laporan pendahuluan luka bakar

56
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DEWASA II LUKA BAKAR OLEH: Nama mahasiswa : Irma Ariani NIM : 010109a055 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

Upload: pramudipta-wn

Post on 24-Oct-2015

167 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

irma

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DEWASA II

LUKA BAKAR

OLEH:

Nama mahasiswa : Irma Ariani

NIM : 010109a055

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NGUDI WALUYO

UNGARAN

2012

Page 2: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

Kata Pengantar

Puji syukur kehadihat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih

sayangnya hingga selesainya laporan pendahuluan tentang luka bakar ini,

shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan terbaik

Rasulullah Muhammad SAW. Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada

pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan pendahuluan ini.

Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan lebih lanjut.

Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Page 3: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kurang-lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat

setiap tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan

rawat-jalan dan 100.000 pasien dirawat di ramah sakit. Sekitar 12.000 orang

meninggal setiap tahunnya akibat luka bakar dan cedera inhalasi yang

berhubungan dengan luka bakar. Satu juta hari kerja hilang setiap tahunnya

karena luka bakar. Lebih separuh dari kasus-kasus luka bakar yang dirawat di

rumah sakit seharusnya dapat dicegah. Perawat dapat memainkan peranan

yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan luka bakar dengan mengajarkan

konsep-konsep pencegahan dan mempromosikan undang-undang tentang

pengamanan kebakaran.

Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang berisiko

tinggi untuk mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam

usia kerja juga lebih sering menderita luka bakar ketimbang yang

diperkirakan lewat representasinya dalam total populasi. Sebagian besar luka

bakar terjadi di rumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan alat-alat

listrik merupakan pekerjaan yang lazimnya terlibat dalam kejadian ini.

Kecelakaan industri juga menyebabkan banyak kejadian luka bakar.

The National Institute of Bum Medicine yang mengumpulkan data-

data statistik dari berbagai pusat luka bakar di seluruh Amerika Serikat

mencatat bahwa sebagian besar pasien (75%) merupakan korban dari

perbuatan mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada anak-anak yang baru

belajar berjalan; bermain-main dengan korek api pada anak-anak usia-

sekolah, cedera karena arus listrik pada remaja laki-laki; dan penggunaan obat

bius, alkohol serta sigaret pada orang dewasa semuanya ini turut memberikan

kontribusinya pada angka statistik tersebut. Cobb, Maxwell dan Silverstem

(1992) menemukan bahwa sekitar 13 % pasien luka bakar yang dirawat di

rumah sakit atau pun anggota keluarganya sudah pernah dirawat sebelumnya

Page 4: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

karena luka bakar. Perawat harus menjadi alat untuk memutuskan rantai luka

bakar ini.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Luka

Bakar

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tentang pengertian Luka Bakar

b. Mengetahui Etiologi dan faktor resiko Luka Bakar

c. Mengetahui patofisiologi dan pathway Luka Bakar

d. Mengetahui tanda dan gejala Luka Bakar

e. Mengetahui indikasi dan komplikasi dari Luka Bakar

f. Mampu melakukan pemeriksaan diagnostik Luka Bakar

g. Penatalaksanaan medis

h. Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Luka

Bakar

Page 5: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Definisi

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang

disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air (cairan) panas,

bahan kimia, listrik dan radiasi.

Luka bakar adalah bentuk cedera pada kulit akibat trauma oleh

panas, listrik, zat kimia atau zat radioaktif.

Cedera inhalasi adalah kejadian yang sering menyertai luka bakar,

yang sering mengakibatkan angka kematian yang tinggi (50-60%).

Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada korban-

korban kebakaran. Diperkirakan separuh dari kematian ini seharusnya bisa

dicegah dengan alat pendeteksi asap. Cedera pulmoner diklasifikasikan

menjadi beberapa kategori: cedera saluran napas atas; cedera inhalasi di

bawah glotis, yang mencakup keracunan karbon monoksida; dan defek

restriktif. Cedera saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau

edema. Keadaan ini bermanifestasi sebagai obstruksi-mekanis saluran

napas atas yang mencakup faring dan laring. Karena vaporisasi yang cepat

dalam traktus pulmonalis akan menimbulkan efek pendinginan, cedera

panas langsung biasanya tidak terjadi di bawah tingkat bronkus. Cedera

saluran napas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal

yang dini.

Cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup produk

pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya. Produk ini

mencakup gas karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida, senyawa-

senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena dan halogen.

Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru pada tingkat

alveoli. Cedera inhalasi di bawah glotis menyebabkan hilangnya fungsi

Page 6: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan kemungkinan pula

bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan) paru menurun sehingga

timbul atelektasis (kolapsnya paru). Ekspektorasi partikel-partikel karbon

dalam sputum merupakan tanda utama cedera inhalasi ini.

Dalam menentukan dalamnya luka bakar, kita harus

mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini:

a. Riwayat terjadinya luka bakar (bagaimana terjadinya)

b. Penyebab luka bakar, seperti nyala api atau cairan yang mendidih

c. Suhu agens yang menyebabkan luka bakar

d. Lamanya kontak dengan agens

e. Tebalnya kulit

(Brunner & Suddarth, 2002).

2. Etiologi

Penyebab luka bakar:

a. Terbakar api langsung atau tidak langsung,

b. Pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik maupun bahan kimia

c. Tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.

d. Radiasi

(Brunner & Suddarth, 2002).

3. Klasifikasi Luka Bakar

1. Berdasarkan kedalaman kerusakan jaringan dibagi atas:

a. Luka bakar derajat I: kerusakan pada lapisan epidermis dimana

kulit tampak kering, hiperemik berupa eritema tanpa bulae.

Penyembuhan luka spontan dalam waktu 5 – 10 hari.

b. Luka bakar derajat II: kerusakan meliputi epidermis dan sebagian

dermis yang ditandai ada reaksi inflamasi disertai eksudasi, bulae,

rasanya nyeri karena ujung syaraf teriritasi, dasar luka berwarna

merah atau pucat

Page 7: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

Derajat II dibagi atas:

1. Derajat II dangkal (superfisial): kerusakan mengenai bagian

superfisial dari dermis, organ-organ kulit seperti folikel

rambut, kelenjar sebasea, kelenjar keringat masih utuh.

Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10 – 14 hari.

