laporan pendahuluan pneumonia revisi terbaru 15 april 11.04

28
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA Disuusun Guna Memenuhi Tugas Keperwatan Profesi Ners Stase Pediatrik Dibimbing Oleh : Siti Arifah, S.Kep., M.kes Disusun Oleh : Arifia Purwanti J.230.145.051 Dyah Isna Romadhoni J.230.145.052 Hanifa Nur Afifah J.230.145.053 Maulana Rian Krisandi J.230.145.073

Upload: hanifa-nur-afifah

Post on 06-Feb-2016

39 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

mjn

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA

Disuusun Guna Memenuhi Tugas Keperwatan Profesi Ners Stase Pediatrik

Dibimbing Oleh : Siti Arifah, S.Kep., M.kes

Disusun Oleh :

Arifia Purwanti J.230.145.051

Dyah Isna Romadhoni J.230.145.052

Hanifa Nur Afifah J.230.145.053

Maulana Rian Krisandi J.230.145.073

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

Page 2: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Pneumonia merupakan peradangan yang mengenai parenkim paru,

distal dari broniolus terminalis yang mencangkup bronkiolus respiratorius

dan alveoli serta menimbulkan kondisi jaringan paru dan gangguan

pertukaran udara setempat (Dahlan, 2010).

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru dimana asinus terisi

dengan cairan dan sel radang dengan atau tanpa disertai infiltrasi sel radang

ke dalam dinding alveoli dan rongga intestinum (Alsagaff & Mukthy, 2009).

Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-

paru (alveoli) sehingga dapat menganggu proses pernafasan penderita

dengan adanya sesak nafas maupun infeksi yang akan menyetai dari

pneumonia (Wilson, 2006).

B. ETIOLOGI

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme

(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi

dan radiasi. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama

disebabkan oleh bakteri, bakteri yang menyebabkan pneumonia adalah

streptococus pneumoniae, Haemophilus influenza dan staphylococus aureus

(Said, 2008).

Menurut Rudolph, 2007 penyebab pneumonia juga dapat diklasifikan

sebagai berikut :

1. Bakteri

Streptococus pneumoniae, streptokokus grup A, Haemophilus

Influenza dan staphilococus aureus.

Page 3: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

2. Jamur Hisptoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,

Aspergillus, Blastomyes dermatitis, Cryptococus.

3. Virus

Respiratorik Sensitisial Virus (RSV), Virus Parainfluenza,

Adenovirus, Rhynovirus, Virus Influenza, Virus Varisella dan

Rubella.

4. Kimiawi

Aspirasi hidrokarbon alifatik

C. PATOFISIOLOGI

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai

parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme

pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.

Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan

mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal

dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin,

imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel (Betz,

2013).

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu,

atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran

nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran

nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan

kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan

sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi

virus.

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif

jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau

intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat

Page 4: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan

fibrin, dan infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah.

Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan

kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi

menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion

missmatching) yang kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia.

Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja jantung.

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan

disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada

kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana

eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan

dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke

kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema.

Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun

kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan

perlekatan (Bennete, 2013).

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al.,

2011):

1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai

dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat

infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator

peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan

prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas

kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke

Page 5: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema

antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan

alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling

berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

2.    Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel

darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )

sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat

oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga

warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium

ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan

bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48

jam.

3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa

sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap

padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu

dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun

dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Page 6: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

D. Pathway

l

Virus, jamur, bakteri, protozoa

Daya tahan saluran pernapasan yang terganggu

Aspirasi

Obstruksi mekanik saluran pernapasan

Peradangan pada bronkus menyebar ke parenkim paru

Terjadi konsolidasi dan pengisian rongga alveoli oleh eksudat

Edema trakeal/faringeal

Peningkatan produksi sekat

Penurunan jaringan efektif paru dan

kerusakan membran alveolar-

kapiler Batuk produktif Sesak napas Penurunan

kemampuan batuk efektif

Sesak napas, penggunaan otot bantu napas, pola napas tidak efektif

Pola nafas tidak efektif

Bersihan jalan napas tidak efektif

Nyeri dada

Frekuensi nafas meningkat

Infeksi meluas

Makrofag akan mengeluarkan

pirogen dan endogen

Hipotalamus

Mempengaruhi syaraf fagus

Hipertermi

Peningkatan asam lambung

Konsolidasi jaringan paru

Gangguan pertukaran gas

Page 7: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

(Bennete & Betz, 2013)

E. KLASIFIKASI

Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer

maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis

pneumonia dikenal sebagai berikut (WHO, 2014).

