laporan fisika kelas a
DESCRIPTION
contoh laporan fisika 1 ( fisika dasar ) FMIPA universitas brawijayaTRANSCRIPT
-
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR
GERAK JATUH BEBAS
(PERCOBAAN ME2)
Disusun oleh :
KELOMPOK 1
Teguh Prakoso Tri H. (1250903000111041)
Yasmin Saniyyah (125090300111037)
LABORATORIUM FISIKA DASAR
JURUSAN FISIKA FMIPA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
Setelah menyelesaikan percobaan ini pesera praktikum Fisika Dasar diharapkan
dapat memahami konsep dari gerak jatuh bebas, mengukur waktu benda yang jatuh bebas
sebagai fungsi dari jarak dan menentukan percepatan gravitasi bumi di tempat percobaan
dengan metode gerak jatuh bebas.
1.2. Dasar Teori
Contoh gerak dengan percepatan (hampir) konstan yang sering dijumpa adalah gerak
benda yang jatuh ke bumi. Bila tidak ada gesekan udara, ternyata semu benda yang jatuh
pada tempat yang sama, tidak bergantung pada ukuran, berat maupun susunan benda, dan
jika jarak yang ditempuh selama jatuh tidak terlalu besar, maka percepatannya dapat
dianggap kostan selama jatuh. Gerak ideal ini, yang mengabaikan gesekan udara dan
perubahan kecil percepatan terhadap ketinggian, disebut gerak jatuh bebas. Percepatan
yang dialami benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan
diberi simbol g. Di dekat permukaan bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2
atau 9,8 m/s2
atau 980 cm/s2, dan berarah ke bawah meuju pusat bumi(Halliday,1985).
Satu dari contoh yang paling umum mengenai gerak lurus berubah beraturan adalah
benda yang dibiarkan jatuh bebas dengan jarak yang tidak jauh dari permukaan tanah.
Kenyataan bahwa benda yang jatuh mengalmi percepatan mungkin pertama kali tidak
begitu terlihat. Dan hati hati dengan pemikiran yang dipercayai banyak orang sampai
masa Galileo, bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat dari beda yang lebih ringan
dan bahwa laju jatuhnya benda tersebut sebanding dengan berat benda itu. Semua benda
akan jatuh dengan percepatan konstan yang sama jika tidak ada udara atau hambatan
lainnya. Sebuah benda yang jatuh dari keadaan diam, jarak yang ditempuh akan
sebanding dengankuadrat waktu yaitu, d t2. Kita dapat melihat halini dari persamaan,
tetapi Galileo adalah orang pertama yang menurunkan hubungan matematis ini. Pada
kenyataannya, di antara sumbangan-sumbangan Galileo yang hebat untuk sains adalah
enetuan hubungan-hubungan matematis seperti itu, dan penekanan kepentingannya.
Sumbangan besar lainnya dari Galileo adalah pengajuan teori dengan hasil-hasil
eksperimen yang speifik yang bisa diperiksa secara kuantitatif (seperti d t2). Untuk
mempekuat penegasannya bahwa laju benda yang jatuh bertambah ketika benda itu jatuh,
Galileo menggunakan argumen yang cerdik: sebuah batu berat yang dijatuhkan dari
ketinggian 2 m akan memukul sebuah tiang pancang lebih dalam ke tanah dibandinkan
-
dengan batu yang sama tetpi dijatuhkan dari ketinggian 0,2 m. Jelas, batu tersebut
bergerak lebih cepat pada keadaan yang pertama. Seperti kita lihat, Galileo juga
menegaskan bahwa semua benda, berat atau ringan, jatuh dengan percepatan yang sama,
paling tidak jika tidak ada udara. Jika anda memegang selembar kertas secara horisontal
pada satu tangan dan sebuah benda lain yang lbih beratkatakanlah, sebuah bola
baseball, di tangan yang lain dan melepaskan kertas dan bola tersebut pada saat yang
sama, benda yang lebih berat akan lebih dulu mencapai tanah. Tetapi jika annda
mengulang percobaan ini, kali ini dengan membentuk kertas menjadi gumpalan kecil.
Anda akan melihat bahwa kedua benda tersebut mencapai lantai pada saat yang hampir
sama. Galileo yakin bahwa udara berperan sebaga hambatan untuk benda yang sangat
ringan yang memiliki permukaan yang luas. Tetapi pada banyak keadaan biasa, hambatan
udara ini bisa diabaikan. Pada suatu ruang dimana udara tekah dihisap, maka benda
ringan seperti bulu atau selembar kertas yang dipegang horisontal pun akan jatuh dengan
percepatan yang sama seperti benda yang lain. Demonstrasi pada ruang hampa udara
seperti ini tdak ada pada masa Galileo, yang membuat keberhasilan Galileo lebih hebat
lagi. Galileo sering disebut bapak sains modern, tidak hanya disebabkan isi dari sainsnya
(penemuan astronomik, inersia, jatuh bebas), tetapi juga gaya atau pendekatannya
terhadap sains (idealisasi dan penyederhanaan, matematisasi teori, teori yang memiliki
hasil yang dapat diuji, eksperimen untuk menguji ramalan teoritis). Subangan Galileo
yang spesifk terhadap pemahaman kita mengenai gerak jatuh bebas dapat di rangkum
sebagai berikut: pada suatu lokasi tertentu di bumi dan dengn tdk danya hambatan udara,
semua benda jath dengan percepatan konstan yang sama. Kita menyebut percepatan ini
percepatan yang disebabkan oleh gravitasi ada bumi, dan memberinya simbo g, besarnya
kira-kira 9,80 m/s2. Dalam satuan inggris g kira-kira 32 ft/s
2. Laju sebuah benda yang
jatuh di udara (atau fluida lainnya) tidak bertambah secara tak tentu. Jika benda tersebut
jatuh cukup jauh, ia akan mencapai kecepatan maksimum yang disebut kecepatan
terminal. Percepatan yang dissebabkan oleh gravitasi adalah sebuah vektor (sebagaimana
juga percepatan lainnya), dan arahnya ke bawah menuju pusat bumi (Giancoli,1999).
Contoh paling umum dari gerak dengan percepatan kostan adalah gerak jatuh bebas
atau benda jatuh bebas ke bumi. Dalam kondisi tidak ada gesekan udara yang ditemukan
pada semua sisi benda, anpa memperhatikan ukuran atau berat mereka, jatuh paa
percepatan yang sama pada titik yang sama pada permukaan bumi, dan jika jarak yang
ditempuh selama jatuh tidakterlalu besar, maka percepatan benda tersebut dapat dianggap
kostan selama jatuh. Gerk ideal ini disebut dengan jatuh bebas. Percepatan yang dialami
benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan diberi simbol g.
-
Di dekat bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2 atau 9,8 m/s
2 atau 980 cm/s
2, dan berarah ke
bawah meuju pusat bumi(Sears,1962).
Contoh paling umum dari gerak dengan percepatan kostan adalah gerak jatuh bebas
atau benda jatuh bebas ke bumi. Dalam kondisi tidak ada gesekan udara yang ditemukan
pada semua sisi benda, anpa memperhatikan ukuran atau berat mereka, jatuh paa
percepatan yang sama pada titik yang sama pada permukaan bumi, dan jika jarak yang
ditempuh selama jatuh tidakterlalu besar, maka percepatan benda tersebut dapat dianggap
kostan selama jatuh. Gerk ideal ini disebut dengan jatuh bebas. Percepatan yang dialami
benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan diberi simbol g.
Di dekat permukaan bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2 atau 9,8 m/s
2 atau 980 cm/s
2, dan
berarah ke bawah meuju pusat bumi. Pada umumnya orang menganggap gravitasi sama
dengan gaya gravitasi, itu salah. Gravitasi adalah fenimena, dan gaya gravitasi berarti
gaya yang menarik benda ke bumi, ataulebih dikenal berat pada benda tersebut, simbol g
mewakii ercepatan yang diakibatkan oleh gaya yang ditibulkan oleh fenomena gravitasi
(Richards,1960).
Kita dapat mengaplikasikan ide ini karena sebuah penelitian yang penting yang dibut
oleh Galileo. Dia menemukan setelah banyak melakukan eksperimen, dimana semua
benda dekat bumi jatuh ke bumi dengan percepatan yang sama. Percepatan ini, 32 kaki/s2
di Inggris dan 9,8 m/s2
di sistem matrik. Ini disebut dengan percepatan gravitasi dan
disimbolkan g (Beiser,1964).
-
BAB II
MEODOLOGI
2.1. Peralatan
Alat-alat yang dipergunakan dalam perobaan ini adalah satu set instrumen penjatuh
benda, dua buah bola besi atau baja, satu buah pencatat waktu, satu buah skala vertikal,
satu buah sumber tegangan DC, kabel penghubung secukupnya dan skalar morse.
2.2. Tata Laksana Percobaan
Pada percobaan ini pertama yang harus dilakukan adalah peralatan-peralatan pada
praktikum disusun. Kemudian, besi penopang diatur agar tegak lurus dengan sekrup
pengatur. Kemudian klem b dikunci pada posisi serendah mungkin dan plat kontak c diatur
sehingga bola jatuh tepat pada permukaan plat. Selanjutnya, sumber tegangan dihidupkan
dan bola ditempelkan pada bagian bawah magnet penahan. Kemudian, beberapa lembar
kertas berukuran perangko disusun dianta bola dan magnet penahan. Arus magnet
dinaikkan sampai bolatetap menempel (tanpa suara dengung) arus diatur agar arus magnet
mejadi rendah. Kemudian, pencacah pada pengukur waktu diatur dengan resolusi 1 ms,
kemudian direset. Selanjutnya, jarak antara sisi bawah bola dan permukaan plat kontak
diatur. Kemudian kunci morse ditekan dengan cepat. Begituwaktu t terbaca dan dicatat,
pencacah di reset dan plat kontak dibuka kembali. Selanjutnya, agar diperoleh hasil
seakurat mungkun, pengukuran diulangi tujuh kali pada jarak yang sama. Kemudian klem
bdi geser agar jrak s berkurang dan pengukuran dilkuan seperti diatas minimal lima variasi
jarak. Kemudian, langkah-langkah diatas di ulangi pada bola besi yng linnya.
