laporan kelas

112
1 PERCOBAAN I PENGENALAN ALAT LABORATORIUM DAN BAHAN KIMIA A. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui nama alat-alat laboratorium kimia 2. Menjelaskan fungsi-fungsi dan teknik penggunaan alat laboratorium 3. Mengetahui sifat kimia dan fisika dari bahan kimia B. Dasar Teori Secara teoritis ilmu kimia timbuh dan berkembang secara sistematik o proses yang disebut metode ilmiah. Metode ilmiah ini meliputi : 1. Pengamatan baik secara kualitatif maupun kuantitatif 2. Mencari bentuk dalam pengamatan 3. Perumusan teori (Hardjono, 2001) Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang komposisi materi dan sifat-sifat yang berhubungan dengan komposisinya tersebut. Secaralebih spesifik dikatakan bahwa ilmu kimia mempelajari unsur-unsur dan sifat-s reaksinya (Gold Berg, 2004). Tempat atau ruangan dilakukannya pengamatan disebut laboratori Definisi dari laboratorium adalah suatu ruang atau tempat yang di dalam dilengkapi dengan alat-alat dan bahan kimia untuk kepentingan e Fungsi utama laboratorium adalahuntuk melakukan eksperimen, kerja laboratorium, dan praktikum. Di dalam laboratorium sendiri ada macam alat laboratorium. Alat-alat tersebutlah yang digunakan dalam keg di laboratorium kimia yang dapat dipergunakan berulang-ulang. Alat ters terlihat unik dan menarik, di samping itu keunikan alat-alat k penanganan dan penggunaan yang maksimal. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang fungsi dan sifat dari alat-alat tersebut (Daupripadmawinoto, 19

Upload: atikah-risya-syilfiyani

Post on 22-Jul-2015

1.122 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

1

PERCOBAAN I PENGENALAN ALAT LABORATORIUM DAN BAHAN KIMIA

A. Tujuan Percobaan 1. Mengetahui nama alat-alat laboratorium kimia 2. Menjelaskan fungsi-fungsi dan teknik penggunaan alat laboratorium 3. Mengetahui sifat kimia dan fisika dari bahan kimia

B. Dasar Teori Secara teoritis ilmu kimia timbuh dan berkembang secara sistematik oleh proses yang disebut metode ilmiah. Metode ilmiah ini meliputi : 1. Pengamatan baik secara kualitatif maupun kuantitatif 2. Mencari bentuk dalam pengamatan 3. Perumusan teori (Hardjono, 2001) Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang komposisi materi dan sifat-sifat yang berhubungan dengan komposisinya tersebut. Secara lebih spesifik dikatakan bahwa ilmu kimia mempelajari unsur-unsur dan sifat-sifat reaksinya (Gold Berg, 2004). Tempat atau ruangan dilakukannya pengamatan disebut laboratorium. Definisi dari laboratorium adalah suatu ruang atau tempat yang di dalamnya dilengkapi dengan alat-alat dan bahan kimia untuk kepentingan eksperimen. Fungsi utama laboratorium adalah untuk melakukan eksperimen, kerja laboratorium, dan praktikum. Di dalam laboratorium sendiri ada bermacammacam alat laboratorium. Alat-alat tersebutlah yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium kimia yang dapat dipergunakan berulang-ulang. Alat tersebut terlihat unik dan menarik, di samping itu keunikan alat-alat kimia perlu penanganan dan penggunaan yang maksimal. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang fungsi dan sifat dari alat-alat tersebut (Daupripadmawinoto, 1981).

2

1. Penggunaan Alat Sebelum mulai melakukan penelitian di laboratorium praktikan harus mengenal dan memahami berbagai macam nama alat-alat laboratorium dan memahami carapenggunaan semua alat dasar yang biasa digunakan dalam laboratorium kimia dan menerapkan K3 dalam laboratorium. Di dalam laboratorium dikenal alat-alat ukur (volume) dengan berbagai tingkat ketelitian seperti pipet transfer, pipet ukur, buret, labu takar, dan alat ukur lainnya yang memiliki tingkat ketelitian tinggi. Gelas ukur ialah alat ukur dengan tingkat ketelitian yang sedang dan grlas kimia adalah alat ukur dengan tingkat ketelitian rendah. Selain alat tersebut ada juga alat seperti corong pisah, labu Erlenmeyer, thermometer, tabung reaksi, pembakar spiritus, pinset, penjepit tabung reaksi, spatula dan sendok spatula, klem serbaguna, klem 3 jari, tang gelas kimia, rak tabung reaksi kayu, rak tabung reaksi plastik, plat tetes, mortar (lumpang) dan stemper (alu), segitiga porselin, cawan krus, ball pipet, karet, dan lain sebagainya. Dengan kita mengetahui bahan dasar dari suatu alat kita dapat menentukan dan mempertimbangkan bagaimana cara penyimpanannya (Poedjianti, 1984). 2. Pengenalan Bahan-bahan Kimia Bahan kimia adalah semua bahan yang terdapat di sekitar kita dan merupakan materi yang terjadi dari bahan kimia. Bahan kimia yang telah kita ketahui dan yang telah kita kenal adalah bahan yang membahayakan seperti bahan kimia yang terdapat dalam tumbuhan. Misalnya air, kayu, bawang, kencur, kunyit, jahe, dan temulawak. Kita juga mengenal bahan kimia dalam bentuk sintesis yaitu bahan kimia hasil pembuatan pabrik. Misalnya bahan kimia dalam bentuk detergen, bahan pembasmi serangga, obat nyamuk, obat-obatan yang sering kita konsumsi dan lain sebagainya. Bahan kimia yang membahayakan akan mengakibatkan perubahan pada alam sekitar. Sedangkan bahan kimia yang ada dalam laboratorium jumlahnya relative banyak seperti jumlah peralatan. Disamping jumlahnya yang banyak, bahan kimia juga dapat menimbulkan resiko bahaya yang cukup tinggi oleh karena itu dalam pengelolaan laboratorium aspek

3

penyimpanan, penataan, dan pemeliharaan bahan kimia di antaranya meliputi aspek pemisahan (segregation), tingkat resiko bahaya (multiple hazards), pelebelan (lebeling), bahan kadaluarsa (outdate chemicals), inventarisasi (inventory), dan informasi resiko bahaya (hazard information). Penyimpanan dan penataan bahan kimia berdasarkan urutan alfabetis akan lebih tpat apabila bahan kimia telah dikelompokkan berdasarkan sifat fisis, dan sifat kiminya terutama tingkat bahayanya. Bahan kimia tidak boleh disimpan dalam suatu wadah dengan bahan kimia lainnya setiap bahan kimia harus disimpan dan diletakkan secara khusus dalam wadah khusus, dalam wadah sekunder terisolasi. Hal tersebut diberlakukan untuk mencegah percampuran dengan sumber bahaya yang lainnya seperti api, gas beracun, ledakan, atau degradasi kimia. Banyak bahan kimia yang memiliki sifat lebih dari satu jenis tingkat bahaya. Penyimpanan bahan kimia tersebut harus didasarkan atas tingkat resiko bahayanya yang paling tinggi. Misalkan benzene memiliki sifat hammble dan toksik. Sifat dasar terbakar memiliki resiko lebih tinggi daripada timbulnya karsinogen. Oleh karena itu penyimpanan benzene harus ditempatkan dalam kabin penyimpanan zat cair flammable daripada dalam kabin bahan toksik. Berikut ini merupakan panduan umum untuk mengurutkan tingkatnya bahaya bahan kimia dalam kaitannya dalam penyimpanan :

Bahan radioaktif > bahan piruforik > bahan eksplosif > cairan flammable > asam/basa korosif > bahan reaktif > bahan reaktif terhadap air > padatan flammable > bahan oksidator > bahan combustible > bahan toksik > bahan yang tidak memelrlukan pemisahan secara khusus.

Wadah zat kimia dari lokasi penyimpanan harus diberi label yang jelas. Label wadah harus mencantumkan nama bahan, tingkat bahaya, tanggal diterima, dan dipakai. Alangkah baiknya jika tempat penyimpanan masing-masing kelompok bahan tersebut diberi label

4

dengan warna berbeda misalnya warna merah untuk warna flammable, kuning untuk bahan oksidator, biru untuk bahan toksik, putih untuk bahan korosif, dan hijau untuk bahan bahaya rendah. Label diberikan pada lokasi penyimpanan. Selain itu pemberian label pada botol reagen diantaranya nama kimia dan rumusnya, konsentrasi, tanggal penerimaan, tanggal pembuatan, nama penggunaan reagen, lama hidup, tingkat bahaya, klasifikasi lokasi penyimpanan, nama, dan alamat pabrik. Selain bahan kimia ditempatkan pada fasilitas penyimpanan yang bersih, kering, dan jauh dari sumber panas atau diletakkan di tempat yang terhindar dari sengatan sinar matahari. Selain itu tempat penyimpanan harus dilengkapi dengan tempat penyimpanan yang berventilasi yang menuju ruang asap atau menuju lapangan. Pada penataan bahan kimia pun diperlukan sumber literature unutk mengetahui spesifik masingmasing bahan kimia tersebut. Dan biasanya, spesifikasi bahan kimia dapat kita jumpai pada buku-buku penuntun bahan kimia ataupun buku katalog bahan kimia (Widhy, 2009). Bahan kimia terdiri dari bahan padatan, cairan, dan gas. Padatan juga terdiri dari bermacam-macam jenis; padatan biasa, tidak higroskopis, dan tidak menyublim contohnya amilum dan natrium karbonat, padatan higroskopis contoh NaOH dan KSCN, padatan mudah menguap/menyublim contoh contoh yodium dan ammonium karbonat, padatan peka cahaya contoh perak nitrat dan kalium permanganate, padatan pejka air contoh Na dan K, dan padatan peka oksigen/uadara contoh fosfor. Yang kedua yaitu jenis bahan kimia cairan yang dapat diklasifikasi lagi menjadi; cairan biasa contoh aquades, cairan mudah menguap contoh ammonia dan HCl, cairan mudah mengikat uap contoh asam sulfat, dan cairan mudah terbakar contohnya methanol dan bensin (Soemanto, 2000)

5

C. Prosedur Kerja 1. Didengarkan penjelasan dari asisten praktikum 2. Diisi tabel sesuai dengan penjelasan asisten praktikum

D. Hasil Pengamatan 1. Pengenalan alat NO. 1. GAMBAR ALAT SPESIFIKASI Nama : Pipet tetes Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengambil sejumlah larutan , dalam jumlah yang sedikit 2. Nama : Pipet gondok Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengambil larutan dengan tingkat ketelitian tinggi dan jumlah larutan yang banyak 3. Nama : Pipet skala Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengambil larutan dengan tingkat ketelitian sedang dengan skala disepanjang dindingnya 4. Nama : Kaca Arloji Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Wadah untuk menimbang dan melarutkan larutan yang sedikit jumlahnya 5. Nama : Batang pengaduk Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengaduk suatu larutan

6

6.

Nama : Gelas ukur Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Memudahkan mengambil larutan yang tidak memerlukan ketepatan tingi dalam perhitungan volumenya

7.

Nama : Erlenmeyer Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengukur volume titran , tingkat ketelitian lebih tinggi dari gelas ukur , juga dugunakan sebagai wadah

8.

Nama : Tabung reaksi Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mereaksikan suatu zat

9.

Nama : Corong pisah Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Memisahkan suatu zat dengan berdasarkan berat jenis

10.

Nama : Gelas kimia Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Wadah zat kimia , memansakan cairan serta melarutkan bahan kimia . Tahan terhadap suhu hingga 200oC

11.

Nama : Labu ukur Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Proses homogenisasi larutan

7

12.

Nama : Corong biasa Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Memindahkan larutan dari suatu wadah ke wadah lain

13.

Nama : Buret Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengatur volume titran

14.

Nama : Bunsen Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : memansakan dengan cairan didalamnya sebagai bahan bakar . Biasanya berisi spiritus berwarna biru

15.

Nama : Piknometer Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengukur berat jenis suatu zat

16.

Nama : Termometer Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Mengukur suhu

17.

Nama : Rak tabung raksi Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Rak ini digunakan sebagai tempat menyimpan atau menyangga tabung reaksi.

8

18.

Nama : Sikat tabung Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Untuk membersihkan bagian dalam alat kimia/ laboratorium berupa tabung.

19.

Nama : Kawat kasa Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Tempat diletakkan gelas kimia , tabung reaksi , gelas ukur dll agar tidak terkena api langsung pada saat proses pemanasan oleh bunsen

20.

Nama : Labu destilasi Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Wadah dalam proses destilasi

21.

Nama : Kaki tiga Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Sebagai penyangga pada proses pemanasan

22.

Nama : Spatula Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Mengambil bahan kimia yang berupa padatan

23.

Nama : Mortir dan stamper Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Menghancurkan , menghaluskan dan mencampurkan bahan kimia padatan

9

24.

Nama : Cawan porselin atau cawan uap Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Untuk mereaksikan zat dalam suhu tunggi . Biasanya digunakan pada uji nyala

25.

Nama : Bola hisap (Propipet) Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Pasangan dari pipet volume , untuk menghisap udara , mengeluarkan dan menahan larutan

26.

