laporan fisika kelas a

Download Laporan Fisika Kelas A

If you can't read please download the document

Upload: adid-adidun

Post on 14-Sep-2015

151 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

contoh laporan fisika 1 ( fisika dasar ) FMIPA universitas brawijaya

TRANSCRIPT

  • LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR

    GERAK JATUH BEBAS

    (PERCOBAAN ME2)

    Disusun oleh :

    KELOMPOK 1

    Teguh Prakoso Tri H. (1250903000111041)

    Yasmin Saniyyah (125090300111037)

    LABORATORIUM FISIKA DASAR

    JURUSAN FISIKA FMIPA

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Tujuan Percobaan

    Setelah menyelesaikan percobaan ini pesera praktikum Fisika Dasar diharapkan

    dapat memahami konsep dari gerak jatuh bebas, mengukur waktu benda yang jatuh bebas

    sebagai fungsi dari jarak dan menentukan percepatan gravitasi bumi di tempat percobaan

    dengan metode gerak jatuh bebas.

    1.2. Dasar Teori

    Contoh gerak dengan percepatan (hampir) konstan yang sering dijumpa adalah gerak

    benda yang jatuh ke bumi. Bila tidak ada gesekan udara, ternyata semu benda yang jatuh

    pada tempat yang sama, tidak bergantung pada ukuran, berat maupun susunan benda, dan

    jika jarak yang ditempuh selama jatuh tidak terlalu besar, maka percepatannya dapat

    dianggap kostan selama jatuh. Gerak ideal ini, yang mengabaikan gesekan udara dan

    perubahan kecil percepatan terhadap ketinggian, disebut gerak jatuh bebas. Percepatan

    yang dialami benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan

    diberi simbol g. Di dekat permukaan bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2

    atau 9,8 m/s2

    atau 980 cm/s2, dan berarah ke bawah meuju pusat bumi(Halliday,1985).

    Satu dari contoh yang paling umum mengenai gerak lurus berubah beraturan adalah

    benda yang dibiarkan jatuh bebas dengan jarak yang tidak jauh dari permukaan tanah.

    Kenyataan bahwa benda yang jatuh mengalmi percepatan mungkin pertama kali tidak

    begitu terlihat. Dan hati hati dengan pemikiran yang dipercayai banyak orang sampai

    masa Galileo, bahwa benda yang lebih berat jatuh lebih cepat dari beda yang lebih ringan

    dan bahwa laju jatuhnya benda tersebut sebanding dengan berat benda itu. Semua benda

    akan jatuh dengan percepatan konstan yang sama jika tidak ada udara atau hambatan

    lainnya. Sebuah benda yang jatuh dari keadaan diam, jarak yang ditempuh akan

    sebanding dengankuadrat waktu yaitu, d t2. Kita dapat melihat halini dari persamaan,

    tetapi Galileo adalah orang pertama yang menurunkan hubungan matematis ini. Pada

    kenyataannya, di antara sumbangan-sumbangan Galileo yang hebat untuk sains adalah

    enetuan hubungan-hubungan matematis seperti itu, dan penekanan kepentingannya.

    Sumbangan besar lainnya dari Galileo adalah pengajuan teori dengan hasil-hasil

    eksperimen yang speifik yang bisa diperiksa secara kuantitatif (seperti d t2). Untuk

    mempekuat penegasannya bahwa laju benda yang jatuh bertambah ketika benda itu jatuh,

    Galileo menggunakan argumen yang cerdik: sebuah batu berat yang dijatuhkan dari

    ketinggian 2 m akan memukul sebuah tiang pancang lebih dalam ke tanah dibandinkan

  • dengan batu yang sama tetpi dijatuhkan dari ketinggian 0,2 m. Jelas, batu tersebut

    bergerak lebih cepat pada keadaan yang pertama. Seperti kita lihat, Galileo juga

    menegaskan bahwa semua benda, berat atau ringan, jatuh dengan percepatan yang sama,

    paling tidak jika tidak ada udara. Jika anda memegang selembar kertas secara horisontal

    pada satu tangan dan sebuah benda lain yang lbih beratkatakanlah, sebuah bola

    baseball, di tangan yang lain dan melepaskan kertas dan bola tersebut pada saat yang

    sama, benda yang lebih berat akan lebih dulu mencapai tanah. Tetapi jika annda

    mengulang percobaan ini, kali ini dengan membentuk kertas menjadi gumpalan kecil.

    Anda akan melihat bahwa kedua benda tersebut mencapai lantai pada saat yang hampir

    sama. Galileo yakin bahwa udara berperan sebaga hambatan untuk benda yang sangat

    ringan yang memiliki permukaan yang luas. Tetapi pada banyak keadaan biasa, hambatan

    udara ini bisa diabaikan. Pada suatu ruang dimana udara tekah dihisap, maka benda

    ringan seperti bulu atau selembar kertas yang dipegang horisontal pun akan jatuh dengan

    percepatan yang sama seperti benda yang lain. Demonstrasi pada ruang hampa udara

    seperti ini tdak ada pada masa Galileo, yang membuat keberhasilan Galileo lebih hebat

    lagi. Galileo sering disebut bapak sains modern, tidak hanya disebabkan isi dari sainsnya

    (penemuan astronomik, inersia, jatuh bebas), tetapi juga gaya atau pendekatannya

    terhadap sains (idealisasi dan penyederhanaan, matematisasi teori, teori yang memiliki

    hasil yang dapat diuji, eksperimen untuk menguji ramalan teoritis). Subangan Galileo

    yang spesifk terhadap pemahaman kita mengenai gerak jatuh bebas dapat di rangkum

    sebagai berikut: pada suatu lokasi tertentu di bumi dan dengn tdk danya hambatan udara,

    semua benda jath dengan percepatan konstan yang sama. Kita menyebut percepatan ini

    percepatan yang disebabkan oleh gravitasi ada bumi, dan memberinya simbo g, besarnya

    kira-kira 9,80 m/s2. Dalam satuan inggris g kira-kira 32 ft/s

    2. Laju sebuah benda yang

    jatuh di udara (atau fluida lainnya) tidak bertambah secara tak tentu. Jika benda tersebut

    jatuh cukup jauh, ia akan mencapai kecepatan maksimum yang disebut kecepatan

    terminal. Percepatan yang dissebabkan oleh gravitasi adalah sebuah vektor (sebagaimana

    juga percepatan lainnya), dan arahnya ke bawah menuju pusat bumi (Giancoli,1999).

    Contoh paling umum dari gerak dengan percepatan kostan adalah gerak jatuh bebas

    atau benda jatuh bebas ke bumi. Dalam kondisi tidak ada gesekan udara yang ditemukan

    pada semua sisi benda, anpa memperhatikan ukuran atau berat mereka, jatuh paa

    percepatan yang sama pada titik yang sama pada permukaan bumi, dan jika jarak yang

    ditempuh selama jatuh tidakterlalu besar, maka percepatan benda tersebut dapat dianggap

    kostan selama jatuh. Gerk ideal ini disebut dengan jatuh bebas. Percepatan yang dialami

    benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan diberi simbol g.

  • Di dekat bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2 atau 9,8 m/s

    2 atau 980 cm/s

    2, dan berarah ke

    bawah meuju pusat bumi(Sears,1962).

    Contoh paling umum dari gerak dengan percepatan kostan adalah gerak jatuh bebas

    atau benda jatuh bebas ke bumi. Dalam kondisi tidak ada gesekan udara yang ditemukan

    pada semua sisi benda, anpa memperhatikan ukuran atau berat mereka, jatuh paa

    percepatan yang sama pada titik yang sama pada permukaan bumi, dan jika jarak yang

    ditempuh selama jatuh tidakterlalu besar, maka percepatan benda tersebut dapat dianggap

    kostan selama jatuh. Gerk ideal ini disebut dengan jatuh bebas. Percepatan yang dialami

    benda jatuh bebas disebut percepatan yang disebabkan oleh gravitasi dan diberi simbol g.

    Di dekat permukaan bumi, besarnya kira-kira 32 kaki/s2 atau 9,8 m/s

    2 atau 980 cm/s

    2, dan

    berarah ke bawah meuju pusat bumi. Pada umumnya orang menganggap gravitasi sama

    dengan gaya gravitasi, itu salah. Gravitasi adalah fenimena, dan gaya gravitasi berarti

    gaya yang menarik benda ke bumi, ataulebih dikenal berat pada benda tersebut, simbol g

    mewakii ercepatan yang diakibatkan oleh gaya yang ditibulkan oleh fenomena gravitasi

    (Richards,1960).

    Kita dapat mengaplikasikan ide ini karena sebuah penelitian yang penting yang dibut

    oleh Galileo. Dia menemukan setelah banyak melakukan eksperimen, dimana semua

    benda dekat bumi jatuh ke bumi dengan percepatan yang sama. Percepatan ini, 32 kaki/s2

    di Inggris dan 9,8 m/s2

    di sistem matrik. Ini disebut dengan percepatan gravitasi dan

    disimbolkan g (Beiser,1964).

  • BAB II

    MEODOLOGI

    2.1. Peralatan

    Alat-alat yang dipergunakan dalam perobaan ini adalah satu set instrumen penjatuh

    benda, dua buah bola besi atau baja, satu buah pencatat waktu, satu buah skala vertikal,

    satu buah sumber tegangan DC, kabel penghubung secukupnya dan skalar morse.

    2.2. Tata Laksana Percobaan

    Pada percobaan ini pertama yang harus dilakukan adalah peralatan-peralatan pada

    praktikum disusun. Kemudian, besi penopang diatur agar tegak lurus dengan sekrup

    pengatur. Kemudian klem b dikunci pada posisi serendah mungkin dan plat kontak c diatur

    sehingga bola jatuh tepat pada permukaan plat. Selanjutnya, sumber tegangan dihidupkan

    dan bola ditempelkan pada bagian bawah magnet penahan. Kemudian, beberapa lembar

    kertas berukuran perangko disusun dianta bola dan magnet penahan. Arus magnet

    dinaikkan sampai bolatetap menempel (tanpa suara dengung) arus diatur agar arus magnet

    mejadi rendah. Kemudian, pencacah pada pengukur waktu diatur dengan resolusi 1 ms,

    kemudian direset. Selanjutnya, jarak antara sisi bawah bola dan permukaan plat kontak

    diatur. Kemudian kunci morse ditekan dengan cepat. Begituwaktu t terbaca dan dicatat,

    pencacah di reset dan plat kontak dibuka kembali. Selanjutnya, agar diperoleh hasil

    seakurat mungkun, pengukuran diulangi tujuh kali pada jarak yang sama. Kemudian klem

    bdi geser agar jrak s berkurang dan pengukuran dilkuan seperti diatas minimal lima variasi

    jarak. Kemudian, langkah-langkah diatas di ulangi pada bola besi yng linnya.