-
2.3. Gambar
2.3.1. Susunan alat percobaan gerak jatuh bebas
-
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Hasil Percobaan
3.1.1 Bola 1
m=32,5gram=0,0325kg
No. S (cm) t(ms) (ms)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7
1. 10 149 147 143 145 141 143 148 145,14
2. 15 174 179 176 179 176 182 173 177
3. 20 195 196 196 197 199 198 199 197,14
4. 25 224 212 225 230 225 230 230 225,14
5. 30 250 247 254 251 250 249 252 250,43
3.1.2 Bola 2
m=16,2gram=0,0162kg
No. S (cm) t(ms) (ms)
t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7
1. 10 141 145 139 150 141 147 135 142,57
2. 15 181 179 176 180 178 183 177 179,14
3. 20 212 212 205 244 202 206 209 212,86
4. 25 233 238 234 232 235 236 233 234,43
5. 30 251 241 241 248 248 252 248 248,71
-
3.2. Perhitungan
3.2.1 Bola 1
No. S (m) t(ms)
(s) 2(s) g(m/s
2) |g- |
2 V(m/s2) |v-
2|
1. 0,10 0,145 0,021 9,524 0,062 0,69 0,0802
2. 0,15 0,177 0,031 9,677 0,009 0,85 0,0152
3. 0,20 0,197 0,039 10,256 0,234 1,015 0,0017
4. 0,25 0,225 0,051 9,803 0,00096 1,111 0,019
5. 0,30 0,250 0,0625 9,6 0,296 1,2 0,0514
48,86 0,60196 4,886 0,1675
g1= = = 9,524 m/s2
g2= = = 10,256 m/s2
g3= = = 9,677 m/s2
g4= = = 9,803m/s2
g5= = = 9,6m/s2
= = = 9,772 m/s
2
= = = = 0,1735 m/s2
Krg = x 100 % = x 100% = 1,78%
-
= 9,722 m/s2
= = = 0,9732 m/s2
= = = = 0,091515 m/s2
Krv = x 100 % = x 100% = 9,4 %
= 0,9372 m/s2
3.2.2 Bola 2
No. S (m) t(ms)
(s) 2(s) g(m/s
2) |g- |
2 V(m/s2) |v-
2|
1. 0,10 0,143 0,020 10 0,35236 0,699 0,063
2. 0,15 0,179 0,032 9,375 0,0096 0,838 0,012
3. 0,20 0,213 0,045 8,889 0,26729 0,939 0,011
4. 0,25 0,234 0,055 9,091 0,09923 1,068 0,014
5. 0,30 0,249 0,062 9,677 0,07344 1,205 0,065
47,032 0,79328 4,794 0,163
= = = 9,406 m/s
2
= = = = 0,1991582 m/s2
Krg = x 100 % = x 100% = 2,1 %
= 9,406 m/s2
-
= = = 0,9498 m/s2
= = = = 0,0902774 m/s2
Krv = x 100 % = x 100% = 9,5 %
= 0,9498 m/s2
-
3.4. Pembahasan
3.4.1. Analisa Prosedur
Pada percobaan ini menggunakan alat-alat yang dirangkai menjadi satu rangkaian
untuk menjalankan satu sistem dalam percobaan dan masing-masing alat mempunyai
fungsi-fungsi tersendiri yang diperlukan dalam proses percobaan. Pada percobaan ni
menggunakan sat set instrumen penjatuh benda dan dalam instrumen ini terdapat tiang
penyangga yang berfungsi untuk menyangga magnet penahan agar tepat diatas plat kontak
dan juga untuk megatur ketinggian magnet penahan. Terdapat juga sebuah magnet penahan
yang berfungsi untuk menahan dan kemudian menjatuhkan bola besi. Dalam percobaan ini
juga digunakan sebuh skala vertikal yang berfungsi untuk mengatur jarak antara megnet
dengan plat kontak.dalam percoban ini juga digunakan sebuah sumber tegangan DC yang
digunakan untuk mengalirkan arus listrik sehingga magnet bisa menarik atau menahan bol
besi. Dalam percobaan ini digunakan sebuah alat pengukur waktu yang berfungsi untuk
mengukur waktu tempuh jatuhnya bola dari magnet penyangga ke plat kontak. Dalam
percbaan ini juga digunakan beberapa kabel penghubung yang digunakan untuk
menghubungkan perangkat satu dengan perangkat lainnya. Dalam percobaan ini juga
dibutuhkan dua buah boa besi yang digunakan benda yang dijatuhkan dan di ukur
waktunya. Dan dalam percobaan ini juga digunakan kertas seukuran perangko yang
diletakkan diantara bola besi dan magnet yang gunanya agar bola besi langsung jatuh
seketika saat skalar morse ditekan dengan cepat.
3.4.1.2. Fungsi Perlakuan
Pada percobaan ini pertama alat-alat harus dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian
alat-alat tersebut dirangkai seperti pada gambar agar tidak terjadi kesalahan alat atau alat
tersebut dapat dengan mudah menjalankan fungsinya tanpa ada gangguan. Kemudian,
sumber tegangan dihidupkan kare percobaan ini membutuhkan arus listrik untuk
memberikan gaya tarik pada magnet penahan. Kemudia bola besi satu diletakkan pada
magnet dan diantaranya diletakkan sebuah keras seukuran perangko. Gunanya agar tidak
terjadi kesalahan pada magnet dan saat skalar morse ditekan magnet langsung kehilangan
gaya tariknya dan bola besi langsung jatuh. Pada saat menempekan bola besi, arus listrik
diatur sehingga bola dapat menempel dengan kuat dan tidak terdengar suara dengungan.
Kemudian, plat kontak dan magnet penahan diatur agar lurus vertikal agar bola besi yang
jatuh dari magnet penahan jatuh tepat pada plat kontak sehingga waktu dapat terbaca
dengan baik. Kemudian, alat pencacah waktu dihidupkan dan resolusnya diatur hingga 1
ms sehingga didapatkan ketelitian pengukuran waktu yang tinggi. Stelah semua alat
disiapkan, dan telah dihubungkan satu sama ain dengan kabel penghubung, bola
-
ditempelkan dan skalar morse ditekn dengan cepat. Ditekan dengan cepat agar ketika bola
jatuh, seketika itu wktu mulai diukur, jika menekannya lama maka ketika tangan dilepas
dari skalar morse itu adalah saat dimulaiya mengukur waktu bukan saat bola tepat jatuh.
Untuk setiap bola, dijatuhkan dari lima variasi jarak, dan untuk setiap variasi jarak,
dilakukan tujuh kali pengukuran waktu. Hal ini ditujukan agar diperoleh variasi data yang
kemudian ditujukan untuk mecari seberapa besar tingkat kesalahan pada percbaan tersebut
dan untuk membandingkan gravitasi pada setiap jarak pada percobaan ini.
3.4.2. Analisa Hasil
Pada percobaan ini hasil yang didapat tidak jauh beda antara waktu yang dibutuhkan
bola kecil danbola besar. Hal in menunjukkan bahwa pada gerak jatuh bebas ukuran dan
berat benda tidak begitu berpengaruh pada waktu yang dibutuhkan benda tersebut jatuh dari
magnet ke plat kontak. Hal ini adalah bukti bahwa pada gerak jatuh bebas ukuran dan berat
diabaikan sehingga kecepatan dan waktu yang dibutuhkan terpaut selisih yang sangat kecil.
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai gravitasi pada perhitungan dan pada grafik tidak jauh
beda. Pada perhitungan, nilai percepatan gravitasi yang didapatkan pada bola satu yaitu
sebesar 9.80,17 m/s2 kemudian bola kedua nilainya didapatkan sebesar 9.40,2 m/s2.
Kemudian pada grafik, nilai percepatan gravitasi pada bola pertama yang didapatkan sebesar
100,01 m/s2 kemudian pada bola kedua nilainya didapatkan sebesar 8,570,02 m/s2. Nilai
tersebut dapat dikatakan memiliki selisih yang sangat sedikit atau bahkan bisa lebih kecil
lagi jika nilai ralat pada nilai gravitasi yang kecil ditambahkan dan nila ralat pada gravitasi
yang besar dikurangkan. Dalam percccobaan ini kesalahn sedikit apapun dapat memberi
selisih nilai yang besar. Merurut hukum kedua newton, gerak jatuh bebas gerak jatuh beda
pada arah vertikal dari ketinggian tertentu tanpa kecepatan awal. Jadi, gerak benda hanya
dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi g. Pada gerak jatuh bebas benda tersebut termasuk
dalam hukum kekekalan energi (memiliki energi potensial dan energi kinetik). Dimana
energi mekanik benda akan selalu sama meskipun energi kinetik dan energi potensialnya
berubah. Pada ketinggian maksimum energi potensial maksimum dan energi kinetik sama
dengan nol berarti energi mekanik samadengan energi potensial benda tersebut. Pada
ketinggian nol energi potensial sama dengan nol dan energi kinetiknya maksimal berarti
energi mekanik sama dengan energ kinetik benda tersebut. Berat dari suatu benda adalah
gaya yang disebabkan oleh gravitasi berkaitan dengan massa benda tersebut. Berat benda
disebabkan oleh gravitasi sehingga arah gaya tersebut selalu mengarah kebawah atau ke inti
bumi. Satuan berat adalah Newton (N). Sedangkan massa adalah suatu sifat fisika dari suatu
benda untuk menjelaskan berbagai perilaku objek yang terpantau. Gerak jatuh bebas
-
biasanya terjadi setiap hari, seperti buah jatuh dan lain sebagainya. Pada intinya semua
benda yang jatuh vertikal tanpa mempunyai kecapatan awal adalah benda yang bergerak
jatuh bebas. Pada percobaan ini digunakan arus DC atau arus searah dikarenakan arus DC
mengalirkan elektron dari suatu titik yang energi potensialnya tinggi ke titik lain yang energi
potensialnya rendah. Dan juga pada percobaan ini hany membutuhkan arus listrik yang kecil
dan jika menggunakan arus AC atau arus bolak balik maka akan terjadi kesalahan pada
pecobaan ini. Sehngga dalam percobaan ini arus serah lebih simpel dari arus bolak balik
karena arus searah lebih mudah untuk mengontrolnya (memutus arusnya lebih mudah)
sehingga lebih efisien digunakan dalam percobaan ini dibanding arus AC. Pada percobaan
ini beberapa kesalahan yang mungkin terjadi adalah pertama kesalahan pembacaan waktu
oleh pencacah waktu, kedua karena proses pemencetan skalar morse yang tidak benar atau
tidak cepat dalam memencetnya, ketiga kesalahan kerena bola tidak jatuh tepat pada plat
kontak. Setiap kesalahan tersebut dapat merubah hasil pada percobaan ini.
-
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa berat dari suatu benda tidak berpengaruh
pada proses gerak jatuh bebas tersebut. Setiap benda yang jatuh bebas mengalami
percepatann yang sama. Semakin jauh jarak tempuh bola maka semakin besar kecepatan
benda saat di titik akhir atau titik yag paling bawah. Semakin lama waktu tempuh bend
maka semakin cepat kecepatan benda saat berada di titik akhir dan semakin jauh jarak
tempuh benda. Gerak jatuh bebas selalu diawali dengan benda yang diam. Gravitasi bumi
memiliki simbol g dan satuan m/s2 jadi untuk mencari nilainya dapat dilakukan dengan
membagi jarak dengan waktu tempuh yang dikuadratkan.
4.2. Saran
Dalam melakukan percobaan ini, sebaiknya sebelum melakukan percobaan ini peserta
praktikum dwjibkan membaca langkah-langkah percobaan terlebih dahulu agar mengerti
semua yang harus dilakukan dalam percobaan. Kemudian, dalam pemencetan skalar morse
harus cepat agar pngukur waktu bisa membaca waktu dengan tepat. Para peserta praktikum
diharapkan mendengarkan dan mematuhi petunjuk dari asisten praktikum.
-
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur. 1964. The Foundation of Physics. Addison-wesley publishing
company,inc: London.
Gincoli, Douglas C. 1999. Fisika. Erlangga: Jakarta.
Halliday, David. Robert R. 1985.Fisika. Erlangga: Jakarta.
Richards, James A. Dkk.1960.Modern University Physics. Addison-wesley publishing
company, inc: London.
Sears, Francis Weston.1962.Mechanics, Heat, and Sound. Addison-wesley publishing
company,inc: London.
-
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
TUMBUKAN
(PERCOBAAN ME3)
Disusun oleh:
Kelompok 2
Moh. Lutfi (125090300111003)
Choirun Nisa (125090300111001)
Dina Nurul Afifah (125090300111002)
M. Nur Huda Arifandy (125090300111039)
Sri Handayani (125090300111040)
Yuni Susiati (125090300111038)
LABORATORIUM FISIKA DASAR
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan Percobaan
Setelah melaksanakan praktikum ini, peserta praktikum diharapkan mampu
memahami dan menjelaskan konsep momentum linear dan mampu membuktikan hukum
kekekalan momentum pada peristiwa tumbukan serta mengaplikasikannya untuk
memecahkan fenomena yang bersifat fisis.
