laporan tutorial 7 sek.5

68
LAPORAN TUTORIAL TUMOR JINAK ODONTOGEN DAN NON ODONTOGEN Tutorial 7 Tutor: drg. Erawati, M. Kes.

Upload: nindya-l-aldelina

Post on 27-Jun-2015

721 views

Category:

Documents


30 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial 7 Sek.5

LAPORAN TUTORIAL

TUMOR JINAK ODONTOGEN DAN

NON ODONTOGEN

Tutorial 7

Tutor:

drg. Erawati, M. Kes.

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2010

Page 2: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Ketua : Wina Dwi Oktavilia (09-007)

Scriber meja : Adi Setiawan (09-096)

Scriber papan : Distrina Fitrian S (09-106)

Anggota : Indri Nastiti (09-021)

Vinandita Nabila K (09-024)

Fiqnanda Isna P (09-031)

Febriana Tri Nilamsari (09-033)

Nindya Laksmi A (09-043)

Marda Agung (09-072)

Roni Risa (09-090)

Mirtati Diatariya (09-093)

Page 3: Laporan Tutorial 7 Sek.5

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkatnya

berupa kemampuan berpikir dan analisis, sehingga laporan tutorial yang berjudul TUMOR

JINAK ODONTOGEN dan NON ODONTOGEN dapat terselesaikan dengan lancar.

Laporan tutorial ini disusun untuk memenuhi tugas tutorial dengan alasan-alasan

penting yang menjadi pendorong untuk pengetahuan berdasarkan referensi-referensi yang

mendukung. Laporan ini juga bertujuan untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan

ilmu dan teknologi di lingkungan Universitas Jember dan bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Laporan tutorial ini disusun melalui berbagai tahap, baik dari pencarian bahan, text

book dan dari beberapa referensi yang penulis dapat lainnya. Laporan ini tidak mungkin

terwujud tanpa adanya komitmen dan kerja sama yang harmonis antara para pihak yang

terlibat. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada

:

1. drg. Erawati, M. Kes selaku tutor kelompok tutorial 7.

2. Teman-teman kelompok tutorial 7.

Akhirnya tiada suatu usaha yang besar dapat berhasil tanpa dimulai dari usaha yang

kecil. Semoga laporan tutorial ini bermanfaat, terutama bagi mahasiswa Universitas

Jember sendiri dan diluar lingkungan Universitas Jember. Sebagai penanggung jawab dan

pembuat makalah ini, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan serta

penyempurnaan lebih lanjut pada masa yang akan datang.

Jember, 6 November 2010

Penyusun

Page 4: Laporan Tutorial 7 Sek.5

DAFTAR ISI

I. Kata Pengantar………………………………………………………………………...ii

II. Daftar Isi....………………………...............................................................................iii

III. Bab I Pendahuluan

a. Latar Belakang.……………………………………………………..………….…..1

b. Rumusan Masalah.……………..………………………………………………….2

c. Tujuan......………………………………………………………………………….2

IV. Bab II Tinjauan Pustaka ........................……………………………………………...3

III. Bab III Pembahasan...……….…………..………………………………..………...14

IV. Kesimpulan ………………………………………………………………................42

VI. Daftar Pustaka ………………………………………………………………………44

Page 5: Laporan Tutorial 7 Sek.5

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Neoplasia secara harafiah berarti “pertumbuhan baru”. Dapat diartikan pula bahwa

neoplasia adalah pembentukan jaringan baru yang abnormal. Neoplasia dan tumor

sebenarnya adalah sesuatu yang berbeda. Tumor adalah istilah klinis yang menggambarkan

suatu pembengkakkan, dapat karena oedema, perdarahan, radang, dan neoplasia.

Ada dua tipe neoplasia, yaitu neoplasia jinak (benign neoplasm) dan neoplasia ganas

(malignant neoplasm). Perlu diperhatikan perbedaan antara keduanya, bahwa neoplasia

jinak merupakan pembentukan jaringan baru yang abnormal dengan proses pembelahan sel

yang masih terkontrol dan penyebarannya terlokalisir. Sebaliknya pada neoplasia ganas,

pembelahan sel sudah tidak terkontrol dan penyebarannya meluas. Pada neoplasia ganas,

sel tidak akan berhenti membelah selama masih mendapat suplai makanan.

Proses terjadinya neoplasma tidak dapat lepas dari siklus sel karena sistem kontrol

pembelahan sel terdapat pada siklus sel. Gangguan pada siklus sel dapat mengganggu

proses pembelahan sel sehingga dapat menyebabkan neoplasma. Kerusakan sel pada

bagian kecilnya, misalnya gen, dapat menyebabkan neoplasma ganas. Tetapi jika belum

mengalami kerusakan pada gen digolongkan pada neoplasma jinak, sel hanya mengalami

gangguan pada faktor-faktor pertumbuhan (growth factors) sehingga fungsi gen masih

berjalan baik dan kontrol pembelahan sel masih ada.

Tumor/neoplasma jinak di rongga mulut dapat berasal dari sel odontogen atau non

odontogen. Tumor-tumor odontogen sama seperti pembentukan gigi normal, merupakan

interaksi antara epitel odontogen dan jaringan ektomesenkim odontogen. Dengan demikian

proses pembentukan gigi sangat berpengaruh dalam tumor ini. Sedangkan tumor non

odontogen rongga mulut dapat berasal dari epitel mulut, nevus/pigmen, jaringan ikat

mulut, dan kelenjar ludah.

Page 6: Laporan Tutorial 7 Sek.5

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme siklus sel?

2. Bagaimanakah klasifikasi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan Tumor

Jinak Rongga Mulut?

1.3Tujuan

1. Mengetahui mekanisme Siklus Sel

2. Mengetahui klasifikasi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan Tumor

Jinak Rongga Mulut.

Page 7: Laporan Tutorial 7 Sek.5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. SIKLUS SEL

Secara umum, jumlah sel yang ada pada suatu jaringan merupakan fungsi merupakan

fungsi kumulatif antara masuknya sel baru dan keluarnya sel yang ada pada populasi.

Masuknya sel baru ke dalam populasi jaringan sebagian besar ditentukan oleh kecepatan

proliferasinya, sementara sel dapat meninggalkan populasinya karena kematian sel ataupun

karena berdiferensiasi menjadi jenis sel lain. Oleh karena itu, meningkatnya jumlah sel

dalam populasi tertentu dapat terjadi karena peningkatan proliferasi ataupun karena

penurunan kematian atau diferensiasi sel. (Robbins, 2007)

Page 8: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Gambar :

Mekanisme yang mengatur populasi sel. Jumlah sel dapat berubah dengan meningkat atau

menurunnya angka kematian sel (apoptosis) atau melalui perubahan pada angka

proliferasi atau diferensiasi. (Dimodifikasi dari McCarthy NJ, et al: Apoptosis in the

development of the immune system: growth factors, clonal selection and bcl-2. Cancer

Metastasis Rev 11: 157, 1992)

Proliferasi sel dapat dirangsang oleh faktor pertumbuhan intrinsik, jejas, kematian sel,

atau bahkan oleh deformasi mekanis jaringan. Mediator biokimiawi dan/ atau tekanan

mekanis yang terdapat dalam lingkungan mikro setempat secara khusus dapat merangsang

atau menghambat pertumbuhan sel. Oleh karena itu, kelebihan stimulator atau kekurangan

inhibitor menyebabkan pertumbuhan sel yang sesungguhnya. Meskipun pertumbuhan

dapat dicapai dengan memperpendek panjang siklus sel atau menurunkan laju sel yang

hilang, kendali pengaturan yang terpenting adalah penginduksian sel istirahat (resting

cells) (pada fase G0) agar memasuki siklus sel. Penting untuk diingat bahwa berbagai

sinyal dari lingkungan setempat tidak hanya dapat mengubah kecepatan proliferasi sel,

tetapi dapat pula mengubah kemampuan diferensiasi dan sintesisnya. (Robbins, 2007)

Proliferasi Sel Normal : Siklus Sel

Sel yang sedang berproliferasi berkembang melalui serangkaian tempat dan fase yang

sudah ditentukan yang disebut siklus sel. Siklus sel tersebut terdiri atas (secara berurutan)

fase pertumbuhan prasistesis 1 atau G1; fase sintesis prasintesis 2 atau G2; dan fase mitosis

atau atau M. Sel istirahat berada dalam keadaan fisiologis yang disebut G 0. Dengan

Page 9: Laporan Tutorial 7 Sek.5

mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel yang mengalami diferensiasi tahap

akhir dan tidak membelah, yang semuanya berada dalam G0, sebagian besar jaringan matur

terdiri atas sel dalam suatu kombinasi dari berbagai keadaan.