  • 2.3. Gambar

    2.3.1. Susunan alat percobaan gerak jatuh bebas

  • BAB III

    ANALISA DAN PEMBAHASAN

    3.1 Data Hasil Percobaan

    3.1.1 Bola 1

    m=32,5gram=0,0325kg

    No. S (cm) t(ms) (ms)

    t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7

    1. 10 149 147 143 145 141 143 148 145,14

    2. 15 174 179 176 179 176 182 173 177

    3. 20 195 196 196 197 199 198 199 197,14

    4. 25 224 212 225 230 225 230 230 225,14

    5. 30 250 247 254 251 250 249 252 250,43

    3.1.2 Bola 2

    m=16,2gram=0,0162kg

    No. S (cm) t(ms) (ms)

    t1 t2 t3 t4 t5 t6 t7

    1. 10 141 145 139 150 141 147 135 142,57

    2. 15 181 179 176 180 178 183 177 179,14

    3. 20 212 212 205 244 202 206 209 212,86

    4. 25 233 238 234 232 235 236 233 234,43

    5. 30 251 241 241 248 248 252 248 248,71

  • 3.2. Perhitungan

    3.2.1 Bola 1

    No. S (m) t(ms)

    (s) 2(s) g(m/s

    2) |g- |

    2 V(m/s2) |v-

    2|

    1. 0,10 0,145 0,021 9,524 0,062 0,69 0,0802

    2. 0,15 0,177 0,031 9,677 0,009 0,85 0,0152

    3. 0,20 0,197 0,039 10,256 0,234 1,015 0,0017

    4. 0,25 0,225 0,051 9,803 0,00096 1,111 0,019

    5. 0,30 0,250 0,0625 9,6 0,296 1,2 0,0514

    48,86 0,60196 4,886 0,1675

    g1= = = 9,524 m/s2

    g2= = = 10,256 m/s2

    g3= = = 9,677 m/s2

    g4= = = 9,803m/s2

    g5= = = 9,6m/s2

    = = = 9,772 m/s

    2

    = = = = 0,1735 m/s2

    Krg = x 100 % = x 100% = 1,78%

  • = 9,722 m/s2

    = = = 0,9732 m/s2

    = = = = 0,091515 m/s2

    Krv = x 100 % = x 100% = 9,4 %

    = 0,9372 m/s2

    3.2.2 Bola 2

    No. S (m) t(ms)

    (s) 2(s) g(m/s

    2) |g- |

    2 V(m/s2) |v-

    2|

    1. 0,10 0,143 0,020 10 0,35236 0,699 0,063

    2. 0,15 0,179 0,032 9,375 0,0096 0,838 0,012

    3. 0,20 0,213 0,045 8,889 0,26729 0,939 0,011

    4. 0,25 0,234 0,055 9,091 0,09923 1,068 0,014

    5. 0,30 0,249 0,062 9,677 0,07344 1,205 0,065

    47,032 0,79328 4,794 0,163

    = = = 9,406 m/s

    2

    = = = = 0,1991582 m/s2

    Krg = x 100 % = x 100% = 2,1 %

    = 9,406 m/s2

  • = = = 0,9498 m/s2

    = = = = 0,0902774 m/s2

    Krv = x 100 % = x 100% = 9,5 %

    = 0,9498 m/s2

  • 3.4. Pembahasan

    3.4.1. Analisa Prosedur

    Pada percobaan ini menggunakan alat-alat yang dirangkai menjadi satu rangkaian

    untuk menjalankan satu sistem dalam percobaan dan masing-masing alat mempunyai

    fungsi-fungsi tersendiri yang diperlukan dalam proses percobaan. Pada percobaan ni

    menggunakan sat set instrumen penjatuh benda dan dalam instrumen ini terdapat tiang

    penyangga yang berfungsi untuk menyangga magnet penahan agar tepat diatas plat kontak

    dan juga untuk megatur ketinggian magnet penahan. Terdapat juga sebuah magnet penahan

    yang berfungsi untuk menahan dan kemudian menjatuhkan bola besi. Dalam percobaan ini

    juga digunakan sebuh skala vertikal yang berfungsi untuk mengatur jarak antara megnet

    dengan plat kontak.dalam percoban ini juga digunakan sebuah sumber tegangan DC yang

    digunakan untuk mengalirkan arus listrik sehingga magnet bisa menarik atau menahan bol

    besi. Dalam percobaan ini digunakan sebuah alat pengukur waktu yang berfungsi untuk

    mengukur waktu tempuh jatuhnya bola dari magnet penyangga ke plat kontak. Dalam

    percbaan ini juga digunakan beberapa kabel penghubung yang digunakan untuk

    menghubungkan perangkat satu dengan perangkat lainnya. Dalam percobaan ini juga

    dibutuhkan dua buah boa besi yang digunakan benda yang dijatuhkan dan di ukur

    waktunya. Dan dalam percobaan ini juga digunakan kertas seukuran perangko yang

    diletakkan diantara bola besi dan magnet yang gunanya agar bola besi langsung jatuh

    seketika saat skalar morse ditekan dengan cepat.

    3.4.1.2. Fungsi Perlakuan

    Pada percobaan ini pertama alat-alat harus dipersiapkan terlebih dahulu. Kemudian

    alat-alat tersebut dirangkai seperti pada gambar agar tidak terjadi kesalahan alat atau alat

    tersebut dapat dengan mudah menjalankan fungsinya tanpa ada gangguan. Kemudian,

    sumber tegangan dihidupkan kare percobaan ini membutuhkan arus listrik untuk

    memberikan gaya tarik pada magnet penahan. Kemudia bola besi satu diletakkan pada

    magnet dan diantaranya diletakkan sebuah keras seukuran perangko. Gunanya agar tidak

    terjadi kesalahan pada magnet dan saat skalar morse ditekan magnet langsung kehilangan

    gaya tariknya dan bola besi langsung jatuh. Pada saat menempekan bola besi, arus listrik

    diatur sehingga bola dapat menempel dengan kuat dan tidak terdengar suara dengungan.

    Kemudian, plat kontak dan magnet penahan diatur agar lurus vertikal agar bola besi yang

    jatuh dari magnet penahan jatuh tepat pada plat kontak sehingga waktu dapat terbaca

    dengan baik. Kemudian, alat pencacah waktu dihidupkan dan resolusnya diatur hingga 1

    ms sehingga didapatkan ketelitian pengukuran waktu yang tinggi. Stelah semua alat

    disiapkan, dan telah dihubungkan satu sama ain dengan kabel penghubung, bola

  • ditempelkan dan skalar morse ditekn dengan cepat. Ditekan dengan cepat agar ketika bola

    jatuh, seketika itu wktu mulai diukur, jika menekannya lama maka ketika tangan dilepas

    dari skalar morse itu adalah saat dimulaiya mengukur waktu bukan saat bola tepat jatuh.

    Untuk setiap bola, dijatuhkan dari lima variasi jarak, dan untuk setiap variasi jarak,

    dilakukan tujuh kali pengukuran waktu. Hal ini ditujukan agar diperoleh variasi data yang

    kemudian ditujukan untuk mecari seberapa besar tingkat kesalahan pada percbaan tersebut

    dan untuk membandingkan gravitasi pada setiap jarak pada percobaan ini.

    3.4.2. Analisa Hasil

    Pada percobaan ini hasil yang didapat tidak jauh beda antara waktu yang dibutuhkan

    bola kecil danbola besar. Hal in menunjukkan bahwa pada gerak jatuh bebas ukuran dan

    berat benda tidak begitu berpengaruh pada waktu yang dibutuhkan benda tersebut jatuh dari

    magnet ke plat kontak. Hal ini adalah bukti bahwa pada gerak jatuh bebas ukuran dan berat

    diabaikan sehingga kecepatan dan waktu yang dibutuhkan terpaut selisih yang sangat kecil.

    Dari hasil perhitungan didapatkan nilai gravitasi pada perhitungan dan pada grafik tidak jauh

    beda. Pada perhitungan, nilai percepatan gravitasi yang didapatkan pada bola satu yaitu

    sebesar 9.80,17 m/s2 kemudian bola kedua nilainya didapatkan sebesar 9.40,2 m/s2.

    Kemudian pada grafik, nilai percepatan gravitasi pada bola pertama yang didapatkan sebesar

    100,01 m/s2 kemudian pada bola kedua nilainya didapatkan sebesar 8,570,02 m/s2. Nilai

    tersebut dapat dikatakan memiliki selisih yang sangat sedikit atau bahkan bisa lebih kecil

    lagi jika nilai ralat pada nilai gravitasi yang kecil ditambahkan dan nila ralat pada gravitasi

    yang besar dikurangkan. Dalam percccobaan ini kesalahn sedikit apapun dapat memberi

    selisih nilai yang besar. Merurut hukum kedua newton, gerak jatuh bebas gerak jatuh beda

    pada arah vertikal dari ketinggian tertentu tanpa kecepatan awal. Jadi, gerak benda hanya

    dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi g. Pada gerak jatuh bebas benda tersebut termasuk

    dalam hukum kekekalan energi (memiliki energi potensial dan energi kinetik). Dimana

    energi mekanik benda akan selalu sama meskipun energi kinetik dan energi potensialnya

    berubah. Pada ketinggian maksimum energi potensial maksimum dan energi kinetik sama

    dengan nol berarti energi mekanik samadengan energi potensial benda tersebut. Pada

    ketinggian nol energi potensial sama dengan nol dan energi kinetiknya maksimal berarti

    energi mekanik sama dengan energ kinetik benda tersebut. Berat dari suatu benda adalah

    gaya yang disebabkan oleh gravitasi berkaitan dengan massa benda tersebut. Berat benda

    disebabkan oleh gravitasi sehingga arah gaya tersebut selalu mengarah kebawah atau ke inti

    bumi. Satuan berat adalah Newton (N). Sedangkan massa adalah suatu sifat fisika dari suatu

    benda untuk menjelaskan berbagai perilaku objek yang terpantau. Gerak jatuh bebas

  • biasanya terjadi setiap hari, seperti buah jatuh dan lain sebagainya. Pada intinya semua

    benda yang jatuh vertikal tanpa mempunyai kecapatan awal adalah benda yang bergerak

    jatuh bebas. Pada percobaan ini digunakan arus DC atau arus searah dikarenakan arus DC

    mengalirkan elektron dari suatu titik yang energi potensialnya tinggi ke titik lain yang energi

    potensialnya rendah. Dan juga pada percobaan ini hany membutuhkan arus listrik yang kecil

    dan jika menggunakan arus AC atau arus bolak balik maka akan terjadi kesalahan pada

    pecobaan ini. Sehngga dalam percobaan ini arus serah lebih simpel dari arus bolak balik

    karena arus searah lebih mudah untuk mengontrolnya (memutus arusnya lebih mudah)

    sehingga lebih efisien digunakan dalam percobaan ini dibanding arus AC. Pada percobaan

    ini beberapa kesalahan yang mungkin terjadi adalah pertama kesalahan pembacaan waktu

    oleh pencacah waktu, kedua karena proses pemencetan skalar morse yang tidak benar atau

    tidak cepat dalam memencetnya, ketiga kesalahan kerena bola tidak jatuh tepat pada plat

    kontak. Setiap kesalahan tersebut dapat merubah hasil pada percobaan ini.

  • BAB IV

    PENUTUP

    4.1. Kesimpulan

    Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa berat dari suatu benda tidak berpengaruh

    pada proses gerak jatuh bebas tersebut. Setiap benda yang jatuh bebas mengalami

    percepatann yang sama. Semakin jauh jarak tempuh bola maka semakin besar kecepatan

    benda saat di titik akhir atau titik yag paling bawah. Semakin lama waktu tempuh bend

    maka semakin cepat kecepatan benda saat berada di titik akhir dan semakin jauh jarak

    tempuh benda. Gerak jatuh bebas selalu diawali dengan benda yang diam. Gravitasi bumi

    memiliki simbol g dan satuan m/s2 jadi untuk mencari nilainya dapat dilakukan dengan

    membagi jarak dengan waktu tempuh yang dikuadratkan.

    4.2. Saran

    Dalam melakukan percobaan ini, sebaiknya sebelum melakukan percobaan ini peserta

    praktikum dwjibkan membaca langkah-langkah percobaan terlebih dahulu agar mengerti

    semua yang harus dilakukan dalam percobaan. Kemudian, dalam pemencetan skalar morse

    harus cepat agar pngukur waktu bisa membaca waktu dengan tepat. Para peserta praktikum

    diharapkan mendengarkan dan mematuhi petunjuk dari asisten praktikum.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Beiser, Arthur. 1964. The Foundation of Physics. Addison-wesley publishing

    company,inc: London.

    Gincoli, Douglas C. 1999. Fisika. Erlangga: Jakarta.

    Halliday, David. Robert R. 1985.Fisika. Erlangga: Jakarta.

    Richards, James A. Dkk.1960.Modern University Physics. Addison-wesley publishing

    company, inc: London.

    Sears, Francis Weston.1962.Mechanics, Heat, and Sound. Addison-wesley publishing

    company,inc: London.

  • LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

    TUMBUKAN

    (PERCOBAAN ME3)

    Disusun oleh:

    Kelompok 2

    Moh. Lutfi (125090300111003)

    Choirun Nisa (125090300111001)

    Dina Nurul Afifah (125090300111002)

    M. Nur Huda Arifandy (125090300111039)

    Sri Handayani (125090300111040)

    Yuni Susiati (125090300111038)

    LABORATORIUM FISIKA DASAR

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Tujuan Percobaan

    Setelah melaksanakan praktikum ini, peserta praktikum diharapkan mampu

    memahami dan menjelaskan konsep momentum linear dan mampu membuktikan hukum

    kekekalan momentum pada peristiwa tumbukan serta mengaplikasikannya untuk

    memecahkan fenomena yang bersifat fisis.