1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu

atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai

pneumonia bilateral atau “ganda”.

2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat

oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam

lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.

3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding

alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.

Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen

penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi

asing (Rudolph, 2007).

1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial.

Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan

ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau

berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam ringan, batuk

Kurang volume cairan

Badan lemas

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

Mual, muntah

Penurunan keinginan untuk minum

Page 8: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah,

prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit.

Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.

2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama

di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan

konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala

sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak yang lebih besar),

sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis,

sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak

produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau

bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.

3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia

streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-

organisme individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda.

Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan infeksi virus, toksik,

tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat

dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam,

nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.

Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia,

pneumonia dapat diklasifikasikan (Maitra & Kaumar, 2011).

1. Usia 2 bulan – 5 tahun

a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat

dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.

b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada

usia 2 bulan – 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada

usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.

c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat

disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian

bawah dan tanpa adanya nafas cepat.

Page 9: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

2. Usia 0 – 2 bulan

a. Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau

nafas cepat yaitu frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.

b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian

bawah dan tidak ada nafas cepat.

F. TANDA DAN GEJALA

Menurut Supariasa, 2006 tanda dan gejala pneumonia adalah sebagai

berikut:

1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling

sering terjadi pada usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5 –

40,5 bahkan dengan infeksi ringan. Mungkin malas dan peka rangsang

atau terkadang eoforia dan lebih aktif dari normal, beberapa anak bicara

dengan kecepatan yang tidak biasa.

2. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit

masa kanak-kanak. Seringkali merupakan bukti awal dari penyakit.

Menetap sampai derajat yang lebih besar atau lebih sedikit melalui

tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai ke tahap

pemulihan.

3. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang

merupakan petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangssung

singkat, tetapi dapat menetap selama sakit.

4. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa

dibedakan dari nyeri apendiksitis.

5. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh

pembengkakan mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan

dan menyusu pada bayi.

6. Keluaran nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer

dan sedikit (rinorea) atau kental dan purulen, bergantung pad tipe dan

atau tahap infeksi.

Page 10: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

7. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan. Dapat

menjadi bukti hanya selama faase akut.

8. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi

terdengar mengi, krekels.

9. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak

yang lebih besar. Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan

makan per oral.

G. FAKTOR RESIKO PNEUMONIA PADA ANAK

Faktor resiko sebab terjadinya pneumonia diantara adalah sebagi berikut :

1. Status gizi buruk, menempati urutan pertamam pada risiko pneumonia

pada anak balita, dengan tiga kriteria antopometri yaitu BB/U, TB/U,

BB/TB. Status gizi yang buruk dapat menurunkan pertahanan tubuh baik

sistemik maupun lokal juga dapat mengurangi efektifitas barier dari

epitel serta respon imun dan reflek batuk.

2. Status ASI buruk, anak yang tidak mendapat ASI yang cukup sejak lahir (

kurang 4 bulan) mempunyai risiko lebih besar terkena pneumonia. ASI

merupakan makanan paling penting bagi bayi karena ASI mengandung

protein, kalori, dan vitamin untuk pertumbuhan bayi. ASI mengandung

kekebalan penyakit infeksi terutama pneumonia.

3. Status vitamin A, pemberian vitamin A pada anak berpengaruh pada

sistem imun dengan cara meningkatkan imunitas nonspesifik, pertahanan

integritas fisik, biologik, dan jaringan epitel. Vitamin A diperlukan dalam

peningkatan daya tahan tubuh, disamping untuk kesehatan mata,

produksi sekresi mukosa, dan mempertahankan sel-sel epitel.

