luka bakar

40
Luka Bakar Oleh : Dardin S.Kep,Ns Di susun oleh ; Kelompok VI Arisman Muh.Dzulfikar Muh.khaidir Nur’Aisyah Nuddin Fauziah Ayu R Indrawati Lindasari Mirnawati Nicky Rahim

Upload: edith-perkins

Post on 17-Feb-2016

240 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

f

TRANSCRIPT

Page 1: Luka Bakar

Luka Bakar

Oleh : Dardin S.Kep,Ns

Di susun oleh ;

Kelompok VI

Arisman

Muh.Dzulfikar

Muh.khaidir

Nur’Aisyah Nuddin

Fauziah Ayu R

Indrawati

Lindasari

Mirnawati

Nicky Rahim

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kurnia Jaya Persada Palopo Program S1 Keperawatan Tahun Akedemik 2013/2014

Page 2: Luka Bakar

KATA PENGANTARPuji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya

sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah kami yang membahas

mengenai Luka Bakar Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas yang

diberikan dalam mata kuliah Ilmu Sistem Neurobehavior di “STIKES Kurnia Jaya

Persada Palopo”.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada

teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki.

Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi

penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah

ini, khususnya kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada

kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.

Palopo, 9 Desember 2015

Tim Penyusun

Kelompok IV

Page 3: Luka Bakar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas

melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung.

Masalah kompleks ini mempengaruhi semua sistem tubuh dan beberapa keadaan yang

mengancam kehidupan. Dua puluh tahun lalu, seorang dengan luka bakar 50% dari luas

permukaan tubuh dan mengalami komplikasi dari luka dan pengobatan dapat terjadi

gangguan fungsional, hal ini mempunyai harapan hidup kurang dari 50%. Sekarang,

seorang dewasa dengan luas luka bakar 75% mempunyai harapan hidup 50%. dan bukan

merupakan hal yang luar biasa untuk memulangkanpasien dengan luka bakar 95% yang

diselamatkan. Pengurangan waktu penyembuhan, antisipasi dan penanganan secara dini

untuk mencegah komplikasi, pemeliharaan fungsi tubuh dalam perawatan luka dan tehnik

rehabilitasi yang lebih efektif semuanya dapat meningkatkan rata-rata harapan hidup pada

sejumlah klien dengan luka bakar serius.

Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus

yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab(etiologi) dan anatomi luka

bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke

jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar

yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas

(scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang

sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan

kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik

(elektrik) atau persikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko

nifeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar

pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan

memerlukan tehnik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.

Pengetahuan umum perawat tentang anatomi fisiologi kulit, patofisiologi luka bakar

sangat diperlukan untuk mengenal perbedaan dan derajat luka bakar tertentu dan berguna

untuk mengantisipasi harapan hidup serta terjadinya komplikasi multi organ yang

menyertai.

Page 4: Luka Bakar

Prognosis klien yang mengalami suatu luka bakar berhubungan langsung dengan

lokasi dan ukuran luka bakar. Faktor lain seperti umur, status kesehatan sebelumnya dan

inhalasi asap dapat mempengaruhi beratnya luka bakar dan pengaruh lain yang menyertai.

Klien luka bakar sering mengalami kejadian bersamaan yang merugikan, seperti luka atau

kematian anggota keluarga yang lain, kehilangan rumah dan lainnya. Klien luka bakar

harus dirujuk untuk mendapatkan fasilitas perawatan yang lebih baik untuk menangani

segera dan masalah jangka panjang yang menyertai pada luka bakar tertentu.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Luka Bakar (Combutsio)

1. Definisi 

Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat kontak

langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal), listrik (electrict), zat

kimia (chemycal), atau radiasi (radiation). Luka bakar adalah injury pada jaringan

yang disebabkan oleh suhu panas, kimia, elektrik, radiasi dan thermal. (Djohansjah,

M, dkk, 1991: 365)

Page 5: Luka Bakar

Luka bakar adalah luka yang terjadi bila sumber panas bersentuhan dengan

tubuh atau jaringan dan besarnya luka ditentukan oleh tingkat panas atau suhu dan

lamanya terkena. (Doengoes, Marilynn E.2000 )

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh karena kontak lansung atau

bersentuhan langsung atau tidak langsung dengan panas, kimia dan sumber lain yang

menyebabkan terbakar. (Hudak & Gallo, 1996)

Luka bakar adaalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang

disebabkan oleh trauma benda tajam ataau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,

ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.(buku Ilmu Ajar bedah. Syamsuhidayat)

2. Etiologi

Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh melelui

konduksi atau radiasi elektromagnetik.

1. Luka Bakar Suhu Tinggi(Thermal Burn) Seperti Gas,cairan, bahan padat (solid)

2. Luka Bakar Bahan Kimia (hemical Burn)

3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn

4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)

Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :

1. Fase akut

Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas

karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi

gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat

sistemik.

