

Pada 24 jam pertama separuh jumlah cairan diberikan dalam 8jam pertama sisanya

diberikan dalam 16jam berikutnya

1 Pada bayi dan anak orang tua kebutuhan cairan adalah 4ml

a Bila dijumpai cedera inhalasi maka kebutuhan cairan adalah 4ml ditambah 1

dari kebutuhan

b Bila dijumpai hipertermia kebutuhan cairan ditambahkan 1 dari kebutuhan

2 Untuk memperbaiki perfusi sirkulasi perifer diberikan zat vasoaktif (Dopaminereg

atau Dobutaminreg vasodilator perifer) dengan dosis 3 gkgBB (dosis rendah dosis

renal) dengan titrasi (menggunakan syringe-pump) atau dilarutkan dalam 500ml

Glukosa 5 dengan jumlah tetesan dibagi rata dalam 24 jam

Pemantauan

Pemantauan bertujuan menilai sirkulasi sentral Central Venous Pressure

diupayakan minimal berkisar 6-12cmH2O dan pemantauan sirkulasi perifer yaitu

sirkulasi renal jumlah produksi urin dipantau melalui kateter Saat resusitasi 05-

1mlkgBBjam kemudian hari 1-2 1-2 mlkgBBjam Bila produksi urin

lt05mlkgjam maka jumlah cairan diberikan ditingkatkan sebanyak 50 dari

jumlah yang diberikan pada jam sebelumnya Bila produksi urin gt1mlkgjam maka

jumlah cairan yang diberikan dikurangi 25 dari jumlah yang diberikan pada jam

sebelumnya Lakukan juga pemeriksaan laboratorium Fungsi renal Ureum dan

Kreatinin Berat jenis dan sedimen urin

45

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 46: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Selain itu tetap melakukan pemantauan sirkulasi splangnikus - Penilaian

kualitas dan kuantitas produksi cairan lambung melalui pipa nasogastrik penilaian

fungsi hepar (fungsi enzimatik fungsi sintetik dan metabolik) Diperoleh melalui

pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah perifer lengkap Komposisi nilai hemoglobin dan

hematokrit darah menggambarkan hemokonsentrasi (hipovolemia cairan yang

diberikan kurang) atau hemodilusi (kelebihan cairan atau permeabilitas kapilar mulai

kembali normal ditandai oleh meningkatnya volume cairan) Nilai yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ini harus dikonfirmasi pula dengan nilai lekosit dan trombosit

karena pada umumnya terjadi kerusakan endotel pembuluh darah yang menyebabkan

perlekatan komponen-komponen darah tersebut pada dinding vaskular

Penatalaksanaan dalam 24 jam kedua

1 Pada 24 jam kedua cairan yang diberikan berupa cairan mengandung glukosa

2 Jumlah cairan diberikan merata dalam 24jam

3 Jenis cairan yang diberikan pada hari kedua

a Glukosa 5 atau 10 1500-2000ml

b Batasi kurangi pemberian Ringerrsquos Lactate karena akan menyebabkan

edema interstitial bertambah dan sulit diatasi

4 Pemantauan

a Pemantauan sirkulasi

Nilai CVP bila volume cairan intravaskular tetap rendah (CVP di bawah +2)

pemberian HES akan bermanfaat Jumlah produksi urin 1-2 mlkgBBjam Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi namun produksi urin tidak sesuai

(lt1-2mlkgBBjam) nilai kembali apakah zat vasoaktif (Dopaminereg

Dolbutaminereg) sudah diberikan dengan dosis cukup Bila dengan dosis 3microg belum

memberikan efek yang diinginkan dosis dapat dinaikkan sampai 5microgkgBB Bila

jumlah cairan yang diberikan sudah mencukupi zat vasoaktif sudah diberikan

46

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 47: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

produksi urin masih belum sesuai maka tindakan selanjutnya merubah regimen

pemberian cairan menggunakan larutan hipertonik (Nacl 3-6) atau koloid jangan

meningkatkan dosis zat vasoaktif karena justru akan menyebabkan vasokonstriksi

Bila produksi urin lt1mlkgjam dan CVP meningkat gt12cmH20 dapat

diberikan diuretikum (khusus untuk pemberian furosemid tambahkan kalium)

Bila pada pemeriksaan urinalisis dijumpai pigmen berikan Mannitol 20 per infus

05gmkg

b Pemantauan perfusi

Perfusi ke jaringan dipantau dengan menilai analisis gas darah dengan

perhatian khusus pada kadar HCO3 H2CO3 tekanan parsial oksigen (PaO2) dan

karbondioksida (PaCO2) nilai pH dan defisit basa (base excessBE) serta

konsentrasi elektrolit Nilai-nilai ini harus dikonfirmasi dengan menilai kadar

hemoglobin darah dan kadar glukosa darah Jangan melakukan penilaian analisis

gas darah dengan hanya memperhatikan pH dan BE saja dan berupaya

melakukan koreksi BE dengan pemberian bicarbonas natricus karena hanya akan

mengaburkan kondisi hipoksia yang sebenarnya terjadi Pemberian bicarbonas

natricus untuk koreksi BE hanya dilakukan bila BE melebihi minus 5 dimana

pada nilai tersebut dianggap kemampuan jaringan melakukan kompensasi diatas

batas maksimal Kondisi abnormal pada analisis gas darah mencerminkan

gangguan hambatan perfusi sehingga harus dinilai kembali Asupan oksigen

yang terjamin baik (tidak ada sumbatan jalan nafas tidak ada edema paru

gerakan respirasi baik) dengan kata lain tidak dijumpai distres pernafasan

Vasokonstriksi perifer yang (masih) berlangsung 1

Jumlah cairan resusitasi adekuat sudah diberikan dan tidak ada masalah

dengan akses jalur vena Edema interstisiel yang masif Nyeri hebat Bila kadar

glukosa darah melebihi gt150-200mgdl berikan insulin 5unit subkutan

dilanjutkan pemberian per drip atau melalui syringe-pump Pemberian insulin

47

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 48: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

