laporan kkl geo bencana rev

31
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN GEOGRAFI BENCANA ANALISIS TANAH LONGSOR DUSUN BRAU DESA GUNUNGSARI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU Tugas ini disusun guna memenuhi mata kuliah geografi bencana Yang dibimbing oleh Bapak Ardyanto Tanjung,M.Pd. Disusun oleh : 1. Candra Permana Yuga Saputra (110721435150) 2. Eka Widianti (110721435006) 3. Kiky Oktavianti (110721435143) 4. Mentari Dian Pertiwi (110721435061) 5. Shima Tandya Lestari (110721435066) OFFERING B 2011 UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Upload: shima-tandya-lestari

Post on 25-Oct-2015

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

GEOGRAFI BENCANA

ANALISIS TANAH LONGSOR DUSUN BRAU DESA GUNUNGSARI KECAMATAN BUMIAJI KOTA BATU

Tugas ini disusun guna memenuhi mata kuliah geografi bencana

Yang dibimbing oleh Bapak Ardyanto Tanjung,M.Pd.

Disusun oleh :

1. Candra Permana Yuga Saputra (110721435150)2. Eka Widianti (110721435006)3. Kiky Oktavianti (110721435143)4. Mentari Dian Pertiwi (110721435061)5. Shima Tandya Lestari (110721435066)

OFFERING B 2011

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU SOSIAL

JURUSAN GEOGRAFI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

NOVEMBER 2013

Page 2: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Negara Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh tiga lempeng

utama yaitu lempeng Eurasia, lempeng Pasifik, dan lempeng Australia. Dari

berbagai macam lempeng yang ada di Indonesia ini menghasilkan berbagai

macam bentuk lahan diantaranya palung samudera, lipatan, punggungan dan

patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa

bumi. Dari macam-macam bentuk lahan ini topografi yang dihasilkan juga

berbeda. Perbedaan topografi ini berpengaruh terhadap respon komponen

yang ada pada lingkungan tersebut.

Adanya lempeng-lempeng yang melintasi Indonesia ini hal yang jelas

dimunculkan yaitu kondisi Indonesia akan labil. Hal ini karena proses geologi

yang terjadi. Kondisi geologi ini juga akan berpengaruh terhadap pemicu

kerentanan bencana yang terjadi. Bencana yang terjadi ini juga

mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan misalnya pada struktur tanah,

tata air dalam tanah, dll.

Jika dikaitkan dengan berbagai macam bentuk lahan di Indonesia dan

bencana alam yang terjadi maka paling memicu bencananya yaitu tanah

longsor. Tanah longsor ini disebabkan oleh gerakan tanah karena adanya

faktor pendorong dan pemicu. Selain itu penyebab utama kejadian ini

adalah gravitasi yang memengaruhi suatu lereng yang curam sehingga apabila

terdapat suatu gerakan pada lereng yang curam sedangkan energi

pendorongnya lebih besar maka yang terjadi pergerakan massa tanah yang

sering disebut dengan tanah longsor.

Daerah yang memiliki kerawanan bencana khususnya bencana tanah

longsor yaitu kota Batu. Kota Batu yang rawan terjadi tanah longsor dan

banjir, yakni, kawasan yang banyak lereng seperti Pasanggrahan dan

Kecamatan Bumiaji. Khususnya sejumlah desa di Kecamatan Bumiaji yakni

Gunungsari, Sumbergondo, dan Sumberbrantas rawan dengan bencana

Page 3: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

longsor. Tercatat mulai Oktober 2012 hingga sekarang tercatat sebanyak 60

kejadian tanah longsor dan banjir.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana kondisi fisik Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan

Bumiaji Kota Batu?

2. Bagaimana kondisi sosial Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan

Bumiaji Kota Batu?

3. Bagaimana potensi utama pada masyarakat Dusun Brau Desa Gunungsari

Kecamatan Bumiaji Kota Batu?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengtahui kondisi fisik Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan

Bumiaji Kota Batu.

2. Untuk mengtahui kondisi sosial Dusun Brau Desa Gunungsari Kecamatan

Bumiaji Kota Batu.

3. Untuk mengtahui potensi utama pada masyarakat Dusun Brau Desa

Gunungsari Kecamatan Bumiaji Kota Batu.

Page 4: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 DASAR TEORI

Menurut BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) Tanah

longsor seringkali dipicu oleh curah hujan tinggi dan terjadi selama beberapa hari.