2. Derajat II dalam (Deep): kerusakan mengenai hampir seluruh

dermis, organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan

sebasea sebagian besar masih utuh. Penyembuhan lebih lama

yaitu 1 bulan

c. Luka bakar derajat III: Kerusakan mengenai seluruh tebal dermis,

organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat dan

sebasea mengalami kerusakan, tidak dijumpai bulae, kulit yang

terbakar berwarna abu-abu, terjadi koagulasi protein yang

menyebabkan eskar dan tidak dijumpainya rasa nyeri karena ujung

syaraf sensorik mengalami kerusakan.

2. Berdasarkan luas luka bakar

Luka bakar secara umum digunakan ‘rule of nine’ untuk orang dewasa

yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung, bokong, ekstremitas atas

kanan kiri, paha kanan kiri, tungkai dan kaki kanan kiri, masing-

masing 9% sisanya 1% adalah genetalia.

4. Patofisiologi Luka Bakar

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber

panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi

elektromagnetik. Luka bakar dapat dikelompokkan menjadi luka bakar

termal, radiasi atau kimia. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi,

denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran napas atas

merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ

visera, dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak

Page 8: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

yang lama dengan agens penyebab (burning agent). Nekrosis dan

kegagalan organ dapat terjadi.

Dalamnya luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka

bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut. Sebagai contoh, pada

kasus luka bakar tersiram air panas pada orang dewasa, kontak selama 1

detik dengan air yang panas dari shower dengan suhu 68,9°C dapat

menimbulkan luka bakar yang merusak epidermis serta dermis sehingga

terjadi cedera derajat-tiga (full-thickness injury). Pajanan selama 15 menit

dengan air panas yang suhunya sebesar 56,1 °C mengakibatkan cedera

full-thickness yang serupa. Suhu yang kurang dari 44°C dapat ditoleransi

dalam periode waktu yang lama tanpa menyebabkan luka bakar.

Perawatan luka bakar harus direncanakan menurut luas dan

dalamnya luka bakar; kemudian perawatannya dilakukan melalui tiga fase

luka bakar, yaitu: fase darurat atau resusitasi, fase akut atau intermediat

dan fase rehabilitasi (Brunner & Suddarth, 2002).

Pathway:

Page 9: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

5. Respon Sistem Tubuh Terhadap Luka Bakar

a. Respons Sistemik

Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar

yang berat selama awal periode syok luka-bakar mencakup

hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder

akibat penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik

serta hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak melampaui

20% dari luas total permukaan tubuh akan memperlihatkan respons

yang terutama bersifat lokal. Insidensi, intensitas dan durasi

perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan luasnya

luka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka bakar yang

mengenai 60% atau lebih dari luas permukaan tubuh. Kejadian

sistemik awa! sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan

hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian

terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang

intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Gambar 55-1 melukiskan

proses patofisiologi pada luka bakar akut yang berat. Ketidakstabilan

hemodinamika bukan hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler

tetapi juga keseimbangan cairan serta elektrolit, volume darah,

mekanisme pulmoner dan pelbagai mekanisme lainnya.

b. Respons Kardiovaskuler

Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang

signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena

berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler,

maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan

darah. Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai

respons, sistem saraf simpatik akan melepaskan katekolamin yang

meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan frekuensi denyut

Page 10: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer menurunkan

curah jantung.

Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan

dipertahankannya tekanan darah dalam kisaran normal yang rendah

sehingga curah jantung membaik. Meskipun sudah dilakukan

resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung—tekanan

vena sentral, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri

pulmonalis-tetap rendah selama periode syok luka-bakar. Jika

resusitasi cairan tidak adekuat, akan terjadi syok distributive.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada luka bakar yang

kurang dari 30 % luas total permukaan tubuh, maka gangguan

integritas kapiler dan perpindahan cairan akan terbatas pada luka

bakar itu sendiri sehingga pembentukan lepuh dan edema hanya

terjadi di daerah luka bakar. Pasien luka bakar yang lebih parah akan

mengalami edema sistemik yang masif. Karena edema akan

bertambah berat pada luka bakar yang melingkar (sirkumferensial),

tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas

distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (compartment syn-

drome). Dokter harus melakukan tindakan eskarotomi (insisi pada

eskar) untuk mengurangi efek konstriksi dari jaringan yang terbakar.

c. Efek pada Cairan, Elektrolit, dan Volume Darah

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis

pada saat terjadi syok luka-bakar. Di samping itu, Kehilangan cairan

akibat evaporasi lewat luka bakar dapat mencapai 3 hingga 5L atau

lebih selama periode 24 jam sebelum permukaan kulit yang terbakar

ditutup.

Selama syok luka-bakar, respons kadar natrium seram terhadap

resusitasi cairan bervariasi. Biasanya hiponatremia (deplesi natrium)

terjadi. Hiponatremia juga sering dijumpai dalam minggu pertama

Page 11: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

fase akut karena air akan pindah dari ruang interstisial ke dalam ruang

vaskuler.

Segera setelah terjadi luka bakar, hiperkalemia (kadar kalium

yang tinggi) akan dijumpai sebagai akibat dari destruksi sel yang

masif. Hipokalemia (deplesi kalium) dapat terjadi kemudian dengan

berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.

Pada saat luka bakar, sebagian sel darah merah dihancurkan

dan sebagian lainnya mengalami kerusakan sehingga terjadi anemia.

Kendati terjadi keadaan ini, nilai hematokrit pasien dapat meninggi

akibat kehilangan plasma. Kehilangan darah selama prosedur

pembedahan, perawatan luka dan pemeriksaan untuk menegakkan

diagnosis serta tindakan hemodialisis lebih lanjut turut menyebabkan

anemia. Transmisi darah diperlukan secara periodik untuk

mempertahankan kadar hemoglobin yang memadai yang diperlukan

guna membawa oksigen. Abnormalitas koagulasi, yang mencakup

penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) dan masa pembekuan

serta waktu protrombin yang memanjang juga ditemukan pada luka

bakar.

d. Respons Pulmoner

Pada luka bakar yang berat, konsumsi oksigen oleh jaringan

tubuh pasien akan meningkat dua kali lipat sebagai akibat dari

keadaan hipermetabolisme dan respons lokal (White, 1993). Untuk

memastikan tersedianya oksigen bagi jaringan, mungkin diperlukan

suplemen oksigen.