harus selalu dilakukan dengan memantau kadar glukosa darah dan kadar

elektrolit

Pada pemantauan kadar elektrolit bila pada pemantauan dijumpai

abnormalitas kadar natrium dan kalium pemikiran pertama tertuju pada gangguan

soudium-pump yang timbul akibat gangguan perfusi selular umumnya

hiponatremia terjadi akibat edema selular yang mendorong kalium keluar sel

Penatalaksanaan setelah 48 jam

1 Cairan diberikan sesuai kebutuhan maintenance

2 Pemantauan sirkulasi

a Komposisi Hemoglobin terhadap hematokrit mulai mendekati normal cenderung

menurun Kadang dijumpai anemia relatif

b Jumlah produksi urin 3-4mlkgBBjam

Produksi urin tidak adekuat (tidak sesuai target resusitasi) mencerminkan perfusi

ke sirkulasi renal tidak baik Dalam hal ini perlu dipikirkan penyebabnya yaitu

keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular terganggu demikian pula

halnya dengan keseimbangan di jaringan interstisiel Perbandingan tekanan

onkotik intravaskular dengan tekanan onkotik di ruang interstisiel tidak seimbang

akibat gangguan permeabilitas kapilar yang masih berlangsung menyebabkan

perfusi tidak terselenggara termasuk ke sirkulasi renal yang mengakibatkan

anuria Dalam hal ini upaya yang dilakukan adalah mengupayakan pengembalian

keseimbangan tekanan hidrostatik-onkotik dengan pemberian koloid Pemberian

koloid akan memperbaiki keseimbangan tekanan onkotik di ruang intravaskular

melalui proses penarikan cairan dari jaringan interstisiel 11718

Cara perhitungan lain tentang kebutuhan cairan pada pasien luka bakar adalah

dengan perhitungan Formula Baxter

a Kebutuhan cairan hari Pertama

Dewasa RL 4 CC X BB X Luas LB 24 jam

48

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 49: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Anak RL DEXTRAN=173

Kebutuhan Faali

lt 1 tahun BB X 100 CC

1-3 tahun BB X 75 CC

3-5 tahun BB X 50 CC

-----------gt frac12 Jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama

----------gt frac12 Diberikan 16 jam berikutnya

b Kebutuhan cairan hari Kedua

Dewasa diberikan sesuai kebutuhan

Anak diberikan sesuai kebutuhan faali

Lakukan

- Pemasangan nasogastrik tube

- Pemasangan urine kateter

- Assessment perfusi ekstremitas

- Continued ventilatory assessment

- Paint management

- Psychosocial assessment

Monitoring resusitasi cairan

1 Urine produksi setiap jam

Dewasa 05 cckgjam (30-50 ccjam)

Anak 1 cckgjam

2 Oligouria

Berhubungan dengan sistemik vaskular resistensi dan reduksi cardiac output)

3 Haemochromogenuria (Red Pigmented Urine)

4 Blood pressure

5 Heart Rate

6 Hematokrit dan hemoglobin

49

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 50: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Resusitasi cairan menggunakan cara lain

1 Larutan Nacl 09

Merupakan alternatif bila cairan RL tidak tersedia Penggunaan larutan ini

dihadapkan pada kemungkinan timbulnya asidosis hipernatremia dengan segala

bentuk resikonya sehingga diperlukan pemantauan yang lebih terfokus pada

keseimbangan elektrolit utama ini

2 Larutan hipertonik (Nacl 3-6)

Resusitasi menggunakan larutan hipertonik masih tetap kontroversi bahkan

sebagian mengatakan berbahaya khususnya bila diterapkan pada kondisi syok

Pemberiannya harus dilakukan dengan pemantauan khusus Resusitasi dilakukan

dengan pemberian 500ml Nacl 3-6 dalam 24jam dengan pemantauan produksi urin

dalam 24jam pertama 1mlkgBBjam dan 05mlkgBBjam untuk 24 jam kedua

3 Koloid

- Pada formula Evans dalam 24 jam pertama diberikan plasma 1ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan fisiologi (Nacl 09) 1mlkgBBluas luka bakar

dengan pemantauan produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam

kedua diberikan separuh jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5

dengan jumlah yang sama

- Pada formula Brooke dalam 24 jam pertama diberikan plasma 15ml kgBBluas

luka bakar ditambah larutan RL 05mlkgBBluas luka bakar dengan pemantauan

produksi urin 05mlkgBBjam Selanjutnya dalam 24 jam kedua diberikan separuh

jumlah regimen terapi hari pertama ditambah glukosa 5 dengan jumlah yang sama

- Pemberian HES dipertimbangkan lebih awal (8-12jam pertama pasca cedera)

karena koloid ini memiliki efek antiinflamasi yang dapat memperbaiki gangguan

permeabilitas kapilar disamping efek pengembang plasma

Acuan dalam melakukan prosedur resusitasi cairan adalah mengupayakan

pengembalian perfusi agar gangguan kerusakan sel jaringan organ berlangsung

50

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 51: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

sesingkat mungkin seminim mungkin Berdasarkan hal tersebut resusitasi cairan

mutlak diperlukan bila terjadi gangguan sirkulasi khususnya pada luka bakar dimana

terdapat suatu keadaan hipovolemia Yang perlu digarisbawahi adalah resusitasi

cairan merupakan upaya melakukan koreksi volume cairan (khususnya intravaskular)