1.2. Dasar Teori
Tumbukan merupakan peristiwa yang digunakan untuk menyelidiki partikel-
partikel kecil yang bertumbukan bersinggungan, dengan memandang partikel-partikel
yang bertumbukan sebagai suatu sistem, sehingga dapat menggunakan hukum-hukum
kekekalan untuk memprediksikan apa yang akan terjadi setelah tumbukan serta dapat
menentukan gaya interaksi tumbukan. Pada peristiwa tumbukan terjadi dua hal, pertama
yaitu perpindahan momentum melalui impuls yang disebabkan oleh gaya interaksi yang
terjadi dalam jangka waktu yang sangat pendek. Sehingga impuls gaya luar dapat
diabaikan terhadap gaya interaksinya, akibatnya momentum dianggap kekal. Kedua,
terjadi perpindahan energy, karena pada saat tumbukan gaya interaksi juga menyebabkan
partikel lain bergeser sehingga partikel tersebut melakukan kerja. Saat tumbukan gaya
interaksi dianggap sebagai gaya konservatif, sehingga energy mekanik pada suatu system
adalah kekal. Pada peristiwa tumbukan dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, tumbukan
elastis sempurna yaitu energi kinetik sebelum dan setelah tumbukan adalah konstan tanpa
ada yang tersimpan sebagai energi potensial maupun menjadi kalor. Kedua, tumbukan tak
elastis yaitu energi kinetik sebelum dan sesudah tumbukan konstan. Ketiga, tumbukan tak
elastis sempurna yaitu apabila ada dua benda atau partikel-partikel bersatu dan bergerak
bersama setelah tumbukan (Sutrisno,1997).
Gagasan dasar tumbukan adalah gerak partikel yang bertumbukan (minimal satu
partikel) berubah secara mendadak sehingga dapat dibedakan secara fisis partikel sebelum
mengalami tumbukan dan setelah mengalami tumbukan (Halliday,Resnick,1978).
Momentum total sistem akibat tumbukan sama dengan nol, jika tidak ada gaya
eksternal yang bekerja, gaya impuls yang bekerja berupa gaya internal sehingga tidak
mempengaruhi momentum total sistem (Halliday dkk,1992).
-
Pada tumbukan elastis, energi kinetik total di dalam suatu sistem sama sebelum
maupun sesudah tumbukan. Dalam tumbukan tidak elastis, tumbukan mengubah energi
kinetik dalam sistem tertutup, sehingga energi kinetiknya tidak tetap (Holzner,1992).
Dibandingkan dengan gaya impuls yang relatif besar, gaya eksternal gravitasi dapat
diabaikan dalam penentuan perubahan gerak, semakin pendek waktu tumbukannya,
hasilnya semakin mendekati nilai sebenarnya (Halliday,1978).
Sebuah bola yang bersifat elastis sebagian, apabila dijatuhkan dari ketinggian h1
dengan kecepatan v1 akibat energi potensial gravitasi akan memantul kembali dengan
ketinggian h2 dengan kecepatan v2, dimana perbandingan tingginya sama dengan kuadrat
dari perbandingan kecepatannya (Sears,1962).
Rasio antara kecepatan relatif antara posisi awal dengan posisi berikutnya dalam
suatu tumbukan elastic sebagian dinamakan koefisien restitusi. Jika koefisien restitusinya
bernilai 1 restitusinya antara 0 dan 1 maka disebut tumbukan elastis tidak sempurna dan
jika koefisien restitusinya bernilai 0, maka disebut tumbukan tidak elastik (Beiser,1992).
-
BAB II
METODOLOGI
2.1. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain seperangkat rel udara,
pencacah waktu, garpu penghalang cahaya, kabel dan sumber tegangan.
2.2. Tatalaksana Percobaan
Pada percobaan ini, pertama disusun trak udara, kereta luncur dan counter sesuai
dengan sistem pada gambar 2.1. Lalu kedua papan luncur dilengkapi dengan beban
tambahan 100 gram dan penahan (a) serta pegas (b) seperti pada gambar 2.2. Kemudian
diselipkan empat lempeng interrupter (c) pada tiap papan luncur. Kemudian dikumpulkan
kebagian tengah sehingga dibentuk susunan lempeng rapat selebar S = 2cm. Setelah itu,
diletakkan papan luncur ke rel. Kedua, dihidupkan blower dan rel diatur supaya datar
dengan diubah sekrup pengatur ketinggian. Jika sudah benar, maka papan akan tetap
diam ketika ditempatkan direl. Selanjutnya dihubungkan kabel-kabel penghubung seperti
gambar 2.1. Lalu diatur pencacah pada angka nol dengan tombol reset. Posisi penghalang
cahaya seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.2.
Percobaan dengan massa sama ( m1= m2 , v2 = 0 ). Pertama, diletakkan papan
luncur 1 pada posisi awal dari rel dan papan luncur 2 dalan keadan diam, diletakkan
diantara kedua penghalan cahaya. Diatur kedua pencacah pada posisi nol. Didorong
papan luncur 1, dicatat waktu yang ditunjukkan oleh pencacah untuk masing-masing
papan luncur. Dicatat t1 sebagai t1 dan t2 sebagai t2. Diulang untuk beberapa kecepatan
awal yang berbeda.
Percobaan dengan massa yang berbeda ( m1 m2 , v2 = 0 ). Pertama, dilakukan
percobaan seperti pada uraian untuk massa yang sama. Setiap kali dilakukan pengukuran,
diubah massa papan luncur dengan ditambahkan beban yang sesuai. Jika papan luncur 1
berbalik arah setelah tumbukan ( m1 < m2 ), direset pencacah (1) pada posisi nol secepat
mungkin setelah dicatat t1 agar t1 dapat diukur oleh penghalang pertama. Jika papan
luncur 1 terus maju setelah tumbukan ( m1 > m2 ), direset pencacah (2) secepat mungkin,
setelah dicatat t2 agar t1 dapat diukur oleh penghalang kedua.
-
2.3 Gambar
Gambar 2.1 Susunan trak udara, kereta luncur dan counter
Gambar 2.2 Beban luncur ; (a) Plat penahan tumbukan, (b) per, (c) lapisan peluncur,
(d) pemberat tambahan.
-
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1 Data Hasil Pembahasan
3.1.1. Percobaan Pertama
S= 0,02 m
m1 = m2 = 0,1 kg
No. m1 (kg) m2 (kg)
1 0,011 0,024
2 0,015 0,017
3 0,015 0,016
4 0,015 0,016
5 0,013 0,014
3.1.2. Percobaan Kedua
S = 0,02 m
No. m1 (kg) m2 (kg) t1 (s) t1 (s) t2 (s)
1 0,1 0,2 0,009 0,040 0,013
2 0,1 0,2 0,010 0,045 0,013
3 0,1 0,2 0,009 0,040 0,013
4 0,1 0,2 0,009 0,043 0,013
5 0,1 0,2 0,010 0,047 0,014
3.1.3. Percobaan Ketiga
S = 0,02 m
m1 = m2 = 0,1 kg
NO. t1 (s) t1 (s) t2 (s) t2 (s)
1 0,013 0,027 0,011 0,038
2 0,013 0,038 0,020 0,047
3 0,014 0,024 0,030 0,032
-
3.2. Perhitungan
3.2.1. Percobaan Pertama
S = 0,02 m
m1 = m2 = 0,1 kg
v2 = 0 m/s
No. v1 (m/s) v2 (m/s) P1 (kg. m/s) P2 (kg. m/s) Ek1 (J) Ek2 (J)
1 1,818 0,833 0,182 0,083 0,165 0,035
2 1,333 1,176 0,133 0,118 0,089 0,069
3 1,333 1,250 0,133 0,125 0,089 0,078
4 1,333 1,250 0,133 0,125 0,089 0,078
5 1,538 1,429 0,154 0,143 0,102 0,118
7,355 5,938 0,736 0,594 0,534 0,378
1,471 1,188 0,147 0,119 0,107 0,076
1. v1 = = = 1,818 m/s
v2 = = = 0,833 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.1,818 kg m/s
= 0,182 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1
.0,833 kg m/s
= 0,083
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (1,818)
2 J
= 0,165 J
Ek2 = m2v22 = 10
-1 (0,833)
2 J
= 0,035 J
2. v1 = = = 1,333 m/s
v2 = = = 0,176 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.1,333 kg m/s
= 0,133 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1
.1,176 kg m/s
= 0,118 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (1,333)
2 J
= 0,089 J
Ek2 = m2v22 = 10
-1 (1,176)
2 J
= 0,069 J
3. v1 = = = 1,333 m/s
v2 = = = 1,250 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.1,333 kg m/s
= 0,133 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1
.1,250 kg m/s
= 0,125 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (1,333)
2 J
= 0,089 J
Ek2 = m2v22 = 10
-1 (0,250)
2 J
= 0,078 J
4. v1 = = = 1,333 m/s
v2 = = = 1,250 m/s
-
P1 = m1 v1 = 10-1
.1,333 kg m/s
= 0,133 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1
.1,250 kg m/s
= 0,125 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (1,333)
2 J
= 0,089 J
Ek2 = m2v22 = 10
-1 (0,250)
2 J
= 0,078 J
5. v1 = = = 1,538 m/s
v2 = = = 1,429 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.1,538 kg m/s
= 0,154 kg m/s
P2 = m2 v2 = 10-1
.1,429 kg m/s
= 0,143 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (1,538)
2 J
= 0,118 J
Ek2 = m2v22 = 10
-1 (0,143)
2 J
= 0,102 J
Hukum Kekekalan Momentum
+ = +
=
0,147 0,119
= =
=
1,471 0,188
Hukum kekekalan Energi Kinetik
E +E = E +E
E = E
0,107 0,076
3.2.2. Percobaan Kedua
S = 0,02 m
m1 = 0,1 kg
m2 = 0,2 kg
v2 = 0 m/s
No v1(m/s) v1(m/s) v2(m/s) P1(kg. m/s) P1(kg. m/s) P2(kg. m/s) Ek1(J) Ek1(J) Ek2(J)
1 2,222 0,500 1,538 0,222 0,050 0,308 0,247 0,013 0,237
2 2,000 0,444 1,538 0,200 0,044 0,308 0,200 0,010 0,237
3 2,222 0,500 1,538 0,222 0,050 0,308 0,247 0,013 0,237
4 2,222 0,465 1,538 0,222 0,047 0,308 0,247 0,011 0,237
5 2,000 0,426 1,429 0,200 0,043 0,286 0,200 0,009 0,204
10,666 2,335 7,581 1,066 0,234 1,518 1,141 0,056 0,230
2,133 0,467 1,516 0,213 0,047 0,304 0,228 0,011 0,230
-
1. v1 = = = 2,222 m/s
v1 = = = 0,500 m/s
v2 = = = 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.2,222 kg m/s
= 0,222 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.0,500 kg m/s
= 0,050 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (2,222)
2 J
= 0,247 J
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (0,500)
2 J
= 0,013 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (1,538)
2 J
= 0,237 J
2. v1 = = = 2,000 m/s
v1 = = = 0,444 m/s
v2 = = = 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.2 kg m/s
= 0,200 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.0,444 kg m/s
= 0,044 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (2,000)
2 J
= 0,200 J
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (0,444)
2 J
= 0,010 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (1,538)
2 J
= 0,237 J
3. v1 = = = 2,222 m/s
v1 = = = 0,500 m/s
v2 = = = 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.2,222 kg m/s
= 0,222 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.0,500 kg m/s
= 0,050 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (2,222)
2 J
= 0,247 J
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (0,500)
2 J
= 0,013 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (1,538)
2 J
= 0,237 J
4. v1 = = = 2,222 m/s
v1 = = = 0,465 m/s
v2 = = = 1,538 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.2,222 kg m/s
= 0,222 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.0,465 kg m/s
= 0,047 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (2,222)
2 J
= 0,247 J
-
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (0,465)
2 J
= 0,011 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (1,538)
2 J
= 0,237 J
5. v1 = = = 2,000 m/s
v1 = = = 0,426 m/s
v2 = = = 1,429 m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.2 kg m/s
= 0,200 kg m/s
P1 = m1 v1 = 10-1
.0,426 kg m/s
= 0,043 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.1,429 kg m/s
= 0,286 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (2,000)
2 J
= 0,200 J
Ek1 = m1v12 = 10
-1 (0,426)
2 J
= 0,009 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (1,429)
2 J
= 0,204 J
Hukum Kekekalan Momentum
+ = +
= +
0,213 0,351
Hukum kekekalan Energi Kinetik
E +E = E +E
E = E +E
0,228 0,170
3.2.3. Percobaan Kedua
S = 0,02 m
m1 = m2 = 0,2 kg
No v1(m/s) v2(m/s) v1(m/s) v2(m/s) P1(kg.
