laporan 8 suhu
TRANSCRIPT
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan lengkap praktikum Biologi Dasar Bab VIII dengan judul “Pengaruh
Suhu Terhadap Aktivitas Organisme”
Nama : Lilis yuliana
Nim : 1212040011
Kelas : A (Pendidikan Fisika)
Kelompok : VII
Telah diperiksa oleh asisten dan koordinator asisten maka dinyatakan
diterima.
Makassar, Januari2013
Koordinator Asisten Asisten
(Syamsu Rijal S.Pd) ( Asriadi )NIM:091404040
Mengetahui,
Dosen penanggungjawab
(Dr. Ir. Muhammad Junda M.si)NIP: 19621108 1991031 002
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suhu merupakan salah satu factor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah
diukur dan sangat beragam.Suhu tersebut mempunyai peranan penting dalam
mengatur aktivitas organisme, baik hewan maupun tumbuhan karena suhu
mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan
kegiatan metabolik, misalnya dalam hal respirasi.Berdasarkan penjelasan tersebut
diatas maka kita akan melakukan percobaan untuk menguji pengaruh suhu terhadap
aktivitas organisme. Pada percobaan yang akan kita lakukan maka kita akan
menggunakan sampel dari hewan berupa ikan karena mudah untuk diamati aktivitas
respirasinya melalui gerakan operculum. Selain itu, dengan menggunakan ikan maka
kita dapat lebih mudah mengatur suhu yang kita inginkan dalam percobaan ini karena
ikan hidup di air sehingga kita bisa mengatur suhu dari air tersebut yang tidak lain
adalah lingkungan hidup/habitat dari ikan dengan memanaskan atau mendinginkan
airnya dibandingkan harus menggunakan hewan darat karena sulit untuk mengatur
suhu lingkungannya dan membutuhkan waktu yang lama.
Ikan yang akan digunakan adalah ikan mas koki karena harganya terjangkau
(murah) dan mudah dijangkau serta bentuknya yang kecil sehingga mudah
disesuaikan dengan bentuk alat yang digunakan pada saat praktikum.Percobaan ini
dilakukan karena dianggap sangat penting untuk membuktikan pengaruh suhu
terhadap aktivitas organisme dan lebih meyakinkan kita pada teori-teori yang selama
ini mengenai kaitan suhu pada aktivitas organisme khususnya pada saat respirasi.
Melalui percobaan ini pula maka kita dapat lebih mudah dalam memahami konsep
mengenai pengaruh suhu terhadap aktivitas organisme.
Lingkungan suatu organisme tersebut yang menjadi kondisi atau persyaratan
organisme untuk hidup, lingkungan digelar dalam alam sebagai lingkungan fisik
abiotik dan biotik.Keduanya sangat mempengaruhi distribusi (pembesaran)
organisme dalam habitatnya yang berbeda-beda.Dalam rangka menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, hewan memiliki toleransi dan resistensi pada kisaran tertentu
dari variasi lingkungan.Kemampuan mentolerir variable lingkungan ini erat
kaitannya dengan faktor genetik dan sejarah hidup sebelumnya.Kisaran ekstrim dari
variable lingkungan yang menyebabkan kematian bagi organisme disebut zone
lethal.Kisaran intermedier dimana suatu organisme masih dapat hidup disebut zone
toleransi.Namun demikian posisi dari zone-zone tersebut dapat berubah selama hidup
suatu organisme.Lingkungan abiotik meliputi segala sesuatu yang tidak secara
langsung terkait pada keberadaan organisme tertentu yaitu suhu, air, cahaya,
kelembapan, angin, pH dan seterusnya.Faktor-faktor lingkungan sering berfluktuasi,
baik yang bersifat harian maupun musiman, kadang-kadang ditemukan kondisi yang
ekstrim.Fluktuasi faktor lingkunganakan mempengaruhi kehidupan organisme,
proses-proses fisiologis, tingkah lakunya dan mortalitas. Untuk mengurangi
pengaruh buruk dari lingkungannnya maka ikan melakukan adaptasi.
Suhu merupakan salah satu faktor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah
diukur dan sangat beragam. Suhu tersebut mempunyai peranan yang penting dalam
mengatur aktivitas biologis organisme.Berdasarkan uraian tersebut diatas maka perlu
dilakukan percobaan mengenai pengaruh suhu terhadap aktivitas organisme. Sebagai
sampel diambil ikanmas.hal ini yang diamati adalah gerakan buka tutup Operculum
ikan mas yang menandakan bahwa ikan tersebut menghirup oksigen.
