laporan igd 8 case2
DESCRIPTION
jyyTRANSCRIPT
LAPORAN KASUS
ILEUS PARALITIK
Oleh :
Danae Krsitina Natasia, S.Ked
NIM: FAA 110 038
Pembimbing :
dr. Sutopo, Sp. RM
dr. Tagor Sibarani
Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik pada bagian Rehabilitasi Medik dan Emergency Medicine
KEPANITERAAN KLINIK REHABILITASI MEDIK DAN EMERGENCY MEDICINE
FK UNPAR/RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKARAYA
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal/ tidak mampu
melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya. Ileus paralitik ini bukan suatu
penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus.
Gerakan peristaltik merupakan suatu aktifitas otot polos usus yang terkoordinasi
dengan baik, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti keadaan otot polos usus, hormon-
hormon intestinal, sistem saraf simpatik dan parasimpatik, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
Ileus paralitik hampir selalu dijumpai pada pasien pasca operasi abdomen. Keadaan
ini biasanya hanya berlangsung antara 24-72 jam. Beratnya ileus pasca operasi bergantung
pada lamanya operasi/ narcosis, seringnya manipulasi usus dan lamanya usus berkontak
dengan udara luar. Pencemaran peritoneum dengan asam lambung, isi kolon, enzim pankreas,
darah, dan urin akan menimbulkan paralisis usus. Kelainan peritoneal seperti hematoma
retroperitoneal, terlebih lagi bila disertai fraktur vertebra sering menimbulkan ileus paralitik
yang berat. Demikian pula kelainan pada rongga dada seperti pneumonia paru bagian bawah,
empiema dan infark miokard dapat disertai paralisis usus. Gangguan elektolit terutama
hipokalemia merupakan penyebab yang cukup sering.1
Total angka kejadian dari obstruksi usus yang disebabkan oleh mekanik dan non
mekanik mencapai 1 kasus diantara 1000 orang.ileus akibat meconium tercatat 9-33 % dari
obstruksi ileus pada kelahiran baru.2
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 PRIMARY SURVEY
Tn. A, Laki-Laki
Vital Sign :
Nadi : 110x/menit, teraba lemah
Suhu : 36,00C
Pernapasan : 20x/menit, torako-abdominal
TD : 110/70 mmHg
Airway : bebas, tidak ada sumbatan jalan nafas
Breathing : spontan, 20x/menit, torako-abdominal, simetris kiri dan kanan,
retraksi dinding dada (-)
Circulation : 110x/menit, teraba lemah
Disability : GCS (Eye 4, Verbal 5, Motorik 6) pupil isokor +/+ (diameter 3 mm/3
mm)
Evaluasi masalah : kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign yaitu
pasien datang diantar keluarga dengan keluhan tidak bisa BAB.
Pasien diberi label Kuning.
Tatalaksana awal : tata laksana awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan non-
bedah.
2.1 IDENTITAS
Identitas penderita
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 82 th
Alamat : Tumbang Jutuh
Pekerjaan : Pensiun PNS
2.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada 10 Juli 2015
1. Keluhan utama: Tidak bisa BAB
2. Riwayat penyakit sekarang: Pasien rujukan dari Puskesmas Tumbang Jutuh dengan
tidak bisa bab. Pasien berobat ke puskesmas tumbang jutuh dengan keluhan tidak bisa
BAB sudah 2 hari, kemudian pasien di rujuk ke RSDS Palangkaraya. Pasien datang
dengan keluhan tidak bisa bab sejak 2 hari SMRS, pasien juga mengeluh tidak ada flatus
selama 2 hari. 4 hari SMRS pasien mengeluh nyeri ulu hati dan sejak 2 hari SMRS nyeri
dirasakan di seluruh lapang perut, pasien juga merasa perut terasa penuh dan begah, nafsu
makan juga menurun. Sejak 2 hari SMRS pasien mengeluh kesulitan BAK dan sudah tidak
ada bak sejak kemarin.
3. Riwayat penyakit dahulu: Riwayat HT, DM dan Jantung disangkal.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
1. Keadaan umum : Tampak Lemah
Kesadaran : E4V5M6
2. Tanda-tanda vital
Nadi : 110x/menit, teraba lemah
Suhu : 36,00C
Pernapasan : 20x/menit, torako-abdominal
TD : 110/70 mmHg
3. Kepala/Leher : CA -/-, SI -/-, Refleks cahaya +/+, pupil isokor kanan dan kiri,
pembesaran KGB -/-, retraksi suprasternal (-), sianosis (-),
4. Toraks
a. Paru :Simetris, jejas (-), tidak ada ketinggalan gerak, retraksi
interkostal (-/-), vesikuler +/+, rhonki (-/-), wh (-/-)
b. Jantung : S1S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
5. Abdomen : defense muskular (+), BU (+) menurun, H/L sulit dinilai,
hipertimpani, NT (+) seluruh lapang perut.