Struktur tanah yang labil sangat mudah mengalami longsor hingga mengakibatkan

bencana khususnya bagi masyarakat yang berada di posisi lebih rendah.

Longsor atau sering disebut gerakan tanah adalah suatu peristiwa geologi yang

terjadi karena pergerakan masa batuan atau tanah dengan berbagai tipe dan jenis

seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah (Wikipedia Indonesia).

Jenis-jenis Tanah Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi,

pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis

longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan

longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan

rombakan.

1. Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada

bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang

gelincir berbentuk cekung.

3. Pergerakan Blok

Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang

gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok

batu.

Page 5: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

4. Runtuhan Batu

Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain

bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng

yang terjal hingga meng-gantung terutama di daerah pantai. Batu-batu

besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan Tanah

Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis

tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir

tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan

ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke

bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan

Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh

air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan

tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah

dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa

sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api.

Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

Gejala Umum Tanah Longsor

Gejala-gejala umum yang biasanya timbul sebelum terjadinya bencana tanah

longsor adalah :

a) Munculnya retakan-retakan di lereng yang sejajar dengan arah tebing.

b) Biasanya terjadi setelah hujan.

c) Munculnya mata air baru secara tiba-tiba.

d) Tebing rapuh dan kerikil mulai berjatuhan.

Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tanah Longsor

Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar

daripada gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan

batuan dan kepadatan tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh

besarnya sudut lereng, air, beban serta berat jenis tanah batuan.

Page 6: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

a) Hujan

Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena

meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan

menyebabkan terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah

besar. Hal itu mengakibatkan munculnya pori-pori atau rongga tanah

hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah permukaan.

Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah

dengan cepat mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas

hujan yang tinggi biasanya sering terjadi, sehingga kandungan air pada

tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat. Hujan lebat pada awal musim

dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang merekah air akan

masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan

gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat

dicegah karena air akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan

berfungsi mengikat tanah.

b) Lereng terjal

Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng

yang terjal terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan

angin. Kebanyakan sudut lereng yang menyebabkan longsor adalah 180

apabila ujung lerengnya terjal dan bidang longsorannya mendatar.

c) Tanah yang kurang padat dan tebal

Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan

ketebalan lebih dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini

memiliki potensi untuk terjadinya tanah longsor terutama bila terjadi

hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap pergerakan tanah karena

menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.

d) Batuan yang kurang kuat

Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan

campuran antara kerikil, pasir, dan lempung umumnya kurang kuat.

Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila mengalami proses

pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada

lereng yang terjal.

Page 7: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

e) Jenis tata lahan

Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan,

perladangan, dan adanya genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan

persawahan akarnya kurang kuat untuk mengikat butir tanah dan membuat

tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga mudah terjadi

longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena

akar pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan

umumnya terjadi di daerah longsoran lama.

f) Getaran

Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan,

getaran mesin, dan getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang

ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai, dan dinding rumah

menjadi retak.

g) Susut muka air danau atau bendungan

Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka gaya penahan lereng

menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi

longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.

h) Adanya beban tambahan

Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan

kendaraan akan memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama

di sekitar tikungan jalan pada daerah lembah. Akibatnya adalah sering

terjadinya penurunan tanah dan retakan yang arahnya ke arah lembah.

i) Pengikisan/erosi

Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu

akibat penggundulan hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi

terjal.

j) Adanya material timbunan pada tebing

Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya

dilakukan pemotongan tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan

pada lembah tersebut belum terpadatkan sempurna seperti tanah asli yang

berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi penurunan tanah

yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.

Page 8: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

k) Bekas longsoran lama

- Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi

pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau

pada saat atau sesudah terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran

lama memilki ciri:

- Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal

kuda.

- Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena

tanahnya gembur dan subur.

- Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.

- Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.

- Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran

kecil pada longsoran lama.

- Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan

longsoran kecil.

- Longsoran lama ini cukup luas. Adanya bidang diskontinuitas (bidang

tidak sinambung).

Bidang tidak sinambung ini memiliki ciri:

- Bidang perlapisan batuan

- Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar

- Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang

kuat.

- Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan

yang tidak melewatkan air (kedap air).

- Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.

- Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi

sebagai bidang luncuran tanah longsor. 

l) Penggundulan hutan

Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul

dimana pengikatan air tanah sangat kurang. 