4. Riwayat imunisasi buruk atau tidak lengkap, khususnya imunisasi

campak dan DPT. Pemberian imunisasi campak menurunkan kasusu

pneumonia, karena sebagian besar penyakit campak menyebabkan

komplikasi dengan pneumonia. Demikian pula imunisasi DPT dapat

menurunkan kasus pneumonia karena Difteri dan Pertusis dapat

menimbulkan komplikasi pneumonia.

Page 11: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

5. Riwayat wheezing berulang, anak dengan wheezing berulang akan sulit

mengeluarkan nafas. Wheezing terjadi karena penyempitan saluran nafas

(bronkus), dan penyempitan ini disebabkan karena adanya infeksi. Secara

biologis dan kejadian infeksi berulang ini menyebabkan terjadinya

destruksi paru, keadaan ini memudahkan pneumonia pada anak.

6. Riwayat BBLR, anak dengan riwayat BBLR mudah terserang penyakit

infeksi karena daya tahan tubuh rendah, sehingga anak rentan terhadap

penyakit infeksi termasuk pneumonia.

7. Kepadatan penghuni rumah, rumah dengan penghuni yang padat

meningkatkan risiko pneumonia dibanding dengan penghuni sedikit.

Rumah dengan penghuni banyak memudahkan terjadinya penularan

penyakit dsaluran pernafasan.

8. Status sosial ekonomi, ada hubungan bermakna antara tingkat

penghasilan keluarg dengan pendidikan orang tua terhadap kejadian

pneumonia anak.

(Suryadi, 2009)

H. KOMPLIKASI PNEUMONIA

Kelompok orang yang lebih berisiko mengalami komplikasi

pneumonia adalah manula, anak-anak, dan orang yang memiliki penyakit

lain, misalnya diabetes. Beberapa jenis komplikasi yang dapat terjadi adalah:

1. Infeksi Darah

Infeksi darah yang dikenal dengan istilah septikemia adalah salah

satu komplikasi pneumonia yang serius. Selain demam dan tekanan darah

rendah, gejala septikemia juga dapat meliputi, detak jantung yang cepat,

napas yang meningkat, demam, serta kulit yang terasa dingin, lembap,

dan pucat. Infeksi darah ditangani dengan antibiotik dosis tinggi melalui

infus.

Saat darah Anda terinfeksi, infeksi dapat menyebar ke bagian

tubuh lain seperti selaput rongga perut (peritonitis), selaput otak

Page 12: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

(meningitis), persendian (artritis septik), dan selaput jantung

(endokarditis).

2. Abses Paru

Sebagian besar abses paru ditemukan pada pasien pneumonia

yang sebelumnya telah mengidap penyakit lain atau yang kecanduan

minuman keras. Abses paru adalah ruang penuh nanah yang tumbuh di

jaringan paru-paru. Indikasi abses paru meliputi batuk dengan dahak

berbau tidak sedap dan pembengkakan pada jari tangan serta kaki.

Antibiotik sering digunakan untuk mengobati abses paru dan

biasanya diawali dengan pemberian infus antibiotik, lalu tablet antibiotik

selama maksimal enam minggu. Walau sebagian besar pasien akan

merasa lebih baik dalam 3-4 hari, sangat penting bagi Anda untuk

menghabiskan antibiotik agar infeksi tidak kambuh.

3. Pleurisi

Pleurisi adalah peradangan pada pleura yaitu dua lapis selaput

yang berada di antara paru-paru dan rongga dada. Tetapi cairan juga

terkadang bisa memenuhi ruang di antara dua selaput pleura dan kondisi

ini disebut efusi pleura. Cairan ini mengakibatkan tekanan pada paru-

paru hingga penderita sulit bernapas. Komplikasi ini dapat terjadi sekitar

50 persen dari jumlah pasien pneumonia yang menjalani perawatan di

rumah sakit. Efusi pleura biasanya bisa pulih sendiri jika pneumonia

sudah diobati.