B. Tujuan Percobaan
Mahasiswa diharapkan dapat membandingkan kecepatan penggunaan
oksigen oleh organisme pada suhu yang berbeda.
C. Manfaat Percobaan
Dengan adanya praktikum ini, maka mahasiswa dapat mengetahui
kecepatan oksigen yang digunakan oleh organisme pada suhu yang berbeda.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Suhu merupakan salah satu factor fisik lingkungan yang paling jelas, mudah
diukur dan sangat beragam.Suhu tersebut mempunyai peranan penting dalam
mengatur aktivitas organisme, baik hewan maupun tumbuhan karena suhu
mempengaruhi kecepatan reaksi kimiawi dalam tubuh dan sekaligus menentukan
kegiatan metabolik, misalnya dalam hal respirasi.Sebagaimana halnya dengan faktor
lingkungan lainnya, suhu mempunyai rentang yang dapat ditolelir oleh setiap jenis
organisme.Masalah ini dijelaskan dalam kajian ekologi, yaitu “Hukum Toleransi
Shelford”.Dengan alat yang relatif sederhana, percobaan tentang pengaruh suhu
terhadap aktivitas respirasi organisme tidak sulit dilakukan, misalnya dengan
menggunakan respirometer sederhana (Tim Pengajar, 2012).
Suhu media berpengaruh terhadap aktivitas enzim pencernaan. Pada proses
pencernaan yang tak sempurna akan dihasilkan banyak feses, sehingga banyak
energiyang terbuang. Suhu media juga berpengaruh terjadap aktivitas enzim yang
terlibat proses katabolisme dan anabolisme. Enzim metabolisme berpengaruh
terhadap proses katabolisme (menghasilkan energi) dan anabolisme (sintesa nutrien
menjadi senyawa baru yang dibutuhkan tubuh). Suhu media yang optimum akan
mendorong enzim-enzim pencernaan dan metabolisme untuk bekerja secara efektif.
Konsumsi pakan yang tinggi yang disertai dengan proses pencernaan dan
metabolisme yang efektif, akan menghasilkan energi yang optimal untuk
pertumbuhan. Proses metabolisme ikan umumnya meningkat jika suhu naik hingga
dibawah batas yang mematikan. Berdasarkan hukum van’t Hoff, kenaikan suhu
sebesar 10oC akan menyebabkan kecepatan reaksi metabolisme meningkat 2-3 kali
lipat dibandingkan pada kondisi normal (Anonim, 2012).
Menurut Anonim (2012), pengaruh lingkungan terhadap organisme dapat
dibedakan kepada 5 kategori, yaitu :
1. Lethal factor, yaitu faktor lingkungan yang merusak system integrasi dari suatu
organisme dan dapat menyebabkan kematian.
2. Controlling factor, yaitu faktor lingkungan yang mempengaruhi aktivitas
molekuler pada mata rantai metabolism.
3. Limiting factor, yaitu faktor lingkungan yang mempengaruhi laju metabolisme
tetapi melalui pembatasan penyediaan nutrien atau pembuangan sisa
metabolisme.
4. Masking factor, yanitu faktor lingkungan yang merubah atau menghambat
bekerjanya faktor lain (tidak langsung)
5. Directive factor, yaitu faktor lingkungan yang menyebabkan gerakan atau
terganggunya aktivitas suatu organisme.
Menurut Campbell (2004), adaptasi fisiologis hewan terhadap temperatur
lingkungan meliputi tiga hal :
1. Adaptasi untuk hidup di lingkungan bertemperatur rendah.
2. Adaptasi untuk hidup pada lingkungan bertemperatur tinggi.
3. Adaptasi untuk mengatasi perubahan temperatur tubuh sebagai akibat perubahan
temperatur lingkungan.
Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperatur lingkungan, hewan
dikelompokkan menjadi hewan homeoterm dan hewan poikiloterm.Hewan
homeoterm dapat mempertahankan temperatur tubuh meskipun temperatur
lingkungan berubah.Hewan yang bersifat homeotermik adalah mamalia dan burung.