m/s)
P2(kg.
m/s)
P1(kg.
m/s)
P2(kg.
m/s) Ek1(J) Ek2(J) Ek1(J) Ek2(J)
1 1,538 1,818 0,741 0,526 0,308 0,364 0,148 0,105 0,237 0,331 0,055 0,028
2 1,538 1,000 0,526 0,426 0,308 0,200 0,105 0,085 0,237 0,100 0,028 0,018
3 1,429 0,667 0,833 0,625 0,286 0,133 0,167 0,125 0,204 0,045 0,069 0,039
4,505 3,485 2,100 1,577 0,902 0,697 0,420 0,315 0,678 0,476 0,152 0,085
1,501 1,162 0,700 0,526 0,300 0,232 0,140 0,105 0,226 0,159 0,051 0,028
1. v1 = = = 1,538 m/s
v2 = = = 1,818 m/s
v1 = = = 0,741 m/s
v2 = = = 0,526 m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1
.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.1,818 kg m/s
= 0,364 kg m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1
.0,741 kg m/s
= 0,148 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.0,526 kg m/s
= 0,105 kg m/s
-
Ek1 = m1v12 = 2.10
-1 (1,538)
2 J
= 0,237 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (1,818)
2 J
= 0,331 J
Ek1 = m1v12 = 2.10
-1 (0,741)
2 J
= 0,055 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (0,526)
2 J
= 0,028 J
2. v1 = = = 1,538 m/s
v2 = = = 1,000 m/s
v1 = = = 0,526 m/s
v2 = = = 0,426 m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1
.1,538 kg m/s
= 0,308 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.1,000 kg m/s
= 0,200 kg m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1
.0,526 kg m/s
= 0,105 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.0,426 kg m/s
= 0,085 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 2.10
-1 (1,538)
2 J
= 0,237 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (1,000)
2 J
= 0,100 J
Ek1 = m1v12 = 2.10
-1 (0,526)
2 J
= 0,028 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (0,426)
2 J
= 0,018 J
3. v1 = = = 1,429m/s
v2 = = = 0,667 m/s
v1 = = = 0,833 m/s
v2 = = = 0,625 m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1
.1,429 kg m/s
= 0,286 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.0,667 kg m/s
= 0,133 kg m/s
P1 = m1 v1 = 2.10-1
.0,833 kg m/s
= 0,167 kg m/s
P2 = m2 v2 = 2.10-1
.0,625 kg m/s
= 0,125 kg m/s
Ek1 = m1v12 = 2.10
-1 (1,429)
2 J
= 0,204 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (0,667)
2 J
= 0,045 J
Ek1 = m1v12 = 2.10
-1 (0,833)
2 J
= 0,069 J
Ek2 = m2v22 = 2.10
-1 (0,625)
2 J
= 0,039 J
Hukum Kekekalan Momentum
+ = +
0,300+0,232=0,140+0,105
0,532 0,245
Hukum kekekalan Energi Kinetik
E +E = E +E
0,226+0,159=0,051+0,028
0,385 0,079
-
33 Pembahasan
3.3.1. Analisa Prosedur
3.3.1.1 Fungsi Alat
Dalam melakukan praktikum ini, peralatan yang digunakan yaitu seperangkat rel
udara, pencacah waktu, garpu penghalang cahaya (interuptor), kabel dan sumber
tegangan. Rel udara digunakan sebagai lintasan peluncur untuk mengurangi gesekan
antara rel dengan peluncur sehingga kecepatan peluncur lebih stabil. Pencacah waktu
digunakan untuk mencatat waktu yang dibutuhkan interuptor pada saat menghalangi
cahaya. Pencacah waktu yang digunakan yaitu digital counter sehingga lebih akurat
karena memiliki ketelitian 1 milisekon. Prinsip kerja pencacah waktu dengan garpu
penghalang cahaya yaitu apabila cahaya ditutupi interuptor, pencacah waktu akan mulai
melakukan perhitungan waktu dan akan berhenti setelah interuptr tidak menghalanginya.
Kabel digunakan untuk membuat rangkaian listrik sistem dan sumber tegangan sebagai
sumber energi listrik sistem.
3.3.1.2 Fungsi Perlakuan
Dalam melakukan percobaan ini, pastikan rangkaian sistem sudah terpasang
dengan benar agar meminimalisir ketidaktepatan percobaan. Peluncur diberi beban
tambahan agar peluncur diasumsikan memiliki massa yaitu massa beban tambahan
karena massa peluncur diabaikan. Sistem dari rel udara digunakan untuk meminimalisir
gesekan antara rel dengan peluncur, namun peluncur tetap memiliki gaya normal.
Sebelum pelcur didorong, atur pencacah waktu setiap kali perhitungan. Hal ini bertujuan
untuk memperoleh nilai sebenarnya, bukan kumulatif. Pada percobaan pertama, massa
benda pertama dan massa benda kedua sama serta benda kedua pada mulanya diam.
Dilakukan perhitungan waktu sebelum dan sesudah tumbukan pada masing-masing
benda, untuk memperoleh ketepatan benda melalui persamaan vi=s/t. Perhitungan
dilakukan sebanyak lima kali. Sedangkan pada percobaan kedua, massa benda pertama
dan benda kedua tidak sama agar mendapatkan variasi data serta benda kedua pada
mulanya dalam keadaan diam. Dilakukan perhitungan waktu dan dilakukan sebanyak
lima kali. Kemudian pada percobaan ketiga, massa benda pertama dan kedua sama serta
masing-masing benda pada mulanya bergerak dan memiliki kecepatan sebelum
tumbukan. Dilakukan perhitungan waktu dan diulang sebanyak tiga kali. Hal yang
penting yang harus diperhatikan adalah pada percobaab kedua dan ketiga, setelah terjadi
tumbukan maka pencacah waktu harus direstart agar tidak terjadi kumulasi data.
-
3.4 Analisa Hasil
Berdasarkan hasil perhitungan, pada percobaan pertama nilai momentum sistem
sebelum dan sesudah tumbukan memiliki selisih (m=0,028 kg.m/s) dan energi
kinetiknya juga memiliki selisih nilai ((Ek=0,031 J). Sedangkan pada percobaan kedua,
selisih momentum ((m=0,142 kg.m/s) dan ((Ek=0,058 J), pada percobaan ketiga
(( m=0,287 kg.m/s) dan ((Ek=0,306 J).
Dari hasil percobaan diperoleh selisih nilai momentum dan energi kinetik yang
cukup besar. Hal ini terjadi disebabkan beberapa faktor antara lain: kedua benda peluncur
tidak bertumbukan tepat di tengah sehingga jarak untuk kembali ke posisi semula tidak
seimbang, setelah peluncur-peluncur bertumbukan dan terpental maka semakin lama
kecepatannya semakin berkurang arena rel udara dan blower kurang efektif, keadaan
peluncur kedua yang sulit utuk dibuat dalam keadaan diam sehingga mempengaruhi
kecepatannya setelah tumbukan dan terjadi banyak pembulatan angka pada perhitungan.
Prinsip tumbukan yaitu aliran udara rel yang berasal dari blower dilewatkan pada
papan luncur (peluncur) sehingga peluncur akan melayang di atas rel yang berguna untuk
meminimalisir gesekan antara peluncur dan rel. Ketika papan luncur didorong dan
melewati penghalang cahaya, lempeng interuptor akan menutup cahaya dan pencacah
waktu mulai bekerja. Kecepatan peluncur diperoleh dari jarak tempuh lempeng (lebar
lempeng/s) menutup cahaya dibagi watu tempuh yang tercatat pada pencacah waktu.
Sedangkan momentumnya diperoleh dari massa tambahan peluncur diali kecepatannya.
Tumbukan yaitu bertumbuknya dua benda atau lebih yang masing-masing benda
memiliki massa dan minimal satu benda menumbuk dengan kecepatan tertentu, sehingga
perpindahan momentum benda. Sedangkan momentum merupakan besar massa dikali
kecepatan benda.
Tumbukan dibedakan menjadi tiga. Pertama, tumbukan elastis sempurna yang
berlaku hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik. Kedua,
tumbukan elastis sebagian dan tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik, sebagian
energi kinetik menjadi energi panas, energi bunyi maupun bentuk deformsi lainnya.
Ketiga, tumbukan tidak elastis yaitu tumbukan yang menghasilkan penyatuan benda dan
tidak berlaku hukum kekekalan momentum.
-
Dalam tumbukan elastis sempurna berlaku persamaan:
P = P P1+P2+.....= P1+P2+.....
Ek = Ek m1v12 + m2v2
2 + .. = m1v1
2 + m2v2
2 + ..
V = V V2 V1 = (V2 V1)
Dalam tumbukan elastic sebagian tidak memiliki persamaan khusus :
P = P m1v1 + m2v2 + .. = m1v1 + m2v2
+ ..
Dalam tumbukan elastis berlaku persamaan :
m1v1 + m2v2 + .. = (m1 + m2 + ..)v
Persamaan Koefisien Restitusi :
e = =
atau e =
Contoh soal :
Dua buah benda yang memiliki massa m1 = m2 = 2 kg bergerak saling mendekati
seperti pada gambar, V1= 10 dan V2 = 20 . Jika kedua benda bertumbukan
lenting sempurna, hitung kecepatan masing-masing benda setelah tumbukan!
-
Penyelesaian :
Pada tumbukan lenting sempurna, berlaku persamaan :
V2 V1 = (V2 V1)
V2 V1 = (20 + 10)
V2 V1 = 30
V1 = V2 30 . . . . . .. (persamaan 1)
m1v1 + m2v2 = m1v1 + m2v2 x
V1 + V2 = V1 + V2
(10) + (20) = (V2 30) + V2
10 = 2 V2 30
2 V2 = 20
V2 = 10 (ke kanan)
V1 = (1030)
V1 = 20 (ke kiri)
Perbedaan antara tumbukan elastic dan tumbukan tidak elastic, yaitu pertama,
sifat fisis benda hasil tumbukan pada tumbukan elastis tetap, sedangkan pada tumbukan
tidak elastis, kedua benda akan menjadi satu. Kedua, untuk tumbukan elastis, kecepatan
relatif benda-benda sesudah tumbukan sama dengan minus kecepatan relatif sebelum
tumbukan (V = V) dan untuk tumbukan tak elastis karena benda-benda menjadi
satu sehingga menambah nilai momen inersia benda sehingga benda tersebut akan lebih
lembam atau lambat kecepatannya. Ketiga, koefisien restitusi yang merupakan
perbandingan antara kecepatan relatif sesaat sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif
sesaat sebelum tumbukan, pada tumbukan elastis e = 1 dan pada tumbukan tak elastis e =
0.
Apabila dua benda saling bertumbukan elastis di mana mula-mula benda pertama
bergerak dengan kecepatan V1 dan benda kedua diam (V2= 0). Berikut merupakan bukti
bahwa : (a) V1 = V2 jika kedua benda bermassa sama dan (b) P1 = P1 + P2 jika keduanya
bermassa tidak sama.
