laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah … · kata pengantar penyusunan lakip (laporan...

258
Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 i LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP 2013) BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN TAHUN BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014

Upload: trinhmien

Post on 10-Apr-2019

239 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 i

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP 2013)

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN TAHUN

BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN

TAHUN 2014

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 i

KATA PENGANTAR

Penyusunan LAKIP (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah) Balai Besar Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi Pertanian (BB Pengkajian) sebagai salah satu instansi pemerintah merupakan

pertanggungjawaban terhadap akuntabilitas kinerjanya sesuai dengan tugas pokok, fungsi, dan kewenangan

pengelolaan sumberdaya yang ditetapkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan Inpres No. 7 Tahun 1999 yang

mengamanatkan setiap instansi pemerintah wajib menyusun LAKIP setiap akhir tahun anggaran. Sesuai

keputusan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian No. 161/2006, BB Pengkajian

mengemban mandat untuk membina dan mengkoordinasikan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, dan

perakitan teknologi spesifik lokasi yang dilakukan Balai/Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (B/LPTP). Oleh karena itu, BB

Pengkajian juga berkewajiban untuk melaporkan akuntabilitas kinerja BPTP secara keseluruhan.

Kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan berkontribusi dalam penyusunan laporan ini disampaikan terima kasih.

Harapan kami, semoga laporan ini dapat bermanfaat khususnya bagi BB Pengkajian dan BPTP dalam perbaikan kinerja ke depan.

Bogor, Januari 2014 Kepala Balai Besar,

Dr. Agung Hendriadi, M.Eng Nip. 19610802 198903 1 011

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 ii

IKHTISAR EKSEKUTIF

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BB Pengkajian) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 301/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, BB PENGKAJIAN memiliki tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian. Sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan, BB PENGKAJIAN diwajibkan untuk melakukan evaluasi terhadap kinerjanya yang dituangkan dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) BB PENGKAJIAN TA. 2013.

Sesuai dengan rencana stratejik BB Pengkajian tahun 2010-2014, pada tahun 2013 mengimplementasikan satu kegiatan prioritas “Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing” untuk mencapai lima sasaran strategis yang akan dicapai yaitu 1) Tercapainya inovasi pertanian unggul spesifik lokasi, 2) Terdiseminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi yang unggul serta terhimpunnya umpan balik dari implementasi program dan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi, 3) Adanya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi, 4) Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan mendukung percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi, dan 5) Terjalinnya kerjasama nasional dan internasional dibidang pengkajian, diseminasi, dan pendayagunaan inovasi pertanian. Berdasarkan pengukuran capaian kinerja, rata-rata capaian realisasi sebesar 100 persen. Secara keseluruhan realisasi capaian ini menunjukkan bahwa seluruh kegiatan BB PENGKAJIAN telah dilakukan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

Dari aspek pengelolaan anggaran, pada tahun 2013 BB PENGKAJIAN setelah adanya revisi terakhir mengelola anggaran sebesar Rp 529.656.352.400, terdiri dari pagu belanja pegawai sebesar Rp 203.109.397.000; pagu belanja barang sebesar Rp 233.461.414.400; serta pagu belanja modal sebesar Rp 93.085.541.000. Adapun realisasi keuangan atas dasar SP2D sampai dengan akhir TA. 2013 sebesar Rp 502.319.991.119 (94,84%).

Keberhasilan capaian kinerja pada tahun 2013 antara lain disebabkan oleh: (1) kesiapan dan kelengkapan dokumen perencanaan yang tepat waktu, (2) intensifnya kegiatan pertemuan masing-masing tim penanggung jawab, serta (3) sumbangsih substansi teknis dari para narasumber dalam forum seminar proposal dan pertemuan lainnya. Namun demikian, dalam pencapaian indikator kinerja pada tahun 2013 masih dijumpai beberapa kendala yang secara aktif telah diupayakan untuk diperbaiki oleh seluruh jajaran BB PENGKAJIAN dengan mengoptimalkan kegiatan koordinasi dan sinkronisasi serta sosialisasi peningkatan kapabilitas dan pembinaan program.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 iii

DAFTAR ISI

IKHTISAR EKSEKUTIF .............................................................................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................................................ iii

LAMPIRAN ............................................................................................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................................................................................. vi

I. PENDAHULUAN ................................................................................................................................................................... 1

I.1Latar Belakang ................................................................................................................................................................... 1

I.2Tujuan ............................................................................................................................................................................... 3

II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA ......................................................................................................................... 5

II.1Visi dan Misi ...................................................................................................................................................................... 5

II.2Tujuan dan Sasaran ........................................................................................................................................................... 5

II.3Rencana Kinerja Tahunan dan Penetapan Kinerja Tahunan 2013 ........................................................................................... 6

III. AKUNTABILITAS KINERJA ................................................................................................................................................. 11

III.1Akuntabilitas Kinerja BB PENGKAJIAN 11

III.2Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2012 11

III.3Analisis Capaian Kinerja 15

III.4. Akuntabilitas Keuangan Lingkup BB PENGKAJIAN..........................61

IV. Kegiatan Kerjasama Litbang ...............................................................64

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 iv

IV.1. Pengelolaan Hibah .....................................................................64

IV.2. Model Akselerasi Percepatan Pembangunan Ramah Lingkungan

Lestari (m-AP2RLL) ....................................................................65

IV.3. Kerjasama SMARTD ...................................................................67

IV.4. Kegiatan Direktif Presiden Tentang Perbenihan ............................70

V. PENUTUP .......................................................................................................................................................................... 74

LAMPIRAN ................................................................................................76

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme Evaluasi Kinerja .................................................................................................................................... 3

Gambar 2. Keragaan Varietas Inpari-10 dan Inpari-13 dengan pemupukan PUTS ............................................................... 16

Gambar 3. Teknologi sarung buah pada tanaman kakao............................. ..17

Gambar 4. Pelatihan pembuatan tepung umbi-umbian dan olahannya ........................................................................................ 19

Gambar 5. Pengambilan leguminosa Gliricidia sepium (gamal) ................................................................................................... 19

Gambar 6. Pemberian leguminosa dan pakan konsentrat .......................................................................................................... 19

Gambar 7. Kentang varietas Merbabu GO umur 1 bulan ............................................................................................................ 20

Gambar 8. Teknologi rawat ratoon dengan varietas campuran TLH 1 dan TLH 2.........................................................................24

Gambar 9. Teknologi pembibitan, formulasi pakan, penggemukan dan kesehatan hewan ............................................................ 25

Gambar 10. Model sistem integrasi tanaman pangan dan ternak sapi ......................................................................................... 28

Gambar 11. Demfarm kedelai di Bangka .................................................................................................................................. 29

Gambar 12. Rata-rata capaian ADG sebelum dan setelah pendampingan .................................................................................... 40

Gambar 13. Rata-rata bobot potong sebelum dan setelah pendampingan. ....40

Gambar 14. Hasil evaluasi mapping KRPL 2013 ....................................................................................................................... 43

Gambar 15. Rekapitulasi Kegiatan m-P3MI BPTP ...................................................................................................................... 44

Gambar 16. Pemanfaatan Kebun Percobaan ............................................................................................................................. 50

Gambar 17. Indeks karya tulis ilmiah lingkup BB Pengkajian 2010-2014... ... 53

Gambar 18. Fokus komoditas yang diusahakan pada kegiatan m-P3MI... ......68

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 vi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Rencana Kinerja Tahunan BB Pengkajian Tahun 2013 .................................................................................................. 7

Tabel 2. Penetapan Kinerja BB Pengkajian Tahun 2013 .............................................................................................................. 8

Tabel 3. Pagu Anggaran berdasarkan output kegiatan lingkup BB Pengkajian TA. 2013 ......................................................... 9

Tabel 4. Sasaran, indikator kinerja, target dan capaian lingkup BB Pengkajian Tahun 2012 dan 2013 ....................................... ..13

Tabel 5. Rekapitulasi teknologi spesifik lokasi lingkup BB Pengkajian .......................................................................................... 15

Tabel 6. Rekapitulasi teknologi yang didiseminasikan ................................................................................................................ 22

Tabel 7. Judul, komoditas dan teknologi kegiatan pendampingan hortikultura Tahun 2013 ............................................... .........41

Tabel 8. Kegiatan pembinaan dan pengembangan SDM lingkup BB Pengkajian tahun 2013 .................................................. .... 45

Tabel 9. Data sertifikasi ISO BB Pengkajian Tahun 2013 .......................................................................................................... .46

Tabel 10. Persentase optimalisasi Lahan KP berdasarkan luas lahan .............50

Tabel 11. Jumlah KTI lingkup BB Pengkajian .......................................................................................................................... 54

Tabel 12. Akses bulanan terhadap Website BB Pengkajian ...................................................................................................... 55

Tabel 13. Realisasi anggaran lingkup BB Pengkajian 2013 ......................... 63

Tabel 14. Rekapitulasi hibah lingkup BB Pengkajian 2013 ......................................................................................................... 64

Tabel 15. Model akselerasi pembangunan pertanian ramah lingkungan lestari BBP2TP ............................................................ 66

Tabel 16. Judul kegiatan kompetitif grant penyuluh ................................................................................................................. 67

Tabel 17. Rekapitulasi kegiatan KKP3SL lingkup BB Pengkajian 2013 ..69

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Kinerja Tahunan BB Pengkajian ............................................................................................................... 76

Lampiran 2. Penetapan Kinerja Tahunan BB Pengkajian ........................................................................................................... 77

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 8

I.PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan perwujudan pertanggungjawaban atas kinerja

pencapaian visi dan misi pada Tahun Anggaran 2013 dan alat kendali serta alat pemacu peningkatan kinerja setiap unit organisasi di

lingkungan pemerintahan. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) BB PENGKAJIAN Tahun 2013 merupakan LAKIP tahun

keempat pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. LAKIP BB PENGKAJIAN yang

disusun mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah,

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, dan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun

2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, serta Rencana Strategis Badan Litbang Pertanian. Fungsi LAKIP antara lain adalah

sebagai alat penilai kinerja secara kuantitatif, sebagai wujud akuntabilitas pelaksanaan tugas dan fungsi BB PENGKAJIAN menuju

terwujudnya good governance, dan sebagai wujud transparansi serta pertanggungjawaban kepada masyarakat, Inpres No. 7 Tahun

1999 pada dasarnya mengamanatkan setiap instansi pemerintah sebagai unsur penyelenggara manajeman pemerintahan wajib untuk

membuat laporan LAKIP pada setiap akhir tahun anggaran. Inpres ini diperbaharui dengan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi

Negara No. 239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan

PERMENPAN dan RB No. 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah. Petunjuk Teknis dari inpres tersebut adalah Surat Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN) Nomor 239

Tahun 2003 tentang Tata Cara Penyusunan Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah.

Dalam pelaksanaannya kinerja instansi suatu pemerintahan juga perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan suatu aplikasi

penilaian yang sistematis terhadap konsep, desain, implementasi, dan manfaat aktivitas dan program dari suatu instansi pemerintah.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 9

Evaluasi juga dilakukan untuk menilai dan meningkatkan cara-cara dan kemampuan berinteraksi instansi pemerintah yang pada

akhirnya akan meningkatkan kinerjanya. Evaluasi yang dilakukan untuk mengukur kinerja dari instansi pemerintah adalah Evaluasi

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Evaluasi ini merupakan perkembangan dari suatu riviu atas kinerja

organisasi dengan dukungan informasi dan pengumpulan data melalui riset terapan (applied research) sehingga hasil evaluasi akan

lebih komprehensif untuk melihat organisasi dan kontribusinya pada peningkatan kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Pola

pendekatan yang demikian akan mendukung simpulan hasil evaluasi yang lebih menyeluruh (makro) sehingga dapat menghindari

resiko bias yang besar. Di dalam penyusunan LAKIP mengacu pada Pengukuran Kinerja. Dalam pengukuran kinerja dilakukan

pembandingan antara kinerja yang sesungguhnya pada suatu periode atau pada saat pengukuran dilakukan dengan suatu

pembanding tertentu, misalnya, dibandingkan dengan rencana, standar, atau benchmark tertentu. Sedangkan evaluasi berupaya lebih

jauh untuk menemukan penjelasan-penjelasan atas outcome yang diobservasi dan memahami logika-logika di dalam intervensi

publik. Sistem pengukuran kinerja yang didesain dengan baik, sering diidentifikasikan sebagai salah satu bentuk dari evaluasi.

Menurut Rider Dale (2004), Evaluasi dari kinerja suatu pekerjaan dapat dilaksanakan selama pelaksanaan program atau

setelah program itu selesai dilaksanakan, tergantung dari tujuan evaluasi. Secara keseluruhan, evaluasi dapat dibedakan menjadi dua

yaitu evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja program yang dievaluasi melalui

pembelajaran dari pengalaman yang diperoleh. Sementara itu evaluasi sumatif dilaksanakan setelah pekerjaan selesai dilaksanakan

atau evaluasi dari sesuatu program secara keseluruhan. Adapun LAKIP adalah suatu kegiatan evaluasi untuk menilai konsep dari

suatu program serta desain dan manajemen. Dalam pelaksanaannya dilakukan evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP) yang merupakan penerapan manajemen kinerja pada sektor publik yang sejalan dan konsisten dengan

penerapan reformasi birokrasi dan berorientasi pada pencapaian outcomes dan upaya untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

Menurut Azwar Abubakar, bahwa SAKIP merupakan integrasi dari sistem perencanaan, system penganggaran dan system pelaporan

kinerja, yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. Output akhir dari SAKIP adalah LAKIP, yang

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 10

menggambarkan kinerja yang dicapai oleh suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai

APBN/APBD.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 11

Evaluasi untuk penilaian LAKIP meliputi 5 komponen yaitu adalah perencanaan kinerja yang terdiri dari renstra, rencana

kinerja tahunan, dan penetapan kinerja (bobot 35), pengukuran kinerja, yang meliputi pemenuhan pengukuran, kualitas pengukuran,

dan implementasi pengukuran (bobot 20), pelaporan kinerja yang merupakan komponen ketiga, terdiri dari pemenuhan laporan,

penyajian informasi knerja, serta pemanfaatan informasi kinerja (bobot 15), evaluasi kinerja yang terdiri dari pemenuhan evaluasi,

kualitas evaluasi, dan pemanfaatan hasil evaluasi (bobot 10), dan pencapaian kinerja terdiri dari kinerja yang dilaporkan (output dan

outcome), dan kinerja lainnya (bobot 20). Nilai tertinggi dari evaluasi LAKIP adalah AA (memuaskan) skor 85 – 100, sedangkan A

(sangat baik) skor 75 -85, B (baik) skor 65-75, CC (cukup baik) skor 50 – 65, C (agak kurang) skor 30 – 50, dan nilai D (kurang) skor 0

– 30.

I.2 Tugas, Fungsi, dan Organisasi Balai Besar Pengkajian

Tugas utama BB Pengkajian adalah melaksanakan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian. Dalam melaksanakan tugas

pokoknya BB Pengkajian memiliki fungsi sebagai berikut : (a) Pelaksanaan penyusunan program, rencana kerja, anggaran, evaluasi dan

laporan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian (b) Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan norma dan standar metodologi

pengkajian dan pengembangan pertanian (c) Pelaksanaan pengkajian dan pengembangan paket teknologi unggulan (d) Pelaksanaan

pengkajian dan pengembangan model teknologi pertanian regional dan nasional (e) Pelaksanaan analisis kebijakan teknologi pertanian (f)

Pelaksanaan kerjasama dan pendayagunaan hasil pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian (g) Pelaksanaan pengembangan

sistim informasi hasil pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian (h) Pengelolaan urusan kepegawaian, keuangan, rumah tangga

dan perlengkapan. Guna menyinergikan kegiatan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian yang mempunyai keunggulan di tingkat

nasional, maka BB Pengkajian mengoordinasikan kegiatan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian yang bersifat spesifik lokasi.

Disamping melaksanakan tugas pokoknya, sesuai dengan keputusan Kepala Badan Litbang Pertanian No. 161/2006, BB Pengkajian diberi

mandat untuk membina dan mengkoordinasikan pelaksanaan pengkajian, pengembangan, dan perakitan teknologi spesifik lokasi yang

Gambar 1 : Mekanisme Evaluasi Kinerja

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 12

dilakukan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) dan Loka Pengkajian Teknologi Pertanian (LPTP), serta mempercepat

pemasyarakatan inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh Unit Kerja/Unit Pelaksana Teknis (UK/UPT) lingkup Badan Litbang Pertanian.

Pemberian mandat BB Pengkajian untuk melakukan koordinasi dan pembinaan terhadap BPTP/LPTP terkait erat dengan tekad Badan

Litbang Pertanian untuk mengakselerasi pemasyarakatan inovasi teknologi pertanian yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian

maupun lembaga penelitian dan pengembangan lain yang ada di Indonesia. Fungsi koordinasi dan pembinaan terhadap BPTP/LPTP

dilaksanakan BB Pengkajian dengan memanfaatkan jaringan penelitian dan pengembangan lingkup Badan Litbang Pertanian dan lembaga

litbang lainnya.

Pengelolaan sumberdaya penelitian merupakan prasyarat utama untuk mendukung kinerja Balai Besar Pengkajian. Pada tahun 2013

tercatat sebanyak 3.137 pegawai lingkup BB Pengkajian yang tersebar di 31 BPTP dan 2 Loka Pengkajian. Jika dilihat berdasarkan

pendidikan hampir setengah dari pegawai lingkup BB Pengkajian berpendidikan dibawah sarjana yaitu sejumlah 1464 orang atau 46,67%

(Tabel 1).Jabatan fungsioal peneliti masih mendominasi (60.14%) dan diikuti oleh Penyuluh Pertanian (29.99%).

Tabel 1. Sebaran SDM per BPTP

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 13

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 14

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 15

Tabel 2. Keragaan SDM lingkup BB Pengkajian tahun 2013 berdasarkan jenjang pendidikan.

No. Pendidikan Jumlah Pegawai

(orang) Persentase (%)

1 S3 112 3.57

2 S2 536 17.09

3 S1 978 31.18

4 D4 47 1.50

5 SM 15 0.48

6 D3 142 4.53

7 D2/D1 14 0.45

8 SLTA 1.075 34.27

9 SLTP/SD 218 6.95

Total 3.137 100.00

Tabe 3. Rekapitulasi pemangku jabatan fungsional lingkup BB Pengkajian

No. Jabatan Jumlah Pegawai

(orang) Persentase (%)

1 Perekayasa 1 0.08

2 Peneliti 762 60.14

3 Penyuluh Pertanian 380 29.99

4 Teknisi Litkayasa 75 5.92

5 Pustakawan 28 2.21

6 Arsiparis 5 0.36

7 Pranata Komputer 6 0.47

8 Analis Kepegawaian 4 0.32

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 16

9 Pranata Humas 4 0.32

No. Jabatan Jumlah Pegawai

(orang) Persentase (%)

10 Pengawas Mutu Pakan 1 0.08

11 Medik Veteriner Muda 1 0.08

Total 1.267 100.00

I.3 Tujuan

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BB PENGKAJIAN) merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis

(UPT) yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Berdasarkan Peraturan Menteri

Pertanian No. 39/2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, BB

PENGKAJIAN memiliki tugas melaksanakan pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian. Sebagai salah satu unit kerja mandiri

yang berada dibawah Badan Litbang Pertanian, maka BB Pengkajian memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan capaian

kinerja yang telah dilaksanakan atas pelaksanaan DIPA Tahun 2012. Dengan demikian tujuan penyusunan LAKIP BB Pengkajian adalah

sebagai berikut:

a. Mendeskripsikan pencapaian sasaran kinerja pengkajian dan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi

b. Menganalisis senjang (gap) pencapaian kinerja dengan rencana kinerja pengkajian dan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi

c. Menganalisis langkah-langkah operasional peningkatan kinerja pengkajian dan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 17

II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

II.1 Visi dan Misi

Visi BB PENGKAJIAN merupakan bagian integral dari visi pertanian dan perdesaan 2020; ruh, visi, dan misi pembangunan

pertanian 2010 – 2014; serta visi dan misi Badan Litbang Pertanian 2010 – 2014 yang dirumuskan untuk menggali dan menyampaikan

persepsi yang sama mengenai masa depan pembangunan pertanian dan perdesaan. Persepsi tersebut diwujudkan dalam bentuk

komitmen jajaran BB PENGKAJIAN dalam merealisasikan tujuannya. Oleh karena itu, visi BB PENGKAJIAN harus mengakomodir situasi

dan perkembangan di masa depan sesuai dengan dinamika lingkungan strategis dan harus mampu menjadi salah satu akselerator

pembangunan pertanian dan perdesaan. Berdasarkan hal tersebut, BB PENGKAJIAN menetapkan Visi yaitu “Pada tahun 2014 menjadi

lembaga pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi bertaraf internasional” Sedangkan misi BB PENGKAJIAN

merupakan pernyataan mengenai garis besar kiprah utama BB PENGKAJIAN dalam mewujudkan visi di tersebut. Untuk itu, BB

PENGKAJIAN menetapkan Misi sebagai berikut:

1. Menghasilkan dan mengembangkan inovasi pertanian spesifik lokasi.

2. Menghasilkan rekomendasi kebijakan percepatan pembangunan pertanian melalui inovasi pertanian spesifik lokasi.

3. Mengembangkan komunikasi program dan kebijakan pembangunan pertanian wilayah.

4. Mengembangkan jejaring pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi dengan lembaga penelitian/pengkajian

di tingkat nasional dan internasional.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 18

II.2 Tujuan dan Sasaran

Tujuan :

Sesuai mandat Badan Litbang Pertanian kepada BB PENGKAJIAN untuk melakukan pengkajian dan pengembangan teknologi

pertanian, mengkoordinasikan dan membina BPTP/LPTP, maka tujuan BB PENGKAJIAN adalah:

1. Meningkatkan ketersediaan inovasi pertanian spesifik lokasi.

2. Meningkatkan penyebarluasan, adopsi, dan komunikasi inovasi pertanian spesifik lokasi.

3. Meningkatkan sinergi operasional dan manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi.

4. Meningkatkan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian yang berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi.

5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan, kompetensi pengkajian, dan pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi.

Sasaran :

a) Tersedianya inovasi pertanian spesifik lokasi.

b) Terdiseminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi serta terhimpunnya umpan balik dari implementasi program dan inovasi

pertanian spesifik lokasi.

c) Adanya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian spesifik lokasi.

d) Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan mendukung percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi

pertanian spesifik lokasi.

e) Terjalinnya kerjasama nasional dan internasional di bidang pengkajian, diseminasi, dan pendayagunaan inovasi pertanian.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 19

II.3 Dinamika Lingkungan Strategis dalam Pencapaian Tujuan dan Sasaran

Dinamika lingkungan strategis global yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap kinerja sektor pertanian, khususnya

kinerja pengkajian dan pengembangan inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi antara lain: pertama, perubahan iklim global (global

climate change) telah dan akan memberikan dampak yang buruk terhadap produksi pertanian. Penurunan produksi pertanian yang

diakibatkan oleh gangguan iklim sangat berbahaya, karena dapat terjadi dalam skala yang luas (dialami oleh banyak negara);

sehingga dapat mengancam ketahanan pangan di banyak negara, khususnya negara berkembang. Kedua, fluktuasi harga komoditas

pertanian yang semakin sulit diprediksi dan cenderung meningkat. Pengalaman tahun 2008 dan akhir tahun 2010 memberikan

pembelajaran yang berharga pentingnya pengelolaan stok bahan pangan utama (padi, jagung, kedelai) untuk meredam lonjakan

harga yang sangat tajam. Ketiga, kenaikan harga input pertanian selama ini kurang mendapat perhatian; padahal harga input

pertanian selama satu dekade terakhir secara konsisten mengalami peningkatan. Kondisi ini perlu segera diantisipasi karena kinerja

produksi sangat tergantung pada penggunaan input pertanian. Keempat, kenaikan harga bahan pangan telah mendorong banyak

negara produsen pangan untuk lebih mengutamakan kebutuhan dalam negeri. Kebijakan ini memicu terjadinya pengurangan volume

bahan pangan yang diperdagangkan di pasar internasional, sehingga fenomena kenaikan harga bahan pangan diprediksi akan semakin

sering berulang. Kelima, pengembangan biofuel sebagai respon terhadap tekanan harga minyak bumi semakin intensif. Permintaan

yang sangat besar terhadap jagung dan kedelai yang merupakan bahan baku utama pembuatan biofuel, telah memicu kenaikan

harga bahan pangan di pasar internasional.

Salah satu isu global, yakni diratifikasinya piagam ASEAN (ASEAN Charter) oleh DPR RI pada tanggal 8 Oktober 2008, serta

pemberlakuan ASEAN-China Free Trade mulai 1 Januari 2010, berdampak pada peningkatan persaingan kualitas, kuantitas dan

harga produk-produk pertanian, sehingga diperlukan inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing. Oleh karena itu, sangat

diperlukan penyesuaian dan penyelarasan strategi kegiatan pengkajian dan diseminasi inovasi dengan dinamika lingkungan strategis

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 20

tersebut, didukung dengan pengembangan kapasitas (capacity building) pengkajian dan pengembangan BBP2TP dan BPTP.

Adapun dinamika lingkungan strategis domestik yang berpengaruh terhadap sektor pertanian, khususnya pengkajian dan

pengembangan inovasi teknologi spesifik lokasi antara lain: pertama, jumlah penduduk Indonesia terus bertumbuh dan akan

semakin mendorong peningkatan kebutuhan bahan pangan utama. Hal itu mengandung pengertian bahwa, pemerintah termasuk

pemerintah daerah harus terus mengupayakan peningkatan produksi bahan pangan utama secara berkesinambungan. Kedua,

degradasi sumberdaya lahan dan semakin menurunnya ketersediaan air yang dapat digunakan untuk sektor pertanian telah terjadi

dibanyak wilayah di Indonesia. Selain itu, konversi lahan pertanian ke nonpertanian juga terus terjadi di berbagai wilayah. Kondisi ini

apabila tidak dikendalikan dan diatasi dengan segera, akan memperberat upaya peningkatan produksi pertanian secara

berkesinambungan. Ketiga, sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan penduduk miskin,

pemerintah telah menyusun berbagai program pemberdayaan masyarakat. Dari berbagai program tersebut, banyak yang berbasis

kegiatan sektor pertanian. Keempat, otonomi daerah yang masih terus mencari bentuk dan pemekaran wilayah yang masih

terjadi, disadari atau tidak, telah mengakibatkan program pembangunan pertanian daerah menjadi tersendat.

Perubahan lingkungan strategis global dan domestik pada sektor pertanian secara langsung maupun tidak langsung telah

dan akan berpengaruh terhadap perkembangan sektor pertanian di Indonesia, sehingga menjadi perlu untuk mengidentifikasi

berbagai perubahan lingkungan strategis tersebut, untuk dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam menyusun

kebijakan dan program pembangunan pertanian domestik, khususnya dalam kegiatan penelitian dan pengembangan pertanian.

II.4 Implikasi bagi Balai Besar Pengkajian dalam Pencapaian Tujuan dan Sasaran

Kegiatan pengkajian dan pengembangan teknologi spesifik lokasi a k a n l e b i h diarahkan pada perakitan inovasi

pertanian spesifik agroekosistem yang menghasilkan komoditas berdaya saing tinggi baik di pasar domestik maupun pasar

internasional dalam rangka mengakselerasi pembangunan pertanian wilayah. Isu sentral yang berkaitan dengan peran BPTP adalah

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 21

lambannya diseminasi inovasi pertanian dan belum intensifnya pemanfaatan inovasi yang dihasilkan oleh Balai Penelitian Nasional.

Untuk mempercepat proses diseminasi, maka kinerja BPTP yang diharapkan antara lain:

1. Melakukan pengkajian dan pengembangan inovasi yang mudah dilihat oleh petani dan masyarakat luas, termasuk pemerintah

daerah;

2. Menyempurnakan dan melakukan updating peta Agro Ecological Zone (AEZ) untuk seluruh BPTP sebagai basis perencanaan

tata ruang daerah;

3. Melakukan eksplorasi, revitalisasi, dan pemanfaatan teknologi indigenous untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian

daerah. Sebagai lembaga pelayanan daerah, BPTP diharapkan mampu mewarnai kebijakan pembangunan pertanian daerah.

Oleh karena itu, kegiatan analisis dan kebijakan pembangunan daerah juga merupakan salah satu agenda kegiatan di BPTP.

Mengingat masalah pangan dan kemiskinan serta marjinalisasi petani dan pertanian merupakan masalah mendasar yang

dihadapi sektor pertanian ke depan dan menjadi perhatian utama masyarakat internasional, maka rekayasa inovasi pertanian spesifik

lokasi diarahkan untuk meningkatkan kapasitas produksi pangan nasional dan meningkatkan nilai tambah dan dapat dinikmati

penduduk pedesaan. Oleh karena itu, maka rekayasa inovasi pertanian spesifik lokasi dikonsentrasikan pada rekayasa inovasi

teknologi di bidang peningkatan produksi pangan dan inovasi kelembagaan sistem dan usaha agribisnis untuk peningkatan

pendapatan masyarakat miskin dan buruh tani. Disamping fungsi scientific recognition yang menjadi core kegiatan lingkup BBP2TP

berupa penciptaan teknologi spesifik lokasi, kegiatan yang berbasis impact recognition juga perlu mendapat porsi yang seimbang,

sebagai tuntutan dari dinamika lingkungan strategis yang ada. Impact recognition tersebut diimplementasikan dalam bentuk

diseminasi hasil-hasil pengkajian yang telah ada selama ini. Sebagai implementasi dari RPJM tersebut, maka kegiatan lingkup

BBP2TP diharapkan mampu untuk mendukung terciptanya tujuan tersebut. Beberapa kinerja kegiatan yang diharapkan dapat

dilaksanakan ke depan, diantaranya:

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 22

1. Kinerja pendampingan teknologi dalam upaya pencapaian target swasembada beras nasional yang didukung melalui kegiatan

pendampingan SLPTT di 32 Provinsi serta Pemassalan kegiatan M-KRPL dalam rangka penciptaan kemandirian pangan

2. Diseminasi hasil-hasil pengkajian dan kebijakan lingkup BBP2TP melalui implementasi konsep SDMC (Sistem Diseminasi

Multi Channel), dimana keterkaitan antara BPTP sebagai penghasil teknologi spesifik lokasi perlu disebarluaskan melalui

saluran diseminasi dalam bentuk media dan teknologi, serta Pemda/Penyuluh daerah diharapkan akan tercipta sinergisme

kerja.

3. Peningkatan kapasitas pemanfaatan kebun percobaan melalui kegiatan penciptaan benih sumber, sehingga diharapkan ke

depannya fungsi Kebun Percobaan tidak hanya sebagai penghasil PNBP dalam bentuk kegiatan kerjasama percobaan dengan

Pemda setempat, namun diperluas dengan adanya target pencapaian stok Benih Sumber di BPTP. Hal ini ditujukan untuk

menunjang ketersediaan stok benih sebar (ES) dalam mendukung target pencapaian swasembada beras nasional.

Tidak terlepas dari substansi Rencana Strategis Badan Litbang Pertanian 2010-2014, BB Pengkajian berusaha menyamakan

gerak langkah dengan irama yang sama bersama instansi lingkup Litbang lainnya untuk menindaklanjuti kontrak kinerja Menteri

Pertanian 2010-2014. Kebersamaan itu menuju muara yang juga sama yaitu mencapai target yang terukur dalam satuan waktu

tertentu. Salah satu butir kontrak kinerja menyebutkan, “peningkatan upaya penelitian dan pengembangan bidang pertanian yang

mampu menciptakan benih unggul dan hasil penelitian lainnya menuju kualitas dan produktivitas hasil pertanian nasional yang

tinggi”; pernyataan itu merupakan entry point Badan Litbang Pertanian termasuk BB Pengkajian.

Perumusan visi dan misi BB Pengkajian yang tertuang dalam Rencana Strategis lima tahun ke depan mengacu pada Renstra

Badan Litbang Pertanian yang juga mendukung Renstra Kementerian Pertanian. Masa depan BB Pengkajian ditunjukkan oleh

tiga indikator, yaitu kualitas SDM, pendayagunaan fasilitas, dan pembiayaan penelitian. BB Pengkajian juga berkomitmen untuk

melakukan kontrol kualitas secara intensif pada setiap level manajemen yang mencakup perencanaan, pelaksanaan penelitian dan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 23

pelaporan. Oleh karena itu untuk mengantisipasi dinamika lingkungan strategis tersebut, maka visi, misi, dan tujuan dari BBP2TP

perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada serta harapan ke depan.

II.5 Perencanaan Kinerja

BB Pengkajian sebagai institusi pemerintah yang bersentuhan langsung dengan pengguna dan pemangku kepentingan di

berbagai level terutama di daerah, dituntut untuk berperan secara nyata apa, bagaimana, serta dimana kegiatan tersebut telah

dilaksanakan, termasuk hasil-hasil kegiatan pengkajian dan diseminasi lingkup BB Pengkajian. Berbagai program yang dilakukan oleh

BB Pengkajian untuk mendukung 4 sukses Kementerian Pertanian yaitu: a) Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan,

b) Peningkatan diversifikasi pangan, c) Peningkatan nilai tambah dan daya saing ekspor, dan d) Peningkatan kesejahteraan petani.

Sejalan dengan mekanisme perencanaan seperti tertuang dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional, maka Rencana Kinerja Tahun 2013 merupakan penjabaran dari rencana kerja (Renja). Renja

merupakan rencana kerja tahunan di tingkat kementerian atau lembaga yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP).

Sementara RKP merupakan rencana kerja pemerintah tahunan (annual plan) yang merupakan bagian integral dari perencanaan

pembangunan Kementerian jangka menengah (RPJM Kementerian), yang terdokumentasikan dalam Renstra.

Program Badan Litbang periode 2010-2014 adalah Penciptaan teknologi dan varietas unggul berdaya saing.