namun harus dicatat bahwa cairan resusitasi yang diberikan (khususnya kristaloid)

bukan merupakan suatu oxygen carrier Pedoman resusitasi cairan yang ada hanya

merupakan panduan untuk memberikan sejumlah cairan yang diperlukan bukan suatu

hal yang mutlak oleh karenanya dijumpai beragam regimen yang sampai saat ini

masih menimbulkan pro dan kon dan karena tidak ditunjang oleh suatu bentuk RCT

maka protokol resusitasi cairan yang ada hanya merupakan guidelines

Pemberian koloid plasma menyebabkan penarikan cairan dari jaringan

interstisiel ke intravaskular Peningkatan volume intravaskular dengan sendirinya

meningkat (dipantau melalui peningkatan CVP preload jantung meningkat) sehingga

harus diyakini bahwa jantung dan ginjal dalam keadaan baik

Perawatan di ruang Intensif (ICU)

Perawatan kasus luka bakar di ruang perawatan intensif bertujuan untuk

mengatasi masalah yang berkenaan dengan 12121820

1 Adanya gangguan pada proses respirasi yang memerlukan bantuan atau pengambil-

alihan fungsi respirasi dengan alat bantu pernafasan (ventilator)

2 Adanya gangguan pada proses vital lain yang memerlukan pemantauan dan

penanganan perawatan intensif

Prosedur perawatan intensif menjadi prioritas penatalaksanaan pada fase akut

(fase awal) sebelum terjadi disfungsi organ yang berlanjut pada kerusakan yang

bersifat ireversibel bukan pada fase terminal Terbaik bila ruang perawatan intensif

(ICU) ada di dalam lingkungan Unit Luka Bakar atau di dalam ICU tersedia ruangan

khusus (isolasi) untuk luka bakar

Indikasi fisiologik perawatan intensif

51

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 52: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

1 Apical pulse lt40 atau gt150 kali per menit (gt130 kali per menit pada usia

gt60tahun)

2 Mean Aretrial Pressure (MAP) lt60mmHg setelah resusitasi cairan adekuat

(gt1500ml) atau kebutuhan pemberian zat vasoaktif untuk mempertahankan

MAPgt60mmHg

3 Tekanan Darah Diastolik gt110mmHg dengan

- Edema paru

- Ensefalopati

- Iskemi miokardial

- Aneurisma aorta

- Eklampsia ata preeklampsia (diastolik gt100mmHg)

- Perdarahan subarakhnoid

4 Frekuensi pernafasan gt35 kali permenit atau adanya Respiratory Distress

5 PaO2 lt55mmHg dengan FiO2 gt04 (akut)

6 Kalium serum gt65mEqL (akut)

7 pHa lt72 atau gt 76 (pada ketoasidosis diabetikum lt70)

8 Glukosa serum gt800mgdl

9 Kalsium serum gt15mgdl

10 Temperatur (core) lt32oC

Scoring system untuk diagnosis MODS

a) Pulmonary failure

0 Tidak membutuhkan ventilator

1 Penggunaan ventilator dengan PEEP 10cm H2O dan atau FiO2 lt 04

2 Penggunaan ventilator dengan PEEP gt10cm H2O dan atau FiO2 gt

04

b) Cardiac failure

0 Tekanan darah normal tanpa bantuan zat vasoaktif

52

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 53: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

1 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine lt10microgkgmenit atau nitroglycerin lt20microgkgmenit )

2 Periode hipotensi yang memerlukan tindakan untuk mempertahankan

tekanan darah gt100mmHg misalnya loading cairan atau penggunaan zat

vasoaktiv (dopamine gt10microgkgmenit atau nitroglycerin gt20microgkgmenit )

c) Renal failure

0 Serum cretinine normal (lt20mgdl)

1 Serum creatinine gt20mgdl

2 Memerlukan hemodialisis atau dialisis peritoneal

d) Hepatic failure

0 SGOT lt25unitL Bilirubin lt2mgdl

1 SGOT gt25lt50unitL Bilirubin gt2mgdl lt6mgdl

2 SGOT gt50unitL Bilirubin gt6mgdl

e) Hematologic failure

0 Leukosit dan trombosit normal

1 Leukosit gt30X106L lt60X106L trombosit lt50X109L

2 Leukosit lt25 X106L atau gt60X106L diathesis hemoragic

f) Gastrointestinal tract failure

0 Normal function

1 Ulkus stres atau dijumpai kolesistitis akalkulus

2 Ulkus stres yang memerlukan transfuse darah gt2U dalam 24 jam necrotizing

enterocolitis pancreatitis perforasi gall bladder spontan

g) Central Nervous System failure

0 Fungsi normal

1 Respons lambatmenurun

2 Gangguan respons dan dijumpai neuropati

53

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 54: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Keterangan 0 = Tidak ada MODS 1 = Moderat 2 = Berat

Pemberian Antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik

Dalam 1-3 hari pertama pasca cedera luka masih dalam keadaan steril

sehingga tidak diperlukan antibiotik Pada hari ketiga sampai ketujuh luka

didominasi oleh bakteri gram positif yang berasal dari apendises kulit (folikel rambut

kelenjar sebasea dsb) sedangkan setelah 5-7 hari populasi bakteri digantikan oleh

bakteri gram negatif yang lebih virulen Pemberian antibiotik secara empirik didasari

