laporan praktikum teknologi protein foaming putih telur

21
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PROTEIN “FOAMING” Disusun oleh : Christi Yanthy J. S D1C012043 Asisten Dosen : Irawan

Upload: christiyjs

Post on 21-Nov-2015

357 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Laporan

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PROTEINFOAMING

Disusun oleh :Christi Yanthy J. SD1C012043

Asisten Dosen :Irawan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS JAMBI2014BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangProtein memegang peranan penting dalam kehidupan kita. Protein merupakan salah satu senyawa yang sangat dibutuhkan oleh tubuh karena fungsinya sebagai biokatalis dan pengganti sel-sel yang rusak atau yang sudah tua dan sebagai zat pembangun. Berdasarkan sumbernya, protein dibagi menjadi dua, yaitu protein nabati dan protein hewani. Protein nabati berasal dari tumbuhan sedangkan protein hewani berasal dari hewan. Protein merupakan komponen utama dalam berbagai makanan alami, yang menentukan tekstur keseluruhan, misalnya keempukan produk daging atau ikan, dan sebagainya. Protein terisolisasi sering digunakan dalam makanan sebagai unsure kandungan (ingredient) karena sifat atau fungsi uniknya, antara lain kemampuannya menghasilkan penampilan tekstur ataau staabilitas yang diinginkan, misalnya protein digunakan sebagai agen pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi (emulsifier), pembentuk busa (foaming agent) dan pengental (thickener).Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Pada umumnya telur mengandung komponen utama yang terdiri atas air, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Protein telur mempunyai mutu yang tinggi, karena memiliki susunan asam amino esensial yang lengkap, sehingga dijadikan patokan untuk menentukan mutu protein dari bahan pangan yang lain. Tetapi disamping adanya hal-hal yang menguntungkan itu, telur memiliki sifat yang mudah rusak. Telur memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam pengolahan pangan. Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan warna. Pada praktikum ini dilakukan pengamatan terhadap proses pembuatan busa (foaming) dari putih telur.