Kondisi ini terjadi saat cairan penyebab efusi pleura terinfeksi

oleh bakteri dan menjadi nanah. Cairan yang terinfeksi ini biasanya

dikuras menggunakan jarum atau pipa halus. Dalam kasus-kasus lebih

serius, operasi dibutuhkan untuk mengeluarkan nanah dan mengobati

bagian selaput pleura serta paru-paru yang rusak.

(Betz.2007)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 13: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan

predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis

yang buruk.

b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm.

Protein di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa

darah.

c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan

dapat menyokong diagnosa.

d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.

2. Pemeriksaan mikrobiologik

a. spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau

sputum darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.

b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau

aspirasi paru.

3. Pemeriksaan imunologis

a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat

b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman

penyebab.

c. Spesimen: darah atau urin.

d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA,

latex agglutination, atau latex coagulation.

4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap

mikroorganisme penyebab pneumonia.

a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari

infiltrasi ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata

(bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi pada satu

lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi

lobus jarang ditemukan.

Page 14: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan

bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi

pleura yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.

c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada

permulaan penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak,

kemudian memadat dan mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks.

Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20% mengenai

kedua paru.

J. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan Pneumonia pada anak menutu Rudolph, 2007 adalah sebagai

berikut :

1. Perhatikan hidrasi.

2. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.

3. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi

ADH juga akan berlebihan.

4. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.

5. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan

keadaan klinis pengukuran pulse oksimetri.

6. Pengobatan antibiotik:

a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari

atau penisilil prokain i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000

mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 – 10 hari untuk kasus yang tidak terjadi

komplikasi.

b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten

terhadap ampisillin.

c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi

ketiga, misal sefatoksim.

Page 15: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P.

Aeruginosa umumnya resisten terhadap ampisillin dan derivatnya.

Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu sefalosporin.

e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk

pneumonia karena M. Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi

jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi antibiotik di jaringan

dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan

compliance dan efficacy.

f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C.

pneumonie in vitro dan mempenetrasi jaringan lebih baik.

K. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

1. Aktivitas / istirahat

a. Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia

b. Tanda : Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

2. Sirkulasi

a. Gejala : riwayat gagal jantung kronis

b. Tanda : takikardi, penampilan keperanan atau pucat

3. Integritas Ego

a. Gejala : banyak stressor, masalah finansial

4. Makanan / Cairan

a. Gejala : kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM

b. Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering

dengan turgor buruk, penampilan malnutrusi

5. Neurosensori

a. Gejala : sakit kepala bagian frontal

b. Tanda : perubahan mental

6. Nyeri / Kenyamanan

a. Gejala : sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk,

myalgia, atralgia

Page 16: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

7. Pernafasan

a. Gejala : riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea,

pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran

nasal

b. Tanda : sputum ; merah muda, berkarat atau purulen

c. Perkusi ; pekak diatas area yang konsolidasi, gesekan friksi

pleural

d. Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat

atau nafas Bronkial

e. Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi

f. Warna : pucat atau sianosis bibir / kuku

8. Keamanan

a. Gejala : riwayat gangguan sistem imun, demam

b. Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar,

kemerahan, mungkin pada kasus rubela / varisela

9. Penyuluhan

a. Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol

kronis

L. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif - berhubungan proses inflamasi, penurunan

ekspansi paru

2. bersihan jalan nafas tidak efektif - berhubungan dengan sekresi sekret

berlebih, infeksi

3. Hipertermi berhubungaam demham proses penyakit

4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

perfusi-ventilasi, perubahan membran kapiler-alveolar

Page 17: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

M. INTERVENSI KEPERAWATAN

No DX

Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam, bersihan jalan nafas efektive. Dengan kriteria hasil :1. Suara nafas

bersih/vesikuler2. Sputum hilang 3. Tidak ada suara

nafas tambahan (Gergling dan Ronchi)