    1.2. Dasar Teori

    Tumbukan merupakan peristiwa yang digunakan untuk menyelidiki partikel-

    partikel kecil yang bertumbukan bersinggungan, dengan memandang partikel-partikel

    yang bertumbukan sebagai suatu sistem, sehingga dapat menggunakan hukum-hukum

    kekekalan untuk memprediksikan apa yang akan terjadi setelah tumbukan serta dapat

    menentukan gaya interaksi tumbukan. Pada peristiwa tumbukan terjadi dua hal, pertama

    yaitu perpindahan momentum melalui impuls yang disebabkan oleh gaya interaksi yang

    terjadi dalam jangka waktu yang sangat pendek. Sehingga impuls gaya luar dapat

    diabaikan terhadap gaya interaksinya, akibatnya momentum dianggap kekal. Kedua,

    terjadi perpindahan energy, karena pada saat tumbukan gaya interaksi juga menyebabkan

    partikel lain bergeser sehingga partikel tersebut melakukan kerja. Saat tumbukan gaya

    interaksi dianggap sebagai gaya konservatif, sehingga energy mekanik pada suatu system

    adalah kekal. Pada peristiwa tumbukan dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, tumbukan

    elastis sempurna yaitu energi kinetik sebelum dan setelah tumbukan adalah konstan tanpa

    ada yang tersimpan sebagai energi potensial maupun menjadi kalor. Kedua, tumbukan tak

    elastis yaitu energi kinetik sebelum dan sesudah tumbukan konstan. Ketiga, tumbukan tak

    elastis sempurna yaitu apabila ada dua benda atau partikel-partikel bersatu dan bergerak

    bersama setelah tumbukan (Sutrisno,1997).

    Gagasan dasar tumbukan adalah gerak partikel yang bertumbukan (minimal satu

    partikel) berubah secara mendadak sehingga dapat dibedakan secara fisis partikel sebelum

    mengalami tumbukan dan setelah mengalami tumbukan (Halliday,Resnick,1978).

    Momentum total sistem akibat tumbukan sama dengan nol, jika tidak ada gaya

    eksternal yang bekerja, gaya impuls yang bekerja berupa gaya internal sehingga tidak

    mempengaruhi momentum total sistem (Halliday dkk,1992).

  • Pada tumbukan elastis, energi kinetik total di dalam suatu sistem sama sebelum

    maupun sesudah tumbukan. Dalam tumbukan tidak elastis, tumbukan mengubah energi

    kinetik dalam sistem tertutup, sehingga energi kinetiknya tidak tetap (Holzner,1992).

    Dibandingkan dengan gaya impuls yang relatif besar, gaya eksternal gravitasi dapat

    diabaikan dalam penentuan perubahan gerak, semakin pendek waktu tumbukannya,

    hasilnya semakin mendekati nilai sebenarnya (Halliday,1978).

    Sebuah bola yang bersifat elastis sebagian, apabila dijatuhkan dari ketinggian h1

    dengan kecepatan v1 akibat energi potensial gravitasi akan memantul kembali dengan

    ketinggian h2 dengan kecepatan v2, dimana perbandingan tingginya sama dengan kuadrat

    dari perbandingan kecepatannya (Sears,1962).

    Rasio antara kecepatan relatif antara posisi awal dengan posisi berikutnya dalam

    suatu tumbukan elastic sebagian dinamakan koefisien restitusi. Jika koefisien restitusinya

    bernilai 1 restitusinya antara 0 dan 1 maka disebut tumbukan elastis tidak sempurna dan

    jika koefisien restitusinya bernilai 0, maka disebut tumbukan tidak elastik (Beiser,1992).

  • BAB II

    METODOLOGI

    2.1. Peralatan

    Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain seperangkat rel udara,

    pencacah waktu, garpu penghalang cahaya, kabel dan sumber tegangan.

    2.2. Tatalaksana Percobaan

    Pada percobaan ini, pertama disusun trak udara, kereta luncur dan counter sesuai

    dengan sistem pada gambar 2.1. Lalu kedua papan luncur dilengkapi dengan beban

    tambahan 100 gram dan penahan (a) serta pegas (b) seperti pada gambar 2.2. Kemudian

    diselipkan empat lempeng interrupter (c) pada tiap papan luncur. Kemudian dikumpulkan

    kebagian tengah sehingga dibentuk susunan lempeng rapat selebar S = 2cm. Setelah itu,

    diletakkan papan luncur ke rel. Kedua, dihidupkan blower dan rel diatur supaya datar

    dengan diubah sekrup pengatur ketinggian. Jika sudah benar, maka papan akan tetap

    diam ketika ditempatkan direl. Selanjutnya dihubungkan kabel-kabel penghubung seperti

    gambar 2.1. Lalu diatur pencacah pada angka nol dengan tombol reset. Posisi penghalang

    cahaya seperti yang ditunjukkan oleh gambar 2.2.

    Percobaan dengan massa sama ( m1= m2 , v2 = 0 ). Pertama, diletakkan papan

    luncur 1 pada posisi awal dari rel dan papan luncur 2 dalan keadan diam, diletakkan

    diantara kedua penghalan cahaya. Diatur kedua pencacah pada posisi nol. Didorong

    papan luncur 1, dicatat waktu yang ditunjukkan oleh pencacah untuk masing-masing

    papan luncur. Dicatat t1 sebagai t1 dan t2 sebagai t2. Diulang untuk beberapa kecepatan

    awal yang berbeda.

    Percobaan dengan massa yang berbeda ( m1 m2 , v2 = 0 ). Pertama, dilakukan

    percobaan seperti pada uraian untuk massa yang sama. Setiap kali dilakukan pengukuran,

    diubah massa papan luncur dengan ditambahkan beban yang sesuai. Jika papan luncur 1

    berbalik arah setelah tumbukan ( m1 < m2 ), direset pencacah (1) pada posisi nol secepat

    mungkin setelah dicatat t1 agar t1 dapat diukur oleh penghalang pertama. Jika papan

    luncur 1 terus maju setelah tumbukan ( m1 > m2 ), direset pencacah (2) secepat mungkin,

    setelah dicatat t2 agar t1 dapat diukur oleh penghalang kedua.

  • 2.3 Gambar

    Gambar 2.1 Susunan trak udara, kereta luncur dan counter

    Gambar 2.2 Beban luncur ; (a) Plat penahan tumbukan, (b) per, (c) lapisan peluncur,

    (d) pemberat tambahan.

  • BAB III

    ANALISA DAN PEMBAHASAN

    3.1 Data Hasil Pembahasan

    3.1.1. Percobaan Pertama

    S= 0,02 m

    m1 = m2 = 0,1 kg

    No. m1 (kg) m2 (kg)

    1 0,011 0,024

    2 0,015 0,017

    3 0,015 0,016

    4 0,015 0,016

    5 0,013 0,014

    3.1.2. Percobaan Kedua

    S = 0,02 m

    No. m1 (kg) m2 (kg) t1 (s) t1 (s) t2 (s)

    1 0,1 0,2 0,009 0,040 0,013

    2 0,1 0,2 0,010 0,045 0,013

    3 0,1 0,2 0,009 0,040 0,013

    4 0,1 0,2 0,009 0,043 0,013

    5 0,1 0,2 0,010 0,047 0,014

    3.1.3. Percobaan Ketiga

    S = 0,02 m

    m1 = m2 = 0,1 kg

    NO. t1 (s) t1 (s) t2 (s) t2 (s)

    1 0,013 0,027 0,011 0,038

    2 0,013 0,038 0,020 0,047

    3 0,014 0,024 0,030 0,032

  • 3.2. Perhitungan

    3.2.1. Percobaan Pertama

    S = 0,02 m

    m1 = m2 = 0,1 kg

    v2 = 0 m/s

    No. v1 (m/s) v2 (m/s) P1 (kg. m/s) P2 (kg. m/s) Ek1 (J) Ek2 (J)

    1 1,818 0,833 0,182 0,083 0,165 0,035

    2 1,333 1,176 0,133 0,118 0,089 0,069

    3 1,333 1,250 0,133 0,125 0,089 0,078

    4 1,333 1,250 0,133 0,125 0,089 0,078

    5 1,538 1,429 0,154 0,143 0,102 0,118

    7,355 5,938 0,736 0,594 0,534 0,378

    1,471 1,188 0,147 0,119 0,107 0,076

    1. v1 = = = 1,818 m/s

    v2 = = = 0,833 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .1,818 kg m/s

    = 0,182 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 10-1

    .0,833 kg m/s

    = 0,083

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (1,818)

    2 J

    = 0,165 J

    Ek2 = m2v22 = 10

    -1 (0,833)

    2 J

    = 0,035 J

    2. v1 = = = 1,333 m/s

    v2 = = = 0,176 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .1,333 kg m/s

    = 0,133 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 10-1

    .1,176 kg m/s

    = 0,118 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (1,333)

    2 J

    = 0,089 J

    Ek2 = m2v22 = 10

    -1 (1,176)

    2 J

    = 0,069 J

    3. v1 = = = 1,333 m/s

    v2 = = = 1,250 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .1,333 kg m/s

    = 0,133 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 10-1

    .1,250 kg m/s

    = 0,125 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (1,333)

    2 J

    = 0,089 J

    Ek2 = m2v22 = 10

    -1 (0,250)

    2 J

    = 0,078 J

    4. v1 = = = 1,333 m/s

    v2 = = = 1,250 m/s

  • P1 = m1 v1 = 10-1

    .1,333 kg m/s

    = 0,133 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 10-1

    .1,250 kg m/s

    = 0,125 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (1,333)

    2 J

    = 0,089 J

    Ek2 = m2v22 = 10

    -1 (0,250)

    2 J

    = 0,078 J

    5. v1 = = = 1,538 m/s

    v2 = = = 1,429 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .1,538 kg m/s

    = 0,154 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 10-1

    .1,429 kg m/s

    = 0,143 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (1,538)

    2 J

    = 0,118 J

    Ek2 = m2v22 = 10

    -1 (0,143)

    2 J

    = 0,102 J

    Hukum Kekekalan Momentum

    + = +

    =

    0,147 0,119

    = =

    =

    1,471 0,188

    Hukum kekekalan Energi Kinetik

    E +E = E +E

    E = E

    0,107 0,076

    3.2.2. Percobaan Kedua

    S = 0,02 m

    m1 = 0,1 kg

    m2 = 0,2 kg

    v2 = 0 m/s

    No v1(m/s) v1(m/s) v2(m/s) P1(kg. m/s) P1(kg. m/s) P2(kg. m/s) Ek1(J) Ek1(J) Ek2(J)

    1 2,222 0,500 1,538 0,222 0,050 0,308 0,247 0,013 0,237

    2 2,000 0,444 1,538 0,200 0,044 0,308 0,200 0,010 0,237

    3 2,222 0,500 1,538 0,222 0,050 0,308 0,247 0,013 0,237

    4 2,222 0,465 1,538 0,222 0,047 0,308 0,247 0,011 0,237

    5 2,000 0,426 1,429 0,200 0,043 0,286 0,200 0,009 0,204

    10,666 2,335 7,581 1,066 0,234 1,518 1,141 0,056 0,230

    2,133 0,467 1,516 0,213 0,047 0,304 0,228 0,011 0,230

  • 1. v1 = = = 2,222 m/s

    v1 = = = 0,500 m/s

    v2 = = = 1,538 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .2,222 kg m/s

    = 0,222 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .0,500 kg m/s

    = 0,050 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .1,538 kg m/s

    = 0,308 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (2,222)

    2 J

    = 0,247 J

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (0,500)

    2 J

    = 0,013 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (1,538)

    2 J

    = 0,237 J

    2. v1 = = = 2,000 m/s

    v1 = = = 0,444 m/s

    v2 = = = 1,538 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .2 kg m/s

    = 0,200 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .0,444 kg m/s

    = 0,044 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .1,538 kg m/s

    = 0,308 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (2,000)

    2 J

    = 0,200 J

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (0,444)

    2 J

    = 0,010 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (1,538)

    2 J

    = 0,237 J

    3. v1 = = = 2,222 m/s

    v1 = = = 0,500 m/s

    v2 = = = 1,538 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .2,222 kg m/s

    = 0,222 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .0,500 kg m/s

    = 0,050 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .1,538 kg m/s

    = 0,308 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (2,222)

    2 J

    = 0,247 J

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (0,500)

    2 J

    = 0,013 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (1,538)

    2 J

    = 0,237 J

    4. v1 = = = 2,222 m/s

    v1 = = = 0,465 m/s

    v2 = = = 1,538 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .2,222 kg m/s

    = 0,222 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .0,465 kg m/s

    = 0,047 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .1,538 kg m/s

    = 0,308 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (2,222)

    2 J

    = 0,247 J

  • Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (0,465)

    2 J

    = 0,011 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (1,538)

    2 J

    = 0,237 J

    5. v1 = = = 2,000 m/s

    v1 = = = 0,426 m/s

    v2 = = = 1,429 m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .2 kg m/s

    = 0,200 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 10-1

    .0,426 kg m/s

    = 0,043 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .1,429 kg m/s

    = 0,286 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (2,000)

    2 J

    = 0,200 J

    Ek1 = m1v12 = 10

    -1 (0,426)

    2 J

    = 0,009 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (1,429)