Nama : Statif Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Menegakkan buret pada proses titrasi

27.

Nama : Klem Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Penjepit tabung buret yang dipasang pada statif

28.

Nama : Tabung sentrifus Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Untuk memisahkan cairan

29.

Nama : Botol semprot Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Menyimpan aquades

10

30.

Nama : Plat tetes Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Mereaksikan bahan-bahan yang berbeda

31.

Nama : Corong buchner Jenis Peralatan : Non kaca Fungsi : Untuk menyaring

32.

Nama : Kuvet Jenis Peralatan : Kaca Fungsi : Untuk menaruh sampel larutan yang berwarna yang akan dimasukkan kedalam spektrofotometer

33.

Nama : Hot plate Jenis Peralatan : Alat Fungsi : Memansakan

34.

Nama : Timbangan digital Jenis Peralatan : Alat Fungsi : Menimbang bahan. Memiliki tingkat ketelitian yang tinggi

35.

Nama : Vortex mixer Jenis Peralatan : Alat Fungsi : Homogenisasi larutan

11

2. Simbol-simbol pada bahan kimia NO. 1. GAMBAR SPESIFIKASI Oxideing = tidak mudah terbakar , tapi apabila ada detector dengan bahan yang mudah terbakar akan meningkatkan resiko kebakaran 2. (F) Pada gambar disamping menunjukkan bahwa terbakar. Contoh : aseton 3. (F+) Pada gambar disamping menunjukkan bahwa bahan kimia tersebut sangat mudah terbakar 4. (T) Lambang toxic berarti bahan kimia bersifat racun 5. (T+) Lambang (T+) very toxic yang berarti bahan kimia bersifat sangat racun 6. Bahan kimia bersifat korosif atau dapat merusak jaringan hidup bahan tersebut mudah

7.

(Xi) Lambang Xi (irritant) berarti dapat menyebabkan iritasi pada jaringan atau organ tubuh

12

8.

(Xn) Lambang Xn (harmful) berarti bahan tersebut dapat melalui jaringan atau organ tubuh

9.

(N) Lambang N (dangerous for the

environment) berarti bahan kimia tersebut bersifat bahaya bagi

lingkungan atau satwa 10. Bahan kimia yang tertera pada

lambang ini , menunjukkan bahwa bahan kimia mudah meledak apabila ada gesekan , pukulan , benturan dan pemanasan

13

BETAMETHASONE IDENTIFIKASI BAHAN KIMIA Nama IUPAC Betamethasone Betamethasone Nama Kimia Dagang Rumus Kimia C22H29FO5 IDENTIFIKASI BAHAYA - Iritan pada mata BahayaKesehatanAkut - Iritan pada kulit - Iritan pada sistem pencernaan - Iritan pada sistem pernapasan BahayaKesehatanKronis - Berbahaya jika dikonsumsi - Iritan pada kulit - Iritan pada mata - Iritan pada sistem pernapasan PENANGANAN PERTAMA - Lepaskan lensa kontak (jika pakai) Terkena Mata - Segera siram mata dengan air mengalir selama 15 menit - Dapatkan perawatan - Segera cuci bagian kulit yang terkena dengan Terkena Kulit sabun - Bungkus kulit yang terkena iritasi dengan bahan yang lunak - Dapatkan perawatan - Ke tempat terbuka (udara bebas) Terhirup - Jika tidak bernapas, beri bantuan pernapasan - Jika sulit bernapas, beri oksigen - Segera dapatkan perawatan - Jangan dirangsang untuk muntah kecuali Tertelan disarankan oleh paramedis - Kendurkan bagian pakaian yang ketat - Jangan memasukkan apapun dengan mulut pada orang yang pingsan - Hubungi petugas kesehatan IDENTIFIKASI KEBAKARAN & LEDAKAN TitikBakar Tidak tersedia TitikNyala Tidak tersedia PenangananKebakaran Kecil : Gunakan serbuk kering (dry chemical powder)

14

Besar : Gunakan semprotan air, kabut atau busa. Jangan menggunakan water jet PENYIMPANAN Simpan pada tempat yang tertutup rapat, simpan pada tempat yang sejuk dan berventilasi cukup SIFAT FISIKA DAN KIMIA Bentuk, warna, bau Serbuk padat Titikleleh 232C Beratmolekul 392.46 g/mol Kelarutan Sebagian mengendap dalam methanol, tidak mengendap dalam air dingin

15

E. Pembahasan Pada percobaan kali ini diperkenalkan alat-alat yang berada didalam laboratorium. Didalam laboratorium, alat alat tersebut digolongkan menjadi 4 golongan, yaitu alat alat kaca, non kaca, instrument dan preparatif. Alat alat tersebut digolongkan berdasarkan dari bahan alat tersebut, misalnya pepet tetes, pipet gondok, tabung reaksi, labu ukur, buret adalah golongan kaca karena alat tersebut terbuat dari kaca. Penggunaannya harus hati-hati, dikarenakan beberapa bahan kaca tersebut mudah pecah. Namun, ada bahan seperti tabung reaksi, gelas kimia, dan labu destilasi tahan apabila dilakukan pemanasan. Pada gelas kimia tahan terhadap suhu tinggi hingga 200oC, kemudian labu destilasi yang tahan apabila dalam proses destilasi. Terdapat juga bahan yang mudah pecah seperti pipet tetes. Pipet tetes berfungsi untuk mengambil sejumlah larutan dengan tungkat ketelitian yang paling rendah, dimana tingkat ketelitian sedang berada pada pipet ukur dan tingkat ketelitian tinggi berada pada pipet volume atau pipet gondok. Tingkat ketelitian pipet dapat dilihat dari skala yang terdapat dalam pipet tersebut, misalnya pipet gondok hanya memiliki satu skala misalnya 50mL sehingga dapat diketahui dengan jelas posisi 50mL pada pipet tersebut saat mengambil sejumlah larutan, sehingga memperkecil kesalahan pembacaan skala yang terjadi. Selain terdapat bahan kaca, ada juga bahan non kaca seperti tiga kaki, kawat kasa, tabung sentrifus, lumpang dan alu (mortir dan stamper), cawan porselin, bola hisap, klem, statif. Bahan tersebut dikatakan non kaca karena tebuat dari bahan seperti plastik, besi, kawat ataupun porselin. Terdapat juga alat-alat laboratorium yang disebut instrument dan preparatif. Preparatif merupakan peralatan digital seperti vortex mixer, timbangan digital, neraca lengan, neraca ohaus, spektro, dan vacum. Ada juga alat-alat seperti thermoline, kompresor, hot plate, rotary evaporator, magnetic stirrer, enkas, oven, waterbath, shaker, dan juga ruang steril.

16

Selain

alat-alat

laboratorium,

lambang

bahan

kimia

yang

ada

dilaboratorium juga harus diketahui. Misalnya oxidizing (tidak mudah terbakar), toxic (bersifat racun), very toxic (bersifat sangat racun), mudah terbakar, sangat mudah terbakar, korosif (dapat merusak jaringan hidup), N dangerous for the environment dan ada juga bahan yang mudah meledak apabila ada pukulan atau gesekan. MSDS atau dalam bahasa kita dikenal dengan Informasi Data Keamanan Bahan merupakan informasi mengenai cara pengendalian bahan kimia berbahaya (B3), bisa diartikan juga lembar keselamatan bahan. Informasi MSDS ini berisi tentang uraian umum bahan, sifat fisik dan kimiawi, cara penggunaan, penyimpanan hingga pengelolaan bahan buangan. MSDS (Material Safety Data Sheet) untuk bethametashone rumus kimianya yaitu C22H29FO5. Identifikasi bahaya pada kesehatan akut yaitu iritan pada mata, kulit, system pencernaan dan system pernapasan. Identifikasi bahaya untuk kesehatan kronis yaitu berbahaya apabila dikonsumsi, iritan pada kulit, mata dan system pernapasan. Apabila zat ini terkena mata, maka segera lepaskan lensa jika anda memakainya, segera siram mata dengan air mengalir selama kurang lebih 15 menit, apabila masih berlanjut segera berikan perawatan medis. Apabila zat ini terkena kulit, maka segera cuci bagian kulit yang terkena dengan sabun, bungkus kulit yang terkena iritasi dengan bahan yang lunak, dan apabila masih berlanjut segera berikan perawatan medis. Apabila zat ini terhirup segera pergi ke tempat terbuka (udara bebas), jika tidak bernapas berikan bantuan pernapasan, jika sulit bernapas maka diberi oksigen. Dan apabila masih berlanjut segera berikan perawatan medis. Apabila zat ini tertelan, maka jangan dirangsang untuk muntah kecuali disarankan oleh paramedic, kendurkan bagian pakaian yang ketat, jangan memasukkan apapun dengan mulut pada orang yang pingsan dan apabila berlanjut hubungi petugas kesehatan. Bethametashone tidak memiliki titik bakar dan titik nyala. Penanganan kebakaran oleh Bethametashone, apabila terjadi kebakaran kecil gunakan serbuk kering (gray chemical powder) dan apabila terjadi kebakaran besar gunakan semprotan air, kabut atau busa dan jangan menggunaka water

17

jet. Zat ini harus disimpan pada tempat yang tertutup rapat, simpan pada tempat yang sejuk dan berventilasi cukup. Bethametashone merupakan serbuk padat yang memiliki titik leleh 232oC, berat molekulnya yaitu 392,46g

/mol.

Bethametashone sebagian mengendap dalam methanol tetapi tidak mengendap dalam air dingin.

18

F. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Alat alat laboratorium dibagi dalam empat macam golongan, yaitu peralatan kaca non kaca, preparative dan instrument 2. Alat laboratorium memiliki fungsi masing-masing sesuai dengan teknik penggunaannya 3. Sifat kimia dan fisika bahan kimia bemacam-macam, yaitu oxidizing, toxic, very toxic, irritant, harmful, korosif, mudah terbakar, mudah meledak dan berbahaya bagi lingkungan atau satwa 4. MSDS adalah informasi mengenai cara pengendalian bahan kimia berbahaya (B3), bisa diartikan juga lembar keselamatan bahan

19

PERCOBAAN II PEMBUATAN LARUTAN

A. Tujuan 1. Mengetahui macam-macam konsentrasi dalam larutan 2. Mengetahui dan menghitung konsentrasi larutan 3. Mengetahui dan menjelaskan teknik pembuatan larutan

B. Dasar Teori Larutan adalah campuran homogen dalam suatu campuran, terdapat molekul-molekul, atom-atom, ion-ion dan zat atau lebih disebut campuran, karena susunannya dapat diubah-ubah disebut campuran homogen, karena komponen-komponen penyusunnya telah kehilangan sifat fisiknya dan susunannya sangat seragam sehingga tidak dapat diamati (Anshary, 1999). Larutan (solutio) terdiri dari zat pelarut (solvent) dan satu atau lebih zat terlarut (solute). Pelarut adalah medium tempat suatu zat lain terlarut. Pelarut dikenal juga sebagai zat pendispersi, yaitu tempat menyebarnya partikelpartikel zat terlarut. Zat terlarut adalah zat yang terdispersi di dalam pelarut. (Sumardjo, 2009) Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah tekanan dan suhu. Kelarutan zat padat dan cairan tidak terpengaruh oleh tekanan, sedangkan kelarutan gas-gas akan bertambah, apabila tekanan diperbesar (Anshary, 1999). Terdapat dua komponen yang penting dalam suatu larutan, yaitu pelarut dan zat yang dilarutkan dalam pelarut tersebut. Apabila dua atau lebih komponen dicampurkan dan membentuk campuran homogen, larutan yang dihasilkan dapat berfase gas, larutan cair dan padat. Campuran etil alkohol dengan air dalam perbandingan 50 : 50 sifat fisik baik air maupun etil alkohol tetap dipertahankan jumlah keduanya. Zat dalam larutan sama (Karyadi, 1997).