Masuk dan berkembangnya sel melalui siklus sel dikendalikan melalui perubahan

pada kadar dan aktivitas suatu kelompok protein yang disebut siklin. Pada tahapan tertentu

siklus sel, kadar berbagai siklin setelah didegradasi dengan cepat saat sel bergerak melalui

siklus tersebut. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan

kompleksdengan (CDK, cyclin-dependent kinases). Kombinasi yang berbeda dari siklin

dan CDK berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel, dan kombinasi ini

menggunakan efeknya dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein terpilih

(protein fosforilatkinase; protein kontraregulasi yang disebut protein defosfoorilat

fosfatase).

Fosforilasi dapat menimbulkan perubahan konformasi bergantung pada proteinnya

yang secara potensial:

1. Mengaktivasi atau menginaktivasi suatu aktivitas enzimatik.

2. Menginduksi atau mengganggu interaksi protein.

3. Menginduksi atau menghambat pengikatan protein pada DNA.

4. Menginduksi atau mencegah katabolisme protein.

Contoh spesifik adalah CDK1, yang mengendalikan transisi penting dari G2 menjadi

M. Pada saat sel masuk dalam G2, siklin B disintesis, dan berikatan pada CDK1.

Kompleks siklin B-CDK1 ini di aktifasi melalui fosforilasi, kemudian kinase aktif

memfosforilasi berbagai protein yang terlibat dalam mitosis, meliputi protein yang terlibat

dalam replikasi DNA, depolimerisasi lapisan inti, dan pembentukan spindle mitosis.

Setelah pembelahan sel, siklin B dipecah melalui jalur proteasom yang tersebar luas; sel

tidak akan mengalami mitosis lebih lanjut sampai terdapat rangsang pertumbuhan dan

sintesis siklin yang baru.

Page 10: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Gambar :

Siklus A : Tahapan siklus sel. Tahap G1 (prasintesik) dan S (sintetik) pada umumnya

mengatur sebagian besar waktu siklus sel; fase M (mitosis) secara khusus bersiklus

pendek. Perhatikan bahwa saat beberapa populasi sel secara terus-menerus mengalami

siklus dan proliferasi (misalnya, sel progenitor hematopoietic), sebagian besar sel di

dalam tubuh beristirahat dan berada dalam tahap G0.

Gambar :

Siklus B : Pengontrolan kemajuan siklus sel. Cyklin-dependent kinase (CDK) disintesis

secara konstitutif, tetapi hanya diaktifkan jika menyatu dengan siklin. Siklin (ditunjukkan

sebagai protein globular) hanya disintesis pada tahap tertentu siklus sel dan kemudian

didegradasi saat sel meningkat ke fase berikutnya; saat siklin didegradasi CDK yang

sesuai akan menjadi inaktif. Nama siklin dan CDK di sini disederhanakan secara sengaja

dan umum; lihat C untuk contoh khusus nama salah satu tahap siklus yang aktual.

Page 11: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Gambar :

Siklus C : Regulasi aktivitas CDK1 kinase oleh siklin B pada perubahan fase G2 M.

Pengikatan siklin B yang baru disintesis terhadap CDK1 kinase inaktif pada permulaan

G2 menghasilkan suatu kompleks yang dapat diaktifkan melalui fosforilasi. Kompleks

kinase aktif ini kemudian memfosforilasi sejumlah protein penting dalam mengatur

transisi G2 M. Setelah mitosis, siklin B berdisosiasi dari kompleksnya dan didegradasi,

meninggalkan kinase CDK1 inaktif, yang dapat memasuki kembali siklus pada tahap G2

berikutnya.

Selain dari sintesis dan pemecahan siklin, kompleks siklin-CDK juga diatur melalui

pengikatan inhibitor CDK. Kompleks ini sangat penting dalam mengatur tahapan siklus sel

(G1 S dan G2 M), yaitu tahapan saat sel memeriksa bahwa DNA-nya telah direplikasi

dengan cukup atau semua kesalahan telah dipulihkan sebelum bergerak lebih lanjut.

Kegagalan pemantauan secara memadai terhadap keakuratan DNA akan menyebabkan

akumulasi dan transformasi ganas yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebagai contoh,

pada saat DNA dirusak (misalnya, oleh iradiasi ultraviolet), protein supresor tumor TP53

(P53) yaitu suatu protein fosforilasi dengan berat molekul 53kD) akan distabilkan dan

menginduksi transkripsi CDKN1A (dulu P21), suatu inhibitor CDK. Inhibitor ini menahan

sel dalam fase G1 atau G2 sampai DNA dapat diperbaiki; pada tahapan tersebut, kadar

TP53 menurun, CDKN1A berkurang, dan sel dapat melanjutkan tahapan. Jika kerusakan

DNA terlalu luas, TP53 akan memulai suatu kaskade peristiwa untuk meyakinkan sel agar

melakukan apoptosis. (Robbins, 2007)

Potensi Proliferatif Jenis Sel yang Berbeda. Berdasarkan kemampuan regenerasi serta

hubungannya terhadap siklus sel, sel tubuh dibagi menjadi tiga kelompok. Dengan

mengecualikan jaringan yang terutama tersusun atas sel permanen yang tak membelah

Page 12: Laporan Tutorial 7 Sek.5

(misalnya, otot jantung dan saraf), sebagian besar sel matur memiliki perbandingan jumlah

yang beragam antara sel yang terus membelah, sel istirahat yang terkadang kembali ke

siklus sel, dan sel yang tidak membelah. Kemampuan sel untuk berproliferasi pada

umumnya berbanding terbalik dengan tingkat diferensiasinya.

Sel labil

Sel ini terus membelah (dan terus-menerus mati). Regenerasi terjadi dari suatu populasi sel

stem dengan kemampuan berproliferasi yang relatif tidak terbatas. Pada saat sel stem

membelah satu anak sel mempertahankan kemampuannya untuk membelah (perbaruan

diri), sementara sel lainnya berdiferensiasi menjadi sel non mitotic yang melanjutkan

fungsi normal jaringan. Sel labil meliputi sel hematopoiesis dalam sumsum tulang yang

juga mewakili sebagian besar epitel permukaan yaitu permukaan skuamosa bertingkat

pada kulit, rongga mulut, vagina, dan serviks; epitel kuboid pada duktus yang mengalirkan

produksi organ eksokrin (misalnya kelenjar liur pancreas traktus biliaris; epitel kolumnar

pada traktus gastrointestinal, uterus dan tuba falopii; serta epitel transisional pada saluran

kemih.

Sel stabil

Dalam keadaan normalnya sel ini dianggap istirahat (atau hanya mempunyai kemampuan

replikasi yang rendah)\ tetapi mampu membelah diri dengan cepat dalam hal merespon

cidera. Sel stabil menyusun parenkim pada jaringan kelenjar yang paling padat, yaitu hati,

ginjal, pancreas, dan sel endotel yang melapisi pembuluh darah,serta fibroblast dan sel

jaringan ikat otot polos (mesenkim); proliferasi fibroblast dan sel otot polos sangat penting

dalam hal merespons cedera dan penyembuhan luka. (Robbins, 2007)

Sel permanen

Sel ini dianggap mengalami diferensiasi tahap akhir dan nonproliferatif dalam kehidupan

pascakelahiran. Yang termasuk dalam kategori ini adalah sebagian besar neuron dan sel

otot jantung. Oleh karena itu, cedera pada otak atau jantung bersifat irreversible dan hanya

menimbulkan jaringan parut karena jaringan tidak dapat berproliferasi. Meskipun otot

rangka biasanya dikategorikan sebagai jenis sel permanen, sel satelit yang melekat pada

selubung endomisium benar-benar memberikan suatu kemampuan regenerasi. Terdapat

Page 13: Laporan Tutorial 7 Sek.5

juga beberapa bukti bahwa sel otot jantung dapat berproliferasi setelah terjadi nekrosis

miokard.

Mediator Terlarut

Gambaran umum. Pertumbuhan dan diferensiasi sel bergantung pada sinyal ekstraksel

yang berasal dari mediator terlarut dan matriks ECM. Meskipun banyak mediator kimiawi

memengaruhi pertumbuhan sel, yang terpenting adalah factor pertumbuhan polipeptida

yang beredar di dalam serum atau yang diproduksi secara local oleh sel. Sebagian besar

factor pertumbuhan memiliki efek pleiotropik; yaitu selain merangsang proliferasi sel,

factor ini juga memerantarai beragam aktivitas lainnya, termasuk migrasi dan diferensiasi

sel serta remodeling jaringan sehingga terlibat dalam berbagai tahap penyembuhan luka.

Faktor pertumbuhan menginduksi proliferasi sel dengan memengaruhi pengeluaran gen

yang terlibat dalam jalur pengendalian pertumbuhan normal, yang disebut protoonkogen.

Pengeluaran gen ini diatur secara ketat selama regenerasi dalam pemulihan normal.