    2 J

    = 0,204 J

    Hukum Kekekalan Momentum

    + = +

    = +

    0,213 0,351

    Hukum kekekalan Energi Kinetik

    E +E = E +E

    E = E +E

    0,228 0,170

    3.2.3. Percobaan Kedua

    S = 0,02 m

    m1 = m2 = 0,2 kg

    No v1(m/s) v2(m/s) v1(m/s) v2(m/s) P1(kg.

    m/s)

    P2(kg.

    m/s)

    P1(kg.

    m/s)

    P2(kg.

    m/s) Ek1(J) Ek2(J) Ek1(J) Ek2(J)

    1 1,538 1,818 0,741 0,526 0,308 0,364 0,148 0,105 0,237 0,331 0,055 0,028

    2 1,538 1,000 0,526 0,426 0,308 0,200 0,105 0,085 0,237 0,100 0,028 0,018

    3 1,429 0,667 0,833 0,625 0,286 0,133 0,167 0,125 0,204 0,045 0,069 0,039

    4,505 3,485 2,100 1,577 0,902 0,697 0,420 0,315 0,678 0,476 0,152 0,085

    1,501 1,162 0,700 0,526 0,300 0,232 0,140 0,105 0,226 0,159 0,051 0,028

    1. v1 = = = 1,538 m/s

    v2 = = = 1,818 m/s

    v1 = = = 0,741 m/s

    v2 = = = 0,526 m/s

    P1 = m1 v1 = 2.10-1

    .1,538 kg m/s

    = 0,308 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .1,818 kg m/s

    = 0,364 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 2.10-1

    .0,741 kg m/s

    = 0,148 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .0,526 kg m/s

    = 0,105 kg m/s

  • Ek1 = m1v12 = 2.10

    -1 (1,538)

    2 J

    = 0,237 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (1,818)

    2 J

    = 0,331 J

    Ek1 = m1v12 = 2.10

    -1 (0,741)

    2 J

    = 0,055 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (0,526)

    2 J

    = 0,028 J

    2. v1 = = = 1,538 m/s

    v2 = = = 1,000 m/s

    v1 = = = 0,526 m/s

    v2 = = = 0,426 m/s

    P1 = m1 v1 = 2.10-1

    .1,538 kg m/s

    = 0,308 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .1,000 kg m/s

    = 0,200 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 2.10-1

    .0,526 kg m/s

    = 0,105 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .0,426 kg m/s

    = 0,085 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 2.10

    -1 (1,538)

    2 J

    = 0,237 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (1,000)

    2 J

    = 0,100 J

    Ek1 = m1v12 = 2.10

    -1 (0,526)

    2 J

    = 0,028 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (0,426)

    2 J

    = 0,018 J

    3. v1 = = = 1,429m/s

    v2 = = = 0,667 m/s

    v1 = = = 0,833 m/s

    v2 = = = 0,625 m/s

    P1 = m1 v1 = 2.10-1

    .1,429 kg m/s

    = 0,286 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .0,667 kg m/s

    = 0,133 kg m/s

    P1 = m1 v1 = 2.10-1

    .0,833 kg m/s

    = 0,167 kg m/s

    P2 = m2 v2 = 2.10-1

    .0,625 kg m/s

    = 0,125 kg m/s

    Ek1 = m1v12 = 2.10

    -1 (1,429)

    2 J

    = 0,204 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (0,667)

    2 J

    = 0,045 J

    Ek1 = m1v12 = 2.10

    -1 (0,833)

    2 J

    = 0,069 J

    Ek2 = m2v22 = 2.10

    -1 (0,625)

    2 J

    = 0,039 J

    Hukum Kekekalan Momentum

    + = +

    0,300+0,232=0,140+0,105

    0,532 0,245

    Hukum kekekalan Energi Kinetik

    E +E = E +E

    0,226+0,159=0,051+0,028

    0,385 0,079

  • 33 Pembahasan

    3.3.1. Analisa Prosedur

    3.3.1.1 Fungsi Alat

    Dalam melakukan praktikum ini, peralatan yang digunakan yaitu seperangkat rel

    udara, pencacah waktu, garpu penghalang cahaya (interuptor), kabel dan sumber

    tegangan. Rel udara digunakan sebagai lintasan peluncur untuk mengurangi gesekan

    antara rel dengan peluncur sehingga kecepatan peluncur lebih stabil. Pencacah waktu

    digunakan untuk mencatat waktu yang dibutuhkan interuptor pada saat menghalangi

    cahaya. Pencacah waktu yang digunakan yaitu digital counter sehingga lebih akurat

    karena memiliki ketelitian 1 milisekon. Prinsip kerja pencacah waktu dengan garpu

    penghalang cahaya yaitu apabila cahaya ditutupi interuptor, pencacah waktu akan mulai

    melakukan perhitungan waktu dan akan berhenti setelah interuptr tidak menghalanginya.

    Kabel digunakan untuk membuat rangkaian listrik sistem dan sumber tegangan sebagai

    sumber energi listrik sistem.

    3.3.1.2 Fungsi Perlakuan

    Dalam melakukan percobaan ini, pastikan rangkaian sistem sudah terpasang

    dengan benar agar meminimalisir ketidaktepatan percobaan. Peluncur diberi beban

    tambahan agar peluncur diasumsikan memiliki massa yaitu massa beban tambahan

    karena massa peluncur diabaikan. Sistem dari rel udara digunakan untuk meminimalisir

    gesekan antara rel dengan peluncur, namun peluncur tetap memiliki gaya normal.

    Sebelum pelcur didorong, atur pencacah waktu setiap kali perhitungan. Hal ini bertujuan

    untuk memperoleh nilai sebenarnya, bukan kumulatif. Pada percobaan pertama, massa

    benda pertama dan massa benda kedua sama serta benda kedua pada mulanya diam.

    Dilakukan perhitungan waktu sebelum dan sesudah tumbukan pada masing-masing

    benda, untuk memperoleh ketepatan benda melalui persamaan vi=s/t. Perhitungan

    dilakukan sebanyak lima kali. Sedangkan pada percobaan kedua, massa benda pertama

    dan benda kedua tidak sama agar mendapatkan variasi data serta benda kedua pada

    mulanya dalam keadaan diam. Dilakukan perhitungan waktu dan dilakukan sebanyak

    lima kali. Kemudian pada percobaan ketiga, massa benda pertama dan kedua sama serta

    masing-masing benda pada mulanya bergerak dan memiliki kecepatan sebelum

    tumbukan. Dilakukan perhitungan waktu dan diulang sebanyak tiga kali. Hal yang

    penting yang harus diperhatikan adalah pada percobaab kedua dan ketiga, setelah terjadi

    tumbukan maka pencacah waktu harus direstart agar tidak terjadi kumulasi data.

  • 3.4 Analisa Hasil

    Berdasarkan hasil perhitungan, pada percobaan pertama nilai momentum sistem

    sebelum dan sesudah tumbukan memiliki selisih (m=0,028 kg.m/s) dan energi

    kinetiknya juga memiliki selisih nilai ((Ek=0,031 J). Sedangkan pada percobaan kedua,

    selisih momentum ((m=0,142 kg.m/s) dan ((Ek=0,058 J), pada percobaan ketiga

    (( m=0,287 kg.m/s) dan ((Ek=0,306 J).

    Dari hasil percobaan diperoleh selisih nilai momentum dan energi kinetik yang

    cukup besar. Hal ini terjadi disebabkan beberapa faktor antara lain: kedua benda peluncur

    tidak bertumbukan tepat di tengah sehingga jarak untuk kembali ke posisi semula tidak

    seimbang, setelah peluncur-peluncur bertumbukan dan terpental maka semakin lama

    kecepatannya semakin berkurang arena rel udara dan blower kurang efektif, keadaan

    peluncur kedua yang sulit utuk dibuat dalam keadaan diam sehingga mempengaruhi

    kecepatannya setelah tumbukan dan terjadi banyak pembulatan angka pada perhitungan.

    Prinsip tumbukan yaitu aliran udara rel yang berasal dari blower dilewatkan pada

    papan luncur (peluncur) sehingga peluncur akan melayang di atas rel yang berguna untuk

    meminimalisir gesekan antara peluncur dan rel. Ketika papan luncur didorong dan

    melewati penghalang cahaya, lempeng interuptor akan menutup cahaya dan pencacah

    waktu mulai bekerja. Kecepatan peluncur diperoleh dari jarak tempuh lempeng (lebar

    lempeng/s) menutup cahaya dibagi watu tempuh yang tercatat pada pencacah waktu.

    Sedangkan momentumnya diperoleh dari massa tambahan peluncur diali kecepatannya.

    Tumbukan yaitu bertumbuknya dua benda atau lebih yang masing-masing benda

    memiliki massa dan minimal satu benda menumbuk dengan kecepatan tertentu, sehingga

    perpindahan momentum benda. Sedangkan momentum merupakan besar massa dikali

    kecepatan benda.

    Tumbukan dibedakan menjadi tiga. Pertama, tumbukan elastis sempurna yang

    berlaku hukum kekekalan momentum dan hukum kekekalan energi kinetik. Kedua,

    tumbukan elastis sebagian dan tidak berlaku hukum kekekalan energi kinetik, sebagian

    energi kinetik menjadi energi panas, energi bunyi maupun bentuk deformsi lainnya.

    Ketiga, tumbukan tidak elastis yaitu tumbukan yang menghasilkan penyatuan benda dan

    tidak berlaku hukum kekekalan momentum.

  • Dalam tumbukan elastis sempurna berlaku persamaan:

    P = P P1+P2+.....= P1+P2+.....

    Ek = Ek m1v12 + m2v2

    2 + .. = m1v1

    2 + m2v2

    2 + ..

    V = V V2 V1 = (V2 V1)

    Dalam tumbukan elastic sebagian tidak memiliki persamaan khusus :

    P = P m1v1 + m2v2 + .. = m1v1 + m2v2

    + ..

    Dalam tumbukan elastis berlaku persamaan :

    m1v1 + m2v2 + .. = (m1 + m2 + ..)v

    Persamaan Koefisien Restitusi :

    e = =

    atau e =

    Contoh soal :

    Dua buah benda yang memiliki massa m1 = m2 = 2 kg bergerak saling mendekati

    seperti pada gambar, V1= 10 dan V2 = 20 . Jika kedua benda bertumbukan

    lenting sempurna, hitung kecepatan masing-masing benda setelah tumbukan!

  • Penyelesaian :

    Pada tumbukan lenting sempurna, berlaku persamaan :

    V2 V1 = (V2 V1)

    V2 V1 = (20 + 10)

    V2 V1 = 30

    V1 = V2 30 . . . . . .. (persamaan 1)

    m1v1 + m2v2 = m1v1 + m2v2 x

    V1 + V2 = V1 + V2

    (10) + (20) = (V2 30) + V2

    10 = 2 V2 30

    2 V2 = 20

    V2 = 10 (ke kanan)

    V1 = (1030)

    V1 = 20 (ke kiri)

    Perbedaan antara tumbukan elastic dan tumbukan tidak elastic, yaitu pertama,

    sifat fisis benda hasil tumbukan pada tumbukan elastis tetap, sedangkan pada tumbukan

    tidak elastis, kedua benda akan menjadi satu. Kedua, untuk tumbukan elastis, kecepatan

    relatif benda-benda sesudah tumbukan sama dengan minus kecepatan relatif sebelum

    tumbukan (V = V) dan untuk tumbukan tak elastis karena benda-benda menjadi

    satu sehingga menambah nilai momen inersia benda sehingga benda tersebut akan lebih

    lembam atau lambat kecepatannya. Ketiga, koefisien restitusi yang merupakan

    perbandingan antara kecepatan relatif sesaat sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif

    sesaat sebelum tumbukan, pada tumbukan elastis e = 1 dan pada tumbukan tak elastis e =

    0.

    Apabila dua benda saling bertumbukan elastis di mana mula-mula benda pertama

    bergerak dengan kecepatan V1 dan benda kedua diam (V2= 0). Berikut merupakan bukti

    bahwa : (a) V1 = V2 jika kedua benda bermassa sama dan (b) P1 = P1 + P2 jika keduanya

    bermassa tidak sama.