20

Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam suatu larutan. Apabila zat terlarut banyak sekali, sedangkan pelarutnya sedikit, maka dapat dikatakan bahwa larutan itu pekat atau konsentrasinya sangat tinggi. Sebaliknya bila zat yang terlarut sedikit sedangkan pelarutnya sangat banyak, maka dapat dikatakan sebagai larutan encer atau konsentrasinya sangan rendah. Banyak cara untuk memeriksa konsentrasi larutan, yang semuanya menyatakan kuantitas zat terlarut dalam kuantitas pelarut (atau larutan). Dengan demikian, setiap sistem konsentrasi harus menyatakan butir-butir berikut: 1. Satuan yang digunakan untuk zat terlarut 2. Kuantitas kedua dapat berupa pelarut atau larutan keseluruhan 3. Satuan yang digunakan untuk kuantitas kedua (Petruci, 1996) Konsentrasi dapat dinyatakan dengan beberapa cara, yaitu: 1. Persen volume Persen volume menyatakan jumlah liter zat terlarut dalam 100 liter larutan, misalnya: alkohol 76% berarti dalam 100 liter air larutan alkohol terdapat 76 liter alkohol murni. 2. Persen massa Persen massa menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram larutan. Contohnya: sirup merupakan larutan gula 80%, artinya dalam 100 gram sirup terdapat 80 gram gula. 3. Molalitas Molalitas menyatakan banyaknya jumlah mol zat terlarut per kilo gram pelarut yang terkandung dalam suatu larutan molalitas (m) dan tidak dapat dihitung dari konsentrasi (M), kecuali jika rapatan (densitas) larutan itu diketahui. 1000 gram pelarut

M = mol terlarut x

21

massa Mol terlarut = BM

4. Molaritas Menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter atau 1000 mL larutan mol zat terlarut M= liter larutan gram Mr 5. Normalitas Suatu jumlah gram ekuivalen zat terlarut yang terkandung dalam 1 liter larutan. Batas ekuivalen adalah fraksi bobot molekul yang berkenaan dengan satu satuan tertentu, reaksi kimia dan 1 gram ekuivalen adalah fraksi yang sama daripada 1 mol. gram ekuivalen zat terlarut N= cm3 larutan / liter larutan x 1000 V larutan

M=

6. Fraksi mol Fraksi mol dalam suatu larutan didefinisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi dengan jumlah mol keseluruhan komponen dalam larutan itu. Jumlah fraksi seluruh komponen dalam setiap larutan adalah: n (pelarut) X pelarut = n (terlarut) + n (pelarut) n (larutan) X larutan = n (terlarut) + n (pelarut)

Dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mil persen (Karyadi, 1997).

22

Skala konsentrasi molar dan normalitas sangat bermanfaat untuk eksperimen volumetri dimana kuantitas zat terlarut dalam larutan dengan volume bagian larutan itu. Skala normalitas sangat menolong dalam membandingkan volume dua larutan yang diperlukan untuk bereaksi secara kimia. Keterbatasan skala normalitas adalah bahwa suatu larutan mungkin memiliki lebih dari satu nilai normalitas, bergantung pada reaksi yang menggunakannya. Skala fraksi mol sangat berguna dalam karya-karya teoritas karena banyak sifat-sifat fisika larutan dapat dinyatakan dengan lebih jelas dalam perbandingan jumlah molekul pelarut dan zat pelarut. Kimia volumetri yaitu pembuatan larutan baku. Zat murni di timbang dengan teliti, kemudian dilarutkan dalam labu ukur sampai volume tertentu dengan tepat. Dimana normalitasnya diperoleh dengan perhitungan larutan. Larutan baku primer, yaitu Natrium oksalat, Kalium bikromat, Natrium karbonat, dan Kalium iodida. Zat-zat kimia yang dipakai untuk membuat larutan harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1. Zat yang digunakan harus murni dan mempunyai rumus molekul yang pasti 2. Zat yang digunakan harus mempunyai berat ekuivalen yang pasti 3. Zat yang digunakan mudah dikeringkan 4. Zat yang digunakan stabil, dimana larutan baku primer dapat dipakai untuk menentukan kadar larutan yang tidak diketahui (Sumardjo, 2009) Terjadinya asosiasi dalam reaksi-reaksi netralisasi merupakan dasar dari proses titrasi. Setiap langkah dalam titrasi menyatakan [H+] [OH-] = 1,0 x10-14 dalam larutan. Setiap cara yang melokalisir titik dimana pH berubah sangat cepat dapat dignakan untuk mendeteksi titik ekivalen dari suatu titrasi, yaitu titik dimana jumlah ekivalen dari basa dan asam telah tercampur. Salah satu cara menentukan titik ekivalen adalah dengan menggunakan zat warna yang mempunyai warna yang sensitif terhadap konsentrasi ion hidrogen. Zat warna

23

ini dapat digunakan sebagai indikator dan dapat memberikan keterangan tentang pH suatu larutan. Hampir tetapnya pH dalam suatu sistem dimana asam atau basa ditambahkan adalah disebabkan karena pengaruh buffer dari keseimbangan asam-basa. Sebagai contoh pikirkan suatu larutan yang mengandung molekulmolekul asam asetat dan ion-ion asetat. Dasar keseimbangan dalam larutan ini dituliskan: CH3COOH H+ + CH3COOyang memberikan [H+] [CH3COOH-] [CH3COOH] Penyelesaian persamaan ini menyatakan H+ diperoleh: [H+] = k [CH3COOH] [CH3COO-] Yang menyatakan bahwa konsentrasi ion hidrogen dari larutan tersebut tergantung pada K dan pada perbandingan konsentrasi-konsentrasi asam asetat yang tak terdisosiasi dengan ion asetat. Bila diambil negatif logaritma pada kedua sisi persamaan akan diperoleh: pH = - log K log [CH3COOH] [CH3COO-] (Sastrohamidjojo, 2010)

=K

24

C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Batang pengaduk b. Botol reagen c. Botol semprot d. Corong e. Gelas kimia f. Kaca arloji g. Labu ukur 25 mL, 50 mL, 100 mL dan 250 mL h. Pipet volume i. Propipet j. Spatel logam k. Timbangan 2. Bahan a. Aquades b. CH3COOH c. CuSO4 . 5H2O d. Etiket e. H2C2O4 . 2H2O f. H2SO4 pekat g. Na2S2O3 . 5H2O h. Padatan K2Cr2O7 i. Padatan NaOH

D. Prosedur Kerja 1. Pembuatan 100 mL NaOH 0,01 N dari padatan NaOH . a. Dihitung berat padatan NaOH 0,01 N yang dibutuhkan dalam membuat 100 mL NaOH 0,01 N, b. Ditimbang padatan NaOH 0.01 N hasil perhitungan,

25

c. Dilarutkan dengan sedikit aquades di dalam gelas kimia, aduk sampai semua padatan larut, d. Didinginkan larutan dan masukkan ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan aquadessampai tanda batas, e. Dihomogenkan dan dimasukkan ke dalam botol reagen yang telah dicuci bersih dan kering, f. Diberi label pada botol tersebut sesuai dengan nama, konsentrasi, tanggal pembuatan dan sifat kelarutan. 2. Pembuatan 250 mL asam oksalat 0,01 N dari padatan asam oksalat. a. Dihitung berat padatan asam oksalat yang dibutuhkan dalam membuat 250 mL asam oksalat 0,01 N, b. Ditimbang padatan asam oksalat sejumlah hasil perhitungan, c. Dimasukkan padatan asam oksalat yang telah ditimbang ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquades dan diaduk sampai larut, d. Dipindahkan larutan yang ada dalam gelas kimia ke dalam labu ukur 250 mL, ditambahkan aquades sampai tanda batas, e. Dihomogenkan dan dipindahkan larutan ke botol reagen yang telah dicuci bersih dan kering, f. Diberi label pada botol tersebut sesuai dengan nama, konsentrasi, tanggal pembuatan dan sifat kelarutan. 3. Pembuatan 100 mL asam sulfat 4 N dari asam sulfat pekat. a. Ditentukan konsentrasi larutan asam sulfat pekat, b. Dihitung volume asam sulfat pekat yang dibutuhkan dalam membuat 100 mL asam sulfat 4 N, c. Dimasukkan sedikit aquades ke dalam labu ukur 100 mL, d. Dipipet asam sulfat sejumlah hasil perhitungan (b), e. Dimasukkan asam sulfat pekat yang telah dipipet ke dalam labu ukur 100 mL (c), ditambahkan aquades sampai tanda batas, f. Dihomogenkan dan dipindahkan larutan ke botol reagen yang telah dicuci bersih dan kering,

26

g. Diberi label pada botol tersebut sesuai dengan nama, konsentrasi, tanggal pembuatan dan sifat kelarutan. 4. Pembuatan 150 mL K2Cr2O7 0,01 N dari padatan K2Cr2O7. a. Dihitung berat padatan K2Cr2O7 yang dibutuhkan dalam membuat 100 mL dan 50 mL K2Cr2O7 0,01 N, b. Ditimbang padatan K2Cr2O7sejumlah hasil perhitungan, c. Dimasukkan padatan K2Cr2O7 yang telah ditimbang ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquades dan aduk sampai larut, d. Dipindahkan larutan yang ada dalam gelas kimia ke dalam labu ukur 100 mL dan 50 mL, ditambahkan aquades sampai tanda batas, e. Dihomogenkan dan dipindahkan larutan ke botol reagen yang telah dicuci bersih dan kering, f. Diberi label pada botol tersebut sesuai dengan nama, konsentrasi, tanggal pembuatan dan sifat kelarutan. 5. Pembuatan 25 mL asam asetat 3 % dari asam asetat 100 %. a. Dihitung volume asam asetat 100 % yang dibutuhkan untuk membuat 25 mL asam asetat 3 %, b. Dipipet asam asetat 100 % sesuai hasil perhitungan, dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL dan ditambahkan aquades sampai tanda batas, c. Dihomogenkan dan dipindahkan larutan ke botol reagen yang telah dicuci bersih dan kering, d. Diberi label pada botol tersebut sesuai dengan nama, konsentrasi, tanggal pembuatan dan sifat kelarutan. 6. Pembuatan 100 mL Na2S2O3 0,01 N dari Na2S2O3 . 5H2O a. Dihitung berat Na2S2O3 . 5H2O yang dibutuhkan dalam membuat 100 mL Na2S2O3 0,01 N, b. Ditimbang Na2S2O3 . 5H2O sejumlah hasil perhitungan, c. Dimasukkan Na2S2O3 . 5H2O yang telah ditimbang ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquades dan diaduk sampai larut, d. Dipindahkan larutan yang ada dalam gelas kimia ke dalam labu ukur 100 mL, ditambahkan aquades sampai tanda batas,

27

e. Dihomogenkan dan dipindahkan larutan ke botol reagen yang telah dicuci bersih dan kering, f. Diberi label pada botol tersebut sesuai dengan nama, konsentrasi, tanggal pembuatan dan sifat kelarutan. 7. Pembuatan 25 mL larutan Cu2+ 100 ppm dari padatan CuSO4 . 5H2O. a. Dihitung berat CuSO4 . 5H2O yang dibutuhkan dalam membuat 25 mL Cu2+ 100 ppm, b. Ditimbang CuSO4 . 5H2O sejumlah hasil perhitungan, c. Dimasukkan CuSO4 . 5H2O yang telah ditimbang ke dalam gelas kimia, ditambahkan aquades dan diaduk sampai larut, d. Dipindahkan larutan yang ada dalam gelas kimia ke dalam labu ukur 25 mL, ditambahkan aquades sampai tanda batas, e. Dihomogenkan dan dipindahkan larutan ke botol reagen yang telah dicuci bersih dan kering, f. Diberi label pada botol tersebut sesuai dengan nama, konsentrasi, tanggal pembuatan dan sifat kelarutan.

28

E. Hasil Pengamatan 1. Perhitungan a. Pembuatan 100 mL NaOH 0,01 N dari padatan NaOH

M

gram 4

Jadi diambil sebanyak 0,04 gram dari padatan NaOH untuk dilarutkan dengan 100 mL aquades. b. Pembuatan 250 mL asam oksalat 0,01 N dari padatan asam oksalat.

29

Jadi diambil sebanyak 0,157 gram dari padatan asam oksalat untuk dilarutkan dengan 250 mL aquades. c. Pembuatan 100 mL asam sulfat 4 N dari asam sulfat pekat.

Jadi diambil sebanyak 16,9 mL dari larutan asam sulfat pekat untuk dicampurkan dengan aquades sampai 100 mL. d. Pembuatan 150 mL K2Cr2O7 0,01 N dari padatan K2Cr2O7. 1.) Pembuatan 50 mL K2Cr2O7 0,01 N

30

Jadi diambil sebanyak 0,0245 gram dari padatan K2Cr2O7 untuk dilarutkan dengan 50 mL aquades. 2.) Pembuatan 100 mL K2Cr2O7 0,01 N

Jadi diambil sebanyak 0,049 gram dari padatan K2Cr2O7 untuk dilarutkan dengan 100 mL aquades. e. Pembuatan 25 mL asam asetat 3 % dari asam asetat 100 %.

Jadi diambil sebanyak 0,75 mL dari larutan asam asetat 100 % untuk dicampurkan dengan aquades sampai 25 mL.

31

f. Pembuatan 100 mL Na2S2O3 0,01 N dari Na2S2O3 . 5H2O.

Jadi diambil sebanyak 0,124 gram dari padatan Na2S2O3 . 5H2O untuk dilarutkan dengan 100 mL aquades. g. Pembuatan 25 mL larutan Cu2+ 100 ppm dari padatan CuSO4 . 5H2O.