pola ini dan disesuaikan dengan pola kuman yang ada Pemberian antibiotik yang

tepat menunggu hasil pemeriksaan histopatologi dan bakteriologi

Antibiotik topikal

Beberapa preparat antibiotik topikal dapat digunakan untuk luka bakar antara

lain silver sulfadiazin mafenide asetate povidone-iodine gentamisin sulfat

bacitracinpolymixin nitrofurantoin mupirocin (Bactroban ) dan nystatin

- Silver sulfadiazin digunakan sejak tahun 1970an tersedia dalam bentuk krim 1

efektif menekan infeksi pada luka bakar yang terutama disebabkan oleh Ps

aurogenosa mikroba enterik dan Can albicans Sedangkan untuk Staphaureus dan

Klebsiella sp silver sulfadiazin tidak efektif Daya penetrasi terbatas sampai

epidermis Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan krim ini

umumnya adalah rasa nyeri pembentukan eksudat masif lisis dan separasi eskar

(=degradasi luka) yang berlangsung sangat cepat gangguan hambatan proses

penyembuhan luka pengrusakan fibroblas granulosit dan leukopenia

- Mafenide acetate (tidak ada di Indonesia) Merupakan solusio 10 memiliki

efektifitas antimikrobia luas terutama terhadap Ps Aurogenosa dan Clostridium

Permasalahan klinik yang timbul pada penggunaan solusio ini adalah gangguan

54

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 55: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

metabolisme karena mafenide acetate dikonversi menjadi asam p-sulfamyl-vanzoat

oleh monoamide-oxydase yang merupakan inhibitor karbonat anhidrase

- Povidone-iodine ointment 10 memiliki efek antibiotik luas (dan efek antifungal)

bila sudah berada dalam bentuk cair Povidone-iodine paling efektif mengendalikan

populasi mencegah kolonisasi bila diberikan setiap 6 jam Permasalahan yang

dijumpai di klinik pada penggunaan zat ini adalah nyeri saat aplikasi dan bila

digunakan secara ekstensif dapat menyebabkan toksisitas dan gagal ginjal

- Gentamicin sulfate sebagai krim 01 sebagaimana golongan aminoglokosida lain

memiliki spektrum antimikroa luas Umumnya digunakan pada luka terinfeksi Ps

aurogenosa

- Nitrofurantoin Furacin efektif terhadap MRSA dan stafilokokus lain yang resisten

terhadap metisilin gram-negatif selain Ps aurogenosa (efektifitasnya mencapai

75)

- Mupirocin yang berasal dari fermentasi Ps Fluoresence yang dikenal sebagai

pseudomonic acid A Efektif terhadap Ps aurogenosa Esch coli Kl pneumonia

dan Staphaureus Permasalahan klinik yang dijumpai pada penggunaan mupirocin

adalah terhambatnya proses penyembuhan luka

- Bacitracinpolymixin umumnya digunakan sebagai topikal untuk prosedur skin graft

sebagaimana petroleum gauze dressing karena tidak bersifat toksik terhadap graft

tetapi tidak efektif dalam mengendalikan infeksi luka bakar untuk gram-negatif

selain Ps aurogenosa efektifitasnya hanya mencapai 21

Antibiotik sistemik

Pemberian antibiotik sistemik secara empirik umumnya dimulai saat tanda-

tanda infeksi oleh mikroba yang sering dijumpai pada populasi luka bakar dan

digantikan dengan jenis antibiotik berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan

resistensi 1591618

Infeksi gram-positif

55

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 56: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

- Infeksi streptokokal

Untuk mencegah infeksi oleh -hemolytic streptococci grup A dan B (Strep

pyogenes dan atau Strep agalactiae) Penisilin natural (Penisilin G atau Penisilin V)

dapat diberikan dalam 72 jam pasca admisi sebagai profilaksis dilanjutkan dengan

antibiotik yang lebih tepat berdasarkan hasil pemeriksaan kultur dan sensitivitas

- Infeksi stafilokokal

Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis merupakan patogen alami

di kulit yang sering menimbulkan infeksi pada populasi luka bakar menghasilkan

penilisilinase yang memecah cincin penisilin sehingga penggunaan penilisin tidak

efektif Umumnya digunakan golongan penisilin yang resisten terhadap penisilinase

terhadap bakteria-bakteria yang tergolong methicillin-sensitive atau vancomycin

untuk methicillin-resistant

- Infeksi enterokokal

- Enterokokus yang kerap menimbulkan infeksi pada luka bakar adalah Ec Faecalis

dan Ecfaecium Tidak seperti bakteria gram-positif lainnya bacteria enterokokus

tidak sensitif terhadap antibiotik golongan penisilin Saat ini antibiotik yang efektif

(98-100) adalah vancomycin sedangkan carbapenem imipenem dan

aminoglikosid-gentamisin sinergis terhadap enterokokus

Infeksi gram-negatif

Infeksi gram-negatif pada luka bakar umumnya disebabkan oleh Ps

aurogenosa Esch coli Kl pneumonia dan Ent cloacae Antibiotik yang digunakan

sangat bervariasi dan sangat tergantung sukseptibilitas dari mikroba yang diisolasi

ANESTESI UNTUK PASIEN LUKA BAKAR

Pasien luka bakar biasanya akan menjalani berbagai prosedur pembedahan

dan anestesi Cidera dengan kedalaman dan ketebalan penuh akan membutuhkan

grafting yang luas untuk perbaikannya Terapi definitif untuk luka bakar ketebalan

partial meliputi pembuangan eskar yang dapat nerperan sebagai media kultur yang

56

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 57: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

baik untuk pertumbuhan bakteri Bedah perbaikan dapat dilakukan pada luka bakar

ketebalan penuh yang basanya diambil dari kulit paha aksila atau split thickness dari