Perubahan pada struktur atau pengeluaran protoonkogen dapat mengubah gen tersebut

menjadi onkogen, yang berperan pada karakteristik pertumbuhan sel yang tidak terkendali

pada kanker; oleh karena itu, proliferasi sel normal dan abnormal dapat mengikuti jalur

yang serupa. Terdapat suatu daftar panjang (dan terus bertambah) mediator terlarut yang

dikenal. Daripada berupaya untuk menyusun daftarnya yang melelahkan, dalam bab

selanjutnya kami akan menyoroti molekul terpilih dan terbatas pada molekul yang

berperan pada proses penyembuhan. Untuk saat ini, kami membahas konsep umum serta

jalur pemberian sinyal yang lazim. (Robbins, 2007)

Pemberian Sinyal oleh Mediator Terlarut. Pemberian sinyal dapat terjadi secara

langsung antara sel yang berdekatan, atau melewati jarak yang lebih jauh. Sel yang

berdekatan berhubungan melalui gap junction yaitu saluran hidrofilik sempit yang

menghubungkan kedua sitoplasma sel dengan baik. Saluran tersebut memungkinkan

pergerakan ion kecil, berbagai metabolit dan molekul second-messenger potensial, tetapi

bukan makromolekul yang lebih besar. Pemberian sinyal ekstrasel melalui mediator

terlarut terjadi dalam empat bentuk yang berbeda.

Page 14: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Pemberian sinyal autrokin; saat suatu mediator terlarut bekerja secara menonjol (atau

bahkan eksklusif) pada sel yang menyekresinya. Jalur ini penting pada respons imun

(sitokin) dan pada hyperplasia epitel kompensatoris (misalnya,regenerasi hati)

Pemberian sinyal parakrin, berarti mediator hanya memengaruhi sel yang sangat

berdekatan. Untuk melaksanakannya, hanya memerlukan difusi minimal, yang

sinyalnya didegradasi dengan cepat, dibawa oleh sel lain, atau terperangkap di dalam

ECM. Jalur ini penting untuk merekrut sel radang menuju tempat infeksi dan untuk

proses penyembuhan luka terkontrol.

Sinaptik, yang jaringan saraf yang teraktivasinya menyekresi neurotransmitter pada

suatu penghubung sel khusus (sinaps) menuju sel target, seperti saraf atau otot lain.

Endokrin, yang substansi pengaturnya,misalnya hormon, dilepaskan ke dalam aliran

darah dan bekerja pada sel target yang berjauhan.

A. Growth Factors

Faktor-faktor yang mempromosikan organ atau organisme tumbuh secara operasional

dibagi menjadi tiga kelas besar :

1. Mitogens, yang menyimulasi pembelahan sel, mula-mula dengan membebaskan kontrol

negatif intraseluler yang dengan kata lain memblok proses siklus sel.

2. Growth factors, dimana menyimulasi pertumbuhan sel (penambahan masa sel) dengan

mempromosikan sintesis protein dan makromolekul lain dan dengan meng-inhibisi

degradasi sel-sel.

3. Survival factors, dimana mempromosikan kemampuan bertahan sel dengan menekan

apoptosis.

Growth factor adalah suatu peptida yang merangsang pertumbuhan dengan cara

mensintesis DNA dan juga mengatur proses mitosis sel. Bentukan peptida pada growth

factor ini dibagi menjadi 2 yaitu polipeptida dan neuropeptida. Polipeptida yang

mempunyai molekul besar dan bekerja melalui jalur tyrosine kinase. Polypeptida

merupakan faktor pertumbuhan yang akan mengadakn ikatan dengan reseptor faktor

pertumbuhan dalam membran sel. Ikatan ini menimbulkan signal transduksi yang melalui

jalur tyrosin kinase diteruskan ke PKC yang kemudian diteruskan lagi ke dalam inti sel.

Neuropeptida mempunyai molekul kecil bekerja melalui jalur non tyrosin kinase. Ikatan

yang terjadi juga menimbulkan signal transduksi melalui jalur tyrosyn kinase dan serine

Page 15: Laporan Tutorial 7 Sek.5

theroine kinase diteruskan ke dalam inti sel. Adapun macam-macam growth factor antara

lain:

1. EGF : epidermal growth factor

2. FGF : fibroblast growth factor

3. IL_3 : interleukin_3

4. IL_6 : interleukin_6

5. PDGFβ : pletelete derived GFβ

6. IGF_1 : insuline growth factor 1

7. IGF_2 : insuline growth factor 2

8. GM_SCF : granulocyt-monocyt colony stimulating factor

Proses pengkodean pembentukan growth factor diatur oleh suatu gen misalnnya c-sis, myc,

abl, int-1, int-2.

Growth Factor Reseptor

Growth factor reseptor adalah protein transmembran yang terdapat pada membran sel yang

mempunyai bagian yang menonjol keluar membran dan menonjol kedalam sitoplasma.

Growth factor receptor ada yang mempunyai dan tidak mempunyai enzim tyrosin kinase.

Ada bermacam-macam growth factor receptor seperti:

1. EGFR : Epidermal growth factor receptor

2. TGFR : Transforming growth factor receptor

3. IGFR : Insuline growth factor receptor

4. CSF-1R : Colony stimulating factor 1 receptor

5. PDGFR : Pletelet derived growth factor receptor

6. NGFR : Nerve growth factor receptor

7. ILGFR : Insuline like growth factor receptor

8. SCGFR : Stem cell growth factor receptor

Growth factors merupakan faktor luar yang berperan dalam siklus sel dan berhubungan

dengan hormonal. Abnormalitas dalam growth factors dapat menyebabkan protein terlalu

terekspresi sehingga siklus sel menjadi terlalu terstimulasi atau dapat pula dengan

ketidakhadiran protein menyebabkan siklus sel ter-inhibisi.

Di setiap membran sel terdapat banyak reseptor. Ketika terdapat rangsangan dari

growth factor akan menyebabkan membran sel menghasilkan beberapa macam zat seperti

DAG (diacetylglycerol), proteinkinase c dan second messager yang berupa phospholipid.

DAG berfungsi untuk mengaktifkan protein kinase c, protein kinase c berfungsi untuk

Page 16: Laporan Tutorial 7 Sek.5

mempercepat proses transkripsi RNA. Setelah terbentuk RNA massanger dari proses

transkripsi, RNA massanger akan bergerak keluar dari membran inti menuju ke ribosom,

kemudian dari ribosom terjadi proses translasi RNA. Pada proses translasi RNA messanger

akan membentuk anti sense dan kemudian ribosom akan mulai membentuk rantai

polpeptida sesuai dengan kode gen pada RNA messanger. kemudian protein-protein itu

tadi akan masuk kembali kedalam inti untuk keperluan replikasi DNA.

Jalan sinyal proliferasi sel : Pengikatan growth factor menjalankan pengaliran jalan sinyal intraseluler dimana

mengaktifkan regulasi protein nuklear yang memicu pembelahan sel. Sebagai contoh, protein nuklear difosforilasi, protein nuklear

lainnya (myc) dilepaskan dan lalu mampu untuk menstimulasi produksi protein CDK.

Page 17: Laporan Tutorial 7 Sek.5

B. Jam Biologis Perbaikan Sel

Tubuh manusia mempunyai beribu-ribu sistem pengatur. Jam biologis adalah suatu

pola yang diatur secara internal oleh tubuh. Pola ini untuk menjaga keseimbangan

(homeostasis), misalnya temperatur tubuh dan regenerasi sel. Untuk regenerasi sel sendiri,

dapat diatur oleh sistem hormon. Hormon diangkat melalui cairan ekstrasel menuju

seluruh bagian tubuh untuk mengatur fungsi sel. Hormon tiroid dapat meningkatkan

kecepatan sebagian besar reaksi kimia di dalam semua sel dan aktivitas metabolisme yang

berarti hormon tiroid membantu mengatur tempo aktivitas tubuh. Sel-sel tubuh yang rusak

pun dipicu oleh hormon yang bernama Human Growth Hormon (HGH) yang bekerja pada

waktu tertentu dan jangka waktu tertentu pula.

Page 18: Laporan Tutorial 7 Sek.5

BAB III

PEMBAHASAN

A. Mapping

Siklus selSeSSEL

INISIASI PROLIFERASI DIFERENSIASI

TERGANGGU TDK TERGANGGU

JINAK GANAS

PATOGENESIS

NORMAL

MACAM-MACAM

ODONTOGEN NON ODONTOGEN

RŐHPAGEJALA KLINIS

Page 19: Laporan Tutorial 7 Sek.5

TUMOR JINAK ODONTOGEN

1. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen tanpa melibatkan

ektomesenkim odontogen.

Tumor ini dibagi menjadi empat tipe, yaitu :

A. Ameloblastoma

Merupakan tumor odontogen yang berasal dari enamel organ (ameloblas)

yang merupakan sel pembentuk gigi.

Merupakan tumor yang secara klinis sering ditemui dan paling umum,

tumor ini tumbuh lambat, terlokalisir, sebagian besar jinak.

Dibagi menjadi 3 yaitu: solid (multikistik), unikistik,dan periferal.

a. Ameloblastoma multikistik (solid)

Gambaran Klinis:

Pada penderita lanjut usia, melibatkan laki-laki dan

perempuan, perkembangan lambat, asymptomatis, pembesaran

tumor menyebabkan ekspansi rahang tidak sakit dan tidak disertai

parastesia. 85% pada mandibula terutama pada daerah ramus

ascendens (regio molar), 15% pada region posterior maksila.