Page 9: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

m) Daerah pembuangan sampah

Penggunaan lapisan tanah yang rendah untuk pembuangan sampah dalam

jumlah banyak dapat mengakibatkan tanah longsor apalagi ditambah

dengan guyuran hujan, seperti yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir

Sampah Leuwigajah di Cimahi. Bencana ini menyebabkan sekitar 120

orang lebih meninggal.

(http://www.anneahira.com/makalah-longsor.htm)

 Faktor-faktor lainnya yang turut berpengaruh:

a) erosi yang disebabkan aliran air permukaan atau air hujan, sungai-

sungai atau gelombang laut yang menggerus kaki lereng-lereng bertambah

curam.

b) lereng dari bebatuan dan tanah diperlemah melalui saturasi yang

diakibatkan hujan lebat.

c) gempa bumi menyebabkan getaran, tekanan pada partikel-partikel mineral

dan bidang lemah pada massa batuan dan tanah yang mengakibatkan

longsornya lereng-lereng tersebut.

d) gunung berapi menciptakan simpanan debu yang lengang, hujan lebat dan

aliran debu-debu.

e) getaran dari mesin, lalu lintas, penggunaan bahan-bahan peledak, dan

bahkan petir.

f) berat yang terlalu berlebihan, misalnya dari berkumpulnya hujan atau

salju.

Page 10: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

BAB III

PEMBAHASAN PENELITIAN

3.1 KONDISI FISIK

Kecamatan Bumiaji secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kota

Batu, Jawa Timur dan merupakan wilayah terluas di Kota Batu yaitu 12,797,89

Ha atau ± 64,28 % dari seluruh wilayah Kota Batu. Kondisi topografi yang

bergunung-gunung dan berbukit-bukit menjadikan Kota Batu bersuhu udara

rata-rata 15-19 derajat Celsius dengan kelembaban udara sekitar 75 – 98% dan

curah hujan rata-rata 875 – 3000 mm per tahun. Desa Gunungsari adalah salah

satu desa yang berada di Kecamatan Bumiaji Kota Batu. Desa Gunungsari

memiliki luas wilayah 453.077 Ha. Potensi sumberdaya alam yang ada di

Wilayah Desa Gungungsari adalah lahan pertanian yang subur.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan di lapangan Dusun Brau yang

terletak pada elevasi 1142 mdpl, dengan koordinat UTM 913⁰22’ 47”, dengan

odometer 16-17 meter, kecepatan angin 3,8 km/jam serta kecepatan angin

keseluruhan yang mencapai 0,1 km/hour

Kecamatan Bumiaji memiliki 9 desa yaitu Desa Sumberbrantas,

Tulungrejo, Sumbergondo, Punten, Bulukerto, Gunungsari, Bumiaji,

Pandanrejo dan Giripurno. Desa Gunungsari terbagi atas 10 dusun yaitu

Prambatan, Pagergunung, Kapru, Kandangan, Talanrejo, Brumbung, Ngebruk,

Jantur, Claket dan Brau. Adapun batas-batas wilayah Desa Gunungsari adalah

sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Punten, Desa Tulungrejo

Sebelah selatan : Desa Sumberejo

Sebelah barat : Desa Pandesari

Sebelah timur : Desa Sidomulyo

Page 11: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

A. KONDISI GEOLOGI DAN GEOMORFOLOGI

Kondisi geologi pada lokasi penelitian yaitu batuan lapuk,

kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, lereng yang terjal yang

diakibatkan oleh struktur sesar dan kekar (patahan dan lipatan), gempa

bumi, stratigrafi dan gunung api, lapisan batuan yang kedap air miring ke

lereng yang berfungsi sebagai bidang longsoran, adanya retakan karena

proses alam (gempa bumi, tektonik).

Secara umum wilayah Kota Batu merupakan daerah perbukitan dan

pegunungan. Diantara gunung-gunung yang ada di Kota Batu, ada tiga

gunung yang telah diakui secara nasional, yaitu Gunung Panderman (2.010

meter), Gunung Welirang (3.156 meter), dan Gunung Arjuno (3.339

meter).