Sejalan dengan hal tersebut, sesuai dengan anggaran yang telah dialokasikan dalam Rencana Kinerja Anggaran Kementerian dan

Lembaga (RKA-KL) pada tahun 2013, lingkup BB PENGKAJIAN telah mengimplementasikan Kegiatan Prioritas Pengkajian dan

Percepatan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian melalui beberapa kegiatan utama dan indikator kinerja, yang berdasarkan

RKA-KL dan POK (Petunjuk Operasional Kinerja) lingkup BB PENGKAJIAN Tahun 2013, telah disusun Rencana Kinerja Tahunan (RKT)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 24

2013. Penyusunan Rencana kinerja kegiatan tersebut diselaraskan dengan sasaran Renstra Balai Besar Pengkajian 2010-2014.

Rencana Kinerja tersebut memuat Sasaran strategis kegiatan yang akan dilaksanakan; Indikator Kinerja berupa hasil yang akan dicapai

secara terukur, efektif, efisien, dan akuntabel; serta Target yang akan dihasilkan. Selanjutnya RKT yang telah disusun ditetapkan

menjadi Penetapan Kinerja (PK) guna mendorong pengembangan menuju Good Governance. Adapun matriks RKT kegiatan Balai Besar

Pengkajian disajikan pada tabel berikut.

Tabel 1. Rencana Kinerja Tahunan BB Pengkajian Tahun 2013

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

001 Tersedianya inovasi pertanian

unggul spesifik lokasi

Jumlah teknologi spesifik lokasi 105 Teknologi

002 Terdisiminasinya inovasi

pertanian spesifik lokasi yang

unggul serta terhimpunnya

umpan balik dari implementasi

program dan inovasi pertanian

unggul spesifik lokasi

Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna 320 Teknologi

003 Adanya sinergi operasional serta

terciptanya manajemen

pengkajian dan pengembangan

inovasi pertanian unggul spesifik

lokasi

Jumlah kegiatan pendampingan model diseminasi spektrum

multi channel dan program strategis nasional/daerah

105 Laporan

1 Jumlah laporan kegiatan pendampingan model diseminasi

SDMC dan program strategis

2 Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kegiatan serta

administrasi keuangan, kepegawaian, dan sarana prasarana

3 Jumlah SDM yang meningkat kompetensinya

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 25

4 Jumlah BPTP yang menerapkan ISO 9001:2008

5 Jumlah Laboratorium yang terfungsikan secara produktif

6 Jumlah kebun percobaan yang terfungsikan secara produktif

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 26

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

7 Jumlah unit usaha penangkaran benih sumber yang

diberdayakan

8 Jumlah publikasi bertaraf nasional/internasional

9 Jumlah website yang ter-update secara berkelanjutan

004

Dihasilkannya rumusan

rekomendasi kebijakan

mendukung percepatan

pembangunan pertanian wilayah

berbasis inovasi pertanian spesifik

lokasi

Jumlah rekomendasi kebijakan mendukung empat sukses

Kementerian Pertanian.

68 Rekomendasi

005 Terjalinnya kerjasama nasional

dan internasional di bidang

pengkajian, diseminasi, dan

pendayagunaan inovasi pertanian

Jumlah kerjasama pengkajian, pengembangan dan pemanfaatan

inovasi pertanian.

34 Dokumen

II.6 Perjanjian Kinerja

Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel, Balai Besar Pengkajian terus

berupaya meningkatkan akuntabilitas kinerja yang meliputi efisiensi masukan (input), kualitas perencanaan dan pelaksanaan (proses),

keluaran (output), dan outcome. Sejalan dengan dinamika kebijakan perencanaan yang ditetapkan dengan melihat kebutuhan

stakeholder (bottom up) serta program di level pusat (top down), maka umpan balik (feedback) yang diperoleh dari proses

perencanaan dan operasionalisasi program/kegiatan di BB Pengkajian disesuaikan dengan tuntutan dan dinamika yang ada serta

alokasi penganggaran yang tertuang dalam DIPA. Dengan demikian, Rencana Kinerja yang telah ditetapkan kemudian disahkan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 27

menjadi kontrak Kinerja BB Pengkajian untuk Tahun 2013 melalui Penetapan Kinerja Tahunan, yang merupakan wujud komitmen

perjanjian kinerja sebagai tolok ukur keberhasilan dan dasar evaluasi akuntabilitas kinerja Balai Besar Pengkajian (tabel 2).

Tabel 2. Penetapan Kinerja BB Pengkajian Tahun 2013

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

001 Tersedianya inovasi pertanian

unggul spesifik lokasi

Jumlah teknologi spesifik lokasi 112 Teknologi

002 Terdisiminasinya inovasi

pertanian spesifik lokasi yang

unggul serta terhimpunnya

umpan balik dari implementasi

program dan inovasi pertanian

unggul spesifik lokasi

Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna 330 Teknologi

003 Adanya sinergi operasional serta

terciptanya manajemen

pengkajian dan pengembangan

inovasi pertanian unggul spesifik

lokasi

Jumlah kegiatan pendampingan model diseminasi spektrum

multi channel dan program strategis nasional/daerah

105 Laporan

1 Jumlah laporan kegiatan pendampingan model diseminasi

SDMC dan program strategis

2 Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kegiatan serta

administrasi keuangan, kepegawaian, dan sarana prasarana

3 Jumlah SDM yang meningkat kompetensinya

4 Jumlah BPTP yang menerapkan ISO 9001:2008

5 Jumlah Laboratorium yang terfungsikan secara produktif

6 Jumlah kebun percobaan yang terfungsikan secara

produktif

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 28

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

7 Jumlah unit usaha penangkaran benih sumber yang

diberdayakan

8 Jumlah publikasi bertaraf nasional/internasional

9 Jumlah website yang ter-update secara berkelanjutan

004

Dihasilkannya rumusan

rekomendasi kebijakan

mendukung percepatan

pembangunan pertanian wilayah

berbasis inovasi pertanian spesifik

lokasi

Jumlah rekomendasi kebijakan mendukung empat sukses

Kementerian Pertanian.

68 Rekomendasi

005 Terjalinnya kerjasama nasional

dan internasional di bidang

pengkajian, diseminasi, dan

pendayagunaan inovasi pertanian

Jumlah kerjasama pengkajian, pengembangan dan

pemanfaatan inovasi pertanian.

34 Dokumen

Mencermati Rencana Kinerja Tahunan (RKT) dan Penetapan Kinerja Tahunan (PKT) Tahun 2013, terdapat senjang target

Indikator Kinerja “jumlah teknologi spesifik lokasi” sebesar 7 teknologi (6,48%). Hal ini dikarenakan adanya penyelarasan kebijakan

sebagai respon terhadap kebutuhan stakeholder di daerah untuk penciptaan teknologi spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan

pertanian wilayah sesuai dengan potensi sumberdaya yang tersedia. Demikian pula untuk Indikator Kinerja “Jumlah Teknologi yang

Didiseminasikan Kepada Pengguna/Stakeholder”, terjadi senjang target sebesar 10 teknologi yang didiseminasikan (3,125%). Adapun

faktor yang menyebabkan peningkatan target dimaksud antara lain ketersediaan teknologi di balai-balai penelitian nasional lingkup

Badan Litbang Pertanian maupun inovasi pertanian spesifik lokasi di BPTP mengalami penderasan diseminasi, terutama sejak

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 29

implementasi Spektrum Diseminasi Multi Channel (SDMC). Demikian pula untuk indikator lainnya juga mengalami senjang target

pencapaian output, mengingat besarnya harapan pengguna dan stakeholder lainnya terhadap inovasi teknologi spesifik lokasi.

Alokasi anggaran untuk melaksanakan Perjanjian Kinerja tersebut sebesar Rp 529.049.354.000,- (lima ratus dua puluh

sembilan milyar empat puluh sembilan juta tiga ratus lima puluh empat ribu rupiah), yang dialokasikan untuk 34 Unit Kerja, termasuk

Satker BBP2TP.

Tabel 3. Pagu Anggaran berdasarkan Output Kegiatan Lingkup BB Pengkajian TA 2013

KODE OUTPUT KEGIATAN PAGU (RP. 000) %

Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian 529.049.354

1.801.003 Laporan Pengelolaan Satker 36.553.430 6,91

1.801.006 Peningkatan Kapasitas SDM 403.270 0,08

1.801.008 Laporan kerjasama, pengkajian, pengembangan, dan pemanfaatan inovasi

pertanian

4.173.128 0,79

1.801.010 Laporan koordinasi dan sinkronisasi kegiatan satker 6.637.113 1,25

1.801.012 Pengelolaan Website/Database/Kepustakaan 0,00

1.801.013 Teknologi Spesifik Lokasi 33.112.200 6,26

1.801.015 Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Pertanian 2.894.154 0,55

1.801.016 Pengelolaan Instalasi Pengkajian 3.502.021 0,66

1.801.017 Peningkatan Mutu Manajemen Satker 67.000 0,01

1.801.018 Teknologi yang terdiseminasikan ke pengguna 73.750.233 13,94

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 30

KODE OUTPUT KEGIATAN PAGU (RP. 000) %

1.801.019 Laporan pelaksanaan kegiatan pendampingan inovasi pertanian dan program

strategis nasional

25.871.957 4,89

1.801.021 Bangunan 1.784.400 0,34

1.801.022 Peralatan 2.387.429 0,45

1.801.023 Kendaraan 1.890.850 0,36

1.801.024 Pengadaan Buku 684.100 0,13

1.801.025 Produksi benih 11.792.283 2,23

1.801.994 Layanan Perkantoran 237.973.576 44,98

1.801.995 Kendaraan bermotor 6.078.598 1,15

1.801.996 Perangkat Pengolah data dan komunikasi 9.471.833 1,79

1.801.997 Peralatan dan fasilitas kantor 19.318.434 3,65

1.801.998 Gedung dan Bangunan 57.169.294 10,81

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 31

Selanjutnya masing-masing kegiatan utama tersebut dijabarkan kedalam rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Balai

besar pengkajian sebagai berikut:

1. Teknologi Spesifik Lokasi, dengan input anggaran sebesar Rp 33.112.200.000,- atau 6,26% dari total pagu anggaran.

a. Pengkajian Inhouse/Kompetitif. Target output: paket teknologi spesifik lokasi sesuai dengan judul kegiatan pengkajian

inhouse/kompetitif

b. Aplikasi Katam Terpadu. Target output kegiatan: Kalender Tanam Dinamik serta rekomendasi teknologi sesuai musim tanam

c. Pengelolaan Sumberdaya Genetik. Target output kegiatan: karakterisasi Sumberdaya Genetik Lokal

d. Agro-ecological zone (AEZ) skala 1:50.000. Target output: Peta Agro-Ecological Zone Digital skala 1:50.000 pada luasan lahan

50.000 ha.

2. Teknologi yang didiseminasikan ke Pengguna, dengan input anggaran sebesar 73.750.233.000,- atau 13,94% dari total pagu

anggaran.

e. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan. Target output: a) pengembangan rancangan model pembangunan pertanian

perdesaan; b) peningkatan kinerja kelompok tani, pemda, dan kelembagaan pendukung usaha tani; c) perintisan jaringan

kerjasama antar kelembagaan agribisnis di lokasi kajian.

f. Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Target output: a) Penerapan model pemanfaatan pekarangan spesifik lokasi; b) Kebun

bibit desa sesuai kebutuhan rumah tangga

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 32

g. Pengembangan Informasi, Diseminasi, dan Penjaringan Umpan Balik. Target output: a) Tersusun dan tersebarluaskan media

publikasi tercetak buletin dan media elektronik; b) Terlaksananya fasilitasi pameran (Nasional, Provinsi, dan Kab/Kota; c)

Terpeliharanya dan berkembangnya kegiatan Visitor Plot

3. Laporan pelaksanaan kegiatan Pendampingan inovasi pertanian dan program strategis nasional, dengan input

anggaran sebesar 25.871.957.000,- atau 4,89% dari total pagu anggaran.

h. Pendampingan SL-PTT Padi, Jagung, Kedelai. Target output: a) tersedianya benih untuk display varietas atau uji adaptasi

varietas, b) terdampingi penerapan teknologi spesifik lokasi dan penerapan kalender pola tanam terpadu, c) Tersampaikan

materi PTT, d) Terdistribusikan publikasi, bahan cetakan dan elektronik untuk bahan penyuluhan kepada petugas di dinas

pertanian dan badan pelaksana penyuluhan pada lokasi pendampingan teknologi

i. Pendampingan Kawasan Agribisnis Hortikultura. Target output: Terlaksananya diseminasi dan pendampingan teknologi

mendukung pengembangan kawasan hortikultura b) Peningkatan aplikasi inovasi teknologi para petani, penyuluh/petugas

lapang

j. Pendampingan Swasembada Sapi. Target output: a) Terlaksananya diseminasi dan pendampingan teknologi dalam pelaksanaan

pada kelompok di kabupaten; b) Peningkatan aplikasi inovasi teknologi para peternak, penyuluh/petugas lapang

k. Pendampingan Swasembada Tebu (P2T3). Target output: a) Terlaksananya diseminasi dan pendampingan teknologi

mendukung pelaksanaan P2T3 secara optimal, b) Terlaksananya teknologi introduksi varietas unggul tebu, c) Peningkatan

pengetahuan penyuluh

l. Pendampingan Kalender Tanam mendukung SL-PTT. Target output: Tersosialisasikannya informasi dalam Kalender Tanam

m. Denfarm Kedelai. Target Output : a) Tersebarnya informasi teknologi VUB kedelai, b) Diterapkannya k0mponen teknologi PTT

kedelai oleh petani

Comment [AF1]:

Comment [AF2]:

Comment [AF3]:

Comment [AF4]:

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 33

n. Koordinasi Pendampingan PUAP. Target Output : a) Terbentuknya kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk

pengembangan usaha agribisnis, b) Terdistribusinya dan PUAP untuk pemberdayaan kelembagaan ekonomi pedesaan, c)

meningkatnya fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi mitra lembaga keuangan dalam akses permodalam

4. Rekomendasi Kebijakan Pembangunan Pertanian, dengan input anggaran sebesar 2.894.154.000,- atau 0,55% dari total

pagu anggaran. Target output: rekomendasi kebijakan antisipatif dan responsif terkait isu di daerah

5. Laporan Kerjasama, Pengkajian, Pengembangan dan Pemanfaatan Hasil Litbang, dengan input anggaran sebesar

4.173.128.000,- atau 0,79% dari total pagu anggaran. Target output: a) Termanfaatkannya paket teknologi pertanian tepat guna

spesifik lokasi BPTP, b) Terwujudnya kerjasama pengkajian dengan stakeholder daerah

Comment [AF5]:

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 34

III. AKUNTABILITAS KINERJA

III.1 Akuntabilitas Kinerja BB PENGKAJIAN

Dalam tahun anggaran 2013, BB PENGKAJIAN telah menetapkan lima sasaran strategis yang akan dicapai yaitu: (1) Tersedianya

inovasi pertanian unggul spesifik lokasi, (2) Terdiseminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi yang unggul serta terhimpunnya umpan

balik dari implementasi program dan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi, (3) Adanya sinergi operasional serta terciptanya

manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian Unggul spesifik lokasi, (4) Dihasilkannya rumusan rekomendasi

kebijakan mendukung percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi, (5) Terjalinnya kerjasama

nasional dan internasional di bidang pengkajian, diseminasi, dan pendayagunaan inovasi pertanian. Kelima sasaran tersebut dicapai

melalui satu kegiatan prioritas, yaitu Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian, untuk mendukung Program

Badan Litbang yaitu Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing. Selanjutnya, Kelima sasaran tersebut selanjutnya diukur

dengan 13 indikator kinerja output berupa: 1) jumlah teknologi spesifik lokasi; 2) Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna;

3) Jumlah kegiatan pendampingan model diseminasi spektrum multi channel dan program strategis nasional/daerah; 4) Jumlah

rekomendasi kebijakan mendukung empat sukses Kementerian Pertanian; 5) Jumlah kerjasama pengkajian, pengembangan dan

pemanfaatan inovasi pertanian.

Jumlah Teknologi spesifik lokasi yang dihasilkan oleh BB Pengkajian selama tahun 2013 tersebut mendukung terciptanya

Scientific Base Badan Litbang. Demikian pula halnya untuk output teknologi yang didiseminasikan kepada stakeholder merupakan

Impact Base dari hasil kegiatan pengkajian yang telah dilakukan. Dengan demikian capaian kinerja yang telah dihasilkan oleh BB

Pengkajin selama Tahun 2013 tersebut mengarah kepada spirit Badan Litbang yaitu “Science.Innovation.Network.” Disamping itu,

keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan tidak terlepas dari telah diterapkannya Sistem Pengendalian Interen Pemerintah (SPIP)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 35

lingkup BB Pengkajian. Mekanisme monitoring dan evaluasi kegiatan dilakukan melalui rapat mingguan penanggung jawab kegiatan,

pelaporan bulanan masing-masing kegiatan, seminar tengah tahun/evaluasi tengah tahun dan uji petik kegiatan ke lokasi, serta

seminar akhir tahun. Sedangkan realisasi keuangan dipantau menggunakan program i-monev berbasis web yang diupdate setiap

minggu serta penerapan Permenkeu No.249 tahun 2011 setiap bulannya untuk seluruh Satker lingkup Balai Besar Pengkajian.

III.2 Pengukuran Capaian Kinerja Tahun 2013

Pengukuran kinerja terhadap keberhasilan Instansi Pemerintah dapat dilakukan dengan cara membandingkan antara hasil aktual

yang dicapai dengan sasaran dan tujuan strategis. Pengukuran kinerja juga didifinisikan sebagai suatu metode untuk menilai kemajuan

yang selalu dicapai dibandingkan dengan tujuan yang selalu ditetapkan. Pengukuran keberhasilan kinerja suatu Instansi Pemerintah

diperlukan indikator sebagai tolok ukur pengukuran. Pengertian indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan atau kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sesuatu yang dapat dijadikan indikator kinerja

yang berlaku untuk semua kelompok kinerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (1) Spesifik dan jelas, (2) dapat diukur

secara objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, (3) harus relevan, (4) dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk

menunjukkan keberhasilan masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan dampak, (5) harus fleksibel dan sensitif dan (6) efektif,

data/informasi yang berkaitan dengan indikator dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis. Secara umum indikator kinerja memiliki

beberapa fungsi yaitu (1) dapat memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan (2) membangun dasar bagi

pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja unit kerja.

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BB Pengkajian diawali dengan perencanaan dengan menyusun penggunaan sarana,

sumber daya manusia, melalui suatu proses, menghasilkan suatu teknologi dan memberikan kesejahteraan bagi petani dan

masyarakat. Oleh karena itu faktor yang dapat dinilai dari tahapan ini adalah dalam bentuk kesesuaian antara rencana yang telah

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 36

ditetapkan sampai dengan dampaknya bagi pengguna. Adapun kriteria keberhasilannya dilihat dari realisasi terhadap target, sasaran

kegiatan yang dilaksanakan, serta permasalahan dan upaya yang telah dilakukan. Untuk mengukur keberhasilan kinerja ditetapkan 4

(empat) kategori keberhasilan, yaitu (1) sangat berhasil: capaian >100 persen; (2) berhasil: capaian 80-100 persen; (3) cukup

berhasil: capaian 60-79 persen; dan tidak berhasil: capaian 0-59 persen. Pengukuran tingkat capaian kinerja Balai Besar Pengkajian

Tahun 2013 dilakukan dengan cara membandingkan antara target indikator kinerja sasaran dengan realisasinya. Realisasi yang

dibandingkan terhadap target indikator kinerja sasaran sampai akhir tahun 2013 menunjukkan bahwa target sasaran kegiatan tahun

2013 telah dapat dicapai dengan hasil baik. Rincian tingkat capaian kinerja masing-masing indikator sasaran tersebut terangkum

sebagaimana tabel berikut:

Tabel 4. Sasaran, Indikator Kinerja, Target dan Capaian Lingkup BB Pengkajian Tahun 2012 dan 2013

NO SASARAN

INDIKATOR

KINERJA

2012 2013

URAIAN Target Capaian % Target Capai

an

%

01. Tersedianya inovasi pertanian unggul

spesifik lokasi

Jumlah teknologi

spesifik lokasi

244 246 100 112 204 182,14

02. Terdiseminasinya inovasi pertanian

spesifk lokasi yang unggul serta

terhimpunnya umpan balik dari

implementasi program dan inovasi

pertanian unggul spesifik lokasi

Jumlah teknologi

yang

didiseminasikan ke

pengguna

382 382 100 330 330 100

03. Adanya sinergi operasional serta

terciptanya manajemen pengkajian

Jumlah kegiatan

pendampingan

96 382 100 105 130 123,81

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 37

NO SASARAN

INDIKATOR

KINERJA

2012 2013

URAIAN Target Capaian % Target Capai

an

%

dan pengembangan inovasi pertanian

unggul spesifik lokasi

model diseminasi

spektrum multi

channel dan

program strategis

nasional/daerah

04. Dihasilkannya rumusan rekomendasi

kebijakan mendukung percepatan

pembangunan pertanian wilayah

berbasis inovasi pertanian spesifik

lokasi

Jumlah rekomendasi

kebijakan

mendukung empat

sukses Kementerian

Pertanian

66 66 100 34 34 100

05. Terjalinnya kerjasama nasional dan

internasional di bidang pengkajian,

diseminasi, dan pendayagunaan

inovasi pertanian

Jumlah kerjasama

pengkajian,

pengembangan dan

pemanfaatan inovasi

pertanian

33 53 100 68 68 100

Tabel diatas menunjukkan bahwa kinerja BB PENGKAJIAN tahun 2012 dan 2013 secara umum menunjukkan hasil yang relatif

telah mencapai keberhasilan dari sasaran yang ditargetkan pada tahun tersebut. Hal ini dapat dicapai karena kegiatan yang

dilaksanakan berjalan secara bersinergi dan didukung oleh anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan tersebut. Demikian pula halnya

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 38

untuk kegiatan penyediaan teknologi spesifik lokasi yang target serta realisasinya lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya, hal ini

didukung oleh makin meningkatnya kebutuhan teknologi spesifik lokasi dalam rangka mendukung kebutuhan pembangunan di daerah.

Selain itu, kesiapan dan kelengkapan dokumen perencanaan yang tepat waktu, Intensifnya kegiatan pertemuan Tim Penanggung

Jawab Kegiatan di masing-masing Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk memantau capaian pelaksanaan kegiatan, Input substansi teknis

dari para narasumber dalam pertemuan yang relevan dengan sifat dan jenis kegiatan, Kesiapan dan kerjasama yang sinergis antara

sumberdaya manusia (peneliti, penyuluh, litkayasa, dan tenaga administrasi), dan dukungan fasilitas sarana dan prasarana yang

memadai turut mendukung keberhasilan pelaksanaan kegiatan.

III.3 Analisis Capaian Kinerja

Analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2013 BB PENGKAJIAN dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sasaran 1 : Tersedianya inovasi pertanian unggul spesifik lokasi

Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator kinerja sebagai berikut:

Indikator Kinerja Target Realisasi %

Jumlah teknologi spesifik lokasi 112 Teknologi 204 Teknologi 182,14

Indikator kinerja sasaran yang telah ditargetkan dalam Tahun 2013 telah tercapai sebesar 182,14 persen, atau terealisasi 204

teknologi dari target 112 teknologi. Sehingga dapat dikatakan sangat berhasil. Adapun output serta outcome yang telah dicapai dari

kegiatan ini diuraikan sebagai berikut:

Comment [M6]: Output ini dicapai melalui kegiatan....

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 39

Tabel 5. Rekapitulasi Teknologi Spesifik Lokasi lingkup BB Pengkajian

No Kategori Jumlah teknologi

1 Paket teknologi Budidaya tanaman pangan Spesifik Lokasi 57

2 Paket teknologi Budidaya Perkebunan Spesifik Lokasi 11

3 Paket Teknologi Budidaya hortikultura Spesifik Lokasi 9

4 Paket Teknologi Pascapanen Spesifik Lokasi 23

6 Paket Teknologi Peternakan Spesifik Lokasi 27

7 Teknologi Kelembagaan Spesifik Lokasi 9

8 Paket teknologi Sumberdaya Lahan dan AEZ Spesifik Lokasi 33

9 Paket teknologi Plasma Nutfah dan Sumberdaya Genetik Spesifik Lokasi 33

10 Paket teknologi Mekanisasi Spesifik Lokasi 2

Total 204

Paket Teknologi Budidaya Tanaman Pangan Spesifik Lokasi

a. Padi. Teknologi VUB/uji adaptasi padi speklok, teknologi pemupukan speklok, budidaya padi speklok, peta biotip WBC speklok,

peta status hara PK, teknologi PBK, teknologi tata air speklok, paket rekomendasi kultur padi-palawija, teknologi usahatani padi

dengan varietas Inpari 10, 13, 9

b. Jagung. Teknologi pemupukan jagung speklok menggunakan varietas Bima 10 dan, VUB jagung sebagai tanaman sela,

teknologi SUT jagung, varietas unggul jagung komposit speklok

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 40

c. Kacang dan umbi. Teknologi pemupukan kacang tanah dan kedelai speklok, teknologi VUB/uji adaptasi kedelai dan kacang

tanah untuk peningkatan produksi benih, budidaya kedelai dan umbi speklok (lahan kering, lahan sawah, PTT) serta pola

pergiliran kacang-padi, teknologi usahatani kacang tanah vub Bima, talam dan lokal.

Padi. Teknologi pemupukan yang telah dikenalkan kepada petani beberapa diantaranya adalah pemupukan dengan metode

PHSL. Melalui teknologi PHSL pertumbuhan dan hasil diperoleh lebih baik dibanding dengan metode PUTS dan rekomendasi SK

Mentan. Gabah yang dihasilkan dari pemupukan PHSL adalah 3.885 kg/ha sementara dengan metode PUTS dan rekomendasi SK

Mentan masing-masing adalah 3.776 dan 3.621 kg/ha GKG.

Keragaan Varietas Inpari-10 dan Inpari-13 dengan pemupukan metode PUTS

Kajian rekomendasi fosfor dan bahan organik dilakukan oleh BPTP Riau bertujuan untuk menghasilkan satu paket

rekomendasi pemupukan fosfat dan bahan organik spesifik lokasi pada agroekosistem lahan sawah pasang surut untuk

peningkatan produksi padi. Dari hasil kajian diperoleh satu paket rekomendasi komposisi phosfat dosis 60 kg P2O5/ha serta

pemberian bahan organik kompos jerami sebanyak 4 ton/ha (4,10) yang diaplikasikan pada Inpari 5, dapat meningkatkan produksi

lahan sawah pasang surut (tekstur liat, dengan kandungan pH sangat masam) diatas 36,56 kw/ha/ MT (Gambar 3).

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 41

Penanaman Inpara 5 Pertumbuhan vegetatif Memasuki fase generatif

Pemasangan pagar plastik Kegiatan temu lapang Panen

Teknologi pengendalian HPT padi gogo di Kalimantan Barat telah dihasilkan rancang bangun sistem usaha agribisnis (SUA)

padi, lada dan babi, pembinaan penangkar benih padi melalui pelatihan dan produksi benih. Pengkajian “Pengembangan Varietas

Unggul Padi Berdaya Hasil Tinggi dengan Produksi Gabah Dari Ratun Tinggi di Lahan Pasang Surut Kalimantan

Tengah” tahun 2012, merupakan kegiatan lanjutan (tahun II/terakhir) yang dilaksanakan di lahan pasang surut Desa Petak Batuah,

UPT Dadahup A-2 Kabupaten Kapuas. Kegiatan pengkajian ini bertujuan mempelajari dan mendapatkan varietas padi berdaya hasil

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 42

tinggi dan berumur pendek yang mampu menghasilkan ratun tinggi, meningkatkan indek panen per musim tanam, meningkatkan

produktivitas padi per musim tanam, mempelajari teknologi usahatani yang hemat input benih dan pupuk, serta hemat waktu dan

tenaga, dan mendapatkan paket teknologi budidaya padi dengan sistem ratun. Hasil pengkajian yang dilakukan pada Tahun I

diperoleh tiga varietas unggul padi yang memiliki produktivitas tanaman utama dan ratun yang tinggi yaitu varietas Inpara-3, Ciherang

dan Mekongga dengan produksi tanaman utama dan ratun masing-masing 6,5 t/ha, 5,0 t/ha dan 4,0 t/ha GKG (dari ubinan 2,5 x 2,5

m). Pada tahun II (2012) pengembangan varietas Inpara-3 dengan sistem ratun mampu meningkatkan produktivitas padi rata-rata

sebanyak 43% dari tanaman utama. Budidaya padi sistem ratun juga meningkatkan indek panen dari sekali menjadi dua kali per

musim tanam, yang terjadi rata-rata 45 hari setelah panen tanaman utama. Terjadi efisiensi tenaga, waktu dan biaya, karena petani

hanya memberikan setengah dosis pupuk, yang diaplikasikan pada minggu I setelah panen tanaman utama. Paket teknologi yang

dihasilkan dalam budidaya padi sistem ratun adalah : panen tanaman utama sebaiknya dilakukan ketika batang tanaman masih

berwarna hijau, tinggi pemotongan saat panen 15-20 cm dari permukaan tanah, lakukan pemberian air setelah selesai panen tanam

utama, aplikasi pupuk dengan dosis setengah dari dosis pada tanaman utama yang diaplikasikan 2 hari setelah selesai panen tanaman

utama.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 43

Pertumbuhan ratun 5-7 hari setelah panen tanaman utama Penampilan varietas Inpara-3 pada fase generatif

Pengendalian Hama Tikus, Kelompok Tani Ngudi Makmur Sleman Berhasil Panen

Berawal dari keprihatinan terhadap serangan hama tikus terhadap tanaman padi di Kecamatan Minggir Sleman, BPTP

Yogyakarta berkoordinasi dengan Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta dan Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan

Kabupaten Sleman, dan UPTD Balai Proteksi Tanaman Pertanian Yogyakarta, membuat model percontohan Pengendalian Hama Tikus

Terpadu (PHTT) dalam rangka pendampingan SLPTT untuk mendukung program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)

Kabupaten Sleman. Kegiatan pendampingan PHTT seluas 100 ha di Kecamatan Minggir mencakup tiga desa meliputi desa Sendang

Sari, Sendang Agung, dan Sendang Mulyo. Kelompok Tani yang terlibat kegiatan ini antara lain KT. Ngudi Rejeki (Dusun Cerbonan), KT

Ngudi Makmur (Dusun Kwarasan), KT Lestari (Dusun Pranan), KT Rukun Tani (Dusun Badran Kidul), KT Tani Maju (Dusun Kalikotak),

KT Ngudi Makmur (Dusun Jogorejo) dan KT Ngudi Makmur (Dusun Watugajah). Pengendalian hama tikus terpadu meliputi kegiatan

tanam dan panen serempak, sanitasi habitat utama tikus, gropyokan massal, pengemposan (fumigasi), pemanfaatan musuh alami

Comment [AF7]:

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 44

tikus (burung hantu dan ular), teknologi setempat (Nyuluh, penggenangan sarang tikus), penerapan tanaman perangkap (Trap Barrier

System/ TBS) yang dilengkapi bubu perangkap, serta sistem bubu perangkap linier (Linear Trap Barrier System/LTBS) yang

merupakan bentangan plastik terpal setinggi 50-60 cm dengan panjang minimal 100 m. Dalam satu musim tanam ini total 1504 ekor

tikus berhasil ditangkap di empat TBS, antara lain 737 ekor (Watugajah), 202 ekor (Badran Kidul), 216 ekor (Cerbonan), dan 349

(Jogorejo). Kerusakan tanaman dalam TBS bervariasi antara 0 %, 13,44 %, 23,19 % hingga 100 %, meskipun demikian tiga dari 4

TBS tersebut masih dapat menghasilkan 3,54 t/ha GKP, 5,92 t/ha GKP, dan 6,27 t/ha GKP. Pada unit LTBS jumlah tikus yang

tertangkap adalah 760 ekor, intensitas kerusakan tanaman pada 1-2 minggu menjelang panen adalah 15,6 – 28,98 % dengan luasan

terserang 26-84 %, produksi padi yang diperoleh berkisar antara 4,485 – 6,135 t/ha GKP. Kegiatan panen dihadiri oleh Bupati Sleman,

Drs. Sri Purnomo, M.Si, Kepala Dinas Pertanian DIY, Dinas Pertanian Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sleman, Kepala Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta, Dr. Sudarmaji, Petugas Penyuluh Pertanian Kecamatan Minggir, dan Pengurus

Kelompoktani. Kini melalui pendampingan teknologi dari BPTP Yogyakarta telah didapatkan pengalaman dalam menerapkan cara

pengendalian hama tikus dan ternyata bisa panen. Maka petani harus sanggup melestarikan pengendalian hama tersebut agar

keberhasilan panen dapat dipertahankan dan mengupayakan peningkatan produksi padi. Hal tersebut disampaikan oleh Bupati

Sleman, Drs. Sri Purnomo, M.Si., ketika menghadiri panen padi di Kelompok Tani Ngudi Makmur Dusun Jogorejo Desa Sendang Sari

Kecamatan Minggir (Kamis, 27 Juni 2013). Hama tikus sering menyebabkan menurunnya produksi padi maupun kegagalan panen bagi

petani di Dusun Jogorejo, Desa Sendang Sari, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Pada acara temu lapang juga didesiminasikan

VUB padi khususnya Inpari yang telah terpilih dan cocock untuk DIY termasuk uji rasa untuk masing-masing VUB. Setelah selesai

acara temu lapang, Kepala BPTP bersama Bupati Sleman melakukan sosialisasi model PHTT di tempat lain kepada seluruh Gapoktan di

Kabupaten Sleman yang sedang melakukan pertemuan rutin setiap tiga bulan. Kegiatan temu lapang ini diliput oleh media televisi