Hewan poikilotermik adalah reptil,amfibi,ikan hewan hewan avertebrata. Diantara
sifat homeotermik dan poikilotermik ada perkecualiaan.Hewan mamalia yang
mengalami hibernasi,temperature tubuhnya turun sampai mendekati 0OC pada musim
dingin, dan suhunya berada di atas suhu lingkungan pada musim panas.Salah satu
hewan yang mempunyai sifat itu adalah beruang kutub. Hewan yang suatu ketika
mempertahankan temperatur tubuh diatas temperature lingkungan dan pada
saatlainbersifat poikilotermik disebut heteroterm. Semua hewan berusaha
memanaskan tubuh agar temperatur tubuh tidak banyak berubah sebagai akibat
penurunan temperatur lingkungan, tetapi caranya berbeda beda. Hewan hewan
hemeoterm memanaskan tubuh dengan cara memproduksi panas. Hewan itu
meningkatkan metabolisme tubuh, yaitu meningkatkan respirasi karbohidrat. Dengan
kata lain panas tubuh hewan homeoterm berasal dari dalam tubuhnya sendiri. Sifat
seperti itu disebut endotermik. Hewan poikiloterm meningkatkan panas tubuh dengan
cara ektotermik (Yudani, 2003).
Jika hewan homeoterm dihadapkan kepada suhu lingkungan yang ekstrem,
maka tingkat aktivitas termoregulatori untuk memelihara kekonstanan suhu tubuhnya
meningkat sesuai denagn perubahan suhu lingkungan yang ekstrem tadi. Bila suhu
lingkungan diturunkan, hewan endoterm akan merespon dengan berbagai refleks
yang cenderung mengkonservasi panas. Pembuluh darah dikulit akan menyempit,
rambut dan bulu dapat berdiri, dan hewan akan mempersempit permukaan tubuhnya
yang bersinggungan dengan udara, misalnya dengan menekuk tubuhnya,
menyembunyikan anggota tubuh, dan sebagainya (campbell, 2004).
Bila suhu tubuh pusat meningkat maka perubahan suhu ini akan diterima
oleh termoreseptor pusat (dalam hipotalamus, korda spinalis atau organ abdominal).
Sinyal ini diteruskan ke pengintegrasi termoregulatori hipotalamik yang kemudian
mengurangi pengiriman sinyalnya lewat saraf simpatetik ke pembuluh darah bagian
kulit. Akibat dari kejadian ini adalah bahwa pembuluh darah bawah kulit
vasodilatasi, sehingga banyak darah panas mengalir ke bawah kulit. Di samping itu
sinyal juga disampaikan ke kelenjar keringat untuk mengeskresikan keringat ke
permukaan kulit. Proses berikutna adalah menguapkan keringat dengan mengambil
panas dari darah yang mengakibatkan suhu pusat tubuh kembali normal. Proses yang
sama terjadi apabila tubuh menghadapi suhu lingkungan yang panas, hanya
perubahan suhu ini mula-mula diterima oleh termoreseptor periferal pada
kulit.selanjutnya termoreseptor periferal akan menyampaikan sinyalnya ke pusat
pengintegrasi termoregulatori hipotalamik yang meneruskannya ke pembuluh darah
(Yudani, 2003).
Faktor lingkungan mempengaruhi organisme secara fisiologis dalam
berbagai cara. Faktor lingkungan yang sama menghasilkan pengaruh yang berbeda
pada saat yang berbeda di bawah kondisi yang berbeda pula.Uuntuk setiap spesies
terdapat rentang dalam faktor lingkungan sehingga fungsi-fungsi dalam spesies
optimum. Setiap hewanmempunyai kisaran toleransi tertentu untuk suatu faktor
lingkungan abiotik. Dalam kisaran kondisi yang ditolerirnya itu, hewan mempunyai
prefensi terhadap kisaran kondisi yang paling cocok baginya, yaitu prefensinya.
Spesies bemacam-macam dalam batas toleransinya terhadap waktu yang sama.
Apabila sejenis hewan mobile dihadapkan pada suatu gradien faktor lingkungan
berupa suhu,maka hewan akan bergerak menuju zona dengan kondisi suhu yang
paling cocok. Dengan begitu maka individu-individu hewan akan paling banyak
didapatkan pada pada zona prefensi itu. Preferendum hewan untuk suatu faktor
lingkungan tertentu di habitat alaminya sukar untuk menentukannya. Salah satu
sebabnya adalah lingkungan alaminya. Sehingga, fungsi sutu makhluk hidup
dikendalikan atau dibatasi olehfaktor lingkungan yang esensial atau gabungan faktor
yang ada dalam jumlah yang paling tidak layak kecilnya dengan kata lain,
penyebaran spesies dikendalikan oleh aktor lingkungan dengan kisaran adaptasilitas
yang paling sempit (Campbell, 2004).