Topografi:

Berdasarkan ketinggiannya, Kota Batu diklasifikasikan kedalam 6 (enam)

kelas, yaitu:

a. Wilayah dengan ketinggian 600 – 1.000 m dpl seluas 6.019,21 Ha

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah:

1. Kecamatan Batu (terutama Desa Sidomulyo secara keseluruhan,

sebagian besar Kelurahan Temas, Kelurahan Sisir, Kelurahan Ngaglik dan

Desa Sumberejo serta sebagian kecil Desa Oro-oro Ombo, Desa

Pesanggrahan dan Kelurahan Songgokerto.

2. Kecamatan Junrejo (terutama Desa Junrejo, Torongrejo, Pendem, Beji,

Mojorejo, Dadaprejo dan sebagian Desa Tlekung)

3. Kecamatan Bumiaji (terutama pada sebagian kecil desa-desa yang ada

di wilayah Kecamatan Bumiaji)

b. Wilayah dengan ketinggian 1.000 – 1.500 m dpl seluas 6.493,64 Ha

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah sebagian besar desa-

desa yang ada di Kecamatan Bumiaji dan sebagian dari desa-desa yang ada

di Kecamatan Batu (terutama wilayah Kelurahan Songgokerto, Desa Oro-

oro Ombo dan Desa Pesanggrahan) serta di sebagian kecil Desa Tlekung

yang berada di wilayah Kecamatan Junrejo.

Page 12: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

c. Wilayah dengan ketinggian 1.500 – 2.000 m dpl seluas 4.820,40 Ha

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah sebagian kecil Desa

Tlekung Kecamatan Junrejo. Selain itu juga terdapat di sebagian kecil

Desa Oro-oro Ombo dan Desa Pesanggrahan, terutama di sekitar kawasan

Gunung Panderman, Gunung Bokong serta Gunung Punuksari. Sedangkan

di wilayah Kecamatan Bumiaji, seluruh bagian desa mempunyai

ketinggian ini, terutama kawasan-kawasan di sekitar Gunung Rawung,

Gunung Tunggangan, Gunung Pusungkutuk.

d. Wilayah dengan ketinggian 2.000 – 2.500 m dpl dengan luas

1.789,81 Ha

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini relatif sedikit, yaitu di sekitar

Gunung Srandil serta diujung Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu yang

berbatasan dengan Kecamatan Wagir. Untuk Kecamatan Bumiaji,

ketinggian ini berada di sekitar Gunung Anjasmoro dan pada sebagian

kecil di wilayah Desa Giripurno, Desa Bumiaji, Desa sumbergondo dan

Desa Torongrejo.

e. Wilayah dengan ketinggian 2.500 – 3.000 m dpl dengan luas 707,32

Ha

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah sebagian kecil desa-

desa yang berada di wilayah Kecamatan Bumiaji, terutama pada wilayah-

wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Prigen.

f. Wilayah dengan ketinggian > 3.000 m dpl dengan luas 78,29 Ha

Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah pada beberapa desa di

Kecamatan Bumiaji, khususnya di sekitar Gunung Arjuno (Desa

sumbergondo), Gunung Kembar dan Gunung Wlirang (Desa Tulungrejo).

Kemiringan lahan (slope) di Kota Batu berdasarkan data dari

Bakosurtanal diketahui bahwa, sebagian besar wilayah perencanaan Kota

Batu mempunyai kemiringan lahan sebesar 25 – 40% dan kemiringan >

40. Hal tersebut menjadi suatu perhatian karena usaha pertanian tanaman

sayuran semusim menyumbang terhadap potensi terjadinya longsor, tanah

pertanian yang gembur lebih meningkatkan potensi terbawanya lapisan

tanah pada saat musim penghujan.

Page 13: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

Berdasarkan pengukuran kemiringan lereng yang telah dilakukan

di lapangan menggunakan media yalon dan abneylevel didapatkan hasil

sebagai berikut:

Lereng I :

Kemiringan lereng: 18⁰20’

Panjang lereng: 4,5 m

Lereng II

Kemiringan lereng: 40,08⁰50’

Panjang lereng: 7,76 m

Dari data kemiringan lereng yang didapatkan kemiringan lereng

yang terdapat pada Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji,

Kota batu memiliki bentuk morfologi perbukitan dengan lereng yang

cukup curam. Kondisi geomorfologi yang semacam ini menimbulkan

pengaruh terhadap terjadinya longsor. Tanah longsor yang terjadi ini

diakibatkan oleh limpasan permukaan dan erosi yang terjadi pada saat

musim hujan. Selain itu dengan bentuk lereng yang curam menjadikan

pergerakan tanah apa menjadi sangat intensif apabila terdapat gaya dorong

yang kuat.