  • (a) m1 = m2 P = P

    P1 + P2 = P1 + P2

    m1v1 + m2v2 = m1v1 + m2v2 x

    V1 = V1 + V2

    V1 = V2

    (b) m1 m2 P = P

    P1 + P2 = P1 + P2

    m1v1 + m2v2 = m1v1 + m2v2

    P1 = P1 + P2

    Apabila suatu benda yang ringam dan sebuah benda yang berat memiliki energi

    kinetik yang sama. Maka momentum benda berat lebih besar daripada momentum benda

    ringan. Bukti :

    Ek1 = Ek2

    benda ringan : 1 m1v12= m2v2

    2

    benda berat : 2 =

    Karena m1< m2 maka V1> V2 sehingga P = m, jadi P v dan dapat

    disimpulkan bahwa P1 > P2

    Adanya transfer energi dari

    benda 1 ke benda 2, karena

    massanya sama sehingga V1

    = 0

  • BAB IV

    PENUTUP

    4.1. Kesimpulan

    Dalam peristiwa tumbukan berlaku hukum Kekekalan Momentum dan hukum

    Kekekalan Energi Kinetik pada tumbukan elastis. Dalam percobaan ini persentase bukti

    hukum kekekalan momentum besar, karena hanya memiliki selisih yang tipis.

    4.2. Saran

    Penulis menyarankan agar perangkat rel udara perlu dilakukan servis dan

    memperbaiki keadaan rel udara agar dapat seimbang dan tetap terjaga komponen-

    komponennya.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Beiser, Arthur. 1992. Modern Technical Physics. USA: Addision Wesley Publishing

    Company.

    Halliday, David, dkk. 1992. Physics. USA: John Willey and Sons, Inc.

    Halliday, Resnick. 1978. Fisika. Jakarta: Erlangga.

    Holzner, Steven. 1992. Physics 1st. USA: John Willey and Sons, Inc.

    Sears, Francis W. 1962. Mekanika, Panas dan Bunyi. Jakarta: Erlangga.

    Sutrisno. 1997. Fisika Dasar. Bandung: Penerbit ITP Press.

  • TUGAS PENDAHULUAN

    1. Pada tumbukan elastis, sifat fisis benda yang saling bertumbukan tetap, sedangkan

    pada tumbukan tak-elastis, benda yang saling bertumbukan akan menjadi satu.

    minus kecepatan relatif sebelum tumbukan( v = v ) dan untuk tumbukan tak-

    elastis, karena benda-benda tersebut menjadi satu sehingga menambah nilai momen

    inersia benda yang akibatnya benda tersebut akan lebih lembam atau lambat

    kecepatannya.

    Koefisien restitusi yang merupakan perbandingan antara kecepatan relatif sesaat

    sesudah tumbukan dengan kecepatan relatif sesaat sebelum tumbukan pada tumbukan

    elastis bernilai 1 dan pada tumbukan tak-elastis bernilai nol.

    2. a. Jika masa m1 = m2 , berlaku =

    v2 = 0 & v1 = 0 ( imbas dari v2 yang diam ) & ( imbas dari massa yang sama

    x

    b. Jika massa m1 m2 =

    Pawal = Pakhir

    P1 + P2 = P1 + P2

    m1v1 + m2v2 = m2v2 + m2v2 v2 = 0

    m1v1 = m1v2 + m2v2

    P1 = P1 + P2

    3. Jika benda ringan merupakan benda 1 dan benda berat merupakan benda 2

    X 2

    Karena m1 < m2 maka v1 > v2

  • P1 P2 m1v1 m2v2 v2

    2v1 v1

    2v2

    v2 < v1

    P2 > P1

  • LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

    MOMEN INERSIA

    (PERCOBAAN ME1)

    Disusun oleh:

    Kelompok 3

    Ainun Rohimus Sofah (125090300111004)

    Dian Sulistyoningsih (125090300111005)

    Dimas Barra Kurniawan (125090300111009)

    M. Sofyan Habibi (125090300111007)

    Nilatul Asna (125090300111008)

    Yudo Perbowo (125090300111006)

    LABORATORIUM FISIKA DASAR

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Tujuan Percobaan

    Dewasa ini ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Begitu juga dalam bidang

    ilmu fisika, salah satunya yaitu mengenai momen inersia. Banyak sekali aktivitas dalam

    kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan momen inersia. Oleh karena itu, praktikum

    kali ini akan melakukan percobaan mengenai momen inersia suatu cakram. Setelah

    melakukan percobaan momen inersia ini, peserta harus bisa menghitung momen inersia dari

    suatu cakram serta menentukan momen inersia dari cakram berlubang.

    1.2 Dasar Teori

    Momen inersia merupakan ukuran sudut kuantitatif dari properti objek yang tahan

    percepatan rotasi. Momen inersia tergantung pada bentuk dan sumbu rotasi tubuh. Rumus

    yang berbeda memungkinkan perhitungan bentuk momen inersia yang berbeda. Rumus untuk

    massa merupakan titik penting untuk diketahui (Bresnick, 1996).

    Sebuah benda berputar memiliki energi kinetik karena partikel penyusunnya bergerak,

    meskipun tubuh secara keseluruhan tetap di tempat. Kecepatan partikel yang merupakan jarak

    r dari sumbu benda kaku berputar dengan kecepatan sudut , adalah:

    v= r

    massa partikel itu adalah m, sedang energi kinetik yaitu:

    Ek= mv2=(mr

    2)

    2

    dimana simbol tersebut berarti seperti yang disebutkan sebelumnya, jumlah dari persamaan

    menyatakan bahwa energi kinetik memutar benda kaku sama dengan satu setengah jumlah

    dari mr2. Nilai partikel benda dikalikan dengan kuadrat dari kecepatan sudut.

    Persamaan ini

    I=mr2

    dikenal sebgai momen inersia. Memiliki nilai yang sama terlepas dari pergerakannya.

    Semakin jauh sebuah partikel yang diberikan adalah dari sumbu rotasi, semakin cepat

    bergerak dan semakin besar konstribusinya terhadap energi kinetik dari benda. Momen inersia

    benda bergantung pada cara di mana massa dikonstribusikan relatif terhadap sumbu rotasi.

  • Hal ini sangat mungkin untuk suatu benda untuk memiliki momen inersia yang lebih besar

    dari pada yang lain meskipun massanya mungkin jauh lebih kecil dari dua (Beiser, 1964).

    Faktor yang diwakili oleh simbol I disebut momen inersia dan momen gayanya:

    =I.

    Dimana harus diukur dalam radian per detik kuadrat (Bueche,1988).

    Persamaan yang menghubungkan persamaan sudut dengan persamaan linear tangensial

    atg=r., didapatkan:

    F=m.a

    =m.r.

    Jika kedua sisi dikalikan dengan r, akan didapatkan bahwa torsi =r.F dinyatakan dengan

    =m.r2., dari persamaan tersebut akan didapatkan hubungan langsung antara percepatan

    sudut dan torsi yang diberikan. Kuantitas mr2 menyatakan inersiatt torsi partikel dan disebut

    meomen inersia (Giancoli, 1998).

    Suatu benda tegar terdiri dari sejumlah besar sekali partikel. Maka penjumlahan dalam

    persamaan yang sederhana harus digantikan dengan integral, I== ; atu jika

    adalah kecepatan benda , maka dm= dV dan

    I= dV

    I=

    Besaran tersebut disebut momen inersiarelatif terhadap sumbu rotasi dan didapat

    dengan menambahkan hasil kali massa tiap partikel dengan kuadrat jaraknya terhadap sumbu.

    Oleh karena itu, semakin melebar suatu benda, semakin besar momen inersianya.

    Dengan definisi momen inersia, persamaan tersebut dapat dituliskan dalam bentuk:

    L=I. (hanya untuk rotasi terhadap sumbu linear utama), dimana I merupakan

    momen inersia utama yang bersesuaian (Beer,1976).

  • BAB II

    METODOLOGI

    2.1 Peralatan

    Untuk melakukan praktikum momen inersia membutuhkan peralatan-peralatan.

    Peralatan yang digunakan yaitu sebuah mistar/penggaris, sebuah stopwatch, beberapa buah

    cakram, sebuah timbangan dan beberapa buah pemberat.

    2.2 Tata Laksana Percobaan

    Pertama massa pemberat m dan cakram ditimbang. Kemudian, jari-jari cakram

    berlubang diukur RL dan RD -nya. Lalu posisi titik A dan B ditentukan dan diukur jaraknya.

    Setelah itu pemberat dilepaskan dititik A, waktu yang diperlukan untuk mencapai titik B juga

    ikut diukur sebanyak 7 kali. Langkah selanjutnya cakram berlubang di atas cakram pertama

    sampai cakram yang tersedia terpakai semua.

    2.3 Gambar

    Gambar 2.1 Penggaris/Mistar

    Gambar 2.2 Stopwatch

  • Gambar 2.3 Timbangan

  • BAB III

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    3.1 Data hasil Percobaan

    3.1.1 Massa Pemberat = 30 gr = 0,03 Kg

    3.1.2 Massa Cakram

    3.1.2.1 Massa Cakram Tak Berongga

    m=276,5 gr=0,2765 Kg= 0,28 Kg

    3.1.2.2 Massa Cakram Berongga

    Cakram (gr) (Kg)

    m1 289,5 0,2895

    m2 288,9 0,2889

    m3 288,2 0,2882

    m4 288,2 0,2882

    m5 289,3 0,2893

    3.1.3 Jari-Jari Cakram

    Cakram RL (m) RD (m)

    Tak berongga 0,08 -

    Berongga satu 0,08 0,03

    Berongga dua 0,08 0,03

    Berongga tiga 0,08 0,03

    Berongga empat 0,08 0,03

    Berongga lima 0,08 0,03

  • 3.1.4 Jarak Tempuh

    S=30 cm=0,3 m

    3.1.5 Waktu Tempuh

    Jumlah

    Penambahan

    (n)

    Waktu Tempuh (s)

    0 11,1 27,1 6,5 5,0 6,4

    1 7,7 6,4 6,9 7,0 7,1

    2 8,3 8,5 8,5 7,9 7,5

    3 10,0 8,7 8,7 8,5 8,4

    4 12,0 10,5 9,9 10,4 9,9

    5 12,2 15,0 10,5 11,9 12,3

    3.2 Perhitungan

    3.2.1 Cakram Tak Berongga

    I0=MR2

    =0,28(0,08)2

    =0,28.0,0064

    =0,001792

    I0=0,0018 Kg

    /m2

    m=.nst

    =.0,1

    m=0,05

    R=.nst

    =.0,1

    R =0,05

    I0=( )I

    =( +

    =(0,19+0,625)0,0018

    =0,815.0,0018

    =0,001467

    I0=0,0015 Kg.m2

    Kr I0= x 100%

  • =

    =0,8.100%

    Kr I0=80%

    3.2.2 Cakram Berongga

    3.2.2.1 Cakram Berongga (M1)

    =

    =

    Kg

    I=.M1(RL2-RD

    2)

    =.0,2895(0,082-0,03

    2)

    =.0,2895(0,0064-0,0009)

    =0,14475.0,0055

    I=0,000796 Kg.m2

    No T 2

    1 7,7 0,4624

    2 6,4 0,3844

    3 6,9 0,0144

    4 7,0 0,0004

    5 7,1 0,0064

    =0,868

    =

    =

    =

    =

    =

    Kr t= x 100%

    = x100%

    =0,0296.100%

    Kr t=2,96%

    3.2.2.2 Cakram Berongga (M2)

    =0,28882 Kg

    I=.M2(RL2-RD

    2)

    =.0,2889(0,082-0,03

    2)

    =.0,2889(0,0064-0,0009)

    =0,14445.0,0055

  • I=0,00079 Kg.m2

    No T 2

    1 8,3 0,0256

    2 8,5 0,1296

    3 8,5 0,1296

    4 7,9 0,0576

    5 7,5 0,4096

    =0,752

    =

    =

    =

    Kr t= x 100%

    = x100%

    =0,0238.100%

    Kr t=2,38%

    3.2.2.3 Cakram Berongga (M3)

    =0,28882 Kg

    I=.M3(RL2-RD

    2)

    =.0,2882(0,082-0,03

    2)

    =.0,2882(0,0064-0,0009)

    =0,1441.0,0055

    I=0,000792 Kg.m2

    No T 2

    1 10 1,2996

    2 8,7 0,0256

    3 8,7 0,0256

    4 8,5 0,1296

    5 8,4 0,2116

    =1,692

    =

    =

  • =

    Kr t= x 100%

    = x100%

    =0,0328.100%

    Kr t=3,28%

    3.2.2.4 Cakram Berongga (M4)

    =0,28882 Kg

    I=.M4(RL2-RD

    2)

    =.0,2882(0,082-0,03

    2)

    =.0,2882(0,0064-0,0009)

    =0,1441.0,0055

    I=0,000792 Kg.m2

    No T 2

    1 12 2,1316

    2 10,5 0,0016

    3 9,9 0,4096

    4 10,4 0,0196

    5 9,9 0,4096

    =2,972

    =

    =

    =

    Kr t= x 100%

    = x100%

    =0,0366.100%

    Kr t=3,66%

    3.2.2.5 Cakram Berongga (M5)

    =0,28882 Kg

    I=.M1(RL2-RD

    2)

    =.0,2893(0,082-0,03

    2)

    =.0,2893(0,0064-0,0009)

    =0,14465.0,0055

    I=0,00080 Kg.m2

    No T 2

    1 12,2 0,0324

    2 15 6,8644

    3 10,5 3,5344

  • 4 11,9 0,2304

    5 12,3 0,0064

    =10,668

    =

    =

    =

    Kr t= x 100%

    = x100%

    =0,0590.100%

    Kr t=5,90%

    3.2.3 Percepatan Cakram Tak Berongga

    =

    =

    =

    =

    =0,0048

    =

    =

    =16,67

    3.2.4 Percepatan Cakram Berongga

    3.2.4.1 Cakram 1

    =

    =

    =

    =0,0122

    =

    =

    =6,56

  • 3.2.4.2 Cakram 2

    =

    =

    =

    =0,0090

    =

    =

    =8,89

    3.2.4.3 Cakram 3

    =

    =

    =

    =0,0076

    =

    =

    = 10,53

    3.2.4.4 Cakram 4

    =

    =

    =

    =0,0054

    =

    =

    =14,81

    3.2.4.5 Cakram 5

    =

    =

    =

    =0,0039

    =

    =

    =20,51

    3.2.4 Grafik hubungan dengan

    =

    =

  • =

    =18,59

    =

    =

    =2,5

    Maka koordinat centroid (2,5;18,59)

    R=

    =

    =

    =64,6

    =

    =

    =0,1536

    = + +

    = + +

    = +

    = - 8,075.