Gambaran klinis ameloblastoma pada rahang bawah kanan

Rontgenologis:

Pada ameloblastoma multikistik: gambaran, radiografi

sangat khas pada lesi-lesi yang radiolusen multikistik, jika

berkembang menjadi lokus yang besar digambarkan seperti buih

Page 20: Laporan Tutorial 7 Sek.5

sabun (soap bubble) & jika lokus masih kecil digambarkan seperti

honey combed, terlihat bukal dan lingual korteks terekpansi,

resorbsi akar gigi, pada beberapa kasus berhubungan dengan erupsi

M3.

Pada ameloblastoma solid: menunjukkan adanya radiolusen

yang unilokuler, sebagian besar menyerupai tipe multikistik.

Gambaran Radiolusen berbentuk skallop tidak teratur.

HPA:

Ameloblastoma solid atau ameloblastoma intraosseous

multikistik secara histologi dapat menunjukkan beberapa tipe:

1. Type follikular

Mengandung pulau-pulau epitel yang menyerupai epitel

organ enamel di dalam stroma jaringan ikat fibrous yang

matang. Sarang-sarang epitel tersebut mengandung sebuah inti

yg tersusun longgar menyerupai stellate reticulum organ enamel.

Page 21: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Ameloblastoma tipe folikular.

Ket :

Tanda panah hitam : deposisi bahan kalsifikasi

Tanda panah hijau : intercellular space

Tanda panah kuning : epitel lining dari tumor nest

2. Type Plexiform

Mengandung lapisan/ epitel odontogen yang sangat

panjang. Lapisan epitel tersebut terdiri dari sel-sel kolumnar/

kuboid yang tersusun sangat longgar. Didukung jaringan stroma

yang longgar dan mengandung pembuluh darah.

Ameloblastoma tipe plexiform

Ket :

1 : Lapisan epitel terdiri dari sel – sel kolumnar atau kuboid

2 : Jaringan stroma

3. Type akantomatous

Adanya metaplasia sel squamous yang sangat luas.

Sering kali adanya pembentukan keratin, terjadi pada bagian

tengah dari pulau-pulau epitelial.

Ameloblastoma akantotik

Ket :

Page 22: Laporan Tutorial 7 Sek.5

1 : Proliferasi sel – sel tumor membentuk prosessus (seperti jari)

2 : Keratin pearl yang merupakan diferensiasi sari sel-sel basal tumor

4. Type granuler sel

Menunjukkan adanya perubahan bentuk dari sekelompok

sel epitel menjadi sel bergranuler yang mengandung sitoplasma

yang berlimpah mengandung granul-granul eosinofil. Secara

klinis sangat agresif dan dapat terjadi pada usia muda.

Ameloblastoma tipe adenomatous

Ket :

1 : Suatu proliferasi sel – sel tumor dengan pembentukan seperti duktus

kelenjar

2 : Di dalam massa tumor

5. Type desmoplastik

Memiliki pulau-pulau kecil mengandung stroma kolagen

yang padat. Sering terjadi pada ameloblastoma yang terjadi pada

region anterior maksila.

6. Type basaloid

Tipe ini jarang terjadi, mengandung sel-sel basal. Tidak

ada stellate reticulum pada bagian tengah dari sarang-sarang

tersebut. Bagian perifer sering sel kuboid.

b. Ameloblastoma Unikistik

Gambaran Klinis:

Page 23: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Pada umumnya pada usia muda, 90% didapatkan pada

mandibula khususnya region posterior, asymptomatik, menimbulkan

pembengkakan pada rahang, pertumbuhan lambat, lokalis.

Rontgenologis:

Tampak gambaran radiolusen berbatas jelas mengelilingi

mahkota M3 yang tidak erupsi.

DD: kista primordial, kista radikuler, dan kista residual.

HPA:

Variasi gambaran histologis yang tampak: Luminal

ameloblastoma, Intraluminal ameloblastoma, Mural ameloblastoma.

c. Ameloblastoma periferal (diluar tulang)

Gambaran Klinis:

Muncul dari sisa-sisa epitelial odontoghen di bawah mukosa

Rongga mulut atau dari epitel basal. Secara klinis simptomatis,

bertangkai, ulserasi atau berupa lesi mukosa alveolar/ berupa

gingiva peduculated. Diameter lesi <1,5cm, ditemukan pada pasien

usia lanjut. Sering ditemukan pada gingiva posterior / mukous

alveolar, sering terjadi pada mandibula. Perubahan menjadi ganas

jarang terjadi.

DD: fibroma

Rontgenologis:

Tampak radiolusen, permukaan tulang alveolar sedikit erosi.

HPA:

Menunjukan gambaran pulau-pulau epitel di dalam lamina

propia dibawah permukaan epitel, proliferasi epitel mungkin

menunjukkan gambaran mirip ameloblastoma intraosseous yang

type flexiform/folikuler.

B. Calcifying ephitelial odontogenic tumor (Pinborg Tumor)

Gambaran Klinis:

Jarang ditemukan, tidak ada faktor predileksi, kebanyakan pada

regio posterior madibula, symptomatis berupa sakit ringan, terdapat

pembengkakan, terlokalisir, pertumbuhan lambat.

Rontgenologis:

Page 24: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Dijumpai lesi unilokuler, tetapi juga ditemukan multilokuler lebih

sering dari pada skallop. Adanya strktur berkalsifikasi dengan ukuran dan

densitas yg variatif. Berhubungan dengan adanya impaksi pada gigi M3.

Campuran antara radiolusen dan radiopak, dengan pulau-pulau padat

banyak tersebar dan bervariasi di seluruh bagian.

HPA:

Mempunyai gambar pulau-pulau tersendiri, epitel beruntai dan

lapisan sel epitel polihedral di dalam stroma fibrous yang eosinofilik.

Strukur hialin pada ekstraseluler. Struktur berkalsifikasi berkembang di

dalam masa tumor berbentuk cincin konsentral (liesegang ring calsification)

yang dapat bergabung &membentuk masa yang besar dan kompleks.

Menunjukkan suatu bahan hyaline diantara sel-sel epitel tumor yang berbentuk

kuboid atau polyhedral

Page 25: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Menunjukkan suatu bahan perkapuran ditandai dengan tanda panah

C. Squamous odontogenic tumor

Gambaran Klinis:

Tumor ini berasal dari transformasi neoplasi dari sisa-sisa epitel

mallasez. Kelihatan berasal dari ligamen periodontal dan berhubungan

dengan permukaan lateral akar gigi dan gigi tidak erupsi. Melibatkan proc.

alveolar dan maksila. Tidak ada faktor predileksi sisi dan jenis kelamin.

Symptomatis berupa sakit ringan berupa pembengkakan gingiva, Gigi

goyang, pertumbuhan lambat.

Rontgenologis:

Gambaran rontgen tidak menunjukkan gambaran yang spesifik,

menunjukkan kerusakan tulang yang berbentuk triangular di sebelah lateral

akar gigi. Kadang juga adanya kerusakan tulang arah vertical, lesi

menunjukkan gambaran sklerosis, diameter > 1,5cm

D. Clear cell odontogenic tumor

Gambaran Klinis:

Jarang ditemukan pada rahang, tumor berasal dari odontogen tetapi

histogenesisnya masih belum jelas. Pemeriksaan histokimia dan ultra

struktur pada tumor menunjukkan sel-sel bersih yang mirip pada ameloblast

yang kaya dengan glikogen. Penderita pada usia diatas 50 tahun, dapat

melibatkan mandibula dan maksila. Symptomatis, pembesaran rahang.

Page 26: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Rontgenologis:

Lesi radiolusen unilokuler atau multilokuler, dengan tepi dari

radiolusen, mempunyai batas jelas, tidak teratur.

HPA:

Menunjukkan adanya sarang-sarang sel epitel dengan sitoplasma

eosinofilik yang jelas. Sarang-sarang tersebut dipisahkan oleh lapisan tipis

berupa jaringan ikat berhialin. Sel-sel perifer menunjukkan susunan

palisade. Pada beberapa kasus juga ada yang menunjukkan pola yang

mengandung pulau-pulau kecil dengan sel-sel epitel basaloid yang

hiperkromatik di dalam stroma jaringan ikat.

2. Tumor yang berasal dari jaringan epitel odontogen dan melibatkan ektomesenkim

odontogen dengan atau tanpa pemebentukan jaringan keras gigi.

A. Ameloblastic fibroma

Merupakan tumor campuran jaringan Epitel dan jaringan mesenkim.

Gambaran Klinis:

Cenderung pada usia muda dekade kedua, melibatkan laki-laki sedikit lebih

umum dibandingkan perempuan. Lesi kecil asymtomatic, pada lesi yang

besar menyebabkan pembesaran rahang. Sisi posterior mandibula paling

sering, lokalis, dan pertumbuhannya slambat.