1.2 Tujuan PraktikumTujuan dari diadakannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui perlakuan terbaik dalam membentuk foam (busa) yang optimal dari putih telur.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronuttrien lain (lemak dan karbohidrat), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energy. Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung N, disamping C,H, dan O. Dengan demikian maka salah satu cara terpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah-jumlah protein secara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang ada dalam bahan makanan atau bahan lain. Karena molekulnya yang lebih besar (berat molekulnya sampai mencapai jutaan), maka protein mudah sekali mengalami perubahan bentuk fisik ataupun aktivitas biologisnya. (Li-Chan, 1995)Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Fungsi utama protein sebagai enzim, alat pengangkut dan penyimpan misalnya hemoglobin mengangkut oksigen dalam eritrosit sedangkan mioglobin mengangkut oksigen dalam otot,penunjang mekanis, Media perambatan impuls syaraf misalnya berbentuk reseptor, dan pengendalian pertumbuhan. (Noor, 2011)Telur merupakan sumber protein hewani yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Dari sebutir telur didapatkan gizi yang cukup sempurna karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Oleh karenanya, telur merupakan bahan pangan yang sangat baik untuk anak-anak yang sedang tumbuh dan memerlukan protein dan mineral dalam jumlah banyak. (Sudaryani, 2003)Telur memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam pengolahan pangan. Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan warna. Dalam proses pengolahan pangan kemampuan membentuk busa (daya busa atau daya buih) sangat penting dalam pembuatan film yang stabil untuk mengikat gas, misalnya dalam pengolahan whipped topping dan angel cake. (Sudaryani, 2003)Sebutir telur terdiri atas kulit telur, lapisan kulit telur (kutikula), membran kulit telur, putih telur (albumen), kuning telur (yolk), bakal anak ayam (germ spot) dan kantung udara. Telur terdiri dari tiga komponen utama, yaitu bagian kulit telur 8 - 11 persen, putih telur (albumen) 57 - 65 persen dan kuning telur 27 - 32 persen. (Sutrisno, 2009)Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel, mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda-beda kekentalannya. Bagian putih telur yang terletak dekat kuning telur lebih kental dan membentuk lapisan yang disebut kalaza (kalazaferous). Putih telur terdiri atas tiga lapisan yang berbeda, yaitu lapisan tipis putih telur bagian dalam (30 %), lapisan tebal putih telur (50 %), dan lapisan tipis putih telur luar (20 %). Pada telur segar, lapisan putih telur tebal bagian ujungnya akan menempel pada kulit telur. Putih telur tebal dekat kuning telur membentuk struktur seperti kabel yang disebut kalaza. (Stadelman dan Cotterill, 1995)Telur memiliki sifat-sifat fisiko kimia yang sangat berguna dalam pengolahan pangan. Sifat-sifat tersebut meliputi daya busa, emulsi, koagulasi dan warna. Dalam proses pengolahan pangan kemampuan membentuk busa (daya busa atau daya buih) sangat penting dalam pembuatan film yang stabil untuk mengikat gas, misalnya dalam pengolahan whipped topping dan angel cake. (Sutrisno, 2009)Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur. Protein putih telur yang memiliki peranan penting dalam pembentukan buih diantaranya ovalbumin, ovomucin, globulin, ovotransferin, lysozime dan ovomucoid. (Stadelman dan Cotterill, 1995)Busa merupakan dispersi koloid dari fase gas dalam fase cair, yang dapat terbentuk pada saat telur dikocok. Mekanisme terbentuknya busa telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang terbuka rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume. Busa dibentuk oleh beberapa protein dalam putih telur yang mempunyai kemampuan dan fungsi yang berbeda-beda. Ovomucin mampu membentuk lapisan atau film yang tidak larut dalam air dan dapat menstabilkan busa yang terbentuk. Glubulin mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kekentalan dan menurunkan kecenderungan pemisahan cairan dari gelembung udara. Disamping itu, globulin juga dapat menurunkan tegangan permukaan, sehingga membantu tahapan pembentukan busa. Untuk membentuk gelembung udara yang kecil, banyak dan lembut diperlukan tegangan permukaan yang rendah. Ovalbumin adalah protein yang dapat membantu membentuk busa yang kuat. (Winarno & Koswara, 2002) Volume dan kestabilan busa dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, suhu, kualitas telur, pH, lama pengocokan dan ada tidaknya bahan lain yang ditambahkan. Pengocokan yang dilakukan lebih dari 6 menit tidak akan menambahn volume busa, melainkan akan memperkecil ukuran gelembung udara. Ovalbumin dapat membentuk udara paling baik pada pH 3,7 sampai 4,0, sedangkan protein yang lain dapat membentuk busa paling baik pada pH 6,5 - 9,5. (Sutrisno, 2009) Pengocokan putih telur pada suhu 10o C sampai 25o C tidak mempengaruhi pembentukan busa. Tetapi pada suhu yang lebih tinggi lagi (lebih dari 25o C) peningkatan suhu mengakibatkan penurunan tegangan permukaan, yang akan mempermudah pembentukan busa. Pengocokan telur pada suhu ruang (28-30o C) lebih mudah menghasilkan busa daripada yang dilakukan pada suhu rendah. Menurut hasil penelitian Kochevar (1975), volume dan kestabilan busa yang terbaik dihasilkan dari pengocokan pada suhu 46,11o C. (Sutrisno, 2009) Emulsi merupakan suatu dispersi partikel minyak atau lemak dalam air, atau air dalam minyak. Kuning telur adalah suatu contoh emulsi minyak/lemak dalam air. Emulsi dibentuk oleh tiga komponen utama yaitu zat terdispersi, zat pendispersi dan zat pengemulsi. Pembentukan emulsi dimulai dengan adanya pengocokan yang memisahkan butir-butir zat terdispersi yang segera diselubungi oleh selaput tipis zat pengemulsi. Bagian non polar dari zat pengemulsi (emulsifier) menghadap minyak/lemak, sedangkan bagian polarnya menghadap air. Putih telur mempunyai daya emulsi yang sedang, sedangkan kuning telur adalah emulsifier kuat. (Sutrisno, 2009)Protein sering mengalami perubahan sifat setelah mengalami perlakuan tertentu, meskipun sangat sedikit ataupun ringan dan belum menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan kovalen atau peptida. perubahan ini disebut dengan denaturasi protein. Denaturasi protein dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu oleh panas, tekanan, gaya mekanik, pH, bahan kimia. Pembentukan foam merupakan contoh denaturasi protein melalui tekanan, yaitu tekanan hidrostatik. Denaturasi karena protein dapat terjadi pada suhu 25o C apabila tekanan cukup besar. Protein yang terdenaturasi karena tekanan (< 2 kbar) umumnya bersifat reversibel setelah beberapa jam. (Stadelman dan Cotterill, 1995)