Cedera inhalasi merupakan penyebab utama kematian pada

korban-korban kebakaran. Diperkirakan separuh dari kematian ini

seharusnya bisa dicegah dengan alat pendeteksi asap.

Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori:

cedera saluran napas atas; cedera inhalasi di bawah glotis, yang

mencakup keracunan karbon monoksida; dan defek restriktif. Cedera

Page 12: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

saluran napas atas terjadi akibat panas langsung atau edema. Keadaan

ini bermanifestasi sebagai obstruksi-mekanis saluran napas atas yang

mencakup faring dan laring. Karena vaporisasi yang cepat dalam

traktus pulmonalis akan menimbulkan efek pendinginan, cedera panas

langsung biasanya tidak terjadi di bawah tingkat bronkus. Cedera

saluran napas atas diatasi dengan intubasi nasotrakeal atau endotrakeal

yang dini.

Cedera inhalasi di bawah glotis terjadi akibat menghirup

produk pembakaran yang tidak sempurna atau gas berbahaya. Produk

ini mencakup gas karbon monoksida, sulfur oksida, nitrogen oksida,

senyawa-senyawa aldehid, sianida, amonia, klorin, fosgen, benzena

dan halogen. Cedera langsung terjadi akibat iritasi kimia jaringan paru

pada tingkat alveoli. Cedera inhalasi di bawah glotis menyebabkan

hilangnya fungsi silia, hipersekresi, edema mukosa yang berat, dan

kemungkinan pula bronkospasme. Zat aktif permukaan (surfaktan)

paru menurun sehingga timbul atelektasis (kolapsnya paru).

Ekspektorasi partikel-partikel karbon dalam sputum merupakan tanda

utama cedera inhalasi ini.

Karbon monoksida mungkin merupakan gas yang paling

sering menyebabkan cedera inhalasi karena gas ini merupakan

produk-sampingan pembakaran bahan-bahan organik dan dengan

demikian akan terdapat dalam asap. Efek patofisiologiknya

ditimbulkan oleh hipoksia jaringan yang terjadi ketika karbon

monoksida berikatan dengan hemoglobin untuk membentuk

karboksihemoglobin.

Indikator kemungkinan terjadinya kerusakan paru mencakup

hal-hal berikut ini:

a. Riwayat yang menunjukkan bahwa luka bakar terjadi dalam suatu

daerah yang tertutup

Page 13: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

b. Luka bakar pada wajah atau leher

c. Rambut hidung yang gosong

d. Suara yang menjadi parau, perubahan suara, batuk yang kering,

stridor, sputum yang penuh jelaga

e. Sputum yang berdarah

f. Pernapasan yang berat atau takipnea (pernapasan yang cepat) dan

tanda-tanda penurunan kadar oksigen (hi-peksemia) yang lain

g. Eritema dan pembentukan lepuh pada mukosa oral atau faring

Komplikasi pulmoner yang dapat terjadi sekunder akibat

cedera inhalasi mencakup kegagalan akut respirasi dan ARDS (adult

respiratory distress syndrome). Kegagalan respirasi terjadi kalau

derajat gangguan ventilasi dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa

pasien. Intervensi yang harus segera dilakukan adalah intubasi dan

ventilasi mekanis (pemasangan respirator). Jika ventilasi independen

terganggu oleh ekskursi dada yang terhalang, eskaurotomi harus

segera dikerjakan.

e. Respons Sistemik Lainnya

Fungsi renal dapat berubah sebagai akibat dari berkurangnya

volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada lokasi cedera akan

menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Jika terjadi kerusakan

otot (misalnya, akibat luka bakar listrik), mioglobin akan dilepaskan

dari sel-sel otot dan diekskresikan oleh ginjal. Penggantian volume

cairan yang memadai akan memulihkan aliran darah renal,

meningkatkan laju filtrasi glomerulus dan menaikkan volume urin.

Bila aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan

mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul komplikasi

nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal.

Pertahanan imunologik tubuh sangat berubah akibat luka

bakar. Semua tingkat respons imun akan dipengaruhi secara

merugikan. Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan

Page 14: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

pelepasan faktor-faktor inflamasi yang abnormal, perubahan kadar

imunoglobulin serta komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil,

dan penurunan jumlah limfosit (limfositopeniu). Imunosupresi

membuat pasien luka bakar berisiko tinggi untuk mengalami sepsis.

Hilangnya kulit juga menyebabkan ketidakmampuan tubuh

untuk mengatur suhunya. Karena itu pasien-pasien luka bakar dapat

memperlihatkan suhu tubuh yang rendah dalam beberapa jam pertama

pasca-luka bakar, tetapi kemudian setelah keadaan hipermetabolisme

menyetel kembali suhu inti tubuh, pasien luka bakar akan mengalami

hipertermia selama sebagian besar periode pasca-luka bakar kendati

tidak terdapat infeksi.

Ada dua komplikasi gastrointestinal yang potensial, yakni:

ileus paralitik (tidak adanya peristalsis usus) dan uikus Curling.

Berkurangnya peristalsis dan bising usus merupakan manifestasi ileus

paralitik yang terjadi akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea

dapat mengakibatkan vomitus kecuali jika segera dilakukan tindakan

dikompresi lambung (dengan pemasangan sonde lambung).

Pendarahan lambung yang terjadi sekunder akibat sires fisiologik yang

masif dapat ditandai oleh darah okulta dalam feses, regurgitasi

muntahan seperti bubuk kopi dari dalam lambung, atau vomitus yang

berdarah. Semua tanda ini menunjukkan erosi lambung atau duode-

num ulkus Curling (Brunner & Suddarth, 2002).

6. Komplikasi Luka Bakar

Komplikasi yang sering terjadi pada luka bakar adalah:

1. Hipertrofi jaringan parut

Terbentuk hipertrofi jaringan parut dipengaruhi oleh:

a. Kedalaman luka bakar

b. Sifat kulit

c. Usia klien

d. Lamanya waktu penutupan

Page 15: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

Jaringan parut terbentuk secara aktif pada 6 bulan post luka bakar

dengan warna awal merah muda dan menimbulkan rasa gatal.

Pembentukan jaringan parut terus berlangsung dan warna berubah merah,

merah tua dan sampai coklat muda dan terasa lebih lembut

2. Kontraktur

Kontraktur merupakan komplikasi yang sering menyertai luka bakar

serta menimbulkan gangguan fungsi pergerakan. Beberapa hal yang

dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kontraktor antara lain:

a. Pemberian posisi yang baik dan benar sejak dini

b. Latihan ROM baik pasif maupun aktif

c. Presure garmen yaitu pakaian yang dapat memberikan tekanan

yang bertujuan menekan timbulnya hipertrofi scar (Brunner &

Suddarth, 2002).