    =(20,12-0,0081)24

    =20,119. 24

    =482,6856

    0

    5

    10

    15

    20

    25

    0 1 2 3 4 5 6

    Grafik Hubungan Antara dan n

  • 3.2 Pembahasan

    3.2.1 Analisa Prosedur

    3.2.1.1 Fungsi Alat

    Beberapa fungsi alat praktikum seperti penggaris digunakan untuk pengukuran jarak dari

    titik A ke titik B. Sopwatch digunakan utnuk menghitung waktu yang diperlukan pemberat dari

    titik A ke titik B. Cakram dan pemberat berfungsi sebgai benda uji. Sedangkan timbangan

    digunakan untuk menimbang pemberat, cakram berongga dan cakram tak berongga.

    3.2.1.2 Fungsi Perlakuan

    Awalnya cakram tak berongga dan cakram berongga ditimbang agar diketahui massanya,

    lalu massanya dicatat. Kemudian, untuk cakram yang tidakn berongga diukur jari-jarinya

    menggunakan jangka sorong, sedangkan cakram yang berongga diukur juga jari-jari luar dan

    dalamnya dengan menggunakan jangka sorong. Jari-jari luar diukur menggunakan pisau ukur

    jangka sorong bagian bawah, sedangkan jari-jari cakram bagian dalam diukur menggunakann

    pisau ukur jangka sorong bagian atas. Cakram yang sudah diukur jari-jarinya dicatat. Disamping

    itu, jarak antara titik A dan titik B yang telah ditentukan sebelumnya diukur dengan

    menggunakan mistar atau penggaris, lalu dicatat hasilnya. Kemudian, pemberat dilepaskan dari

    titik A agar menuju titik B. Setelah itu, waktu yang diperlukan pemberat menuju titik B dari titik

    A dicatat. Hal tersebut dilakukan selama lima kali berturut-turut. Kemudian cakram yang

    berlubang ditambahkan satu per satun di atas cakram pertama dan catat waktuunya. Hal itu

    diulangi sampai cakram yang tersedia terpakai semua.

    3.2.2 Analisa Hasil

    Momen inersia adalah ukuran kelembaman (resistansi) sebuah partikel terhadap

    perubahan kedudukan atau posisi dalam gerak rotasi. Momen inersia juga dikatan sebagai

    kecenderungan benda untuk mempertahankan keadaannya. Berdasarkan hasil dari pengamatan

    dan perhitungan, dapat diketahui bahwa semakin besar nilai jari-jari dan massa cakram berongga,

    maka momen inersia semakin besar, dan begitu pula sebaliknya.

    Hubungan antara percepatan tangensial dan percepatan angular dinyatakan oleh a=.R

    yang artinya =a/R dan momen gayanya adalah =I. =I0.. momen inersia pada cakram berongga

    dapat diketahui dari rumus I=.m(RL2-RD

    2) dimana RL jari-jari luar dan RD jari-jari dalam.

  • Sedangkan hubungan antara massa dan percepatan terletak pada hukum Newton yang

    kedua yaitu F=m.a, dari formula ini dapat diketahui bahwa massa berbanding tebalik dengan

    percepatan. Semakin besar massa maka percepatannya semakin kecil dan sebaliknya.

    Dari hasil yang diperoleh Kr yang besar yaitu 8,3%; 2,96%; 2,38%; 3,28%; 3,66%;

    590%. Bisa diambil kesimpulan bahwa telah terjadi kekeliruan atau berbanding terbalik dengan

    teori. Hal tersebut bisa terjadi karena terdapat kesalahan dalam pengukuran seperti kesalahan

    pembacaan skala yang tidak benar, faktor tidak terduga yang terjadi dalam pengukuran misalnya

    getaran di sekitar tempat pengukuran sehingga pembacaan skala kurang sempurna serta

    kurangnya ketelitian pengamat. Aplikasi momen inersia dalam kehidupan sehari-hari seperti pada

    orang yang sedang fitness dan lain sebagainya.

  • BAB 1V

    PENUTUP

    4.1 Kesimpulan

    Dalam praktikum kali ini dilakukan berbagai pengulangan pengukuran agar memperoleh

    hasil yang akurat, agar momen inersia dari suatu cakram dapat diketahui. Momen inersia suatu

    cakram dapat diketahui dari I=MR2, sedangkan momen inersia dari sistem divariasi dengan

    menmbah massa cakram dengan beberapa cakram berongga dengan menggabungkan momen

    ienrsia dari kedua cakram tersebut. Sehingga momen inersia total dari momen inersia tottal dari

    cakram gabungan yaitu I=M(RL2-RD

    2). I dapat diperoleh dengan menggambar grafik

    hubungan antara 1/ dengan n dan menghitung kemiringan grafik.

    4.2 Saran

    Pada praktikum kali ini perlu ketelitian yang besar agar data atau hasil pengukuran akurat.

    Bersifat hati-hati dan penuh kesabaran diperlukan, dalam pembuatan skala diperlukan ketelitian

    juga dan skala pada grafik sekecil mungkin agar ketelitian yang didapatkan dengan susah payah

    dan hasil pengukuran tidak sia-sia.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Beer, F.P dan Russel J. 1976. Mekanika Untuk Insinyur Statika. Jakarta: Erlangga.

    Beiser, A. 1964. The Foundation Of Physics. USA: Addison-Wesley.

    Bresnick, S. 1996. High Yield Phisics. USA: William & Wilkins.

    Bueche, F.J. 1988. Priciple Of Physics. United States Of America: McGraw-Hill.

    Giancolli. 1998. Fisika. Jakarta: Erlangga.

    S. Taswa E, Ahmadi, Abu. 1996. Kamus Lengkap Fisika. Jakarta: Bumi Aksara.

    Wilardjo, L. 1997. Kamus Istillah Fisika. Jakarta: Gramedia Widiasarana.

  • LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR I

    MODULUS ELASTISITAS

    (PERCOBAAN ME-5)

    Disusun oleh:

    Kelompok 4

    Tias Pranata Marga Siwi (125090801111011)

    Ardhi Wibowo (125090800111020)

    Dhika Rizkiansah (125090800111027)

    Galih Rahmat Maulana (125090800111021)

    LABORATORIUM FISIKA DASAR

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

    UNIVERSI TAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 TUJUAN PERCOBAAN

    Tujuan dilakukanya percobaan ini yaitu, agar praktikan mampu menjelaskan konsep

    tegangan regangan tarik dan modulus elastisitas dari suatu bahan serta mampu mengaplikasiakn

    teori-teori yang ada dalam kehidupan sehari-hari.

    1.2 DASAR TEORI

    Perbandingan antara tegangan dan regangan dengan syarat-syarat tertentu merupakan definisi

    singkat dari hukum hooke , hukum hooke bukan hukum yang bersifat umum , tetapi hanya

    merupakan temuan ekspiremental yang hanya berlaku pada rentang yang terbatas . secara singkat

    modulus elastisitas memiliki persamaan pemanjangan sebuah pegas ideal berbanding lurus

    dengan gaya-gaya yang menariknya = /, jika dijabarkan satu per satu tegangan menyatakan

    kekuatan dari gaya-gaya dari penarikan yang biasanya dinyatakan dalam bentuk gaya persatuan

    luas, sedangakan regangan menyatakan hasil deformasinya. Saat tegangan dan regangan cukup

    kecil, ditentukan bahwa keduanya berbanding lurus dengan konstanta sebagai pembandingnya.

    Dalam modulus elastisitas menunjukkan suatu fakta jika semakin kuat suatu benda ditarik, maka

    semakin panjang benda tersebut. Semakin kuat gaya tekan yang dilakukan maka semakin tertekan

    pula benda tersebut(young dan freedman, 2002).

    Gaya yang menarik suatu benda sebesar l adalah perubahan panjang dan K adalah

    konstanta pembanding dimana rumusan ini sering disebut dengan hukum hooke yang berlaku

    hamper untuk semua materi padat namun dalam system yang terbatas, karena jika gaya terlalu

    besar atau sangat besar maka benda dengan kemampuan elastis secara otomatis akan patah.

    Modulus elastis atau yang sering disebut dengan modulus young merupakan hasil perkalian gaya

    dan panjang mula-mula dan perkalian antara luas permukaan dengan perubahan panjangngnya

    sebagai pembandingnaya. Dengan persamaan umum sebagai berikut = dengan kata lain

    modulus young berbanding lurus dengan nilai tegangan dan berbanding terbalik dengan nilai

    reganganya (Giancoli, 2001).

    Stress atau tegangan merupakan hasil bagi antara gaya dengan luas permukaandari suatu

    benda. Strin atau regangan merupakan hasil bagi antara delta panjang dengan panjang mula-mula

    suatu benda, terutama benda yang memiliki kemampuan untuk berelastis. Kika dijabarkan secara

    menyeluruh nilai modulus elastis atau modulus young memiliki persamaan sebagai berikut

  • = dengan satuan (Jones Childern, 1992).

    Teganagan memiliki beberapa kesamaan dengan tekanan, persamaan yang ditunjukkan

    keduanya antara lain komponenya. Dimana tegangan(stress) merupakan hasil bagi dari gaya

    dengan luas permukaan suatu benda. Sama dengan tekanan yang merupakan hasil bagi dari gaya

    dengan luas permukaan penampangnya. Kedua besaran ini pun secara otomatis memiliki satuan

    yang sama pula yakni atau sama dengan pascal( Wiston francis, 1994).

    Modulus elastisitas merupakan persamaan yang terjadi karena pengembangan dari dasar

    teori-teori tegangan regangan yang terjadi pada suatu benda dimana persamaan-persamaan yang

    ada pada benda berbahan elastic ada tiga yakni, persamaan young, hooked an bulk. Namun secara

    umum hanya ada dua persamaan yang paling sering digunakan yakni persamaan modulus young(

    elastis )= dan persamaan hooke F= k.x(Alonso, 1997).

  • BAB II

    METODOLOGI

    2.1 PERALATAN

    Peralatan yang digunakan dalam percobaan ini antara lain, dua utas kawat, perangkat alat

    baca skala utama dan nontius, seperangkat beban , mistar atau roll meter dan sebuah

    micrometer secrub.

    2.2 TATA LAKSANA PERCOBAAN

    Mula-mula dua utas kawat digantungkan dan dilengkapi dengan seperangkat alat baca

    skala utama dan nontius. Agar kawat lurus maka kawat diberi beban awal yang tidak terlalu

    besar. Lalu diameter dan panjang kawat diukur serta ditentukan nilai modulus elastisitasnya.

    Setelah itu kedudukan skala utama terhadap kedudukan skala nontius dicatat dan bebabn

    ditambah beratnya secara berkala. Setelah beberapa saat( kurang lebih 10 sekon) kedudukan

    skala utama dan nontius dicatat kembali dan dihitung pertambahan panjangnya. Langkah-

    langkah tersebut diulangi hingga lima atau tujuh kali penambahan. Setelah penambahan

    dilakukan beban dikurangi secara berkala dan dicatat kedudukan skala utama serta skala

    nontiusnya. Dihitung pengurangan panjang yang terjadi. Diulangi langkah-langkah pada

    pengurangan seperti langkah-langkah pada penambahan beban, sehingga semua beban habis.