Rontgenologis:

Lesi menunjukkan gambaran radiolusen, berbatas tegas, dan lesi

menunjukkan sklerotik, dihubungkan pada gigi yang tidak erupsi, lesi yang

besar melibatkan ramus asenden mandibula.

HPA:

Menunjukkan masa

jaringan Lunak yang

keras dengan permukaan

luar yang halus. Kapsul

bisa ada dan tidak ada.

Mengandung jaringan

mesenchim yang sangat

banyak mirip dengan

Page 27: Laporan Tutorial 7 Sek.5

dental papil yang primitif yang bercampur dengan epitel odontogen. Sel

epitel berbentuk panjang dan kecil dengan susunan beranastomose satu

dengan yang lainnya, tetapi hanya mengandung terdiri dari sekitar dua sel

yang berbentuk kuboid dan kolumnar.

B. Ameloblastic fibro-odontoma

Merupakan sebuah tumor yang gambaran umumnya merupakan suatu

fibroma ameloblastik tetapi juga mengandung enamel dan dentin. Peneliti

berpendapat tumor ini merupakan suatu tahap dalam perkembangan suatu

odontoma. Dalam beberapa kasus tumor tumbuh progresif menyebabkn

perubahan bentuk dan kehancuran tulang.

Gambaran Klinis:

Dapat melibatkan kedua rahang, tidak ada faktor predileksi jenis

kelamin, pada umumnya asymptomatis, terlokalisir dan terjadi

pembengkakan setempat.

Rontgenologis:

Secara umum menunjukkan gambaran radiolusen unilokuler,

berbatas tegas. Jarang ditemukan radiolusen multilokuler. Lesi

mengandung sejumlah bahan terkalsifikasi dengan radiodensitas dari

struktur gigi. Bahan kalsifikasi menunjukkan gambaran multiple, radiopak

yang kecil dan bergabung menjadi besar dan keras.

HPA:

Identik dengan gambaran HPA fibroma ameloblastik, mempunyai

lapisan jaringan yang sempit serta pulau-pulau epitel kecil dari epitel

odontogen dalam jaringan ikat primitif longgar mirip dental papila.

C. Ameloblastic fibroma

Merupakan tumor campuran jaringan Epitel dan jaringan mesenkim.

Gambaran Klinis:

Cenderung pada usia muda dekade kedua, melibatkan laki-laki

sedikit lebih umum dibandingkan perempuan. Lesi kecil asymtomatic,

pada lesi yang besar menyebabkan pembesaran rahang. Sisi posterior

mandibula paling sering, lokalis, dan pertumbuhannya slambat.

Page 28: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Rontgenologis:

Lesi menunjukkan gambaran radiolusen, berbatas tegas, dan lesi

menunjukkan sklerotik, dihubungkan pada gigi yang tidak erupsi, lesi

yang besar melibatkan ramus asenden mandibula.

HPA:

Menunjukkan masa jaringan Lunak yang keras dengan permukaan

luar yang halus. Kapsul bisa ada dan tidak ada. Mengandung jaringan

mesenchim yang sangat banyak mirip dengan dental papil yang primitif

yang bercampur dengan epitel odontogen. Sel epitel berbentuk panjang

dan kecil dengan susunan beranastomose satu dengan yang lainnya, tetapi

hanya mengandung terdiri dari sekitar dua sel yang berbentuk kuboid dan

kolumnar.

D. Ameloblastic fibro-odontoma

Merupakan sebuah tumor yang gambaran umumnya merupakan suatu

fibroma ameloblastik tetapi juga mengandung enamel dan dentin. Peneliti

berpendapat tumor ini merupakan suatu tahap dalam perkembangan suatu

odontoma. Dalam beberapa kasus tumor tumbuh progresif menyebabkn

perubahan bentuk dan kehancuran tulang.

Gambaran Klinis;

Dapat melibatkan kedua rahang, tidak ada faktor predileksi jenis

kelamin, pada umumnya asymptomatis, terlokalisir dan terjadi

pembengkakan setempat.

Page 29: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Rontgenologis:

Secara umum menunjukkan gambaran radiolusen unilokuler,

berbatas tegas. Jarang ditemukan radiolusen multilokuler. Lesi

mengandung sejumlah bahan terkalsifikasi dengan radiodensitas dari

struktur gigi. Bahan kalsifikasi menunjukkan gambaran multiple, radiopak

yang kecil dan bergabung menjadi besar dan keras.

HPA:

Identik dengan gambaran HPA fibroma ameloblastik, mempunyai

lapisan jaringan yang sempit serta pulau-pulau epitel kecil dari epitel

odontogen dalam jaringan ikat primitif longgar mirip dental papila.

E. Odontoma

Merupakan jenis tumor jinak odontogen yang tergolong sering ditemui.

Tumor ini dipertimbangkan sebagai anomali perkembangan (hamartomas)

agak jarang disebut neoplasia sesungguhnya.

Patogenesis:

Pada awalnya dari perkembangan awal lesi ini menunjukkan

proliferasi epitel odontogen dan jaringan mesenchim kemudian

perkembangan selanjutnya diikuti pembentukan enamel, dentin, dan

variasi dari pulpa dan sementum.

Tumor ini dibagi menjadi dua tipe yaitu compound dan compleks

odontoma.

Compound odontoma mengandung struktur seperti gigi ,

sedangkan complex odontoma mengandung masa dominan dari enamel

dan dentin dan bentuknya tidak menyerupai gigi.

Page 30: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Gambaran Klinis:

Asymtomatik, biasanya terjadi pada usia setengah baya, pada

pemeriksaan rontgen ditemukan dengan gigi yang tidak erupsi, lesi kecil,

jarang menjadi besar, bisa menjadi besar sampai 6cm sehingga

menyebabkan ekpansi rahang, sering di maksila dari pada mandibula, ada

pembengkakan.

Rontgenologis:

Compound odontoma menunjukkan kumpulan struktur yang mirip

gigi dengan ukuran dan bentuk variatif dikelilingi daerah radiolusen yang

tipis.

Complex odontoma menunjukkan gambaran radiopak pada

struktur gigi yang dikelilingi garis radiolusen tipis.

Page 31: Laporan Tutorial 7 Sek.5

HPA:

Compound: Mengandung struktur yang multiple menyerupai gigi

berakar satu di dalam matriks longgar jaringan pulpa mungkin terlihat di

korona atau akar dari struktur yang menyerupai gigi tersebut.

Compleks: Mengandung tubulus dentinalis yang sempurna, pada

celah masa lesi didapatkan sejumlah matriks enamel (enamel non mature).

Pulau-pulau sel ghost epitelial tampak eosinofilik.

(A) Complex Odontoma,menunjukkan sebuah massa gigi tidak berbentuk (amorf) yang

merupakan bentukan material gigi.

(B) Compound Odontoma yang terdiri dari struktur sementum (1), dentin (2), dan

struktur seperti pulpa (3)

3. Tumor yang berasal dari ektomesenkim odontogen dengan atau tanpa

melibatkan epitel odontogen.

A. Fibroma odontogen

Merupakan tumor yang jarang ditemukan.

Gambaran Klinis:

Variatif umur, paling banyak usia setengah baya. Kebanyakan 60%

pada maksila region anterior hingga posterior pada gigi Molar 1,

sedangkan 40% pada region posterior mandibula. Dihubungkan dengan

Page 32: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Molar tiga tidak erupsi, fibroma odontogen berukuran kecil,

asymptomatis, jika lesi membesar menyebabkan ekspansi tulang pada

regio yang terlibat, gigi menjadi goyang, adanya pembengkakan setempat.

Rontgenologis:

Gambaran fibroma odontogen ukuran kecil menunjukkan

gambaran berbatas jelas, unilokuler. Lesi-lesi radiolusen seringkali

berhubungan dengan daerah apikal gigi yang erupsi. Lesi yang besar

cenderung tampak gambaran Radiolusen yang multilokuler. Beberapa lesi

menunjukkan tepi yang sklerotik. Sering terjadi resorpsi akar gigi, lesi

yang berlokasi antara gigi menyebabkan akar gigi yang satu dengan lain

menjadi divergen.

HPA:

Menunjukkan gambaran yang variatif.

Fibroma odontogen sederhana: mengandung fibroblast-fibroblast

stellate, seringkali tersusun dalam sebuah pola yang bergelung dengan

fibril-fibril kolagen yang jelas sebagai bahan dasar. Sisa-sisa epitel

odontogen yang berupa lokus-lokus kecil.

Fibroma odontogen kompleks: Menunjukkan struktur dengan pola

yang lebih kompleks yang mngandung jaringan ikat fibrosa selluler yang

jelas dengan serabut-serabut kolagen. Epiel odontogen dalam bentuk rantai

panjang atau berbentuk sarang yang terisolasi.