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Hitung darah lengkap

Peningkatkan Ht awal menunjukkan hemokonsentrasi sehubungan

dengan perpindahan/kehilangan cairan. Selanjutnya menurunkan Ht dan

SDM dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan oleh panas terhadap

endotelium pembuluh darah.

b. SDP

Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi

luka dan respons inflamasi terhadap cedera.

c. GDA

Dasar penting untuk kecurigaan cedera inhalasi. Penurunan

PaCh/peningkatan PaCO2 mungkin terlihat pada retensi karbon

monoksida. Asidosis dapat terjadi sehubungan dengan penurunan

fungsi ginjal dan kehilangan mekanisme kompensasi pernapasan.

d. COHbg (karboksi hemoglobin)

Peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan keracunan karbon

monoksida/cedera inhalasi.

Page 16: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

e. Elektrolit serum

Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cedera

jaringan/kerusakan SDM dan penurunan fungsi ginjal; hipokalemia

dapat terjadi bila mulai diuresis; magnesium mungkin menurun.

Natrium pada awal mungkin menurun pada kehilangan air;

hipernatremia dapat terjadi selanjutnya saat terjadi konservasi ginjal.

f. Natrium urine random

Lebih besar dari 20 mEg/L mengindikasikan kelebihan resusitasi

cairan; kurang dari 10 mEq/L menduga ketidakadekuatan resusitasi

cairan.

g. Alkalin fosfat

Peningkatan sehubungan dengan perpindahan cairan interstisial atau

gangguan pompa natrium.

h. Glukosa serum

Peninggian menunjukkan respons stres.

i. Albumin serum

Rasio albumin atau globulin mungkin terbalik sehubungan dengan

kehilangan protein pada edema cairan.

j. BUN atau kreatinin

Peninggian menunjukkan penurunan perfusi/fungsi ginjal; namun

kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.

k. Urine

Adanya albumin, Hb, dan mioglobulin menunjukkan kerusakan

jaringan dalam dan kehilangan protein (khususnya terlihat pada luka

bakar listrik serius). Warna hitam, kemerahan pada urine sehubungan

dengan mioglobin. Kultur luka: mungkin diambil untuk data dasar dan

diulang secara periodik.

l. Foto ronsen dada

Dapat tampak normal pada pascaluka bakar dini meskipun dengan

cedera inhalasi; namun cedera inhalasi yang sesungguhnya akan ada

saat progresif tanpa foto dada (SDPD).

Page 17: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

m. Bronkoskopi serat optic

Berguna dalam diagnosa luas cedera inhalasi; hasil dapat meliputi

edema, perdarahan, dan/atau tukak pada saluran pernapasan alas.

n. Loop aliran volume

Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek/luasnya cedera

inhalasi.

o. Skan paru

Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya cedera inhalasi.

p. EKG

Tanda iskemia miokardial/disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik.

q. Fotografi luka bakar

Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya

(Doenges, 2000).

8. Penatalaksanaan

1. Perawatan di Tempat Kejadian

Prioritas pertama dalam perawatan di tempat kejadian bagi

seorang korban luka bakar adalah mencegah agar orang yang

menyelamatkan tidak turut mengalami luka bakar. Langkah kerja:

2. Mematikan api

Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api misalnya

dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk

menghentikan pasokan oksigen bagi api yang menyala. Korban dapat

mengusahakan dengan cepat menjatuhkan diri dan berguling dan

mencegah meluasnya bagian pakaian yang terbakar. Kontak dengan

bahan yang panas juga harus cepat diakhiri missal dengan

mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air

dingin atau melepaskan baju yang tersiram air panas. Jika sumber luka

bakarnya adalah arus listrik, sumber listrik harus dipadamkan.

3. Mendinginkan luka bakar

Page 18: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu

tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi

tetap meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan

daerah yang terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam

pertama. Oleh karena itu merendam bagian yang terbakar selama lima

belas menit pertama dalam air sangat bermanfaat untuk menurunkan

suhu jaringan sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.

Dengan demikian luka yang sebenarnya menuju derajat II dapat

dihentikan pada derajat I atau luka yang menjadi derajat III dihentikan

pada tingkat I atau II. Pencelupan atau penyiraman dapat dilakukan

dengan air apa saja yang dingin sekurang-kurangnya 15 menit.

4. Melepaskan benda penghalang

Meskipun pakaian yang menempel pada luka bakar dapat

dibiarkan, pakaian lain dan semua barang perhiasan harus segera

dilepaskan untuk melakukan penilaian serta mencegah terjadinya

kontriksi sekunder akibat edema yang timbul dengan cepat.

5. Menutup luka bakar

Luka bakar harus ditutup secepat mungkin untuk memperkevil

kemungkinan kontaminasi bakteri dan mengurangi nyeri dengan

mencegah aliran udara agar tidak mengenai permukaan kulit yang

terbakar.

6. Mengirigasi Luka bakar kimia

Luka bakar kimia akibat bahan korosif harus segera dibilas

dengan air mengalir. Jika mengenai mata harus segera dicuci dengan

air bersih yang sejuk.

ABC pada semua perawatan luka bakar selama periode awal

pasca-luka bakar, yaitu:

Page 19: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

a. Airway (saluran napas)

b. Breathing (pernapasan)

c. Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine

immobilization/fiksasi vertebra cervikalis jika diperlukan).

Airway dan breathing terapi harus segera dilakukan. Jika

oksigen dengan konsentrasi yang tinggi itu tidak dapat disediakan

dalam kondisi emerjensi, pemberian oksigen lewat masker atau kanula

hidung merupakan tindakan pertama yang harus dikerjakan. Apabila

tersedia petugas serta peralatan yang memenuhi syarat dan bilamana

korbannya menderita gangguan pernapasan yang berat atau edema

saluran napas, penolong dapat memasang pipa endotrakeal dan

memulai ventilasi manual.

Sistem sirkulasi harus pula dinilai dengan segera. Denyut

apikal dan tekanan darah dimonitor dengan sering. Takikardia

(frekuensi jantung yang abnormal cepat) dan hipotensi ringan

diperkirakan terjadi pada pasien yang tidak ditangani segera sesudah

terjadinya luka bakar. Pada saat yang sama, survei sekunder dari

kepala hingga ujung jari kaki pasien untuk menemukan cedera lainnya

yang berpotensi menimbulkan kematian harus dilaksanakan.