Faktor yang mempengaruhi volume dan kestabilan buih adalah umur telur. Semakin lama umur telur, maka volume dan kestabilan buih putih telur ayam semakin menurun. Suhu telur juga mempengaruhi kemampuan putih telur dalam pembentukan buih. Telur yang disimpan pada suhu ruang mempunyai kemampuan membentuk buih dan tekstur lebih baik daripada telur yang disimpan pada refrigerator karena putih telur menjadi terlalu kental sehingga lebih sulit untuk dibuat buih. (Davis, 2002)Keberadaan lemak, meskipun dalam jumlah kecil juga akan mengganggu pembentukan buih dan menurunkan volume buih yang dihasilkan. Itulah sebabnya dalam pembuatan cake, putih telur dikocok terpisah dengan kuning telur, mentega atau sumber lemak yang lain agar menghasilkan volume pengembangan yang optimal. Penambahan gula diperlukan untuk menjaga kestabilan buih. Gula akan mengikat protein sehingga tidak terjadi pengendapan protein sehingga buih yang dihasilkan menjadi lebih stabil. (Winarno & Koswara, 2002)

BAB IIIMETODOLOGI

3.1 Waktu dan TempatPraktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 03 Desember 2014 pukul 10.00 WIB s.d selesai bertempat di Laboratarium Mikrobiologi, Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Pondok Meja, Universitas Jambi.

3.2 Alat dan BahanAdapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini diantaranya yaitu timbangan, sendok, piring plastik, mixer, plastik, gelas piala, baskom, putih telur dan gula.

3.3 Prosedur KerjaPertamatama alat dan bahan disiapkan. Lalu sebanyak 5 butir telur dipisahkan antara putih telur dari kuning telur dan ditimbang gula sebanyak 15 gram. Untuk perlakuan A dilakukan pengocokan putih telur dengan mixer kecepatan rendah selama 1 menit, kemudian ditingkatkan menjadi kecepatan sedang selama 5 menit dan ditingkatkan lagi menjadi kecepatan tinggi hingga terbentuk foam optimal setiapkali meningkatkan kecepatan mixer waktu harus dicatat. Untuk perlakuan B dilakukan cara yang sama dengan perlakuan A, namun pada saat setelah pengocokan dengan mixer kecepatan rendah selama 1 menit dan ditingkatkan menjadi kecepatan sedang selama 5 menit ditambahkan gula sebanyak 15 gram. Sedangkan untuk perlakuan C (Over beated) juga dilakukan hal yang sama, namun pada kecepatan tinggi di berikan tekanan yang berlebihan hingga melewati pembentukan foam yang optimal. Setelah semua perlakuan dilakukan, masing masing busa hasil perlakuan di masukkan kedalam gelas piala dengan volume yang sama dengan cara ditimbang. Setelah itu sampel disimpan selama 30 menit hingga 60 menit. Setelah ada air yang terkumpul ( 30 menit hingga 60 menit) maka ukur volume air yang terkumpul tersebut.BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pada Saat Proses Mixera. Tanpa perlakuan (kontrol) untuk diteruskan ke perlakuan over beatedWaktuPerlakuanKarakteristik

1 menitKecepatan rendahFoam sudah terbentuk, masih cair

30 detik IKecepatan sedangFoam terbentuk, agak cair

30 detik IIKecepatan sedangFoam terbentuk, agak cair

30 detik IKecepatan tinggiFoam terbentuk sudah kaku (optimal)

b. Over beatedWaktuPerlakuanKarakteristik

30 detik IoverbeatedFoam yang terbentuk sangat kaku

30 detik IoverbeatedFoam yang terbentuk sangat kaku

30 detik IoverbeatedKeluar air sangat sedikit

* Pada 30 detik pertama setelah dimasukkan kedalam gelas ukur telah ada keluar cairan namun sangat sedikit.