-
(a) m1 = m2 P = P
P1 + P2 = P1 + P2
m1v1 + m2v2 = m1v1 + m2v2 x
V1 = V1 + V2
V1 = V2
(b) m1 m2 P = P
P1 + P2 = P1 + P2
m1v1 + m2v2 = m1v1 + m2v2
P1 = P1 + P2
Apabila suatu benda yang ringam dan sebuah benda yang berat memiliki energi
kinetik yang sama. Maka momentum benda berat lebih besar daripada momentum benda
ringan. Bukti :
Ek1 = Ek2
benda ringan : 1 m1v12= m2v2
2
benda berat : 2 =
Karena m1< m2 maka V1> V2 sehingga P = m, jadi P v dan dapat
disimpulkan bahwa P1 > P2
Adanya transfer energi dari
benda 1 ke benda 2, karena
massanya sama sehingga V1
= 0
-
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam peristiwa tumbukan berlaku hukum Kekekalan Momentum dan hukum
Kekekalan Energi Kinetik pada tumbukan elastis. Dalam percobaan ini persentase bukti
hukum kekekalan momentum besar, karena hanya memiliki selisih yang tipis.
4.2. Saran
Penulis menyarankan agar perangkat rel udara perlu dilakukan servis dan
memperbaiki keadaan rel udara agar dapat seimbang dan tetap terjaga komponen-
komponennya.
-
DAFTAR PUSTAKA
Beiser, Arthur. 1992. Modern Technical Physics. USA: Addision Wesley Publishing
Company.
Halliday, David, dkk. 1992. Physics. USA: John Willey and Sons, Inc.
Halliday, Resnick. 1978. Fisika. Jakarta: Erlangga.
Holzner, Steven. 1992. Physics 1st. USA: John Willey and Sons, Inc.
Sears, Francis W. 1962. Mekanika, Panas dan Bunyi. Jakarta: Erlangga.
Sutrisno. 1997. Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITP Press.
-
TUGAS PENDAHULUAN
1. Pada tumbukan elastis, sifat fisis benda yang saling bertumbukan tetap, sedangkan
pada tumbukan tak-elastis, benda yang saling bertumbukan akan menjadi satu.
minus kecepatan relatif sebelum tumbukan( v = v ) dan untuk tumbukan tak-
elastis, karena benda-benda tersebut menjadi satu sehingga menambah nilai momen
inersia benda yang akibatnya benda tersebut akan lebih lembam atau lambat
kecepatannya.
Koefisien restitusi yang merupakan perbandingan antara kecepatan relatif sesaat
sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif sesaat sebelum tumbukan pada tumbukan
elastis bernilai 1 dan pada tumbukan tak-elastis bernilai nol.
2. a. Jika masa m1 = m2 , berlaku =
v2 = 0 & v1 = 0 ( imbas dari v2 yang diam ) & ( imbas dari massa yang sama
x
b. Jika massa m1 m2 =
Pawal = Pakhir
P1 + P2 = P1 + P2
m1v1 + m2v2 = m2v2 + m2v2 v2 = 0
m1v1 = m1v2 + m2v2
P1 = P1 + P2
3. Jika benda ringan merupakan benda 1 dan benda berat merupakan benda 2
X 2
Karena m1 < m2 maka v1 > v2
-
P1 P2 m1v1 m2v2 v2
2v1 v1
2v2
v2 < v1
P2 > P1
-
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
MOMEN INERSIA
(PERCOBAAN ME1)
Disusun oleh:
Kelompok 3
Ainun Rohimus Sofah (125090300111004)
Dian Sulistyoningsih (125090300111005)
Dimas Barra Kurniawan (125090300111009)
M. Sofyan Habibi (125090300111007)
Nilatul Asna (125090300111008)
Yudo Perbowo (125090300111006)
LABORATORIUM FISIKA DASAR
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan Percobaan
Dewasa ini ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Begitu juga dalam bidang
ilmu fisika, salah satunya yaitu mengenai momen inersia. Banyak sekali aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan momen inersia. Oleh karena itu, praktikum
kali ini akan melakukan percobaan mengenai momen inersia suatu cakram. Setelah
melakukan percobaan momen inersia ini, peserta harus bisa menghitung momen inersia dari
suatu cakram serta menentukan momen inersia dari cakram berlubang.
1.2 Dasar Teori
Momen inersia merupakan ukuran sudut kuantitatif dari properti objek yang tahan
percepatan rotasi. Momen inersia tergantung pada bentuk dan sumbu rotasi tubuh. Rumus
yang berbeda memungkinkan perhitungan bentuk momen inersia yang berbeda. Rumus untuk
massa merupakan titik penting untuk diketahui (Bresnick, 1996).
Sebuah benda berputar memiliki energi kinetik karena partikel penyusunnya bergerak,
meskipun tubuh secara keseluruhan tetap di tempat. Kecepatan partikel yang merupakan jarak
r dari sumbu benda kaku berputar dengan kecepatan sudut , adalah:
v= r
massa partikel itu adalah m, sedang energi kinetik yaitu:
Ek= mv2=(mr
2)
2
dimana simbol tersebut berarti seperti yang disebutkan sebelumnya, jumlah dari persamaan
menyatakan bahwa energi kinetik memutar benda kaku sama dengan satu setengah jumlah
dari mr2. Nilai partikel benda dikalikan dengan kuadrat dari kecepatan sudut.
Persamaan ini
I=mr2
dikenal sebgai momen inersia. Memiliki nilai yang sama terlepas dari pergerakannya.
Semakin jauh sebuah partikel yang diberikan adalah dari sumbu rotasi, semakin cepat
bergerak dan semakin besar konstribusinya terhadap energi kinetik dari benda. Momen inersia
benda bergantung pada cara di mana massa dikonstribusikan relatif terhadap sumbu rotasi.
-
Hal ini sangat mungkin untuk suatu benda untuk memiliki momen inersia yang lebih besar
dari pada yang lain meskipun massanya mungkin jauh lebih kecil dari dua (Beiser, 1964).
Faktor yang diwakili oleh simbol I disebut momen inersia dan momen gayanya:
=I.
Dimana harus diukur dalam radian per detik kuadrat (Bueche,1988).
Persamaan yang menghubungkan persamaan sudut dengan persamaan linear tangensial
atg=r., didapatkan:
F=m.a
=m.r.
Jika kedua sisi dikalikan dengan r, akan didapatkan bahwa torsi =r.F dinyatakan dengan
=m.r2., dari persamaan tersebut akan didapatkan hubungan langsung antara percepatan
sudut dan torsi yang diberikan. Kuantitas mr2 menyatakan inersiatt torsi partikel dan disebut
meomen inersia (Giancoli, 1998).
Suatu benda tegar terdiri dari sejumlah besar sekali partikel. Maka penjumlahan dalam
persamaan yang sederhana harus digantikan dengan integral, I== ; atu jika
adalah kecepatan benda , maka dm= dV dan
I= dV
I=
Besaran tersebut disebut momen inersiarelatif terhadap sumbu rotasi dan didapat
dengan menambahkan hasil kali massa tiap partikel dengan kuadrat jaraknya terhadap sumbu.
Oleh karena itu, semakin melebar suatu benda, semakin besar momen inersianya.
Dengan definisi momen inersia, persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk:
L=I. (hanya untuk rotasi terhadap sumbu linear utama), dimana I merupakan
momen inersia utama yang bersesuaian (Beer,1976).
-
BAB II
METODOLOGI
2.1 Peralatan
Untuk melakukan praktikum momen inersia membutuhkan peralatan-peralatan.
Peralatan yang digunakan yaitu sebuah mistar/penggaris, sebuah stopwatch, beberapa buah
cakram, sebuah timbangan dan beberapa buah pemberat.
2.2 Tata Laksana Percobaan
Pertama massa pemberat m dan cakram ditimbang. Kemudian, jari-jari cakram
berlubang diukur RL dan RD -nya. Lalu posisi titik A dan B ditentukan dan diukur jaraknya.
Setelah itu pemberat dilepaskan dititik A, waktu yang diperlukan untuk mencapai titik B juga
ikut diukur sebanyak 7 kali. Langkah selanjutnya cakram berlubang di atas cakram pertama
sampai cakram yang tersedia terpakai semua.
2.3 Gambar
Gambar 2.1 Penggaris/Mistar
Gambar 2.2 Stopwatch
-
Gambar 2.3 Timbangan
-
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 Data hasil Percobaan
3.1.1 Massa Pemberat = 30 gr = 0,03 Kg
3.1.2 Massa Cakram
3.1.2.1 Massa Cakram Tak Berongga
m=276,5 gr=0,2765 Kg= 0,28 Kg
3.1.2.2 Massa Cakram Berongga
Cakram (gr) (Kg)
m1 289,5 0,2895
m2 288,9 0,2889
m3 288,2 0,2882
m4 288,2 0,2882
m5 289,3 0,2893
3.1.3 Jari-Jari Cakram
Cakram RL (m) RD (m)
Tak berongga 0,08 -
Berongga satu 0,08 0,03
Berongga dua 0,08 0,03
Berongga tiga 0,08 0,03
Berongga empat 0,08 0,03
Berongga lima 0,08 0,03
-
3.1.4 Jarak Tempuh
S=30 cm=0,3 m
3.1.5 Waktu Tempuh
Jumlah
Penambahan
(n)
Waktu Tempuh (s)
0 11,1 27,1 6,5 5,0 6,4
1 7,7 6,4 6,9 7,0 7,1
2 8,3 8,5 8,5 7,9 7,5
3 10,0 8,7 8,7 8,5 8,4
4 12,0 10,5 9,9 10,4 9,9
5 12,2 15,0 10,5 11,9 12,3
3.2 Perhitungan
3.2.1 Cakram Tak Berongga
I0=MR2
=0,28(0,08)2
=0,28.0,0064
=0,001792
I0=0,0018 Kg
/m2
m=.nst
=.0,1
m=0,05
R=.nst
=.0,1
R =0,05
I0=( )I
=( +
=(0,19+0,625)0,0018
=0,815.0,0018
=0,001467
I0=0,0015 Kg.m2
Kr I0= x 100%
-
=
=0,8.100%
Kr I0=80%
3.2.2 Cakram Berongga
3.2.2.1 Cakram Berongga (M1)
=
=
Kg
I=.M1(RL2-RD
2)
=.0,2895(0,082-0,03
2)
=.0,2895(0,0064-0,0009)
=0,14475.0,0055
I=0,000796 Kg.m2
No T 2
1 7,7 0,4624
2 6,4 0,3844
3 6,9 0,0144
4 7,0 0,0004
5 7,1 0,0064
=0,868
=
=
=
=
=
Kr t= x 100%
= x100%
=0,0296.100%
Kr t=2,96%
3.2.2.2 Cakram Berongga (M2)
=0,28882 Kg
I=.M2(RL2-RD
2)
=.0,2889(0,082-0,03
2)
=.0,2889(0,0064-0,0009)
=0,14445.0,0055
-
I=0,00079 Kg.m2
No T 2
1 8,3 0,0256
2 8,5 0,1296
3 8,5 0,1296
4 7,9 0,0576
5 7,5 0,4096
=0,752
=
=
=
Kr t= x 100%
= x100%
=0,0238.100%
Kr t=2,38%
3.2.2.3 Cakram Berongga (M3)
=0,28882 Kg
I=.M3(RL2-RD
2)
=.0,2882(0,082-0,03
2)
=.0,2882(0,0064-0,0009)
=0,1441.0,0055
I=0,000792 Kg.m2
No T 2
1 10 1,2996
2 8,7 0,0256
3 8,7 0,0256
4 8,5 0,1296
5 8,4 0,2116
=1,692
=
=
-
=
Kr t= x 100%
= x100%
=0,0328.100%
Kr t=3,28%
3.2.2.4 Cakram Berongga (M4)
=0,28882 Kg
I=.M4(RL2-RD
2)
=.0,2882(0,082-0,03
2)
=.0,2882(0,0064-0,0009)
=0,1441.0,0055
I=0,000792 Kg.m2
No T 2
1 12 2,1316
2 10,5 0,0016
3 9,9 0,4096
4 10,4 0,0196
5 9,9 0,4096
=2,972
=
=
=
Kr t= x 100%
= x100%
=0,0366.100%
Kr t=3,66%
3.2.2.5 Cakram Berongga (M5)
=0,28882 Kg
I=.M1(RL2-RD
2)
=.0,2893(0,082-0,03
2)
=.0,2893(0,0064-0,0009)
=0,14465.0,0055
I=0,00080 Kg.m2
No T 2
1 12,2 0,0324
2 15 6,8644
3 10,5 3,5344
-
4 11,9 0,2304
5 12,3 0,0064
=10,668
=
=
=
Kr t= x 100%
= x100%
=0,0590.100%
Kr t=5,90%
3.2.3 Percepatan Cakram Tak Berongga
=
=
=
=
=0,0048
=
=
=16,67
3.2.4 Percepatan Cakram Berongga
3.2.4.1 Cakram 1
=
=
=
=0,0122
=
=
=6,56
-
3.2.4.2 Cakram 2
=
=
=
=0,0090
=
=
=8,89
3.2.4.3 Cakram 3
=
=
=
=0,0076
=
=
= 10,53
3.2.4.4 Cakram 4
=
=
=
=0,0054
=
=
=14,81
3.2.4.5 Cakram 5
=
=
=
=0,0039
=
=
=20,51
3.2.4 Grafik hubungan dengan
=
=
-
=
=18,59
=
=
=2,5
Maka koordinat centroid (2,5;18,59)
R=
=
=
=64,6
=
=
=0,1536
= + +
= + +
= +
= - 8,075.