Pencegahan syok pada pasien luka bakar yang luas akan

memperbaiki prognosis secara mengesankan. Karena itu, pemberian

infus cairan dan elektrolit harus segera dimulai.

7. Penatalaksanaan Medis Darurat

Prioritas pertama dalam ruang darurat tetap ABC (airway,

breathing dan circulation). Untuk cedera paru yang ringan, udara

pernapasan dilembabkan dar. pasien didorong supaya batuk sehingga

sekret saluran napas bisa dikeluarkan dengan pengisapan. Untuk

situasi yang lebih parah diperlukan pengeluaran sekret dengan

pengisapan bronkus dan pemberian preparat bronkodilator serta

Page 20: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

mukolitik. Jika terjadi edema pada jalan napas, intubasi endotrakeal

mungkin merupakan indikasi. Continuous positive airway pressure

dan ventilasi mekanis mungkin pula diperlukan untuk menghasilkan

oksigenasi yang adekuat.

Sesudah tercapai status respirasi dan sirkulasi yang adekuat,

perhatian harus diberikan kepada luka bakarnya sendiri. Semua

pakaian dan perhiasan yang dikenakan pasien dilepas. Pembilasan

luka bakar kimia dengan air diteruskan.

Kateter urin indwelling dipasang untuk memungkinkan

pemantauan haluaran urin dan faal ginjal yang lebih akurat. Nilai-nilai

dasar untuk tinggi dan berat badan, gas darah arteri, hematokrit,

elektrolit, golongan darah serta hasil pencocokan-silang (cross-

matching), urinalisis, dan foto rontgen toraks harus didapat. Jika

pasien menderita luka bakar listrik, pemeriksaan elektiokardiogram

dasar harus dilakukan. Karena luka bakar merupakan luka yang

terkontaminasi, tindakan profilaksis tetanus perlu dilakukan jika status

imunisasi pasien tidak jelas.

Meskipun fokus utama perawatan selama fase darurat berupa

stabilisasi fisik, perawat harus memperhatikan pula kebutuhan

psikologis pasien dan keluarganya.

8. Pemindahan ke Unit Luka Bakar

Dalam dan luasnya luka bakar perlu dipertimbangkan dalam

menentukan apakah pasien harus dipindahkan ke unit atau rumah sakit

khusus luka bakar. Jika pasien akan dipindahkan ke unit atau rumah

sakit khusus luka bakar, tindakan berikut ini harus dilakukan sebelum

pemindahan pasien: selang infus harus terpasang dengan kecepatan

tetesan yang diperlukan untuk menghasilkan haluaran urin sedikitnya

30 ml per jam; saluran napas yang paten (lapang) dipastikan; terapi

yang adekuat untuk meredakan nyeri dilakukan; dari sirkulasi perifer

Page 21: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

yang memadai dihasilkan pada setiap ekstremitas yang terbatas. Luka

ditutup dengan balutan steril yang kering, dan kenyamanan serta

kehangatan tubuh pasien harus dijaga. Penilaian serta penanganan

pasien dicatat, dan informasi ini harus disampaikan kepada petugas

unit luka bakar.

9. Penatalaksanaan Kehilangan Cairan dan Syok

Setelah menangani kesulitan pernapasan, kebutuhan yang

paling mendesak adalah mencegah terjadinya syok ireversibel dengan

menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang. Selang infus dan

kateter urin harus sudah terpasang pada tempatnya sebelum resusitasi

cairan dimulai. Hasil pengukuran berat badan dan tes laboratorium

juga dicatat. Semua parameter ini harus dipantau dengan ketat dalam

periode segera sesudah terjadinya luka bakar (periode resusitssi).

Pedoman Rumus untuk Penggantian Cairan Pada Pasien Luka Bakar:

1. Rumus Konsensus

Larutan Ringer Laktat (atau larutan saline seimbang lainnya): 2-4

ml X kg BB X % luas luka baker.

Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam

16 jam selanjutnya.

2. Rumus Evans

a. Koloid: 1ml X kg BB X % luas luka baker

b. Elektrolit (saline): 1ml X kg BB X % luas luka baker

c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible

Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh

sisanya dalam 16 jam selanjutnya.

Page 22: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

Hari 2: Separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang

diberikan pada hari sebelumnya, seluruh penggantian cairan

insensible.

Maksimum 10.000 selama 24 jam. Luka baker derajat II dan

III yang melebihi 50% luas permukaan tubuh dihitung

berdasarkan 50% luas permukaan tubuh.

3. Rumus Brooke Army

a. Koloid: 0,5ml X kg BB X % luas luka baker

b. Elektrolit (larutan ringer laktat): 1,5ml X kg BB X % luas luka

baker

c. Glukosa (5% dalam air): 2000ml untuk kehilangan insensible

Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh

sisanya dalam 16 jam selanjutnya.

Hari 2: Separuh dari cairan koloid, separuh elektrolit, seluruh

penggantian cairan insensible.

Luka baker derajat II dan III yang melebihi 50% luas

permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan

tubuh.

4. Rumus Parkland/Baxter

Larutan ringer laktat: 4ml X kg BB X luas luka baker

Hari 1: Separuh diberikan dalam 8 jam pertama, separuh sisanya

dalam 16 jam selanjutnya.

Hari 2: Bervariasi. Ditambahkan koloid

Larutan Salin Hipertonik

Larutan pekat natrium klorida dan laktat dengan konsentrasi

250-300 mEq natrium perLiter yang diberikan pada kecepatan yang

Page 23: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

cukup untuk mempertahankan volume keluaran urin yang

diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infuse selama 8 jam

pertama pasca luka baker. Kadar natrium serum harus dipantau

dengan ketat. Tujuan: meningkatkan kadar natrium serum dan

osmolalitas untuk mengurangi edema dan mencegah komplikasi

paru.

5. Obat-obatan

Antibiotik sistemik spectrum luas diberikan untuk

mencegah infeksi. Yang banyak dipakai adalah golongan

aminoglikosida yang efektif terhadap pseudomonas. Bila ada

infeksi, antibiotic diberikan berdasarkan hasil biakan dan uji

kepekaan kuman. Antasida diberikan untuk pencegahan tukak

stress dan antipiretik diberikan bila suhu tinggi.