(Jogja TV, RB-Kompas TV dan TVRI Jogja) dan dialog interaktif aplikasi teknologi PHTT dan VUB Padi di Kompas TV.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 45

Penjelasan Kepala BPTP Yogyakarta tentang VUB Padi hasil Litbang yang sudah terpilih dan cocok untuk DIY kepada Bupati Sleman

Bupati Sleman, Drs. Sri Purnomo, M.Si., ketika melakukan panen padi model PHTT di Kelompok Tani Ngudi Makmur, Dusun Jogorejo, Desa Sendang Sari, Kecamatan Minggir Sleman

Jagung. Di Sulawesi Selatan, kajian peningkatan produktivitas jagung melalui rekayasa jarak tanam legowo dan pemupukan

spesifik lokasi menghasilkan satu paket teknologi sistem tanam legowo dan pemupukan pada jagung yang sesuai dengan

kondisi lahan dan petani. Interaksi cara tanam legowo serta pemupukan berbasis PUTK 75% disertai pemupukan urea 400kg/ha,

menghasilkan tanaman dengan produktivitas 10.123kg/ha dan pendapatan bersih tertinggi adalah Rp 22.221.750,-. Demikian juga,

diperoleh nilai R/C 7,2 dan MBCR 6,31 sehingga teknologi ini layak secara ekonomis untuk diadopsi dan direkomendasikan khususnya

di daerah Gowa. Sistem pertanian lahan kering iklim kering di Nusa Tenggara Barat menghasilkan model perbenihan jagung

komposit berpengairan sprinkler mendukung kemandirian petani di lahan kering iklim kering. Pengkajian Phospat dan Pupuk Kandang

Terhadap Produktivitas Kacang Tanah. Di Sulawesi Tengah produktivitas lahan sub optimal baik lahan sawah maupun lahan kering

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 46

masih sangat rendah. Produktivitas yang dicapai padi sawah dan tanaman palawija pada lahan sub optimal masih < 3 t/ha, hal ini

disebabkan oleh tingginya kemasaman tanah, kadar hara NPK dan bahan organik yang rendah dan sering ditemukan adanya gejala

keracunan hara mikro serta belum adanya dukungan teknologi spesifik. Lahan sub optimal seperti lahan sawah bukaan baru dan lahan

kering, dapat ditingkatkan produktivitasnya dengan inovasi teknologi spesifik yang murah dan ramah lingkungan. Pemilihan varietas

dan pola tanam merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas lahan kering. Kegiatan di lahan sawah sub optimal

meliputi : adaptasi varietas toleran genangan (varietas Inpara 3 dan 4, Banyuasin dan Ciomas) musim tanam 1 dan dua varietas

(varietas Banyuasin dan Ciomas) pada musim tanam 2 dengan teknologi pengairan macak-macak. Sedangkan untuk pengkajian pada

lahan kering adalah perbaikan pola tanam dan introduksi varietas unggul (kacang tanah, jagung dan kedelai). Pola tanam yang dikaji

terdir atas : 1. Pola Tanam Kacang Tanah-Jagung - Jagung, 2. Pola Tanam Kacang Tanah - Kacang Tanah - Kedelai dan 3. Pola anam

Kacang Tanah - Jagung - Kedelai. Inovasi yang digunakan adalah pengelolaan tanaman dan sumberdaya terpadu (PTT) baik pada

padi sawah eks rawa maupun pada lahan kering. Hasil yang dicapai kajian di lahan kering menunjukkan bahwa curah hujan di

wilayah/lokasi kegiatan sesuai untuk pengembangan beberapa jenis palawija dengan kisaran curah hujan bulanan 80,5 hingga 300

mm/bulan dengan hari hujan yang cukup merata. Pertumbuhan tanaman baik kacang tanah, jagung maupun kedelai sangat baik

dengan hasil polong tertinggi diperoleh pada perlakuan kacang tanah varietas Tuban disusul Bison dan Lokal pada musim tanam (MT)

1, sedangkan jagung hasil terbaik diperoleh varietas Srikandi Kuning. Pola tanam terbaik diperoleh pada pola tanam Kacang

Tanah – Jagung disusul pola tanam Kacang Tanah – Kacang Tanah dengan nilai B/C ratio 2,04 dan 1, 91. Sedangkan kajian yang

dilaksanakan pada lahan sawah sub optimal menunjukkan bahwa varietas yang memberikan hasil terbaik pada musim

tanam (MT) 1 adalah Ciomas disusul varietas Banyuasin dan Inpara 3.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 47

Kondisi Awal Lokasi Kegiatan Pertumbuhan tanaman dengan

Teknologi PTT Jagung dan

Kacang Tanah

Suasana saat Panen dan

Ekspose Hasil Kajian

Penyerahan Bantuan Alat Pengolah Tanah 4 unit traktor Oleh Bank Indonesi Perwkilan Sulawesi Tangah

Inovasi Teknologi Budidaya jagung di lahan tanam rapat dilaksanakan di BPTP DIY dengan jarak tanam: 1) Jarak

tanam 20 x 20 cm, satu biji per lubang tanam, 2) Jarak tanam 60 x 60 cm dengan 3 biji per lubang, 3) Jarak tanam 40/50 cm x 60 cm

dengan 1 biji per lubang dan tidak dilakukan penjarangan. Pemupukan dilakukan 2 kali, 1/3 bagian diberikan pada umur 1 minggu

setelah tanam, 2/3 bagian diberikan pada umur 3 minggu setelah tanam dengan dosis pupuk 200kg/ha Urea, 100 kg/ha SP-36, 100

kg/ha KCl. Penjarangan setiap minggu (37 hst) pada satu baris membujur, selanjutnya pada baris yang lain pada 42 hst, 49 hst dan 60

hst, sehingga terbentuk jarak tanam 60 x 60 cm. Penjarangan setiap 2 minggu dimulai pada 42 hst dan 60 hst, penjarangan di mulai

pada baris ke 2 dan ke 3 pada penjarangan ke dua. Penjarangan/pemangkasan setiap 2 minggu pada satu rumpun/lubang tanam

(untuk jarak tanam 60 x 60 cm, 3 biji per lubang), pemangkasan dilakukan 42 hst, kemudian 60 hst sehingga tinggal satu batang per

lubang. Tidak dilakukan penjarangan pada jarak tanam 40/50 cm x 60 cm, dengan 1 biji per lubang tanam, penanaman khusus untuk

produksi jagung. Hasil budidaya tanaman jagung rapat dapat membantu mencukupi kebutuhan pakan ternak/tebon serta jagung pipil.

Tebon dan jagung pipil yang dihasilkan dari penjarangan adalah sebagai berikut:

No. Penjarangan/cabut Jagung pipil (ton/ha) Hijauan/tebon(ton/ha)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 48

1. 4 kali cabut 4,2 22,5

2. 2 kali cabut 4,6 19,9

3. 2 kali cabut 3,4 13

4. Tanpa pencabutan/pola petani 6,5 1,2

Ternak kambing berkembang cukup baik, jumlah awal 14 ekor, dalam waktu satu setengah tahun menjadi 45 ekor, dan dilakukan

perguliran pada anggota kelompoktani yang lain. Selain itu juga telah dilakukan pemanfaatan limbah kandang yang dilakukan oleh

petani untuk dibuat kompos, hal ini juga dapat menambah pendapatan petani karena sampai saat ini petani telah dapat memproduksi

dan menjual pupuk organik yang telah mereka usahakan. Petani telah merasakan manfaat dan keuntungan dari teknologi integrasi

tanaman jagung dan ternak serta telah menjual sebagian kambingnya. Bapak Bupati Gunungkidul sangat apreciate dengan kegiatan

yang telah dilakukan BPTP Yogyakarta di kelompok tani Sidomaju, Dusun Toboyo Timur, Plembutan, sebagai wujud penghargaan akan

memberikan bantuan ternak dan kandang kelompok. Replikasi introduksi integrasi tanaman jagung dan ternak kambing akan dilakukan

oleh Dinas Peternakan Kabupaten Gunungkidul ke kelompok tani yang lain.

Kacang dan Umbi. di Lahan Sawah di Kabupaten Pidie NAD, menghasilkan paket teknologi budidaya kacang tanah di

lahan sawah yang dapat meningkatkan produksi sebesar 25%. Keberhasilan kegiatan ini atas kerjasama dengan instansi terkait dan

petani telah menggunakan teknologi sesuai juknis. Sedangkan Kajian Sistem Olah Tanah dan Penggunaan Biochar Terhadap

Produktivitas Kedelai di Provinsi Aceh, menghasilkan paket teknologi budidaya Kedelai memanfaatkan Biochar di lahan

sawah dan lahan kering. Teknologi ini dapat meningkatkan kesuburan lahan serta meningkatkan efisiensi pemupukan. Peningkatan

produksi mencapai 20%. Adapun keberhasilan dari kegiatan ini didukung oleh ketersediaan benih. Pengujian Aplikasi Legin Terhadap

Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai di NAD menghasilkan paket teknologi Budidaya kedelai dengan Aplikasi

Rizhobium. Terjadi Peningkatan hasil sebesar 25% karena didukung oleh kesesuaian lahan dan kemauan petani. Kajian Perbaikan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 49

Teknologi Budidaya Kedelai Di Provinsi Papua Barat dilakukan atas dasar Produksi kedelai di Provinsi Papua Barat baru

mencapai 0,9 ton/ha (BPS 2009). Komponen sistem teknologi usahatani untuk meningkatkan produktifitas kedelai yang ditetapkan

antara lain: (1) Varietas unggul. Benih yang digunakan dalam pengkajian varietas kedelai berasal dari Balitkabi Malang, kelas benih

yaitu benih penjenis (label kuning). Varietas unggul yang digunakan adalah Argomulyo, Gema, Willis, Anjasmoro, Grobogan sedangkan

pembanding berasal dari hasil tanaman petani yaitu varietas Raja Basa; (2) Pengolahan lahan dimulai sebelum jatuhnya hujan.

Pemberian pupuk organik (kotoran sapi) sebanyak dua ton diberikan sebelum lahan dibajak. Untuk pengaturan air hujan dibuat

saluran drainase pada setiap 16,7 m dan di sekeliling petakan sedalam 30 cm dan lebar 25 cm. Penanaman benih dilakukan

menggunakan tugal dengan jarak tanam 40 x 25 cm karena daerah lahan pengkajian tanahnya agak subur dan curah hujannya tinggi;

(3) Penerapan pupuk dilokasi pendampingan sudah menerapkan dosis pemupukan SPL (spesifik Lokasi) dengan menggunakan PUTK

(Perangkat Uji Tanah Kering). Jenis pupuk yang digunakan di semua lokasi pendampingan yaitu Urea 250 kg, TSP 150 kg dan KCl 100

kg/ha dan pupuk kandang. Aplikasi pupuk dilokasi pendampingan ada dua kali; (4) Petani menerapkan pengendalian tanaman secara

kimia dengan bijak yaitu tepat dosis, tepat waktu dan tepat sasaran tetapi Pengendalian PHT (Pengendalian Hama Terpadu) belum

dapat dilaksanakan secara tepat. Hal ini terkait dengan kurangnya dukungan kelembagaan yang memungkinkan untuk penerapan PHT

pada lokasi pengkajian; (5) Penentuan waktu panen sudah mengacu pada kriteria fisik tanaman, yaitu > 90 % berwarna coklat.

Pemotongan kedelai dilakukan dengan menggunakan sabit, perontokan menggunakan alat Power Tresher, sedangkan penjemuran

kedelai masih dilakukan secara manual, yaitu memanfaatkan sinar matahari dengan menggunakan terpal sebagai pengalas gabah.

Produksi rata-rata yang tertinggi adalah varietas Anjasmoro dan Raja Basa (1,5 Ton/han) diikuti oleh varietas Gema (1,37

Ton/han), Argomulyo (1,03 Ton/han), dan terendah varietas Grobogan (0,72 Ton/han).

No Varietas Jumlah Rata-rata

Polong Isi Berat 100 Biji (gr)

Jumlah Rata-rata Polong

Hampa

Hasil Produksi kedelai (BKG)

(Ton/Ha)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 50

1 Anjasmoro 34 15,98 11 1,50

2 Argomulyo 23 21,81 6 1,03

3 Raja Basa 29 16,32 14 1,50

4 Grobokan 29 25,40 14 0,72

5 Gema 29 19,21 8 1,37

Pengembangan tanaman kedelai masih perlu dilakukan di Provinsi Lampung mengingat kebutuhan kedelai masih jauh lebih

besar dari pada produksinya. Belakangan ini telah dimulai untuk memanfaatkan lahan-lahan suboptimal seperti di bawah tegakan

tanaman perkebunan. Untuk memanfaatkan lahan di bawah tegakan kelapa, dilakukan pengkajian peningkatan produksi

kedelai di bawah tegakan kelapa dengan memanfaatkan pupuk hayati dan pupuk organik berbahan baku lokal. Pupuk

hayati yang digunakan adalah Illetrysoy yang mengandung rhizobium plus mikroorganisme lainnya. Pupuk organik dibuat dari berbagai

jenis bahan baku tanaman yang banyak tersedia di lokasi kegiatan seperti serbuk kelapa, jerami padi, batang jagung, sisa tanaman

kedelai musim sebelumnya, gulma yang ada disekitar lokasi. Bahan-bahan tersebut dicampur dan dilakukan pengomposan dengan

menggunakan strarter kompos agar mempercepat terjadinya pengomposan. Setelah kompos jadi, di aplikasikan pada lahan kedelai

Varietas Anjasmoro dengan dosis 4 t/ha. Rata-rata berat biji kedelai ubinan (2x5m) yang diperoleh adalah 2.2 kg. Peningkatan

produksi kedelai dengan pupuk hayati dan pupuk organik dosis 4 t/ha adalah sebesar 22 % dibandingkan kontrol.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 51

Paket Teknologi Budidaya Tanaman Perkebunan Spesifik Lokasi

Teknologi speklok budidaya tanaman perkebunan meliputi teknologi pengendalian hama pada kopi, karet; replanting kelapa

sawit tua, sambung samping pucuk kakao, serta klon unggul kakao. Pengelolaan usahatani tanaman perkebunan dibeberapa lokasi

pengkajian dikembangkan dengan beberapa teknologi antara lain dengan kombinasi pupuk organik berupa pupuk organik limbah

kakao dengan pupuk an organik (NPK). Pupuk organik limbah kakao (Polko) merupakan alternatif substitusi pupuk an

organik pada tanaman kakao sambung pucuk. Pengendalian hama penggerek buah kakao di provinsi Bengkulu dilakukan dengan

menggunakan teknologi pemakaian sarung buah yang lebih efektif menekan tingkat seranagan penggerek buah kakao sebesar

16,07%,. Intensitas serangan berkurang dari 62,50 % menjadi 5,54%. Di Sulawesi Barat, upaya peningkatan produktivitas kakao

dilakukan melalui introduksi klon-klon unggul kakao dan teknologi produksi yang berwawasan lingkungan. Pelaksanaan uji

adaptasi klon-klon unggul dilaksanakan di 2 kecamatan Kabupaten Mamuju (sentra kakao) yang menghasilkan klon KW523 sebagai

klon yang paling cepat berbunga.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 52

Tenologi sarung

buah pada tanaman

kakao

Paket Teknologi Budidaya Hortikultura Spesifik Lokasi

Teknologi speklok budidaya hortikultura yang dihasilkan antara lain teknologi perbenihan kentang, wall gardening sayuran

ramah lingkungan, teknologi produksi sayuran dengan teknik irigasi speklok, rekomendasi PHSL cabai tomat, pembibitan bawang

merah, Paket teknologi status hara dan dosis pupuk NPK untuk hasil maksimum pada tanaman jeruk, pemurnian benih pepaya

Meksiko dan Hawai, serta budidaya bawang merah speklok, intercropping jagung-cabai. Penggunaan trikoderma pada

persemaian cabe mampu mencegah penyakit antraknosa dan umur bibit lebih awal/cepat. Pengembangan tanaman pepaya juga

dihasilkan teknologi melalui pemurnian pepaya madu dan Hawai yang sudah dilakukan sampai generasi ketiga. Tingkat

kemurnian pepaya Hawai sudah mencapai 68,72 % dengan brix rata-rata 14%. Permasalahan yang dihadapi adalah musim kemarau

dan hujan ekstrim yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman pepaya. Teknologi aquaponik yang dilakukan di

wilayah Jakarta merupakan sistem produksi pangan yang berkelanjutan yang menggabungkan budidaya tradisional (membesarkan

ikan, siput, lobster atau udang dalam bak atau kolam) dengan hidroponik (budidaya tanaman dalam air) di dalam lingkungan

simbiosis. Untuk pengembangan tanaman sayuran penggunaan wall gardening sebagai alternatif teknologi pemanfaatan ruang

untuk budidaya sayuran. Di Nusa Tenggara Barat, Kajian adaptasi VUB Bawang Merah menghasilkan satu paket teknologi budidaya

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 53

adaptasi bawang merah. Dari 7 Varietas introduksi pada MH.2013 dapat menghasilkan produksi Mentes 5,40 t; Pancasona

5,07t; Pikatan 4,40t; Kramat-1 3,63 t; Maja Cipanas 3,23 t; dan Katumi 2,60 t/ha. Sedangkan Pembandingnya Keta Monca 3,23 t dan

Super Philip 0,27 t/ha umbi kering.

Pepaya ditetapkan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat sebagai satu komoditas unggulan. Penyebaran varietas pepaya

madu Pontianak (varietas Meksiko) dan varietas Hawaii ditingkat petani hanya tinggal sekitar 30%. Pada umumnya petani pepaya

madu dan hawaii di Kalimantan Barat belum menguasai teknik budidaya dengan baik (khususnya teknik pemurnian varietas). Dengan

demikianka karakter asli pepaya ini sudah mengalami penyimpangan dari karakter aslinya. Untuk itu, pengkajian pemurnian dari

pepaya madu Pontianak (Meksiko) dan pepaya Hawaii untuk mendapatkan keturunan/komponen varietas yang stabil, seragam dan

berbuah cepat dengan karakter tanaman dan buah hampir sama dengan tetua aslinya sebagai sumber benih dengan tingkat

kemurnian sekitar 60-70% pada generasi S3. Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa (a) Pertumbuhan pepaya varietas

Hawaii lebih cepat dibanding varietas madu; (b) Tanaman pepaya Hawaii dan papaya madu yang berbunga hermaphrodite pada

generasi F3 masing-masing 68,72% dan 76.84%; (c) Kandungan gula (nilai brix) buah papaya Hawaii rata-rata 14%, sedangkan

pepaya madu belum diketahui karena saat dilaporkan belum panen. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tinggi tanaman pepaya

madu rata-rata 155.43 cm dengan tanaman tertinggi 182.00 cm dan terendah 113.00 cm. Sedangkan, lingkaran batang terbesar yaitu

4.60 cm dan yang terkecil adalah 1.40 cm dengan rata-rata 2.18 cm. Jumlah yang telah berhasil diselfing sebanyak 40 butir dan buah-

buah ini belum bisa dipanen, sehingga data komponen hasilnya belum diperoleh.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 54

(A) (B)

Penggaluran (selfing) pepaya hawaii (A)

dan pepaya madu (B) pada pertanaman

generasi kedua (S-2)

(A) (B)

Penampilan buah pepaya hawaii (A) dan

pepaya madu (B) pada pertanaman

generasi kedua (S-2) tahun 2013

Pengkajian sistem aquaponik sayuran skala pekarangan di perkotaan yang dilakukan oleh BPTP Jakarta bertujuan untuk

optimasi pemanfaatan pekarangan melalui sistem budidaya tanaman yang dipadukan dengan budidaya ikan atau disebut “aquaponik”.

Pada sistem ini, dengan luasan lahan yang sama maka akan dapat dihasilkan dua komoditas sekaligus, yakni sayuran dan ikan.

Budidaya sayuran, secara langsung akan didukung oleh sistem di bawahnya (ikan) yang menghasilkan sisa pakan dan kotoran yang

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 55

mengandung hara konsentrasi tinggi yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman di atasnya. Sementara itu, media tanaman dan tanaman

yang berada di atasnya akan menyaring air dan mempertahankan kualitas air yang berada di bawahnya. Kondisi tersebut

menyebabkan kualitas air kolam akan tetap baik, bebas dari sisa pakan dan kotoran ikan, sehingga akan mendorong pertumbuhan

ikan menjadi baik. Sistem drainase yang dikaji, meliputi (1) sistem drainase langsung dan (2) sistem drainase tidak langsung. Drainase

langsung dilakukan dengan mengalirkan air yang berasal dari kolam melewati filter media tanam dan tanaman menuju lubang drainase

yang berada pada dasar wadah penanaman. Sistem drainase tidak langsung adalah sistem drainase menggunakan “shypoon” yang

mengatur sistem pasang dan surut air dalam bak atau wadah tanam yang berisi media tanam yang berperan sekaligus sebagai filter.

Sementara itu, jenis media tanam yang dikaji meliputi (1) pecahan zeolit dan (2) media campuran granul kompos dan zeolit 1:1. Jenis

ikan yang digunakan dalam pengkajian dikategorikan menjadi dua golongan, yakni (1) ikan yang toleran terhadap kondisi kualitas air

rendah (lele atau patin), dan (2) ikan yang tidak tahan pada suasana kualitas air rendah (ikan nila atau emas). Populasi ikan yang

digunakan adalah 50 dan 100% populasi ikan normal per m2 luasan kolam. Laju pertumbuhan dan hasil ikan merupakan parameter

pengamatan. Sementara itu, jenis tanaman yang diujikan meliputi, sawi, kangkung, bayam, dan selada. Peubah pengamatan meliputi

peubah pertumbuhan dan hasil tanaman. Berdasarkan hasil pengkajian dapat dilihat pengaruh perlakuan terhadap parameter

pertumbuhan tanaman kangkung yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan berat hasil menunjukkan bahwa

perlakuan media tanam sekam dan zeolit tidak beda nyata, fakta tersebut disebabkan tanaman kangkung toleran terhadap kondisi

kebasahan media. Akan tetapi pada tanaman sawi dan selada menunjukan perbedaan nyata antara kedua media tanam tersebut.

Secara keseluruhan, media tanam zeolit mampu mendukung pertumbuhan dan hasil yang lebih optimal dibandingkan dengan media

sekam kascing, diduga media zeolit memiliki pori-pori yang lebih besar dan mudah dilewati oleh air, sehingga air tidak menggenang.

Penggalakan penanaman jagung di Gorontalo yang semakin gencar ternyata tidak dibarengi dengan upaya optimalisasi lahan.

Hal ini membuat banyak lahan kering di Gorontalo seolah-olah terbengkalai setelah panen jagung. Padahal Gorontalo memiliki varietas

cabai yang spesifik lokasi, yaitu varietas Malita FM, walaupun masih terkendala pada faktor produktivitasnya yang masih rendah. Untuk

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 56

itu perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan produktivitas varietas cabai ini, salah satunya adalah penerapan sistem intercropping

(tumpangsari) dengan tanaman jagung, karena lahan jagung umumnya kaya akan unsur hara yang sangat diperlukan oleh

tanaman cabai.Perlakuan P1 (pupuk phonska 100 kg/ha) merupakan perlakuan terbaik yang memiliki pengaruh significant terhadap

pertumbuhan dan hasil panen jagung maupun cabai rawit. Sehingga dosis pemupukan tersebut dapat direkomendasikan untuk

usahatani intercropping jagung dan cabai rawit di wilayah Desa Pangea Kecamatan Wonosari. Usahatani intercropping jagung-cabai

rawit ini sangat menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan baik dalam kurun waktu jangka pendek maupun jangka panjang.

Sehingga dapat direkomendasikan sebagai usahatani utama di Desa Pangea, karena petani dapat memperoleh hasil ganda dan

berkesinambungan (hasil cabai rawit). Keuntungan bersih yang diperoleh sebesar Rp 28,499,804/ MT, R/C ratio 1.63. sedangkan jika

dilanjutkan dalam jangka panjang (proyeksi usaha 3 tahun) diperoleh BC ratio sebesar 13.02 dengan nilai NPV pada tahun ketiga

usaha sebesar Rp 248,153,646. Adapun kajian penangkaran benih Kentang di Sumatra Selatan menghasilkan Varietas Merbabu-17

dapat meningkatkan produksi ± 19 % dari Varietas granola. Tahan terhadap penyakit busuk daun (Phytophthora Infestans)

dibandingkan varietas Granola. Penggunaan Mulsa memberikan peningkatan hasil ± 15%.

Kentang Varietas Merbabu G0 umur 1 bulan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 57

Paket Teknologi Peternakan Spesifik Lokasi

Teknologi speklok peternakan yang dihasilkan selama tahun 2013 meliputi Model pengembangan sapi betina produktif;

Teknologi peningkatan reproduksi ISTT sapi-sawit dan sapi-kakao; vilage breding kambing borka; Pakan Ternak dari Limbah sawit;

Teknologi pembibitan itik dan pemeliharaan kelinci/sapi speklok; model perbibitan sapi jabres; Formulasi pakan dan pengaturan pola

kawin sapi bali; limbah cair ternak sapi jadi pupuk dan pestisida; penyerampakan birahi pada kambing; Teknologi aplikasi penyusunan

ransum antara rumput dan leguminosa sebagai pakan ternak sapi yang murah; Kandidat gen untuk seleksi sapi bali; Teknologi

peningkatan produktivitas susu, pertumbuhan sapi pedet dan berat sapi melalui pemberian pakan berkualitas); Teknologi aplikasi

pemberian jamu tradisional sebagai sumber biosuplemen alami bagi ternak sapi; gertak birahi sapi, pakan UMMB, flushing; Teknologi

perbaikan pola pemeliharaan itik; pola pengembngan ternak sapi lokal; paket formula pakan unggas pedaging. Paket teknologi untuk

usahatani kambing secara semi intensif melalui perbaikan pakan dari hijauan unggul dan pengendalian penyakit mampu

menghasilkan kambing yang berkualitas. Sementara pada ayam buras teknologi yang dikembangkan adalah perbaikan pakan

yang berasal dari sumberdaya lokal, teknologi penetasan dan pengendalian penyakit (vakisinasi dan pengobatan). Teknologi

dengan memformulasikan pakan lokal untuk ayam ras pedaging berbasis bahan pangan lokal pada fase grower dan

finisher. Pemberian leguminosa sampai 45% yang ditambah konsentrat juga dapat meningkatkan PBBH sebesar 0,22 kg/ekor/hari.

Leguminosa merupakan pakan dengan protein tinggi, mudah dicerna dan disukai ternak. Untuk ternak sapi pedet, pertumbuhannya

dapat dipertahankan melalui pemberian pakan pada induk menyusui dengan pemberian ampas tahu, bungkil kelapa dan dedak dengan

maskud untuk mencegah kematian pedet. Ampas tahu dan kedelai mampu meningkatkan tambahan pakan yang berprotein tinggi,

disukai ternak dan mampu menambah volume susu induk. Hasil kajian teknologi pengendalian penyakit cacing hati di Sumatra

Selatan telah terdiseminasi kepada tiga kelompok ternak di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, dan Banyuasin.

Hal ini didorong oleh adanya dukungan dinas terkait dalam pelaksanaan kegiatan. Di Banten, Kajian Sistem Usahatani Itik Pedaging

dalam Mendukung Swasembada Daging menghasilkan Budidaya itik pedaging Master dan Lokal masing-masing 350 ekor dengan FCR

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 58

3,35-3,48; mortalitas 10-25 %, pertambahan bobot 1.356 g (8 minggu), harga jual 37.000/ekor, dan tingkat keuntungan

Rp.1,904.240,-.

Pengambilan leguminosa

Gliricidia sepium (gamal)

Integrasi Kambing-Kakao di Daerah Istimewa Yogyakarta

Dusun Padaan Ngasem, Desa Banjarharjo, Kecamatan Kalibawang,

Kulon Progo DIY Pada awalnya sebagian besar terdiri atas petani yang

melakukan usahatani kakao dan ternak kambing secara sederhana.

Tanaman kakao yang dimiliki oleh petani umumnya telah berumur lebih

dari 20 tahun dengan produksi rendah yaitu sekitar 215 kg per hektar per

tahun, sehingga petani mulai kurang bergairah dalam usahatani kakao,

apalagi banyak tanaman kakao yang terserang penyakit. Sebagian besar

ternak kambing yang dimiliki petani adalah kambing kacang yang

dipelihara di kandang seadanya berlantai tanah. Sebagian besar petani di

dusun tersebut juga belum melaksanakan integrasi tanaman kakao

dengan ternak kambing. Penggunaan limbah kakao untuk pakan ternak

kambing maupun penggunaan kotoran ternak kambing untuk pupuk bagi tanaman kakao sangat terbatas. Pada tahun 2012, BPTP

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 59

Yogyakarta berhasil memperoleh kegiatan pengkajian kompetitif tentang model pengembangan integrasi tanaman kakao dengan

ternak kambing yang ditempatkan di lokasi/dusun tersebut. Hasil dari pengkajian menunjukkan bahwa model pengembangan integrasi

dapat meningkatkan produksi kakao dari 215 Kg menjadi 597 Kg per hektar dan pendapatan petani meningkat dari Rp. 423.000

menjadi Rp. 2.481.250 per tahun dari hasil usahatani kakao dan ternak kambing. Dalam model integrasi tersebut terdapat inovasi

teknologi penggunaan kotoran ternak kambing (padat) diolah menjadi pupuk bagi tanaman kakao dan teknologi pengolahan kulit

buah kakao untuk pakan ternak kambing. Inovasi teknologi tersebut memiliki nilai margin benefit cost ratio 5,1 hingga 8,8 sehingga

layak untuk dikembangkan di lokasi tersebut. Pada tahun 2013, pengkajian kompetitif di lokasi tersebut dilanjutkan dengan fokus pada

inovasi teknologi yang berpengaruh besar terhadap produktivitas kakao dan ternak kambing serta meningkatkan peran ternak kambing

dalam memberi sumbangan bagi pendapatan petani. Perubahan fisik di dusun tersebut telah terjadi secara nyata dari hasil kegiatan

pengkajian ini, yaitu antara lain adalah : Pada tahun 2011 di Dusun tersebut belum ada kandang kambing model panggung, pada

tahun 2012 telah berdiri 4 kandang panggung di lokasi tersebut dan pada tahun 2013 telah berdiri 6 kandang panggung lagi sehingga

total menjadi 10 kandang. Kandang panggung rata-rata berukuran 2,5 m X 6 m, dibangun dari bahan kayu dan atap genteng serta

dibiayai oleh swadaya petani. Pada tahun 2011 di Dusun tersebut, lebih dari 80% peternaknya memelihara ternak kambing kacang,

pada tahun 2012 tinggal 60% yang pelihara kambing kacang dan tahun 2013 telah berkurang menjadi 40%. Peternak sebagian telah

berubah memelihara jenis kambing Bligon dan Boergon. Kambing Boergon adalah persilangan antara kambing Bligon dengan pejantan

Boer. Kedua jenis kambing ini memiliki bobot badan lebih besar dibandingkan kambing kacang. Pada tahun 2011 sebagian petani

belum memupuk tanaman kakao dengan pupuk organik, pada tahun 2012 sebagian petani sudah menggunakan pupuk organik padat,

pada tahun 2013 sebagian petani telah menggunakan pupuk organik padat dan cair dari kotoran ternak kambing. Pada tahun 2011

belum ada kandang jepit untuk kawin kambing, pada tahun 2012 terdapat 2 kandang jepit pada 2 lokasi peternak dan pada tahun

2013 sebanyak 2 kandang jepit tadi dapat digilir digunakan pada 10 lokasi peternak. Pada tahun 2012 terjadi perubahan

pemberdayaan petani, yaitu dengan adanya Rabu kakao yang artinya setiap hari Rabu digunakan untuk perawatan kebun kakao

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 60

secara gotong royong dan pada tahun 2013 muncul Rabu Kambing yaitu setiap hari Rabu digunakan untuk melakukan perawatan

ternak kambing secara bersama-sama. Pada tahun 2013, pertambahan bobot badan ternak kambing dapat ditingkatkan dari 50 g

menjadi 60 g/ekor/hari (meningkat 20%) dengan penambahan pakan berupa daun kakao segar sebanyak 2 kg/ekor/hari. Daun kakao

ini diperoleh dari hasil pemangkasan batang pohon kakao yang biasa dilakukan oleh petani pada saat akan melakukan pemupukan.

Pemangkasan batang pohon kakao ini akan mengakibatkan penggunaan pupuk efektif. Komponen integrasi, jika pada tahun 2012

hanya terbatas pada penggunaan kulit buah kakao untuk pakan ternak kambing dan penggunaan kotoran padat untuk pupuk tanaman

kakao, namun pada tahun 2013 komponen integrasi meningkat yaitu penggunaan kulit buah kakao dan daun kakao untuk pakan

ternak kambing serta penggunaan pupuk dari kotoran padat dan kotoran cair (urin) ternak kambing. Inovasi teknologi yang telah

dihasilkan dari pengkajian ini antara lain adalah teknologi (1) pembuatan pupuk organik padat dari kotoran ternak kambing, (2)

pembuatan pupuk organik cair dari kotoran ternak kambing, (3) pemupukan pada tanaman kakao, (4) pengendalaian hama dan

penyakit pada tanaman kakao, (5) penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak kambing, (6) penggunaan daun kakao sebagai

pakan ternak kambing, (7) kandang jepit untuk kawin ternak kambing dan (8) penerapan kalender ternak untuk meningkatkan jumlah

kelahiran anak kambing. Dalam kurun 2 tahun pengkajian telah terjadi perubahan fisik di lokasi tersebut dan telah dihasilkan inovasi

teknologi integrasi kambing kakao. Untuk itu, pada tanggal 9 Oktober 2013 di lokasi pengkajian tersebut diresmikan menjadi kampung

integrasi kambing kakao, bersamaan dengan acara temu lapang, pameran dan lelang ternak kambing yang dibuka oleh Bapak Wakil

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta.Dalam acara Temu Lapang disampaikan pengalaman petani kelompok tani Andum Rezeki yang

telah melaksanakan integrasi kambing kakao. Dalam Pameran dan Lelang Ternak diikuti oleh 60 ekor ternak kambing hasil pengkajian.