    2.3 GAMBAR PERLATAN

    2.3.1. Gb. Skala nontius dan skala utama

  • 2.3.2. Gb. Kawat

  • BAB III

    ANALISIS DAN PEMBAHASAN

    3.1 DATA HASIL PERCOBAAN

    A. Data hasil penambahan beban

    B. Data hasil pengurangan beban

    No. m (Kg) L 1 (mm)

    1 0,15 1,568

    2 1 1,567

    3 1,5 1,564

    4 2 1,562

    5 2,5 1,561

    6 3 1,560

    7 3,5 1,550

    NO m (kg) L 1(mm)

    1 1 1.562

    2 1.5 1.564

    3 2 1.566

    4 2.5 1.568

    5 3 1.569

    6 3.5 1.57

    7 4 1.571

  • Diameter kawat = 0,26 mm

    Panjang kawat mula-mula (l0) = 156 cm = 1560 mm = 1,56 m

    3.2 Perhitungan (penambahan beban)

    No m

    (Kg) L1 (m) L (cm)

    F =

    m.g

    (N)

    A (m2)

    l / l = F/A Y (Pa)

    1 1 1,562x10-3 155,84 x10

    -2 10 53x10

    -10 0,998 0,18x10

    10 0,18x10

    10

    2 1,5 1,564x10-3 155,84 x10

    -2 15 53x10

    -10 0,998 0,28x10

    10 0,28x10

    10

    3 2 1,566x10-3 155,84 x10

    -2 20 53x10

    -10 0,998 0,37x10

    10 0,37x10

    10

    4 2,5 1,568x10-3 155,84 x10

    -2 25 53x10

    -10 0,998 0,47x10

    10 0,47x10

    10

    5 3 1,569x10-3 155,84 x10

    -2 30 53x10

    -10 0,998 0,56x10

    10 0,56x10

    10

    6 3,5 1,570x10-3 155,84 x10

    -2 35 53x10

    -10 0,998 0,66x10

    10 0,66x10

    10

    7 4 1,571x10-3 155,84 x10

    -2 40 53x10

    -10 0,998 0,75x10

    10 0,75x10

    10

    L = L1 L0

    L = mxn

    L 21084,1557

    847,155

    A = d2 = x 3,14 x (0,26)

    2 = 0,053 m

    2

    = 998,07

    986,6

    n m

    = 7

    1027,3 10x

    n0,467 x 10

    10 N/m

    2

    F = 257

    175

    n

    F N

    Y = Y/n = 7

    1027,3 10x= 0,467 x 10

    10 Pa

    Y = )1(

    2

    nn

    YY =

    )17(7

    109 6x =

    42

    109 6x=

    61021,0 x = 0,45 x 103 Pa

    Y = (Y Y)

  • = (0,467 x 1010

    0,45 x 103) Pa

    KY = Y

    Yx 100% =

    10

    3

    1046,0

    1045,0

    x

    x= 0,97 x 10

    -7 x 100% = 0,97 x 10

    -4%

    Centroid

    Y = b a = 0,56 0,18 = 0,38

    X = 0,988

    Y = 0,467

    Tan = 472,0988,0

    467,0

    X

    Y

    Kry = tan

    Yx 100% =

    472,0

    38,0 x 100% = 80%

    3.3. Perhitungan (pengurangan beban)

    No m

    (Kg) L1 (m) L (cm)

    F =

    m.g

    (N)

    A (m2)

    l / l = F/A Y (Pa)

    1 1 1,56x10-3 156,31 x10

    -2 10 53x10

    -10 1,009 0,09x10

    10 0,09x10

    10

    2 1,5 1,56x10-3 156,31 x10

    -2 15 53x10

    -10 1,009 0,18x10

    10 0,18x10

    10

    3 2 1,561x10-3 156,31 x10

    -2 20 53x10

    -10 1,009 0,28x10

    10 0,28x10

    10

    4 2,5 1,562x10-3 156,31 x10

    -2 25 53x10

    -10 1,009 0,37x10

    10 0,37x10

    10

    5 3 1,566x10-3 156,31 x10

    -2 30 53x10

    -10 1,009 0,47x10

    10 0,47x10

    10

    6 3,5 1,567x10-3 156,31 x10

    -2 35 53x10

    -10 1,009 0,56x10

    10 0,56x10

    10

    7 4 1,568x10-3 156,31 x10

    -2 40 53x10

    -10 1,009 0,66x10

    10 0,66x10

    10

    L = L1 L0

    L = mxx

    n

    L 21031,1567

    731,156

    A = d2 = x 3,14 x (0,26)

    2 = 0,053 m

    2

    = 069,17

    069,7

    n m

  • = 7

    6110,2 10

    n0,37 x 10

    10 N/m

    2

    F = 207

    140

    n

    F N

    Y = Y/n = 7

    1061,2 10x= 0,37 x 10

    10 Pa

    Y = )1(

    2

    nn

    YY =

    42

    1049,246 6x =

    61086,5 x = 1,55 x 103 Pa

    Y = (Y Y)

    = (0,37 x 1010

    1,55 x 103) Pa

    KY = Y

    Yx 100% =

    10

    5

    1037,0

    1055,1

    x

    x= 4,18 x 10

    -5 x 100% = 4,18 x 10

    -3%

    Centroid

    Y = b a = 0,56 0,09 = 0,47

    X = 1,009

    Y = 0,372

    Tan = 712,2372,0

    009,1

    X

    Y

    Kry = tan

    Yx 100% =

    712,2

    47,0 x 100% = 17,3%

    3.2 ANALISA PROSEDUR

    Perangkat baca skala utama dan nontius digunakan untuk proses pengkalibrasian

    yang secara tidak langsung kedua perangkat baca ini digunakan untuk pengatur

    kesetimbangan saat dilakukan penambahan dan pengurangan beban saat percobaan

    dilakukan. Micrometer secrub memiliki fungsi sebagai pengukur diameter kawat. Beban

    digunakan untuk meluruskan kawat dan kawat digunakan sebagai obyek amat di saat

    perubahan panjang terjadi baik pada saat penambahan beban atau pengurangan beban.

    Skala utama dan nontius harus dikalibrasi terlebih dahulu setiap dilakukan

    penambahan dan pengurangan beban dilakukan. Pengukuran panjang kawat digunakan

  • alat bantu roll meter dimana pengukuranya dimulai dari ujung pengait atas hingga pengait

    bawah yang mendekati skala nontius, mengapa pada pengukuran panjang kawat tidak

    digunakan penggaris , alsanya hanya satu tidak menutup kemungkinan jika pengukuran

    panjang kawat menggunakan penggaris berpotensi memiliki nilai deviasi atau

    ketidakpastian hasil pengukaran yang besar. Maka untuk itu digunakan roll meter dalam

    pengukuran panjang kawat untuk meminimalisir nilai deviasi yang timbul.

    3.3 ANALISA HASIL

    Tegangan merupakan suatu gaya yang dilakukan terhadap suatu benda dengan luas

    penampang tertentu. Di dalam praktikum ini tegangan berhubungan dengan beban yang

    dikaitkan atau digantungkan dengan seutas kawat berskala utama dan nontius.

    Sedangakan regangan merupakan suatu perbandingan delta panjang dengan panjanbg

    mula-mula suatu benda dengan kemampuan elastis, jika di dalam percobaan ini

    berkenaan dengan perubahan panjang kawat saat penambahan dan pengurangan beban

    dilakukan pada kawat. Dengan menggunakan micrometer secrub didapatkan nilai

    diameter kawat sebesar 0,2666 mm, dihitung satu per satu setiap penambahan beban

    begitu pula yang diperoleh dari pengurangan antara dengan ( panjang setelah

    dilakukan penambahan beban ddengan panjang mula-mula atau sebelum penambahan

    beban dilakukan dengan menggunakan bantuan roll meter. Setelah itu dari perhitungan

    tersebut dapat dihitung nilai regangannya satu per satu( tiap perubahan panjang yang

    terjadi. Begitu pula nilai teganganya beserta komponen-komponenya seperti F dan A.

    setelah dihitung semuanya dilakukan perhitungan rata-rata, dari data perhitungan yang

    diperoleh tersebut akan dimasukkan pada perhitunga selanjutnya yaitu nilai modulus

    elastisnya beserta angka deviasinya. Nilai penambahan dipereoleh sebesar 0,46 x

    sedangkan pada pengurangan diperoleh sebesar 0,37 x %. Terdapat pula grafik

    dimana nilai Kr grafik pada penambahan beban sebesar 80% dan Kr grafik pengurangan

    beban sebesar 17,3%. Terdapat kejanggalan pada Kr antara perhitungan manual dan

    grafik. Hal ini terjadi dikarenakan kekurang telitian praktikan dalam melakukan setiap

    detail perhitungan dan percobaan. Tak hanya itu saja terdapat faktor lain yang

    mempengaruhi diantaranya yaitu keyerbatasan alat ukur yang digunakan dalam

    pengukuran.

  • BAB IV

    PENUTUP

    4.1 KESIMPULAN

    Tegangan adalah perbandingan antara gaya dengan luas permukaan suatu benda.

    Regangan adalah perbandingan antara delta panjang engan panjang mula mula.

    Sedangkan modulus elastis merupakan perbandingan antara tegangan dan regangan.

    4.2 SARAN

    Praktikan harus melakukan setiap detail percobaan dan perhitungan dengan seteliti

    mungkin untuk mengurangi potensi nilai ketidakpastian (devisiasi) yang besar beserta

    untuk meminimalisir kemungkinan kekeliruan dalam memasukkan atau mengolah data

    percobaan.

  • DAFATAR PUSTAKA

    Alonso, macello and edward.J Finn. 1967. Fundamental University Phyics.USA:

    Addison wesly

    Young, D Hugh dan Roger A freedman. 2002. Physics University. USA:

    Addison wesly

    Gincoli. 2001. Fisika Dasar. Jakarta: Erlangga

    Jones, Childern. 1992. Contampory Collage Physics. USA: Addison Wesly

    Wiston, Francis. 1994. Fisika universitas 1. Jakarta: Yayasan Buku

  • LAPORAN PRAKTIKUM FISIKA DASAR

    VISKOSITAS

    (PERCOBAAN FP1)

    Disusun oleh :

    KELOMPOK 5

    1. Dessy Ana Laila Sari

    2. Dwiky Rahmadian

    3. Fandi Ahmad Rayvaldo

    4. Fia Gladnesia

    5. Simsom Bintang

    LABORATORIUM FISIKA DASAR

    JURUSAN FISIKA FMIPA

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    2012

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Tujuan

    Dengan dilakukannya percobaan yang membahas tentang viskositas dari suatu zat cair

    ini, peserta percobaan praktikum ini diharapkan untuk dapat mengerti serta memahami

    secara menyeluruh pada aspek hokum Stokes. Selain itu, peserta percobaan juga

    diharapkan untuk dapat menentukan nilai koefisien kekentalan (viskositas) suatu zat cair

    dengan menerapkan konsep hokum Stokes dengan tepat dan akurat

    1.2 Dasar Teori

    Kekentalan fluida Newton adalah sifat termodinamika yang sebenarnya, nilai sifat ini

    sangat bergantung kepada besaran suhu (T) dan tekanan (P). Pada suatu keadaaan tertentu

    nilai kekentalan fluida sangat berbeda dibandingkan zat fluida lainnya. Parameter utama

    yang mengkolerasikan perilaku kekentalan semua fluida Newton ialah bilangan Reynolds

    yang nirmatra (White, 1986)

    Di dalam fluida yang bergerak setiap elemen dalam fluida mengalami tegangan yang

    didesakkan kepadanya oleh elemen-elemen yang lainnya yang berada di sekelilingnya.

    Tegangan pada setiap bagian dari permukaan elemen dipecahkan ke dalam suatu

    komponen-komponen normal dan komponen tangensial terhadap arah gerakan fluida yang

    kita kenal secara umum sebagai tekanan dan tegangan geser. Tekanan dapat timbul baik

    fluida di keadaan bergerak maupun pada keadaan diam atau tidak bergerak. Akan tetapi,

    tegangan geser hanya akan timpul apabila cairan atau fluida dalam keadaan bergerak. Sifat

    yang menimbulkan tegangan geser inilah yang disebut viskositas atau kekentalan.