beberapa area Kosmetik durabilitas dan massa jaringan akan lebih baik dengan

menggunakan grafting full thickness 112171819

Manajemen Anestesi

Yang harus diperhatikan dalam manajemen anestesi pasien luka bakar bahwa

selalu ditekankan pasien diperlakukan sebagai

1 Difficult airway

2 Inadequate resuscitated patient

3 Difficulty in establishing IV access

4 Hyperkalemic response to scoline

5 Resistance to non-depolarising muscle relaxant

6 Significant blood and plasma loss

7 Penderita yang memerlukan perhatian khusus untuk posisi

8 Mudah jatuh pada kondisi hipotermia

9 Membutuhkan postoperative analgesia

Sangat penting untuk mengetahui tipe dari jenis luka bakar untuk meng

assesment kerusakan jalan napas gangguan fungsi organ lain yang disebabkan oleh

trauma luka bakar kemungkinan kerusakan jaringan lain

I PRIMARY SURVEY

a Airway dan cervical spine proteksi

b Breathing dan ventilasi

c Sirkulasi dan kontrol perdarahan

d Disability- pemeriksaan neurologis

e Exposure

II SECONDARY SURVEY

b History anamnesa

57

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 58: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Anamnesa stantard yang harus kita lakukan pada persiapan preoperatif tetap

harus kita lakukan seperti

- riwayat penyakit sekarang

- riwayat penyakit dahulu

- riwayat pengobatan atau obat-obatan yang pernah dan atau masih

dikonsumsi

- riwayat alergi

- riwayat operasi dahulu

- riwayat anestesi dahulu

c Pemeriksaan fisiklengkap mulai kepala-kaki

c Pemeriksaan Penunjang

1 Darah rutin

2 Darah Lengkap

3 Albumin

4 RFT dan LFT

5 Elektrolit Na K Cl HCO3

6 Blood urea nitrogen

7 Urinalisa

8Foto Thorak

9 AGD

10 Carboxy Hemoglobin

11 ECG

Assement Preop

1 Evaluasi

- Penilaian survai primer

- Penilaian survai sekunder

- Derajat luka bakar

- Luas luka bakar

58

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 59: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

- Daerah yanag akan dioperasi

2 Evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium dan penunjang lainnya

3 Pertimbangan pemberian premedikasi di ruang perawatan

4 Pertimbangan analgesi yang adekuat

5 Minimalisir heat loss untuk menghurangi insiden post-op shivering

6 Monitoring ketat status haemodinamik

7 Replace blood early

8 Harus ada komunikasi yang baik antara ahli anestesi dan ahli bedah untuk

mempersiapkan pasien dengan optimal

Penilaian jalan napas rutin dilakukan dnegan perhatian adanya luka bakar di

wajah yang akan mempersulit ventilasi sungkup muka Adanya edema jaringan

parut atau kontraktur akan membatasi pembukaan mulut dan pergerakan leher

Pertimbangan pemberian nutrisi pre-operatif yang adekuat mempengaruhi

kebijakan menentukan puasa sebelum operasi Biasanya pasien mendapatkan asupan

makanan enteral melalui pipa nasogstrik Pasien yang sudah terintubasi tidak perlu

dipuasakan etapi apabila belum di intubasi perlu puasa setidaknya 4 jam sebelum

operasi Penelitian menunjukkan terdapatnya penurunan produksi asam lambung pada

periode awal pasca luka bakar 1418

Penatalaksanaan Durante Operasi

Monitor durante operasi tergantung pada kondisi medis pasien dan jenis

pembedahan Pemasangan elektrokardiogram pada daerah yang terkena luka bakar

dapat menggunakan elektroda berjarum Apabila ujung jari tidak akurat mengukur

saturasi menggunakan oksimetri nadi maka dapat dignakan tempat lain seperti

telinga hidung atau lidah Pemasangan monitor invasif (kateter vena sentral kateter

arteri pulmonal dan lain-lain) dapat dipasang sesuai indikasi Monitor temperatur

sangat diperlukan karena biasanya pasien mudah jatuh dalam kondisi hipotermia

59

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 60: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Suhu kamar operasi diupayakan gt 28degC dan semua cairan intravena harus

dihangatkan terlebih dahulu

Monitoring yang diperlukan selama tindakan eksisi dan pelaksanaan grafting

adalah pertimbangan tindakan eksisi pada jaringan yang mati biasanya berhubungan

dengan kejadian blood loss Terutama jika operasi dilaksanakan setelah beberapa hari

setelah kejadian trauma Pemasangan kateter vena sentral akan sangat membantu

pada pasien yang mengalami kesulitan akses vena Jika diperlukan pengukuran

tekanan darah noninvasive harus dilakukan sebagai back up arterial line

Terjadinya heat loss melalui jaringan kulit yang terbakar merupakan masalah

serius pada pasien luka bakar yang harus dimonitor Hipotermi dapat diminimalisisr

dengan memakai warming blankets dan heat lamps meningkatkan suhutemperatur

ruangan operasi humidifikasi gas inspirasi dan menghangatkan cairan yang

dimasukkan pada akses intravena

Pengaruh luka bakar farmakologi obat-obat anestesi

Obat anestesi volatil akan mengakibatkan eksaserbasi depresi myokardial

Karena itu Halothane merupakan agent yang harus dihindari terutama jika Epinefrin

dipakai untuk penataksanaan blood loss Pilihan agen inhalasi antara Halothane

Enflurane Isoflurane dan Sevoflurane tidak terbukti mempengaruhi hasil akhir

anestesi pada luka bakar Bermacam jenis obat intravena menunjukkan hasil yang

baik pada pasien luka bakar Ketamin memberikan keuntungan hemodinamik yang

stabil dan menghasilkan analgesia yang adekuat untuk penggantian pembalut luka

bakar Ethomidate dapat menjadi pilihan alternatif dari Ketamine untuk pasien yang