B. Odontogenic mysoma / myofibroma

Page 33: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Gambaran Klinis:

Jarang dijumpai, merupakan neoplasia yang pertumbuhannya

lambat, terlokalisir, tapi mempunyai sifat invasif dan agresif. Berasal dari

jaringan ikat dental papilla. Umumnya pada faktor predileksi usia,

melibatkan kedua rahang pada mandibula bisa korpus maupun ramus,

asymptomatis, menyebabkan gigi goyang, ekspansi menipis.

Rontgenologis:

Lesi tampak radiolusen yang dipisahkan oleh gambaran tulang

trabekular. Batas lesi dengan tulang tidak berbatas jelas.

HPA:

Lesi menunjukkan adanya jaringan proliferasi myxoid dan di

beberapa tempat tampak jaringan fibrosa. Secara radiografis tak berbatas

jelas, tetapi pada gambran histologis masih tampak kapsul fibrous.

Vaskularisasi sedikit, hampir tidak ada.

Menunjukkan proliferasi sel-sel myxoid / star cells (1), dengan didukung fibrous

kapsul (2)

C. Cementoblastoma

Page 34: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Gambaran Klinis:

Asymptomatis, dapat melibatkan seluruh gigi gligi baik RA dan

RB anterior atau posterior. Apabila lesi cukup besar secara klinis

menunjukkan suatu ekspansi tulang sehingga ada pembengkakan rahang,

terlokalisir, sering disebabkan trauma pada jaringan periodontal.

Rontgenologis:

Lesi menunjukkan suatu massa radiopak yang melekat pada apeks

gigi penyebab. Batas lesi dengan jaringan sekitarnya dipisahkan suatu

gambaran Radiolusen yang tipis.

HPA:

Lesi merupakan jaringan kalsifikasi yang mirip tulang, seluler, lesi

melekat ke apeksi gigi. Batas lesi dengan tulang sekitarnya dipisahkan

oleh kapsul fibrous.

1

Cementoblastoma,terlihat pembentukan lesi pada

Cementoblastoma,terlihat pembentukan lesi pada apeks gigi, (1) pulpa pada

apek gigi penyebab, masa dari lesi yang merupakan proliferasi dari sel – sel

cementoblast (selullar) dan mengandung sum-sum tulang (2) dengan dipisahkan oleh

suatu kapsul jaringan ikat dari tepi tulang normal (3).

Page 35: Laporan Tutorial 7 Sek.5

TUMOR JINAK NON ODONTOGEN

1. Tumor jinak non-odontogen yang berasal dari epitel mulut

A. Papiloma skuamos

Papiloma squamous adalah suatu neoplasia jinak yang berasal dari epitel permukaan

mukosa mulut. Dipertimbangkan sebagai neoplasia epitel jinak yang sangat umum

terjadi di dalam mulut. Studi yang terakhir pada neoplasia ini dan lesi-lesi yang hampir

sama yang terjadi di beberapa area di tubuh (seperti di kulit, laring, dan servik uteri)

menunjukkan bukti peningkatan, yang mana papiloma sering terjadi akibat hasil dari

suatu infeksi virus papiloma manusia (Human papiloma virus). Juga papiloma

dipertimbangkan berhubungan dengan veruka vulgaris atau kutil.

Gambaran Klinis

Pada gambaran klinis di dapatkan suatu proliferasi pertumbuhan yang lambat dari

epitel squamous berlapis disusun dalam proyeksi seperti jari, biasanya

pertumbuhannya tunggal, sempit, dan struktur seperti bertangkai menghubungkannya

ke mukosa rongga mulut di bawahnya. Perlekatan bentuk tangkai yang sempit ini

adalah bentuk khusus dari lesi lesi pedunculated. Proyeksi seperti jari dapat dengan

mudah terlihat pada sebagian besar specimen. Seringkali mirip dengan gambaran

sebuah bunga kola tau bunga pakis.

Papiloma menunjukkan distribusi yang luas di dalam mulut, sebagian besar frekuensi

kejadiannya di palatum, lidah, mukosa bukal/labial, dan gingival. Alasan mengapa

papiloma-papiloma menjadi lebih umum terjadi di palatum lunak belum jelas.

Papiloma dapat berwarna putih atau merah jambu, lunak , dan fleksibel pada palpasi,

umumnya diameternya kurang dari 2 cm, dan tidak menimbulkan rasa sakit. Walaupun

secara umum tunggal, kadangkala mungkin terjadi multiple.

Gambaran Mikroskopis

Pada lesi ini didapatkan HPV (Human Papilloma Virus) meskipun tidak terdapat tanda-

tanda terjadinya infeksi pada jaringan. Papilloma tidak berpotensi untuk menjadi

Page 36: Laporan Tutorial 7 Sek.5

ganas.

Menunjukkan proliferasi exophytic sel-sel epitel squamous sehingga menghasilkan

lipatan-lipatan epithelium (berbentuk papillary-papillary yang panjang). Masing-

masing proyeksi papillary didukung oleh jaringan ikat fibrous yang tipis dan

mengandung pembuluh darah. Sel-sel uniform dan tidak menunjukkan atipia.

Penyakit ini lebih sering menyerang orang dewasa, dapat dideteksi secara klinis. Pada

gambaran histology, terdiri dari stratified squamous epithelium yang didukung oleh

jaringan ikat, saat terkeratinisasi, warnanya akan terlihat putih.

B. Veruka vulgaris

Veruka vulgaris merupakan kutil yang terdapat pada rongga mulut. Kutil ini biasanya

terlihat pada anak kecil yang merupakan autoinokulasi dari kutil yang terdapat di

tangan.

Gambaran Mikroskopis

Pada gambaran histologist secara umum mirip dengan papiloma namun biasanya

terdapat clear cell yang besar (koilocytes) dengan inti yang pyknotik dan keratohyaline

yang menyolok dibagian lapisan superfisialdari prickle cells.

Gambaran klinis

Lesi ini adalah neoplasia jinak yang dihasilkan oleh infeksi HPV. Gambaran klinis

veruka vulgaris yang khas yaitu tumor berbentuk nodular atau craterlike, umumnya

berdiameter kurang dari 1 cm. Lokasi umum dari lesi ini adalah pada jari. Biasanya

pasien tidak ada keluhan pada iritasi local ringan atau menengah.

Veruka vulgaris pada mulut sangat menunjukkan kemiripan dengan papiloma mulut.

Lesi kemungkinan bertangkai atau menunjukkan perlekatan dasar yang meluas ke

bawah mukosa dan lesi ini spesifik berwarna putih dengan permukaan kasar atau nyata,

gambaran menyerupai jari terbentuk dengan jelas. Veruka vulgaris mulut harus

dicurigai terjadi pada penderita anak-anak apabila adanya lesi-lesi mulut papilla putih

yang banyak dan dijumpai adanya veruka vulgaris di kulit. Hal ini sebagian besar benar

jika pasien mengakui menggigit-gigit kutil, khususnya yang berlokasi di jari. Itu

sepertinya suatu kebiasaan yang menyebabkan virus menyebar ke mukosa mulut

melalui inokulasi sendiri (autoinokulasi).

Page 37: Laporan Tutorial 7 Sek.5

C. Keratoakantom

Keratoakantoma adalah suatu kekhususan dan merupakan neoplasia jinak yang tidak

umum, berasal dari epitel squamous berlapis. Meskipun relative jarang, tetapi penting

dipelajari pada penyakit mulut, didasarkan atas klinisnya lesi ini menyerupai kanker

kulit, predileksi kejadiannya pada kulit yang terkena sinar matahari, umumnya pada

wajah dan bibir, dan mikroskopiknya menyerupai karsinoma epidermoid. Penyebab

spesifik keratoakantoma tidak diketahui, bagaimanapun predileksi untuk terjadi pada

kulit yang terkena matahari diduga kuat hubungannya dengan aktinik (radiasi sinar

ultra violet) yang merusak jaringan. Lesi ini umumnya tunggal, terjadi di atas kulit

pertengahan wajah termasuk pipi dan hidung, walaupun kadangkala juga melibatkan

telinga. Hal ini patut diperhatikan bahwa 8% dari keratoakantoma terjadi pada daerah

bibir yang terkena matahari. Lesi-lesi pada kulit sering sekali menimbulkan rasa agak

sakit.

Gambaran Klinis

Gambaran klinis keratoakantoma mempunyai bentuk khusus yaitu berbentuk pusar,

artinya mempunyai cekungan pada tengahnya dan tepinya menonjol. Tepi ini berbatas

sangat jelas. Bagian tengah lesi ini agak menyerupai cangkir, kemungkinan berisi,

permukaan kasar, keras, putih, dengan diwarnai keratin. Dalam banyak hal gambaran

ini mirip dengan kanker kulit. Bagaimanapun keratoakantoma spesifik, yang mana

biasanya tumbuh dengan ukuran terbesarnya (diameter antara 1 dan 2 cm) dalam waktu

6 bulan.

Keratoakantoma pada pemeriksaan palpasi kenyal walaupun lesi seringkali mempunyai

sumbat keratin di tengah, keratoakantoma bebas dari ulserasi sehingga secara klinis

seperti meneteskan air dan pembentukan kerak dan keropeng.