2. Fase sub akut

Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan

jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis

dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi.

3. Fase lanjut

Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.

Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut

hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.

3. Tanda dan Gejala

a. Grade I

Page 6: Luka Bakar

Hanya mengenai epidermis saja, gejalanya berupa kulit yang hiperemis, kering,

dan nyeri

b. Grade II

Mengenai epidermis dan sebagian dari dermis, gejalanya terbentuk bula. Namun

bila bula sudah pecah, akan menyisakan lesi yang berwarna merah muda, basah,

dan nyeri

c. Grade III

Mengenai epidermis dan seluruh bagian dermis, bahkan dapat melibatkan struktur

di bawah dermis. Pada luka bakar grade III, luka akan terlihat pucat/abu-abu,

banyak jaringan kulit yang mati (eschar), dan tidak terasa nyeri.

4. Patofisologi

Page 7: Luka Bakar

Luka bakar mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh darah

sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan

edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn

shock ( shock Hipovolemik ) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi

sistemik tubuh terhadap kondisi ini adalah :

a. Respon Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada

volume darah terlihat dengan jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan

berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi

penurunan tekanan darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai

respon, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang meningkatkan

resistensi perifer (vasokontriksi) dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya

vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung (Smeltzer, 2002).

b. Respon Renalis

Ginjal berfungsi untuk menyaring darah jadi dengan menurunnya volume

intravaskuler maka aliran darah ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan

keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal (Smeltzer, 2002).

c. Respon Gastro Intestinal

Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yaitu ileus paralitik

(tidak adanya peristaltik usus) dan ulkus curling. Berkurangnya peristaltik usus dan

bising usus merupakan manifestasi ileus paralitik yang terjadi akibat luka bakar.

Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera

dilakukan dekompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung). Perdarahan

lambung yang terjadi sekunder akibat stres fisiologik yang masif dapat ditandai

oleh darah dalam feses atau vomitus yang berdarah. Semua tanda ini menunjukkan

erosi lambung atau duodenum (ulkus curling) (Smeltzer, 2002).

d. Respon Imonologi

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka bakar. Sebagian

basis mekanik, kulit sebagai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk.

Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk

kedalam luka (Smeltzer, 2002).

e. Respon Pulmoner

Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan akan

meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme dan respon

Page 8: Luka Bakar

lokal. Cedera pulmoner dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori yaitu

cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung, cedera inhalasi di bawah

glotis terjadi akibat menghirup produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas

berbahaya seperti karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa

aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena, dan halogen. Komplikasi

pulmoner yang dapat terjadi akibat cedera inhalasi mencakup kegagalan akut

respirasi dan ARDS (adult respiratory distress syndrome) (Smeltzer, 2002).

5. Klasifikasi Luka Bakar

Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan

perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan

keseriusan luka, yakni

1. Berdasarkan penyebab

a. Luka bakar karena api

b. Luka bakar karena air panasLuka bakar karena bahan kimia

c. Luka bakar karena listrik

d. Luka bakar karena radiasiLuka bakar karena suhu rendah (frost bite).

2. Berdasarkan kedalaman luka bakar

a. Luka bakar derajat I

1) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis

2) Kulit kering, hiperemi berupa eritema

3) Tidak dijumpai bulae

4) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi

5) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari

b. Luka bakar derajat II

1) Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi

inflamasi disertai proses eksudasi.

2) Dijumpai bulae.

3) Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.

Page 9: Luka Bakar

4) Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas

kulit normal.

Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Derajat II dangkal (superficial)

a) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.

b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea masih utuh.

c) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.

2. Derajat II dalam (deep)

a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.

b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

Penyembuhan sebasea sebagian besar masih utuh.

c) Terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya

penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.

Page 10: Luka Bakar

Gambar 2.1 Luka Bakar Derajat Dua Dalam, Pada Anak Yang Tersiram Kopi Panas, Luka Berwarna Merah Muda, Lunak Pada Penekanan, Dan Tampak Basah, Sensasi Nyeri Sulit Ditentukan Pada Anak.

3. Luka bakar derajat III

a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih

dalam

b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar

sebasea mengalami kerusakan

c) Tidak dijumpai bulae

d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering

letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar

e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal

sebagai eskar.

f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung

saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.

g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi

spontan dari dasar luka.

Gambar 2.3 Luka Bakar Derajat Tiga, Pada Anak  Yang Memegang Pengeriting Rambut Luka Kering Tidak Kemerahan Dan Berwarna Putih

Page 11: Luka Bakar

3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka

American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,

yaitu:

a) Luka bakar mayor

1) Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari

20% pada anak-anak.

2) Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.

3) Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan

perineum.

4) Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan

derajat dan luasnya luka.

5) Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.

b) Luka bakar moderat

1) Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada

anak-anak.

2) Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.

3) Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan

perineum.

c) Luka bakar minor

Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan

Griglak (1992) adalah :

1) Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang

dari   10 % pada anak-anak.

2) Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.

3) Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.

4) Luka tidak sirkumfer.

5) Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

d) Luas permukaan

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal

dengan nama rule of nine atua rule of wallace yaitu:

1) Kepala dan leher : 9 %

2) Lengan masing-masing 9% : 18 %

3) Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36 %

4) Tungkai maisng-masing 18% : 36 %

Page 12: Luka Bakar

5) Genetalia/perineum : 1%

Total : 100%

Untuk area luka bakar yang tersebar kita dapat memperkirakan

persentasenya dengan menggunakan tangan dengan jari-jari pasien, dimana jari-

jari dalam keadaan abduksi, dimana sama dengan kurang lebih 1 persen dari total

luas permukaan tubuh pasien.

Pada anak-anak terdapat perbedaan dalam luas permukaaan tubuh, yang

umumnya mempunyai pertimbangan lebih besar antara luas permukaan kepala

dengan luas ekstrimitas bawah dibandingkan pada orang dewasa.  Area kepala

luasnya adalah 19 persen pada waktu lahir (10 persen lebih besar daripada orang

dewasa).  Hal ini terjadi akibat pengurangan pada luas ekstrimitas bawah, yang

Page 13: Luka Bakar

masing-masing sebesar 13 persen.  Dengan bertambahnya umur setiap tahun,

sampai usia 10 tahun, area kepala dikurangi 1 persen dan jumlah yang sama

ditambah pada setiap ekstrimitas bawah.  Setelah usia 10 tahun, digunakan

persentase orang dewasa. 

Rumus rule of nine dari Wallace tidak digunakan pada anak dan bayi

karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif

permukaan kaki lebih kecil. Oleh karena itu, digunakan rumus 10 untuk bayi, dan

rumus 10-15-20 dari Lund dan Browder untuk anak.

4. Usia

Luka bakar yang bagaimanapun dalam dan luasnya menyebabkan

kematian yang lebih tinggi pada anak – anak di bawah usia 2 tahun dan di atas

usia 60 tahun. Kematian pada anak – anak disebabkan oleh sistem imun yang

belum sempurna, pada orang dewasa sering kali terdapat penyakit sampingan

yang dapat memperparahnya.

5. Penyakit sampingan

DM, payah jantung kongesti, sakit paru-paru dan pengobatan kronis

dengan obat-obatan yang menekan kekebalan adalah beberapa penyakit

sampingan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kondisi luka bakar.

6. Lokasi luka bakar

Lokasi juga merupakan salah satu penentu keparahan dari luka bakar,

misalnya luka bakar pada tangan yang dapat meninggalkan bekas dan

menyebabkan kontraktur yang dapt menyebabkan tidak bisa digunakan seperti

semula kecuali dengan pengobatan khusus sedini mungkin, bahkan kondisi luka

bakar yang tidak parah pada kedua tangan dapat menyebabkan penderita tidak

dapat merawat sendiri lukanya sehingga harus dirawat di rumah sakit.

7. Luka sampingan

Luka pada sistem pernapasan, muskuloskeletal, kepala, dan trauma yang

lainnya dapat memperparah kondisi luka bakar.

8. Jenis luka bakar

Penderita luka bakar karena bahan tertentu seringkali harus ditangani

secara khusus, misalnya karen bahan-bahan kimia, listrik dsb mungkin tampak

ringan tetapi seringkali ternyata mengenai struktur yang lebih dalam sehingga

semakin sulit ditangani.

6. Komplikasi

Page 14: Luka Bakar

1. Distress pernafasan

2. Gagal ginjal

3. Kontraktur

4. Sepsis

5. Hipertrofi Jaringan Parut

6. Udem laring

7. Keracunan gas CO

8. SIRS (systemic inflammatory respone syndrome) 

7. Perawatan Di Tempat Kejadia

a. Fase resusitasi

1. Perawatan awal di tempat kejadian

1) Mematikan api

2) Mendinginkan luka bakar

3) Melepaskan benda penghalang

4) Menutup luka bakar

5) Mengirigasi luka kimia

6) Tindakan kegawatdaruratan : ABC

7) Pencegahan shok

2. Pemindahan ke unit RS

1) Penatalaksanaan shok

2) Penggantian cairan (NHI consensus) : 2 – 4 ml/BB/% luka bakar, ½  nya

diberikan dalam 8 jam pertama, ½  lagi dalam 16 jam berikutnya

b. Fase akut/intermediate

1. Perawatan luka umum

1) Pembersihan luka

2) Terapi antibiotik lokal

3) Ganti balutan

4) Perawatan luka tertutup/tidak tertutup

5) Hidroterapi

2. Debridemen

1) Debridemen alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan diri secara

spontan dari jaringan di bawahnya.