hemidinamik tidak stabil Penggunaan Propofol dan Thiopental harus dipastikan

pasien sudah diresusitasi dengan adekuat dan tidak dalam kondisi sepsis 51819

Selain pertimbangan pemilihan obat induksi dan pemiiharaan penggunaan

opioid dalam anestesi pada pasien luka bakar merupakan hal penting Pasien luka

bakar mengalami nyeri sangat hebat dan biasanya memerlukan opioid dosis besar

60

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 61: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

untuk tetap merasa nyaman meskipun tidak dilakukan tindakan pada luka bakar

ataupun tidak bergerak Penggunaan antiansietas juga perlu diberikan karena

kecemasan dapat menurunkan ambang nyeri

Analgetik lain yang dapat digunakan saat penggantian balut adlah Ketamine

ang memberikan beberapa keuntungan seperti analgetik peningkatan curah jantung

depresi napas minimal Penggunaan analgetik NSAID dihindari pada pasien yang

menjalani eksisi luas ataupun pencangkokkan kulit karena memiliki efek antiplatelet

dan efek nefrotoksik

Hati-hati pada pemberian cairan tindakan resusitasi cairan yang agresif

memiliki resiko kelebihan cairan yang dapat berupa edema jaringan lunak Apabila

pada akhir operasi tampak edema pada wajah pasien kemungkinan juga terdapat

edema pada jalan napas sehingga ekstubasi ditunda sampai edema menghilang

Teknik anestesi harus meliputi sedasi amnesia analgesia dan stabilitas

hemodinamik Pada umumnya balans anestesi dengan menggunakan oksigen

narkotik relaksan otot dan agen volatile Kehilangan darah yang bermakna harus

diantisipasi khusus harus ditujukan untuk pemberian ventilasi yang adekuat

oksigenasi pembuangan sekresi dan pertahanan ginjal Dengan luka bakar yang

ekstrim maka torniquet bisa digunakan untuk meminimalisir perdarahan

Pada pasien luka bakar normothermi kurang lebih berada pada 385degC yang

disebabkan karena penyesuaian pada pusat pengaturan suhu di hypothlamus dan

hipermetabolisme setelah luka bakar Hipotermia akan menyebabkan peningkatan

stess fisiologis penurunan metabolisme obat peningkatan komplikasi perdarahan dan

sukarnya penyembuhan luka Suhu ruangan harus ditingkatkan untuk mencegah

terjadinya gradien pendinginan yang berlebihan Selimut penghangat cairan

penghangat dna gas yang dilmbabkan dapat diberikan untuk mencegah terjadinya

hipotermia Labilitas hemodinamik selama resusitasi awal diperkirakan dapat menjadi

penyulit pada saat operasi Monitor hemodinamik tambahan direkomendasikan pada

kondisi seperti ini Tekanan jalan napas yang tinggi dapat diantisipasi selama

61

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 62: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

ventilasi mekanis akibat penyakit restriktif pada dinding dada dari eskar yang

berkontraksi bronkospasme sekresi pulmoner dan kemungkinan pneumonia 15142021

Penggunaan Pelumpuh Otot

Pasien luka bakar mengalami resistensi terhadap pelumpuh otot non

depolarisasi Fenomena ini terjadi dalam beberapa minggu sampai dengan sekitar 18

bulan pasca terjadi luka bakar Resistensi ini nyata terjadi jika area yang terkena luka

bakar minimal 30 total area permukaan tubuh Luka bakar menyebabkan terjadinya

proliferasi reseptor asetilkolin di tempat luka bakar dan ditempat selain yang terkena

luka bakar Iritasi lokal ataupun proses inflamasi pada otot yang terkena luka bakar

diduga sebagai mekanisme terjadinya proliferasi asetilkolin Resistensi terhadap

pelumpuh otot nondepolarisasi berarti memerlukan dosis yang lebih besar dan durasi

obat akan lebih singkat

Pemberian obat Sucnilcholine merupakan kontra indikasi pada pasien luka

bakar setelah 24 jam pertama pasca trauma Karena dapat menyebabkan cardiac

arrest karena terjadi peningkatan bermakna dari serum Potassium Juga bisa terjadi

prolonge depolarisasi otot-otot setelah pemberian Succinicholine berhubungan

dengan peningkatan reseptor-reseptor postjunctional asetilkolin Pada pemeriksaan

dengan kontras pada pasien luka bakar terlihat peningkatan dibandingkan dengan

obat pelumpuh otot nondepolarisasi Hal ini berhubungan dengan protein binding dan

peningkatan jumlah reseptor asetilkolin extrajunctional Ketika Suksinilkolin

diberikan dalam 24-48 jam setelah cidera dapat menyebabkan hiperkalemia yang

letal Depolarisasi dari pengaturan reseptor asetilkolin ekstrajungtional pada jaringan

yang terbakar kontraksi otot yang berlebihan dan mengakibatkan pelepasan kalium

intra seluler ke area luka bakar Kadar kalium sebesar 10 mEqL telah

direkomendasikan 519 Namun pada sisi lain pasien luka bakar cenderung resisten

terhadap muscle relaxant Non depolarisasi sehingga membutuhkan jumlah obat 2-5

kali lebih besar dari dosis normal

62

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 63: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Setelah periode immobilisasi pada pasien trauma luka bakar terjadi

upregulasi dari fetal (α2βγδ) dan mature (α2βεδ) nAChRs Upregulasi dari nAChRs

berhubungan dengan resistensi pada Nondepolarisasi neuromuscular blockers dan

peningkatan sensitifitas terhadap Succinilcholine Resistensi terhadap efek

nondepolarizing neuromuscular blocking drugs biasanya terjadi pada pasien yang

mengalami luka bakar lebih dari 25 total-body surface

Anestesi Regional

Pengunaan teknik anestesi regional seperti epidural sangat berguna dalm

tatalaksana nyeri pada pasien luka bakar dengan tanpa tindakan pembedahanganti

balut Tetap harus dipertimbangkan untuk penggunaan anestesi regional misalnya ada

atau tidak luka bakar pada daerah yang akan dilakukan insersi yang akan

mempermudah terjadinya infeksi

Manajemen post operasi

Hal-hal yang harus diperhatikan setelah post operasi adalah

- Kebutuhan oksigen pasien

- Kebutuhan pasien untuk nyeri post operative

- Temperatur tubuh pasien kemungkinan membutuhkan penghangat

- Kebutuhan cairan pasien

Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi merupakan pertimbangan yang tidak kalah penting dimulai

setelah penderita berada di unit luka bakar (ULB) 1251118

a Luka Bakar Sedang (luas luka bakar 20ndash40)