O

Jadi diambil sebanyak 9,82 mg dari padatan dilarutkan dengan 25 mL aquades

O untuk

32

F. Pembahasan Larutan adalah campuran homogen dari dua jenis zat atau lebih yang terdispersi baik secara molekul, atom, ataupun ionik. Larutan terdiri dari zat pelarut (solvent) dan satu atau lebih zat terlarut (solute). Hal yang penting dalam pembuatan larutan adalah konsentrasi larutan itu sendiri yang merupakan hasil perbandingan zat terlarut yang larut dalam pelarut. Dalam larutan dikenal beberapa satuan konsentrasi larutan seperti fraksi mol, molaritas, molalitas, normalitas, persentase, dan ppm atau bpj (bagian per juta). Percobaan ini bertujuan untuk memahami macam-macam konsentrasi, menghitung konsentrasi, menimbang padatan yang dibutuhkan dalam membuat larutan, dan mengetahui sifat dari sebuah larutan. Dalam percobaan ini membuat larutan NaOH 0,01N; asam sulfat 2N; K2Cr2O7 0,1N; asam oksalat 0,01N; asam asetat 3%; Na2S2O3 0,01N; dan tembaga (II) sulfat 100 ppm. Pembuatan NaOH 0,01N sebanyak 200 mL dimulai dengan menghitung padatan NaOH yang akan diambil untuk membuat larutan. Setelah didapatkan perhitungan, dilakukan penimbangan bahan dengan menggunakan timbangan digital, karena timbangan timbangan digital memiliki tingkat ketelitian yang tinggi dan tidak memerlukan proses kalibrasi seperti timbangan biasa. Setelah didapatkan massa yang sesuai dangan hasil perhitungan, padatan dimasukkan kedalam gelas kimia dan dilarutkan dengan sedikit air untuk mempermudah proses homogenisasi. Diaduk hingga homogen dengan menggunakan batang pengaduk. Setelah itu dipindahkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan aquades sesuai volume yang diinginkan, lalu dikocok untuk menghomogenkan larutan. Setelah homogen, larutan dipindahkan ke dalam botol reagen dan diberi label. Larutan NaOH bereaksi secara eksoterm dimana melepaskan kalor ketika dilarutkan dalam air, sehingga dibutuhkan bantuan lap kasar dalam homogenisasi. Pembuatan asam oksalat 0,01N menggunakan aquades sebagai pelarut. Pertama dilakukan penimbangan asam oksalat yang akan digunakan sesuai dengan hasil perhitungan menggunakan timbangan digital. Setelah didapat massa yang diinginkan, padatan dilarutkan dalam gelas kimia dengan aquades

33

secukupnya. Setelah larutan tersebut homogen, dimasukkan larutan kedalam labu ukur dan ditambahkan aquades secara perlahan untuk menghindari kelebihan aquades dari tanda batas. Karena larutan ini bukan larutan berwarna, penambahan aquades dilakukan hingga mencapai miniskus bawah, sehingga tidak boleh melebihi batas pada labu ukur. Setelah itu dilakukan homogenisasi pada larutan dan dipindahkan ke dalam botol reagen coklat. Pembuatan asam sulfat dilakukan dengan menghitung konsentrasi asam sulfat terlebih dahulu, lalu dilakukan perhitungan untuk mendapatkan massa yang dibutuhkan. Setelah didapat hasil perhitungan, timbang hingga didapat massa yang sesuai dengan hasil perhitungan. Asam sulfat merupakan asam kuat yang berbahaya dalam penggolongan bahan kimia, sehingga untuk melarutkannya menggunakan cara yang berbeda. Asam sulfat disimpan dan dibuat di lemari asam. Aquades dimasukkan ke dalam labu ukur terlebih dahulu, lalu dipipet asam sulfat yang disimpan dalam lemari asam dan dimasukkan ke dalam labu ukur. Pemasukan asam sulfat dilakukan dengan mengalirkan asam sulfat pada dinding labu ukur. Hal ini untuk menghindari percikan akibat reaksi asam sulfat yang dapat merusak tabung. Setelah asam sulfat dimasukkan semua ke dalam labu ukur, tambahkan aquades hingga volume yang diinginkan. Kocok larutan untuk mendapatkan hasil yang homogen. Larutan yang terbentuk dipindahkan kedalam botol reagen yang telah diberi label. Pembuatan kalium bikromat 150 mL menggunakan dua buah labu ukur dikarenakan tidak ada labu ukur berukuran 150 mL. pertama dihitung berat kalium bikromat yang dibutuhkan untuk membuat 150 mL larutan kalium bikromat, kemudian ditimbang sesuai dengan hasil perhitungan yang didapatkan. Untuk volume 100 mL digunakan massa dua kali lebih banyak dari padatan yang digunakan untuk volume 50 mL. massa ditimbang satu per satu lalu masukkan ke dalam gelas kimia dan dilarutkan hingga homogen. Setelah homogen masukkan larutan ke dalam labu ukur dan ditambahkan aquades hingga volume yang diinginkan. Kocok hingga homogen dan masukkan ke dalam botol reagen yang telah diberi label.

34

Asam asetat dimulai dengan perhitungan volume dalam proses pembuatannya. Asam asetat diambil menggunakan pipet volume sesuai dengan volume yang dibutuhkan. Asam asetat memiliki bau yang menusuk hidung dan mengganggu saluran pernapasan, sehingga digunakan lemari asam ketika pengambilannya. Volume yang diambil dituangkan ke labu ukur dan ditambahkan aquades sebanyak yang dibutuhkan. Lalu homogenkan larutan dan pindahkan ke dalam botol reagen yang telah diberi label. Pembuatan natrium tiosulfat tidak membutuhkan perlakuan khusus seperti asam sulfat maupun asam asetat. Hal pertama yang dilakukan ialah melakukan perhitungan massa dan dilanjutkan penimbangan dengan menggunakan timbangan digital. Setelah didapat massa yang tepat, masukkan padatan dalam gelas kimia dan dilarutkan dengan sedikit aquades. Setelah homogen, dipindahkan ke dalam labu ukur dan ditambahkan aquades sampai tanda batas. Kemudian dihomogenkan dan dipindahkan ke dalam botol reagen yang telah diberi label. Pembuatan larutan Cu2+ dimulai dengan perhitungan massa. Setelah didapatkan hasil perhitungan massa, dilakukan penimbangan dengan timbangan digital. Setelah didapatkan massa yang sesuai, massa dimasukkan ke dalam gelas kimia dan ditambahkan sedikit aquades untuk melarutkan Cu2+. Pindahkan larutan ke dalam labu ukur dan tambahkan aquades hingga batas, dan dikocok untuk menghomogenkan larutan kemudian dipindahkan kedalam botol reagen yang telah diberi label. Pembuatan larutan perlu memperhatikan sifat dari larutan tersebut. Penimbangan yang dilakukan diusahakan seteliti mungkin. Dalam perhitungan perlu diketahui sifat dari larutan yang akan dibuat. Untuk mendapatkan hasil penimbangan dengan ketelitian yang tinggi, digunakan timbangan digital dan untuk menghomogenkan larutan digunakan labu ukur. Larutan yang telah dibuat disimpan dalam botol reagen hitam dan pada suhu kamar untuk menghindari rusaknya larutan karena terkena sinar atau cahaya. Seperti KMnO4 yang akan tereduksi jika terkena cahaya berlebih, sehingga larutan harus disimpan dalam botol reagen oksidasi (gelap).

35

Pembuatan larutan membutuhkan pengetahuan tentang sifat dari larutan tersebut. Pelarut yang digunakan ialah aquades karena aquades merupakan pelarut yang universal. Kadar larutan yang dibuat kurang akurat dan kurang sesuai dengan yang diinginkan karena penggunaan dari alat yang menyebabkan tersisanya sedikit larutan pada alat tersebut. Larutan yang dibuat tidak berspesifikasi pro analis karena bahan yang digunakan dalam membuat larutan merupakan bahan yang tidak terlalu murni. Dalam pembuatan larutan yang berspesifikasi pro analis dibutuhkan biaya yang lebih tinggi daripada bahan yang tidak berspesifikasi pro analis.

36

G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Diperlukan perhatian khusus dalam menghitung dan dalam membuat suatu larutan. 2. Untuk membuat 100 mL NaOH 0,01 N diperlukan padatan NaOH sebanyak 0,0 gram. 3. Untuk membuat 250 mL asam oksalat 0,01 N diperlukan padatan asam oksalat sebanyak 0,157 gram. 4. Untuk membuat 100 mL asam sulfat 4 N diperlukan asam sulfat pekat sebanyak 16,9 mL. 5. Untuk membuat 150 mL K2Cr2O7 0,01 N dierlukan padatan K2Cr2O7 sebanyak 0,0245 gram untuk membuat 50 mL dan 0,049 gram untuk membuatan 100 mL. 6. Untuk membuat 100 mL Na2S2O3 0,01 N diperlukan padatan Na2S2O3.5H2O sebanyak 0,124 gram. 7. Untuk membuat 25 mL asam asetat 3 % diperlukan asam asetat 100 % sebanyak 0,75 mL. 8. Untuk membuat 25 mL larutan Cu2+ 100 ppm diperlukan padatan CuSO4.5H2O sebanyak 9,82 mg.

37

PERCOBAAN III STANDARISASI LARUTAN

A. Tujuan 1. Untuk dapat mengetahui larutan standar primer dan sekunder. 2. Untuk dapat mengetahui tujuan standarisasi larutan. 3. Untuk dapat mengetahui teknik dan perhitungan standarisasi.

B. Dasar Teori Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi titran sehingga konsentrasi titran harus dibuat sevara teliti. Titran semacam ini disebut larutan baku (standar). Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan molaritas, normalitas atau bobot per volume. Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses yang mana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi. 1. Larutan Standar Primer Larutan standar primer berfungsi untuk membakukan atau memastikan konsentrasi larutan tertentu, yaitu larutan atau konsentrasi yang ketetapan atau kepastian konsentrasinya sukar diperoleh melalui pembuatannya secara langsung. Larutan standar primer harus dibuat secara teliti dan setepat mungkin (secara kuantitatif). Zat yang dapat digunakan sebagai larutan standar primer harus memenuhi persyaratan berikut : a. Kemurniannya tinggi (pengotornya tidak melebihi 0,02%). b. Stabil (tidak menyerap H2O dan CO2 tidak bereaksi denga udara, tidak mudah terurai, mudah larut, dan tidak berubah pada pengeringan).

38

c. Memiliki bobot molekul (BM atau MR) atau bobot ekuivalen (BE) tinggi. d. Larutannya bersifat stabil. Dalam hal tingkat kemurnian, reagen yang digunakan untuk analisa kuntitatif spesifikasi reagenola (AR). Selain syarat-syarat tersebut harus dipenuhi, kesalahan-kesalahan selama proses pembuatan seperti pengeringan, pengukuran, dan pemindahan zat juga harus dihindari kecuali karena kesalahan alat. Dengan demikian larutan yang diperoleh akan terukur secara teliti dan tepat, serta dengan penyimpanan yang baik akan bertahan lebih lama. Pada umumnya ada tiga hal utama yang harus dipehatikan pada pembuatan larutan standar primer, yaitu sebagai berikut : a. Menimbang Penimbangan adalah pekerjaan yang paling dasar dalam analisis kimia disamping mengetahui kepekaan neraca yang akan dipilih. Zat murni ditimbang kasar dulu (dengan neraca teknis). Untuk zat-zat tertentu, sebelum ditimbang ada yang harus dikeringkan lebih dahulu. b. Melarutkan Tidak semua kristal segera melarut dan umumnya proses pelarutan menyerap kalor. Sebaiknya pelarutan tidak langsung di labu takar tetapi di wadah lain, setelah suhu dari larutan itu normal, baru kemudian dipisahkan secara kuantitatif (yakni dengan melakukan pembilasan beberapa kali). c. Mengukur, Memindahkan, dan Pengenceran Dalam analisis kimia, pengukuran volume larutan, pemindahan larutan, dan pengenceran larutan sampai pada volume tertentu dengan benar sama pentingnya dengan penimbangan yang benar. Volume larutan dapat dicapai pada pengenceran dengan menambahkan aquades pada suhu kamar, sehingga suhu larutan tidak melebihi batas ketahanan suhu dari labu takar.

39

Sasaran akhir dari pembuatan adalah diperolehnya larutan standar primer dengan konsentrasi yang tepat dan teliti. Tindakan yang harus dilakukan adalah menetapkan volume dan konsentrasi yang diinginkan serta menghitung massa zat yang akan ditimbang. Setelah zat ditimbang dan dilarutkan maka konsentrasi larutan dapat diketahui melalui perhitungan (Mulyono, 2006). 2. Larutan Standar Sekunder Larutan ini kepastian konsentrasinya dapat ditetapkan langsung konsentrasinya dengan titrasi atau cara lain menggunakan larutan standar primer. Jika suatu larutan standar sekunder bersifat stabil dan dikemas atau disimpan dengan benar, maka larutan tersebut dapat digunakan dalam waktu yang lebih lama. Larutan ini dapat berfungsi sebagai larutan standar dan dapat digunakan tanpa harus distandarisasi lagi. Larutan standar sekunder merupakan larutan yang sukar dibuat secara kuantitatif dan perlu dibakukan. Jika larutan ini bersifat stabil, larutan ini dapat digunakan untuk menetapkan konsentrasi larutan atau kadar suatu cuplikan. Pada umumnya untuk menentukan konsentrasi larutan standar, digunakan metode titrasi. Terdapat beberapa jenis titrasi yang biasanya digunakan dalam standarsasi diantaranya titrasi asam-basa, titrasi redoks, titrasi pengendapan, dan titrasi pengomplekan (kompleksometri). 1. Titrasi Asam Basa Titrasi asam basa merupakan contoh analisis volumetri, yaitu suatu cara atau metode yang menggunakan larutan yang disebut titran dan dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Syarat-syarat yang diperlukan agar titrasi yang ingin dilakukan berhasil adalah sebagai berikut : a. Konsentrasi titran harus diketahui. b. Reaksi yang tepat antara titran dengan senyawa yang dianalisis harus diketahui. c. Titik ekuivalen atau stoikiometri harus diketahui.