2) Debridemen mekanis yaitu dengan penggunaan gunting dan forcep untuki

memisahkan, mengangkat jaringan yang mati.

Page 15: Luka Bakar

3) Dengan tindakan bedah yaitu dengan eksisi primer seluruh tebal kulit atau

dengan mengupas kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai

jaringan yang masih viabel.

3. Graft pada luka bakar

Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi spontan tidak mungkin terjadi

1) Autograft : dari kulit penderita sendiri.

2) Homograft : kulit dari manusia yang masih hidup/ atau baru saja

meninggal (balutan biologis).

3) Heterograft : kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan biologis).

4. Balutan luka biosintetik dan sintetik

1) Bio-brane/sufratulle, Kulit artifisial

5. Penatalaksanaan nyeri

6. Dukungan nutrisi

8. Pemeriksaan dignostik

a. Pemeriksaan serum : hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan luka bakar

mengalami kehilangan volume

b. Pemeriksaan elektrolit pada pasien dengan luka bakar mengalami kehilangan

volume cairan dan gangguan Na-K pump

c. Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis metabolisme dan

kehilanga protein

d. Faal hati dan ginjal

e. CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan, penuruan HCT dan

RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC yang rusak

f. Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali phospate

g. Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia

h. Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap dan

menunjukkan faktor yang mendasari

i. ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

9. Penatalaksanaan

Secara sistematik dapat dilakukan 6c: clothing, cooling, cleaning,

chemoprophylaxis, covering, dan comforting (contoh pengurang nyeri). Untuk

Page 16: Luka Bakar

pertolongan pertama dapat dilakukan langkah clothing dan cooling, baru selanjutnya

dilakukan pada fasilitas kesehatan

a. Clothing: singkirkan semua pakaian yang panas atau terbakar. Bahan pakaian

yang menempel dan tak dapat dilepaskan maka dibiarkan untuk sampai pada fase

cleaning.

b. Cooling: Dinginkan daerah yang terkena luka bakar dengan menggunakan air

mengalir selama 20 menit, hindari hipotermia (penurunan suhu di bawah normal,

terutama pada anak dan orang tua). Cara ini efektif sampai dengan 3 jam setelah

kejadian luka bakar. Kompres dengan air dingin (air sering diganti agar efektif

tetap memberikan rasa dingin) sebagai analgesia (penghilang rasa nyeri) untuk

luka yang terlokalisasi. Jangan pergunakan es karena es menyebabkan pembuluh

darah mengkerut (vasokonstriksi) sehingga justru akan memperberat derajat luka

dan risiko hipotermia. Untuk luka bakar karena zat kimia dan luka bakar di daerah

mata, siram dengan air mengalir yang banyak selama 15 menit atau lebih. Bila

penyebab luka bakar berupa bubuk, maka singkirkan terlebih dahulu dari kulit

baru disiram air yang mengalir.

c. Cleaning: Pembersihan dilakukan dengan zat anastesi untuk mengurangi rasa

sakit. Dengan membuang jaringan yang sudah mati, proses penyembuhan akan

lebih cepat dan risiko infeksi berkurang.

d. Chemoprophylaxis: Pemberian anti tetanus, dapat diberikan pada luka yang lebih

dalam dari superficial partial thickness. Pemberian krim silver sulvadiazin untuk

penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar superfisial. Tidak

boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil, bayi baru

lahir, ibu menyususi dengan bayi kurang dari 2 bulan

e. Covering: Penutupan luka bakar dengan kasa. Dilakukan sesuai dengan derajat

luka bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan

lainnya. Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk

mengurangi pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat

luka bakar. Jangan berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya,

menghambat penyembuhan dan meningkatkan risiko infeksi.

f. Comforting: Dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri, berupa

1. Paracetamol dan codein (PO-per oral) 20-30mg/kg

2. Morphine (IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus

3. Morphine (I.M-intramuskular) 0,2mg/kg

Page 17: Luka Bakar

(Rosfanty, 2009)

Selanjutnya pertolongan diarahkan untuk mengawasi tanda-tanda bahaya

dari ABC yaitu

a. Airway and breathing

Perhatikan adanya stridor (mengorok), suara serak, dahak berwana

jelaga (black sputum), gagal napas, bulu hidung yang terbakar, bengkak pada

wajah. Luka bakar pada daerah orofaring dan leher membutuhkan tatalaksana

intubasi (pemasangan pipa saluran napas ke dalam trakea/batang tenggorok)

untuk menjaga jalan napas yang adekuat/tetap terbuka. Intubasi dilakukan di

fasilitas kesehatan yang lengkap.