1048707 Pemberian melalui Oral atau Enteral (A)

1048707 Bila tidak ditemukan kontra indikasi yaitu retensi lambung dan ileus

1048707 Pemberian dilakukan sedini mungkin

1 Pemberian melalui Oral

63

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 64: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

1048707 Bila memungkinkan diberi makanan RS bentuk lunak atau biasa

1048707 Bila tidak mungkin maka diberikan formula komersial dan makanan RS bentuk

cair

1048707 Kepekatan 1 KalmL

1048707 Pemberian dilakukan secara perlahan-lahan sebanyak 60 mL dalam 1 jam Bila

tidak terdapat keluhan kembung mual atau muntah maka setiap 2 jam ditingkatkan

sebanyak 60 mL dari perhitungan awal sampai tercapai kebutuhan energi total

2 Pemberian Nutrisi Enteral

1048707 Diberikan bila pemberian secara oral tidak memungkinkan

1048707 Pasang pipa nasogastrik (nasogastric tubeNGT) 8 ndash 12 F

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan maksimal 20 tetesmenit

o Evaluasi setelah 2 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 60 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 60 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair RS yang diberikan melalui oral dan enteral secara

bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan biasa

bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

b Luka Bakar Berat (luas luka bakar gt40)

64

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 65: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

Pemberian nutrisi melalui enteral atau parenteral

1 Pemberian Nutrisi Enteral (A)

1048707 Pasang pipa nasogastrik (NGT) 8 ndash 12 F

1048707 Lakukan tes distensi lambung dengan melihat adanya aliran balik NGT

1048707 Berikan formula komersial

1048707 Pada awal pemberian

o Kepekatan 1 KalmL

o Kecepatan tetesan 15 tetesmenit dengan pompa infus Bila ditemukan

kesulitan dalam pemberian tetesan kepekatan formula dikurangi menjadi

07 KalmL

o Evaluasi setelah 1 jam

1048707 Pipa nasogastrik diklem selama 1 jam Selanjutnya dilakukan aspirasi

o Bila jumlah cairan aspirasi lebih dari 20 mL maka pemberian nutrisi

dihentikan selama 2 jam Setelah itu dilakukan aspirasi ulang Bila cairan

aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL pemberian nutrisi dilanjutkan

kembali dengan tetesan seperti semula

o Bila jumlah cairan aspirasi kurang atau sama dengan 20 mL maka nutrisi

dapat diberikan kembali dengan kecepatan tetesan seperti semula atau

ditingkatkan secara bertahap bila memungkinkan

1048707 Lamanya makanan enteral di dalam botol tidak boleh lebih dari 4 jam

1048707 Formula dan makanan cair Rumah Sakit yang diberikan melalui oral dan enteral

secara bertahap ditingkatkan menjadi makanan lunak dan selanjutnya makanan

biasa bila toleransi dan fungsi saluran cerna baik

2 Pemberian Nutrisi Parenteral

1048707 Bila pemberian Nutrisi Enteral sudah tidak memungkinkan maka dilakukan

pemberian secara parenteral Nutrisi Parenteral yang diberikan harus lengkap

mengandung karbohidrat lemak dan protein

65

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 66: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

1048707 Pada pemberian nutrisi parenteral harus diperhatikan kandungan karbohidrat dan

osmolaritas formula cairan yang diberikan agar tidak terjadi hiperglikemia dan

flebitis

Rehabilitasi Jalan Nafas

Rehabilitasi jalan nafas dan pernafasan dimulai segera pada saat resusitasi

Prosedur rehabilitasi yang dikerjakan antara lain a) mengatur posisi pasien b)

latihan pernafasan c) melatih refleks batuk

Posisi pasien yang diyakini tepat bila dijumpai cedera inhalasi adalah posisi

tegak (menggunakan rotatingcirculating bed) atau setengah duduk bukan

berbaring (supinasi) Ada beberapa posisi yang dilaporkan baik untuk kasus-kasus

cedera inhalasi antara lain lateral dekubitus dan pronasi yang dikaitkan dengan

drenase sekret dalam mengatasi hipersekresi Dengan intubasi dan atau

krikotiroidotomi posisi pronasi dan lateral dekubitus agak sulit diterapkan namun

dengan fiksasi yang baik keduanya tidak akan menimbulkan masalahLatihan

pernafasan dikerjakan secara pasif pada saat pasien dalam kondisi hemodinamik belum

stabil dan kesadaran belum baik latihan aktif dilakukan bila kondisi hemodinamik

stabil dan kesadaran lebih baik Latihan yang dikerjakan khususnya melatih otot-otot

pernafasan dengan melakukan kontraksi otot-otot pernafasan tambahan vibrasi dan

clapping

Perawatan Luka Bakar

Perawatan luka bukan merupakan prioritas karena luka tidak akan

menyebabkan kematian dalam waktu dekat (fase akut) dan infeksi bukan merupakan

masalah utama pada luka bakar Namun acuan dalam mencegah berkembangnya

SIRS dan MODS beberapa prinsip tatalaksana perawatan luka harus diperhatikan

Jaringan nekrosis maupun jaringan non vital lainnya yang disebabkan cedera

termis harus segera dibuang Nekrotomi dan deacutebridement dilakukan seawal mungkin