40

d. Volume titran yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekuivalen harus diketahui secepat mungkin (Sastrohamidjojo, 2010). Titik dalam titrasi dimana titran yang telah ditambahkan cukup untuk bereaksi secara tepat dan sempurna dengan senyawa yang ditentukan disebut titik ekuivalen. Titik ini sering ditandai dengan perubahan warna senyawa yang disebut indikator. Suatu zat yang warnanya berubah bila pH larutan berubah disebut indikator asam basa. Contoh dari indikator asam basa adalah metil orange dan phenoftalein (PP). Perubahan warna untuk masing-masing indikator berbeda dan perubahan warna ini tidak terjadi secara mendadak tetapi berangsur-angsur. Indikator asam basa adalah asam atau basa organik lemah yang ionisasinya tergantung pH larutan (Sukardjo, 2002). Titrasi asam basa ada tiga jenis, yaitu : a. Titrasi asam kuat dengan basa kuat. b. Titrasi asam lemah dengan basa kuat. c. Titrasi basa lemah dengan asam kuat. (Sastrohamidjojo, 2010) 2. Titrasi Redoks Titrasi redoks adalah titrasi yang melibatkan proses oksidasi dan reduksi. Kedua proses ini selalu terjadi secara bersamaan dan merupakan bagian yang sangat penting di dalam ilmu kimia. Dalam titrasi redoks, persamaan reaksinya disetarakan bukan dengan menghitung jumlah mol atom yang bereaksi, tetapi dengan menghitung jumlah mol elektron yang dipindahkan dalam proses (Cairns, 2004). Titrasi redoks secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu : a. Titrasi Permanganometri Kalium permanganat merupakan oksidator kuat yang mampu mnegoksidasi sebagian besar reduktor secara kuantitatif. Selain itu bahannya yang berwarna dapat menjadikannya sekaligus sebagai indikator titik ekuivalen.

41

b. Titrasi Iodimetri dan Iodometri Dalam tirasi ini di kenal dua cara, yaitu iodometri dan iodimetri. Titrasi iodimetri adalah titrasi yang menggunakan larutan I2 untuk mengoksidasi redoktor secara kuntitatif pada titik ekuivalennya. Titrasi iodometri adalah titrasi yang mneggunakan ion I (I-) untuk mengoksidasi reduktornya. 3. Titrasi Pengendapan Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut (Khopkar, 1990). Titrasi pengendapan melibatkan penggunaan beberapa larutan standar seperti perak nitrat natrium klorida dan kalium atau amonium tiosianat. Prinsip dasar titrasi pengendapan adalah terbentuknya endapan pada suatu reaksi, yang dapat dituliskan sebagai berikut : L+(aq) kation + X-(aq) anion LX(s) pengendapan (Mulyono, 2006) 4. Titrasi Pengomplekan (kompleksometri) Prinsip dasar titrasi ini adalah reaksi askeptor dan donor pasangan elektron. Prinsip ini dapat dituliskan sebagai berikut : Mn+ ion logam + :L ligan [M : L]n+ ion kompleks

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi kompleks diantaranya tetapan kestabilan ion kompleks (semakin besar tetapan kestabilan maka kompleks akan semakin stabil), pH larutan (pada logam tertentu akan bereaksi dengan OH- pada pH di atas 10), dan kekuatan ligan (Mulyono, 2006).

42

C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Buret 50 mL b. Corong c. Gelas kimia 100 mL d. Labu Erlenmeyer 100 mL e. Pipet volume 10 mL f. Statif dan Klem g. Timbangan digital 2. Bahan a. CH3COOH b. H2C2O4 0,01 N c. H2SO4 4N d. Indikator amilum e. Indikator phenolftalein f. K2Cr2O7 0,01 N g. NaOH 0,01 N h. Na2S2O3 i. Padatan KI

D. Prosedur Kerja 1. Standarisasi NaOH dengan menggunakan H2C2O4 standar a. Disiapkan statif, buret dan Erlenmeyer b. Diisi buret dengan larutan NaOH c. Dipipet 10 mL H2C2O4 0,01 N, dimasukkan kedalam Erlenmeyer d. Ditambahkan 3 tetes indikator pp e. Dititrasi larutan dengan NaOH hingga warna larutan berwarna ungu lembayung. Dihitung volume titrasi yang digunakan f. Di ulangi langkah c-e sebanyak 2 kali. Dihitung konsentrasi dari NaOH.

43

2. Penentuan konsentrasi CH3COOH dengan menggunakan NaOH hasil standarisasi a. Dipipet 10 mL CH3COOH, di masukkan kedalam Erlenmeyer b. Ditambahkan 3 tetes indikator pp c. Dititrasi dengan NaOH standar hingga warna larutan berwarna ungu lembayung. Dihitung volume titrasi yang digunakan d. Diulangi langkah a-c sebanyak 2 kali. Dihitung konsentrasi dari CH3COOH. 3. Standarisasi Na2S2O3 dengan menggunakan K2Cr2O7 standar a. Dipipet 10 mL K2Cr2O7 0,01 N, dimasukkan ke dalam erlenmeyer b. Ditambahkan padatan KI dan 3 tetes H2SO4 4N. Didiamkan selama 3 menit di tempat yang gelap c. Dititrasi dengan Na2S2O3 dari larutan berwarna coklat hingga kuning gading d. Ditambahkan indikator amilum sebanyak 3 tetes e. Dilanjutkan titrasi hingga warna biru kehitaman pada larutan menjadi bening f. Dihitung volume titrasi yang digunakan dari awal titrasi g. Diulangi langkah a-f sebanyak 2 kali. Dihitung konsentrasi dari Na2S2O3.

44

E. Hasil pengamatan 1. Tabel pengamatan a. Standarisasi NaOH No. 1. 2. 3. Volume titran (mL) 11,9 12,1 12,7 12,23 Volume titrat (mL) 10 10 10 10

b. Standarisasi CH3COOH No. 1. 2. 3. c. Standarisasi Na2S2O2 No. 1. 2. 3. Volume titran (mL) 21,6 21 21 21,2 Volume titrat (mL) 10 10 10 10 Volume titran (mL) 10,4 10,4 10,4 10,4 Volume titrat (mL) 10 10 10 10

2. Perhitungan a. Stansarisasi NaOH Ek volume H2C2O4 = Ek volume NaOH N1.V1 = N2.V2 0,01.10 = N2.V2 N2 N2 = 0,00817 N

45

b. Standarisasi CH3COOH Ek volume NaOH terstandarisasi = Ek CH3COOH N1.V1 = N2.V2 0,008.10,4 = N2.10

= 0,008424 N c. Standarisasi Na2S2O3 N1.V1 = N2.V2 0,01.10 = N2.21,2

= 4,71 x 10-3 N = 0,00471 N

3. Reaksi a. Standarisasi NaOH oleh H2C2O4 2NaOH + H2C2O4 Na2C2O4 + 2H2O b. Standarisasi CH3COOH dari NaOH CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

c. Standarisasi Na2S2O3 dari K2Cr2O7 Cr2O72- + 6I- + 14H+ 3I2 + 2Cr3+ + 7H2O I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

46

F. Pembahasan Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat, akurat dan sering digunakan untuk menetukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam larutan. Titrasi dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah volume tertentu (biasanya terdapat pada buret) larutan standar (konsentrasinya sudah diketahui secara pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Untuk mengetahui bahwa reaksi berlangsung sempurna, maka digunakan larutan pereaksi atau indikator yang ditambahkan ke dalam larutan yang dititrasi. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrat dan diletakkan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut juga sebagai titran dan diletakkan didalam buret. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit pada titrat hingga mencapai keadaan ekuivalen artinya secara stokiometri titran dan titrat tepat habis bereaksi keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan. Kemudian dicatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titran dan konsentrasi dan volume titrat maka data dihitung konsentrasi titran. Proses titrimetri atau titrasi mempunyai dua macam larutan standar yaitu larutan standar sekunder dan larutan standar primer. Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan pembakuan

menggunakan larutan standar primer dengan metode titrasi. Contohnya pada percobaan ini adalah NaOH. Syarat larutan standar sekunder adalah derajat kemurnian lebih rendah dari larutan standar primer, mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan dan relatif tidak stabil. Sedangkan larutan standar primer adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dilarutkan dalam volume tertentu. Contohnya adalah K2Cr2O7 dan H2C2O4

47

dalam percobaan ini. Tujuan dari standarisasi adalah untuk menentukan konsentrasi larutan standar primer dan sekunder dengan tepat. Percobaan pertama adalah standarisasi NaOH dengan menggunakan larutan H2C2O4 standar. Pada percobaan ini H2C2O4 merupakan larutan standar primer dan NaOH bertindak sebagai larutan sekunder. Pada pembuatan larutan standar NaOH indikator yang digunakan yaitu penolftalein karena penolftalein mempunyai trayek pH 8,3-10 jadi saat pH CH3COOH > C2H5OH. Semakin besar perbedaan keelektronegatifan antara kedua atom molekul diatomik, maka akan semakin polar molekul itu. Percobaan ketiga yaitu menentukan ikatan kimia tersebut reaksinya membentuk kompleks atau bukan kompleks. Sampel yang digunakan adalah senyawa CuSO4 dan NH4OH dengan pereaksi BaCl2 dan K4Fe(CN)6. Hal yang pertama dilakukan adalah mencampurkan CuSO4 dengan NH4OH akan terbentuk larutan biru Cu(OH2) dan ketika ditambahkan NH4OH akan terbentuk senyawa kompleks [Cu(NH3)4]2+, kemudian larutan sampel tersebut direaksikan dengan BaCl2 akan terbentuk endapan BaSO4 dan warnanya menjadi biru tua yang merupakan senyawa ligan [Cu(NH4)]2+. Kemudian antara larutan antara CuSO4 dengan NH4OH direaksikan dengan dengan K4Fe(CN)6 akan terbentuk larutan biru tua dari senyawa ligan [Cu(NH2)4]2+ dan K2[Fe(CN)6] dan terdapat endapan hitam. Sampel CuSO4 direaksikan dengan BaCl2 akan terbentuk endapan dan larutannya menjadi biru, namun larutan tersebut bukan dari terbentuknya senyawa kompleks melainkan banyaknya Cu2+ dalam tabung. Kemudian CuSO4 direaksikan K4Fe(CN)6 akan terbentuk gelatin dan larutan biru yang merupakan senyawa kompleks K2[Fe(CN)6]2+. Percobaan terakhir yaitu juga menentukan reaksi kompleks dan bukan kompleks. Sampel yang digunakan adalah FeCl3 dan K3Fe(CN)6 dengan pereaksi yang digunakan adalah KSCN. FeCl3 direaksikan dengan KSCN membentuk larutan merah darah atau coklat kemerahan dimana larutan tersebut adalah senyawa kompleks [Fe(SCN)6], sesuai dengan urutan ligan yaitu CO > CN- > NO2- > NH3 > SCN- >> H2O > C2O42- > OH- > F- > Cl- > Br - > I- yang menjelaskan reaksi pendesakan karena adanya medan elektrostatika antara ion logam dan ligan bahwa CN dapat mendesak Cl keluar dari Fe dan Fe pun bergabung dengan SCN membentuk [Fe(SCN)6]. Kemudian sampel K3Fe(CN)6 direaksikan dengan SCN tidak terjadi reaksi, dapat disimpulkan bahwa reaksinya tidak membentuk senyawa kompleks. Berdasarkan urutan ligan

79

bahwa SCN tidak dapat mendesak CN untuk lepas dari K3Fe(CN)6 karena kekuatan desakan SCN lebih kecil dari CN.

80

G. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Membedakan senyawa ion dan kovalen a. NaCl merupakan ikatan ion. b. CHCl3 merupakan ikatan kovalen. c. CH2Cl2 merupakan ikatan kovalen. 2. Menentukan tingkat kepolaran a. HCl bersifat asam kuat. b. CH3COOH bersifat asam lemah. c. C2H5OH bersifat asam lemah. 3. Menentukan senyawa yang membentuk kompleks dan bukan kompleks a. Larutan CuSO4 dan NH4OH direaksikan dengan BaCl2 terbentuk senyawa kompleks. b. Larutan CuSO4 dan NH4OH direaksikan dengan K4Fe(CN)6 terbentuk senyawa kompleks. c. Larutan CuSO4 dan BaCl2 terbentuk senyawa kompleks. d. Larutan CuSO4 direaksikan dengan K4Fe(CN)6 terbentuk senyawa kompleks. 4. Larutan FeCl3 dan KSCN terbentuk senyawa kompleks dan larutan K3Fe(CN)6 direaksikan dengan KSCN tidak terbentuk senyawa kompleks.