=(20,12-0,0081)24
=20,119. 24
=482,6856
0
5
10
15
20
25
0 1 2 3 4 5 6
Grafik Hubungan Antara dan n
-
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisa Prosedur
3.2.1.1 Fungsi Alat
Beberapa fungsi alat praktikum seperti penggaris digunakan untuk pengukuran jarak dari
titik A ke titik B. Sopwatch digunakan utnuk menghitung waktu yang diperlukan pemberat dari
titik A ke titik B. Cakram dan pemberat berfungsi sebgai benda uji. Sedangkan timbangan
digunakan untuk menimbang pemberat, cakram berongga dan cakram tak berongga.
3.2.1.2 Fungsi Perlakuan
Awalnya cakram tak berongga dan cakram berongga ditimbang agar diketahui massanya,
lalu massanya dicatat. Kemudian, untuk cakram yang tidakn berongga diukur jari-jarinya
menggunakan jangka sorong, sedangkan cakram yang berongga diukur juga jari-jari luar dan
dalamnya dengan menggunakan jangka sorong. Jari-jari luar diukur menggunakan pisau ukur
jangka sorong bagian bawah, sedangkan jari-jari cakram bagian dalam diukur menggunakann
pisau ukur jangka sorong bagian atas. Cakram yang sudah diukur jari-jarinya dicatat. Disamping
itu, jarak antara titik A dan titik B yang telah ditentukan sebelumnya diukur dengan
menggunakan mistar atau penggaris, lalu dicatat hasilnya. Kemudian, pemberat dilepaskan dari
titik A agar menuju titik B. Setelah itu, waktu yang diperlukan pemberat menuju titik B dari titik
A dicatat. Hal tersebut dilakukan selama lima kali berturut-turut. Kemudian cakram yang
berlubang ditambahkan satu per satun di atas cakram pertama dan catat waktuunya. Hal itu
diulangi sampai cakram yang tersedia terpakai semua.
3.2.2 Analisa Hasil
Momen inersia adalah ukuran kelembaman (resistansi) sebuah partikel terhadap
perubahan kedudukan atau posisi dalam gerak rotasi. Momen inersia juga dikatan sebagai
kecenderungan benda untuk mempertahankan keadaannya. Berdasarkan hasil dari pengamatan
dan perhitungan, dapat diketahui bahwa semakin besar nilai jari-jari dan massa cakram berongga,
maka momen inersia semakin besar, dan begitu pula sebaliknya.
Hubungan antara percepatan tangensial dan percepatan angular dinyatakan oleh a=.R
yang artinya =a/R dan momen gayanya adalah =I. =I0.. momen inersia pada cakram berongga
dapat diketahui dari rumus I=.m(RL2-RD
2) dimana RL jari-jari luar dan RD jari-jari dalam.
-
Sedangkan hubungan antara massa dan percepatan terletak pada hukum Newton yang
kedua yaitu F=m.a, dari formula ini dapat diketahui bahwa massa berbanding tebalik dengan
percepatan. Semakin besar massa maka percepatannya semakin kecil dan sebaliknya.
Dari hasil yang diperoleh Kr yang besar yaitu 8,3%; 2,96%; 2,38%; 3,28%; 3,66%;
590%. Bisa diambil kesimpulan bahwa telah terjadi kekeliruan atau berbanding terbalik dengan
teori. Hal tersebut bisa terjadi karena terdapat kesalahan dalam pengukuran seperti kesalahan
pembacaan skala yang tidak benar, faktor tidak terduga yang terjadi dalam pengukuran misalnya
getaran di sekitar tempat pengukuran sehingga pembacaan skala kurang sempurna serta
kurangnya ketelitian pengamat. Aplikasi momen inersia dalam kehidupan sehari-hari seperti pada
orang yang sedang fitness dan lain sebagainya.
-
BAB 1V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dalam praktikum kali ini dilakukan berbagai pengulangan pengukuran agar memperoleh
hasil yang akurat, agar momen inersia dari suatu cakram dapat diketahui. Momen inersia suatu
cakram dapat diketahui dari I=MR2, sedangkan momen inersia dari sistem divariasi dengan
menmbah massa cakram dengan beberapa cakram berongga dengan menggabungkan momen
ienrsia dari kedua cakram tersebut. Sehingga momen inersia total dari momen inersia tottal dari
cakram gabungan yaitu I=M(RL2-RD
2). I dapat diperoleh dengan menggambar grafik
hubungan antara 1/ dengan n dan menghitung kemiringan grafik.
4.2 Saran
Pada praktikum kali ini perlu ketelitian yang besar agar data atau hasil pengukuran akurat.
Bersifat hati-hati dan penuh kesabaran diperlukan, dalam pembuatan skala diperlukan ketelitian
juga dan skala pada grafik sekecil mungkin agar ketelitian yang didapatkan dengan susah payah
dan hasil pengukuran tidak sia-sia.
-
DAFTAR PUSTAKA
Beer, F.P dan Russel J. 1976. Mekanika Untuk Insinyur Statika. Jakarta: Erlangga.
Beiser, A. 1964. The Foundation Of Physics. USA: Addison-Wesley.
Bresnick, S. 1996. High Yield Phisics. USA: William & Wilkins.
Bueche, F.J. 1988. Priciple Of Physics. United States Of America: McGraw-Hill.
Giancolli. 1998. Fisika. Jakarta: Erlangga.
S. Taswa E, Ahmadi, Abu. 1996. Kamus Lengkap Fisika. Jakarta: Bumi Aksara.
Wilardjo, L. 1997. Kamus Istillah Fisika. Jakarta: Gramedia Widiasarana.
-
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I
MODULUS ELASTISITAS
(PERCOBAAN ME-5)
Disusun oleh:
Kelompok 4
Tias Pranata Marga Siwi (125090801111011)
Ardhi Wibowo (125090800111020)
Dhika Rizkiansah (125090800111027)
Galih Rahmat Maulana (125090800111021)
LABORATORIUM FISIKA DASAR
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSI TAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dilakukanya percobaan ini yaitu, agar praktikan mampu menjelaskan konsep
tegangan regangan tarik dan modulus elastisitas dari suatu bahan serta mampu mengaplikasiakn
teori-teori yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 DASAR TEORI
Perbandingan antara tegangan dan regangan dengan syarat-syarat tertentu merupakan definisi
singkat dari hukum hooke , hukum hooke bukan hukum yang bersifat umum , tetapi hanya
merupakan temuan ekspiremental yang hanya berlaku pada rentang yang terbatas . secara singkat
modulus elastisitas memiliki persamaan pemanjangan sebuah pegas ideal berbanding lurus
dengan gaya-gaya yang menariknya = /, jika dijabarkan satu per satu tegangan menyatakan
kekuatan dari gaya-gaya dari penarikan yang biasanya dinyatakan dalam bentuk gaya persatuan
luas, sedangakan regangan menyatakan hasil deformasinya. Saat tegangan dan regangan cukup
kecil, ditentukan bahwa keduanya berbanding lurus dengan konstanta sebagai pembandingnya.
Dalam modulus elastisitas menunjukkan suatu fakta jika semakin kuat suatu benda ditarik, maka
semakin panjang benda tersebut. Semakin kuat gaya tekan yang dilakukan maka semakin tertekan
pula benda tersebut(young dan freedman, 2002).
Gaya yang menarik suatu benda sebesar l adalah perubahan panjang dan K adalah
konstanta pembanding dimana rumusan ini sering disebut dengan hukum hooke yang berlaku
hamper untuk semua materi padat namun dalam system yang terbatas, karena jika gaya terlalu
besar atau sangat besar maka benda dengan kemampuan elastis secara otomatis akan patah.
Modulus elastis atau yang sering disebut dengan modulus young merupakan hasil perkalian gaya
dan panjang mula-mula dan perkalian antara luas permukaan dengan perubahan panjangngnya
sebagai pembandingnaya. Dengan persamaan umum sebagai berikut = dengan kata lain
modulus young berbanding lurus dengan nilai tegangan dan berbanding terbalik dengan nilai
reganganya (Giancoli, 2001).
Stress atau tegangan merupakan hasil bagi antara gaya dengan luas permukaandari suatu
benda. Strin atau regangan merupakan hasil bagi antara delta panjang dengan panjang mula-mula
suatu benda, terutama benda yang memiliki kemampuan untuk berelastis. Kika dijabarkan secara
menyeluruh nilai modulus elastis atau modulus young memiliki persamaan sebagai berikut
-
= dengan satuan (Jones Childern, 1992).
Teganagan memiliki beberapa kesamaan dengan tekanan, persamaan yang ditunjukkan
keduanya antara lain komponenya. Dimana tegangan(stress) merupakan hasil bagi dari gaya
dengan luas permukaan suatu benda. Sama dengan tekanan yang merupakan hasil bagi dari gaya
dengan luas permukaan penampangnya. Kedua besaran ini pun secara otomatis memiliki satuan
yang sama pula yakni atau sama dengan pascal( Wiston francis, 1994).
Modulus elastisitas merupakan persamaan yang terjadi karena pengembangan dari dasar
teori-teori tegangan regangan yang terjadi pada suatu benda dimana persamaan-persamaan yang
ada pada benda berbahan elastic ada tiga yakni, persamaan young, hooked an bulk. Namun secara
umum hanya ada dua persamaan yang paling sering digunakan yakni persamaan modulus young(
elastis )= dan persamaan hooke F= k.x(Alonso, 1997).
-
BAB II
METODOLOGI
2.1 PERALATAN
Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain, dua utas kawat, perangkat alat
baca skala utama dan nontius, seperangkat beban , mistar atau roll meter dan sebuah
micrometer secrub.
2.2 TATA LAKSANA PERCOBAAN
Mula-mula dua utas kawat digantungkan dan dilengkapi dengan seperangkat alat baca
skala utama dan nontius. Agar kawat lurus maka kawat diberi beban awal yang tidak terlalu
besar. Lalu diameter dan panjang kawat diukur serta ditentukan nilai modulus elastisitasnya.
Setelah itu kedudukan skala utama terhadap kedudukan skala nontius dicatat dan bebabn
ditambah beratnya secara berkala. Setelah beberapa saat( kurang lebih 10 sekon) kedudukan
skala utama dan nontius dicatat kembali dan dihitung pertambahan panjangnya. Langkah-
langkah tersebut diulangi hingga lima atau tujuh kali penambahan. Setelah penambahan
dilakukan beban dikurangi secara berkala dan dicatat kedudukan skala utama serta skala
nontiusnya. Dihitung pengurangan panjang yang terjadi. Diulangi langkah-langkah pada
pengurangan seperti langkah-langkah pada penambahan beban, sehingga semua beban habis.