66

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 67: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

(pada hari ke tiga - ke empat pasca cedera pada luka bakar sedang hari ke tujuh ndash ke

delapan pada luka bakar berat) bahkan bila memungkinkan dilakukan penutupan

segera (immediate skin grafting) untuk mengatasi berbagai masalah akibat kehilangan

kulit sebagai penutup (mencegah evaporative heat loss yang menimbulkan gangguan

metabolisme) barrier terhadap kuman dan proses inflamasi berkepanjangan yang

mempengaruhi proses penyembuhan tidak menunggu jaringan granulasi yang dalam

hal ini mengulur waktu dan memperberat stres metabolisme1-4

Perawatan luka dilakukan dengan tujuan mencegah berlangsungnya degradasi

luka (perubahan dari derajat dua menjadi tiga yang menunjukkan perburukan) dengan

mengupayakan suasana kondusif untuk proses penyembuhan Perawatan luka tertutup

diyakini merupakan cara terbaik karena akan mencegah penguapan perawatan

lembab (moist dressing) akan memfasilitasi proses penyembuhan Prosedur ini dapat

dikerjakan pada saat melakukan pemantauan resusitasiLuka harus dicuci (dilusi)

menggunakan pembersih yang tidak bersifat iritatif Acuan perawatan luka dalam

upaya mencegah infeksi adalah pencucian (dilusi) berulang dan perawatan secara

aseptik Pemberian antibiotika perlu mendapat perhatian khusus baik secara sistemik

maupun topikal Rasionalisasi pemberian menjadi acuan karena bahaya yang timbul

pada penggunaan antibiotika secara irasional justru akan memicu respons inflamasi

sistemik (termasuk sepsis) dan MODS Hindari penggunaan antibiotika yang bersifat

nefrotoksik hepatotoksik maupun memiliki efek toksik terhadap jaringan lainnya

Hindari pula penggunaan antiseptik yang bersifat iritan dan bahkan toksik terhadap

jaringan 157

DAFTAR PUSTAKA

1 Moenadjat Y 2005 Petunjuk Praktise Penatalaksanaan Luka Bakar Asosiasi Luka Bakar Indonesia Diterbitkan oleh Komite Medik Asosiasi Luka Bakar Indonesia

67

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 68: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

2 American College of Surgeons Guidelines for the Operation of Burn Units Reprinted from Resources for Optimal Care of the Injured Patient Chapter 14 Committee on Trauma 1999 Available in websitehttpwwwameriburnorgguidelinesopspdf

3 Respiratory Care Educational symposia Available in manual book of 36th Annual meeting of American Burn Association Vancouver 2004

4 Moossa AR Hart M E Easter DW Surgical complication In Sabiston DC Jr Lyery HK editors Textbook of surgery 15th ed Philadelphia WB Saunders Company 1997 347

5 Stoelting R K 1999 Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3 rd

edition Lippincott-Raven Publishers Philladelphia

6 Sutjahjo R A 2004 Nyeri pada Luka Bakar Departement of Anesthesiology amp Reanimation School of Medicine Airlangga University Dr Soetomo General Hospital Surabaya

7 Perdanakusumah D S 2004 Wound Management in Burn SMF Bedah Plastik FK UNAIR-RSU Dr Soetomo Unit Luka Bakar Surabaya

8 Noer S M 2004 Acute Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 5-13

9 Duke J 2000 Anesthesia and Burns in Anesthesia Secrets Second Edition Hanley amp Belfus Inc

Philadelphia Pp 292-7

10 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress

syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no 3 Available in website http

httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

11 Song C 2004 Recent Advance in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 18-22

12 Morgan G E and Mikhail M S 2002 Clinical Anesthesiology 3 rd edition Appleton and Lange London

68

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69

Page 69: Penatalaksanaan Perioperatif Pada Luka Bakar

13 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwwwhomemdconsultcomdasarticlebody1jorg

14 RobertaL H 2004 Adult Perioperative Anesthesia Elsevier Mosby Philadelphia

15 Tomashefsky JF Acute respiratory distress syndrome Pulmonary pathology of acute respiratory distress syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in website httpwww home mdconsultcomdasarticlebody1jorg

16 Moenadjat Y Sindroma respons inflamasi sistemik (SRIS) sindroma disfungsi organ multipel (SDOM) dansepsis pada kasus luka bakar Disampaikan pada Pertemuan ilmiah tahunan (PIT) IV Perhimpunan dokter spesialis bedah plastik Indonesia (Perapi) Bandung 1999 Dalam Moenadjat Y Luka Bakar Pengetahuanklinis praktis edisi revisi Jakarta Balai Penerbit FKUI 2003 p4 23-28

17 American Burn Association Burn modules Available in website httpwwwameriburnorg

18 Marzoeki D 2004 Overview in Burn Management dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 1-2

19 Naguib M and Lien C A 2005 Pharmacology of Muscle Relaxants and Their Antagonists in Millerrsquos Anesthesia sixth edition pp 530-1

20 Prayitno W B 2004 Respiratory Problem in Burn dalam Penanganan Luka Bakar Masa Kini Seminar Luka Bakar Pp 48- 53

21 Steinberg KP Hudson LD Acute respiratory distress syndrome Acute lung injury and acute respiratory

distress syndrome the clinical syndrome Clin chest med 2000 vol 21 no3 Available in websitehttpwww homemdconsultcomdasarticlebody1jorg

69