81

PERCOBAAN VI REAKSI REDUKSI OKSIDASI

A. Tujuan Untuk dapat menentukan kadar suatu komponen berdasarkan reaksi redoks.

B. Dasar Teori Semua istilah oksidasi diterapkan pada suatu senyawa yang bergabung dengan oksigen dan istilah reduksi digunakan untuk menggambarkan reaksi dimana oksigen diambil dari suatu senyawa. Reaksi redoks dapat terjadi bila suatu pengoksidasi bercampur dengan zat lain yang dapat teroksidasi atau pereduksi bercampur dengan zat lain yang dapat tereduksi, dari perubahannya masing-masing dapat ditentukan reaksi dan hasil reaksi beserta koefisiennya masing-masing. Caranya ada dua, yaitu dengan cara setengah reaksi dan bilangan oksidasi (Syukri, 1999). Reduksi oksidasi merupakan proses perpindahan suatu elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau peristiwa menurunnya nilai bilangan oksidasi (biloks). Sedangkan reaksi oksidasi merupakan proses pelepasan elektron atau peristiwa meningkatnya nilai bilangan oksidasi (biloks). Jadi reaksi oksidasi adalah proses reaksi penerimaan dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan atau reaksi kenaikan dari nilai bilangan oksidasi (biloks) (Arsyad, 2001). Oksidator merupakan zat yang dapat melepas elektron (memberikan elektron). Hubungan yang ada antara oksidator dan reduktor dalam satu peristiwa dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi: Fe3+ + e- Fe2+ Ion ferri disebut sebagai oksidator dan ion ferro disebut sebagai reduktor. Ion ferri direduksi menjadi ion ferro. Oksidasi yang dimaksud menyatakan kenaikan bilangan oksidasi dan reduksi adalah penurunan bilangan oksidasi.

82

Jadi ion ferro mempunyai bilangan oksidasi +2 dioksidasi menjadi ion ferri yang mempunyai bilangan oksidasi +3 disini ion ferro melepaskan satu elektron sehingga menjadi ion ferri (Sastrohamidjojo, 2008). Perubahan penting yang terjadi dalam suatu reaksi reduksi oksidasi paling mudah terlihat dengan cara memisahkan reaksi-reaksi keseluruhan ke dalam dua setengah reaksi. Dalam setengah reaksi oksidasi, atom-atom tertentu mengalami peningkatan bilangan oksidasi dan elektron tampak pada sebelah kanan persamaan setengah reaksi. Dalam setengah reaksi reduksi, bilangan oksidasi dari atom-atom tertentu menurun dan elektron pada sebelah kiri dari persamaan reaksi. Dalam suatu persamaan oksidasi reduksi keselurahan, jumlah elektron yang sama harus tampak dalam masing-masing persamaan setengah reaksi. Ketentuan ini merupakan dasar dari persamaan keseimbangan oksidasi-reduksi (Petrucci, 1985). Cara ini didasarkan pada pemisahan reaksi menjadi dua bagian yaitu satu oksidasi dan bagian kedua reduksi dua reaksi setengah diimbangi secara terpisah kemudian digabung untuk mengeliminasi elektron-elektron dari persamaan kesetimbangan akhir. Sebagai contoh yaitu oksidasi terhadap H2SO3 dengan Cr2O72- dalam larutan yang bersifat asam untuk membentuk HSO4- dan Cr3+. Cara ini khusus dilakukan untuk reaksi-reaksi dengan kondisi reaksi dalam suasana asam atau suasana basa (Sastrohamidjojo, 2008). Penyetaraan reaksi redoks dengan cara setengah reaksi dapat dilakukan dengan beberapa tahap yaitu: 1. Menuliskan secara terpisah persamaan setengah reaksi reduksi dan setengah reaksi oksidasi 2. Menyetarakan unsur yang mengalami reaksi redoks, yaitu unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi 3. Menambahkan molekul H2O pada: a. Ruas yang kekurangan atom O (jika reaksi berlangsung dalam suasana asam) b. Ruas yang kelebihan atom O (jika reaksi berlangsung dalam suasana basa)

83

4. Menyetarakan atom hidrogen dengan ion H+ pada suasana asam atau dengan ion OH- pada suasana basa 5. Menyetarakan muatan pada kedua ruas dengan menambahkan elektron 6. Menjumlahkan kedua persamaan setengah reaksi tersebut dengan

menyetarakan lebih dahulu jumlah elektronnya. (Sutresna, 2007) Bilangan oksidasi dapat juga digunakan untuk mengetahui suatu reaksi itu oksidasi atau reduksi. Bilangan oksidasi merujuk pada jumlah muatan yang dimiliki suatu atom dalam molekul (senyawa organik) jika elektronelektronnya berpindah seluruhnya. Bilangan oksidasi atom didefinisikan sebagai jumlah elektron valensi pada atom bebas dikurangi jumlah elektron yang dikontrol oleh atom dalam senyawanya (Goldberg, 2003). Bilangan oksidasi dapat dinyatakan sebagai tingkatan oksidasi yang memberikan pengertian-pengertian sebagai berikut: 1. Bilangan oksidasi unsur-unsur yang bebas adalah nol. Tidak peduli bentuk molekul yang sederhana ataupun kompleks 2. Pada ion-ion yang sederhana (yang mengandung satu atom) bilangan oksidasi adalah sama dengan muatan pada ion tersebut (contoh = Al3+ memiliki bilangan oksidasi +3 dan Cl- memiliki bilangan oksidasi -1 3. Pada senyawa yang mengandung oksigen, bilangan oksidasi dari setiap atom oksigen pada umumnya adalah -2 kecuali pada peroksida seperti H2O2, BaO2 yang oksigennya memiliki bilangan oksidasi -1 dan dalam oksidasi flour (OF2) memiliki bilangan oksidasi +2 4. Pada senyawa-senyawa yang mengandung hidrogen maka bilangan oksidasi adalah +1. Namun pada hibrida logam seperti LiH, NaH dan CaH2 memiliki bilangan oksidasi -1 5. Semua bilangan oksidasi harus sesuai dengan kekekalan muatan. Hal ini dapat dinyatakan terhadap keadaan-keadaan seperti berikut: a. Untuk molekul-molekul netral, bilangan oksidasi dari semua atom harus dijumlahkan menjadi nol

84

b. Untuk ion-ion kompleks (partikel-partikel yang bermuatan dan memiliki lebih dari satu atom), bilangan oksidasi dari semua atom harus dijumlahkan menjadi sama dengan muatan pada ion (Sutresna, 2007). Zat-zat yang digunakan sebagai zat pengoksidasi dan pereduksi antara lain: 1. Kalium permanganat Kalium permanganat, KMnO4 zat padat coklat tua yang menghasilkan larutan ungu bila dilarutkan dalam air, yang merupakan ciri khas untuk ion bekerja berlainan menurut pH dan medium. 2. Kalium dikromat Kalium dikromat, K2Cr2O7 merupakan kuat berupa zat padat berwarna jingga merah, yang menghasilkan larutan jingga dalam air. Dalam larutan asam kuat, ion dikromat direduksi menjadi kromium (III): Cr2O72- + 14 H+ + 6e- 2Cr3+ + 7H2O 3. Hidrogen peroksida (H2O2) Oksidasinya didasarkan pada proses dua elektron, yang mengakibatkan terbentuknya air: H2O2 + 2H+ + 2e- 2H2O Sebagai pereduksi, hidrogen peroksida melepaskan 2 elektron dan terbentuknya gas oksigen: H2O2 O2 + 2H+ + 2e4. Asam iodida (HI) Asam ioidida (I-) mereduksi sejumlah zat, sementara ion ini sendiri dioksidasi menjadi iod: 2I- I2 + 2e5. Timah (II) klorida (SnCl2) Ion timah merupakan pereduksi kuat. bila dioksidasi menjadi timah (IV) bila oksidasi timah mengikat dari +2 menjadi +4 berpadanan dengan lepasnya 2 elektron: Sn2+ Sn4+ + 2e-

85

Larutan Sn tidak tahan disimpan karena oksigen dan udara akan mengoksidasi ion timah (II): 2Sn + O2 + 4H+ 2Sn2+ + 2H2O 6. Logam seperti zink, besi dan aluminium Seringkali logam-logam ini dipergunakan sebagai bahan pereduksi. Kerja mereka disebabkan oleh pembentukan ion, biasanya ion itu ada dalam keadaan oksidasi terendah: Zn Zn2+ + 2eFe Fe2+ + 2eAl Al3+ + 3e(Svehla, 1985) Reaksi oksidasi-reduksi berperan dalam banyak hal dalam kehidupan kita sehari-hari. Reaksi ini terlibat mulai dari pembakaran bahan bakar minyak bumi sampai dengan kerja cairan pemutih yang digunakan dalam rumah tangga. Selain itu sebagian besar unsur logam dan non logam di peroleh dari bijinya melalui proses oksidasi atau reduksi (Chang, 2003). Asam askorbat atau lebih dikenal dengan nama vitamin C adalah vitamin untuk jenis primat tetapi tidak merupakan vitamin bagi hewan-hewan lain. Asam askorbat adalah suatu reduktor kuat (Winarno, 1997). Vitamin C mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh katalis tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam keadaan asam atau suhu rendah. Buah yang masih muda lebih banyak mengadung vitamin C. Semakin tua buah, semakin berkurang vitamin C-nya (Harper, 1979). Iodin dan iodium pada vitamin C digunakan sebagai indikator vitamin C, berperan penting dalam hidroksilisin prolin dan lisin menjadi hidroksiprolin dan hidroksilisin yang merupakan bahan pembentuk kolagen. Vitamin C merupakan reduktor kuat dan penentuannya dapat ditentukan dengan menggunakan titrasi yang digunakan adalah iodin berdasarkan sifat penentuannya. Indikator yang digunakan adalah amilum dengan standarisasi

86

iodin yaitu 1 mL 0,01 N dan iodin ekivalen 0,8 asam askorbat. Peristiwa redoks juga melibatkan perubahan energi (Poedjiadi, 1994).

87

C. Alat dan Bahan 1. Alat a. Buret 50 mL b. Corong kaca c. Gelas kimia 50 mL d. Labu erlenmeyer 100 mL e. Penangas air f. Penjepit tabung g. Pipet tetes h. Pipet volume 10 mL i. Propipet j. Rak tabung k. Statif dan klem l. Tabung reaksi m. Termometer 2. Bahan a. H2C2O4 0,01 N b. H2SO4 4 N c. I2 0,01 N d. KMnO4 0,01 N e. Vitamin C

D. Prosedur Kerja 1. Kualitatif a. Diambil 1 mL vitamin C, ditambahkan dengan KMnO4 0,01 N beberapa tetes. Diamati perubahan yang terjadi. b. Diambil 1 mL vitamin C, ditambahkan dengan I2 0,01 N beberapa tetes. Diamati perubahan yang terjadi.

88

c. Diambil 5 mL H2C2O4 0,01 N, ditambahkan dengan 2 mL H2SO4 4N. Lalu dipanaskan hingga mendidih dan ditambahkan beberapa tetes KMnO4 0,01 N. Diamati perubahan yang terjadi. 2. Kuantitatif a. Dipipet 10 mL H2C2O4 0,1 N dengan menggunakan pipet volume. Lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 20 mL dan ditambahkan dengan H2SO4 4 N. b. Dipanaskan sampai suhu 70oC dan dititrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai terjadi perubahan warna. c. Dicatat volume titrasinya.