b. Circulation

Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka

bakar untuk perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena

(melalui infus) diberikan bila luas luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat

diberikan cairan melalui mulut. Cairan merupakan komponen penting karena

pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui penguapan karena kulit

yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana terjadi

perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah

yang mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi

dalam jumlah yang banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam

pembuluh darah dapat berkurang dan mengakibatkan kekurangan cairan yang

berat dan mengganggu fungsi organ-organ tubuh. Cairan infus yang diberikan

adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal Saline). Kristaloid

dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan           

pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan

formula dari Parkland : 3-4 cc/kgBB/%TBSA + cairan rumatan (maintenance

per 24 jam). Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB

dalam 10 kg ke 2 (11-20kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan

formula parkland (3-4cc/kgBB/%TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam

pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam berikutnya. Pengawasan

kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin yaitu

1cc/kgBB/jam (Rosfanty, 2009).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Page 18: Luka Bakar

a. Pengkajian Luas Luka Bakar

Sistem ini menggunakan prosentase kelipatan sembilan terhadap luas

permukaan tubuh.

1) Adult: kepala = 9 %, tangan kanan-kiri = 18%, dada dan perut = 18%,

genetalia = 1%, kaki kanan-kiri = 36%, dan punggung = 18

2) Child: kepala = 18%, tangan kanan-kiri = 18% , dada dan perut = 18%, kaki

kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%

3) Infant: kepala = 18%, tangan kanan-kiri =18%, dada dan perut = 18%, kaki

kanan-kiri = 28%, dan punggung = 18%

b. Pengkajian Awal

Pengkajian ini dibuat dengan cepat selama pertemuan pertama dengan

pasien yang meliputi ABC (Airway, Breathing, dan Circulation)

1) Airway

a) Data subjektif

Pasien mengeluh sesak  , pasien mengeluh nyeri .

b) Data objektif

terdengar suara krekels dan stridor  , terdapat edema pada laring

2) Breathing

a) Data subjektif

Pasien mengeluh sesak .

b) Data objektif

Terdapat adanya gerakan otot bantu nafas ,  RR lebih dari 20 kali

permenit, nampak pernafasan cuping hidung

3) Circulation

a) Data subjektif

Pasien mengeluh pusing

b) Data objektif

Nadi klien meningkat > 100 x permenit  .

c. Pengkajian Berdasarkan 6B

1) Breathing

a) Data subjektif

Pasien mengatakan susah untuk bernafas.

Page 19: Luka Bakar

b) Data objektif

Pasien telihat sesak (RR> 20 x/menit), pernafasan cuping hidung,

menggunakan otot bantu pernafasan

2) Blood

a) Data subjektif

Klien mengeluh pusing .

b) Data objektif

Nadi klien meningkat > 100 x permenit , hematokrit meningkat, leukosit

meningkat , trombosit menurun.

3) Brain

a) Data subjektif

Pasien merasa pusing, pasien mengeluh nyeri kepala.

b) Data objektif

Pasien mungkin disorientasi.

4) Bladder

a) Data subjektif

Pasien mengatakan sedikit kencing

b) Data objektif

Haluaran urin menurun.

5) Bowel

a) Data subjektif

Pasien mengeluh susah BAB .

b) Data objektif

Pasien mungkin mengalami penurunan berat badan dan konstipasi.

6) Bone

a) Data subjektif

Pasien mengeluh letih dan pegal-pegal.

b) Data objektif

2. Disagnosa Keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis laring

dan faring

b. Pola nafas tidak efektif b/d kebutuhan oksigen meningkat ditandai dengan ; DS :

pasien mengeluh susah bernafas, DO : frekuensi napas 32 x/mnt, ada retraksi

dada, pasien terlihat sesak napas

Page 20: Luka Bakar

c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksihemoglobin

d. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penguapan cairan tubuh yang

berlebihan

e. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung

f. Nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar ditandai dengan ;

DS : pasien mengeluh nyeri, DO : wajah pasien tampak menringis, skala nyeri : 7,

nadi meningkat sampai 120 x/ mnt

g. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskuler, nyeri,

penurunan kekuatan dan tahanan otot

h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma ;kerusakan permukaan

kulit karena destruksi lapisan kulit (parsial /luka bakar dalam)

3. Rencana Tindakan

a. Dx: Bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanis laring dan faring

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1 x 10 menit diharapkan jalan nafas pasien

efektif (paten) dengan kriteria hasil:

1) tidak ada suara nafas tambahan (snowring).

2) tidak ada dispnea

3) tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

Intervensi:

1) Pertahankan posisi tubuh/ posisi kepala (head til-chin lift) dan gunakan jalan

nafas tambahan bila perlu (pemasangan endotrakeal tube).

R/: membuka jalan nafas

- Kaji suara nafas pasien

R/: mengetahui ada atau tidak suara nafas tambahan yang menandakan adanya

sumbatan jalan nafas.