Nutrisi harus diberikan cukup untuk menutup kebutuhan

kalori dan keseimbangan nitrogen yang negative pada fase

katabolisme, yaitu sebanyak 2500-3000 kalori sehari dengan kadar

protein tinggi. Kalau perlu makanan diberikan melalui pipa

lambung atau ditambah parenteral.

Penderita yang mulai stabil keadaannya perlu fisioterapai

untuk memperlancar peredaran darah dan mencegah kekakuan

sendi.

Penderita luka baker harus dipantau terus-menerus,

keberhasilan pemberian cairan dapat dilihat dari diuresis normal

yaitu sekurang-kurangnya 1ml/kgBB/jam. Yang penting juga

apakah sirkulasi normal/tidak.

10. Debridemen

Debridemen merupakan sisi lain pada perawatan luka bakar.

Tindakan ini memiliki dua tujuan:

Page 24: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

a. Untuk menghilangkan jaringan yang terkontaminasi oleh

bakteri dan benda asing, sehingga pasien dilindungi terhadap

kemungkinan invasi bakteri

b. Untuk menghilangkan jaringan yang sudah mati atau eskar

dalam persiapan bagi graft dan kesembuhan luka

Sesudah terjadi luka bakar derajat-dua dan tiga, bakteri yang

terdapat pada antarmuka jaringan yang terbakar dan jaringan viabel

yang ada di bawahnya secara bersng-sur-angsur. akan mencairkan

serabut-serabut kolagen yang menahan eskar pada tempatnya selama

minggu pertama atau kedua pasca-luka bakar.

Macam-macam debridemen:

a. Debridemen Alami. Pada peristiwa debridemen alami, jaringan

mati akan memisahkan diri secara spontan dari jaringan viabel

yang ada di bawahnya. Namun, pemakaian preparat topikal

antibakteri cenderung memperlambat proses pemisahan eskar

yang alami ini.

b. Debridemen Mekanis. Debridemen mekanis meliputi penggunaan

gunting bedah dan forsep untuk memisahkan dan mengangkat

eskar.

c. Debridemen Bedah. Debridemen bedah merupakan tindakan

operasi dengan melibatkan eksisi primer seluruh tebal kulit

sampai fasia (eksisi tangensiai) atau dengan mengupas lapisan

kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan

yang masih viabel dan berdarah.

11. Graft

Jika lukanya dalam (full-thickness) atau sangat luas,

reepitelialisasi spontan tidak mungkin terjadi. Karena itu diperlukan

graft (pencakokan) kulit dari pasien sendiri (autograft). Daerah-daerah

utama graft kulit mencakup daerah wajah dengan alasan kosmetik dan

psikologik; tangan dan bagian fungsional lainnya seperti kaki; dan

Page 25: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

daerah-daerah yang meliputi persendian. Graft memungkinkan

pencapaian kemampuan fungsional yang lebih dini dan akan

mengurangi kontraktur. Kalau luka bakarnya sangat luas, daerah dada

dan abdomen dapat dicangkok terlebih dahulu untuk mengurangi luas

luka bakar.

Selama proses kesembuhan luka akan terbentuk jaringan

granulasi. Jaringan ini akan mengisi ruangan yang ditimbulkan oleh

luka, membentuk barier yang merintangi bakteri dan berfungsi sebagai

dasar (bed) untuk pertumbuhan sel epitel.

12. Autograft

Autograft berasal dari kulit pasien sendiri. Bentuk cangkokan

ini bisa berupa split-thickness, full-thickness, pedicle flaps atau

epitelium yang dikultur. Full-thickness dan pedicle flaps lebih sering

digunakan untuk pembedahan rekonstruksi, dan dilaksanakan

beberapa bulan atau tahun sesudah terjadinya cedera pertama.

Penggunaan epitelium yang dikultur masih berada dalam tahap

eksprimen pada beberapa rumah sakit khusus luka bakar. Secara

mendasar, prosedur ini meliputi biopsi kulit pasien di daerah yang

tidak terbakar. Kemudian keratinosit diisolasi dan sel-sel epitel

dikultur dalam laboratorium. Sampel sel epitel yang asli dapat

mengadakan multiplikasi hingga ukurannya mencapai 10.000 kali

ukuran sampel semula dalam tempo 30 hari. Sel-sel ini kemudian

ditempelkan pada luka bakar. Prosedur ini telah dilaporkan dengan

berbagai derajat keberhasilan tetapi hasil-hasil tersebut cukup

menggembirakan (Wong & Munster, 1993).

13. Kelainan pada Penyembuhan Luka

Kelainan-penyembuhan luka pada pasien luka bakar terjadi

akibat proses penyembuhan yang secara abnormal berlebihan atau

akibat pembentukan jaringan baru yang tidak memadai Pembentukan

Page 26: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

parut yang hipertrofik dan keloid terjadi akibat kesembuhan yang

abnormal dan berlebihan.

a. Parut.

Parut (sikatriks) yang hipertrofik dan kontraktur luka lebih besar

kemungkinannya untuk terjadi jika luka bakar yang primer

melampaui tingkat lapisan dermis yang dalam. Kesembuhan luka

bakar yang dalam ini terjadi akibat penggantian integumen yang

normal dengan jaringan yang secara metabolik sangat aktif

sehingga kurang mengandung arsitektur kulit yang normal. Dalam

lapisan kolagen di bawah epilelium terdapat banyak sel fibroblast

yang mengalami proliferasi secara bertahap. Sel-sel miofibroblast

yang memiliki kemampuan untuk berkontraksi juga terdapat dalam

luka yang immatur. Ketika unsur-unstir ini berkontraksi, serabut

kolagen yang normalnya terletak dalam berkas yang datar

cenderung untuk membentuk corak yang bergelombang. Akhirnya

berkas kolagen tersebut menghasilkan penampakan super-koil dan

terbentuk nodul-nodul kolagen. Jaringan parut berwarna sangat

merah (karena sifat hipervaskularitas-nya), menonjol dan keras.

Penanganan parut terutama dilaksanakan dalam fase rehabilitasi

sesudah luka bakarnya menutup. Parut yang hipertrofik dapat

menyebabkan kontraktur yang hebat pada persendian yang terkena.