89

E. Hasil Pengamatan 1. Tabel pengamatan a. Uji kualitatif Larutan Vitamin C Vitamin C H2C2O4 + H2SO4 Pereaksi KMnO4 I2 KMnO4 Perubahan Ungu Bening Orange Bening Ungu Lembayung Bening

b. Uji kuantitatif No. 1. 2. 3. Titran (KMnO4) 8 mL 10 mL 11 mL 9,67 mL Titrat (H2C2O4) 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2. Perhitungan a. Kadar KMnO4 Ekv. H2C2O4 = Ekv. KMnO4 N1 . V1 = N2 . V2 0,01 . 10 = N2 . 9,67 N2 = 0,01 . 10 9,67 = 0,01 N

90

3. Reaksi a. Vitamin C dan KMnO4O 2 CH HH O O

COH HO

+ KMnO4

OH

O 2 CH

HH O O

O 2 CH

HH OOH

CO

COH HO

O

O

+ 2H+ + 2e

x5

OH

8H+ + 5e + MnO4HH O O

Mn2+ + 4H2O

x2

O 2 CH

5OH

CHO

O 2 CH

HH O O

C

5OH

+ 10H+ + 10e

OH O O

16H+ + 10e + 2MnO4HH O O

2Mn2+ + 8H2O

O 2 CH

5OH

CHO

O 2 CH

H

H O O

+ 6H+ + 2MnO4OH

5OH

C

+ 2Mn2+ + 8H2O

O

O

b. Vitamin C dan I2C H2 O HH O O

COH HO

+ I2

OH

91

O 2 CH

HH O O

O 2 CH

HH O O

COH HO

COH

+ 2H+ + 2e

OH

O

O

2e + I2HH O O

2I-

O 2 CH

COH HO

O 2 CH

HH O O

+ I2OH

C

+ 2H+ + 2I-

OH

O

O

c. H2C2O4 dan KMnO4 Reduksi Oksidasi Redoks : : 5e- + 8H+ + MnO4C2O42 Mn2+ + 4H2O 2CO2 + 2e-

x2 x5

: 5C2O42- + 16H+ + 2MnO4- 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O

92

F. Pembahasan Reaksi reduksi oksidasi adalah reaksi yang berlangsung dengan adanya perpindahan oksigen. Reaksi antara unsur atau senyawa dengan oksigen disebut reaksi oksidasi. Sedangkan reaksi yang menyebabkan pengurangan oksigen dari suatu senyawa disebut reaksi reduksi. Prinsip reaksi redoks adalah proses perpindahan suatu elektron dari suatu oksidator ke reduktor. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau peristiwa menurunnya nilai bilangan oksidasi (biloks). Sedangkan reaksi oksidasi merupakan proses pelepasan elektron atau peristiwa meningkatnya nilai bilangan oksidasi (biloks). Jadi reaksi oksidasi adalah proses reaksi penerimaan dan pelepasan elektron atau reaksi penurunan atau reaksi kenaikan dari nilai bilangan oksidasi (biloks). Percobaan ini membahas mengenai reaksi reduksi oksidasi yang bertujuan untuk menentukan kadar suatu komponen berdasarkan reaksi redoks. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah vitamin C dan H2C2O4 0,01 N. Adapun pereaksi yang digunakan adalah KMnO4 0,01 N, I2 0,01 N, dan H2SO4 4N. Percobaan pertama adalah uji kualitatif dengan menggunakan vitamin C 1 mL yang direaksikan dengan KMnO4 0,01 N dan I2 0,01 N. Ketika vitamin C yang berwarna kuning gading ditambahkan dengan KMnO4 0,01 N menghasilkan titrat berwarna ungu yang kemudian menjadi bening. Dalam hal ini, dapat terjadi demikian disebabkan KMnO4 mengalami reduksi dan vitamin C mengalami oksidasi, begitu pula pada kasus percobaan selanjutnya setelah vitamin C ditambah dengan I2 sebagai pengganti KMnO4, warna menjadi orange yang lama-kelamaan menjadi bening disebabkan I2 mengalami reduksi. Pereaksi KMnO4 merupakan oksidator kuat karena mampu mereduksi vitamin C yang berperan sebagai reduktor kuat, sedangkan I2 merupakan oksidator lemah. Hal ini dikarenakan KMnO4 dalam deret volta memiliki Eo = + 1,51 sedangkan I2 memiliki Eo = + 0,54. Semakin tinggi Eo maka semakin mudah tereduksi dan bersifat oksidator kuat.

93

Percobaan kedua menggunakan H2C2O4 0,01 N sebanyak 5 mL dan ditambahkan dengan 2 mL H2SO4 4N untuk memberikan suasana asam. Lalu dipanaskan hingga mendidih. Pemanasan ini berfungsi untuk mempercepat reaksi yang akan berlangsung. Setelah dipanaskan ditambahkan dengan KMnO4 0,01 N dan menghasilkan warna ungu yang kemudian menjadi bening yang disebabkan oleh KMnO4 mengalami reduksi. Percobaan ketiga adalah uji kuantitatif untuk menentukan kadar KMnO4 0,01 N. Tahap pertama adalah memasukkan H2C2O4 10 mL 0,01 N ke dalam labu Erlenmeyer 20 mL, kemudian ditambahkan dengan H2SO4 4N untuk memberikan suasana asam. Setelah itu dipanaskan pada suhu 70 oC yang bertujuan untuk menghasilkan reaksi yang optimal. Jika suhu di bawah 70oC maka reaksi akan berjalan lambat, sehingga H2C2O4 berubah menjadi peroksida. Dan peroksida mengoksidasi Mn2+ menjadi MnO2, menyebabkan larutan berwarna coklat. Jika diatas 70oC Mn2+ yang terbentuk teroksidasi lebih lanjut oleh oksigen sehingga terbentuk juga MnO2 yang berwarna coklat. Dalam titrasi permanganometri, tidak diperlukan indikator karena KMnO4 secara luas digunakan sebagai larutan standar oksidimetri dan ia bertindak sebagai indikator. KMnO4 merupakan larutan standar sekunder sehingga sebelum digunakan dalam titrasi harus distandarisasi terlebih dahulu dan untuk menstandarisasi kalium permanganat digunakan larutan standar primer yaitu asam oksalat. Penambahan KMnO4 0,01 N bertujuan untuk mengetahui apakah titran dan titrat telah mencapai titik ekivalen. Tercapainya titik ekivalen ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi ungu lembayung. Setelah mencapai titik ekivalen maka kadar dari KMnO4 0,01 N dapat dihitung melalui rumus penitrasian antara H2C2O4 0,01 N dengan H2SO4 4 N. Faktor yang menyebabkan kesalahandari percobaan ini adalak ketidak tepatan praktikan dalam melakukan pemanasan. Suhu dapat menjadi kurang atau lebih dari 70oC dikarenakan suhu ruangan yang tinggi selain itu disebabkan karena thermometer tersentuh oleh tangan sehingga mengenai suhu tubuh praktikan.

94

Faktor kedua adalah kurang teliti dalam melakukan titrasi. Apabila titrasi dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan menghasilkan larutan berwarna coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa atau ungu lembayung. Selain itu kesulitan dalam mengamati perubahan warna indikatorsehingga titik akhir titrasi terlewati. Faktor terakhir adalah ketidak tepatan praktikan dalam mengambil sampel. Apabila sampel yang digunakan terlalu pekat maka oksidator tidak dapat bereaksi. Selain itu pipet tetes yang digunakan terkontaminasi dengan larutan lain sehingga hasil percobaan yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur.

95

F. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa: 1. KMnO4 merupakan oksidator kuat, sedangkan I2 merupakan oksidator lemah. 2. Volume larutan KMnO4 yang digunakan untuk menitrasi adalah 9,67 mL. 3. Konsentrasi KMnO4 dalam perhitungan adalah 0,01 N.

96

PERCOBAAN VII KECEPATAN REAKSI

A. Tujuan Untuk menentukan kecepatan dari suatu reaksi kimia

B. Dasar Teori Suatu reaksi kimia ada yang berlangsung cepat, ada pula yang berlangsung lambat. Ledakan bom berlangsung cepat, sedangkan proses besi berkarat berlangsung lambat. Cepat atau lambatnya suatu reaksi kimia dinyatakan sebagai laju reaksi (Chang, 2003). Laju reaksi (reaction rate) yaitu perubahan konsentrasi reaktan atau produk terhadap waktu (M/s). Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi atau hasil reaksi per satuan waktu. Konsentrasi biasanya dinyatakan dalam mol per liter. Tetapi untuk fase gas satuan konsentrasi dapat diganti dengan satuan tekanan, seperti atmosfer (atm), millimeter merkurium (mmHg) atau pascal (Pa). Satuan waktu dapat detik, menit, jam, hari, bulan, bahkan tahun bergantung pada reaksi itu berjalan cepat atau lambat. Adapun rumusnya sebagai berikut:

Untuk mengukur laju reaksi, perlu menganalisis secara langsung maupun tidak langsung banyaknya produk yang terbentuk atau banyaknya pereaksi yang tersisa setelah penggal-penggal waktu tertentu. Kita telah mengetahui bahwa setiap reaksi dapt dinyatakan dengan persamaan umum: reaktan produk Persamaan ini memberitahukan bahwa selama berlangsungnya suatu reaksi, molekul reaktan bereaksi sedangkan molekul produk terbentuk. Sabagai hasilnya, kita dapat mengamati jalannya reaksi demgam cara

97

memantau menurunnya konsentrasi reaktan atau meningkatnya konsentrasi produk (Petrucci, 1985). Pada : A B Menurunnya jumlah molekul A dan meningkatnya jumlah molekul B seiring dengan waktu. Secara umum, akan lebih mudah apabila kita menyatakan laju dalam perubahan konsentrasi terhadap waktu. Jadi untuk reaksi di atas kita dapat menyatakan laju sebagai berikut:

atau

dengan [A] dan [B] adalah perubahan konsentrasi (dalam molaritas) selama waktu t. Karena konsentrasi A menurun selama selang waktu tersebut maka perubahan konsentrasi A merupakan kuantitas negatif. Laju reaksi adalah kuantitas positif, sehingga tanda minus diperlukan dalam rumus laju agar lajunya positf. Sebaliknya, laju pembentukan produk tidak memerlukan tanda minus sebab perubahan konsentrasi B adalah kuantitas positif (konsentrasi B meningkat seiring waktu) (Chang, 2003). Penentuan laju reaksi dapat dilakukan dengan cara fisika atau kimia. Dengan cara fisika, penentuan konsentrasinya dilakukan secara tidak langsung yaitu berdasarkan sifat-sifat fisis campuran yang dipengaruhi oleh konsentrasi campuran, misalnya daya hantar listrik, tekanan (untuk reaksi gas), adsorpsi cahaya dan lainnya. Penentuan secara kimia dilakukan dengan menghentikan reaksi secara tiba-tiba (reaksi dibekukan). Setelah selang waktu tertentu, kemudian konsentrasinya ditentukan dengan metode analisis kimia. Dalam laju reaksi dikenal juga laju reaksi sesaat, yaitu laju reaksi rata-rata yang dihitung dalam selang waktu yang berbeda-beda dan diperlukan perhitungan laju reaksi yang berlaku dalam setiap saat. Laju reaksi juga dapat ditentukan melalui cara grafik. Laju reaksi sesaat merupakan angka faktor perkalian terhadap konsentrasi yang disebut sebagai tetapan laju reaksi (k). Dengan demikian, laju reaksi sesaat secara umum dapat dinyatakan sebagai:

98

Laju reaksi = k. [konsentrasi zat] Hubungan antara konsentrasi reaktan dan waktu. Hukum laju

memungkinkan kita untuk menghitung laju reaksi dari konstanta laju dan konsentrasi reaktan. Hukum laju dapat juga dikonversi menjafi persamaan yang memungkinkan kita untuk menentukan konsentrasi reaktan di setiap waktu selama reaksi berlangsung. Kita akan mengilustrasikan ini dengan mengambil satu jenis hukum laju yang paling sederhana yaitu reaksi dengan orde pertama secara keseluruhan (Sukardjo,2002). 1. Reaksi orde pertama Reaksi orde pertama ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi reaktan dipangkatkan dengan satu. Dalam reaksi orde pertama dari jenis A produk, lajunya ialah laju = mengetahui bahwa : laju = k [A] . Dari hukum laju kita juga

Kita dapat menentukan satuan dari konstanta laju k orde pertama dengan transposisi :

Karena satuan tuntuk perubahan konsentrasi A dan konsentrasi adalah A adalah M dan satuan untuk perubahan waktu adalah detik, maka satuan k ialah det-1. Tanda minus tidak masuk dalam perhitungan satuan.

atau,

Persamaan memiliki bentuk persamaan linear y = mx + b, dengan m adalah kemiringan dari garis yang merupakan gambar dari persamaan : ln [A] = -kt + ln[A]o

99

y = mx + b Jadi plot ln [A] versus t (atau y versus x) menghasilkan sebuah garis lurus dengan kemiringan k (atau m). Ini memungkinkan kita untuk menghitung konstanta laju k. Ini menunjukkan ciri reaksi orde pertama. Waktu paruh suatu reaksi, t, ialah waktu yang diperlukan agar konsentrasi reaktan turun menjadi setengah dari konsentrasi awalnya. Dengan persamaan waktu paruh :

2. Reaksi Orde Kedua Reaksi orde kedua ialah reaksi yang lajunya bergantung pada konsentrasi salah satu reaktan dipangkatkan dua atau pada konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masingnya dipangkatkan satu. Jenis yang paling sederhana melibatkan hanya satu molekul reaktan : A produk dengan

seperti sebelumnya, kita dapat menentukan satuan k dengan menuliskan.

Satu jenis reaksi orde kedua yang lain ialah : A + B produk dan hukum lajunya ialah laju = k [A].[B] Reaksi ini adalah orde pertama dalam A dan orde pertama dalam B, sehingga orde reaksi keseluruhannya adalah 2. Dengan menggunakan kalkulus, dapat diperoleh rumus berikut untuk reaksi-reaksi orde kedua A produk

100

Kita dapat memperoleh persamaan untuk waktu paruh dari reaksi orde kedua dengan menetapkan [A] = [A]0/2 dalam persamaan :

Dengan menentukan t kita dapatkan

(Chang, 2003) Pada laju reaksi terdapat faktor yang dapt mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang bereaksi laju reaksi dipengaruhi oleh : 1. Konsentrasi pereaksi Secara umum konsentrasi pereaksi akan mempengaruhi laju reaksi. Pengaruh konsentrasi terhadap laju reaksi adalah khas untuk setiap reaksi. Semakin besar konsentrasi zat maka laju reaksinya semakin besar dan sebaliknya jika konsentrasi suatu zat kecil maka laju reaksinya pun semakin kecil. Untuuk beberapa reaksi, laju reaksinya dapat dinyatakan dengan persamaan matematik yang dikenal dengan hukum laju reaksi atau reaksi dinamakan orde reaksi. Menentukan orde reaksi dari suatu reaksi kimia pada prinsipnya menentukan seberapa besar pengaruh perubahan konsentrasi pereaksi terhadap perubahan laju reaksi. 2. Luas permukaan Semakin luas permukaan bidang sentuhnya maka laju reaksi juga semakin bertambah. Luas permukaan bidang sentuh berbanding lurus dengan laju reaksi. Contohnya, apabila kita melarutkan gula batu yang bermassa sama 100 gram dan melarutkan gula dalam bentuk serbuk bermassa sama dalam air yang kondisinya sama maka serbuk gula akan lebh dahulu larut. Hal ini dikarenakan luas permukaan sentuh serbuk gula lebih besar jika dibandingkan dengan gula batu padat (Krisbiyantoro, 2009).