Gambaran Mikroskopis

Keratoakantoma, menunjukkan proliferasi dan diferensiasi sel epitel skuamous,

tumbuh exophytic membentuk kubah/vulkano (A), dengan keratinisasi membnetuk

core (pusar) di tengah epithelium (B), infiltrasi sel-sel limfosit yang padat di lamina

propria (C) dan terdapat mikroorganisme pada permukaan yang hiperkeratin (D).

Lesi mirip gambaran histologis karsinoma epidermoid, tetapi dapat dibedakan dari

Page 38: Laporan Tutorial 7 Sek.5

karsinoma epidermoid, proliferasi sel-sel tumor menunjukkan adanya diferensiasi dan

atipikal sel tidak terlihat. Lesi ini tumbuh eksopitik dengan hiperparakeratinisasi

(keratinisasi core) dan dijumpai adanya mikroorganisme pada permukaan. Di lamina

propria terdapat infiltrasi sel-sel limfosit yang padat.

2. Tumor Jinak Non Odontogen yang Berasal dari Nevus / Pigmen

a. Nevus pigmentosi

Nevus pigmentasi atau tahi lalat adalah lesi sangat umum dikulit. Tapi

dapat dijumpai di jaringan lunak Rongga Mulut. Merupakan proliferasi

jinak dari sel-sel yang menghasilkan melanin (pigmen endogen).

Gejala Klinis:

Nevus yang sering terjadi di kulit dan Rongga Mulut adalah nevus

intradermal dan nevus penghubung.

Nevus intradermal mrupakan nevus pigmentasi yg umum,

melibatkan kulit maupun mukosa mulut. Pada umumnya asymptomatis,

lunak, menonjol, berwarna mulai merah jambu, coklat terang hingga

coklat gelap, warnanya seragam, berbentuk kubah, permukaan nodul

halus. Diameter kurang dari 1cm, mungkin bisa lebih, permukaan kasar.

Nervus penghubung (Junctional nevus) memiliki gambaran klinis

agak beda, permukaan rata seperti macula, halus, berwarna coklat,

pigmentasi merata.

Lokasi: palatum keras dan gingiva.

Page 39: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Nevus intramukosa pada palatum, berwarna biru

kehitaman dengan permukaan yang rata (tanda panah)

HPA:

Melanosis pada mukosa membran terlihat adanya peningkatan

jumlah sel-sel melanin pada basaloid layer.

Melanosis, pada mukosa membrane, terlihat

peningkatan jumlah sel-sel melanin pada basal sel layer.

3. Tumor Jinak Non Odontogen yang Berasal dari Jaringan Ikat Mulut

a. Jaringan ikat fibrous

Fibroma

Merupakan neoplasia jinak yang berasal dari jaringan ikat fibrous.

Fibroma dipakai dengan kaitan lesi jaringan lunak yang sering di

jumpai pada mukosa mulut. Sebenarnya nama yang tepat adalah

hiperplasia fibrous.

Terlihat peningkatan jumlah sel-sel fibrous dengan

inti yang berbentuk spindle,teratur dan uniform

Page 40: Laporan Tutorial 7 Sek.5

b. Jaringan Pembuluh Saraf

Neurofibroma

Merupakan neoplasi jinak yang relatif tidak umum, secara histologi

mengandung campuran sel-sel schwann neoplastik dan akson-akson

yang tersebar.

Neoplasia berkembang dari berkas syaraf dan batang saraf yang besar,

menghasilkan pembesaran tumor.

Gambran Klinis:

Pada pemeriksaan palpasi tampak lebih kenyal dari pada

jaringan lunak sekitarnya, sering digambarkan sebagai konsistensi

kistik, menyerupai tekstur jaringan adiposa. Batas dengan jaringan

lunak sekitarnya sulit dibedakan, menunjukkan adanya variasi warna,

antara warna pucat hingga agak kekuningan dengan dilindungi warna

yang bervariasi coklat, kulit atau mukosa terlihat normal.

Neurofibroma memiliki variasi bentuk antara lain tumor-

tumor bertangkai nodular terlokalisir, bersegmen, linier, ekspansi

batang saraf lobular, lesi besar, menimbulkan deformasi, mempunyai

masa tumor, dan kecil.

Terlihat lesi yang bernodul multiple melibat seluruh wajah dan tubuh.

Page 41: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Neurilemoma / Schawannoma

Terlihat peningkatan proliferasi sel – sel

Anthony B di bagian tengah lesi (1) dan Anthony A di

bagian perifer

Tumor sel granular

c. Jaringan Adiposa

Lipoma

Gambaran Klinis

Lipoma adalah neoplasia jinak yang berasal dari jaringan adiposa.

Lesi ini lazim didalam jaringan subkutan kulit, tetapi jarang terjadi

didalam rongga mulut. Lipoma sebagian besar ditemukan pada orang

dewasa dan biasanya terjadi berupa tumor tunggal dipunggung, bahu, atau

leher. Terkadang dijumpai sebagai lesi jamak. Lipoma rongga mulut

biasanya tunggal, berbatas jelas, dan lunak dipalpasi. Meskipun lesi

biasanya berukuran kurang dari 2cm, tetapi pernah diketahui lipoma

mencapai ukuran yang patut dipertimbangkan. Lipoma sring kali

menunjukkan warna kekuningan jika berlokasi dibawah mukosa mulut.

Gambaran Mikroskopis

Lipoma secara histopatologi anatomis menunjukkan suatu

proliferasi sel-sel adiposa dalam suatu connective fibrous tissue, dengan

inti yang terletak diperifer, dan tidak menunjukkan adanya stroma, tetapi

Page 42: Laporan Tutorial 7 Sek.5

pembuluh darah bisa ditemukan diantara proliferasi sel-sel adiposa

tersebut.

Menunjukkan proliferasi sel-sel adipose

dengan dibungkus fibrous kapsul (1), inti sel terletak

di perifer (2), dan beberapa pembuluh darah normal

juga bisa terlihat didalam lesi(3)

4. Tumor Jinak Kelenjar Liur pada Dewasa

A. Adenoma Pleomorfik

Tumor campur jinak ini menyebabkan 75 % kelenjar parotis, baik jinak maupun ganas

pada dewasa. Kelainan ini paling sering pada daerah parotis, dimana tampak sebagai

pembengkakan tanpa nyeri yang bertahan untuk waktu lama di daerah depan telinga atau

daerah kaudal kelenjar parotis. Tumor ini tidak menimbulkan rasa nyeri atau kelemahan

saraf fasialis. Pada daerah parotis, meskipun diklasifikasikan sebagai tumor jinak, dalam

ukurannya tumor dapat bertambah besar dan menjadi destruktif setempat. Reseksi bedah

total merupakan satu-satunya terapi. Perawatan sebaiknya dilakukan untuk mencegah

cedera pada saraf fasialis dan saraf dilindungi walaupun jika letaknya sudah berdekatan

dengan tumor.

Tumor dapat berkembang pertama kali pada lobus profunda dan meluas ke daerah

retromandibula. Pada keadaan ini saraf fasialis dilindugi secara hati-hati dan di retraksi

dengan lembut sehingga tumor dapat diangkat dari lokasinya yang dalam ke ruang

parafaringeal. Kadang-kadang adenoma pleomorfik lobus profunda tampak di dalam

mulut. Hal ini dapat kita sadari dengan adanya deviasi palatum mole dan arkus tonsilaris

ke garis tengah oleh massa lateral dari daerah tonsil. Reseksi sebaiknya dilakukan melalui

Page 43: Laporan Tutorial 7 Sek.5

leher daripada melalui dalam mulut. Ketika mengangkat tumor parotis, seluruh lobus

superficial, atau bagian kelenjar lateral dari saraf fasialis, diangkat sekaligus untuk

keperluan biopsy, dipotong dengan mempertahankan saraf fasialis. Pemeriksaan patologis

dari pemotongan beku tidak dapat memberikan asal tumor yang sebenarnya dan operasi

radikal mungkin dibutuhkan jika hasil pemotongan permanen sudah diperoleh.

“Pelepasan” adenoma pleomorfik pada lobus superficial kelenjar parotis tidak dianjurkan

karena kemungkinan kekambuhan yang tinggi.

Secara histologi, adenoma pleomorfik berasal dari bagian distal saluran liur, termasuk

saluran intercalated dan asini. Campuran dari epitel, mioepitel dan bagian stroma

diwakilkan dengan namanya: tumor campur jinak. Dari ketiga jenis diatas dapat lebih

mendominasi dibandingkan jenis lain namun ketiga jenis tersebut harus ada untuk

mengkonfirmasi diagnosis.

Pada saat operasi massa tumor tampak berkapsul, tetapi pemeriksaan patologis

menunjukkan perluasan keluar kapsul. Jika seluruh tumor dengan massa kelenjar parotis

yang normal mengelilingi tumor direseksi, insidens kekabuhannya kurang dari 8 persen.