Namun demikian, parut ini hanya terbatas pada daerah luka bakar

dan secara berangsur-angsur akan mengalami regresi dengan

berlalunya waktu.

b. Keloid

Pada sebagian pasien yang lain, massa jaringan parut yang besar

dan bertumpuk akan terjadi dan dapat meluas sampai di luar

permukaan luka. Massa ini dinamakan koloid. Keloid cenderung

ditemukan pada orang yang kulitnya berpigmen (berwarna gelap),

tumbuh di luar tepi luka dan lebih besar kemungkinannya untuk

timbul kembali sesudah dilakukan eksisi.

Page 27: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

c. Kegagalan untuk Sembuh

Kegagalan luka untuk sembuh dapat disebabkan oleh banyak faktor

yang mencakup infeksi dan nutrisi yang tidak adekuat. Kadar

albumin serum di bawah 2 gm/dl biasanya menjadi salah satu

faktor yang mengganggu kesembuhan pada pasien luka bakar.

d. Kontraktur

Kontraktur merupakan masalah lain yang dikhawatirkan terjadi

ketika luka bakarnya sembuh. Jaringan tubuh yang terbakar akan

memendek karena gaya yang ditimbulkan oleh sel-sel fibroblast

dan fleksi otot dalam proses kesembuhan luka yang alami. Gaya

lawan yang ditimbulkan oleh bidai, traksi dan pengaturan posisi

serta latihan gerak yang bertujuan harus digunakan untuk melawan

deformitas pada luka bakar yang mengenai persendian.

Page 28: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. AKTIVITAS/ISTIRAHAT

Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan.

Keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit. Gangguan

massa otot, perubahan tonus.

b. SIRKULASI

Tanda: Hipotensi (syok).

(dengan cederaluka bakar lebih dari 20% APTT):

Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera;

vasokonstriksi perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit

putih dan dingin (syok listrik).

Takikardia (syok/ansietas/nyeri).

Disritmia (syok listrik).

Pembentukan edema jaringan (semua luka bakar).

c. INTEGRITAS EGO

Gejala: Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.

Tanda: Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik

diri, marah.

d. ELIMINASI

Tanda: Haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat. Warna

mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin,

mengindikasikan kerusakan otot dalam.

Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan

ke dalam sirkulasi).

Penurunan bising usus/tak ada, khususnya pada luka bakar

kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan

motilitas/peristaltik gastrik.

e. MAKANAN/CAIRAN

Tanda: Edema jaringan umum.

Anoreksia, mual/muntah.

Page 29: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

f. NEUROSENSORI

Gejala: Area kebas, kesemutan.

Tanda: Perubahan orientasi, afek, perilaku.

Penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera

ekstremitas.

Aktivitas kejang (syok listrik).

Laserasi korneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman

penglihatan (syok listrik).

Ruptur membran timpanik (syok listrik).

Paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).

g. NYERI/KENYAMANAN

Gejala: Berbagai nyeri, contoh luka bakar derajat pertama secara

ekstrem sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, dan

perubahan suhu; luka bakar ketebalan sedang derajat kedua

sangat nyeri, sementara respons pada luka bakar ketebalan

derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka

bakar derajat tiga tidak nyeri.

h. PERNAPASAN

Gejala: Terkurung dalam ruang tertutup, terpajan lama

(kemungkinan cedera inhalasi).

Tanda: Serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,

ketidakmampuan menelan sekresi oral, dan sianosis,

indikasi cedera inhalasi.

Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka

bakar lingkar dada.

Jalan napas atas stridor/mengi (obstruksi sehubungan

dengan laringospasme, edema laringeal)

Bunyi napas: gemericik (edema paru), stridor (edema

laringeal). sekret jalan napas dalam (ronki).

Page 30: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

i. KEAMANAN

Tanda: Kulit: Umum: Destruksi jaringan dalam mungkin tidak

terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses trombus

mikrovaskuler pada beberapa luka.

Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat,

dengan pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan

curah jantung sehubungan dengan kehilangan cairan/status

syok

Cedera api: Terdapat area cedera campuran dalam

sehubungan dengan vanase intensitas panas yang dihasilkan

bekuan terbakar. Bulu hidung gosong; mukosa hidung dan

mulut kering, merah; lepuh pada faring posterior; edema

lingkar mulut dan/atau lingkar nasal

Cedera kimia: Tampak luka bervariasi sesuai agen

penyebab.

Kulit mungkin coklat kekuningan dengan tekstur seperti

kulit samak halus; lepuh, ulkus, nekro sis, atau jaringan

parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari

tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat

berlanjut sampai 72 jam setelah cedera.

Cedera listrik: Cedera kutaneus eksternal biasanya lebih

sedikit dari di bawah nekrosis. Penampilan luka bervariasi

dapat meliputi luka aliran masuk/keluar (eksplosif), luka

bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup,

dan luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.

Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor;

kontraksi otot tetanik sehubungan dengan syok listrik).

j. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN

Pertimbangan Rencana Pemulangan:

DRG menunjukkan rerata lama dirawat: Tergantung

pada beratnya dan terlibatnya sistem organ.

Page 31: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

Memerlukan bantuan untuk pengobatan, perawatan

luka/bahan, aktivitas perawatan diri, tugas pemeliharaan

rumah, transportasi, keuangan, konsul kejuruan, perubahan

susunan rumah atau fasilitas tempat tinggal selain itu

rehabilitasi lama (Marlyn Doenges, 2000).

2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

Page 32: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

3. Evaluasi

Hasil yang Diharapkan:

1. Mencapai keseimbangan cairan yang optimal

a. Mempertahankan asupan serta keluaran cairan dan berat badan

yang mempunyai korelasi dengan pola yang diharapkan

b. Memperlihatkan tanda-tanda vital, CVP, tekanan arteri pulmonalis

dan tekanan baji (wedge pressure) yang tetap berada dalam batas-

batas yang direncanakan

c. Memperlihatkan peningkatan haluaran urin sebagai reaksi terhadap

pemberian diuretik dan preparat vasoaktif

d. Memiliki frekuensi denyut jantung yang kurang dari 110/menit

dengan irama sinus yang normal

2. Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik

a. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur dengan jumlah bakteri

yang minimal

b. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur sputum dan urin yang

normal.