101

3. Suhu Suhu juga berbanding lurus dengan laju reaksi karena bila suhu reaksi dinaikkan maka laju reaksi juga semakin besar. Berdasarkan pengamatan pada percobaan kelajuan bahwa suhu hampir menaikkan kelajuan dari setiap reaksi. Lebih lanjut, penurunan dalam suhu akan menurunkan kelajuan dari ini tak tergantung apakah reaksi eksotermis atau endotermis. Perubahan kelajuan terhadap suhu dinyatakan oleh perubahan dalam tetapan kelajuan spesifik k. Untuk setiap reaksi, k naik dengan kenaikan suhu. Besarnya kenaikan berbeda-beda dari satu reaksi dengan reaksi lainnya. Suatu hal yang perlu mendapat perhatian adalah bahwa suatu kenaikkan kelajuan reaksi menjadi dua atau tiga kali lipat, maka berlaku rumus : V2 = V1 : Laju mula-mula : Laju setelah kenaikan suhu : Suhu mula-mula : Suhu akhir

Keterangan : V1 V2 T1 T2

Catatan: Bila besar laju tiga kai semula maka (2) diganti (3) Bila laju diganti waktu maka (2) menjadi (1/2) (Sastroamidjojo, 2005) 4. Tekanan Banyak reaksi yang melibatkan pereaksi dalam wujud gas. Kelajuan dari reaksi seperti itu juga dipengaruhi oleh tekanan. Penambahan tekanan dengan memperkecil volume akan memperbesar konsentrasi, dengan demikian dapat memperbesar laju reaksi. Peningkatan tekanan pada reaksi yang melibatkan gas pereaksi akan meningkatkan laju reaksi. Perubahan tekanan pada suatu reaksi yang melibatkan hanya zat padat maupun zat cair, tidak memberikan perubahan apapun pada laju reaksi. Dalam proses pembuatan amonia dengan proses Haber, laju reaksi antara hidrogen dan nitrogen ditingkatkan dengan mengggunakan tekanan yang sangat tinggi. Alasan utama menggunakan tekanan tinggi adalah untuk

102

meningkatkan persentase amonia di dalam kesetimbangan campuran, namun hal ini juga memberikan perubahan yang berarti pada laju reaksi. Industri yang melibatkan produksi berupa gas yang banyak dilangsungkan pada tekanan tinggi, misalnya pembuatan amonia yang menggunakan tekanan hingga 400 atm (Chang, 2003). 5. Katalis Katalis ialah zat yang meningkatkan laju reaksi kimia tanpa ikut terpakai. Katalis dapat bereaksi membentuk zat antara, tetapi akan diperoleh kembali dalam tahap reaksi berikutnya. Terdapat tiga jenis katalis yang umum, tergantung pada jenis zat yang menaikkan lajunya : katalis heterogen, katalis homogen, dan katalis enzim. a. Katalis heterogen Dalam katalis heterogen, reaktan dan katalis berbeda fasa. Biasanya katalis berupa padatan dan reaktan berwujud gas atar cairan. Katalis heterogen sejauh ini adalah jenis katalis yang paling penting dalam kimia industri, terutama dalam sintesis berbagai bahan kimia penting. b. Katalis Homogen Dalam katalis homogen, reaktan dan katalis terdispersi dalam satu fasa, biasanya cair. Katalis asam dan basa adalah jenis katalis homogen yang paling penting dalam larutan cairan. Contohnya reaksi etil asetat dengan air yang menghasilkan asam asetat dan etanol biasanya berlangsung sangat lambat sehingga sukar diukur. c. Katalis Enzim Dari semua proses rumit yang ada dalam sistem makhluk hidup, tetapi tidak satu pun yang lebih menatik atau lebih penting daripata katalis enzim. Enzim ialah katalis biologis. Kenyataan biokimiawi sebanyak sekitar 106 sampai 1018 kali, tetapi enzim juga sangat spesifik. Satu enzim hanya bekerja untuk molekul-molekul tertentu yang disebut substrat (dengan kata lain reaktan), dan tidak mengganggu bagian lain dalam sistem itu. Telah diperkirakan bahwa rata-rata sel hidup dapat mengandung sampai 3000 enzim yang berbeda, masing-masing

103

mengkatalis reaksi spesifik yang substratnya dikonversi menjadi produk yang sesuai. Katalis enzim biasanya merupakan katalis homogen dengan substrat dan enzim berada dalam larutan berair yang sama. Katalis biokimia berfungsi untuk mempercepat reaksi-reaksi yang terjadi pada makhluk hidup. Katalis ini berupa enzim-enzim (Chang, 2003). Dalam laju reaksi terdapat pula teori tumbukan, reaksi berlangsung sebagai hasil tumbukkan antara paertikel pereaksi. Akan tetapi tidaklah setiap tumbukkan antar partikel yang memiliki energi yang cukup serta arah tumbukkan yang tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa laju reaksi dapat bergantung pada 3 hal, yaitu : 1. Frekuensi tumbukan 2. Frekuensi tumbukan yang melibatkan partikel dengan energi yang cukup 3. Fraksi partikel dengan energi cukup yang tumbukannya dengan arah yang tepat Tumbukan yang menghasilkan reaksi disebut dengan tumbukan efektif, energi minimum yang harus dimiliki oleh partikel pereaksi sehingga menghasilkan tumbukan efektif yang disebut juga energi pengaktifan. Untuk memahami arti dati energi pengaktifan perlu diperhatikan pelan-pelan benda yang ada di sekitar kita yang dapat terbakar (Krisbiyantoro, 2009).

104

C. Alat dan Bahan 1. Alat-alat a. Gelas Kimia b. Pipet Volume c. Pro pipet d. Stopwatch 2. Bahan-bahan a. Aquades b. Kertas c. HCl 2 M, 3M d. Na2S2O3 0,15 M e. Pita Magnesium

D. Prosedur Kerja 1. Pengaruh Luas Penampang a. Siapkan dua gelas kimia 50 mL b. Isi masing-masing gelas dengan 10 mL HCl 2 M c. Masukkan keping pita Mg (2,5 cm) kedalam gelas 1 dan keping pita Mg (2,5 cm) yang telah dipotong kecil-kecil ke dalam gelas 2 d. Catat waktu dari awal memasukkan pita Mg hingga pita Mg habis 2. Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi a. Siapkan dua gelas kimia 50 mL b. Isi gelas 1 dengan 10 mL HCI 2M dan gelas 2 dengan HCI 4M c. Masukan keping pita Mg ( 2,5 cm ) pada masing masing gelas d. Catat waktu dari awal memasukkan pita Mg hingga pita Mg habis e. Buatlah tanda silang dengan tinta hitam pada sehelai kertas putih. Letakan di bawah gelas kimia f. Pengaruh konsentrasi pada laju reaksi dengan pengenceran. 1) 5 mL larutan asam klorida 3M ditambah 5 mL H2O di dalam gelas kimia. Dicampurkan dengan 5 mL larutan natrium tiosulfat 0,15 M

105

yang sebelumnya ditambah dengan 5 mL H2O. Catat waktu sejak penambahan sampai tanda silang tidak terlihat lagi dari atas. 2) 5 mL larutan asam klorida 3M ditambah 5 mL H2O di dalam gelas kimia. Dicampurkan dengan 10 mL larutan natrium tiosulfat 0,15 M yang sebelumnya ditambah dengan 0 mL H2O. Catat waktu sejak penambahan sampai tanda silang tidak terlihat lagi dari atas. 3) 10 mL larutan asam klorida 3M ditambah 0 mL H2O di dalam gelas kimia. Dicampurkan dengan larutan 5 mL larutan natrium tiosulfat 0,15 M yang sebelumnya ditambah dengan 5 mL H2O. Catat waktu sejak penambahan sampai tanda silang tidak terlihat lagi dari atas. 4) 10 mL larutan asam klorida 3M ditambah 0 mL H2O di dalam gelas kimia. Dicampurkan dengan 10 mL larutan natrium tiosulfat 0,15 M yang sebelumnya ditambah dengan 0 mL H2O. Catat waktu sejak penambahan sampai tanda silang tidak terlihat lagi dari atas.

106

E. Hasil Pengamatan 1. Tabel Pengamatan a. Pengaruh luas permukaan sentuh NO V HCl 2 M (mL) 1 2 10 10 +2,5 cm pita Mg Lembaran Potongan kecil t(s) 61 detik 45 detik

b. Pengaruh Konsentrasi 1) Uji I NO 10 mL HCl (M) 1 2 2) Uji II NO V HCl (mL) 1 2 3 4 5 5 10 10 + mL H2O 5 5 0 0 V Na2S2O3 (mL) 5 10 5 10 + mL H2O 5 0 5 0 55 20 43 22 t(s) 1/t (s)1

+2,5 cm pita Mg Lembaran Lembaran

t(s) 76 detik 33 detik

2 4

0,018 0,05 0,023 0,045

c. Konsentrasi Larutan Uji II NO 1 2 3 4 M HCl 1,5 M 1,5 M 3M 3M M Na2S2O3 0,075 M 0,15 M 0,025 M 0,15 M V 0,018 0,05 0,023 0,045

2. Perhitungan a. Konsentrasi HCl (diencerkan) 5 mL HCl 3M + 5 mL H2O V1 . M1 = V2 . M2 5 mL . 3M = 10 mL . M2

107

15 = 10 . M2 M2 = 1,5 M b. Konsentrasi Na2S2O3 (diencerkan) 5 mL Na2S2O3 0,15M dan 5 mL H2O V1 . M1 = V2 . M2 5mL . 0,15M = 10mL . M2 0,75 = 10 . M2 M2 = 0,075M c. Orde reaksi 1) Orde HCl

2) Orde Na2S2O3

3) Orde total Orde reaksi = x + y =0+1 =1

108

d. Persamaan kecepatan reaksi

Nilai k dengan persamaan :

Persamaan kecepatan reaksi :

3. Reaksi a. HCl dengan pita Mg 2HCl + Mg b. Na2S2O3 + 2 HCl MgCl2 + H2 2NaCl + S + SO2 + H2O

109

F. Pembahasan Percobaan kali ini adalah kecepatan reaksi, yang bertujuan untuk menentukan kecepatan dari suatu reaksi kimia. Kecepatan reaksi dinyatakan sebagai kecepatan berkurangnya konsentrasi molar salah satu pereaksi atau kecepatan bertambahnya konsentrasi molar salah satu produk dalam suatu satuan waktu. Faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi adalah konsentrasi, luas permukaan sentuh, suhu dan katalisator. Menurut teori tumbukan, reaksi berlangsung sebagai akibat tumbukan antara molekulmolekul pereaksi. Percobaan pertama, untuk menentukan kecepatan reaksi kimia

berdasarkan luas penampang. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah HCl 2M dan pita Mg. Hal pertama yang dilakukan diisi masing-masing 10 mL HCl 2M pada kedua gelas kimia yang telah disediakan. Pada gelas kimia 1 dimasukkan 2,5 cm pita Mg dan gelas kimia 2 dimasukkan 2,5 cm pita Mg yang telah dipotong kecil-kecil. Lalu dicatat waktu yang diperlukan agar pita Mg habis. Pada gelas kimia 1 dibutuhkan waktu yang lebih lama dari pada waktu pada gelas kimia 2 untuk pita Mg didalamnya habis. Hal ini dikarenakan ukuran pita Mg yang lebih kecil pada gelas kimia 2 menyebabkan luas permukaan pita Mg lebih luas sehingga kemungkinan untuk bertumbukan semakin besar. Sedangkan pita Mg yang lebih besar pada gelas kimia 1 lebih lama habis, karena luas permukaan pita Mg lebih kecil sehingga kemungkinan untuk bertumbukan lebih kecil. Reaksinya Mg + 2HCl MgCl + H2. Semakin

kecil ukuran suatu zat, dalam jumlah massa yang sama luas bidang sentuhnya semakin besar dan semakin besar luas permukaan pereaksi, laju reaksi semakin besar. Percobaan kedua, untuk menentukan kecepatan reaksi kimia berdasarkan pengaruh konsentrasi. Pada uji I menggunakan sampel HCl 2M dan 4M serta pita Mg. Dimasukkan 2,5 cm pita Mg pada 10 mL HCl 2M pada gelas kimia 1 dan 10 mL HCl 4M pada gelas kimia 2. Lalu dicatat wa