    (Dugdale, 1981)

    Viskositas dapat juga dianggap sebagai kelengketan internal dari suatu fluida. Properti

    ini dapat menghasilkan suatu tegangan geser di dalam suatu aliran fluida sehingga dapat

    menyebabkan rugi yang terjadi pada pipa. Viskositas sangat bergantung kepada

    temperatur atau suhu. Apabila suhu dinaikkan maka tingkat viskositas suatu fluida akan

    terjadi penurunan begitu juga sebaliknya, apabila suhu diturunkan maka tingkat viskositas

    fluida tersebut akan meningkat. Di dalam fluida, viskositas disebabkan oleh gaya-gaya

    kohesif, dan apabila pada gas terjadi karena tumbukan antara molekul satu dengan yang

    lainnya. (Potter, Merlec and Wiggert. 2008)

  • Viskositas dari gas akan bertambah apabila suhu dinaikkan, tetapi viskositas pada

    cairan akan mengalami penurunan apabila suhu dinaikkan. Variasi dalam efek temperatur

    sendiri dapat dijelaskan melalui percobaan tentang penyebab terjadinya viskositas.

    Resistensi dan cairan untuk dapat bergeser atau bergerak bergantung pada gaya kohesi

    milik fluida tersebut dan pada laju transfer dari momentum molekul gas tersebut.

    (Streeter. 1971)

    Dari semua properti fluida yang ada, viskositas merupakan properti yang paling

    penting dalam pembelajaran aliran fluida. Viskositas adalah properti dari fluida

    berdasarkan yang memberikan resistensi untuk bergeser atau bergerak. Menurut hukum

    Newton tentang keadaan kekentalan suatu fluida, bahwa pada tingkatan tertentu deformasi

    suatu sudut fluida tegangan gesernya berbanding lurus dengan viskositas fluida tersebut.

    Sirup gula dan aspal salah satu contoh dari fluida yang memiliki tingkat kekentalan zat

    yang tinggi; air dan udara merupakan contoh dari fluida yang tingkat kekentalannya

    sangat rendah. (Streeter and Whyle. 1979)

    Koefisien dari kekentalan atau viskositas mungkin sangat dipengaruhi dengan

    temperature atau suhu dan tekanan, akan tetapi kurang atau lebih unik terjadi pada fluida

    yang spesifik. (Jerome and Elder. 1989)

  • BAB II

    METODOLOGI

    2.1 Peralatan

    Untuk membantu dalam proses percobaan tentang viskositas fluida digunakan

    beberapa peralatan dalam pratikum II ini, antara lain: Mistar; Jangka sorong; Kaliper

    micrometer; Neraca ohaus dan Stopwatch. Sedangkan benda-benda yang digunakan

    sebagai bahan percobaan antara lain: Beberapa tabung gelas yang berisi zat cair yang

    berbeda yaitu oli, gliserin dan minyak; beberapa bola kecil yang ukurannya berbeda.

    2.2 Tata Laksana Percobaan

    Untuk didapatkan volume tabung yang difungsikan sebagai wadah cairan, pertama-

    tama dengan digunakannya alat berupa jangka sorong kita tentukan besar diameter (D)

    dari tabung. Pengukuran diameter ini dilakukan di titik pengukuran yang berbeda. Di

    dalam percobaan ini digunakan tiga tabung sehingga ditemukan tiga data diameter yang

    dinyatakan dalam satuan millimeter (mm). Berdasarkan dengan rumus volume tabung

    maka dapat ditentukan luas alas dari tabung dan dikalikan dengan tinggi dari tabung

    sehingga didapatkan nilai dari volume tabung.

    Selanjutnya ditentukan besar massa jenis () dengan digunakannya alat berupa

    aerometer. Massa jenis dapat ditentukan dengan aerometer yang memanfaatkan konsep

    dari gaya apung benda.

    Untuk didapatkannya massa jenis dari benda yang berupa bola () dengan

    diterapkannya rumus antara massa benda (m) dibagi dengan besar volumenya. Untuk

    didapatkannya data massa dari benda, bola akan ditimbang dengan neraca ohaus.

    Kemudian pada pengukuran volume bola, ditentukan terlebih dahulu besar nilai diameter

    dari bola (D) sehingga dapat disubtitusikan kedalam persamaan rumus volume bola.

    Bola kemudian dijatuhkan kedalam tabung yang berisi larutan yang berbeda, pada titik

    awal benda mulai bergerak konstan akan ditandai. Kemudian waktu yang diperlukan

    benda untuk mencapai dasar diukur dengan menggunakan stopwatch, waktu yang diukur

    dinyatakan dalam satuan detik (sekon). Penjatuhan bola diulangi pada setiap tabung yang

    akan diuji dengan setiap bola yang berbeda.

  • Batas bawah akan diubah sehingga didapatkan besar perubahan jarak (S), lalu dengan

    digunakan sebuah bola waktu yang dibutuhkan untuk jatuh dihitung dengan stopwatch.

    2.3 Gambar

    2.3.1 Areometer

    2.3.2 Mistar

    2.3.3 Jangka Sorong

    2.3.4 Kaliper Mikrometer

  • 2.3.5 Neraca Ohaus

    2.3.6 Stopwatch

    2.3.7 Bola Uji

    2.3.8 Tabung Gelas

  • BAB III

    ANALISA dan PEMBAHASAN

    3.1 Data Hasil Percobaan

    3.1.1 Diameter dan Massa Bola

    No Bola I Bola II Bola III

    D (mm) m (gr) D (mm) m (gr) D (mm) m (gr)

    1 15.45 5.4 7.48 2.0 19.44 32.7

    2 15.47 5.5 7.46 2.1 19.44 32.6

    3 15.46 5.3 7.44 2.0 19.43 32.2

    46.38 16.2 22.38 6.1 58.31 97.5

    3.1.2 Diameter Tabung

    No. Tabung A

    (Oli)

    Tabung B

    (Minyak)

    Tabung C

    (Gliserin)

    1 73.06 72.1 73.56

    2 73.06 71.9 74

    3 73.1 72.29 73.52

    3.1.3 Percobaan pada Bola 3

    Tabun

    g

    Zat D (mm) (g/cm) S (cm) Waktu Tempuh (s)

    t t t

    A Oli 73.07 0.9 23.7 (900) 0.5 0.3 0.3

    21.1 (800) 0.2 0.2 0.3

    18.5 (700) 0.1 0.1 0.1

    B Minyak 72.08 0.93 26.1 (900) 0.2 0.25 0.2

    23.4 (800) 0.1 0.15 0.15

    20.8 (700) 0.1 0.15 0.15

    C Gliserin 73.69 1.3 24.3 (900) 0.4 0.5 0.45

    21.6 (800) 0.35 0.4 0.4

    19.0 (700) 0.3 0.3 0.1

  • 3.2 Perhitungan

    3.2.1 Bola I

    No. D (cm) |d- | m (gr) |m- | V

    (cm ) |v- |

    1 1.545 5.4 0 1.930

    2 1.547 5.5 1.937

    3 1.546 0 5.3 1.933 0

    4.638 16.2 5.8

    3.2.2 Bola II

    No. D (cm) |d- | m (gr) |m- | V

    (cm ) |v- |

    1 0.748 2.0 0.219

    2 0.760 2.1 0.229

    3 0.744 2.0 0.215

    2.238 6.1 0.663

  • 3.2.2 Bola III

    No. D (cm) |d- | m (gr) |m- | V

    (cm ) |v- |

    1 1.944 32.7 3.845

    2 1.944 32.6 3.845

    3 1.943 32.2 3.839

    5.831 97.5 11.529

  • 3.2.2 Grafik

    3.2.2.1 Pada Fluida Berupa Oli

    No. S

    (cm)

    T (s)

    1 23.7 0.4

    2 21.1 0.23

    3 18.5 0.1

    63.3 0.73

    Titik sentroid

    Jadi, (x,y) = (21.6; 0.39)

  • 3.2.2.2 Pada Fluida Berupa Minyak

    No. S

    (cm)

    T (s)

    1 26.1 0.216

    2 23.4 0.16

    3 20.8 0.13

    70.3 0.5

    Titik sentroid

    Jadi, (x,y) = (21.6; 0.39)

  • 3.2.2.3 Pada Fluida Berupa Gliserin

    No. S

    (cm)

    T (s)

    1 24.3 0.45

    2 21.6 0.39

    3 19 0.33

    64.9 1.17

    Titik sentroid

    Jadi, (x,y) = (21.6; 0.39)

  • 3.3.1 Analisa Prosedur

    3.3.1.1 Fungsi Alat

    Untuk menunjang proses praktikum kali ini, digunakan beberapa jenis alat ukur, antara

    lain: Areometer yang berfungsi sebagai pengukur besar massa jenis dari larutan dengan

    berdasarkan pada konsep daya apung yang ada pada benda, akan tetapi dalam percobaan

    kali ini, alat ini tidak digunakan dan sebagai gantinya besar nilai massa jenis larutan telah

    ditetapkan sesuai dengan besar massa jenis larutan dalam keadaan standar; Mistar dalam

    percobaan ini berfungsi sebagai pengukur panjang ataupun tinggi dari tabung yang diisi

    oleh larutan tertentu serta sebagai patokan ukuran tinggi saat bola besi dijatuhkan; Jangka

    sorong berfungsi dalam pengukuran besar diameter dari tabung; Neraca ohaus berfungsi

    saat pengukuran bola sehingga bola dapat diketahui massanya secara pasti; Kaliper

    mikrometer berfungsi sebagai pengukur besar dari diameter bola yang akan dijatuhkan

    pada larutan dan stopwatch berfungsi untuk pengambilan data waktu yang diperlukan oleh

    bola besi untuk mencapai dasar dari tabung saat dijatuhkan ke dalam larutan tertentu.

    Dalam percobaan ini juga digunakan tiga jenis larutan dengan besar nilai kekentalan yang

    berbeda yaitu larutan oli, minyak dan gliserin selain itu dalam percobaan ini juga

    digunakan beberapa bola pejal dengan ukuran yang berbeda sebagai bahan yang akan

    diujicobakan.

    3.3.1.2 Fungsi Perlakuan

    Dalam proses pengukuran terdapat beberapa pengukuran yaitu, pengukuran diameter,

    pengukuran waktu dan pengukuran panjang. Dalam pengukuran diameter digunakan

    beberapa alat yaitu jangka sorong dan caliper mikrometer. Jangka sorong digunakan

    dalam pengukuran diameter (D) objek tabung yang diisi oleh tiga jenis fluida. Pada jangka

    sorong besar ketelitiannya yang dapat diukur sebesar 0.01 cm. Untuk didapatkannya data

    yang lebih akurat diwajibkan untuk digunakannya kunci yang tepat pada bagian slide ber-

    vernier yang terdapat pada jangka sorong. Pada proses pengukuran diameter pada bola (d)

    tidak digunakan jangka sorong tetapi dengan menggunakan kaliper mikrometer karena

    tingkat ketelitiannya yang lebih besar ketimbang dengan jangka sorong yaitu 0.001 cm

    sehingga lebih baik daripada jangka sorong karena benda yang relatif lebih kecil. Pada

    pengukuran tinggi tabung (S) digunakan mistar berketelitian 0.1 cm sebagai alat

    pengukurnya. Pada pengukuran massa benda (m), digunakan neraca ohaus sebagai

    pengganti neraca analitik. Jenis neraca ohaus yang digunakan pada pengukuran ini adalah

  • neraca ohaus tiga lengan, neraca ini digunakan dalam pengukuran massa dari bola pejal.

    Pada perhitungan waktu pada bola pejal ketiga untuk tenggelam di tiap-tiap fluida

    digunakan stopwatch sebagai alat pengukur waktunya.

    3.2.2 Analisa Hasil

    Untuk menentukan nilai rata-rata dari tiap data seperti diameter (d), waktu (t), jarak

    (S), massa (m) dan volume (v) dapat ditentukan dengan rumus,

    Rumus ini berlaku pada setiap penentuan besar nilai rata-rata dari data yang

    didapatkan. Sehingga dalam rumus di atas besaran diameter (d) dapat digantikan dengan

    besaran lainnya yang ingin ditentukan nilai rata-ratanya. Rumus ini hanya berlaku pada

    besaran yang memiliki jumlah data sebesar lebih dari satu data.

    Untuk menentukan besar volume objek pengukuran karena dalam praktikum

    digunakan dua benda yaitu tabung dan bola. Untuk menentukan volume bola digunakan

    rumus,

    Dalam kasus ini nilai d dibagi dua menjadi nilai r atau jari-jari bola. Untuk nilai

    dapat berupa pecahan maupun angka desimal. Pada bentuk pecahan sama dengan 22/7 dan

    pada bentuk desimal nilai senilai 3.14. sendiri merupakan