Kambing yang dilelang adalah kambing Bligon dan Boergon (persilangan kambing Boer dengan kambing Bligon.

Paket Teknologi Pascapanen Spesifik Lokasi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 61

Paket teknologi pascapanen speklok yang dihasilkan pada tahun 2013 meliputi teknologi pengolahan umbi untuk produksi

tepung; Peningkatan nilai tambah produk pangan dan horti; teknologi pascapanen memperpanjang umur simpan; pengolahan rasbi,

teknologi olahan pangan non-beras, teknologi olahan pangan lokal. Teknologi pembuatan tepung komposit dari sukun dan

cassava/ubi kayu serta desain agro industri tepung sagu dilakukan di Maluku Utara. Teknologi pembuatan velva jambu

biji dan papaya yang berasal dari puree jambu biji, gula pasir, CMC, garam dan asam sitrat. Dalam rangka mendukung olahan

pangan lokal, telah dilakukan kajian teknologi pascapanen di Sulawesi Barat melalui pengolahan jepa berbahan baku ubi kayu

dengan penambahan tepung kelapa (75%:25%). Hasil jepa introduksi ini direspon baik oleh Pemerintah Kecamatan dan

Kabupaten Majene. Di Sumatra Utara, kajian optimalisasi sistem produksi tepung umbi-umbian sebagai upaya penyediaan pangan

alternatif non beras menghasilkan teknologi pembuatan tepung serta teknologi pembuatan roti dan mi basah dari tepung

ubi kayu dan ubi jalar. Kajian ini dilakukan dengan cara fermentasi menggunakan starter BIMO-CF dan ragi tape sebagai substitusi

terigu 60%. Sosialisasi dan pelatihan untuk kegiatan ini dilakukan di kelompok wanita tani Kabupaten Simalungun.

Pelatihan

pembuatan tepung

umbi-umbian dan

olahannya

Kegiatan pengkajian peningkatan nilai tambah aneka produk tanaman pangan dan hortikultura lokal unggul Bengkulu dilatar

belakangi oleh karena selama ini hanya mengandalkan keunggulan komparatif dengan kelimpahan sumber daya alam, sehingga

produk yang dihasilkan didominasi oleh produk primer atau bersifat natural recources-based, sementara komoditas tersebut memiliki

potensi yang sangat menjanjikan. Kegiatan pengkajian dilakukan di laboratorium pasca panen BPTP Bengkulu dan kelompok wanita

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 62

tani di kabupaten Rejang Lebong dan kabupaten Lebong. Komoditas tanaman pangan yang dikaji yakni jagung lokal curup menjadi

tortilla chips. Komoditas tanaman hortikultura yang dikaji yakni pisang curup diolah menjadi es krim dan jeruk Rimau Gerga

Lebong (RGL) menjadi marmalade. Hasil perhitungan nilai tambah dan kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa pengolahan

jagung menjadi tortilla menghasilkan nilai tambah sebesar Rp. 28.000,00, sementara pengolahan jeruk Gerga menjadi selai

memberikan nilai tambah sebesar Rp. 22.500,00. Nilai tambah yang lebih tinggi yakni sebesar Rp. 31.200,00 diperoleh dari

pengolahan pisang Curup menjadi es krim. Usaha pengolahan tortilla jagung, selai jeruk Gerga, dan es krim pisang Curup memiliki nilai

R/C ratio masing-masing sebesar 1.59, 1.52 dan 1,75. Usaha es krim pisang Curup lebih layak dikembangkan dibandingkan dengan

tortilla jagung dan selai jeruk Gerga. Berdasarkan hasil perhitungan titik impas, BEP pengolahan tortilla jagung, selai jeruk Gerga, dan

es krim pisang Curup akan tercapai apabila masing-masing produk telah terjual sebanyak 93.54 kg dengan penerimaan sebesar Rp.

4.665.094,00 untuk proses pembuatan tortilla jagung, dan 135.33 kg dengan penerimaan sebesar Rp 4.446.428,00 untuk proses

pembuatan selai jeruk Gerga, serta 7800 cup es krim pisang Curup dengan penerimaan sebesar Rp. 15.600.000,00.

Produk peningkatan nilai tambah:

Marmalade Jeruk RGL(kanan) dan es krim

pisang curup (kiri)

Paket teknologi Pemetaan AEZ Spesifik Lokasi

Zona Agro Ekologi (ZAE) merupakan pengelompokan wilayah ke dalam zona-zona yang mempunyai kesamaan/keseragaman

karakteristik sumberdaya lahan (biofisik). Setiap zona agro ekologi mencerminkan kesamaan faktor-faktor sumberdaya tanah, seperti:

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 63

lereng, topografi, litologi, drainase dan sumberdaya iklim (tipe curah hujan, kelembaban udara, dan radiasi matahari). Dengan

demikian setiap zona mempunyai kesamaan dalam kelompok komoditas yang tumbuh secara alami maupun yang dibudidayakan.

Masing-masing zona agro ekologi mempunyai karakteristik yang berbeda, salah satu perbedaan yang dapat langsung diamati adalah

performa kegiatan pertanian serta jumlah dan jenis komoditas yang dihasilkan (Kepas, 1989). Teknologi yang terkait dengan

sumberdaya lahan adalah telah disusunnya peta AEZ skala 1:50.000 yang terdiri dari peta kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman

pangan dan peta pewilayahan komoditas pertanian yaitu kelapa sawit, karet,padi gogo, jagung, umbi-umbian yang berdasar lahan

sawah, lahan kering dan lahan pantai. Lahan rawa bergambut di Bengkulu telah dikenalkan teknologi untuk meningkatkan produksi

padi dengan menggunakan varietas unggul baru yaitu varietas Inpara 2 dan Inpara 1. Komponen teknologi yang telah dikenalkan

kepada petani adalah varietas, tanam jajar legowo, benih baik dalam jumlah dan benih berlabel. Dengan hanya mempertimbangkan

faktor biofisik seperti iklim dan lahan, peta agroekologi hanya dapat memberikan alternatif-alternatif komoditas yang dapat menjamin

kelestarian lingkungan. Tetapi usaha tani yang aman terhadap lingkungan tidak selalu layak secara ekonomi. Sehingga untuk dapat

memilih komoditas unggulan dari alternatigf-alternatif yang ada, diperlukan informasi sosial dan ekonomi. Faktor-faktor sosial dan

ekonomi tersebut antara lain: Penduduk; yang diperlukan sebagai tenaga kerja dan pasar domentik.Prasarana; seperti jalan,

pelabuhan serta unit pengolahan panen yang selalu ada maupun yang masih perlu dibangun. Jaringan prasarana; lokal, nasional

maupun global. Kelembagaan; lembaga penyuluhan, perangkat desa serta peraturan-peraturan yang menumbuhkan investasi.

Berdasarkan karakteristik sumberdaya lahan dan iklim diperoleh 7 zona agroekologi yang terdiri dari 3 zona sebagai wilayah

pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura, 4 zona sebagai wilayah kehutanan, perkebunan, perikanan pantai dan

pastura (padang penggembalaan). Masing-masing zona dan tipe pemanfaat lahan tersebut adalah sebagai berikut:

Zona I lereng >40%, tipe pemanfaatan lahan adalah Kehutanan (hutan produksi dan hutan lindung).

Zona II dengan lereng 15-40%, tipe pemanfaatan lahan adalah perkebunan/tanaman tahunan.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 64

Zona III lereng 8 - <15% tipe pemanfaatan lahan untuk wanatani

Zona IV lereng <8% tipe pemanfaatan lahan untuk tanaman pangan

Zona V lereng <3% dengan jenis tanah gambut dengan ketebalan <1,5 m tipe pemanfaatan lahan untuk hortikultura, dan

ketebalan gambut >1,5 m tipe pemanfaatan lahan untuk kehutanan

Zona VI lereng <3% dengan jenis tanah yang mempunyai kandungan sulfat sangat tinggi (sulfat masam) tipe pemanfaatan

lahannya kehutanan (mangrove) dan perikanan pantai.

Zona VII lereng < 8% dengan jenis tanah yang berkembang dari pasir kuarsa (Spodosols dan Quartzipsamments), tipe

pemanfaatan lahan adalah kehutanan dan pastura.

Paket teknologi Plasma Nutfah dan Sumberdaya Genetik Spesifik Lokasi

Pengelolaan sumberdaya genetik di Sulawesi Tengah dilakukan dengan melakukan inventarisasi Plasma nutfah. Jenis plasma

nutfah yang diinventarisasi yaitu padi sawah, padi gogo, padi gogo ketan, ubi kayu, uwi, keladi, jagung, kacang sayur, kedelai, pisang,

sayur, tebu, kelapa dan buah-buahan. Selain melalui plasma nutfah, pengelolaan SDG juga dilakukan dengan membangun Kebun

Percobaan. Kegiatan pengelolaan sumber daya genetik (SDG) merupakan kegiatan konsorsium antara BB Biogen dan BBP2TP yang

melibatkan BPTP untuk melakukan pengelolaan SDG lokal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam inventarisasi SDG adalah: a)

Melakukan inventarisasi SDG di dalam maupun di luar pekarangan dengan mencantumkan nama lokasi, ordinat, jenis ekologi, nama

tanaman, jumlah jenis, nama lokal, jumlah tanaman/luas, dan deskripsi morfologi utama, b) Melaksanakan inventarisasi SDG di kebun

koleksi yang dimiliki oleh instansi/lembaga/swasta/perorangan di daerah, dan c) mengeksplorasi SDG lokal yang unik/khas/spesifik.

Hasil inventarisasi SDG akan dipantau secara real-time dengan menggunakan Sistem Informasi SDG (SI-SDG) berbasis Web, yang

akan dibangun di Badan Litbang Pertanian. Kelembagaan yang mendukung kegiatan pengelolaan SDG di daerah dibentuk berdasarkan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 65

SK Gubernur adalah KOMDA (Komisi Daerah) SDG. Namun, belum seluruh provinsi memiliki KOMDA, sedangkan sebagian besar

KOMDA yang sudah ada masih belum berfungsi secara optimal. Secara umum, kondisi kelembagaan KOMDA SDG terbagi atas tiga

kategori, yaitu: 1) Sudah terbentuk dan aktif, 2) Sudah terbentuk namun belum ada aktivitas, dan 3) belum terbentuk. Untuk provinsi

yang belum ada KOMDA, BPTP perlu proaktif melakukan inisiasi dalam pembentukannya. Beberapa KOMDA yang aktif telah bersinergi

baik dengan BPTP dalam pengelolaan SDG di daerah. Sedangkan KOMDA yang tidak aktif, rata-rata mengalami hambatan dalam hal

pendanaan dan ketersediaan personil dalam operasional KOMDA. Oleh karena itu, untuk menjamin keberlangsung kegiatan

pengelolaan SDG lokal, perlu ada kesadaran dan komitmen para pengambil kebijakan bahwa SDG sebagai aset yang sangat penting

perlu penyediaan anggaran rutin dan pengelolaan yang terintegrasi. Kedepan akan dibentuk Sistem Pengelolaan SDG Pertanian

(SPSDGP) yang menempatkan BPTP sebagai Unit Pengelola SDG Daerah untuk koleksi SDG lokal, Balit Komoditas sebagai Unit

Pengelola SDG komoditi, BB/Balit bidang masalah akan menjadi Unit Pengelola SDG Spesifik, sedangkan BB Biogen sesuai dengan

tugas dan fungsinya akan menjadi Unit Pengelola SDG Nasional dan Bank SDG (Koleksi Refference, genomic mapping, database

utama).

Pelaksanaan inventarisasi SDG Lokal ke BPTP Maluku Utara dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Bacan dan lebih banyak di

area Kantor, mengingat lokasi KP letaknya jauh dan berbeda pulau dengan letak kantor BPTP serta keamanan yang kurang kondusif,

walaupun luas 300 ha, dan sangat ideal untuk pelestarian SDG Lokal. Jenis SDG yang diinventarisir adalah: Bawang Topo Merah,

Bawang Topo Putih, Jeruk Topo, Cabe Senter, Cabe Gunung, Kacang Tanah Topo, Ubi Kayu/ Jame-jame, Sukun Maitara, Trubuk

kuning, Trubuk putih, Padi Gogo kayeli, Padi Gogo Kayoan, Padi Gogo Kuning, Padi Gogo pulo, Jagung Lokal Loloda, Pisang Mulu Bebe,

Durian Tanpa duri, Durian Golo, Kacang panjang, dan Kacang merah. Di Bali, SDG tanaman ditanam di Kebun Percobaan dan area

kantor BPTP. Kebun Percobaan BPTP Bali memiliki luas 5 ha yang dipinjamkan oleh Pemda. Karena status tersebut pemanfaatan KP

tidak optimal, ditambah merupakan dataran rendah iklim kering dan pengairan/irigasi yang belum tertata dengan baik. Kegiatan

inventarisasi SDG Lokal di BPTP Sumatera Barat telah dilaksanakan namun masih belum maksimal karena lokasi pemeliharaan yang

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 66

ada kurang mendapat perhatian. SDG yang diinventarisir masih sangat minim karena sebagian besar SDG yang ada merupakan

tanaman lama. SDG padi lokal dipelihara di Kebun Percobaan Sitiung, dan terpelihara dengan baik. Pelaksanaan inventarisasi di BPTP

Babel dapat dikatakan sebagai contoh dalam pelaksanaan inventarisasi SDG Lokal, karena kegiatan inventarisasi telah sesuai dengan

Panduan, demikian pula dalam pemeliharaannya. Hal tersebut dikarenakan area Kebun Percobaan Petaling yang menjadi satu dengan

area kantor BPTP menjadi satu faktor dalam pemeliharaan SDG. Beberapa SDG Lokal milik masyarakat dan berada di

pekarangan/kebun milik masyarakatpun terpelihara dengan baik. Hal tersebut merupakan satu keberhasilan penanngungjawab

kegiatan SDG dalam berkoordinasi dan berkomunikasi dengan masyarakat berlangsung baik. Namun demikian masih diperlukan upaya

peningkatan informasi terhadap SDG itu sendiri, seperti manfaat SDG perlu diutarakan dan dikembangkan, photo tanaman/buah perlu

disempurnakan terutama untuk memperkirakan besar/kecilnya tanaman/buah hasil inventarisasi. Jenis SDG tanaman BPTP Babel

adalah sebagai berikut: Lada merapin daun melebar,durian namlung,durian sijantung,beras merah utanantu,padi mukut grintil,

Manggis burik,alpukat dori,teh jebus,teh, dan gaharu. Di Kalimantan barat, SDG dikembangkan dengan pengembangan teknologi

spesifik lokasi yang merupakan hasil eksplorasi, inventarisasi dan konservasi. Kegiatan SDG di Bengkulu telah dapat menstimulasi

aktivitas dan kinerja KOMDA SDG Provinsi Bengkulu. Sosialisasi dan kordinasi mampu meningkatkan pemahaman stakeholders

terhadap pentingnya SDG untuk kesejahteraan masyarakat. Pada kegiatan ini telah diinventarisasi 8 aksesi tanaman pangan, 6 aksesi

tanaman sayuran, 11 aksesi tanaman hortikultura, 3 aksesi tanaman perkebunan, 3 aksesi tanaman obat dan tanaman hias sebanyak

2 aksesi dan terdapat 64 jenis tanaman pekarangan yang diinventarisir di Povinsi Bengkulu. Selain itu telah terbentuk kebun koleksi

mini berbagai tanaman buah unggul (mangga, manggis, durian, sawo, jeruk) Bengkulu dan screen house).

Teknologi Kelembagaan Spesifik Lokasi

Teknologi kelembagaan speklok yang dihasilkan terdiri dari pengkajian usahatani jagung dan kacang tanah, rekomendasi

adopsi petani terhadap SLPTT padi, model perbenihan, serta sistem diseminasi multi-channel kakao, kelembagaan penangkar benih

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 67

dan kemitraan penangkar padi. Kajian pengembangan diseminasi Multichannel masyarakat petani kakao di Papua Barat menghasilkan

satu paket diseminasi teknologi produksi/PTT kakao. Penerapan teknologi dilakukan melalui pembersihan lahan, pemangkasan,

pembuatan rorak, pemupukan spesifik lokasi serta sambung samping untuk tanaman yang kurang produkstif. Sedangkan

pengembangan infotek kakao dilakukan melalui pencetakan brosur “teknologi produksi kakao”.

Sasaran 2 : Terdiseminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi yang unggul serta terhimpunnya umpan balik

dari implementasi program dan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi

Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur melalui jumlah teknologi yang didiseminasikan kepada pengguna. Adapun pencapaian

indikator kinerja adalah sebagai berikut:

Indikator Kinerja Target Realisasi %

Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna 330 330 100

Indikator kinerja sasaran yang telah ditargetkan dalam Tahun 2013 telah tercapai sebesar 100 persen, atau terealisasi 330 teknologi

yang didiseminasikan dari target 330 teknologi, sehingga masuk dalam kategori “berhasil”. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:

Tabel 5. Rekapitulasi Teknologi yang Didiseminsikan

No Uraian Jumlah

1 Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan PTT Padi 32

2 Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan PTT Jagung 14

3 Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan PTT Kedelai 12

Comment [M8]: Output ini dicapai melalui kegiatan....

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 68

4 Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan kawasan agribisnis hortikultura (PKAH) 14

5 Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan swasembada daging sapi/kerbau (PSDSK) 24

6 Diseminasi paket teknologi dalm pendampingan program P2T3 11

7 Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan Kakao 5

8 Diseminasi paket teknologi dalam pengembangan m-KRPL 33

9 Diseminasi paket teknologi dalam pengembangan m-P3MI 66

10 Pengembangan model inovasi Laboratorium Lapang 12

11 Paket teknologi pengembangan Sistem Integrasi Tanaman-Ternak 10

12 Diseminasi Teknologi Kalender Tanam 33

13 Diseminasi VUB padi 32

14 Demfarm kedelai 32

330

Laju pembangunan pertanian yang semakin dinamis menuntut percepatan adopsi teknologi oleh pelaku utama maupun pelaku

usaha di sektor pertanian. Dalam merespon tuntutan tersebut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Badan Litbang

Pertanian) pada setiap tahunnya senantiasa menghasilkan teknologi adaptif. Sejumlah teknologi tersebut di antaranya telah digunakan

secara luas dan terbukti menjadi pendorong utama perkembangan usaha dan sistem agribisnis berbagai komoditas pertanian. Dalam

rangka mendukung target empat sukses kementerian Pertanian diantaranya swasembada dan swasembada berkelanjutan, maka BPTP

memiliki mandat untuk melakukan pendampingan teknologi PTT Padi, Jagung, Kedelai, Pengembangan Kawasan Agribisnis

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 69

Hortikultura, program Swasembada Daging Sapi/Kerbau, Kakao, serta Percepatan Produksi Tebu. Bentuk kegiatan diseminasi yang

dilakukan melalui media tercetak, audio-visual, visitor plot, demonstrasi teknologi, serta temu lapang.

Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan PTT Padi, Jagung, Kedelai

Dalam rangka kegiatan pendampingan PTT padi, jagung, kedelai, BPTP sebagai ujung tombak pelaksanaan kegiatan Badan

Litbang di daerah, mendampingi “kawasan” PTT 1000 hektar. Adapun bentuk pendampingan yang dilakukan meliputi display VUB,

pelatihan PL1 (tingkat provinsi) dan PL2 (tingkat Kabupaten), penyiapan dan penyebaran materi diseminasi, temu lapang, dan

rekomendasi teknologi. Pendampingan Kawasan 1000 ha dapat meliputi satu desa/hamparan, atau beberapa desa dalam satu

kecamatan, atau beberapa desa pada beberapa kecamatan.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 70

Kegiatan PTT Padi, Jagung dan kedelai telah menghasilkan beberapa teknologi. Teknologi usahatani kedelai antara lain yang

didiseminasikan di Gorontalo adalah varietas Tanggamus spesifik lokasi dimana varietas tersebut telah teradaptasi dengan baik dengan

kondisi biofisik Kab/ Gorontalo. Hasil panen rata-rata 2 kali lebih besar daripada potensi hasil rata-rata sesuai deskripsi varietas dan

menghasilkan keuntungan usaha yang layak serta pendapatan yang memadai bagi petani karena harga jual rata-rata Rp 6000 per kg.

Usaha tani kedelai varietas Tanggamus sangat layak karena periode pengembalian modal hanya 9 bulan atau 2 musim dengan Net B/C

2,64 dan IRR 97,21% serta NVP (3 Tahun). Melalui Kegiatan pelatihan jasa tanam legowo dapat meningkatkan pengetahuan, sikap,

dan ketrampilan jasa tanam. Selain itu pelatihan dan praktek dilapangan dapat mempercepat proses adopsi inovasi teknologi cara

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 71

tanam jajar legowo. Pendampingan teknologi dalam bentuk penempatan peneliti pendamping dan teknisi, distribusi publikasi,

sosialisasi dan distribusi Katam, distribusi benih display dan gelar teknologi serta narasumber beberapa materi teknologi telah

dilaksanakan sesuai dengan kemampuan tim pelaksana kegiatan di masing-masing lokasi pendampingan di Jawa Barat. Pendampingan

teknologi dalam bentuk petak “Gelar Teknologi PTT Padi Sawah” secara umum telah menunjukkan kinerja penerapan komponen

teknologi PTT lebih baik dibandingkan dengan penerapan teknologi petani sekitar yang diindikasikan dengan penurunan biaya

usahatani 20%.

Di Sulawesi Tengah luas tanam Jagung pada tahun 2013 seluas 63.526 ha, luas panen 60.561 ha sedangkan produksi 257.250

ton Pada kegiatan display varietas jagung komposit yang diuji adaptasikan ada 4 varietas yaitu varietas Srikandi Kuning, Sukmaraga,

Provit A1 dan Provit A2 dengan menggunakan isolasi jarak dan waktu. Jagung komposit varietas Srikandi Kuning dan Sukmaraga di

tanam 3 minggu lebih dulu dari jagung varietas Provit A1 dan Provit A2 Dari ke 4 varietas yang di displaykan, petani lebih menyukai

untuk mengembangkan jagung komposit varietas Provit A1 dan Provit A2. Hal ini disebabkan karena umur varietas ini yang pendek

yaitu 96 hari, dan karakteristik agronomisnya dimana tanaman tidak terlalu tinggi. Dari segi rasa, nasi jagung yang diolah dari jagung

provit A1 dan A2, memiliki rasa yang enak, tekstur yang lembut, dimana karakter bahan pangan seperti ini yang sangat disukai oleh

masyarakat setempat Pembinaan kelompok tani penangkar dilaksanakan di kelompoktani Tunas Beringin Desa Beringin Jaya Kec.

Simpang Raya. Kelompok Tunas Beringin terdiri dari 25 orang petani. Petani kooperator yang menangkar sebanyak 2 orang dengan

luasan masing-masing 1 hektar sehingga jumlah keselurahannya ada 2 hektar dengan kelas benih BS dan FS. Jaringan penangkaran

benih diawal dengan penggunaan benih oleh anggota kelompok tani Tunas beringin. Pada produksi tahun pertama usaha

penangkaran produksi benih pada kelompok Tunas beringin sebesar 6,8 ton dari luasan 2 hektar kelas SS dan FS. Dari jumlah tersebut

kemudian disebarkan di kelompok Tunas beringin sebesar 400 Kg. Benih juga disebarkan di Kecamatan Balantak 2000 Kg, Desa Toima

10 Kg, Kec. Bunta 60 Kg, Kec. Simpang Raya 490 Kg, Kec. Masama 350 Kg, Kec. Bualemo 100 kg, Kec. Luwuk Selatan 200 Kg, BPTP

40 Kg, dan Kab. Bangkep 20 kg, dengan rincian hasil produksi pipilan kering yaitu : Srikandi Kuning 2,5 ton, Sukmaraga 1,6 ton, Provit

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 72

A1 1,4 ton, Provit A2 1,3 ton. Hasil Display varietas pada kegiatan SL PTT Jagung di Kabupaten Banggai tahun 2013 menunjukkan

hasil yang cukup signifikan. Hasil Display 4 varietas jagung yang dilakukan menghasilkan varietas Srikandi Kuning 8,6 ton/ha, varietas

Sukmaraga 7,3 ton/ha, varietas Provit A1 6,7 ton/ha dan varietas Provit A2 7,0 ton/hanih disamping itu dampak dari kegiatan display

yang telah dilakukan yaitu benih yang dihasilkan sebanyak 6,8 ton telah menyebar kepetani penangkar dikabupaten Banggai dan

Kabupaten Bangkep dan Kabupaten Tojo Una-Una untuk memenuhi benih kebutuhan benih pendampingan SL PTT jagung di

Kabupaten Banggai dan sekitarnya, selain itu dampak yang dihasilkan dengan dilaksanakanya Display tersebut yaitu terbentuknya

Balai Benih Induk (BBI) khusus Palawija dikecamatan Simpangraya Kabupaten Banggai yang disuport oleh Dinas Pertanian Propinsi

Sulawesi Tengah

Pertumbuhan jagung komposit Varietas

Srikandi Kuning

Panen Jagung Bersama Bupati Banggai Temu Lapang Kelompok Tani bersama

Bupati Banggai dan Instansi Terkait

Target produksi padi NTB tahun 2011 sebesar 2,016 juta ton maka pada tahun 2012 sebesar 2,34 juta ton meningkat 16,13%.

Untuk mencapai produksi diperlukan areal panen seluas 426.524 ha dengan provitas 5,91 t/ha GKG. Skenario Ditjen Tanaman Pangan

memfokuskan peningkatan produksi melalui perluasan areal dan peningkatan produktivitas. Namun bagi NTB perluasan areal tanam

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 73

sudah tidak memungkinkan sehingga upaya yang paling rasional adalah peningkatan produktivitas melalui pemanfaatan teknologi.

Pada akhir 2011 realisasi panen SL-PTT hanya mencapai 28% dari total areal seluas 89.700 ha (hanya 5,89% dari target areal padi di

NTB tahun 2012). Apabila realisasi tanam SL-PTT tercapai 60% saja, dengan peningkatan provitas 13,3% maka target produksi padi

tahun 2012 dapat dicapai. Dengan kenyataan ini, penerapan teknologi PTT pada areal yang lebih luas disertai pendampingan melalui

program SL-PTT merupakan upaya paling efektif guna meningkatkan produksi padi sesuai target daerah. Hasil kegiatan pendampinyan

yaitu teknologi yang terdiseminasikan ke pengguna antara lain yaitu (1) Rekomendasi Varietas Unggul Berbasis Kecamatan; (2)

Rekomendasi Jajar Legowo 4:1 dan 2:1; (3) Rekomendasi pengendalian hama wereng coklat; (4) Rekomendasi pengendalian penyakit

blas; (5) Rekomendasi pemupukan berimbang; dan (6) Rekomendasi komponen teknologi PTT prioritas sebagai materi penyuluhan.

Hasil yang dicapai yaitu Teknologi PTT yang diterpakan melalui SL-PTT memberikan provitas lebih tinggi yakni rata-rata 5,98 t/ha

dibandingkan non SL-PTT 5,04 t/ha atau meningkat sebesar 0,94 t/ha (18,65%). Penanaman padi dengan jajar legowo meningkatkan

hasil secara nyata yakni rata-rata 6,30 t/ha dibandingkan non legowo 5,52 t/ha atau meningkat rata-rata 0,78 t/ha (14,13%). Data

adopsi/penerapan 13 komponen teknologi PTT di setiap kabupaten/kota sangat bermanfaat sebagai acuan PPL dalam menetapkan

prioritas materi penyuluhan. Kegiatan ini juga telah didiseminasikan melalui 1) poster, untuk teknologi jajar legowo; 2) brosur, untuk

VUB; dan 3) leaflet untuk pengendalian penyakit Blas dan wereng coklat.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 74

Penampilan padi Inpari 13 dengan

cara tanam Legowo 2:1, di Demplot

PTT, Kelompoktani Sejahtera, Desa

Babussalam, Kabupaten Lombok

Barat.

Penampilan VUB Inpari 19

dibandingkan denga nCiherang di

lokasi Demplot PTT Padi Kelurahan

Jempog Baru, Kota Mataram

November 2013.

Bupati Kabupaten Lombok Utara (KLU) DjohanSyamsu,

SH didampingi Ka BPTP-NTB, dan sejumlah pejabta

terkait, panen padi Inpari 19 di lokasi Demplot PTT

Padi, Subak Gondang, Desa Gondang KLU, 18

Desember 2013.

Untuk menjamin diterapkannya PTT kedelai di tingkat petani secara benar dan berkelanjutan, BPTP-NTB telah melakukan

pendampingan teknologi pada minimal 20 % total unit SL-PTT kedelai untuk tahun 2013 sebanyak 24 Kawasan (12.000 ha), melalui

apresiasi, demplot, demfarm,display VUB, dan bimbingan penerapan PTT, untuk meningkatkan produksi kedelai hingga 15 kw/ha, baik

di lahan SL, LL, Demplot , Demfarm,dan Display VUB, yang tersebar di 9 Kabupaten / Kota di NTB, yaitu: Kota Mataram 1 Kawasan

(500 ha), Lombok Barat 1 Kawasan (500 ha), Lombok Tengah 7 Kawasan(3.500 ha), Lombok Timur 1 Kawasan (500 ha), Sumbawa

Barat 1 Kawasan (500 ha), Sumbawa 3 Kawasan (1.500 ha), Dompu 3 Kawasan(1.500 ha), Bima 6 Kawasan (3.000 ha), dan Kota

Bima 1 Kawasan (500 ha). Hasil pendampingan oleh BPTP-NTB dalam tahun 2013 rata-rata menunjukkan peningkatan produktivitas

disemua lokasi pendampingan, baik itu di lahan Demplot, Demfarm, Display VUB, LL, SL, bila dibandingkan dengan diluar

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 75

pendampingan (Non SL) dan varietas non VUB; Hasil menunjukkan rata-rata Demplot 2,13 t/ha, Demfarm 2,26 t/ha, Display VUB

dengan menggunakan 6 Varietas( Anjasmoro 1,84 t/ha, dan Argomulyo 1,64 t/ha, Burangrang 1,69 t/ha, Kaba 1,46 t/ha, Grobogan

1,53 t/ha, dan Wilis 1,41 t/ha), LL 1,54 t/ha, SL 1,47 t/ha, sedangkan non SL rata-rata 1,10 t/ha; Sementara 6 VUB kedelai yang

diintroduksi disetiap unit pendampingan yang paling tinggi produktivitasnya dan paling disukai petani adalah Anjasmoro 1,84 t/ha, dan

Argomulyo 1,64 t/ha, Grobogan 1,53 t/ha, sementara varietas Wilis sebagai kontrol produktivitasnya rata-rata 1,41 t/ha; Sedangkan

Varietas Burangrang dan Kaba, disamping hasilnya rendah juga kurang disukai petani karena berbiji sedang, sehingga kurang baik

untuk industri tahu dan tempe.

Beberapa VUB Kedelai yang dikembangkan di NTB

PanendanTemulapangbersama : (a) Mentan RI di lokasiDemfarmkedelai di DesaSukarare,Kec.Jonggat,Lombok Tengah, tgl 29 September 2013; dan (b) BupatiBima di lokasiDemfarmkedelai di DesaNggembe,Kec.Bolo,Bimatgl 19 Maret 2013; (c).PanendantemulapangbersamaBadanLitbang, Dinaspertanianterkait, danSteakolder di lokasiDemplotkedelai di KelurahanAmpenan Utara tgl 10 oktober 2013

Pelaksanaan uji adaptasi VUB Inpari 15, Inpari 16, Inpari 18, Inpari 19 dan Inpara 2 dilaksanakan pada MT II tahun 2013

sebanyak 200 titik tersebar di Kabupaten Lampung Timur, Lampung Tengah, Lampung Selatan dan Pringsewu. Produktivitas VUB

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 76

Inpari 15, Inpari 16, Inpari 18 dan Inpari 19 lebih tinggi 938- 1.884 kg/ha (21,04 -42,25 %) dibandingkan Ciherang. Penerapan PTT

melalui display PTT padi sawah irigasi dapat meningkatkan produktivitas padi 1,18 ton/ha (26,05%) dan pendapatan petani

Rp.3.360.666,-/ha (34,77%) dibandingkan dengan teknologi yang biasa diterapkan oleh petani dan nilai MBCR 4,34. Melalui

pendampingan SLPTT dapat meningkatkan produktivitas padi di lokasi LL terhadap SL 2,75 kw/ha (4,91%), SL terhadap Non SL

sebesar 2,95 kw/ha ( 5,57 %) dan pendapatan petani Rp.786.166,- (6,6 %). Perkembangan adopsi komponen PTT di lokasi LL = 80

%, SL= 67 % dan Non SL = 54 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat adopsi teknologi di lokasi LL dan SL dalam kategori tinggi,

sedangkan Non SL dalam kategori sedang. Untuk meningkatkan produktivitas padi, diupayakan untuk meningkatkan adopsi komponen

teknologi PTT yang tingkat adopsinya dalam kategori sedang – rendah. Perkembangang adopsi sistem tanam jajar legowo relatif rendah,

oleh karenanya untuk meningkatkan adopsinya, diperlukan adanya suatu gerakan perluasan sistem tanam jejer legowo 2 : 1 atau 1 : 4

bagi program P2BN yang berbantuan dengan dukungan percepatan pemasyarakatan mesin tanam jajar legowo transplanter.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 77

Dalam rangka mendukung SL-PTT Jagung di Kabupaten Kulon Progo TA.