c. Kontrol (tanpa perlakuan) untuk diteruskan ke perlakuan penambahan gulaWaktuPerlakuanKarakteristik

1 menitKecepatan rendahFoam sudah terbentuk, masih cair

30 detik IKecepatan sedangFoam terbentuk, agak cair

30 detik IIKecepatan sedangFoam terbentuk, agak cair

30 detik IKecepatan tinggiFoam terbentuk agak kaku

30 detik IIKecepatan tinggiFoam terbentuk kaku (optimal)

* Setelah dimasukkan ke dalam gelas ukur pada 30 detik pertama dan 30 detik kedua juga telah ada keluar cairan namun sangat sedikit.d. Perlakuan penambahan gulaWaktuPerlakuanKarakteristik

1 menitKecepatan rendahFoam sudah terbentuk, masih cair

30 detik IKecepatan sedangFoam terbentuk, masih cair

30 detik IIKecepatan sedangFoam terbentuk, agak cair

30 detik IKecepatan tinggiFoam terbentuk agak kaku

30 detik IIKecepatan tinggiFoam terbentuk agak kaku

30 detik IIIKecepatan tinggiFoam terbentuk kaku (optimal)

* Pada saat dimasukkan kedalam gelas ukur pada 30 detik pertama dan kedua tidak mengalami perubahan, tidak ada cairan yang keluar.