3. Memperlihatkan status nutrisi yang anabolik

a. Mengalami kenaikan berat badan setiap hari sesudah sebelumnya

menunjukkan penurunan awal yang terjadi sekunder karena

diuresis cairan dan tidak adanya asupan makanan atau cairan per

oral

b. Tidak memperlihatkan tanda-tanda defisiensi protein, vitamin atau

mineral

c. Memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan lewat asupan per oral

d. Turut berpartisipasi dalam memilih makanan yang mengandung

nutrien yang dipreskripsikan

e. Memperlihatkan kadar protein serum yang normal

4. Memperlihatkan perbaikan integritas kulit

Page 33: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

a. Mempertahankan kulit yang secara unium tampak utuh dan bebas

dari infeksi, dekubitus serta cedera.

b. Memperlihatkan daerah-daerah luka terbuka yang berwarna merah

muda, mengalami reepitelialisasi dan bebas dari infeksi

c. Memperlihatkan lokasi donor (tempat cangkokan kulit diambil)

yang bersih dan sedang berada dalam proses kesembuhan

d. Sudah memperlihatkan luka yang sembuh, teraba lunak dan halus

e. Memperlihatkan kulit yang licin dan elastis

5. Mengalami nyeri yang minimal

a. Memerlukan preparat analgelik hanya untuk aktivitas fisioterapi

atau perawatan luka yang spesifik

b. Melaporkan nyeri yang minimal

c. Tidak memperlihatkan tanda-tanda fisiologik nonverbal yang

menunjukkan terdapatnya nyeri yang sedang atau berat.

d. Menggunakan tindakan untuk mengendalikan nyeri seperti inhalasi

nitrous oksida, teknik relaksasi, imajinasi dan distraksi untuk

mengatasi serta menghilangkan gangguan rasa nyaman

e. Dapat tidur tanpa terganggu oleh rasa nyeri

f. Melaporkan bahwa kulit terasa nyaman tanpa rasa gatal atau

kencang

6. Memperlihatkan mobilitas fisik yang optimal

a. Memperbaiki kisaran gerak pada sendi setiap hari

b. Memperlihatkan kisaran gerak pra-luka bakar pada semua sendi

c. Tidak mengalami tanda-tanda kalsifikasi di sekitar sendi

d. Turut berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

7. Menggunakan strategi koping untuk menghadapi masalah pasca luka

bakar

a. Dengan kata-kata mengutarakan reaksi terhadap luka bakar,

prosedur terapeutik, kehilangan

b. Mengidentifikasi strategi koping yang digunakan secara efektif

dalam menghadapi situasi sties yang pernah dialami sebelumnya

Page 34: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

c. Menerima ketergantungannya pada petugas kesehatan yang

merawatnya selama fase akut

d. Dengan kata-kata mengutarakan pandangan yang realistik terhadap

masalah yang terjadi akibat luka bakar dan rencananya untuk masa

depan

e. Turut bekerjasama dengan petugas kesehatan yang merawatnya

dalam pelaksanaan terapi yang diperlukan

f. Turut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berkenaan

dengan perawatan

g. Mengatasi kesedihan akibat kehilangan yang terjadi karena luka

bakar dan kejadian di sekitar luka bakar tersebut [misalnya,

kematian orang lain, kerusakan pada rumah atau barang berharga

lainnya)

h. Menyatakan tujuan yang realistik pada bedah plastik, intervensi

medis selanjutnya dan hasil-hasilnya

i. Dengan kata-kata mengutarakan kemampuan dan tujuan yang

realistik

j. Memperlihatkan sikap yang penuh harapan terhadap masa depan

8. Mengaitkan dengan tepat dalam proses pasien/keluarga

a. Pasien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan perasaan

mereka yang berkenaan dengan perubahan dalam interaksi

keluarga

b. Keluarga memberikan dukungan emosional kepada pasien selama

perawatan di rumah sakit

c. Keluarga menyatakan bahwa kebutuhan mereka sendiri terpenuhi

9. Pasien dan keluarganya dengan kata-kata mengutarakan pemahaman

mereka terhadap proses penanganan luka bakar

a. Menyatakan dasar pemikiran bagi berbagai aspek penanganan

b. Menyatakan periode waktu yang realistik untuk kesembuhan

10. Tidak mengalami komplikasi

a. Memperlihatkan paru-paru yang terdengar bersih pada auskultasi

Page 35: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

b. Tidak memperlihatkan dispnea atau ortopnea dan dapat bernapas

dengan bebas ketika berdiri, duduk serta berbaring

c. Tidak memperlihatkan bunyi jantung S3 atau St atau distensi vena

jugularis

d. Menunjukkan haluaran urin, CVP, tekanan, arteri pulmonalis,

tekanan baji serta curah jantung yang berada dalam batas-batas

normal

e. Memperlihatkan hasil pemeriksaan kultur darah, sputum dan urin

yang normal

f. Mempertahankan nilai gas darah arteri yang berada dalam batas-

batas normal

g. Memiliki kelenturan paru yang normal

h. Tidak mengalami kerusakan pada organ viseral

i. Memiliki irama jantung yang stabil (Brunner & Suddarth, 2002).

Page 36: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Luka bakar merupakan suatu krisis yang menimbulkan pelbagai

respons emosional. Kemampuan koping pasien dan keluarga dan

dukungan yang tersedia harus dinilai bersama-sama dengan pengkajian

terhadap status fisik dart penyelenggaraan perawatan. Lingkungan di

sekeliling luka bakar perlu diperhatikan ketika melaksanakan perawatan.

Dukungan psikososial yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing

pasien harus diberikan kepada pasien dan keluarganya. Karena pasien luka

bakar yang bersifat darurat biasanya mengalami ansietas dan rasa sakit,

maka petugas yang merawatnya harus menenteramkan perasaan tersebut

serta memberikan dukungan, menjelaskan prosedur yang akan

dilaksanakan, dan melakukan terapi untuk mengurangi rasa sakit. Karena

perfusi jaringan yang buruk akan menyertai luka bakar, pemberian obat

pereda nyeri (biasanya morfin) hanya dilakukan secara intravena. Jika

pasien ingin menemui penasihat spiritualnya (ulama, pendeta dll.), kita

harus memberitahukannya.

B. Saran

Dari uraian diatas dapat kami sarankan sebaiknya para pembaca

khususnya perawat dengan kasus luka bakar mengetahui tentang:

penyebab luka bakar, tes laboratorium yang perlu dilakukan dan asuhan

keperawatan pada klien dengan luka bakar.

Page 37: LAPORAN PENDAHULUAN luka bakar

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”,

Jakarta : AGC.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana

Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.

Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit”,Jakarta : EGC.

Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.