2013, BPTP Yogyakarta melakukan percontohan seluas 7 ha yang melibatkan

sebanyak 70 orang petani dari 2 (dua) Kelompok Tani (Kali Salak dan Ngudi

Mulyo), Desa Kali Agung Kec. Sentolo. Pada percontohan tersebut juga

diperkenalkan produk inovasi Badan Litbang Pertanian yaitu jagung varietas Bima-

3, Bima-4, Bima-5 dan Bima-19 URI. Komponen PTT yang diterapkan antara lain :

olah tanah minimal (OTM), varietas unggul, perlakuan benih, cara tanam jajar

legowo, penggunaan pupuk organik, pemupukan dengan pendekatan BWD (bagan

warna daun), dan pengendalian hama/penyakit, serta dalam pelaksanaannya

menerapkan pendekatan partisipatif. Dari pelaksanaan percontohan dapat

dilaporkan bahwa produktivitas Bima-3 (9,7-12,29 ton/ha), Bima-4 (10,78-12,41

ton/ha), Bima-5 (9,93-12,29 ton/ha) dan Bima-19 URI (9,07-12,85

ton/ha).Berdasarkan respon dari masyarakat/petani (kooperator dan non

kooperator) bahwa melihat keragaan percontohan SL-PTT Jagung yang dilakukan

dan hasil yang dicapai cukup puas (98%) Hal tersebut terungkap pada saat acara

Temu Lapang dan Panen Jagung kegiatan Pendampingan SL-PTT Jagung, di

Kaliwilut, desa Kaliagung, Kec. Sentolo, Kab. Kulonprogo (7/11/2013). Hadir pada temu lapang tersebut antara lain : Bupati

Kulonprogo, anggota DPR, DPRD D.I.Yogyakarta dan Kab. Kulonprogo, Kepala Dinas Pertanian Prop. D.I. Yogyakarta, Kepala Dinas

Pertanian dan Kehutanan Kab. Kulonprogo, Kepala BPTP Yogyakarta, Kepala BKPP Prop. D.I.Yogyakarta, Kepala BKPP Kulonprogo,

Peneliti Balit Serealia Maros, pejabat Muspika Kec. Sentolo, Aparat Pamong Desa Kaliagung, perwakilan petani dan penyuluh pelaksana

SL-PTT Jagung se D.I.Yogyakarta (Kab. Kulonprogo, Kab. Bantul Gunung Kidul dan Kab. Sleman) serta petani pelaksana SL-PTT

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 78

Jagung desa Kaliagung. Pada acara temu lapang tersebut, Bupati Kulonprogo (dr.Hasto Wardoyo) menyampaikan terimakasih kepada

Badan Litbang Pertanian dan khususnya Kepala BPTP Yogyakarta beserta tim pendamping SL-PTT Jagung atas dukungannya.

Selanjutnya dikatakan bahwa Kab. Kulonprogo memiliki area pertanaman jagung seluas 5.000 ha, dimana rata-rata produktivitasnya

baru mencapai 6,2 ton/ha, sementara produktivitas pada percontohan dapat mencapai 12 ton/ha. Melihat kesenjangan produktivitas

tersebut, melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan dan BKPP Kab. Kulonprogo dapat mendorong petani menerapkan dan

pengembangan inovasi PTT Jagung yang dikembangkan BPTP Yogyakarta. Disamping itu, juga disampaikan, bahwa dalam

pengembangan jagung perlu dipikirkan langkah selanjutnya terkait dengan pasca panennya, dan berharap produk dari Kulonprogo

keluar tidak dalam bentul mentah/raw material, tetapi sudah dalam bentuk olahan baik pangan maupun jadi pakan ternak, sehingga

meningkatkan nilai jual/nilai tambah produk. Sementara Ka. BPTP Yogyakarta, Dr. Sudarmaji, berjanji akan membantu dan

mendampingi inovasi yang dibutuhkan Kab. Kulonprogo dalam pelaksanaan PTT Jagung. Terkait dengan keluhan petani dalam

penanggulangan hama tikus pada pertanaman padi, walaupun di Kab. Kulonprogo tidak termasuk wilayah endemis tikus, disampaikan

bersedia membantu dalam penanggulangan hama tikus bila dibutuhkan.

Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan kawasan agribisnis hortikultura (PKAH)

Upaya untuk meningkatkan produksi komoditas Hortikultura di lakukan melalui pendampingan PKAH melalui: 1) demplot

teknologi budidaya, teknologi pembibitan, serta teknologi pengendalian HPT; 2) Pascapanen, pengembangan produk dan pemasaran:

penyimpanan benih, penanganan buah segar; pengemasan dan pengolahan; 3) Sebagai narasumber pada kegiatan ToT dengan materi

budidaya, pengolahan hasil, pupuk organik dan pertanian ramah lingkungan; 4) Sosialisasi teknologi inovatif meliputi teknologi off-

season, teknologi supergenol, penggunaan pupuk organik plus.

Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan kawasan agribisnis hortikultura (PKAH) meliputi demplot (teknlogi budidaya,

pengendalian HPT, dan Pembibitan), pascapanen, narasumber, dan serta sosialisasi teknologi inovatif. Namun permasalahan dan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 79

kendala utamanyanya adalah curah hujan yang masih tinggi di lapangan sehingga lokasi kegiatan terkena banjir. Selain itu kendala

lain adalah tingginya serangan hama dan penyakit akibat musim hujan, sehingga berdampak pada penurunan kualitas dan kuantitas

hasil panen. Inovasi teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan cabai merah di diantaranya adalah Teknologi PHT;

Teknologi Budidaya Cabai Varietas Tanjung dan Kencana dan Teknologi Perbenihan serta inovasi kelembagaan, Teknologi yang

dibutuhkan dalam pengembangan kawasan mangga gedong gincu antara lain penerapan SOP-GAP dimulai dari penanganan lahan,

pemupukan, pemangkasan, pengendalian OPT dan tehnik penanganan segar/SOP-GHP serta teknologi pengolahan buah mangga

apkir. Kebutuhan inovasi teknologi krisan dalam mendukung pengembangan kawasan agribisnis krisan melalui : Penerapan SOP

produksi dan penanganan pasca panen berbasis GAP dan GHP; Meningkatkan kualitas produksi, kualitas hasil dan produktivitas

usahatani krisan dan Efisiensi sistem produksi, pascapanen, distribusi dan perdagangan. PKAH komoditas kentang di Sumatera Utara

dilakukan melalui kegiatan display varietas baru kentang Badan Litbang, varietas Merbabu, Cipanas, Merbabu, Tenggo. Selain itu

pendampingan SOP budidaya kentang Granola menghasilkan 2.070 kg untuk seluas 1000 meter persegi atau sekitar 21 ton/ha. Untuk

mengatasi ketersediaan benih bawang merah didiseminasikan teknologi Pengembangan bawang merah dengan meproduksi benih

TSS (True Shaloot Seed) dilakukan di dataran tinggi Kab Karo, kondisinya masih inisiasi biji. Kelemahannnya karena di lokasi tersebut

memelihara anjing lepas, penggunaan terasi untuk mengundang serangga penyerbuk juga mengundang hewan lain seperti anjing

membuat bedengan rusak oleh kaki hewan saat meloncat untuk mengambil terasi yang yang digantung di atas tanaman bawang

tersebut.

Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan Tebu (P2T3)

Peningkatan produktivitas tebu dan rendemen gula dilakukan melalui: (a) bongkar ratoon, dengan komponen inovasi

penggunaan varietas unggul, bongkar tanaman keprasan (Ratoon Cane) lebih dari 6 kali dan penyediaan teknologi budidaya; (b) rawat

ratoon dengan komponen teknologi pedot oyot, penggunaan pupuk organik, kletek, dan pengairan. Disamping upaya instensifikasi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 80

tanaman diupayakan juga untuk melakukan upaya ekstensifikasi. Puslitbangbun menghasilkan 6 (enam) varietas tebu hasil kultur

jaringan yaitu PS851, PS 862, PS 864, PS 881, PS 888, dan PSJT dan ditambah beberapa varietas yang belum direlease. Takaran

pupuk yang direkomendasikan disesuaikan berdasarkan hasil analisis tanah dari BB.Tanah dan Agroklimat. Sementara BB.Mektan

memdukung dalam penyediaan alat mesin pertanian (Alsintan). Untuk mempercepat proses adopsi teknologi, teknologi baru tersebut

akan digelar dalam bentuk Demarea di sebelas Provinsi pengembangan. Kegiatan Demarea di setiap lokasi direncanakan mencapai

luas 4 (empat) ha, dilaksanakan di lahan irigasi dan lahan kering/tegalan, dan teknologi introduksi berupa: (a) penanaman dengan

sistem bongkar ratoon (Plant Cane) meliputi single dan double row, dan (b) keprasan (Ratoon Cane) meliputi teknologi introduksi

(teknologi baru) dan teknologi petani (existing technology) sebagai pembanding. Kegiatan P2T3 dilakukan di 11 (sebelas) provinsi dan

ditempuh melalui kegiatan perluasan areal dan perbaikan teknologi bongkar ratun, rawat ratun, dan pembangunan Kebun Bibit Datar

(KBD). Perluasan areal ditargetkan sebanyak 6.900 ha tersebar di 66 kabupaten lokasi pengembangan, bongkar ratun seluas 36.000

ha tersebar di 70 kabupaten, rawat ratun seluas 80.300 ha di 73 kabupaten, dan pembangunan KBD 1.086 ha tersebar di 65

kabupaten. Dari rencana Lokasi dan Volume Kegiatan tersebut, kegiatan yang akan dilaksanakan tahun 2013 baru Kegiatan Percepatan

Penerapaan Teknologi Tebu Terpadu (P2T3) melalui Demarea di sebelas provinsi sementara perluasan areal dan Kebun Bibit Datar

belum akan dilaksanakan. Sehingga dalam pendampingan P2T3 lebih difokuskan pada pelaksanaan Demarea P2T3 di sebelas provinsi.

Tabel 3. Sebaran Lokasi dan Volume Kegiatan Percepatan Penerapaan Teknologi Tebu Terpadu (P2T3)

No Provinsi Perluasan Bongkar Ratun Rawat ratun Pembangunan KBD TKP/PLP-TKP

Lokasi (Kab) Luas (Ha) Lokasi (Kab) Luas (Ha) Lokasi (Kab) Luas (Ha) Lokasi (Kab) Luas (Ha) (Orang)

6 350 5 1.400 5 1.700 5 47 24

2. Jateng 23 2.600 24 15.500 25 29.500 23 412 140

3. DI.Yogya 3 200 4 15.150 4 1.400 4 46 16

4. Jatim 3 1.800 25 1.350 26 39.600 19 281 148

5. Sumsel 20 300 2 15.000 2 600 2 30 8

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 81

6. Lampung 3 300 3 100 2 3.500 2 65 24

7. Sulsel 1 600 3 1.300 4 2.100 4 90 16

8. Gorontalo 4 350 2 1.000 2 1.000 2 55 8

9. Aceh 2 100 - 600 1 200 1 15 4

10. Sumut 1 200 2 - 2 700 2 30 8

11. Papua 2 100 - 100 - - 1 15 14

Jumlah: 66 6.900 70 36.000 73 80.300 65 1.086 400

Fokus kegiatan pendampingan tebu meliputi pelatihan, temu teknologi, serta diseminasi varietas unggul baru tebu hasil

litbangtan. Kegiatan pendampingan Program swasembada gula di Gorontalo dilaksanakan pada lahan seluas sekitar 3 ha, masing-

masing paket teknologi menggunakan lahan seluas kurang lebih 1 ha. Paket teknologi yang diterapkan adalah rawat ratoon

menggunakan varietas campuran TLH 1 dan TLH 2, umur tanaman 8 Bulan, paket teknologi bongkar ratoon juring tunggal dan juring

ganda menggunakan varietas TLH 2 dan berumur 4 bulan. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara BPTP Gorontalo, Puslitbang

Perkebunan dan Pabrik Gula (PG). Kendala yang dihadapi adalah tingginya curah hujan sehingga menyebabkan keterlambatan tanam

serta kurangnya tenaga kerja.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 82

Teknologi rawat ratoon dengan varietas campuran TLH 1 dan TLH 2

Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan PSDSK

Bentuk kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh BPTP meliputi pelatihan kepada penyuluh pendamping/Sarjana

Membangun Desa, Kelompok Tani; penyediaan bahan informasi inovasi rekomendasi teknologi, pembuatan demplot inovasi di lokasi

Laboratorium Lapang, Penyelenggaraan Gelar Teknologi. Secara operasional kegiatan PSDSK yang didampingi meliputi kegiatan

pembibitan sapi potong, penyelamatan sapi betina produktif, serta permodalan. Adapun teknologi yang didiseminasikan dalam

kegiatan pendampingan PSDSK meliputi teknologi pembibitan, formulasi pakan, penggemukan, dan kesehatan hewan. Pendampingan

PSDSK sudah banyak dilakukan dan teknologi yang diterapkan pada kegiatan ini adalah dengan melakukan paket teknologi

pemelihraan sapi potong spesifik lokasi yang meliputi teknologi (1) intensifikasi perkandangan, (2) penerapaan pakan konsentrat

berbasis bahan baku lokal, (3) pelatihan pembuatan pakan komplit.

Pemberian pakan tambahan terhadap induk sapi potong pra dan post partus/flushing untuk menghasilkan bobot lahir pedet

sebesar 29 kg, pbbh 0,52 kg/ekor/hari, dan epp 60 hari. Optimalisasi pemberian pakan pada pedet pasca sapih diperoleh rata-rata

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 83

pertambahan bobot badan harian sebesar 0,47 kg/ekor/hari. Teknologi yang didiseminasikan melalui demplot ternak sapi

menggunakan inovasi teknologi budidaya sapi bali, inovasi teknologi pengolahan limbah ternak kompos, dan inovasi teknologi pakan.

Teknologi pembibitan, formulasi pakan, penggemukan dan kesehatan hewan

Di Nusa Tenggara Barat diimplementasikan pendampingan Teknologi Pembiakan dan Penggemukan Sapi yang terdiseminasikan

ke pengguna. Teknologi ini meningkatkan reproduktivitas induk dan meningkatkan pertambahan berat badan sapi jantan

penggemukan mendekati potensi yang dimiliki oleh sapi Bali. Kegiatan telah didiseminasikan melalui kegiatan temu lapang, KTI dalam

bentuk prosiding pada seminar nasional pekan ternak di Sulawesi Selasa. Adapun kendala yang dihadapi dalam pendampingan yaitu

penggembalaan dilahan komunal masih dominan dan dibutuhkan waktu 12 bulan untuk menanam legume pohon sebelum dapat

digunakan sebagai pakan.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 84

Beberapa kegiatan pembiakan dan

penggemukan sapi

Kegiatan temu lapang bersama peternak dan pemerintah daerah etempat

Pendampingan PSDS/K di Kalimantan Tengah pada tahun 2013 ini dilaksanakan di Kabupaten Kotawaringin Barat dan

Kotawaringin Timur. Kegiatan bimbingan lapang menggunakan metode pendekatan bimbingan/penyuluhan massal berbasis kelompok.

Elemen yang terlibat dalam kegiatan ini adalah peternak/kelompok ternak, petugas teknis dari Dinas terkait dan penyuluh lapang.

Model diseminasi yang diterapkan pada pendampingan adalah terdiri dari : (1) penyebarluasan media informasi, (2) pertemuan tatap

muka, dan (3) peragaan teknologi. Tahapan kegiatan pendampingan meliputi: (a) koordinasi dengan pemerintah kabupaten, (b)

pelaksanaan kegiatan Kajian Kebutuhan dan Peluang (KKP) untuk menggali potensi dan permasalahan di setiap lokasi, (c)

Melaksanakan bimbingan penerapan inovasi teknologi, (e) melaksanakan demplot/gelar teknologi sapi potong, (f) serta pengkajian

kinerja penerapan teknologi di lokasi percontohan. Kegiatan pendampingan dilakukan melalui pendekatan agribisnis, agroekosistem

dan partisipatif masyarakat. Pendekatan agribisnis mencakup pengembangan sistem dan usaha agribisnis dalam satu unit industrial

agribisnis. Pendekatan agroekosistem menunjukkan bahwa pengembangan sistem dan usaha agribisnis berbasis agroekosistem

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 85

tertentu memerlukan inovasi teknologi sesuai dengan kebutuhan pengguna. Peragaan teknologi dilakukan melalui pembuatan demplot

kandang Kelompok Model Litbang Pertanian yang dilengkapi dengan Gudang Pakan. Model kandang ini berupa kandang kawin,

kandang beranak dan kandang pedet yang dilengkapi bank pakan. Pengelolaan ternak sapi di kandang kelompok dilaksanakan secara

bersama-sama, namun opersionalnya diserahkan pada karyawan kandang dan operator. Model ini telah mampu menghemat

penggunaan tenaga kerja anggota kelompok dalam mengelola ternak sapinya sampai dengan 40%. Selain perbaikan manajemen

kandang juga dilakukan perbaikan manajemen pakan dengan menggunakan model manajemen pakan berkelanjutan yang dilakukan

dengan proses pengolahan dan pengawetan bahan-bahan pakan lokal dengan cara pengeringan, pencacahan dan penggilingan,

penyusunan formula ransum dan pakn block dengan pemanfaatan bahan pakan lokal berupa; ubi kayu, bungkil inti sawit (BIS), solid,

ampas tahu. Disamping itu digunakan juga bahan dengan prosentase yang lebih kecil seperti garam dan tetes. Pembuatan konsentrat

dilakukan dengan beberapa alternatif bahan disesuaikan dengan ketersediaan bahan dan harga bahan Sumber serat pengganti Hijauan

makanan ternak diambil dari pelepah sawit dan limbah jerami jagung yang ketersediannya di lokasi melimpah. Untuk meningkatkan

daya simpan dan kecernaan pakan berupa pelepah sawit selain melalui pencacahan juga diolah dalam bentuk silase yang bertujuan

untuk mengawetkan hijauan yang ketersediaannya melimpah. Penanganan kesehatan hewan dilakukan melalui deteksi penyakit

dengan felisa bekerjasama dengan Balai Besar Penelitian Veteriner (Bbalitvet) dan Dinas Peternakan Kotawaringin Barat. Hasil analisis

ini ditindaklanjuti dengan penyediaan obat dan vaksinasi yang diperlukan bekerjasama dengan Dinas terkait. Diseminasi inovasi

teknologi dilakukan melalui temu lapang yang di laksanakan di Desa Sumber makmur, Kecamatan Parenggean, kabupaten

Kotawaringin Timur. Dalam temu lapang ini juga diperagakan cara pembuatan pakan komplit dan konsentrat dari hasil samping kelapa

sawit. Selain temu lapang juga dilakukan kegiatan penyebaran informasi inovasi teknologi peternakan melalui brosur,leaflet, folder dan

media elektronik. Peragaan teknologi dan pendampingan yang dilaksanakan telah menujukkan hasil yang menggembirakan, hal ini

terlihat dari perbaikan manajemen peternakan, produktivitas ternak dan adopsi inovasi teknologi oleh anggota. Pelaksanaan demplot di

Desa Natai Raya sangat diapresiasi oleh PEMDA setempat dan masyarakat sekitar. Pada bulan November 2013, lokasi Demplot Desa

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 86

Natai raya dijadikan tempat pelatihan integrasi sawit-sapi se Kecamatan Arut Selatan, dan mayoritas teknologi-teknologi yang di

diseminasikan sudah diadopsi dengan baik oleh petani anggota dan masyarakat sekitar.

Ir. Maryono, MSi, dari loka sapi potong grati, memberikan paparan di Pelatihan penyuluh dan petani di Desa Subur Makmur, Kab. Kotawaringin Timur

Perbaikan kandang kelompok di kelp. Sumber makmur, ds. Natai raya, kec. Arut, kab. Kobar

Ruang lingkup pendampingan program PSDS di Jawa Tengah meliputi: 1. Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM). Pada

pendampingan kegiatan ini meliputi kegiatan pelatihan, penyuluhan secara berkala, serta pembuatan dan penyebaran media cetak (4

judul) dan elektronik (1judul). 2. Pendampingan teknologi meliputi : perbibitan sapi PO di Kebumen, seleksi, penimbangan dan

pengukuran ukuran tubuh, perbaikan teknologi reproduksi, perbaikan manajemen pemeliharaan (kandang, pakan, kesehatan hewan /

reproduksi). Sedang pada kegiatan perbankan dilakukan evaluasi kinerja kredit KKP-E dan KUPS. 3. Pendampingan kelembagaan

usahatani sapi potong ditekankan pada kelembagaan perbibitan sapi PO Kebumen dan pembentukan Asosiasi Perbibitan. Kegiatan

pendampingan PSDS meliputi: 1. Pendampingan perbibitan pedesaan (VBC) sapi lokal (PO Kebumen) untuk sumber bibit. Pada

kegiatan pendampingan perbibitan meliputi: pembuatan Grand Design, suvai penjualan sapi dan model gaduhan, perbaikan pakan

pada pedet lepas sapih dan sapi dara, sinkronisasi oestrus dan kegiatan perbibitan. 2. Peningkatan sumber daya manusia kelompok

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 87

perbibitan. 3. Diseminasi perbibitan sapi PO di Kebumen, 4. Rekomendasi pendampingan permodalan pada peternak penerima kredit

KKP-E dan KUPS. 5. Kelembagaan perbibitan dan 6. Integrasi Tanaman – ternak mendukung kemandirian energi. Hasil yang telah

dicapai :1. Telah diselesaikan Grand Design dan telah dipakai sebagai acuan pendamping perbibitan sapi PO Kebumen oleh 4 intansi

penandatanganan MoU. Hasil survai penjualan ternak sapi di Kabupaten Kebumen menunjukkan sebanyak 56,25 persen yang dijual

adalah ternak hasil seleksi dan 43,75 persen ternak bukan seleksi. Jika dikaitkan dengan kerjasama swasta untuk membeli ternak hasil

seleksi pada prisipnya peternak tidak keberatan dengan harga beli yang sesuai, tetapi kalau untuk menggaduh ternak sapi yang dijual

53,57 persen peternak keberatan dengan alasan tidak bisa menjualnya apa bila sewaktu – waktu butuh uang. Perbaikan pakan pada

pedet lepas sapih menghasilkan pertambahan bobot badan antara 0,40 – 0,48 kg/hari, sedang perbaikan pakan pada sapi dara

mempercepat terjadinya oestrus sebesar sebesar 40% dibanding kontrol. Hasil sinkronisasi oestrus dari target 500 ekor peternak yang

bersedia hanya 268 dan keberhasilan kebuntingan dengan sekali IB hanya 18,06 persen. Peternak masih memilih kawin alam. Dalam

kegiatan perbibitan telah dilakukan penimbangan bobot lahir pedet. Bobot lahir pedet jantan maupun betina untuk desa Karangreja

lebih berat dibanding bobot lahir pedet desa Tanggulanging berturut – turut 31,78±5,46 kg dan 30,64±3,35 kg serta 29,56±3,37 kg

dan 28,76±3,51 kg. Dari hasil seleksi telah didapat 200 ekor sapi dara dan induk beranak satu yang dijaring sebagai bibit ternak dan

sapi – sapi tersebut telah diberi surat SKLB (Surat Keterangan Layak Bibit). 2. Telah dilakukan pelatihan perbibitan pada 20 kelompok

pendukung perbibitan dan telah melakukan pengukuran sapi calon pejantan dan jantan sebanyak 647 ekor serta sapi dara dan induk

serta pejantan sebanyak 3.205 ekor sebagai tindak lanjut dari pelatihan tersebut.3. Hasil diseminasi perbibitan antara lain telah

dilakukan sosialisasi kegiatan perbibitan sapi PO Kebumen di 5 kabupaten populasi sapi PO tinggi sebagai calon pendukung

pewilayahan perbibitan. Pendampingan dilanjutkan dengan pendampingan pembuatan proposal pewilayahan perbibitan sapi PO untuk

diajukan ke Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan. Ke 5 kabupaten tersebut adalah Kabupaten Rembamg, Pati, Blora, Grobogan

dan Kabupaten Kebumen selaku pelaksana perbibitan sapi PO Kebumen. 4. Rekomendasi implementasi KKP–E dan KUPS dari

pengkajian selama 3 tahun sebagai berikut. Rekomendasi yang diusulkan menitik beratkan pada pentingnya pendampingan mulai dari

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 88

pembekalan peternak calon penerima kredit sampai pemasaran, disamping itu, disarankan untuk memfasilitasi bantuan sarana-

prasarana. Rekomendasi lainnya adalah perlunya dilakukan sosialisai program KKP-E dan KUPS sampai ke tingkat peternak/kelompok,

disusun Tim Teknik/Asistensi, dilakukan kegiatan peningkatan kapasitas sumberdaya manusia (SDM), memfasilitasi asuransi ternak

dengan cakupan yang lebih luas, diatur kembali tentang penjaringan dan penentuan calon penerima program, menyederhanakan

persyaratan teknis, pembebanan agunan oleh peternak yang mampu, sedang peternak yang tidak mampu direkrut oleh peternak yang

mampu dengan perjanjian secara resmi, pihak dinas kabupaten membuat data base kelompok tani. 5. Kelembagaan perbibitan telah

ada dukungan dari 4 instansi pendukung perbibitan ditingkat provinsi maupun kabupaten, disamping dari intansi pusat seperti Ditjen

Peternakan dan Kesehatan Hewan dan BIB Cipelang. Disamping itu pada tahun 2013 kegiatan perbibitan sapi PO Kebumen didukung

oleh 26 kelompok perbibitan dan untuk menyatukan kelompok dan memudahkan koordinasi telah dibentuk Asosiasi Perbibitan sapi PO

Kebumen. 6. Hasil percontohan integrasi tanaman – ternak menunjukkan pertambahan bobot badan sapi dara PO dengan pakan basal

jerami padi yang ditambah konsentrat rata – rata pertambahan bobot badan induk sapi dari 3 ekor berturut – turut 0,69 ; 0,45 dan

0,35 kg, sedang pertambahan bobot badan sapi jantan sebesar 0,4 kg. Rendahnyan pertambahan bobot badan sapi jantan karena

pada penimbangann terakhir ternak sedang diare. Induk sapi sebanyak 3 ekor, 2 ekor sudah bunting dan yang belum bunting karena

belum dewasa kelamin.

Rapat persiapan dan pelaksanaan kegiatan yang dihadiri oleh Ka Dinas Peternakan Prov. Jateng, FGD Perbibitan dihadiri Prof Kusuma

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 89

(Puslitbangnak) dan Kepala Dinas Pet Prov. Jateng dan diseminasi perbibitan dan pelatihan perbibitan. Diseminasi paket teknologi dalam kegiatan m-KRPL

Dalam upaya pemberdayaan rumah tangga secara lestari dalam satu kawasan, untuk dapat menyediakan pangan keluarga

yang beragam, gizi seimbang dan aman, melalui pemanfaatan teknologi inovatif, yang diikuti multi-aktivitas dan terintegrasi dengan

berbagai kegiatan ekonomi kreatif. Melalui kegiatan ini diwujudkan kemandirian pangan keluarga dan kelestarian lingkungan. Pada

tahun 2013, model Kawasan Rumah Pangan Lestari dikembangkan di 2 kabupaten di setiap provinsi. Kegiatan Model Kawasan Rumah

Pangan Lestari (M-KRPL) selama tahun 2013 antara lain dilakukan dengan mcengoptimalkan lahan pekarangan dan memberikan

kontribusi serta manfaat pada peserta program melalui peningkatan fungsi pekarangan, memperbaiki skor PPH, dan mengurangi

pengeluaran biaya rumah tangga, dan menambah pendapatan keluarga. Teknologi Kebun Bibit Induk dan kebun Bibit Desa/Kelurahan

sudah menjadi sumber bibit/benih untuk kebutuhan masing-masing wilayah. Kegiatan m-KRPL selain mewujudkan kemandirian pangan

masyarakat melalui diversifikasi pola konsumsi berbasis potensi pangan lokal, penurunan biaya kebutuhan pangan harian, dan

peningkatan kesejahteraan rakyat.

Di BPTP Jakarta, pemberian materi penguatan kelembagaan KRPL bertujuan untuk membekali dan menguatkan kelompok tani

jati songo yang baru saja terbentuk. Materi ini berisikan mengenai apa itu (pengertian) kelompok tani, fungsi dan ciri kelompok tani,

ciri kelompok kuat dan mandiri, unsur/faktor pengikat kelompok tani dan unsur dinamika kelompok tani. Para bapak ibu kelompok tani

terlihat menyimak materi yang di paparkan dan ada beberapa yang bertanya sehingga jadi forum diskusi yang menarik dan interaktif.

Sedangkan Pemberian Teknis Budidaya Sayuran di Pekarangan menjelaskan tentang teknis budidaya sayuran di pekarangan, mulai

dari teknik budidaya sayuran, jenis-jenis sayuran yang bisa di tanam di pekarangan, menanam dalam pot dengan jenis-jenis pot dan

ukuran pot sesuai dengan sayuran, komposisi media tanam, cara tanam sesuai dengan jenis sayuran, pembibitan, penyiraman,

pengendalian hama dan penyakit dan pemanenan. Pembuatan media tanam dilakukan sesuai dengan tujuan penggunaannya.Untuk

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 90

pembibitan dibutuhkan media yang bertekstur halus, aerasinya baik dan tidak padat agar benih bisa tumbuh dengan baik. Sedangkan

untuk media tanam untuk tanaman yang tidak perlu dibibitkan adalah menggunakan campuran tanah, sekam dan pupuk kandang.

Kegiatan rumah pangan lestari diharapkan dapat terus berlanjut dengan ilmu-ilmu dan praktek lapang yang telah diberikan dari tim

KRPL Kramat jati. Untuk keberlanjutan tanam menanam berikutnya tim KRPL kramat jati mengarahkan untuk kelompok jati songo

melakukan pembibitan mandiri. Sehingga dari bibit awal yang diperoleh dari BPTP dapat jadi bibit berikutnya. Fungsi KBK sebagai

kebun bibit pun akan terus terisi jika bibit selalu tersedia sehingga akan mempermudah anggota kelompok tani untuk memenuhi

kebutuhan bibit tanaman. Kegiatan KRPL melakukan pengolahan pasca panen keripik bayam untuk memanfaatkan sayur bayam

berdaun lebar yang banyak tumbuh di tanah di depan KBK.

Diseminasi paket teknologi dalam kegiatan m-P3MI

Badan Litbang Pertanian mulai tahun 2011 melakukan terobosan diseminasi dengan menginisiasi model Spectrum Diseminasi

Multi Channel (SDMC). Pendekatan SDMC, memanfaatkan berbagai saluran komunikasi dan pemangku kepentingan (stakeholders)

yang terkait. Penyebaran teknologi tidak lagi dilakukan hanya pada satu pola diseminasi, tetapi dilakukan secara multi channel. SDMC

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 91

dibangun untuk memperkuat sistem diseminasi inovasi pertanian dan sekaligus mendukung eksistensi kelembagaan penyuluhan. SDMC

bertujuan untuk meningkatkan adopsi inovasi pertanian oleh pengguna. Pengguna teknologi Badan Litbang Pertanian terdiri dari

Gapoktan/Poktan/KTNA/Petani, Pemda, BUMN, Pengambil keputusan nasional/daerah, penyuluh, Pengusaha/ swasta/ industri,

Peneliti/Ilmuwan. Model Pengembangan Pertanian Perdesaan melalui Inovasi (m-P3MI) yang merupakan implementasi konsep SDMC,

mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian, sehingga tercapai kondisi sosial ekonomi yang lebih baik yang ditunjukkan oleh

pemerataan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi di perdesaan. Dukungan inovasi untuk pengembangan pertanian di perdesaan

telah tersedia melalui jasa penelitian maupun pengkajian yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Sebagian teknologi tersebut

telah tersebar ditingkat pengguna dan pemangku kepentingan (stakeholder), namun pengembangannya ke target area yang lebih luas

perlu percepatan. Tujuan m-P3MI adalah untuk mempercepat arus diseminasi teknologi, Memperluas spektrum atau jangkauan

sasaran penggunaan teknologi berbasis kebutuhan pengguna, Meningkatkan kadar adopsi teknologi inovatif Badan Litbang Pertanian,

dan Untuk memperoleh umpan balik yang akan digunakan untuk menyempurnakan model pengembangan. Keluaran akhir dari m-P3MI

adalah Model Pembangunan Pertanian Perdesaan yang efektip dengan mengoptimalkan penggunaan sumberdaya pertanian di

perdesaan. Teknologi yang telah didiseminasikan melalui kegiatan M-P3MI dilakukan di setiap propinsi masing-masing terdiri dari 2

kabupaten.

Beberapa teknologi dari kegiatan M-P3MI yang didiseminasikan antara lain adalah melalui teknologi varietas unggul dan bibit

unggul, teknologi pemupukan, pemangkasan, konservasi lahan, Teknologi limbah padi berbasis limbah cair pabrik gula, Teknologi

Usahatani Sayuran Berbasis Pemanfaatan blotong Pabrik Gula. Di Belitung kegiatan M-P3MI menerapkan teknologi pada agroekosistem

lahan Kering dan lahan basah dengan mengembangkan komoditas padi, lada, karet dan ayam merawang. Teknologi yang dilakukan

adalah budidaya dan sistem perbenihan padi sawah dengan beberapa VUB, perbenihan karet dengan pembangunan kebun entris, dan

kebun batang bawah 60.000 btg, demplot dan perbibitan lada stek 1 ruas sebanyak 4.000 bibit, dan perbibitan ayam merawang.

Teknologi ini dapat meningkatkan produksi, produktivitas dan pendapatan petani padi, lada dan ayam merawang, tersedianya bibit

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 92

lada, benih padi dan bibit ayam merawang, tersebarluaskan dan teradopsi teknologi beberapa komoditas yang dikembangkan,

meningkatnya pengguna teknologi. Berdasarkan peta jalan M-P3MI 2013 kegiatan diseminasi teknologi juga dilakukan dengan inovasi

teknologi budidaya sayuran ramah lingkungan dan pembinaan kelembagaan usahatani melalui pola spektrum diseminasi multi channel.