2) Kaji frekuensi/kedalaman pernafasan dan gerakan dada.

R/: pernafasan dangkal dan gerakan dada yang tidak simetris menandakan

masih terdapat gangguan pernafasan.

- Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan

R/: meringankan usaha untuk bernafas

- Pasang monitor (bedside monitor: EKG, tekanan darah, nadi, frekuensi

pernafasan, dan saturasi oksigen)

R/: membantu dalam pemantauan setiap saat jika tiba-tiba terjadi kegawatan.

b. Dx: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan atelektasis paru

Page 21: Luka Bakar

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1 x 6 jam diharapkan pola nafas pasien

kembali normal dengan kriteria hasil:

1) Pasien tidak tampak sesak

2) Pernafasan pasien teratur

3) RR dalam batas normal (30-40 x/mnt)

4) Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan

Intervensi:

1) Kaji tanda-tanda vital terutama frekuensi pernafasan

R/: mengetahui keadaan umum pasien

2) Kaji usaha pernafasan, pengembangan dada, keteraturan pernafasan, dan

pengggunaan otot bantu nafas

R/: untuk mengetahui tindakan mengoptimalkan oksigen untuk bernafas.

3) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan

R/: meringankan usaha untuk bernafas

c. Dx: Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan oksihemoglobin

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1×15 mnt diharapkan pertukaran gas

kembali normal dengan kriteria hasil:

1) Pasien tidak tampak sesak

2) Frekuensi nafas dalam batas normal

3) Sianosis tidak ada

4) Hasil AGD dalam batas normal

Intervensi:

1) Kaji status pernapasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi/upaya

pernapasan/perubahan pola napas.

R/: Takipnea adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia dan

peningkatan upaya pernapasan dapat menunjukkan derajat hipoksemia.

2) Kaji adanya sianosis

R/: penurunan oksigenasi bermakna (desaturasi 5 g hemoglobin) terjadi

sebelum sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat, contoh lidah, bibir, dan

daun telinga, adalah paling indikatif dari hipoksemia sistemik. Sianosis perifer

kuku/ekstremitas sehubungan dengan vasokonstriksi.

3) Observasi kecenderungan tidur, apatis, tidak perhatian, gelisah, bingung,

somnolen.

R/: Dapat menunjukkan berlanjutnya hipoksemia dan/atau asidosis.

Page 22: Luka Bakar

4) Berikan periode istirahat dan lingkungan tenang.

R/: Menghemat energi pasien, menurunkan kebutuhan oksigen.

5) Kaji seri foto dada.

R/: Menunjukkan kemajuan/kemunduran kongesti paru.

6) Awasi/gambarkan seri GDA/oksimetri nadi.

R/: Menunjukkan ventilasi/oksigenasi dan status asam/basa. Digunakan

sebagai dasar evaluasi keefektifan terapi/indikator kebutuhan perubahan

terapi.

7) Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan

R/: meringankan usaha untuk bernafas

d. Dx: Kekurangan volume cairan berhubungan dengan penguapan cairan tubuh

yang berlebihan

Tujuan: stelah diberikan askep selama 1 x 24 jam diharapkan paien tidak

mengalami kekurangan cairan dengan kriteria hasil:

1) Tanda-tanda vital stabil

2) Produksi urine 0,5-1cc/kgBB/jam, warna jernih kekuningan, tidak ada darah

e. Intake dan output cairan tubuh pasien seimbang

Intervensi:

a. Kaji tanda-tanda vital

R/: mengetahui kondisi umum pasien

b. Awasi haluaran urine dan berat jenis. Observasi warna urine dan hemates

sesuai indikasi

R/: secara umum, penggantian cairan harus dititrasi untuk meyakinkan rata-

rata haluaran urine 30-50 ml/jam (pada oranmg dewasa). Urine dapat tampak

merah sampai hitam, pada kerusakan otot massif sehubungan dengan adanya

darah dan keluarnya mioglobin. Bila terjadi mioglobinuria mencolok,

minimum haluaran urine harus 75-100 ml/jam untuk mencegah kerusakan

nekrosis tubulus.

c. Perkirakan drainase luka dan kehilangan cairan yang tak tampak

R/: peningkatan permeabilitas kapiler, perpindahan protein, proses inflamasi,

dan kehilangan melalui evaporasi besar mempengaruhi volume sirkulasi dan

haluaran urine, khususnya selama 24-72 jam pertama setelah terbakar.

d. Pertahankan pencatatan kumulatif jumlah dan tipe pemasukan cairan

Page 23: Luka Bakar

R/: penggantian massif/ cepat dengan tipe cairan berbeda dan fluktuasi

kecepatan pemberian memerlukan penghitungan ketat untuk mencegah

ketidakseimbangan dan kelebihan cairan.

e. Timbang berat badan tiap hari.