Pengamatan Foam

WaktuWadahJumlah air semple

KontrolGula 15 gramOver beated

30 MENITISudah terdapat airSudah terdapat airSudah terdapat air

IISudah terdapat airSudah terdapat airSudah terdapat air

60 MENITI5,4 ml5,4 ml4,8 ml

II5,0 ml5,0 ml5,0 ml

90 MENITI6,2 ml6,0 ml6,0 ml

II6,0 ml5,8 ml6,0 ml

4.2 PembahasanPada praktikum kali ini dilakukan pengujian daya foaming/busa/buih pada putih telur dan melihat pengaruh penambahan gula dan over beated terhadap daya foaming. Foaming pada putih telur didapat dengan pengocokan. Pengocokkan dilakukan dengan menggunakan mixer. Pengujian ini menggunakan perlakuan pengocokan dan waktu pengocokan yang dilakukan dengan tujuan untuk melihat kapan terbentuknya foaming optimum. Pertamatama foaming di kocok dengan kecepatan rendah menggunakan mixer selama 1 menit, kecepatan sedang selama 30 detik pertama, kecepatan sedang selama 30 detik kedua, kecepatan tinggi selama 30 detik pertama, dan kecepatan tinggi selama 30 detik kedua.Foam adalah jenis koloid dari gelembung gas sebagai fase terdispersinya yang terperangkap dalam medium pendispersinya. Untuk menghasilkan foam yang stabil diperlukan beberapa sifat tertentu dari medium pendispersi tersebut. Daya buih atau foam merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok. Protein putih telur yang memiliki peranan penting dalam pembentukan buih diantaranya ovalbumin, ovomucin, globulin, ovotransferin, lysozime dan ovomucoid. (Stadelman dan Cotterill, 1995)Putih telur atau albumen merupakan bagian telur yang berbentuk seperti gel, mengandung air dan terdiri atas empat fraksi yang berbeda-beda kekentalannya. Bagian putih telur yang terletak dekat kuning telur lebih kental dan membentuk lapisan yang disebut kalaza (kalazaferous). Mekanisme terbentuknya busa telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang terbuka rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume. Pemberian perlakuan berbeda terhadap sampel putih telur yang akan dibentuk foaming adalah kontrol (tanpa penambahan gula), penambahan gula 15 gram dan penambahan tekanan berlebih (overbeated) selama 30 detik. Setelah dilakukan pengocokkan terhadap putih telur pada tiap perlakuannya dilakukan pengamatan pada foaming yang telah terbentuk. Foam atau busa yang telah terbentuk diambil dengan berat yang homogen kemudian dimasukan kedalam gelas piala. Setelah itu dilihat ada atau tidaknya cairan pada waktu 30 detik, 1 menit, 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit dan sampai berhentinya cairan keluar dari foaming.Proses pembentukan buih dimulai pada saat putih telur dikocok sehingga gelembung udara akan ditangkap oleh putih telur, dan terbentuklah buih. Selama pengocokan akan terjadi peningkatan dan penurunan ukuran dan jumlah gelembung udara. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap volume putih telur. Buih yang baik memiliki daya sebesar 6-8 kali volume putih telur.Berdasarkan hasil pengamatan, putih telur (albumin) yang dikocok dengan kecepatan rendah sudah terbentuk busa namun belum terbentuk foam optimum. Pada sample kontrol dan overbeated, foam optimum terbentuk pada 30 detik kedua dengan pengocokan kecepatan tinggi sedangkan sampel albumin yang di beri konsentrasi gula 15 gram terbentuk foam optimum lebih lama yaitu 30 detik ketiga dengan pengocokan kecepatan tinggi. Volume cairan yang diamati pada perlakuan terkontrol saat 30 menit adalah 5,2 ml, penambahan gula 15 gram volume cairan 5,2 ml dan overbeated 4,9 ml. Sedangkan pada waktu 60 menit volume cairan paling tinggi adalah sampel kontrol yaitu 6,1 ml kemudian overbeated 6 ml dan paling rendah volume sampel dengan penambahan gula 15 gram yaitu 5,9 ml. Ini berarti penambahan gula menyebabkan pembentukan foam optimum lebih lama dan dapat mempertahankan daya buihnya. Hal ini sesuai dengan literature yang ada bahwa penambahan gula diperlukan untuk menjaga kestabilan buih. Gula akan mengikat protein sehingga tidak terjadi pengendapan protein sehingga buih yang dihasilkan menjadi lebih stabil. Penambahan gula ketika pengocokan akan meningkatkan pembentukan busa karena sifat higroskopik dari gula yang menyimpan air. Gugus hidroksil pada struktur gula akan membentuk ikatan hidrogen dengan air. Akan tetapi gula juga akan memperlambat denaturasi. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah. Elastisitas akan hilang jika putih telur terlalu banyak dikocok atau diregangkan seluas mungkin (Stadelman dan Cotterill, 1995). Pembentukan foam merupakan contoh denaturasi protein melalui tekanan, yaitu tekanan hidrostatik. Denaturasi karena protein dapat terjadi pada suhu 25o C apabila tekanan cukup besar. Protein yang terdenaturasi karena tekanan (< 2 kbar) umumnya bersifat reversibel setelah beberapa jam.

BAB VKESIMPULAN

5.1 KesimpulanAdapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini yaitu : Daya buih atau foam merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok. Mekanisme terbentuknya busa telur adalah terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantai protein menjadi lebih panjang. Kemudian udara masuk diantara molekul-molekul yang terbuka rantainya dan tertahan sehingga terjadi pengembangan volume. Penambahan gula diperlukan untuk menjaga kestabilan buih. Gula akan mengikat protein sehingga tidak terjadi pengendapan protein sehingga buih yang dihasilkan menjadi lebih stabil. Struktur buih yang stabil umumnya dihasilkan dari putih telur yang mempunyai elastisitas tinggi, sebaliknya volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Davis, C. R. Reeves. 2002. High value opportunities from the chicken egg. A report for Rural Industries Research and Development Corporation. RIRDC Publication No. 02/094.

Koswara. Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. eBookPangan.com

Li-Chan, E . C . Y., W. D. Powrie, dan S. Nakai. 1995. The chemistry of eggs and egg products. In: Egg Science and Technology, Eds. W. J. Stadelman and O. J. Cotterill. 4th ed. The Haworth Press, Inc., New York. pp. 105176

Stadelman, W.J. O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Ed. Food Products Press. An Imprint of The Haworth Press, Inc. New York.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur, Penanganan dan Pengolahannya. M-BRIO Press, Bogor.