Penggunaan teknologi budidaya ramah lingkungan diharapkan memberikan nilai tambah produksi sayuran dan dapat menekan biaya

input eksternal. Pembinaan kelembagaan dimaksudkan untuk memperkuat posisi tawar petani dalam memasarkan produksi usaha

taninya. Di Bangka Barat pelaksanaan M-P3MI melalui demplot lada yang menampilkan inovasi teknologi budidaya seluas 0.70 Ha,

kebun induk 0.25 Ha dan pembibitan lada stek satu ruas 0.05 Ha dan perbanyakn benih padi gogo. Model sistem integrasi Tanaman

Pangan dan ternak sapi dilaksanakan di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, mampu meningkatkan berat badan sapi (PBBH) dari 0,2

kg/ek/hr menjadi 0,7 kg/ek/hr. Teknologi yang diterapkan yaitu pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak yang dibuat dalam

bentuk silase dan dedak padi dalam bentuk konsentrat yang memiliki kandungan protein 14%. Sedangkan produktivitas padi sawah

meningkat dari 6 t/ha menjadi 8 t/ha melalui pemanfaatan kompos pada lahan sawah sebanyak 2 t/ha. Sedangkan di Nusa Tenggara

Barat, kegiatan ini menghasilkan model pengembangan pertanian perdesaan berbasis agribisnis pertanian dan model pengembangan

pertanian perdesaan berbasis teknologi usaha kakao.

Kegiatan m-P3MI di Kabupaten Sigi berlangsung sejak 2011 sampai saat ini berlokasi di Kecamatan Palolo, mencakup tiga desa

yaitu Bahagia, Berdikari dan Ampera. Sedangkan di Kabupaten Donggala pada tahun 2013. Kegiatan di Kabupaten Sigi yang

didiseminasikan antara lain pembelajaran teknologi usahatani padi sawah berbasis PTT melalui penyelenggaraan display varietas

unggul bermutu (VUB) dan demfarm perbenihan padi sawah. Teknologi lainnya adalah pengendalian hama penggerek buah kakao

(PBK) menggunakan fero PBK, teknologi integrasi padi dan ternak sapi melalui perbaikan pakan dengan memanfaatkan limbah padi

serta pengolahan limbah ternak sapi menjadi pupuk organik, serta pengembangan penyediaan bioaktivator berasal dari

mikroorganisme lokal. Hasil yang dicapai menunjukkan terbinanya satu orang penangkar padi sawah dan terbentuknya agribisnis

perbenihan di Desa Ampera, terbinanya upaya peningkatan mutu biji kakao dan pemasarannya di Desa Berdikari, serta agribisnis

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 93

penggemukan ternak sapi satu unit serta produksi pupuk organik di Desa Bahagia. Pada tahun 2013 difokuskan di Desa Bahagia

dengan mendiseminasikan dan mengembangkan teknologi pengolahan pupuk organik cair (POC) dari sistem batch menjadi sistem

kontinyu fermentated. POC dari sistem batch dengan kapasitas pengolahan 70 liter menghasilkan 370 liter selama 3 bulan mampu

memberikan sumber pendapatan bagi kelompok tani sebesar Rp. 1.155.000,-. membantu pengembalian pinjaman dari PT. Telkom

yang telah bermitra selama 2 tahun. POC juga telah menyebar dan dimanfaatkan di enam desa di wilayah Palolo., dan saat ini

pengembangan POC sudah dilakukan dengan menggunakan sistem kontinyu fermentated didukung dengan penyediaan MOL sebagai

bioaktivator. Hasil aplikasi POC pada demplot padi sawah dengan varietas Mekongga menghasilkan ubinan mencapai 5,4 ton GKP/ha.

Pelaksanaan m-P3MI di Kabupaten Sigi mendapat dukungan dari pihak pemerintah daerah maupun pihak swasta. berupa modal,

sarana prasarana serta kebijakan. Dukungan tersebut antara lain penyediaan sarana dan prasarana pertanian melalui kegiatan SLPTT

11 unit dengan dukungan dana dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sigi sebanyak Rp. 30.000.000,-, serta bantuan dua

unit APPO, pemanfaatan pekarangan melalui Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Sigi, sex feromon dari GERNAS kakao dan tiga unit

biogas dari Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi, pembelajaran teknologi dan pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP),

pelatihan melalui kegiatan FEATI yang dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutahan (BP4K)

Kabupaten Sigi. Dukungan dari pihak swasta adalah tumbuhnya kemitraan antara kelompoktani yakni PT. Telkom dalam hal

penyediaan modal usaha dan Koperasi Karyawan Sidondo berupa pemasaran benih, serta kemitraan antar kelompoktani (1 kemitraan)

yakni antara Kelompoktani di Desa Bahagia Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi dan Desa Malonas Kecamatan Damsol Kabupaten

Donggala binaan FEATI, berupa pembelajaran budidaya ternak sapi. Sedangkan untuk tahun 2013 dukungan lainnya berupa

pembinaan penangkar padi sawah oleh BPTP Sulawesi Tengah melalui m-P3MI akan ditindaklanjuti oleh Bidang Tanaman Pangan

Dinas Pertanian pada MT 2014 sebagai lokasi perbenihan padi sawah untuk pengadaan benih SL-PTT tahun 2014, pendistribusian alat

pengolah pakan ternak (5 unit) mendukung usaha peternakan pada kelompoktani Karya Mandiri dan alokasi penyelenggaraan

demfarm padi sawah 2013 oleh BP4K guna penerapan POC yang diproduksi kelompok tersebut. Lokasi m-P3MI lainnya adalah di

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 94

Kabupaten Donggala (Desa Ogoamas 1 Kec. Sojol Utara) pada tahun 2013 yang diarahkan pada pendayagunaan lahan pertanian

dalam rangka meningkatkan produktivitas padi sawah mendukung IP300, melalui diseminasi teknologi budidaya padi sawah berbasis

PTT. Hasil yang diperoleh antara lain menunjukkan bahwa kontribusi teknologi terlihat pada pendapatan yang diperoleh setelah

pelaksanaan kegiatan. Teknologi budidaya padi berbasis PTT direspon sangat baik oleh petani, khususnya penggunaan alat tanam

benih langsung (atabela) dipilih sebagai alternative pemecahan masalah tenaga kerja di Desa Ogoamas 1, dan nampak pada luas

pendampingan MT I/2014 +510 ha. Introduksi varietas unggul baru tahan hawar daun juga dijadikan salah satu solusi mengatasi

permasalahan dalam usahatani padi. Adapun varietas padi yang diintroduksikan yaitu Inpari 6, Inpari 11 dan Inpari 16 merupakan VUB

yang ditawarkan untuk menjadi pilihan bagi petani selain varietas Mekongga yang selama ini ditanam oleh petani. Rata-rata hasil

ubinan yang diperoleh adalah Inpari 6 (9.2 ton GKP/ha), Inpari 11 (8.5 ton GKP/ha), Inpari 16 (9.3 ton GKP/ha) dan Mekongga (11

ton GKP/ha), sedangkan hasil yang dicapai sebelum kegiatan rata-rata 7.0 ton GKP/ha menggunakan varietas Mekongga. Hasil analisis

usahatani padi sawah dari pelaksanaan kegiatan di Ogoamas 1 menunjukkan terjadinya peningkatan pendapatan sebesar Rp.

12.194.179,- (47.72%), dimana sebelumnya rata-rata pendapatan petani Rp. 13.359.000/ha/musim. Dampak penerapan teknologi di

Desa Ogoamas 1 yang mampu membangkitkan semangat untuk meningkatkan produksi padi melalui peningkatan indeks pertanaman

didukung oleh berbagai pihak, termasuk BPTP Sulawesi Tengah yang menjadi inisiator (penggagas) kegiatan. Dukungan tersebut ini

terlihat dari dilanjutkannya pendampingan dan pengawalan dalam bentuk penyelenggaraan display VUB yang diarahkan untuk

penyiapan benih di MT II/2014, mengingat jadwal tanam untuk MT I/2014 telah tiba. Peningkatan adopsi teknologi setelah kegiatan

m-P3MI diindikasikan dengan terjadinya peningkatan petani non koperator, dimana pada MT II/2013 (April-September). Awalnya

jumlah petani koperator enam orang dengan luas pertanaman 2 ha, dan petani non koperator sebanyak lima orang, dengan luasan 1

ha di wilayah Ogoamas 1. Pada MT I/2014 (Oktober-Maret) petani koperator sebanyak tujuh orang dengan luasan 2 h sedangkan

petani non koperator meningkat menjadi 58 orang meliputi dua desa, yakni Ogoamas 1 (+530 ha) dan Ogoamas 2 (+625 ha). Indikasi

lainnya ditunjukkan dengan direplikasinya atabela dari 1 unit atabela yang didistribusikan di Ogoamas 1 telah berkembang menjadi 8

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 95

unit di desa tersebut. Peran lembaga terkait lainnya (Dinas Pertanian dan Lembaga Penyuluhan) terhadap kegiatan ini antara lain

penyediaan benih padi bersubsidi 35 ton, penangkaran benih 45 ha, traktor mobile dalam mengatasi kekurangan tenaga pengolahan

tanah, atabela sekitar 40 unit, bantuan dana pelaksanaan pertemuan kelompok/SL, pendampingan tenaga penyuluh melalui kegiatan

demonstrasi cara, regu pengendali hama, pelaksanaan SL-PHT. Sedangkan dukungan dari pihak swasta (FMC) dalam bentuk kemitraan

dengan kelompoktani pada penyediaan pestisida. Sedangkan dari BPTP Sulawesi Tengah berupa pendampingan teknologi melalui

penyelengaaraan display VUB berumur genjah dan tahan genangan dalam rangka penyediaan benih bermutu. Sebagian telah

direalisasikan pada akhir tahun 2013 ini, dan sebagian lagi akan terealisasi pad MT II/2014.

Di Papua Barat, Selama pelaksanaan program MP3MI di Kampung Sindang Jaya telah terjadi peningkatan

produktivitas/produksi padi. Hal ini erat kaitannya dengan adanya implementasi inovasi teknis dan kelembagaan yang diterapkan oleh

masyarakat petani di kampung Sindang Jaya melalui contoh nyata penerapan teknologi oleh petani kooperator di area demfarm. Ada 4

komponen teknologi yang telah diadopsi oleh petani di kampung Sindang Jaya. setelah pelaksanaan MP3MI terjadi perkembangan

adopter cara tanam legowo sebesar 250% pada tahun I dan meningkat lagi 114% pada tahun II. Sejalan dengan itu luas areal padi

yang menggunakan cara tanam legowo juga berkembang sebesar 150% pada tahun I, dan meningkat lagi 200 % pada tahun II.

Demikian juga komponen teknologi lainnya seperti VUB, Umur benih muda, dan jumlah tanaman kurang dari 4 batang perlobang

masing - masing mengalami pengembangan baik jumlah adopternya maupun luasannya

Komoditas

Periode Usaha

(thn/MT)

Produktivitas/Produksi

(ton/ha) Perubahan (Ton %)

Sebelum Sesudah Ton %

Padi (2012 MT I) 4 4,5 0,5 12,5

Padi (2012 MT II) 4 5 1 25

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 96

Padi (2013 MT I) 4,5 5,7 1,2 26

Padi (2013 MT II) 5 6 1 20

No Komponen Teknologi Jumlah Adopter kk/ Luas (ha) Perubahan

(%) Sebelum Sesudah

1 Cara tanam Legowo

Tahun I (2012)

Tahin II (2013)

4 KK (2 ha)

14 kk (5 ha)

14 kk ( 5 ha)

30kk (15 ha)

250 (150)

114,2 (200)

2 VUB

Tahun I (2012)

TAAHUN II(2013)

7 KK (5 HA)

20 kk (15 ha)

20KK (15 HA)

50 kk ( 30 ha)

185 (200)

150 (100)

3 Umur benih < 21 h

Tahun I (2012)

Tahun II (2013)

4 kk (2 ha)

14 kk (5 ha)

14 kk ( 5 ha)

20 kk (10 ha)

250 (150)

42,8 (100)

4 Jumlah bibit/ 1 – 3 batang :

Tahun I (2012)

Tahun II (2013)

4 kk ( 2 Ha)

14 kk ( 5 ha)

14 kk (5 ha)

20 kk (10 ha)

250 (150)

42,8 (100)

Kegiatan m-P3MI di NTB dilaksanakan pada dua agroekosistem, yaitu lahan sawah dan lahan kering. Untuk agroekosostem

lahan sawah dilaksanakan di Kecamatan Praya Barat, kabupaten Lombok Tengah yang merupakan kegiatan lanjutan dari tahun 2012.

Untuk agroekosistem lahan kering akan dilaksanakan di kecamatan Pringgabaya, kabupaten Lombok Timur. Pelaku utama adalah

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 97

petani yang tergabung kelompok tani dan Gapoktan dengan fokus utama pengembangan dan penguatan jaringan kerjasama dengan

mitra dalam usaha agribisnis pertanian berbasis inovasi dan berkelanjutan. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa penerapan teknologi

secara optimal pada usahatani padi sawah dan jagung komposit dapat meningkatan produksi dan pendapatan petani. Pendapatan dan

keuntungan dari usahatani padi melalui penerapan beberapa komponen teknologi secara optimal membuktikan terjadi peningkatan.

Demikian halnya pendapatan dan keuntungan petani pada usahatani jagung di lahan kering melalui penerapan beberapa komponen

teknologi cukup besar. Peningkatan jumlah adopter dan luas adopsi teknologi usahatani melalui kegiatan m-P3MI berkembang relatif

lambat. Kondisi ini disebabkan oleh faktor biaya usahatani yang dimiliki petani relatif terbatas. Selain itu, adopsi teknologi yang yang

lambat juga disebabkan oleh faktor individual, yaitu motivasi dan sikap petani terhadap keunggulan teknologi yang ditawarkan masih

rendah. Kemauan petani untuk menjadikan lokasi demonstrasi teknologi sebagai media belajar masih rendah. Informasi-informasi

teknologi yang telah disampaikan melalui berbagai media diseminasi belum dianggap petani sebagai sesuatu yang baru. Para petani

mempunyai keputusan sendiri untuk memilih teknologi yang sesuai berdasarkan kemampuan ekonomi serta yang memberikan

manfaat. Pemilihan teknologi yang sesuai untuk diterapkan petani adalah melalui proses selektif dari sejumlah informasi teknologi yang

telah diterima. Kemitraan dalam produksi calon benih padi sawah antara petani dengan penangkar dan pengusaha benih

meningkatkan nilai tambah yang diperoleh petani. Integrasi program pembangunan daerah dengan kegiatan m-P3MI dapat

mempercepat proses difusi inovasi teknologi. Namun, peranan pemerintah daerah dalam implementasi dan pengembangan model

melalui pendampingan teknologi dan pemberdayaan kelembagaan tani relatif masih rendah. Koordinasi dan sosialisasi perencanaan

serta pelaksanaan pengkajian yang dilakukan setiap tahun belum menjamin untuk mendorong pemerintah daerah dalam

pengembangan teknologi hasil pengkajian.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 98

Perbenihan jagung komposit di lahan

kering

Di Kalimantan Tengah, Kegiatan dilaksanakan di Desa Kanamit Barat Kecamatan Maliku Kabupaten Pulang Pisau dengan basis

komoditas sapi potong. Kegiatan ini telah menghasilkan rancangan model dan perencanaan model ideal pengembangan pertanian

berbasis sapi potong. Implementasi model diarahkan pada perbaikan teknologi komoditas sapi potong, Optimalisasi sumberdaya

pertanian melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi komoditas sapi potong, serta integrasi sapi dengan komoditas non unggulan

berupa jagung, kacang tanah dan ubi kayu. Sedangkan pemberdayaan kelembagaan diarahkan pada penguatan kelompok tani,

kelembagaan pemasaran input dan hasil, serta kelembagaan agribisnis lainnya. Implementasi model perbaikan teknologi komoditas

sapi potong dilakukan melalui upaya: (1) Optimalisasi manajemen perkandangan melalui penerapan manajemen kandang kelompok

model Badan Litbang Pertanian yang dilengkapi kandang kelompok kawin, kandang beranak, kandang pedet/kandang pembesaran; (2)

Penerapan model manajemen pakan berkelanjutan melalui Optimalisasi fungsi gudang dan bank pakan, serta modifikasi bank pakan

diatas palungan pakan; 2) Peningkatan produktivitas Hijauan Makanan Ternak; Peningkatan potensi bahan baku lokal dengan

pengembangan tanaman strategis seperti ubi kayu, jagung dan kacang tanah; Pengolahan dan pengawetan pakan berbasis limbah;

Optimalisasi pemanfaatan potensi pakan lokal; Penyusunan formulasi ransum murah bergizi seimbang; Pembuatan Urea Molases Blok;

(3) Intensifikasi system pemeliharaan melalui penerapan manajemen pemeliharaan dalam kandang kelompok kawin, kandang beranak

dan kandang pedet dengan manajemen intensif (manajemen pembibitan, Intensifikasi kawin alam dan efektifitas IB); (4) Perbaikan

Kesehatan Ternak melalui monitoring kesehatan ternak secara rutin (Pemberian obat cacing, vitamin dan mineral, pembuatan jamu

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 99

tradisional); (5) Pengolahan Limbah Ternak melalui pembuatan pupuk organik dan biogas. Optimalisasi sumberdaya pertanian

dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan efisiensi usaha sapi potong, serta integrasi ternak sapi dengan tanaman jagung,

kacang tanah dan ubi kayu. Pengembangan system integrasi tanaman ternak dilakukan melalui upaya; a) optimalisasi pemanfaatan

lahan melalui system pertanaman terpadu tanaman pangan dan pakan ternak (system tiga strata); b) Penerapan teknologi PTT

jagung, kacang tanah dan ubi kayu; c) Optimalisasi pemanfaatan pupuk organik asal ternak untuk pengembangan tanaman pangan;

d) Optimalisasi pemanfaatan limbah tanaman pangan untuk pakan ternak. Implementasi inovasi teknologi yang diaplikasikan pada

pembibitan sapi potong telah menunjukkan kinerja yang memuaskan hal ini terlihat dari peningkatan produktivitas dan efisiensi

usaha. Pertambahan bobot badan harian rata-rata meningkat 66,7%, angka kebuntingan rata-rata meningkat 33,3%, peningkatan

service per conception (s/c) rata-rata 46%, bobot lahir rata-rata meningkat 33,3% dan penurunan jarak beranak rata-rata sebesar

18,2%. Implementasi teknologi pengolahan dan pengawetan hijaun pakan telah mampu mengefisienkan pemanfaatan hijauan pakan

yang ada di lokasi usaha terutama bahan pakan yang bersifat keras dan susah dicerna baik yang berasal dari limbah pertanian

maupun rumput lokal. Implementasi Inovasi kelembagaan dilakukan melalui; a) Penguatan kelembagaan penyuluhan dan pelayanan

informasi, b). Penumbuhan dan penguatan lembaga produksi/ usaha tani, c) Penumbuhan dan pengembangan lembaga sarana dan

prasarana pertanian, d) Penumbuhan dan penguatan lembaga pengolahan hasil dan pemasaran. Diseminasi inovasi teknologi

dilakukan dengan berbagai channel yang dilaksanakan melalui : 1) Pembinaan dan pemantapan fungsionalisasi pelayanan jasa Klinik

dan saung inovasi 2) Peragaan teknologi melalui demfarm dan demonstrasi cara. 3) Diseminasi melalui forum pertemuan, pelatihan,

apresiasi, workshop, rapat teknis dan temu lapang. 4) Diseminasi melalui media cetak berupa juknis, leaflet, brosur, booklet, folder

dan banner. 5) Diseminasi melalui media elektronik berupa website, Televisi dan CD/DVD. Terlaksananya Kegiatan ini selain bisa

meningkatkan produktivitas dan pendapatan peternak juga akan berdampak pada peningkatan pengetahuan, perubahan dan sikap

respon yang positif dari petani, perubahan pada peningkatan kemampuan dalam penerapan inovasi teknologi terbaru maupun inovasi

kelembagaan. Dampak implementasi teknologi yang telah diimplementasikan di Laboratorium Inovasi telah memberikan keyakinan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 100

pada Pemerintah Daerah Kabupaten Pulang Pisau untuk mereplikasikan model dalam skala yang lebih luas, dan kerjasama ini akan

diperluas dengan berbagai stakeholders dan pihak lainnya termasuk pihak swasta.

Kandang Kelompok Bank Pakan kandang kawin

Kandang melahirkan Kandang pedet

Modifikasi bank pakan diatas palungan

Diseminasi melalui temu lapang

Jamu Ternak sebagai unit usaha kelompok

Diseminasi paket teknologi dalam pendampingan Kakao salah satunya dilakukan di BPTP Sulawesi Barat. Potensi perkebunan

kakao di Sulawesi Barat masih cukup besar sebagai salah satu penggerak perkonomian daerah karena sekitar 60% masyarakatnya

berusahatani kakao. Pemerintah Sulawesi Barat menjadikan kakao sebagai ikon daerah yang ditetapkan dalam salah satu dari empat

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 101

strong point pembangunan yaitu revitalisasi Pertanian. Sambung samping merupakan salah satu inovasi teknologi untuk merehabilitasi

tanaman kakao tua dan tanaman kakao yang kurang produktif serta relatif mudah dilakukan. Petani pada umumnya telah

menerapkan sambung samping dengan yang didorong oleh beberapa faktor, yaitu (a) Mudah dilaksanakan, (b) Dapat dilaksanakan

pada berbagai umur tanaman kakao yang kurang produktif, (c) Umur untuk berproduksi kembali setelah disambung relatif pendek

yaitu sekitar 2 tahun, (d) Dapat dilaksanakan secara bertahap pada suatu luasan tanaman yang kurang produktif sehingga tidak

mengakibatkan terputusnya sumber pendapatan petani secara total, (e) Produktivitas tanaman hasil sambung samping lebih tinggi.

Jika diikuti dengan sistem pemeliharaan, pemupukan, pemangkasan dan sanistasi, produktivitas tanaman hasil sambung samping bisa

mencapai 2-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan cara biasa.

Keberhasilan pelaksanaan kegiatan MP3MI krisan berbasis kemitraan di Kabupaten Kulon Progo DIY, ditunjukkan dengan

perkembangan areal budidaya dan penguatan kelembagaan kelompok. Pada tahun 2011 jumlah demplot krisan sebanyak 4 kubung,

berkembang menjadi 6 kubung pada tahun 2012. Selanjutnya melalui dukungan APBD Kabupaten Kulon Progo tahun 2012 telah

dibangun 4 kubung baru yang didukung penyediaan bibit krisan sebanyak 30.000 stek dari APBD I Pemerintah Daerah D.I. Yogyakarta.

Pada tahun 2011 pelaksanaan kegiatan budidaya dan perbenihan krisan baru mencakup satu wilayah (Desa Sidoharjo, Kecamatan

Samigaluh) telah berkembang di wilayah desa lainnya (Desa Gerbosari, Kecamatan Samigaluh) pada tahun 2012 dan pad athun 2013

telah berkembang menjadi 32 kubung dengan jumlah pembudidaya sebanyak 32 petani. Budidaya krisan dilaksanakan di lereng

perbukitan Menoreh pada ketinggian 400-900 m dpl, dengan suhu rata-rata 230C, mampu menghasilkan bunga Krisan

(Chrysanthemum sp.) dengan keragaan yang baik, lokasi budidaya terletak di Desa Gerbosari dan Desa Sidoharjo Kecamatan

Samigaluh Kabupaten Kulon Progo. Sejak tahun 2011, kedua desa ini terpilih sebagai lokasi “model” bagi pengembangan bunga

Krisan. Implementasi MP3MI krisan berbasis kemitraan di Kabupaten Kulon Progo ditandai oleh pembangunan 2 buah kubung untuk

budidaya Krisan, masing-masing seluas 100 m2 dengan kapasitas 8.000 tanaman pada tahun 2011, yang kemudian dikembangkan

menjadi 4 buah kubung dengan kapasitas total 15.000 tanaman di tahun 2012. Penanaman krisan dilakukan di 4 elevasi berbeda,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 102

untuk mengetahui adaptasi berbagai Varietas Unggul Baru (VUB) krisan produksi dari Balithi, Cipanas, Jabar dan mengetahui epidemi

serta tingkat serangan penyakit utama, yaitu penyakit karat krisan. Lokasi penanaman bunga krisan di Kabupaten Kulon Progo

terletak di dua Desa yaitu : 1) Desa Gerbosari (dataran tinggi elevasi/ketinggian 700; 800 dan 900 mdpl) sebanyak 4 kubung dengan

ukuran 6 X 11 m mampu menampung bibit 4.000 batang/kubung. Pelaksanaannya dikelola oleh kelompok tani “Guyub”; 2) Desa

Sidoharjo (dataran medium elevasi/ketinggian 370 mdpl) sebanyak 2 kubung dengan ukuran 8 x 15 m mampu menampung bibit

6.000 batang/kubung. Pelaksanaannya dikelola oleh kelompok tani “Mekar”. Jenis bunga krisan yang ditanam sebanyak 6 varietas

meliputi : Kusumapatria, Puspa Nusantara, Mustika Kania, Sakuntala, Regent, Monalisa. Varietas yang menjadi preferensi konsumen

adalah krisan dengan warna kuning, putih dan merah dengan segala variannya (60%), sisanya warna lain (40%). Kebutuhan bunga

krisan di DIY mencapai 5.000 ikat/minggu (250.000 ikat/tahun) dengan kisaran harga Rp 10-15 ribu/ikat (jumlah per ikat 10 – 12

batang). Kebutuhan tersebut baru terpenuhi sekitar 30% dari lokal DIY sedangkan 70% masih dipasok dari luar DIY (Bandungan,

Pasuruan, Malang). Kerjasama dapat dijalin dengan pengusaha bunga dan Asosiasi Petani Bunga dan Daun Potong Yogyakarta

(Astabunda). Untuk mendukung Program Jogja Benih, BPTP Yogyakarta telah mempersiapkan UPBS (Unit Pengelolaan Benih Sumber)

dengan prioritas penyediaan benih padi dan krisan. Penyediaan benih krisan akan dikerjasamakan dengan UPTD BPPTPH (Balai

Pengembangan Perbenihan Tanaman Pangan dan Hortikultura) Ngipiksari, Pakem Sleman. Dukungan daerah telah diwujudkan melalui

Pemkab Kulon Progo pada tahun 2012 sebesar Rp 50 juta untuk pembangunan 2 kubung dan dari Provinsi DIY pada tahun 2013

dialokasikan anggaran sebesar Rp 60 juta dalam bentuk bibit krisan.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 103

Temu Lapang dan Panen Perdana Bunga Krisan Kegiatan MP3MI Kabupaten Kulon Progo

Enam Varietas

Krisan Spesifik DIY

yang

Dikembangkan

Ratnahapsari Kusumapatria Cintamani Kusumasakti Sasikirana Kusumaswasti

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 104

Penyempurnaan inovasi teknologi kegiatan m-P3MI di Jawa Tengah meliputi kincir angin pada bagian tiang dan baling-baling

mampu meningkatkan kinerja kincir angin. Debit air dapat ditarik antara 8 lit/menit dan 10 ltr/menit dengan ukuran baling-baling 2,5

m dan 3,5 m. Penyempurnaan inovasi teknologi padi organik dengan mengintroduksi dosis pemupukan pupuk organik.

Penyempurnaan implementasi perbibitan ternak kambing. Inovasi kelembagaan yang direalisasi dengan kegiatan Diskusi terfokus dan

pertemuan-pertemuan dengan institusi terkait dan swasta guna memecahkan masalah terkait dengan pengolahan kelapa terpadu,

budidaya tanaman pepaya, perbibitan ternak kambing, pengembangan padi organik dan jasa alsintan. 4) Perkembangan dan kinerja

m-P3MI cukup baik ditinjau dari aspek peningkatan jumlah kooperator dan kapasitas produksi, peningkatan kemitraan baik dengan

pemerintah maupun swasta khususnya pada usaha adalah nata de coco dan HCO, perbibitan ternak kambing dan pengembangan jasa

alsintan. Instansi pemerintah yang bekerjasama adalah Bappeda Prov. Jawa Tengah, yang menyediakan anggaran untuk pengadaan

sarana/alat pendukung usaha sekitar Rp. 600 juta, sedang Pemda masing-masing kabupaten menfasilitasi pertemuan dan sarana

besarnya berkisar Rp. 10 – 30 juta/kabupaten. Kerjasama dengan swasta yang memfasilitasi pemasaran adalah PT. Nutrifera, asosiasi

padi organik di Kab. Kendal dan Pekalongan, para pedagang/pengepul produk pepaya, nata decoco, padi organik. Disamping itu,

terdapat partisipasi dari kelompok/Gapoktan yang secara swadaya membangun gedung RMU di Kendal, peralatan pertanian dan

sarana pendukung budidaya di semua lokasi.

Diseminasi paket teknologi melalui aplikasi Kalender Tanam (KATAM)

Teknologi kegiatan pendampingan Kalender Tanam dilakukan dengan melalui sosialisai pendampingan Katam dan telah terjadi

penerapan inovasi teknologi model percepatan tanam baik di lokasi pengkajian maupun di wilayah luar lokasi pengkajian. Telah

diperoleh peningkatan penyediaan benih, peningkatkan kinerja kelompok tani, Pemerintah Daerah, dan kelembagaan pendukung

usahatani dan telah dilakukan rintisan jaringan kerjasama antar kelembagaan agribisnis di lokasi pengkajian. Di Jawa Barat

pendampingan Katam dilakukan dengan menginventarisasi varietas, kebutuhan benih unggul padi, luas dan potensi lahan,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 105

rekomendasi kebutuhan pupuk, data iklim, serta organisme pengganggu tanaman (OPT) per kecamatan di setiap kabupaten/kota di

Jawa Barat, sosialisasi Katam Terpadu baik MT 2 2013, MT 3 2013, maupun MT 1 2013/2014 untuk seluruh kabupaten/kota di Jawa

Barat. Katam Terpadu MT 3 2013 dan MT 1 2013/2014 dalam bentuk hardcopy dan CD disebarkan kepada seluruh kabupaten/kota di

Jawa Barat dan didapatkan 1 (satu) set database Katam Terpadu per kecamatan se kabupaten/kota di Jawa Barat tahun 2013. Selain

itu pelaksanaan Katam juga dilakukan melalui pelaksanaan koordinasi intern dan antar instansi telah dilakukan dan perlu lebih

ditingkatkan, pelaksanaan Sosialisasi sistem Informasi Katam telah dilakukan sebanyak empat kali dengan peserta berjumlah 200

orang yang berasal dari 6 Kabupaten/Kota, pelaksanaan pengumpulan data dan analisis data memerlukan kerjasama yang baik antar

instansi terkait, dan perlu adanya kajian dampak penggunaan Sistim Informasi katam untuk menunjang pelaksanan pemanfaatan

langsung oleh pengguna. Kendala dari pelaksanaan Katam minimnya data pendukung dari instansi terkait, belum adanya tim gugus

tugas Katam yang berasal dari Instansi terkait serta data katam perlu dilakukan perbaikan agar lebih akurat

Denfarm Kedelai dan Unit Penangkaran Benih Sumber

Demfarm kedelai di Bangka tahun 2013 telah dilaksanakan atas kerjasama BPTP dengan swasta, dan Dinas Pertanian &

Peternakan. Di Bangka lokasi demfarm kedelai berada di lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan luasan 5 ha dan tanaman

kedelai dijadikan tanaman sela dengan karet sebagai tanaman utamanya. Pelaksanaan demfarm menerapkan komponen teknologi

budidaya kedelai melalui pengelolaan tanaman terpadu yang meliputi pengolahan tanah, tata air mikro, benih bermutu, varietas

unggul, penggunaan pupuk kandang, dolomit, dosis dan cara pemupukan serta pengendalian OPT. Varietas unggul yang di tanam

adalah Anjasmoro, Argomulyo, Burangrang, Kaba, dan Tanggamus. Varietas yang adaptif dan mempunyai produktivitas teringgi

adalah varietas Anjasmoro, yaitu 1,36 t/ha.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 106

Demfarm Kedelai di Bangka

Teknologi pada perbanyakan benih Kegiatan perbanyakan benih dilakukan dengan cara sewa dan kerjasama dengan kelompok

penangkar. Sehubungan telah dicetaknya sawah di KP batu betumpang perbanyakan benih juga di lakukan di KP Batu betumpang.

Perbanyakan benih yang telah selesai dilakukan dengan sewa lahan seluas 5 Ha dilakukan di Desa Rias Kabupaten bangka selatan

pada bulan Februari 2013. Varietas Inpari 10, Aek Sibundong, Inpara 2, Inpara 3 dan Inpara 4. Dalam pelaksanaanya tanaman padi

terserang wereng coklat, penggerek batang, bercak coklat dan walang sangit, sehingga gagal panen. Perbanyakan benih kerjasama

dengan penangkar dilaksanakan di Batu Betumpang Kecamatan Pulau Besar Kabupaten Bangka Selatan seluas 3 Ha pada bulan

November 2013. Saat ini dalam tahapan persiapan tanam. Varietas yang digunakan adalah Inpago 8, Inpari 10, Inpari 15 dan Inpari

19. Perbanyakan benih dengan pemanfaatan KP Batu Betumpang dilaksanakan pada bulan November 2013 seluas 9 Ha. Saat ini dalam

tahapan siap tanam. Varietas yang digunakan adalah Inpago 7, Inpago 8, Inpara 2, Inpara 5 dan Inpari 20. Kelompok penangkar yang

telah ditumbuhkan pada kegiatan perbenihan tahun sebelumnya dilakukan pembinaan agar pada tahun 2014 dapat mandiri. Kelompok

penangkar yang telah di tumbuhkan selama kegiatan perbenihan padi tahu 2011 dan 2012 adalah Gapoktan Bertuah di Desa Perpat

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 107

Kecamatan Membalong Kab. Belitung, Kelompok Tani Bumi Sari di Desa Selingsing Kab. Belitung Timur, Kelompok Tani Perintis Jaya 1

di Desa Rias Kecamatan Toboali Kab. Bangka Selatan dan Kelompok Tani Pancir Jaya di Desa Namang Kecamatan Namang Kabupaten

Bangka Tengah. Pembinaan dititik beratkan pada penguatan kelembagaan kelompok.