R/: penggantian cairan tergantung pada berat badan pertama dan perubahan

selanjutnya. Peningkatan berat badan 15-20% pada 72 jam pertama selama

penggantian cairan dapat diantisipasi untuk mengembalikan ke berat sebelum

terbakar kira-kira 10 hari setelah terbakar.

f. Selidiki perubahan mental

R/: penyimpangan pada tingkat kesadaran dapat mengindikasikan

ketidakadekuatan volume sirkulasi atau penurunan perfusi serebral

Kolaborasi

1. Pasang/pertahankan kateter urine tak menetap

R/: memungkinkan observasi ketat fungsi ginjal dan mencegah stasis atau

refleks urine. Retensi urine dengan produk sel jaringan yang rusak dapat

menimbulkan disfungsi dan infeksi ginjal.

2. Pasang/pertahankan ukuran kateter IV

R/: memungkinkan infuse cairan cepat

3. Berikan penggantian cairan IV yang dihitung, elektrolit, plasma, albumin

R/: resusitasi cairan menggantikan kehilangan cairan/ elektrolit dan membantu

mencgah komplikasi contoh, syok. Penggantian formula bervariasi (contoh

Brook, Evans, Parkland) tetapi berdasarkan luasnya cedera, jumlah haluaran

urine, dan BB.

4. Awasi pemeriksaan laboratorium (contoh : Hb/Ht, elektrolit, natrium urine

random)

R/: mengidentifikasi kehilangan darah/kerusakan SDM, dan kebutuhan

penggantian ciran dan elektrolit. Natrium urine kurang dari 10 mEq/L diduga

ketidakadekuatan penggantian cairan.

5. Berikan obat sesuai indikasi (diuretic : manitol /osmotrol)

R/: diindikasikan untuk meningkatan haluaran urine dan membersihkan

tubulus dari debris/ mencegah nekrosis.

f. Dx: Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan curah

jantung

Page 24: Luka Bakar

Tujuan: setelah diberikan askep selama 1×6 jam diharapkan perfusi jaringan

pasien kembali efektif dengan kriteria hasil:

1. Sianosis tidak ada

2. Tanda-tanda vital stabil

3. Menunjukan peningkatan perfusi yang sesuai

Intervensi:

1. Auskultasi frekuensi dan irama jantung. Catat adanya bunyi jantung tambahan

R/: Takikardia merupakan akibat hipoksemia dan kompensasi upaya

peningkatan aliran darah dan perfusi jaringan. Gangguan irama berhubungan

dengan hipoksemia, ketidakseimbangan elektrolit, dan atau peningkatan

regangan jantung kanan. Bunyi jantung ekstra, mis. S3 dan S4 terlihat sebagai

peningkatan kerja jantung/ terjadinya dekompensasi.

2. Observasi warna  dan suhu kulit/membran mukosa

R/: Kulit pucat atau sianosis, kuku, membrane mukosa dingin, kulit burik

menunjukan vasokonstriksi perifer (shok) dan/atau gangguan aliran darah

sistemik

3. Kaji tanda-tanda vital

R/: mengetahui kondisi umum pasien

4. Kolaborasi dalam pemberian cairan IV sesuai indikasi

R/: Peningkatan cairan berguna untuk mendukung volume sirkulasi/ perfusi

jaringan.

g. Dx : nyeri akut b/d kerusakan ujung-ujung saraf karena luka bakar ditandai

dengan ; DS : pasien mengeluh nyeri, DO : wajah pasien tampak menringis, skala

nyeri : 7, nadi meningkat sampai 120 x/ mnt

Tujuan : setelah diberikan askep diharapkan nyeri pasien berkurang

Kriteria hasil :

1. Pasien mengatakan nyeri berkurang

2. Pasien tampak relax

3. Skala nyeri = 3

4. Nadi = 80-100 x/mnt

Page 25: Luka Bakar

Intervensi :

1. Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan

pada udara terbuka

R/ : suhu berubah dan gerakan udara dapat menybabkan nyeri hebat pada

pemajanan ujung saraf

2. Tinggikan ekstremitas luka bakar secara periodik

R/ : peninggian mungkin diperlukan pada awal untuk menurunkan

pembentukan edema; setelah perubahan posisi dan peninggian menurunkan

ketidaknyamanan serta risiko kontraktur sendi

3. Berikan tempat tidur ayunan sesuai indikasi

R/ : peninggian linen dari luka membantu menurunkan nyeri

4. Ubah posisi dengan sering dan rentang gerak pasif dan aktif sesuai indikasi

R/ : gerakan dan latihan menurunkan kekakuan sendi dan kelelahan otot tetapi

tipe latihan tergantung pada lokasi dan luas cedera

5. Pertahankan suhu linhkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup

tubuh hangat.