6. Ekstremitas : akral hangat, CRT >2 detik,
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium 10 Juli 2015
GDS 101 mg/dL
HB 9,1 g/dL
Hematokrit 28,4%
Trombosit 157.000/uL
Leukosit 12.170/uL
Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan EKG
V. DIAGNOSA
a. Diagnosa Banding
Ileus Paralitik
Pseudo Obstruksi
b. Diagnosa klinis
Ileus Paralitik
Anemia
VI. USULAN PEMERIKSAAN
Foto Polos Abdomen dengan Kontras
VII. PENATALAKSANAAN
- Pasang O2 Nasal Canul 3 lpm
- Pasang DC dan NGT
- Inf D5% : Renxamin 12 tpm
- Inj. Ranitidin 2 x 50mg (IV)
- Inj. Piralen 3 x 10mg
- Inj. Alinamin (IV) ekstra di IGD
- Diet cair
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia
Quo ad functionam : dubia
Quo ad sanationam : dubia
BAB III
PEMBAHASAN
Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign yaitu pasien datang
diantar keluarga dengan keluhan tidak bisa BAB. Pasien diberi label Kuning. Tata laksana
awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan non-bedah.
Berdasarkan anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik serta didukung dengan pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosa dengan ileus paralitik.
Penegakkan diagnose didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan.
Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh ditemukan keluhan tidak bisa BAB dan tidak ada
flatus, serta keluhan nyeri perut yang dialami pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya defense muskular yang disertai dengan penurunan bising usus. Dari pemeriksaan foto
polos abdomen didapatkan adanya distensi pada usus.
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen yaitu
bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran udara usus
halus atau besar. Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus,
rasa mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB
ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri. Pada pemeriksaan fisik, dapat
ditemukan :
Inspeksi : Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus
dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa abdomen. Pada pasien
yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
Palpasi : Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum
apapun atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defence muscular’ involunter atau
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal untuk mengetahui
penyebab ileus.
Perkusi : Hipertimpani
Auskultasi : Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan
borborigmi
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar.
Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan air
fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak tangga).
Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat dilakukan foto
abdomen dengan mempergunakan kontras.2
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa dan penyakit
primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat. Prognosis biasanya baik, keberhasilan
dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang. Beberapa obat-obatan
jenis penyekat simpatik (simpatolitik) atau parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata
hasilnya tidak konsisten. Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila
perlu dipasang juga rectal tube). Pemberian cairan, koreksi gangguan elektrolit dan nutrisi
parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan prinsip-prinsip pemberian
nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu metoklopramid bermanfaat untuk
gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan
bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena obat-obatan. Neostigmin juga efektif
dalam kasus ileus kolon yang tidak berespon setelah pengobatan konservatif.1,3
Pada pasien ini diterapi konservatisf dengan pemberian anti-emetik, pada tatalaksana
non-medikamentosa dilakukan kompresi dengan NGT.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus
hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72
jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi;
operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus
cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.4
BAB IV
KESIMPULAN
Kasus ini merupakan kasus yang termasuk dalam priority sign yaitu pasien datang
diantar keluarga dengan keluhan tidak bisa BAB. Pasien diberi label Kuning. Tata laksana
awal pada pasien ini adalah ditempatkan di ruangan non-bedah.
Berdasarkan anamnesa dan hasil pemeriksaan fisik serta didukung dengan pemeriksaan
penunjang, pasien ini didiagnosa dengan ileus paralitik.
Penegakkan diagnose didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik yang dilakukan.
Dari anamnesa didapatkan pasien mengeluh ditemukan keluhan tidak bisa BAB dan tidak ada
flatus, serta keluhan nyeri perut yang dialami pasien. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
adanya defense muskular yang disertai dengan penurunan bising usus. Dari pemeriksaan foto
polos abdomen didapatkan adanya distensi pada usus.
Pada pasien ini diterapi konservatisf dengan pemberian anti-emetik, pada tatalaksana
non-medikamentosa dilakukan kompresi dengan NGT.
Prognosis dari ileus bervariasi tergantung pada penyebab ileus itu sendiri. Bila ileus
hasil dari operasi perut, kondisi ini biasanya bersifat sementara dan berlangsung sekitar 24-72
jam. Prognosis memburuk pada kasus-kasus tetentu dimana kematian jaringan usus terjadi;
operasi menjadi perlu untuk menghapus jaringan nekrotik. Bila penyebab primer dari ileus
cepat tertangani maka prognosis menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R.; Dahlan, Murnizat; Jusi, Djang. GawatAbdomen. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Editor:Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. Jakarta: EGC, 2003. Hal:181-192.1.
2. Price, S.A. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit .Editor: Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya,Caroline. Jakarta: EGC, 1994.
3. Chahine, A.A.: Intussusception. Editor: Nazer, H., Windle, M.L., Li,B.UK., Schwarz, S. and Altschuler, S.http://www.emedicine,com .Last Updated: June 10, 2004.
4. Fiedberg, B. and Antillon, M.: Small-Bowel Obstruction. Editor:Vargas, J., Windle, W.L., Li, B.U.K., Schwarz, S., and Altschuler, S. http://www.emedicine.com diunduh tanggal 10 Juli 2015