2.3 GAMBAR PERLATAN
2.3.1. Gb. Skala nontius dan skala utama
-
2.3.2. Gb. Kawat
-
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
3.1 DATA HASIL PERCOBAAN
A. Data hasil penambahan beban
B. Data hasil pengurangan beban
No. m (Kg) L 1 (mm)
1 0,15 1,568
2 1 1,567
3 1,5 1,564
4 2 1,562
5 2,5 1,561
6 3 1,560
7 3,5 1,550
NO m (kg) L 1(mm)
1 1 1.562
2 1.5 1.564
3 2 1.566
4 2.5 1.568
5 3 1.569
6 3.5 1.57
7 4 1.571
-
Diameter kawat = 0,26 mm
Panjang kawat mula-mula (l0) = 156 cm = 1560 mm = 1,56 m
3.2 Perhitungan (penambahan beban)
No m
(Kg) L1 (m) L (cm)
F =
m.g
(N)
A (m2)
l / l = F/A Y (Pa)
1 1 1,562x10-3 155,84 x10
-2 10 53x10
-10 0,998 0,18x10
10 0,18x10
10
2 1,5 1,564x10-3 155,84 x10
-2 15 53x10
-10 0,998 0,28x10
10 0,28x10
10
3 2 1,566x10-3 155,84 x10
-2 20 53x10
-10 0,998 0,37x10
10 0,37x10
10
4 2,5 1,568x10-3 155,84 x10
-2 25 53x10
-10 0,998 0,47x10
10 0,47x10
10
5 3 1,569x10-3 155,84 x10
-2 30 53x10
-10 0,998 0,56x10
10 0,56x10
10
6 3,5 1,570x10-3 155,84 x10
-2 35 53x10
-10 0,998 0,66x10
10 0,66x10
10
7 4 1,571x10-3 155,84 x10
-2 40 53x10
-10 0,998 0,75x10
10 0,75x10
10
L = L1 L0
L = mxn
L 21084,1557
847,155
A = d2 = x 3,14 x (0,26)
2 = 0,053 m
2
= 998,07
986,6
n m
= 7
1027,3 10x
n0,467 x 10
10 N/m
2
F = 257
175
n
F N
Y = Y/n = 7
1027,3 10x= 0,467 x 10
10 Pa
Y = )1(
2
nn
YY =
)17(7
109 6x =
42
109 6x=
61021,0 x = 0,45 x 103 Pa
Y = (Y Y)
-
= (0,467 x 1010
0,45 x 103) Pa
KY = Y
Yx 100% =
10
3
1046,0
1045,0
x
x= 0,97 x 10
-7 x 100% = 0,97 x 10
-4%
Centroid
Y = b a = 0,56 0,18 = 0,38
X = 0,988
Y = 0,467
Tan = 472,0988,0
467,0
X
Y
Kry = tan
Yx 100% =
472,0
38,0 x 100% = 80%
3.3. Perhitungan (pengurangan beban)
No m
(Kg) L1 (m) L (cm)
F =
m.g
(N)
A (m2)
l / l = F/A Y (Pa)
1 1 1,56x10-3 156,31 x10
-2 10 53x10
-10 1,009 0,09x10
10 0,09x10
10
2 1,5 1,56x10-3 156,31 x10
-2 15 53x10
-10 1,009 0,18x10
10 0,18x10
10
3 2 1,561x10-3 156,31 x10
-2 20 53x10
-10 1,009 0,28x10
10 0,28x10
10
4 2,5 1,562x10-3 156,31 x10
-2 25 53x10
-10 1,009 0,37x10
10 0,37x10
10
5 3 1,566x10-3 156,31 x10
-2 30 53x10
-10 1,009 0,47x10
10 0,47x10
10
6 3,5 1,567x10-3 156,31 x10
-2 35 53x10
-10 1,009 0,56x10
10 0,56x10
10
7 4 1,568x10-3 156,31 x10
-2 40 53x10
-10 1,009 0,66x10
10 0,66x10
10
L = L1 L0
L = mxx
n
L 21031,1567
731,156
A = d2 = x 3,14 x (0,26)
2 = 0,053 m
2
= 069,17
069,7
n m
-
= 7
6110,2 10
n0,37 x 10
10 N/m
2
F = 207
140
n
F N
Y = Y/n = 7
1061,2 10x= 0,37 x 10
10 Pa
Y = )1(
2
nn
YY =
42
1049,246 6x =
61086,5 x = 1,55 x 103 Pa
Y = (Y Y)
= (0,37 x 1010
1,55 x 103) Pa
KY = Y
Yx 100% =
10
5
1037,0
1055,1
x
x= 4,18 x 10
-5 x 100% = 4,18 x 10
-3%
Centroid
Y = b a = 0,56 0,09 = 0,47
X = 1,009
Y = 0,372
Tan = 712,2372,0
009,1
X
Y
Kry = tan
Yx 100% =
712,2
47,0 x 100% = 17,3%
3.2 ANALISA PROSEDUR
Perangkat baca skala utama dan nontius digunakan untuk proses pengkalibrasian
yang secara tidak langsung kedua perangkat baca ini digunakan untuk pengatur
kesetimbangan saat dilakukan penambahan dan pengurangan beban saat percobaan
dilakukan. Micrometer secrub memiliki fungsi sebagai pengukur diameter kawat. Beban
digunakan untuk meluruskan kawat dan kawat digunakan sebagai obyek amat di saat
perubahan panjang terjadi baik pada saat penambahan beban atau pengurangan beban.
Skala utama dan nontius harus dikalibrasi terlebih dahulu setiap dilakukan
penambahan dan pengurangan beban dilakukan. Pengukuran panjang kawat digunakan
-
alat bantu roll meter dimana pengukuranya dimulai dari ujung pengait atas hingga pengait
bawah yang mendekati skala nontius, mengapa pada pengukuran panjang kawat tidak
digunakan penggaris , alsanya hanya satu tidak menutup kemungkinan jika pengukuran
panjang kawat menggunakan penggaris berpotensi memiliki nilai deviasi atau
ketidakpastian hasil pengukaran yang besar. Maka untuk itu digunakan roll meter dalam
pengukuran panjang kawat untuk meminimalisir nilai deviasi yang timbul.
3.3 ANALISA HASIL
Tegangan merupakan suatu gaya yang dilakukan terhadap suatu benda dengan luas
penampang tertentu. Di dalam praktikum ini tegangan berhubungan dengan beban yang
dikaitkan atau digantungkan dengan seutas kawat berskala utama dan nontius.
Sedangakan regangan merupakan suatu perbandingan delta panjang dengan panjanbg
mula-mula suatu benda dengan kemampuan elastis, jika di dalam percobaan ini
berkenaan dengan perubahan panjang kawat saat penambahan dan pengurangan beban
dilakukan pada kawat. Dengan menggunakan micrometer secrub didapatkan nilai
diameter kawat sebesar 0,2666 mm, dihitung satu per satu setiap penambahan beban
begitu pula yang diperoleh dari pengurangan antara dengan ( panjang setelah
dilakukan penambahan beban ddengan panjang mula-mula atau sebelum penambahan
beban dilakukan dengan menggunakan bantuan roll meter. Setelah itu dari perhitungan
tersebut dapat dihitung nilai regangannya satu per satu( tiap perubahan panjang yang
terjadi. Begitu pula nilai teganganya beserta komponen-komponenya seperti F dan A.
setelah dihitung semuanya dilakukan perhitungan rata-rata, dari data perhitungan yang
diperoleh tersebut akan dimasukkan pada perhitunga selanjutnya yaitu nilai modulus
elastisnya beserta angka deviasinya. Nilai penambahan dipereoleh sebesar 0,46 x
sedangkan pada pengurangan diperoleh sebesar 0,37 x %. Terdapat pula grafik
dimana nilai Kr grafik pada penambahan beban sebesar 80% dan Kr grafik pengurangan
beban sebesar 17,3%. Terdapat kejanggalan pada Kr antara perhitungan manual dan
grafik. Hal ini terjadi dikarenakan kekurang telitian praktikan dalam melakukan setiap
detail perhitungan dan percobaan. Tak hanya itu saja terdapat faktor lain yang
mempengaruhi diantaranya yaitu keyerbatasan alat ukur yang digunakan dalam
pengukuran.
-
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Tegangan adalah perbandingan antara gaya dengan luas permukaan suatu benda.
Regangan adalah perbandingan antara delta panjang engan panjang mula mula.
Sedangkan modulus elastis merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan.
4.2 SARAN
Praktikan harus melakukan setiap detail percobaan dan perhitungan dengan seteliti
mungkin untuk mengurangi potensi nilai ketidakpastian (devisiasi) yang besar beserta
untuk meminimalisir kemungkinan kekeliruan dalam memasukkan atau mengolah data
percobaan.
-
DAFATAR PUSTAKA
Alonso, macello and edward.J Finn. 1967. Fundamental University Phyics.USA:
Addison wesly
Young, D Hugh dan Roger A freedman. 2002. Physics University. USA:
Addison wesly
Gincoli. 2001. Fisika Dasar. Jakarta: Erlangga
Jones, Childern. 1992. Contampory Collage Physics. USA: Addison Wesly
Wiston, Francis. 1994. Fisika universitas 1. Jakarta: Yayasan Buku
-
LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR
VISKOSITAS
(PERCOBAAN FP1)
Disusun oleh :
KELOMPOK 5
1. Dessy Ana Laila Sari
2. Dwiky Rahmadian
3. Fandi Ahmad Rayvaldo
4. Fia Gladnesia
5. Simsom Bintang
LABORATORIUM FISIKA DASAR
JURUSAN FISIKA FMIPA
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Dengan dilakukannya percobaan yang membahas tentang viskositas dari suatu zat cair
ini, peserta percobaan praktikum ini diharapkan untuk dapat mengerti serta memahami
secara menyeluruh pada aspek hokum Stokes. Selain itu, peserta percobaan juga
diharapkan untuk dapat menentukan nilai koefisien kekentalan (viskositas) suatu zat cair
dengan menerapkan konsep hokum Stokes dengan tepat dan akurat
1.2 Dasar Teori
Kekentalan fluida Newton adalah sifat termodinamika yang sebenarnya, nilai sifat ini
sangat bergantung kepada besaran suhu (T) dan tekanan (P). Pada suatu keadaaan tertentu
nilai kekentalan fluida sangat berbeda dibandingkan zat fluida lainnya. Parameter utama
yang mengkolerasikan perilaku kekentalan semua fluida Newton ialah bilangan Reynolds
yang nirmatra (White, 1986)
Di dalam fluida yang bergerak setiap elemen dalam fluida mengalami tegangan yang
didesakkan kepadanya oleh elemen-elemen yang lainnya yang berada di sekelilingnya.
Tegangan pada setiap bagian dari permukaan elemen dipecahkan ke dalam suatu
komponen-komponen normal dan komponen tangensial terhadap arah gerakan fluida yang
kita kenal secara umum sebagai tekanan dan tegangan geser. Tekanan dapat timbul baik
fluida di keadaan bergerak maupun pada keadaan diam atau tidak bergerak. Akan tetapi,
tegangan geser hanya akan timpul apabila cairan atau fluida dalam keadaan bergerak. Sifat
yang menimbulkan tegangan geser inilah yang disebut viskositas atau kekentalan.