BAB IIIMETODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada:
Hari / Tanggal : Kamis / 27Desember 2012
Waktu : Pukul 07:30 s.d 09:40 WITA
Tempat : Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA UNM
B. Alat dan bahan
Alat:
1. Termometer, 1 buah
2. Becker glass/Toples, 2 buah
3. Stopwatch, 1 buah
Bahan:
1. Ikan mas koki, 1 ekor
2. Es batu
3. Air panas (38oC)
4. Air kran
C. Prosedur kerja
1. Menyiapkan Alat dan Bahan yang diperlukan.
2. Mengambil 1 ekor ikan mas koki dan masukkan ke dalam becker glass/toples
A yang berisi air kran 27oC, dan aklimatisasi selama 5 menit. Menghitung dan
mencatat frekuensi gesekan (buka tutup) operculum dalam 1 menit selama 5
menit.
3. Mengambil ikan mas koki pada becker glass/toples A dan memasukkan ke
dalam becker glass/toples B yang berisi air dingin, memasukkan es batu
hingga suhunya mencapai16oC, aklimatisasi selama 5 menit. Menghitung dan
mencatat frekuensi gerakan (buka tutup) operculum dalam 1 menit selama 5
menit.
4. Mengeluarkan ikan mas koki pada becker glass/toples B dan memasukkan
pada becker glass/toples A yang berisi air panas 38oC, mengaklimatisasi
selama 5 menit. Menghitung dan mencatat frekuensi gerakan (buka tutup)
operculum dalam 1 menit selama 5 menit.
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Daftar frekuensi gerakan Operculum ikan mas koki pada suhu air berbeda
Toplessuhu awal air
Waktu (menit ke … )Rerata
1 2 3 4 5
A
(air panas38oC)70 59 45 43 36 50,6
B
(air kran27oC)66 62 77 88 97 78
C
(air dingin16oC)83 80 85 81 78 80,8
B. Analisis Data
VA= jumlah gerakanoperculumjumlahwaktu
=70+59+45+43+365
=2535
=50,6
VB= jumlah gerakan operculumjumlahwaktu
=66+62+77+88+975
=3905
=78
VC= jumlah gerakanoperculumjumlahwaktu
=83+80+85+81+785
=4075
=81,4
C. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan pada toples A yang berisi air panas (38oC)
diperoleh data jumlah gerakan operculum ikan mas koki yang dimasukkan ke
dalam air kran panas adalah pada menit pertama sebanyak 70 kali, menit kedua
sebanyak 59 kali, menit ketiga sebanyak 45 kali, menit keempat sebanyak 43 kali,
dan menit kelima sebanyak 36 kali. Dari kelima data tersebut maka diperoleh rata-
rata gerakan operculum adalah sebanyak 50,6 kali. Hal ini berarti bahwa dalam
setiap satu menit gerakan buka tutup berlangsung kurang lebih 50,6 kali.
Berdasarkan hasil pengamatan, maka dapat disimpulkan bahwa pada toples A(air
panas 38oC) menunjukkan bahwa pada air dengan suhu yang tinggi ikan
melakukan respirasi cukup lambat. Menurut teori, kebutuhan oksigen suatu
organisme pada suhu tinggi cukup besar. Besarnya kebutuhan oksigen ini karena
pada suhu yang panas ikan membutuhkan banyak energi dalam respirasinya
karena pada suhu tersebut aktivitas meningkat, hal ini bisa saja disebabkn oleh
kesalahan praktikan saat menghitung pergerakan operculum pada ikan tersebut.
Pada toples B yang berisi air kran (27oC) diperoleh frekuensi gerakan
operculum ikan mas koki pada menit pertama yaitu sebanyak 66 kali, menit kedua
62 kali, menit ketiga 77, menit keempat 88, dan menit kelima sebanyak 97 kali.