Komponen teknologi VUB padi Inpari 3, 4, 6, 10 dan 13 spesifik lokasi telah teradaptasi dengan baik dengan kondisi biofisik

Provinsi Gorontalo telah digunakan/ ditanam oleh hampir 80% petani, Telah pula direkomendasi oleh Dinas pertanian Provinsi dan

kab/kota utk kegiatan SLPTT padi sawah sejak tahun 2011 - 2013. Komponen teknologi sistem tanam jajar legowo 4 : 1 pada padi

sawah spesifik lokasi hampir 30% petani di tiap kabupaten (5 kab) di provinsi Gorontalo telah menerapkan sistem tanam

ini,meningkatkan produksi panen 50 - 80% dibanding dengan menerapkan sistem tanam tegel atau tandur jajar. Penggunaan varietas

jagung hibrida Bima 5 serta kedelai varietas Anjasmoro juga diminati petani Gorontalo. Penumbuhan kelompok penangkar dilakukan

untuk membantu penyediaan benih diwilayah sentra-sentra padi. Kelompok tani yang ada diwilayah tersebut dilakukan penilaian

dengan cara kordinasi dengan PPL dan Dinas Terkait mana saja kelompok tani yang layak untuk dijadikan penangkar, kemudian

dilakukan survey. Kelompok tani yang layak dijadikan penangkar kemudian diajak kerjasama dalam perbanyakan benih padi. Tahun

pertama kelompok tersebut hanya mengembalikan biaya upah dan tahun berikutnya bagi hasil 30:70. Pembagiannya 30% untuk UPBS

dan 70% untuk petani penangkar. Setalah mandiri kelompok penangkar pendampingannya di alihkan ke BBI dan BBU yang ada

diwilayah tersebut. Pertanaman pertama (MK 2013) dari 3 kab lokasi produksi diperoleh benih padi 22.020 kg terdiri atas tiga varietas

kelas FS 6.009 kg, tujuh varietas kelas SS 13.702 kg dan dua varietas kelas ES 2.309 kg. Pertanaman kedua (MH 2013/2014)

dilaksanakan di Kabupaten Subang seluas 4 ha dan pada saat ini baru berumur + 30 hss. Distribusi benih padi melalui UPBS BPTP

Jawa Barat sebanyak 18.225 kg, terdiri atas dua puluh enam varietas merupakan hasil produksi tahun 2012, produksi tahun 2013 dan

benih diseminasi dari BB Padi. Wilayah distribusi meliputi sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Barat, satu kabupaten di Jawa

Tengah dan dua kabupaten di Jawa Timur

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 108

Laboratorium Lapang Inovasi Pertanian

Dukungan inovasi berupa produk dan teknologi untuk pengembangan pertanian di wilayah sebenarnya telah tersedia melalui

hasil-hasil penelitian maupun pengkajian yang telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian. Sebagian teknologi tersebut telah

tersebar di tingkat pengguna dan pemangku kepentingan (stakeholders), namun pengembang-annya ke target area yang lebih luas

perlu percepatan. Inovasi yang diterapkan dan dikembangkan perlu mempertimbangkan kebutuhan di daerah, hanya yang bersifat

spesifik lokasi, mempunyai potensi ekonomi yang nyata/tinggi dan berbasis agrosistem yang dipilih. Di samping itu perlu ada

pendampingan dalam penerapannya dalam bentuk demonstrasi plot atau area percontohan, penyuluhan, pelatihan kepada petani

maupun pemangku kepentingan di daerah sehingga inovasi teknologi dapat dengan mudah diadopsi. Laboratorium Lapang juga

merupakan upaya untuk implementasi paradigma baru yaitu penelitian untuk pembangunan (research for development). Pada tahun

2013, implementasi LLIP dilaksanakan di 12 lokasi antara lain Aceh Timur (NAD), Pakpak Bharat (Sumbar), Oebola dan Belu (NTT),

Kampung Juhut (Banten), dan Fakfak Barat Papua. Kabupaten Fakfak merupakan sebuah kabupaten di Propinsi Papua Barat yang

mempunyai luas wilayah 14,320 km2 dengan jumlah penduduk sekitar 75,294 jiwa. Sebagai upaya meningkatkan pembangunan

pertanian di Kabupaten Fakfak, Badan Litbang Pertanian bersama dengan Pemerintah Kabupaten Fakfak melakukan penandatanganan

kontrak kerjasama tentang Pembangunan Laboratorium Lapang Hasil Inovasi Teknologi Bersama (LLIB) Badan Litbang Pertanian di

Kabupaten Fakfak Propinsi Papua Barat, acara ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman tahun 2012.

Laboratorium lapang juga dapat digunakan sebagai sarana show window inovasi teknologi pertanian, juga dapat

dimanfaatkan untuk kebun produksi, UPBS, pendukung ketahanan pangan, dan sebagai wahana agrowisata. Dengan demikian,

laboratorium lapang berperan sangat strategis sebagai sarana pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Pelaksana Teknis (UPT). Dalam

upaya mewujudkan program tersebut Pemerintah Daerah Kabupaten Fakfak telah bekerjasama dengan Kementerian Pertanian,

Perguruan Tinggi dan lembaga terkait lainnya. Pada tahun anggaran 2013 Pemda Kabupaten Fakfak telah mengalokasikan dana APBD

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 109

untuk membiayi kegiatan tersebut. Tujuan jangka panjang kegiatan ini adalah mengembangkan agribisnis di Kabupaten Fakfak, Papua

Barat. Untuk mencapai hal tersebut maka diuraikan tujuan jangka pendek sebagai berikut:

1. Implementasi inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian yang relevan mendukung pengembangan agribisnis di Kabupaten Fakfak,

Papua Barat,

2. Membangun Laboratorium Lapang Inovasi Teknologi Bersama (LLIB) sebagai sentra pengembangan potensi sumberdaya lahan,

genetik, dan SDM yang merupakan faktor penting pendorong pertumbuhan pertanian di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

3. Menyediakan informasi dan stok materi inovasi teknologi (seperti bibit/benih unggul) secara berkelanjutan untuk mendukung

program scalling up ke depan.

4. Membangun komunikasi antar stakeholder pengguna dan pengambil kebijakan di Kabupaten Fakfak, Papua Barat dalam rangka

mendukung Model Pengembangan Pertanian Pedesaan Melalui Inovasi (MP3MI) untuk meningkatkan kepedulian, perhatian, dan

apresiasi terhadap potensi pengelolaan sumberdaya pertanian.

Melalui LLIB Badan Litbang Pertanian diharapkan dapat memberikan kesadaran dan pengetahuan kepada para petani akan arti

pentingnya inovasi teknologi yang langsung bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi dan nilai tambah usahataninya. Sekaligus

sebagai feedback bagi penyempurnaan inovasi yang perlu dikembangkan Badan Litbang Pertanian ke depan. Pembangunan LLIB

Badan Litbang Pertanian dan kegiatan pendampingan inovasi teknologi akan dilaksanakan utamanya di tiga lokasi yaitu: 1) Distrik

Bomberay dengan basis usahatani tanaman pangan, 2) Distrik Kramomongga dengan basis tanaman hortikultura, dan 3) Distrik Fakfak

dengan basis pengembangan tanaman pala. Fokus Sampai saat ini Badan Litbang Pertanian telah membangun beberapa laboratorium

lapang di beberapa daerah, antara lain Aceh Timur (NAD), Pakpak Bharat (Sumbar), Oebola dan Belu (NTT) dan Kampung Juhut

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 110

(Banten). Prosedur pelaksanaan dari hasil identifikasi enam ruang lingkup kegiatan penting yang perlu dilaksanakan untuk

mewujudkan LLIB secara garis besar adalah sebagai berikut:

Pengembangan Master Plan Pembangunan Pertanian di Kabupaten Fakfak

Secara garis besar tujuan dari pembuatan masterplan pembangunan pertanian antara lain untuk: 1) menyusun data dan

informasi potensi sumber daya untuk pengembangan agribisnis berbagai komoditas utama di tiga lokasi sentra yaitu Distrik Bombarey,

Fakfak Barat, dan Kramamonga, 2) melakukan analisis biaya dan keuntungan berbagai komoditas utama pertanian dalam satuan

komoditas, sentra dan wilayah kabupaten, 3) menganalisis peluang dan kendala (teknis, ekonomi, kelembagaan, dan kebijakan)

pengembangan komoditas pertanian unggulan, dan 4) menyusun rencana bisnis (business plan) pembangunan pertanian menurut

satuan wilayah sentra pengembangan, komoditas, serta satuan wilayah kabupaten. Data yang dikumpulkan mencakup potensi

produksi, produktivitas, serta nilai ekonomi pengembangan komoditas strategis yakni untu komoditas sapi, padi gogo, jagung, kedelai,

dan pala. Secara paralel, juga dilakukan pengumpulan data dan analisis untuk potensi produksi, ekonomi, dan pengembangan wilayah

sentra pertanian (Distrik Bombarey, Kramamongga, dan Fakfak Barat). Kondisi, permasalahan, dan potensi pemasaran seluruh

komoditas agribisnis utama merupakan bahan utama untuk menyusun Mater Plan usaha agribisnis yang potensial yang mencakup

komoditas strategis dan wilayah sentra.

Identifikasi dan Karakterisasi Sumber Daya Pertanian (Penyusunan peta AEZ)

Untuk memberikan arah pengembangan komoditas unggulan yang tepat sesuai dengan dayadukung sumbedaya lahan perlu

didukung peta arahan kesesuaian komoditas dengan skala 1:50.000. Fokus penyusunan peta arahan komoditas ini akan dilaksanakan

di Distrik Fakfak Barat. Target peta arahan komoditas tersebut diharapkan sudah tersedia pada awal tahun 2013 baik dalam bentuk

cetak maupun digital dan sekaligus bisa digunakan sebagai referensi untuk penyusunan arahan tata guna lahan pertanian di Distrik

Fakfak Barat

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 111

Identifikasi dan karakterisasi plasma nutfah spesifik lokasi Fakfak

Mengingat potensi plasma nutfah komoditas lokal di Kabupaten Fakfak yang begitu besar maka perlu segera dilakukan

identifikasi dan karakterisasi baik untuk tujuan konservasi maupun pemanfaatan lebih lanjut. Komoditas lokal unggulan yang perlu

segera dilakukan identifikasi dan karakterisasi plasma nutfahnya antara lain pala, manggis, dan durian. Untuk pelaksanaan identifikasi

dan karakterisasi ketiga komoditas unggulan lokal tersebut terlebih dahulu akan dilakukan cek silang di pustaka plasma nutfah LIPI,

selanjutnya dilakukan observasi lapang untuk melengkapi data yang telah ada. Untuk kepentingan jangka panjang perlu dilakukan

identifikasi sampai level gen printing dan squence genom-nya. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah konservasi in-situ dan

ex-situ sesuai dengan kebutuhan uji lebih lanjut. Populasi pala, durian dan manggis yang ada di lokasi setempat akan diteliti

keunggulanya untuk selanjutnya akan dijadikan sumber benih dan dilepas sekaligus untuk rehabilitasi kebun. Kegiatan pengumpulan

SDG durian dan manggis diarahkan pada aksesi yang memiliki kriteria eating quality unggul. Kriteria untuk durian antara lain porsi

edibel tinggi, daging buah tebal dan pulen, manis, warna kuning sedangkan untuk manggis adalah rasa manis, tidak berbiji, kelopak

tahan segar, dan porsi edibel tinggi. Karakterisasi berdasarkan pedoman yang telah ditetapkan oleh IPGRI meliputi karakter tanaman

dan buah.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 112

Identifikasi areal perkebunan pala di Fakfak

Pala merupakan komoditas unggulan utama di Kabupaten Fakfak yang saat ini masih berupa hutan pala. Melalui sentuhan

pengelolaan budidaya yang tepat maka diharapkan produktivitas, mutu, dan keuntungan usahatani pala dapat lebih ditingkatkan.

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan identifikasi lokasi hutan pala dan pemetaan potensial dan bentuk rehabilitasinya

sehingga dapat berfungsi sebagai kebun pala yang lebih produktif.

Model Penerapan Inovasi Teknologi

Untuk memberikan visualisasi nyata keunggulan cara budidaya tanaman pangan, hortikultura, dan ternak maka diperlukan

contoh model di lapangan dalam bentuk display terpadu di lokasi terpilih. Melalui display model contoh ini diharapkan para petani,

peternak, dan penyuluh dapat secara langsung melihat dan memperlajari kandungan inovasi teknologi yang diperagakan untuk

selanjutnya diterapkan dalam usahataninya. Beberapa display contoh inovasi teknologi yang rencananya akan digelar di lapangan

adalah sebagai berikut:

Display Inovasi Teknologi Padi, Jagung, Kedelai

Pada display ini akan diekspose beberapa varietas unggul padi, jagung, dan kedelai. Tujuan utama kegiatan ini selain untuk

menguji daya adaptasi dan stabilitas hasil varietas unggul tersebut di wilayah Kabupaten Fakfak, juga untuk menetapkan preferensi

jenis varietas yang diterima oleh masyarakat di Kabupaten Fakfak. Selanjutnya dari display ini diharapkan dapat berfungsi sebagai

inisiasi pembangunan kebun induk untuk menghasilkan benih sumber dan selanjutnya dapat disebarkan kepada para petani penangkar

di sekitarnya. Adapun varietas yang akan didisplaykan untuk padi adalah varietas Inpari 13-31, untuk jagung meliputi varietas Lamuru,

Srikandi Kuning, Srikandi Putih, kedelai adalah varietas Argomulyo, Anjasmoro, dan Wilis. Lokasi display tanaman pangan ini

rencananaya akan dilaksanakan di lahan UPTD Bomberai.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 113

Display Inovasi Teknologi Hortikultura

Fokus kegiatan display hortikultura adalah untuk memperkenalkan beberapa varietas unggul kentang, bawang merah, dan

wortel. Dengan memperhatikan aspek daya adaptasi dan preferensi masyarakat terhadap contoh varietas tersebut, selanjutnya

dilakukan pengembangan dan pembinaan penangkarannya guna mendukung program scalling up pengembangan lebih lanjut di

wilayah Kabupaten Fakfak. Lokasi display komoditas hortikultura tersebut akan dilaksanakan di Distrik Kramongmongga.

Display Inovasi teknologi integrasi tanaman-ternak

Lokasi gelar teknologi pengembangan sapi yang terintegrasi dengan tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan ditempatkan

di Bombaray. Rumpun sapi yang dipelihara adalan sapi lokal yaitu sapi Bali. Pemilihan jenis sapi ini mengingat rumpun sapi Bali telah

terbukti dapat beradaptasi dengan baik di lokasi tersebut.

Implemetasi teknologi dilakukan denganmengintroduksikan teknologi integrasi sapi-tanaman, antara lain: a) model kandang, b)

penyiapan dan pemberian pakan sapi dengan memanfaatkan limbah dan hasil ikutan produksi tanaman pangan, hortikultura dan

perkebunan dengan mengintroduksikan alat pengolah pakan, c) sistem pengolahan kotoran ternak menjadi kompos termasuk pemanfaatan

kotoran sapi sebagai sumber energi, d) teknologi budidaya sapi dari mulai breeding, feeding serta manajemen pengendalian penyakit,

keterlibatan kelembagaan terkait (sapronak, lembaga keuangan dan pemasaran), serta e) introduksi pengembangan hijauan pakan ternak.

Kandang sapi yang ada diharapkan untuk dapat direnovasi kelompok peternak tersebut sehingga menjadi kandang secara koloni dengan

kapasitas untuk 40 ekor induk total luasan sekitar 120 m2. Kandang tersebut dilengkapi dengan tempat pakan dan minum. Kandang

dilengkapi dengan bank pakan yang menempel pada kandang. Pakan sapi yang utama berasal dari limbah dan sisa hasil ikutan pertanian

yang dalam hal ini diutamakan berasal dari tanaman pangan setelah dipanen dan sebagaian ada yang diolah. Selain pakan ternak berasal

dari rumput yang ditanam dengan diaritkan. Untuk menambah asupan nutrisi yang baik, juga dapat diberikan pakan penguat dan mineral.

Air minum harus tersedia setiap saat ditempatkan di kandang agar ternak dapat minum kapan saja jika membutuhkan. Penyediaan pakan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 114

secara terus menerus dibuatkan tempat yang melekat pada kandang sapi (bank pakan). Bank pakan adalah wadah berbentuk rak yang

dipergunakan untuk menyimpan sekaligus menyajikan pakan sumber serat (hijauan kering) yang penyediaannya secara stok. Bank paka

tersebut diletakan berimpitan dengan kandang sapi yang diisi dengan bahan pakan (belum di potong-potong, dan dapat di ambil ternak

kapan saja. Fungsi Bank pakan adalah sebagai penyedia pakan sapi terutama pakan yang berasal dari limbah dan sisa hasil ikutan

pertanian seperti jerami padi dan jerami jagung. Bank pakan tersebut diisi penuh dan dapat penuh dengan jerami padi atau jerami jagung

atau bahan pakan lain yang merupakan sisa hasil pertanian limbah kedelai, limbah ubi kayu dan lainnya yag tersedia di lokasi. Pakan yang

tersedia di bank pakan dapat dimakan sapi kapan saja dan diberikan secara add libitum. Dengan demikian peternak dapat menyediakan

bahan pakan sesuai kemampuan, sehingga akan meningkatkan efisiensi waktu dan tenaga kerja. Bahan bangunan bank pakan dapat

disesuaikan dengan ketersediaan bahan di lokasi, dibangun dengan secara meninggi keatas agar ternak dapat memakan dibagian bawah

dan secara otomatis pakan bagian atas akan turun. Pemeliharaan sapi dilakukan dengan sistem perkandangan koloni, sapi betina induk

dipelihara dalam satu kandang. Untuk sistem ini dapat dipelihara dalam satu kandang kelompom betina dapat dimasukan 1 ekor pejantan

dengan rasio minimal satu ekor pejantan untuk 20 betina. Pejantan akan mengawini betina setiap saat jika ada betina yang estrus. Dengan

demikian diharapkan tidak ada keterlambatan perkawinan. Selanjutnya pejantan akan dirotasi atau diganti setelah periode sekitar 2,5 tahun

untuk menghidari adanya perkawinan dengan anaknya. Tanaman Pakan Ternak (TPT) diintroduksikan dengan pembuatan demplot demplot

beberapa jenis rumput dan leguminosa. Rumput dan leguminosa yang ditanam disesuaikan dengan kondisi setempat, sehingga jenis rumut

dan leguminosa yang ditanam adalah yang memiliki potensi dan dapat beradaptasi dengan baik sehingga memudahkan untuk

pemeliharaan. Peningkatan kualitas limbah tanaman sebagai pakan ternak, dapat dilakukan pengolahan terhadap limbah dan hasil ikutan

tanaman pangan atau hortikultura. Hasil ikutan tanaman jagung yang selama ini kurang dimanjaatkan secara baik, seperti: batang, daun

dan tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia. Untuk meningkatkan palatabilitas, daya cerna serta nilai gizi

bahan pakan tersebut. Proses pengolahan jerami dan tongkol jagung dapat dilakukan dengan dua cara, adalah dengan proses

pembentukan silase dan amoniasi. Silase jerami dan tongkol jagung di potong-potong dengan chopper, selanjutnya dicampur dengan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 115

sumber karbohidrat terlarut ( dedak padi, jagung giling atau molases) sebanyak 2 % dari bahan kering. Selanjutnya bahan tersebut dibasahi

dengan air sehingga didapatkan kadar air sekitar 30-40%, kemudian ditutup rapat dalam keadaan kedap udara dan disimpan selama 21

hari, setelah itu baru dapat dibuka dan siap diberikan pada sapi. Jerami dan tongkol jagung dapat olah dengan dengan aminiasi dengan cara

jerami dan tongkol jagung dipotong-potong dengan chopper dicampur dengan urea sebanyak 3 % yang telah dilarutkan dalam air.

Selanjutnya bahan tersebut ditutup rapat dalam keadaan kedap udara dan disimpan selama 21 hari, setelah itu baru dapat dibuka dan siap

diberikan pada sapi.

Sasaran 3 : Adanya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi

pertanian unggul spesifik lokasi

Sasaran ini diukur dengan indikator kinerja, yaitu:

Indikator Kinerja Target Realisasi %

Jumlah kegiatan pendampingan model diseminasi spektrum

multichannel dan program strategis nasional/daerah

105 lokasi 130 lokasi 100

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 116

1. Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kegiatan serta

administrasi keuangan, kepegawaian, dan sarana prasarana

2. Jumlah SDM yang meningkat kompetensinya

3. Jumlah BPTP yang menerapkan ISO 9001:2008

4. Jumlah kebun percobaan yang terfungsikan secara produktif

5. Jumlah unit usaha penangkaran benih sumber yang diberdayakan

6. Jumlah publikasi bertaraf nasional/internasional

Indikator Kinerja Target Realisasi %

7. Jumlah unit usaha penangkaran benih sumber yang diberdayakan

8. Jumlah publikasi bertaraf nasional/internasional

9. Jumlah website yang ter-update secara berkelanjutan

Pendampingan SL-PTT Padi, Jagung, Kedelai

Tugas pendampingan SLPTT diatur dalam Permentan 45 Tahun 2011 dan dikuatkan oleh Keputusan Kepala Badan Litbang

Pertanian No. 509 tahun 2013. Program pendampingan SL-PTT Padi, Jagung dan Kedelai dikelompokkan dalam tiga wilayah, yakni

wilayah pertumbuhan, pengembangan dan pemantapan. Luasan untuk masing-masing wilayah adalah yaitu: (1) Wilayah

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 117

pertumbuhan PTT Padi (297.900 ha), Jagung (54.700 ha) dan kedelai (13.000 ha), (2) Wilayah pengembangan PTT Padi (589.700 ha),

Jagung (170.300 ha), dan kedelai (394.500 ha), dan (3) Wilayah Pemantapan PTT Padi (3.737.400 ha), Jagung (35.000 ha), dan

kedelai 47.500 ha). Program SL-PTT Padi dilaksanakan di 32 propinsi, sedangkan PTT Jagung dan PTT Kedelai dilaksanakan di 24

propinsi. Adapun kinerja pendampingan SLPTT oleh BPTP meliputi/diukur dari : (a) penyediaan rekomendasi teknologi spesifik lokasi

sesuai usulan dinas terkait, (b) kalender tanam dan tingkat pemanfaatannya, (c) display uji adaptasi varietas padi dan rekomendasi

VUB, (d) publikasi sebagai bahan materi penyuluhan, (e) supervisi penerapan teknologi, dan (f) kendala dalam melakukan

pendampingan. Adapun realisasi jumlah display varietas sebesar 98,5% dari rencana 1320 display; gelar teknologi terealisasi 97,5%

dari 240 unit; penyediaan materi penyuluhan terealisasi 89,2% dari 130 judul; perbanyakan materi penyuluhan terealisasi 83,1% dari

rencana 51.639 examplar; dari jumlah tersebut telah didistribusikan sebanyak 46.007 examplar. Sedangkan produktivitas varietas

unggul padi tahun 2013 di lokasi Laboratorium Lapang dan di lokasi SLPTT dari 57 kabupaten ditemukan menunjukkan masing-masing

8,3% dan 5,0% lebih tinggi dibandingkan di Non-SLPTT. Adapun adopsi komponen teknologi SLPTT padi dan jagung di tingkat petani

dan dampak SLPTT terhadap peningkatan produktivitas dan keuntungan petani menunjukkan penggunaan teknologi PTT memberikan

peningkatan hasil dan peningkatan pendapatan petani di Lampung, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan, tetapi tidak meningkatkan

pendapatan petani di Kalimatan Selatan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio untuk padi berkisar antara 2,02 sampai 2,89

sedangkan untuk jagung berkisar antara 2,05 sampai 2,38.

Untuk mendukung pencapaian keberhasilan program SL-PTT padi, jagung, kedelai di Kalbar maka sejak tahun 2010-2013 BPTP

Kalbar melakukan pengawalan dan pendampingan teknologi spesifik di 12 kabupaten melalui kegiatan : display / ujiadaptasi VUB padi,

jagung dan kedelai, Pertemuan / Pelatihan kelompok tani pelaksana SLPTT, Pelatihan inovasi teknologi pertanian, Narasumber

pelatihan yang diselenggarakan oleh Provinsi maupun Kabupaten, Penentuan rekomendasi pemupukan melalui PUTS / PUTR / PUTK,

membuat materi diseminasi inovasi teknologi pertanian tercetak maupun terekam dan kegiatan Temu lapang.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 118

Dari pendampingan yang telah dilakukan oleh BPTP Kalbar, beberapa varietas unggul padi, jagung dan kedelai yang

disebarkan cukup adaptif pada agroekosistem tertentu. Komoditas padi varietas Inpara 1, Inpara 2, Inpara 3 dan Situ Bagendit

direkomendasikan pada lahan pasang surut seperti di Kab. Sambas, sebagian Kab. Pontianak, Kab. Kubu Raya sedangkan untuk lahan

sawah irigasi direkomendasikan penggunaan padi varietas unggul Inpari 4, Inpari 6, Inpari 10, Cibogo dan Mekongga seperti di Kab.

Bengkayang, Kab. Landak, Kab, Sanggau, Kab. Sintang. Kemudian untuk komoditas jagung, varietas yang direkomendasikan adalah

Sukmaraga dan Lamuru. Dan komoditas kedelai yang direkomendasikan adalah Burangrang, Anjosmoro dan Grobogan.

BPTP juga telah membuat rekomendasi beberapa teknologi spesifik lokasi berupa buku, leaflet dan poster untuk mendukung

percepatan adopsi teknologi dalam pelaksanaan SLPTT padi, jagung dan kedelai yaitu : rekomendasi teknologi budidaya padi jagung

dan kedelai melalui pendekatan PTT, rekomendasi varietas unggul baru (VUB) padi, jagung dan kedelai, rekomendasi teknologi

pemupukan berdasarkan PUTS/PUTK, rekomendasi teknologi pengendalian hama dan penyakit, serta rekomendasi jadwal tanam

berdasarkan Kalender Tanam (KATAM). Secara teknis program SLPTT memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi padi

apabila paket teknologi anjuran sudah berdasarkan spesifik lokasi diikuti secara benar, termasuk dosis pemupukan yang optimal,

penggunaan varietas unggul/hibrida yang adaptif dan berpotensi hasil tinggi, pengendalian hama/penyakit terpadu, dan menggunakan

sistem tanam yang efisien seperti Legowo 4:1 atau 2:1. Adopsi teknologi tanam jajar legowo 4:1 di Kalimantan Barat pada musim

sudah mencapai 1.608 ha yang tersebar di 12 kabupaten.

Untuk kegiatan peningkatan sumberdaya manusia peserta dan pelaksana SLPTT, BPTP Kalbar terlibat langsung di kegiatan

pertemuan / pelatihan kelompok tani peserta SLPTT dan juga menjadi narasumber pada PL II padi jagung dan kedelai di Provinsi

Kalimantan Barat dan PL III padi jagung dan kedelai di 12 Kabupaten pendampingan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengoptimalkan

peran BPTP dalam mengintervensi muatan inovasi pertanian terhadap implementasi program SL-PTT padi, jagung dan kedelai.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 119

Kegiatan Temu lapang dilakukan untuk mendiseminasikan teknologi berupa hasil demplot/demfarm PTT menggunakan varietas

unggul baru. Temu lapang ini dilakukan di setiap kabupaten lokasi SLPTT (12 kabupaten) dengan mengundang Kepala Daerah

(Bupati), SKPD Propinsi dan kabupaten terkait, petani dan stake holder lainnya.

Gambar 3. Temu Lapang Demfarm SLPTT Padi di Kecamatan Sungai Betung Kabupaten Bengkayang

Luas SL-PTT Padi tahun 2013 di Bengkulu adalah 4.625.000 ha, yang dialokasikan pada kawasan pertumbuhan (padi pasang

surut, padi rawa lebak, padi lahan kering dan padi sawah) seluas 297.900 ha, kawasan pengembangan (padi sawah, padi hibrida dan

padi lahan kering) seluas 589.700 ha dan luas kawasan pemantapan (padi sawah dan padi lahan kering) seluas 3.737.400 ha. Tujuan

pendampingan SL-PTT padi pada tahun 2013 adalah: (1) Mempercepat adopsi komponen teknologi PTT padi di Provinsi Bengkulu; (2)

Mengevaluasi efektivitas pendampingan SL-PTT padi yang dilaksanakan oleh stakeholders. Sosialisasi pendampingan SL-PTT telah

dilaksanakan di 10 Kabupaten/Kota Provinsi Bengkulu, pelaksanaan sosialisasi tersebut dilaksanakan 3 Zona yaitu Zona Utara

(Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara dan Mukomuko) pada tanggal 16-18 April 2013, Zona Selatan (Kabupaten Seluma,

Bengkulu Selatan dan Kaur) pada tanggal 21-23 April 2013 dan Zona Timur (Kabupaten Kepahiyang, Rejang Lebong dan Lebong) pada

tanggal 16-18 April 2013. Sementara itu pelaksanaan sosialisasi di Kota dilaksanakan secara tersendiri yaitu pada tanggal 10 April

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 120

2013. Adapun peserta pelaksanaan sosialisasi dihadiri oleh Dinas pertanian, BP4K dan BPP, KPK ditingkat Kecamatan. Dalam

mensosialisasikan komponen PTT di atas BPTP Bengkulu mengupayakan beberapa cara, diantaranya dengan kegiatan Demfarm dan

Display VUB di masing-masing kabupaten. Jumlah unit pada masing-masing kabupaten mengacu pada ketentuan luas areal demfarm,

dimana 1 unit seluas 1-5 ha, sedangkan untuk Kabupaten Mukomuko hanya seluas 0,5 ha. Kegiatan display di Kabupaten Mukomuko

secara khusus dilaksanakan dalam rangka mendukung kegiatan Pekan Daerah (PEDA) KTNA yang ke-14 tahun 2013 tingkat provinsi.

Salah satu komponen dasar yang dianjurkan untuk diterapkan oleh petani adalah dengan mengatur populasi tanaman secara optimum.

Pengaturan populasi tanaman ini dikenal dengan sistem tanam jajar legowo. Pengaturan jarak tanam dengan sistem legowo di

anjurkan dengan legowo 2:1 dan legowo 4:1. Pada tahun 2013 untuk padi non hibrida masih didominasi oleh varietas Mekongga dan

Cigeulis, sedangkan untuk padi lahan kering didominasi oleh varietas Situbagendit dan Inpago. Dominasi varietas tersebut karena

terbatasnya jenis varietas yang disediakan oleh Public Service Obligation (PSO) setempat dan juga dikarenakan minat dari pengguna

terhadap varietas tersebut. Kegiatan pelatihan/narasumber sampai Bulan Oktober 2013 dilaksanakan sebanyak 6 kali (tingkat provinsi

dan kabupaten). Tingkat provinsi diselenggarakan oleh Dinas Pertanian sebanyak 2 kali, yaitu pertama pada Bulan Mei 2013 dengan

materi “Dukungan dan Peran BPTP Bengkulu dalam Mendukung Program P2BN” dengan jumlah peserta 40 orang dari 10 Dinas

Pertanian kabupaten/kota. Keduapada Bulan Juni 2013 dengan materi “Rekomendasi Varietas berdasarkan Spesifik Lokasi Yang

Toleran terhadap Hama/Penyakit Tanaman Padi di Provinsi Bengkulu” dengan jumlah peserta 40 orang dari 10 Dinas Pertanian

kabupaten/kota. Tingkat kabupaten dilaksanakan sebanyak 2 kali, yaitu pertama pada Bulan Juni 2013 di Kabupaten Rejang Lebong

dengan materi “Program BPTP dalam Pelaksanaan SL-PTT di Provinsi Bengkulu” dengan jumlah peserta 50 orang dari penyuluh dan

petani. Kedua pada Bulan Agustus 2013 di Kabupaten Kaur yang diselenggarakan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian

Kecamatan (BP3K) Tanjung Harapan dengan materi “Rekomendasi Pemupukan Spesifik Lokasi dengan Menggunakan PUTS” dengan

jumlah peserta 30 orang penyuluh/petugas lapangan. Realisasi penyaluran BLBU sampai dengan tanggal 25 November belum

terealisasi sepenuhnya (masih dalam proses). Keterlambatan dalam pendistribusian benih terjadi di seluruh kabupaten/kota, yang

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 121

menjadi masalah dalam pendistribusian BLBU adalah ketersediaan benih yang sulit untuk didapatkan dan kontrak kerja dengan PSO

yang terlambat sehingga PSO tidak siap untuk memenuhi kebutuhan benih di daerah. Hal ini berpengaruh terhadap kerja sama yang

dilakukan dengan pihak ke-3 karena pihak ke-3 pun sulit untuk memenuhi permintaan akibat kurangnya ketersediaan benih. Benih

BLBU yang telah terealisasi didapatkan petani dengan cara swadaya.