Gambar: Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota

Batu

Page 14: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

Gambar: Alat untuk mengukur pergerakan tanah (Extensometer) Early Warning

System (EWS)

B. KONDISI HIDROLOGI

Kondisi hidrologi Kota Batu banyak di pengaruhi oleh sungai-

sungai yang mengalir di bagian pusat kota, sehingga akan berpengaruh

juga terhadap perkembangan kota. Hidrologi di Kota Batu dibedakan

menjadi 3 (tiga) jenis yaitu air permukaan, air tanah dan sumber mata air.

Sebagai hulu Brantas, sampai saat ini di wilayah Kota Batu telah

diinventarisasi sebanyak 83 sumber mata air yang produktif.

Dengan demikian kondisi hidrologi wilayah tersebut termasuk ke

dalam DAS Brantas Bagian Hulu. Penduduk sekitar Dusun Brau Desa

Gunung Sari menggunakan bagian hulu DAS Brantas untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Terbukti dengan penggunaan sungai untuk lahan

pertanian, rumah tangga, dan peternakan. Tetapi, meskipun begitu,

masyarakat masih kekurangan air bersih apabila pada musim kemarau.

Kondisi ini disebabkan air yang ada pada bagian hulu telah tercemar dan

tercampur oleh polutan-polutan terutama limbah dari peternakan sapi.

Sehingga air yang melimpah tidak dapat digunakan oleh masyarakat.

C. KONDISI PEDOSFER

Page 15: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

Jenis tanah yang berada di kota Batu sebagian besar merupakan 

andosol, selanjutnya secara berurutan kambisol, latosol dan aluvial.

Tanahnya berupa tanah mekanis yang  banyak mengandung mineral yang

berasal dari ledakan gunung berapi, sifat tanah semacam ini mempunyai

tingkat kesuburan yang tinggi. Dan pada umumnya berada pada daerah

berlereng atas kerucut volkan pada ketinggian di atas 800 m.

Berdasarkan sampel tanah yang diambil pada kondisi lembab saat

di lokasi penelitian yaitu Dusun Brau memiliki warna coklat gelap,

memiliki tekstur lempung berdebu dan strukturnya remah, solum tebal

serta konsistensi tanah agak lekat sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis

tanah yang terdapat pada Dusun Brau merupakan andosol yang sama

halnya dengan jenis tanah yang tersebar di wilayah Kota Batu. Dengan

klasifikasi tanah tersebut, menjadikan daerah ini merupakan daerah yang

subur dan sangat produktif untuk lahan pertanian.

Gambar: Pengukuran tekstur tanah secara kualitatif

D. KONDISI PENGGUNAAN LAHAN

Desa Gunungsari terletak di Kecamatan Bumiaji, Kota Batu dengan

luas desa sekitar 530 Ha. Dengan pembagian :

1) Pemukiman umum luas 65.433 (ha)

2) Pertanian sawah/irigasi luas 127.496 (ha)

3) Ladang/Tegalan luas 134.385 (ha)

Page 16: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

4) Hutan luas 3244 (ha)

5) Bangunan perkantoran luas 0.070 (ha)

6) Lapangan olahraga sepak bola 1.122 (ha) sedangkan lapangan bola

voli dan basket 0,060 (ha).

Gambar: Penggunaan lahan untuk pertanian di Dusun Brau, Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu

3.2 KONDISI SOSIAL

Penduduk Desa Gunungsari berjumlah sekitar 6685 jiwa dengan tingkat

pendidikan yang tergolong masih rendah yaitu Sekolah Dasar (SD). Penduduknya

sebagian besar berprofesi sebagai petani dan peternak. Penduduk kaum laki-

lakinya sebagian besar bekerja menjadi petani atau peternak, sedangkan

perempuannya sebagai ibu rumah tangga, selain itu ada juga yang bekerja sebagai

petani, apabila mempunyai ternak maka yang mencarikan pakannya adalah suami

yang dibantu oleh anaknya. Keahlian lain dari penduduk desa gunungsari adalah

sebagai dekorator bunga hias, baik untuk acara pernikahan, penataan taman dan

untuk pembuatan papan ucapan.