4. Irama nafas teratur5. RR: 30-60x/Menit

1. Observasi pernafasanR/ mengetahui kondisi pernafasan klien untuk menentukan tindakan selanjutnya

2. Lakukan Auskultasi pada paru-paruR/ mengetahui adanya sumbatan pada jalan nafas

3. Monitor vital sigh setiap 1 jamR/mengetahui perubahan pola nafas yang disebabkan adanya sembatan jalan nafas

4. Lakukan suction jika sputum berlebihanR/ mengeluarkan sekret yang tertahan di dalam paru

5. Kolaborasi pemberian terapi nebulizerR/ membantu agar sputum tidak kental

2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan masalah pola nafas tidak efektive dapat teratasi dengan kriteria hasil :1. Pernafasan

teratur/reguler2. RR 30-60 kali per

menit3. Irama nafas teratur4. Suara nafas

vesikular5. Tidak ada retraksi

dinding dada

1. Observasi vital signR/ mengetahui adanya peningkatan pernafasan

2. Kaji frekuensi, pola nafas, kedalaman dan irama pernafasanR/ mengetahui karakteristik pola nafas klien

3. Kaji penggunaan otot bantu pernafasanR/ dengan adanya penggunaan otot bantu pernafasan menunjukan kompesasi tubuh dalam pemenuhan oksigen

4. Monitor aliran oksienR/memantau kelancaran masuknya oksisen ke dalam paru

5. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasiR/memastikan ET tidak lepas dan tidak tertekan

6. Kolaborasi dalam pemberian terapi oksigen dan pemantauan ventilatorR/ tetap menjaga kadar oksigen dalam ventilator

4 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan pertukaran gas

1. Obsevasi kadar oksigen dalam darah setiap 1 jamR/ mengetahui penurunan atau peningkatan oksigen dalam darah

Page 18: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

teratasi dengan kriteria hasil :1. Ph darah arteri

normal2. Tidak terjadi

sianosis3. PO2 : 83,0-108,0

mmhg4. Respiratory rate: 30-

60 kali permenit5. SPO2: >95%6. Tidak ada dyspnea7. Klien mampu

bernafas spontan

2. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah setiap 3 hariR/ untuk mengetahu perubahan hasil BGA untuk menindaklanjuti hasil BGA

3. Pantau adanya sianosisR/ sianosis menunjukan aliran darah ke perifer berkurang

4. Kolaborasi dalam pemberian oksigenR/ membantu memperlancar pasokan oksigen didalam darah

5. Kolabroasi dalam pemberian koreksi BGAR/ mencegah tingkat keparahan dari hasil BGA

3 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam masalah hipertermi dapat tertasi dengan kriteria hasil :1. Suhu tubuh dalam

batas normal 36-37˚C

2. HR : 80-150 kali permenit

3. RR : 25-50 kali permenit

4. Leukosit 4.5-14.5 juta

1. Observasi vital sign secara berkalaR/ untuk mengetahui perubahan suhu tubuh, respiratori dan kecepatan nadi

2. Monitor perubahan warna kulitR/ perubahan warna kulit dapat menunjukan peningkatan suhu tubuh

3. Monitor peningkatan angka leukositR/ memantau adanya tanda-tanda infeksi

4. Lakukan kompres air hangat pada aksila dan lipatan pahaR/ membantu penurunan panas dengan cara non farmakologi

5. Edukasi kepada keluarga tentang peningkata suhu tubuh yang terjadiR/ agar keluarga tidak mengalami kecemasan

6. Edukasi kepada keluarga cara mengompres R/ agar keluarga dapat melakukan kompres secara mandiri

7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik dan antibiotikR/ Membantu proses penyembuhan dengan pengobatan farmakologi

Page 19: Laporan Pendahuluan Pneumonia Revisi Terbaru 15 April 11.04

DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. (2010). Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Betz, Cecily. L. (2007). Pediatric Nursing Reference, sixth edition. California: Mosby Elsevier

Dahlan Z. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Muscari. (2005). Panduan Belajar Keperawatan Pediatrik edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

NANDA International. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi (2009-2011). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Rudolph. (2007). Buku Peditria Rudolph Edisi 20. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Said M.2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI

Suryadi dan Yuliani. (2009). Praktek klinik Asuhan Keperawatan Pada Anak . Jakarta: Sagung Seto

Supriasa Rahmdahani. 2013. Diagnosis Pneumonia Pada Anak. Bandung : Pustaka Pelajar

Wilkinson, Ahern. (2014). Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC edisi 9. Jakarta: EGC