Dari kelima data tersebut maka diperoleh rata-rata gerakan operculum adalah
sebanyak 78 kali.Hal ini berarti bahwa dalam setiap satu menit gerakan buka tutup
berlangsung kurang lebih 78 kali. Menurut teori pada suhu tersebut aktivitas ikan
tidak begitu tinggi sehingga kebutuhan oksigennya stabil dan gerakan operculum
atau proses respirasinya juga ikut stabil karena insang ikan tidak menimbang
terlalu besar dan berkerut seperti halnya pada suhu dingin atau panas.
Pada toples C yang berisi air dingin (16oC) diperoleh frekuensi gerakan
operculum ikan mas koki pada menit pertama yaitu sebanyak 83 kali, menit kedua
80 kali, menit ketiga 85 kali, menit keempat 81 kali, dan menit kelima 78 kali.
Dari kelima data tersebut maka diperoleh rata-rata gerakan operculum adalah
sebanyak 81,4 kali. Hal ini berarti bahwa dalam setiap satu menit gerakan buka
tutup berlangsung kurang lebih 81,4 kali. Berdasarkan hasil pengamatan, maka
dapat disimpulkan bahwa pada toples C (air dingin 16oC) menunjukkan bahwa
pada air dengan suhu yang dingin ikan melakukan respirasi dengan cepat. Gerakan
operculum ikan mas koki pada air dingin lebih besar dibandingkan pada suhu air
panas. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu yang rendah ikan mas koki
melakukan respirasi lebih cepat dibandingkan pada suhu yang lebih tinggi. Tidak
sesuai dengan teori bahwa respirasi ikan mas koki pada suhu dingin aktivitasnya
lebih ringan dibandingkan pada suhu yang panas sehingga kebutuhan oksigennya
juga lebih sedikit karena energi yang diperlukan juga tidak begitu banyak.
Perbedaan rata-rata frekuensi gerakan operculum ikan mas koki ini terjadi
karena adanya perbedaan suhu. Hal ini dapat kita lihat pada hasil pengamatan
bahwa pada setiap suhu ikan mas koki memiliki perbedaan jumlah gerakan
operculum. Dapat kita lihat bahwa pada suhu yang tinggi (air panas) rata-rata
gerakan operculum ikan mas koki setiap menitnya cepat dibandingkan pada suhu
normal dan suhu dingin.Tidak sesuai dengan teori bahwa semakin panas suhu
maka semakin besar pula aktivitas organisme khususnya proses respirasi pada
ikan mas koki karena kecepatan penggunaan oksigen ikan mas koki pada suhu
panas lebih besar dibandingkan suhu dingin dan suhu normal.
BAB VPENUTUP
A. Kesimpulan
Kecepatan penggunaan oksigen organisme dalam hal ini diwakili oleh ikan mas
selalu disesuaikan dengan lingkungannya. Menurut teori kecepatan penggunaan
oksigen ikan mas pada suhu tinggi selalu lebih besar bila dibandingkan kecepatan
penggunaan oksigen pada suhu rendah. Hal ini pula dipengaruhi oleh kadar oksigen
yang terkandung dalam air semakin banyak kandungan oksigennya gerakan
operculum melambat dan akan cepat jika kandungan oksigennya sedikit. Namun
pada praktikum yang kami lakuan berbeda dengan teori, hal ini mungkin disebabkan
oleh kesalahan praktikan pada saat menghitung pergerakan operculumnya, ataukah
karena air yang digunakan suhunya berbeda dengan yang telah ditetapkan karena
sebelum menghitung pergerakan operculum ikan mas koki, ikan tersebut diberikan
waktu selama 5 menit untuk aklimatisasi.
B. Saran
1. Untuk Praktikan: Sebaiknya para praktikan dalam melaksanakan praktikum
hendaknya memenuhi segala peraturan dan tata tertib yang telah ditetapkan,
serta berhati-hati dalam menggunakan alat praktikum agar tidak jatuh dan
pecah, serta praktikum dapat berjalan lancar.
2. Untuk Asisten: Sebaiknya asisten dapat memberi contoh terlebih dahulu dalam
menggunakan alat praktikum agar praktikan tidak membuat kesalahan dalam
praktikum tersebut.
3. Untuk Laboran: Sebaiknya Laboran menyediakan ikan mas koki yang cukup
untuk setiap kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012.suhu. H ttp://wikipedia.org/suhu / . Diakses pada tanggal 30 Desember 2012.