Sektor peternakan tidak menjadi sumber pendapatan utama bagi

masyarakat Desa Gunungsari dalam menghidupi kebutuhan keluarga mereka. Hal

tersebut dikarenakan sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai

petani bunga mawar potong (mayoritas) dan juga petani sayur. Keberadaan sektor

Page 17: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

peternakan di Desa Gunungsari ini sebagian besar terdapat di Dusun Prambatan

dan Dusun Brau, dengan komoditi ternak di dusun prambatan yaitu ternak kelinci

dan di dusun brau ternak sapi perah. Dusun Prambatan terdapat peternakan kelinci

besar yang merupakan milik perorangan dan dilokasi tersebut juga terdapat suatu

perkumpulan kelompok peternak kelinci yang dikelola dalam satu manajemen.

Namun minat masyarakat untuk mengembangkan sektor peternakan masih

tergolong relatif rendah, hal ini terlihat dari mayoritas penduduk Desa Gunungsari

lebih memilih sektor pertanian khususnya petani sayur dan bunga sebagai usaha

utama hal ini dikarenakan usaha tani sayur dan bunga mempunyai tingkat

perputaran modal yang cepat, keuntungan besar, membutuhkan lahan yang tidak

terlalu luas, resiko pencemaran lingkungan sedikit dan perawatan mudah.

3.3. POTENSI UTAMA PADA MASYARAKAT DUSUN BRAU, DESA

GUNUNGSARI, KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

Desa Gunungsari memiliki wilayah yang paling luas diwilayah kecamatan

Bumiaji, tetapi masyarakat desa tersebut masih belum bisa memanfaatkan dengan

maksimal potensi yang ada. Di desa ini dua potensi utama yang ada yaitu sektor

pertanian dan sektor peternakan.

1. Sektor Pertanian

Sektor pertanian adalah penggerak utama roda perekonomian desa

Gunungsari. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani bunga

mawar potong. Bunga mawar potong ini sebagian besar di kirim ke

Semarang, Bandung, Jakarta, dan Bali. Sebagian besar sawah atau ladang

milik warga desa ditanami bunga mawar potong. Oleh karena itu desa ini

merupakan sentra bunga mawar potong di Kota Batu. Selain itu dalam

jumlah yang tidak begitu besar, di desa ini juga menanam macam-macam

jenis sayuran, misalnya seledri, sawi, kol, cabe, bawang, wortel dan

lainnya. Untuk sayur jenis kubis sebagian besar komoditaas ini di kirim ke

Kalimantan.

Page 18: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

2. Sektor Peternakan

Sektor peternakan juga belum bisa menjadi potensi terbesar di Desa

Gunungsari, karena banyak faktor yang kurang mendukung. Faktor-faktor

tersebut adalah :

a. Banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai petani bunga dan

sayur.

b. Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa ternak hanya

sebagai tabungan dan belum bisa menjadikan ternak sebagai

komoditas ekonomi.

c. Keterbatasan modal untuk mengembangkan peternakan yang lebih

intensif.

d. Ketersediaan pakan di musim kemarau yang menyulitkan para

peternak.

e. Sentra peternakan terbesar Desa Gunungsari terletak di Dusun

Prambatan dan Dusun Brau. Dusun Prambatan memiliki komoditas

peternakan berupa kelinci. Jumlah populasi kelinci yang ada

sekitar 8.000 ekor. Sedangkan di dusun brau, komoditas ternak

yang ada yaitu sapi perah. Dusun ini merupakan terbesar ke dua se

kota Batu dalam hal produksi susu.

Komoditas peternakan yang beraada di Dusun Brau, Desa Gunungsari,

Kecamatan Bumiaji, Kota Batu adalah sebagai berikut:

a) Komoditas Sapi Perah

Dengan mayoritas masyarakat Brau yang rata-rata peternak dan di

kelola semenjak tahun 1975. Budidaya sapi perah ini dilakukan

masyarakat Brau sebagai penunjang ekonomi untuk kebutuhan hidup

sehari-hari. Sesuai hasil audit. Nestle pada tahun 2009

Populasi sapi perah di dusun Brau mencapai 650 ekor dengan

produksi susu mencapai 4500 liter per hari dan desa kami menjadi

penghasil susu nomor satu terbesar di Kota Wisata Batu

Untuk mencapai hasil susu yang berkualitas baik peternak

melakukan pemeliharaan sebagai berikut :

a. Memberi makan dan minum dilakukan 3x

Page 19: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

Pagi jam 04.00 WIB

Siang jam 11.00 WIB

Sore jam 17.00 WIB

b. Proses pemerahan 2x sehari

Pagi jam 05.00 WIB

Sore jam 15.00 WIB

c. Perawatan sapi dilakukan pagi hari sebelum pemerahan yaitu

memandikan dan bersih – bersih kandang.