(Dugdale, 1981)
Viskositas dapat juga dianggap sebagai kelengketan internal dari suatu fluida. Properti
ini dapat menghasilkan suatu tegangan geser di dalam suatu aliran fluida sehingga dapat
menyebabkan rugi yang terjadi pada pipa. Viskositas sangat bergantung kepada
temperatur atau suhu. Apabila suhu dinaikkan maka tingkat viskositas suatu fluida akan
terjadi penurunan begitu juga sebaliknya, apabila suhu diturunkan maka tingkat viskositas
fluida tersebut akan meningkat. Di dalam fluida, viskositas disebabkan oleh gaya-gaya
kohesif, dan apabila pada gas terjadi karena tumbukan antara molekul satu dengan yang
lainnya. (Potter, Merlec and Wiggert. 2008)
-
Viskositas dari gas akan bertambah apabila suhu dinaikkan, tetapi viskositas pada
cairan akan mengalami penurunan apabila suhu dinaikkan. Variasi dalam efek temperatur
sendiri dapat dijelaskan melalui percobaan tentang penyebab terjadinya viskositas.
Resistensi dan cairan untuk dapat bergeser atau bergerak bergantung pada gaya kohesi
milik fluida tersebut dan pada laju transfer dari momentum molekul gas tersebut.
(Streeter. 1971)
Dari semua properti fluida yang ada, viskositas merupakan properti yang paling
penting dalam pembelajaran aliran fluida. Viskositas adalah properti dari fluida
berdasarkan yang memberikan resistensi untuk bergeser atau bergerak. Menurut hukum
Newton tentang keadaan kekentalan suatu fluida, bahwa pada tingkatan tertentu deformasi
suatu sudut fluida tegangan gesernya berbanding lurus dengan viskositas fluida tersebut.
Sirup gula dan aspal salah satu contoh dari fluida yang memiliki tingkat kekentalan zat
yang tinggi; air dan udara merupakan contoh dari fluida yang tingkat kekentalannya
sangat rendah. (Streeter and Whyle. 1979)
Koefisien dari kekentalan atau viskositas mungkin sangat dipengaruhi dengan
temperature atau suhu dan tekanan, akan tetapi kurang atau lebih unik terjadi pada fluida
yang spesifik. (Jerome and Elder. 1989)
-
BAB II
METODOLOGI
2.1 Peralatan
Untuk membantu dalam proses percobaan tentang viskositas fluida digunakan
beberapa peralatan dalam pratikum II ini, antara lain: Mistar; Jangka sorong; Kaliper
micrometer; Neraca ohaus dan Stopwatch. Sedangkan benda-benda yang digunakan
sebagai bahan percobaan antara lain: Beberapa tabung gelas yang berisi zat cair yang
berbeda yaitu oli, gliserin dan minyak; beberapa bola kecil yang ukurannya berbeda.
2.2 Tata Laksana Percobaan
Untuk didapatkan volume tabung yang difungsikan sebagai wadah cairan, pertama-
tama dengan digunakannya alat berupa jangka sorong kita tentukan besar diameter (D)
dari tabung. Pengukuran diameter ini dilakukan di titik pengukuran yang berbeda. Di
dalam percobaan ini digunakan tiga tabung sehingga ditemukan tiga data diameter yang
dinyatakan dalam satuan millimeter (mm). Berdasarkan dengan rumus volume tabung
maka dapat ditentukan luas alas dari tabung dan dikalikan dengan tinggi dari tabung
sehingga didapatkan nilai dari volume tabung.
Selanjutnya ditentukan besar massa jenis () dengan digunakannya alat berupa
aerometer. Massa jenis dapat ditentukan dengan aerometer yang memanfaatkan konsep
dari gaya apung benda.
Untuk didapatkannya massa jenis dari benda yang berupa bola () dengan
diterapkannya rumus antara massa benda (m) dibagi dengan besar volumenya. Untuk
didapatkannya data massa dari benda, bola akan ditimbang dengan neraca ohaus.
Kemudian pada pengukuran volume bola, ditentukan terlebih dahulu besar nilai diameter
dari bola (D) sehingga dapat disubtitusikan kedalam persamaan rumus volume bola.
Bola kemudian dijatuhkan kedalam tabung yang berisi larutan yang berbeda, pada titik
awal benda mulai bergerak konstan akan ditandai. Kemudian waktu yang diperlukan
benda untuk mencapai dasar diukur dengan menggunakan stopwatch, waktu yang diukur
dinyatakan dalam satuan detik (sekon). Penjatuhan bola diulangi pada setiap tabung yang
akan diuji dengan setiap bola yang berbeda.
-
Batas bawah akan diubah sehingga didapatkan besar perubahan jarak (S), lalu dengan
digunakan sebuah bola waktu yang dibutuhkan untuk jatuh dihitung dengan stopwatch.
2.3 Gambar
2.3.1 Areometer
2.3.2 Mistar
2.3.3 Jangka Sorong
2.3.4 Kaliper Mikrometer
-
2.3.5 Neraca Ohaus
2.3.6 Stopwatch
2.3.7 Bola Uji
2.3.8 Tabung Gelas
-
BAB III
ANALISA dan PEMBAHASAN
3.1 Data Hasil Percobaan
3.1.1 Diameter dan Massa Bola
No Bola I Bola II Bola III
D (mm) m (gr) D (mm) m (gr) D (mm) m (gr)
1 15.45 5.4 7.48 2.0 19.44 32.7
2 15.47 5.5 7.46 2.1 19.44 32.6
3 15.46 5.3 7.44 2.0 19.43 32.2
46.38 16.2 22.38 6.1 58.31 97.5
3.1.2 Diameter Tabung
No. Tabung A
(Oli)
Tabung B
(Minyak)
Tabung C
(Gliserin)
1 73.06 72.1 73.56
2 73.06 71.9 74
3 73.1 72.29 73.52
3.1.3 Percobaan pada Bola 3
Tabun
g
Zat D (mm) (g/cm) S (cm) Waktu Tempuh (s)
t t t
A Oli 73.07 0.9 23.7 (900) 0.5 0.3 0.3
21.1 (800) 0.2 0.2 0.3
18.5 (700) 0.1 0.1 0.1
B Minyak 72.08 0.93 26.1 (900) 0.2 0.25 0.2
23.4 (800) 0.1 0.15 0.15
20.8 (700) 0.1 0.15 0.15
C Gliserin 73.69 1.3 24.3 (900) 0.4 0.5 0.45
21.6 (800) 0.35 0.4 0.4
19.0 (700) 0.3 0.3 0.1
-
3.2 Perhitungan
3.2.1 Bola I
No. D (cm) |d- | m (gr) |m- | V
(cm ) |v- |
1 1.545 5.4 0 1.930
2 1.547 5.5 1.937
3 1.546 0 5.3 1.933 0
4.638 16.2 5.8
3.2.2 Bola II
No. D (cm) |d- | m (gr) |m- | V
(cm ) |v- |
1 0.748 2.0 0.219
2 0.760 2.1 0.229
3 0.744 2.0 0.215
2.238 6.1 0.663
-
3.2.2 Bola III
No. D (cm) |d- | m (gr) |m- | V
(cm ) |v- |
1 1.944 32.7 3.845
2 1.944 32.6 3.845
3 1.943 32.2 3.839
5.831 97.5 11.529
-
3.2.2 Grafik
3.2.2.1 Pada Fluida Berupa Oli
No. S
(cm)
T (s)
1 23.7 0.4
2 21.1 0.23
3 18.5 0.1
63.3 0.73
Titik sentroid
Jadi, (x,y) = (21.6; 0.39)
-
3.2.2.2 Pada Fluida Berupa Minyak
No. S
(cm)
T (s)
1 26.1 0.216
2 23.4 0.16
3 20.8 0.13
70.3 0.5
Titik sentroid
Jadi, (x,y) = (21.6; 0.39)
-
3.2.2.3 Pada Fluida Berupa Gliserin
No. S
(cm)
T (s)
1 24.3 0.45
2 21.6 0.39
3 19 0.33
64.9 1.17
Titik sentroid
Jadi, (x,y) = (21.6; 0.39)
-
3.3.1 Analisa Prosedur
3.3.1.1 Fungsi Alat
Untuk menunjang proses praktikum kali ini, digunakan beberapa jenis alat ukur, antara
lain: Areometer yang berfungsi sebagai pengukur besar massa jenis dari larutan dengan
berdasarkan pada konsep daya apung yang ada pada benda, akan tetapi dalam percobaan
kali ini, alat ini tidak digunakan dan sebagai gantinya besar nilai massa jenis larutan telah
ditetapkan sesuai dengan besar massa jenis larutan dalam keadaan standar; Mistar dalam
percobaan ini berfungsi sebagai pengukur panjang ataupun tinggi dari tabung yang diisi
oleh larutan tertentu serta sebagai patokan ukuran tinggi saat bola besi dijatuhkan; Jangka
sorong berfungsi dalam pengukuran besar diameter dari tabung; Neraca ohaus berfungsi
saat pengukuran bola sehingga bola dapat diketahui massanya secara pasti; Kaliper
mikrometer berfungsi sebagai pengukur besar dari diameter bola yang akan dijatuhkan
pada larutan dan stopwatch berfungsi untuk pengambilan data waktu yang diperlukan oleh
bola besi untuk mencapai dasar dari tabung saat dijatuhkan ke dalam larutan tertentu.
Dalam percobaan ini juga digunakan tiga jenis larutan dengan besar nilai kekentalan yang
berbeda yaitu larutan oli, minyak dan gliserin selain itu dalam percobaan ini juga
digunakan beberapa bola pejal dengan ukuran yang berbeda sebagai bahan yang akan
diujicobakan.
3.3.1.2 Fungsi Perlakuan
Dalam proses pengukuran terdapat beberapa pengukuran yaitu, pengukuran diameter,
pengukuran waktu dan pengukuran panjang. Dalam pengukuran diameter digunakan
beberapa alat yaitu jangka sorong dan caliper mikrometer. Jangka sorong digunakan
dalam pengukuran diameter (D) objek tabung yang diisi oleh tiga jenis fluida. Pada jangka
sorong besar ketelitiannya yang dapat diukur sebesar 0.01 cm. Untuk didapatkannya data
yang lebih akurat diwajibkan untuk digunakannya kunci yang tepat pada bagian slide ber-
vernier yang terdapat pada jangka sorong. Pada proses pengukuran diameter pada bola (d)
tidak digunakan jangka sorong tetapi dengan menggunakan kaliper mikrometer karena
tingkat ketelitiannya yang lebih besar ketimbang dengan jangka sorong yaitu 0.001 cm
sehingga lebih baik daripada jangka sorong karena benda yang relatif lebih kecil. Pada
pengukuran tinggi tabung (S) digunakan mistar berketelitian 0.1 cm sebagai alat
pengukurnya. Pada pengukuran massa benda (m), digunakan neraca ohaus sebagai
pengganti neraca analitik. Jenis neraca ohaus yang digunakan pada pengukuran ini adalah
-
neraca ohaus tiga lengan, neraca ini digunakan dalam pengukuran massa dari bola pejal.
Pada perhitungan waktu pada bola pejal ketiga untuk tenggelam di tiap-tiap fluida
digunakan stopwatch sebagai alat pengukur waktunya.
3.2.2 Analisa Hasil
Untuk menentukan nilai rata-rata dari tiap data seperti diameter (d), waktu (t), jarak
(S), massa (m) dan volume (v) dapat ditentukan dengan rumus,
Rumus ini berlaku pada setiap penentuan besar nilai rata-rata dari data yang
didapatkan. Sehingga dalam rumus di atas besaran diameter (d) dapat digantikan dengan
besaran lainnya yang ingin ditentukan nilai rata-ratanya. Rumus ini hanya berlaku pada
besaran yang memiliki jumlah data sebesar lebih dari satu data.
Untuk menentukan besar volume objek pengukuran karena dalam praktikum
digunakan dua benda yaitu tabung dan bola. Untuk menentukan volume bola digunakan
rumus,
Dalam kasus ini nilai d dibagi dua menjadi nilai r atau jari-jari bola. Untuk nilai
dapat berupa pecahan maupun angka desimal. Pada bentuk pecahan sama dengan 22/7 dan
pada bentuk desimal nilai senilai 3.14. sendiri merupakan