Campbell, 2004.Pengontrolan Lingkungan Internal. Jakarta: Erlangga
Tim Pengajar. 2012. Penuntun Praktikum Biologi Dasar. Makassar: Jurusan biologi FMIPA UNM
Yudani, Titi. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta: Dirjen Pendidikian Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
LAMPIRAN I
PERTANYAAN-JAWABAN
1. Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan Operculum ikan pada masing-
masing becker glass?
Jawaban: Terjadi perbedaan frekuensi gerakan Operculum ikan disebabkan oleh
adanya perbedaan suhu air pada masing-masing becker glass. Dimana
ikan mas pada becker glass yang bersuhu panas memiliki frekuensi
gerakan Operculum yang cepat, ikan pada becker glass yang berisi air
kran memiliki frekuensi gerakan Operculum yang normal, dan ikan
pada becker glass yang bersuhu dingin memiliki frekuensi yang lambat.
Hal ini disebabkan oleh penggunaan energi yang berbeda pada setiap
suhu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
2. Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tertinggi ?
Jawaban: Pada suhu dingin (160C) dengan frekuensi gerakan rata-rata 81,4.
3. Pada suhu berapa frekuensi gerakan (buka tutup) operculum terendah ?
Jawaban : Pada suhu dingin (380C) dengan fekuensi gerakan rata-rata 50,6.
4. Mengapa terjadi perbedaan frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan
berdasarkan suhu air ?
Jawaban : Karena pada suhu panas oksigennya sedikit (terurai)sehingga
memacu tubuh ikan untuk tetap memenuhi kebutuhan oksigen
dalam tubuhnya dengan meningkatkan (buka tutup) operculum
ikan dan sebaliknya pada suhu dingin yang oksigennya lebih
banyak dan kecepatan respirasinya lebih rendah karena karena
aktivitas organisme yang kurang aktif.
LAMPIRAN 2
Dari internet
Suhu
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasBelum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Air akan mulai membeku pada suhu 0° Celsius (di gambar ini suhu udara -17° C)
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda, semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi hewan air terhadap lingkungannya
Posted Sat, 09/27/2008 - 21:47
Pengaruh lingkungan terhadap organisme akuatik
Faktor-faktor lingkungan sering berfluktuasi, baik yang bersifat harian maupun musiman, kadang-kadang ditemukan kondisi yang ekstrim. Fluktuasi faktor lingkungan akan mempengaruhi kehidupan organisme, proses-proses fisiologis, tingkah lakunya dan mortalitas. Untuk mengurangi pengaruh buruk dari lingkungannnya maka ikan melakukan adaptasi. Adaptasi adalah suatu proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap kondisi baru.
Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungannya, hewan memiliki toleransi dan resistensi pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan.Kemampuan mentolerir variable lingkungan ini erat kaitannya dengan faktor genetik dan sejarah hidup sebelumnya.Kisaran ekstrim dari variable lingkungan yang menyebabkan kematian bagi organisme disebut zone lethal.Kisaran intermedier dimana suatu organisme masih dapat hidup disebut zone toleransi.Namun demikian posisi dari zone-zone tersebut dapat berubah selama hidup suatu organisme.
Ikan akan melakukan mekanisme homeostasi yaitu dengan berusaha untuk membuat keadaan stabil sebagai akibat adanya perubahan variabel lingkungan. Mekanisme homeostasis ini terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel, pengontrolan permeabilitas membran sel dan pembuangan sisa metabolisme.
Suhu ekstrim, perbedaan osmotik yang tinggi, racun, infeksi dan atau stimulasi sosial dapat menyebabkan stress pada ikan. Jika terjadi stress, maka ikan akan merespon dengan cara:
1. penurunan volume darah,2. penurunan jumlah leucosit,3. penurunan glikogen hati,4. peningkatan glukosa darah,5. menyusutnya diameter lambung6. menipisnya lapisan mukosa7. Secara kualitatif, kita dapat mengetahui bahwa suhu adalah sensasi dingin
atau hangatnya sebuah benda yang dirasakan ketika menyentuhnya. Secara kuantitatif, kita dapat mengetahuinya dengan menggunakan termometer. Suhu dapat diukur dengan menggunakan termometer yang berisi air raksa atau alkohol. Kata termometer ini diambil dari dua kata yaitu thermo yang artinya panas dan meter yang artinya mengukur (to measure).