R/ : pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakat mayor. Sumber panas

eksternal untuk mencegah menggigil

6. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter (skala 0-10)

R/ : nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan

jaringan atau  kerusakan tetapi paling berat selama penggantian balutan dan

debridemen. Perubahan lokasi/ karakter/ intensitas nyeri dapat

mengindikasikan terjadinya komplikasi atau perbaikan kembalinya fungsi

saraf.

7. Dorong ekpresi perasaan tentang nyeri.

R/ : pertanyaan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan

mekanisme koping.

8. Libatkan pasien dalam penentuan jadwal aktivitas, pengobatan, pemberian

obat.

R/ : meningkatkan rasa kontrol pasien dan kekuatan mekanisme koping.

Page 26: Luka Bakar

9. Berikan tindakan kenyamanan dasar contoh pijatan pada area yang tidak sakit,

perubahan posisi dengan sering.

R/ : dukungan empati dapat membantu menghilangkan nyeri atau

meningkatkan relaksasi.

10. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, contoh relaksasi progresif, nafas

dalam, bimbingan imajinasi, dan visualisasi.

R/ : memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan

meningkatkan rasa kontrol yang dapat menurunkan ketergantungan

farmakologis.

11. Berikan analgesik sesuai indikasi.

R/ : metode IV sering digunakan pada awal untuk memaksimalkan efek otot.

4. Evaluasi

Evaluasi adalah perbandingan hasil-hasil yang diamati dengan kriteria hasil

yang dibuat pada tahap perencanaan. Klien keluar dari siklus proses keperawatan

apabila kriteria hasil telah dicapai. Klien akan masuk kembali ke dalam siklus apabila

kriteria hasil belum dicapai (Allen, 2001).

Evaluasi merupakan tahap proses keperawatan yang terakhir. Tahap ini

merupakan kunci keberhasilan yang dinamis dari perawatan di dalam evaluasi

mempunyai empat kemungkinan yang menentukan perawatan selanjutnya yaitu:

masalah klien post pemasangan pent yang dapat dipecahkan atau timbul masalah baru,

bila masalah sudah teratasi separuhnya, perlu dimodifikasi rencana perawatannya,

begitu pula timbul masalah baru, dibuat rencana perawatan yang baru pula.

Evaluasi di klasifikasikan sebagai berikut:

1. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang diberikan pada saat intervensi dengan

respons segera

2. Evaluasi sumatif merupakan rekapitulassi dari hasil observasi dan analisis status

pasien pada waktu tertentu berdasarkan tujuan yang direncanakan pada tahap

perencanaan.

Menurut Alimul, (2001) catatan perkembangan merupakan catatan tentang

perkembangan keadaan klien yang didasarkan pada setiap masalah yang ditemui pada

Page 27: Luka Bakar

klien. Modifikasi rencana dan tindakan mengikuti perubahan keadaan klien. Adapun

metode yang digunakan dalam catatan perkembangan adalah sebagai berikut :

S : Data subjektif

Perkembangan keadaan didasarkan pada apa yang dirasakan, dikeluhkan, dan

dikemukakan klien.

O : Data objektif

Perkembangan yang bisa diamati dan diukur oleh perawat atau tim kesehatan

lain.

A : Analisis

Kedua jenis data tersebut, baik subjektif maupun objektif dinilai dan

dianalisis, apakah perkembangan kearah perbaikan atau kemunduran. Hasil

analisis dapat menguraikan sampai dimana masalah yang ada dapat diatasi

atau adakah perkembangan masalah baru yang menimbulkan diagnosa

keperawatan baru.

P : Perencanaan

Rencana penanganan klien dalam hal ini didasarkan pada hasil analisa di atas

yang berisi malanjutkan rencana sebelumnya apabila keadaan atau masalah

belum teratasi dan membuat rencana baru bila rencana awal tidak efektif.

5. Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan adalah pencatatan yang lengkap dan akurat

terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan. Dokumentasi dilakukan segera

setelah setiap kegiatan atau tindakan dalam setiap langkah proses keperawatan dari

pengkajian sampai dengan evaluasi.

Sebagai dokumentasi yang mencatat semua pelayanan keperawatan klien,

dokumentasi tersebutdapat diartikan sebagai suatu catatan bisnis dan hokum yang

mempunyai banyak manfaat dan penggunaan. Tujuan utama dari pendokumentasian

adalah untuk:

1. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka mencatat kebutuhan klien,

merencanakan, melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasikan

tindakan

Page 28: Luka Bakar

2. Dokumentasi untuk Penulisan, keuangan, hokum dan etika. Sedangkan manfaat

dan pentingnya dokumentasi dapat dilihat dari berbagai aspek seperti hukum,

jaminan mutu pelayanan, komunikasi, keuangan, pendidikan, Penulisan dan

akreditasi (Nursalam, 2001)