Seadandainya adenoma pleomorfik kambuh, terdapat kemungkinan cedera yang besar

pada paling sedikit satu dari bagian saraf fasialis ketika tumor direseksi ulang.1,13

Meskipun tumor ini dianggap jinak, terdapat kasus kekambuhan yang berkali-kali dengan

pertumbuhan yang berlebihan di mana tumor meluas dan mengenai daerah kanalis eksterna

dan dapat meluas ke rongga mulut dan ruang parafaringeal. Tumor yang kambuh dapat

mengalami degenerasi maligna, tetapi insidens ini kurang dari 6 persen. Terapi iradiasi

terhadap tumor yang kambuh berulang kali dan tidak dapat direseksi diberikan pengobatan

paliatif.

Diagnosis banding untuk adenoma pleomorfik adalah neoplasma maligna: karsinoma

kistik adenoid, adenokarsinoma polimorfik derajat rendah, neoplasma adnexa dalam, dan

neoplasma mesenkimal. Komplikasi yang jarang dari adenoma pleomorfik adalah

perubahan ke arah ganas yaitu karsinoma ex-pelomorfik adenoma (carcinoma ex-

pleomorphic adenoma) atau nama lainnya tumor campur jinak yang bermetastasis (benign

metastazing mixed tumors).

Page 44: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Prognosis adenoma pleomorfik adalah sempurna, dengan angka kesembuhan mencapai 96

%.

B. Limfomatosum Adenokistoma Papilar (Tumor Warthin)

Tumor jinak kelenjar liur lain yang relative sering. Tumor ini paling sering terjadi pada

pria usia 50-60 tahun dan ada hubunganya dengan faktor resiko merokok. Tumor ini juga

merupakan tumor yang paling sering terjadi bilateral. Tumor ini dikenali berdasarkan

histologinya dengan adanya struktur papil yang tersusun dari lapisan ganda sel granular

eusinofil atau onkosit, perubahan kistik, dan infiltrasi limfostik yang matang.

Tumor ini berasal dari epitel duktus ektopik. CT-Scan dapat menunjukkan suatu massa

dengan batas jelas pada bagian postero-inferior dari lobus superficial parotis. Jika

pemeriksaan radiosialografi dilakukan maka dapat dilihat peningkatan aktivitas yang

berhubungan dengan adanya onkosit dan peningkatan isi dari mitokondrianya. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histology.

Terapi terdiri dari reseksi bedah dengan melindungi saraf fasialis. Tumor ini berkapsul

dan tidak mungkin kambuh.

Tumor jinak kelenjar liur lain yaitu:

(1) Adenoma oksifil (sel asidofilik)

(2) Adenoma sel serosa

(3) Onkositoma

Terapi serupa pada adenoma pleomorfik.

Ruang parafaringeus merupakan daerah asal primer untuk tumor jinak. Paling sering

adalah tumor kelenjar liur yang timbul dari lobus profunda kelenjar parotis dan meluas ke

dalam ruang parafaringeal. Tumor yang berasal neurogenik seperti schwanoma mungkin

berasal pada daerah ini dari saraf vagus atau jaras simpatetik servikalis. Tumor ini nampak

sebagai massa lunak yang menekan dinding faring lateral ke arah medial. Tumor ini

sebaiknya dilakukan pendekatan melalui leher daripada dalam mulut karena adanya

pembuluh darah yang besar dan saraf kranialis yang penting pada ruang ini. Arteriogram

pendahuluan tidak hanya menunjukkan efek tumor pada lokasi dari arteri karotis interna

Page 45: Laporan Tutorial 7 Sek.5

tapi juga berguna dalam mendeteksi tumor kemodektoma atau tumor neurogenik dalam

ruangan ini.

Tumor yang paling sering pada ruang parafaringeal adalah adenoma pleomorfik. Kedua

yang tersering adalah karsinoma adenokistik maligna. Kelompok terbesar dari tumor-

tumor lain adalah yang berasal dari neurogenik, seperti schwanoma dan neuroma.

Beberapa tumor dari ruangan parafaringeal sebaiknya ditangani, melalui pendekatan trans-

servikal eksternal. Tindakan ini akan memberikan control yang lebih baik terhadap

pembuluh darah utama pada daerah ini. Juga mencegah metastasis tumor, yang dapat

terjadi pada pendekatan melalui transoral. Karena edema pasca operasi yang luas dapat

terjadi, sering dibutuhkan trakeostomi.

Tabel 3.1 Perbedaan Massa-Massa Pada Kelenjar Liur

JinakKemungkinan

Keganasan MeningkatGanas

1.Parotis

2.Usia Muda

3.Wanita

4.Fungsi saraf fasialis utuh

5.Kistik

6.Durasinya lama (>2

tahun)

7.Asimptomatik

1. Submandibula

2. Paresis

3. Keras

4. tumbuh cepat

5. Rasa tidak enak

1. Kelenjar liur minor

2. Lebih tua

3. Pria

4. Paralisis

5. Keras seperti batu

6. Onset cepat (<>

7. Nyeri

8. Adenopati servikal

Page 46: Laporan Tutorial 7 Sek.5

8.Tidak adenopati

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dihasilkan yaitu :

Page 47: Laporan Tutorial 7 Sek.5

1. Faktor penyebab yang merangsang tumor jinak digolongkan dalam dua kategori, yaitu

:

Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan herediter dan faktor-faktor

pertumbuhan, misalnya gangguan hormonal dan metabolisme.

Faktor eksternal, misalnya trauma kronis, iritasi termal kronis (panas/dingin), dan

obat-obatan.

2. Tidak dirasakannya sensasi rasa sakit dikarenakan sel-sel penyusun suatu tumor jinak

masih dalam keadaan normal. Artinya proses pertumbuhan sel masih sama dengan sel

normal dengan proses pertumbuhan yang lambat. Tidak adanya rasa sakit juga

dipengaruhi oleh adanya adaptasi oleh jaringan sekitar. Sakit atau tidak bergantung

dari seberapa banyak yang mengalami destruktif, dan pada skenario ini kerusakan

pada awal pembentukan tumor jinak tidak banyak dan besar sehingga tidak sakit.

3. Gambaran rontgenologis pada skenario memperlihatkan adanya rongga yang

unilokuler dengan batas radiolusen yang jelas mengelilingi mahkota gigi molar tiga

yang tidak memiliki akar dan tidak erupsi dan berada ramus mandibula. Dari gejala

klinis dan pemeriksaan ini dapat didiagnosa bahwa tunor ini merupakan neoplasia

odontogen, yakni ameloblastoma tipe unikistik.

4. Tumor/neoplasma jinak di rongga mulut dapat berasal dari sel odontogen atau non

odontogen. Tumor-tumor odontogen sama seperti pembentukan gigi normal,

merupakan interaksi antara epitel odontogen dan jaringan ektomesenkim odontogen.

Dengan demikian proses pembentukan gigi sangat berpengaruh dalam tumor ini.

Asal sel/jaringan tumor Nama tumor

A. Tumor yang berasal dari

jaringan epitel odontogen

1. Ameloblastoma

2. Calcifying epithelial odontogenik tumor

Page 48: Laporan Tutorial 7 Sek.5

tanpa melibatkan

ektomesenkim odontogen

3. Squamous odontogenik tumor

4. Clear cell odontogenik tumor

B.Tumor yang berasal dari

jaringan epithel odontogen

dan melibatkan ektomesenkim

odontogen dengan atau tanpa

pembentukan jaringan keras

gigi

1. Ameloblastik fibroma

2. Ameloblastik fibro-odontoma

3. Tumor-tumor odontoameloblastoma

4. Adenomatoid odontogenik tumor

5. Kompleks odontoma

6. Compound odontoma

C.Tumor yang berasal dari

ektomesenkim odontogen

dengan atau tanpa melibatkan

epitel odontogen

1. Odontogenik fibroma

2. Myxoma

3. Cementoblastoma

(WHO,1992).

Sedangkan tumor non odontogen rongga mulut dapat berasal dari epitel mulut,

nevus/pigmen, jaringan ikat mulut, dan kelenjar ludah.

Secara histopatologi anatomi, tumor-tumor tersebut memiliki kesamaan, yaitu adanya

proliferasi sel-sel yang seringkali mengalami diferensiasi.

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC

Harty, F.J dan R. Ogston. 1995. Kamus Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC

Page 49: Laporan Tutorial 7 Sek.5

Robbins. 1995. Buku Ajar Patologi I. Alih bahasa : Staff Pengajar Laboratorium Patologi

Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. Jakarta : EGC

Sukardja, I Dewa Gede. 2000. Onkologi Klinik Ed-2.Surabaya : Airlangga University Press

Sander, Mochamad Aleq. 2007. Atlas Berwarna Patologi Anatomi. Jakarta : PT Raja

Grafindo Perkasa

Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut Tumor Neoplastik & Non Neoplastik Rongga Mulut

Ed-1. Yogyakarta: Andi