b) Komoditas Peternakan Kelinci

Kelebihan ternak kelinci dibanding ternak lainnya

a. Bersifat prolifik (2-11 ekor per kelahiran, rata-rata 6 ekor)

b. Hamil / bunting dan menyusui pada waktu bersamaan

c. Pertumbuhan cepat ± 40 hari

d. Pakan tidak tergantung pada bahan baku impor dan mampu

konsumsi hijauan (rumput) serta produk limbah secara efisien dan

tidak bersaing dengan pangan

e. Dapat memanfaatkan limbah pertanian dan industri pangan

f. Mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mudah dibudayakan

g. Menghasilkan daging sehat dan halal dikonsumsi

h. Menghasilkan beragam produk seperti daging, kulit, bulu, pupuk

organik dan hias

i. Kualitas daging mengandung protein tinggi dan rendah kolesterol

Page 20: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengukuran kemiringan lereng yang diperoleh pada

Dusun Brau yang letaknya dikelilingi diantara gugusan perbukitan,pada lereng I

yang memiliki nilai 18 20’ dan pada lereng II yang memiliki nilai 40,08 50’ yang⁰ ⁰

artinya dapat dikatakan cukup besar. Artinya angka tersebut telah melebihi nilai >

15 serta jumlah curah hujan yang cukup tinggi hingga mencapai 3000 mm per

tahunnya. Sehingga wilayah Dusun Brau memiliki potensi tanah longsor setiap

tahunnya. Kondisi tersebut dinilai sangat rawan terutama bagi seluruh masyarakat

yang bermukim di dasar lembah.

Tindakan yang diambil oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah

Kota Batu ialah dengan memasang alat pendeteksi gerakan tanah di dusun Brau

desa Gunungsari Kota Batu. Pemasangan alat ini dimaksudkan untuk mendeteksi

secara dini akan potensi terjadinya bencana tanah longsor di dusun yang letaknya

dikelilingi perbukitan itu.

Dengan adanya alat EWS tersebut diharapkan setiap gerakan tanah yang

terjadi bisa langsung terpantau sebab alat EWS akan mengeluarkan suara sirine

dengan nada tertentu un- tuk memperingatkan warga sekitar.

4.2 SARAN

Mengingat persepsi masyarakat yang masih belum mengenal fungsi alat

pendeteksi gerakan tanah tersebut maka perlu diselenggrakan sosialisasi dan

penyuluhan EWS terhadap masyarakat Dusun Brau dan sekitarnya agar kegiatan

antisipasi jatuhnya korban bencana longsor dapat dihindari. Selain itu, kegiatan

sosial seperti halnya simulasi mitigasi bencana terhadap wilayah yang dikelilingi

gugusan perbukitan lainnya di Kota Batu juga dapat dilaksanakan, mengingat

topografi Kota batu yang merupakan perbukitan.

Page 21: Laporan Kkl Geo Bencana Rev

DAFTAR RUJUKAN

http://xuexie.blogspot.com/2012/05/observasi-sumber-brantas.html. Observasi Sumber Brantas.

http://lembahgunungsari.blogspot.com. Potensi Wisata Desa Gunung Sari Kecamatan Bumiaji Kota Batu

(http://id.wikipedia.org/wiki/Tanah_longsor)

http://zainalpertanian.wordpress.com/2013/05/

http://www.batukota.go.id/riset/berita-473-bpbd-pasang-alat-pendeteksi-gerakan-tanah.html?module=modul

http://fanny8c2blog.blogspot.com/p/profil-kota-batu.html. Profil Kota Batu. Diakses pada tanggal 17 November 2013

http://desawisatasumberbrantas.blogspot.com. Arboretum Sumberbrantas. Diakses pada tanggal 17 November 2013

Rahayu, Ami. Status Keberlanjutan Kota Batu Sebagai Kawasan Agropolitan. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: PPs Undip. (eprints.undip.ac.id/37871/2/Tesis.pdf.)