Pendampingan SL-PTT jagung tahun 2013, yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat dilaksankan pada 7 Kabupaten /Kota, dengan

luasan 9.000 ha atau 64%. Kegiatan pendampingan meliputi : 1) penyediaan informasi, 2) sebagai narasumber, 3) pelatihan, 4)

melakukan display uji varietas unggul baru dan 5) melakukan demplot PTT jagung. Kegiatan dilaksanakan dari bulan Januari sampai

Desember 2013. Dari kegiatan ini diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas jagung > dari 10%. Untuk kegiatan Demplot

varietas unggul baru, varietas yang dipernalkan antara lain : Bima-3, Bima-4, Bima-14, URI-1 (Hibrida) sedangkan yang bersari bebas

terdiri atas ; Bisma, Sukmaraga, Lamuru dan Gumarang. Untuk varietas jagung hibrida memiliki keunggulan produktivitas tinggi dan

sifat stay green, sedangkan varietas jagung bersari bebas memiliki keunggulan produktivitas tinggi, tahan genangan dan tahan

kekeringan. Hasil kegiatan SL-PTT jagung dapat meningkatkan produktivitas jagung dilokasi SL sebesar 1,62 t/ha (27,93%) dibanding

petani diluar SL. Penggunaan varietas unggul baru jagung hibrida produk Badan Litbang yaitu Bima 3,4 dan 14 dapat meningkatkan

produktivitas atau memberikan hasil biji jagung yang lebih tinggi (9,61 t/ha) dibanding dengn varietas pembanding yang biasa

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 122

ditanam petani yaitu Bisi dan pioner hanya mampu menghasilkan biji kering sebesar 8,75 t/. Peningkatan produktivitas diperoleh atau

ditunjukkan dari hasil Demplot PTT. Dengan penerapan teknologi yang tepat dan benar pada Demplot PTT akan dapat meningkatkan

produktivitas tanaman jagung sebesar 2,04 t/ha (24,2%). Dimana dari 4 varietas hibrida yang diadaptasikan varietas Bima-3 (80%),

dan Bima 14 (60%) sangat direspon oleh petani, karena memiliki produktivitas tinggi,tahan penyakit, tahan genangan, daunnya dapat

digunakan sebagai pakan ternak, dan umur panen lebih cepat. Sedangkan untuk kegiatan dalam Sekolah Lapang (SL) menunjukkan

bahwa Laboraturium Lapangan (LL) cukup baik sebagai tempat belajar petani, hal ini ditunjukkan dengan produktivitas jagung pada

lokasi LL lebih tinggi dibandingkan SL, sedangkan Sekolah Lapang (SL) lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas pada petani

diluar pelaksana Sekolah Lapang (Non SL). Dari data ini membuktikan bahwa kegiatan pendampingan SL-PTT jagung di NTB tahun

2013 dapat meningkatkan produktivitas jagung di tingkat petani lebih dari 20%. Peningkatan produktivitas lebih dari itu, dapat tercapai

apabila seluruh instansi terkait/terlibat dapat bekerjasama dengan baik, sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Dan perlu

dicari beberapa alternatif model dalam pendampingan SL-PTT jagung ke depan, agar lebih efisien, khususnya dalam penyebaran

varietas unggul baru jagung. Pendampingan SL-PTT jagung tahun 2013, yang dilakukan di Nusa Tenggara Barat dilaksankan pada 7

Kabupaten /Kota, dengan luasan 9.000 ha atau 64%. Kegiatan pendampingan meliputi : 1) penyediaan informasi, 2) sebagai

narasumber, 3) pelatihan, 4) melakukan display uji varietas unggul baru dan 5) melakukan demplot PTT jagung. Kegiatan

dilaksanakan dari bulan Januari sampai Desember 2013. Dari kegiatan ini diharapkan akan terjadi peningkatan produktivitas jagung >

dari 10%. Untuk kegiatan Demplot varietas unggul baru, varietas yang dipernalkan antara lain : Bima-3, Bima-4, Bima-14, URI-1

(Hibrida) sedangkan yang bersari bebas terdiri atas ; Bisma, Sukmaraga, Lamuru dan Gumarang. Untuk varietas jagung hibrida

memiliki keunggulan produktivitas tinggi dan sifat stay green, sedangkan varietas jagung bersari bebas memiliki keunggulan

produktivitas tinggi, tahan genangan dan tahan kekeringan. Hasil kegiatan SL-PTT jagung dapat meningkatkan produktivitas jagung

dilokasi SL sebesar 1,62 t/ha (27,93%) dibanding petani diluar SL. Penggunaan varietas unggul baru jagung hibrida produk Badan

Litbang yaitu Bima 3,4 dan 14 dapat meningkatkan produktivitas atau memberikan hasil biji jagung yang lebih tinggi (9,61 t/ha)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 123

dibanding dengn varietas pembanding yang biasa ditanam petani yaitu Bisi dan pioner hanya mampu menghasilkan biji kering sebesar

8,75 t/. Peningkatan produktivitas diperoleh atau ditunjukkan dari hasil Demplot PTT. Dengan penerapan teknologi yang tepat dan

benar pada Demplot PTT akan dapat meningkatkan produktivitas tanaman jagung sebesar 2,04 t/ha (24,2%).

Pelaksanaan SL-PTT Padi Sawah di Gorontalo tersebar di seluruh kabupaten/kota. Dimana bentuk pendampingan yakni

Demfarm seluas 2 ha yang merupakan gabungan dari unit-unit (0,25 ha/unit). Dari denfarm ini diharapkan dapat meningkatkan

efisiensi sumberdaya serta efektifitas maupun dampak yang lebih siknifikan dalam upaya pembelajaran inovasi teknologi PTT Padi

Sawah kepada petani pengguna peserta SL –PTT. Rangkaian kegiatan pendampingan SLPTT Padi ini salah satunya adalah pelatihan.

BPTP memegang peranan penting dalam peningkatan kemampuan Regu Tanam Jajar Legowo oleh karena itu BPTP dalam pelaksanaan

pendampingan menyelenggarakan pelatihan diantaranya adalah pelatihan tanam sistem jajar legowo kepada regu tanam. Dimana

hasilnya diharapkan dapat ditransfer dan diadopsi oleh petani, kelompok tani dan penyuluh pendamping. Tabel memperlihatkan bahwa

kabupaten pohuwato tertinggi produktivitas padi sawah SL – PTTnya, menyusul kabupaten bone bolango dan kabupaten gorontalo.

Sedangkan produktivitas inpari 13, rata-rata tertinggi yakni : 6 t/ha, menyusul inpari 7 yakni 5,7 t/ha.

Tabel. Lokasi Demfarm SL-PTT Padi Sawah di Provinsi Gorontalo Tahun 2013

No Lokasi Luas

Demfarm

(ha) Kab Kecamatan Desa

1 Kab.Gorontalo Limboto,Bongomeme, Tabong, Tolangohula dan Mootilango Margomulyo, Bolihuanga,

Hunggaluwa

10

3 Bone Bolango Tilong Kabila dan Kabila Lamahu, Bongopini dan Poowo 6

4 Boalemo Wonosari dan Paguyaman Bonggo Tua dan Bonggo 2 6

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 124

5 Gorontalo Utara Kwandang, Dulukapa, Atinggola dan Gentuma Kwandang, Dulukapa, Atinggola

dan Gentuma

8

6 Pohuwato Duhiadaa, Patilanggio dan Mootilango Padengo, Duhiadaa, Mootilango

dan Patilanggio

10

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 125

Tabel : Rata-rata Produktivitas Varietas Display SL-PTT di Provinsi Gorontalo

Kabupaten

Varietas (t/ha)

Rata-Rata

Inpari

3

Inpari 7 Inpari 10 Inpari 13

Pohuwato - 7,5 8,2 8,1 7,95

Boalemo - 3,5 3,2 4,1 3,6

Gorontalo Utara - 3,5 3,2 4,1 3,6

Gorontalo - 5,5 5,2 6,1 5,6

Bone Bolango 7,5 8,5 7,2 7,6 7,7

Rata-rata (t/ha) 1,5 5,7 5,4 6

Pendampingan PSDSK

Untuk kegiatan pendampingan PSDSK, Kinerja pendampingan PSDSK oleh BPTP secara umum telah mampu meningkatkan

pertambahan bobot badan harian (Average Daily Gain/ADG). Peningkatan rataan bobot potong setelah pendampingan mencapai 20%

dari rataan sebelum pendampingan (dari 252 kg/ekor menjadi 341 kg/ekor). Selain itu juga terjadi Perbaikan penampilan produksi

ternak melalui perbaikan pertumbuhan dan reproduksi ternak. Peningkatan kinerja ini didukung oleh (a) perencanaan pendampingan

yang baik melalui koordinasi dengan pemda setempat, dan (b) aspek teknologi yang diintroduksi dan diimplementasikan telah

menjawab permasalahan yang dihadapi peternak, diantaranya melalui optimalisasi pemanfaatan sumberdaya lokal yang tersedia di

sekitar peternak, introduksi teknologi pakan seperti Urea Molases Block (UMB).

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 126

Gambar 12. Rata-rata capaian ADG sebelum dan setelah

pendampingan (kg/hari)

Gambar 13. Rata-rata bobot potong sebelum dan setelah

pendampingan(kg/ekor)

Untuk Pendampingan Swasembada Gula (P2T3) lingkup BB Pengkajian tahun 2013 dilaksanakan di 11 lokasi, yakni Aceh,

Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo,

dan Papua. Tujuannya yaitu mempercepat penyampaian inovasi teknologi melalui pengembangan model penerapan dan advokasi

inovasi teknologi budidaya tebu guna meningkatkan produktivitas tebu dan rendemen gula. Inovasi teknologi yang telah dilaksanakan

yakni Bongkar ratoon sistem tanam juring ganda (double row), Bongkar ratoon sistem tanam juring tunggal (single row), Rawat ratoon

dengan teknologi perbaikan, dan Rawat ratoon teknologi petani (control). Berdasarkan data P2T3 di BPTP diketahui bahwa: (1) dari

lima langkah strategi pencapaian swasembada gula, perluasan areal dan revitalisasi/pembangunan Pabrik Gula (PG) belum berjalan

sesuai rencana; (2) pengembangan produksi gula melalui peningkatan produktivitas penerapan inovasi teknologi baru merupakan

langkah yang sangat strategis, (3) Kegiatan Demarea P2T3 perlu lebih intensif memasukan kegiatan diseminasi, persepsi stakholder,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 127

terutama petani dan PG terhadap kelebihan teknologi baru dibandingkan teknologi lama, serta informasi prospek pengembangannya,

(4) Rendemen tebu secara individual, akurasi tinggi dan transparan perlu diterapkan untuk menarik minat petani mengadopsi inovasi

teknologi baru, dan (5) Perlu adanya pembuatan juklak pendampingan program P2T3.

Pendampingan PKAH

Kegiatan pendampingan Kawasan Agribisnis Hortikultura yang dilakukan oleh BPTP mempunyai dasar hukum UU No 13 Tahun

2010 tentang Hortikultura dan Permentan No. 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian.

Kemajuan tingkat pelaksanaan model dukungan inovasi beragam antara komoditas dari level penumbuhan hingga level pemantapan.

Untuk kegiatan pendampingan PKAH di 12 BPTP, komoditas utama dalam kegiatan PKAH yakni cabai (4 lokasi), jeruk ( 3 lokasi),

kentang (3 lokasi), manggis (2 lokasi), bawang merah (2 lokasi), sayuran (2 lokasi), sedangkan mangga, tomat, terong, dan duku

masing-masing satu lokasi. Teknologi yang didiseminasikan yaitu teknologi benih yang tahan terhadap serangan H/P. Varietas yang

digunakan adalah Kencana dari BALITSA Lembang (Cabai Merah), Pengendalian penyakit Diplodia, menggunakan bubur california pada

jeruk, penggunaan benih kentang yang berkualitas, dan teknologi menghilangkan getah kuning dengan cara kombinasi pemupukannya

pada tanaman manggis (Tabel xxx)

Tabel 7. Judul, Komoditas dan Teknologi Kegiatan Pendampingan Hortikultura Tahun 2013

No BPTP JUDUL TEKNOLOGI KOMODITAS

1 Banten Pendampingan Pengembangan Kawasan

Agribisnis Hortikultura di Provinsi Banten

Menghilangkan getah kuning,

teknologinya dengan cara kombinasi

pemupukannya

Manggis

2 Gorontalo Pendampingan Kawasan Agribisnis

Hortikultura Di Provinsi Gorontalo

Cabai Merah

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 128

No BPTP JUDUL TEKNOLOGI KOMODITAS

3 Jabar Pendampingan Pengembangan Kawasan

Hortikultura

Mangga

4 Jatim Pendampingan Program Kawasan

Agribisnis Hortikultura

Teknologi benih yang tahan terhadap

serangan H/P. Varietas yang

digunakan adalah Kencana dari

BALITSA Lembang

Cabai Merah

5 Sumut Pendampingan Kawasan Agribisnis

Hortikultura di Sumatera Utara

Pengendalian penyakit Diplodia,

teknologinya adalah dengan

menggunakan bubur california.

Jeruk

6 Sumbar Pengembangan Kawasan Hortikultura

Melalui Inovasi Teknologi Budidaya Jeruk

Gunung Omeh, Perbanyakan Kentang G0

dan G1, Uji Adaptasi Bawang Merah, dan

Kajian Leisa Pada Cabe Keriting

Jeruk,Kentang,Bawang

Merah, Cabe Keriting

7 Riau Pendampingan Pengembangan Kawasan

Hortikultura

Sayuran Daun Lebar

dan Manggis

8 Sumsel Pendampingan Program Strategis

Kemtan Pengembangan Kawasan

Hortikultura di Wilayah Sumatera Selatan

Bawang Merah

9 Kalbar Pendampingan Program Pengembangan

Kawasan Sayuran Organik di Kota dan

Kabupaten Pontianak

Sayuran Organik

Tomat, Cabe, Terong

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 129

No BPTP JUDUL TEKNOLOGI KOMODITAS

10 Jambi Pendampingan Teknologi Mendukung

Program Pengembangan Hortikultura di

Provinsi Jambi

Kentang dan Duku

11 Sulsel Pendampingan Program Pengembangan

Kawasan Hortikultura

Penggunaan benih kentang yang

berkualitas.

Kentang

12 Kalsel Pendampingan Program Kawasan

Hortikultura Melalui Inovasi Teknologi di

Kalimantan Selatan

Jeruk

Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura ( PKAH ) perlu didukung oleh semua pihak terkait, sejak dari on farm sampai

off farm atau dari hulu hingga hilir. Pengembangan pasar domestik terintegrasi menjadi sangat penting untuk produk hortikultura

lokal agar bisa bersaing dengan produk hortikultura import. Sedangkan untuk jaringan pemasaran harus dikembangkan secara merata

untuk lingkup nasional. Saran untuk kegiatan pengembangan kawasan agribisnis hortikultura ke depannya perlu peningkatan petani

litbang hortikultura dalam menghasilkan inovasi spesifik lokasi pada komoditas potensial untuk pasar domestik maupun ekspor

sedangkan hal yang sangat penting dalam pemasaran dan distribusi produk hortikultura adalah peningkatan infrastruktur dan fasilitas

transportasi.

Program m-KRPL

Implementasi m-KRPL tahun 2011 sebanyak 44 unit (1 -2 unit per provinsi), 2012 sebanyak 379 unit (70% dari jumlah

kabupaten/kota), dan 2013 sebanyak 1033 unit (2 unit per kab/kota) dan pendampingan KRPL (replikasi 5000 desa oleh BKP). Hasil

mapping KRPL 2011-2013 (n = 1096 lokasi, 33 provinsi) menunjukkan bahwa dari 1096 lokasi KRPL di 33 provinsi yang masuk dalam

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 130

kategori baik (hijau) sebesar 13%, kategori sedang (kuning) sebesar 82%, sedangkan kategori buruk (merah) hanya 5%. Untuk

Kategori buruh, kebun bibit desa (KBD) nya sudah tidak bisa berjalan dengan baik, jumlah rumah tangga yang mengimpplementasikan

KRPL semakin berkurang, motivator lokal tidak ada, serta lemahnya/kurang berfungisnya aspek kelembagaan. Sehingga pada tahun

2014 kegiatan KRPL di lokasi ini tidak akan dilanjutkan. Sedangkan untuk KRPL kuning, KBD belum mandiri karena belum mampu

menyediakan sumber benih dan media tanam. Sementara motivator yang ada kurang aktif. Sehingga pada tahun 2014 didorong untuk

diperkuat. Percepatan dan perluasan pengembangan M-KRPL memerlukan koodinasi yang baik, mulai dari perencanaan, pelaksanaan,

dan monitoring. Sosialisasi dan advokasi juga perlu terus-menerus dilakukan melalui berbagai forum pertemuan maupun

pendampingan secara langsung. Keberhasilan dan keberlanjutan program KRPL memerlukan dukungan dan sinergi program instansi

terkait, utamanya dari Pemerintah Daerah, serta mitra yang bergerak dalam pemberdayaan masyarakat maupun pemberdayaan

perempuan, seperti 7 organisasi perempuan (Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu/SIKIB, Kowani, TP PKK, Bhayangkari, Dharma

Pertiwi, Aliansi Perempuan untuk Pembangunan Berkelanjutan/APPB, dan Dharma Wanita Persatuan/DWP). Hal ini juga diperlukan

dalam rangka percepatan dan perluasan KRPL.Untuk kepentingan replikasi M-KRPL di daerah lain, perlu disusun upaya diseminasi yang

lebih sistematis. Diseminasi dan advokasi utamanya perlu dilakukan pada pemerintah daerah untuk mendorong implementasi KRPL

menjadi gerakan masif di daerah masing-masing. Pemetaan m-KRPL di seluruh lokasi telah dilaksanakan dengan indikator dan

parameter yang telah dirumuskan oleh Tim Posko Penggerak dan Pengelola KRPL. Ada 3 aspek yang dinilai, yaitu: (a) Aspek

perbenihan (pengelolaan KBD), (b) Pengelolaan kawasan, dan (c) Kelembagaan dan dukungan pemerintah. Hasil mapping di

sejumlah 1.135 lokasi m-KRPL yang masuk dari 31 provinsi, menunjukkan bahwa kategori hijau (cluster I) sebanyak 136 lokasi

(11,98%); kuning (cluster II) 883 lokasi (77,8%), dan merah (cluster III) sebanyak 56 lokasi (4,93%). Sebanyak 60 lokasi (5,29%)

belum ada datanya. Berdasarkan hasil mapping tersebut, Tim Posko KRPL telah melaksanakan verifikasi lapang di 7 provinsi, dan

telah merumuskan strategi upgrading dan pendampingan untuk TA.2014, yaitu difokuskan untuk kategori hijau (Cluster I) dan kuning

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 131

(Cluster II). Sedangkan kategori merah (Cluter III) tidak dianggarkan dalam pendampingan/upgrading. Terlampir hasil rekapitulasi

mapping dan strategi upgrading untuk setiap cluster.

Untuk mendukung percepatan dan perluasan pengembangan KRPL, telah disusun buku, berbagai petunjuk pelaksanaan

(Juklak), leaflet, video, dan sebagainya. Secara terperinci, jenis/judul buku dan juklak, serta media lain yang telah disusun maupun

telah dicetak yaitu: Leaflet Pertanian Perkotaan, Leaflet KRPL dalam 7 Bahasa (Indonesia, Inggris, Perancis, Cina, Jerman, Arab,

Spanyol), Panduan Umum KRPL edisi populer cetakan ke-2, Budidaya Sayuran di Pekarangan, Materi KRPL mendukung Buku Panduan

Umum Hari Pangan Sedunia, Buku Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Kelembagaan dan Kebun Bibit Desa, Booklet KRPL :

Memperkuat Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Diterbitkannya berbagai buku, juklak, leaflet, dan lainnya tersebut, bertujuan untuk

mengantisipasi cepatnya penyebaran KRPL ke seluruh wilayah Indonesia. Pendistribusian publikasi tersebut sebagian telah dilakukan

baik melalui pertemuan (workshop, seminar, rapat koordinasi, ToT, dan sebagainya), atau permintaan langsung ke sekretariat Posko

KRPL, maupun dibagikan saat acara pameran atau display KRPL.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 132

Komposisi klaster lokasi m-KRPL tahun 2011-2013

Di Kalimantan Barat, Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari telah dilaksanakan mulai tahun 2011 yaitu di di Kelompok

tani Mekar Sari, Dusun Mulyarejo, Desa Limbung, Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya kemudian pada tahun 2012

direplikasi di 9 kota/kabupaten di Kalimantan Barat yaitu Kota Pontianak, Singkawang, Kab. Pontianak, Landak, Bengkayang, Sambas,

Kubu Raya, Sanggau dan Ketapang. Pada tahun 2013 pelaksanaan pendampingan Kawasan Rumah Pangan Lestari direplikasi ke

seluruh wilayah Kalimantan Barat yaitu Pada 14 Kota/Kabupaten dengan pendampingan sebanyak 2 unit per lokasi sehingga

pengembangan KRPL tahun 2013 di Kalimantan Barat sebanyak 28 KRPL. Selain itu kegiatan tahun 2013 juga dilakukan melalui

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 133

penguatan pembinaan 9 Kebun Bibit Desa (KBD) di Tahun 2012. Hasil yang telah dicapai dari tahun 2011 – 2013 pada 14

Kota/Kabupaten pendampingan KRPL di Kalimantan Barat meliputi :

Meningkatnya keterampilan keluarga dalam memanfaatkan pekarangan sebanyak 1140 KK.

Terbentuknya 38 unit KBD yang tersebar di 14 Kota/Kabupaten dan 1 unit KBI sebagai sumber ketersediaan benih menuju KRPL

yang lestari.

Terjadinya peningkatan Pola Pangan Harapan (PPH) pada 9 Lokasi KRPL di 9 Kota/Kabupaten Kalimantan Barat tahun 2012 dengan

PPH awal sebesar 73,40 dan PPH akhir menjadi 78,89. Untuk tahun 2013 terjadinya peningkatan Pola Pangan Harapan (PPH) di 28

unit lokasi KRPL di 14 Kota/Kabupaten Kalimantan tahun 2013 dengan PPH awal sebesar 73,77 dan PPH akhir menjadi 78,13.

Adanya perkembangan jumlah rumah tangga yang mengadopsi RPL tahun 2012 khususnya di Desa Tebing Batu, Kecamatan

Sebawi, Kabupaten Sambas desa yaitu penambahan 10 KK. Untuk tahun 2013, Perkembangan jumlah rumah tangga yang

mengadopsi RPL sebanyak 55 KK di Desa Agak, Kecamatan Sebangki, Kabupaten Landak dan sebanyak 66 KK di Desa Baning

Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang.

Perkembangan jumlah produksi yang dijual pada lokasi KRPL di Kalimantan Barat lebih banyak untuk konsumsi sendiri akan tetapi

sebagian kecil peserta KRPL tahun 2012 dan 2013 sudah menjual dengan penambahan pendapatan ekonomi keluarga sebesar

Rp. 100.000 – Rp. 150.000 per bulan.

Jalinan kemitraan dengan pemda pada lokasi KRPL di Kalimantan Barat meliputi : Desa Sedahan Jaya, Kec. Sukadana, Kab.

Kayong Utara tahun 2013 memperoleh bantuan ikan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kayong Utara yaitu 10.000 ekor ikan nila, ikan

mas sebanyak 5.000 ekor, ikan lele 1.000 ekor dan ikan Gurami sebanyak 100 ekor. Selain itu Desa Agak, Kec. Sebangki, Kab. Landak

tahun 2013 memperoleh bantuan modal Rp. 5.000.000 bagi KWT KRPL BPTP Kalbar dan bantuan sarana produksi seperti bibit, pupuk,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 134

mulsa plastik bagi pengembangan Kebun Sekolah (School Garden). Perluasan dan Pengembangan KRPL juga dilakukan melalui

kegiatan kemitraan dengan TNI AD Tahun 2013 di perbatasan Sajingan, Kabupaten Sambas dengan implementasi kegiatan Desa

Kaliau dan Sebunga, Kec. Sajingan dengan melibatkan 25 – 30 KK. Selain itu juga pengembangan KRPL dilakukan pada empat fasilitas

umum yaitu Kantor Camat, BPP, Pamta Libas, Balai Desa Kecamatan Sajingan. Bentuk Dukungan TNI AD : Memberikan dukungan

sarana dalam penyelenggaraan sosialisasi dan TOT, penyediaan sumberdaya manusia (SDM) seperti personil TNI-AD, Persit, Penyuluh

dan pemuka Masyarakat.

Launching MKRPL Desa Agak, Kec. Sebangki, Kabupaten Landak, Kalbar 2013

Di Bengkulu, Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) tahun 2013 dilaksanakan di 2 (dua) tipe agroekosistem

yaitu dataran tinggi (Kabupaten Rejang Lebong, Kepahiang, dan Lebong), serta agroekosistem dataran rendah (Kabupaten Mukomuko,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 135

Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Kota Bengkulu, Seluma, Bengkulu Selatan, dan Kaur). Hingga tahun 2013, KK kooperator KRPL

berjumlah 598 orang yang tersebar di 20 desa di 10 kabupaten/kota. Pelaksanaan m-KRPL terbagi menjadi 3 tahapan, yaitu

sosialisasi, implementasi, dan pendampingan. Sosialisasi dari masing-masing lokasi berbeda waktu pelaksanaannya, sedangkan

implementasi dan pendampingannya relatif sama yaitu berkisar bulan Maret-Agustus. Komoditas yang didiseminasikan dan digunakan

di agroekosistem dataran rendah adalah jenis sayuran dataran rendah seperti cabe, tomat, kol bunga, kol daun, selada, kangkung,

bayam, sawi, kacang panjang, terung, ubi jalar, dan ganyong. Sedangkan pada agroekosistem dataran tinggi, komoditas yang

digunakan adalah jenis sayuran dataran tinggi seperti ubi jalar, daun bawang, seledri, cabe, selada merah, kol bunga, dan kol daun.

Untuk meningkatkan adopsi petani terhadap teknologi yang didiseminaiskan, dilaksanakan kegiatan PRA (Participatory Rural

Appraisal). Hasil PRA menunjukkan bahwa semua desa belum memahami teknologi pemanfaatan lahan pekarangan (baik filosofi

maupun teknik budidaya) yang ditunjukkan dari pekarangan yang belum tertata dengan baik, tidak dilakukan pemupukan dan benih

sayuran yang ditanam asalan, semai sendiri dari pembelian produksi di pasar. Kurangnya pemahaman terhadap komponen teknologi

budidaya lahan di pekarangan merupakan permasalahan yang dominan, khususnya varietas yang cocok, penyiapan media tanam yang

tepat, serta pengendalian hama/penyakit sayuran. Oleh karena itu peran penyuluh, materi penyuluhan dan metode penyuluhan sangat

dibutuhkan. Selama kegiatan m-KRPL tahun 2013, dilaksanakan beberapa kegiatan pelatihan dan apresiasi yang bertujuan untuk

meningkatkan perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) petani kooperator. Kegiatan pelatihan yang diberikan, antara lain

berupa pelatihan teknis budidaya tanaman sayuran, pembuatan kompos, pengolahan pasca panen, serta administrasi/pembukuan

kelompok. Selain kegiatan diseminasi di lapangan, juga dikembangkan KBI dan Ayam KUB. Benih yang diproduksi di KBI antara lain

tomat safira, caisim, pare belut, gambas, cabe tanjung, bayam giti merah, terung pondoh, papaya california, bawang merah, dan ubi

jalar. Penetasan oleh unit KBI ayam KUB BPTP Bengkulu sudah menghasilkan bibit ayam KUB sebanyak 300 ekor yang disebarkan dan

dipelihara sebanyak 155 ekor oleh 7 peternak di Kota Bengkulu (130 ekor) dan Kabupaten Bengkulu Utara (25 ekor), sisanya sebanyak

145 ekor dikembangkan di unit KBI ayam KUB BPTP Bengkulu. Sedangkan pengembangan ayam KUB melalui penetasan telur

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 136

menggunakan pengeram langsung oleh induk ayam buras (kampung) lokal milik peternak, populasinya sudah mencapai 206 ekor yang

dipelihara dan dikembangkan oleh 10 orang peternak ayam dari 3 kelurahan di Kota Bengkulu (177 ekor) dan 1 orang peternak ayam

dari Desa Sido Luhur Kabupaten Seluma (29 ekor). Sehingga secara keseluruhan penyebaran turunan pertama ayam KUB di Bengkulu

sudah mencapai 506 ekor dari hasil penetasan telur turunan pertama menggunakan mesin penetasan telur (300 ekor) dan

menggunakan induk ayam kampong lokal (206 ekor). Secara keseluruhan, disimpulkan bahwa kegiatan m-KRPL di Provinsi Bengkulu

tahun 2013 : (1) terbentuknya 20 unit m-KRPL spesifik dataran rendah dan dataran tinggi; (2) keterampilan petani bertambah baik

terlihat dari perubahan penataan lahan pekarangan setiap anggota/kelompok sasaran, serta mampu memenuhi kebutuhan sayuran,

pangan alternatif untuk konsumsi sendiri; (3) Kebun Bibit Inti (KBI) telah memproduksi benih sayuran untuk keberlanjutan KBD dan

Rumah Pangan Lestari (RPL); serta (4) terbentuknya KBD di setiap Desa cukup mampu memotivasi anggota untuk menanam kembali,

sehingga keberlanjutan usaha masih dalam proses.

Potensi lahan pekarangan yang di Jawa Tengah mencapai 524.465 ha dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Kegiatan M-

KRPL di Jawa Tengah dimulai pada tahun 2011 di dua lokasi, masing-masing di Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Karanganyar. Pada

tahun 2012, lokasi MKRPL bertambah menjadi 19 lokasi di 18 kabupaten dan pada tahun 2013 MKRPL dilaksanakan di 2-4 lokasi di 35

kabupaten/kota di Jawa Tengah. Ada tiga sub kegiatan yang dilaksanakan dalam M-KRPL di Jawa Tengah, yaitu (1) Karakterisasi

KBD di Kelurahan Semarang Kota

Bengkulu yang dulunya dibangun, menjadi

kegiatan usaha rumah tangga (penjualan

bibit)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 137

sistem pengelolaan pekarangan dan kemandirian pangan rumah tangga, (2) Diversifikasi pangan perdesaan berbasis sumberdaya lokal

dan konservasi tanaman lokal, dan (3) Pengembangan kebun bibit desa dan kebun bibit inti. Pengembangan Kebun Bibit Desa (KBD) di

masing-masing lokasi M-KRPL yang didukung dengan Kebun Bibit Induk (KBI), dalam implementasinya tidak mudah. Kesulitan tersebut

terkait dengan sulitnya memperoleh lahan kosong untuk mendirikan KBD, kurang/lemahnya kapasitas SDM dalam pengelolaan KBD,

kecilnya skala usaha KBD. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, kelompok melakukan terobosan dengan (1) membeli benih siap

tanam dari penjual benih tanaman profesional, menyimpan, dan menjual bibit kepada peserta dan masyarakat, (2) menyerahkan

pengelolaan KBD kepada anggota yang mempunyai minat dan keahlian serta mempunyai cukup waktu luang, dan atau (3)

menyerahkan sebagian besar tahap perbibitan kepada anggota dan dilaksanakan di rumah masing-masing anggota. Benih siap tanam

selanjutnya dibawa ke KBD untuk dipasarkan. Dengan terobosan tersebut, pengelolaan KBD di beberapa lokasi telah mengarah kepada

orientasi bisnis sehingga mampu memberikan pemasukan dengan kisaran antara Rp 87.113,- hingga Rp 467.800,- per bulan.

Implementasi M-KRPL telah menunjukkan adanya mempunyai manfaat langsung di tingkat rumah tangga dengan berkontribusi dalam

penghematan pengeluaran dan pendapatan rumahtangga untuk konsumsi pangan yang rata-rata terendah mencapai Rp 81.670

hingga rata-rata tertinggi 157.500 di perkotaan dan masing-masing rata-rata terendah dan tertinggi mencapai Rp 82.970 dan 268.620

di perdesaan per bulan per KK. Pendapatan dari M-KRPL diperoleh dari penjualan hasil panen dan penjualan tanaman dalam polybag.

MKRPL juga berperan dalam meningkatkan skor PPH rumahtangga pelaksana dari rata-rata 79.95 menjadi 81.95 di perdesaan dan

dari 84.25 menjadi 86.26 di perkotaan. Analisis pengaras utamaan gender dalam kegiatan M-KRPL di Jawa Tengah menunjukkan

bahwa peran wanita dalam pengelolaan dan implementasi MKRPL lebih dominan dibandingkan dengan peran pria. Dominasi peran

wanita di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di perdesaan. Hal ini sesuai dengan rancangan awal MKRPL yang ditujukan

sebagai program pemberdayaan perempuan. Analisis pemetaan (mapping) keberlanjutan MKRPL menunjukkan bahwa skor lokasi

MKRPL menyebar normal. Ketepatan pemilihan lokasi, keberadaan local champion, dan masa pembinaan sangat mempengaruhi

keberlanjutan implementasi MKRPL. Untuk mempercepat laju diseminasi dan meningkatkan adopsi MKRPL, perlu digunakan sistem

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 138

diseminasi multi channel (SDMC). Melalui SDMC, keterlibatan pemangku kepentingan dan kapasitas modal sosial di masing-masing

wilayah pengembangan dapat dimaksimalkan. Implikasi dari pelaksanaan M-KRPL adalah pertama perlunya penyesuaian rancangan

kegiatan dengan kondisi sumberdaya pertanian dan kondisi sosial ekonomi kelompok sasaran. Bergantung kepada kondisinya, fokus

pendekatan dapat ditujukan pada aspek peningkatan nilai tambah finansial, kesehatan (ketersediaan pangan sehat), keindahan/ruang

terbuka hijau, maupun solidaritas sosial. Kedua tergantung kepada ketersediaan lahan dan kondisi kelompok sasaran, pengembangan

Kebun Bibit Desa (KBD) tidak perlu selalu berwujud bangunan fisik, Perlu diberikan ruang untuk modifikasi, misalnya penumbuhan

spesialisasi penyediaan benih tertentu oleh peserta di rumah tinggal pelaksana dan penumbuhan jejaring sistem penyediaan benih

untuk menjamin keberlanjutan MKRPL. Ketiga stereotip MKRPL sebagai kegiatan berbasis wanita atau kegiatan kelompok wanita

tani/KWT perlu dikurangi, karena keberadaan dan peran local champion yang didominasi oleh pria, untuk mendorong keberlanjutan

implementasi MKRPL sangat besar. Keempat fokus MKRPL di masa mendatang perlu diarahkan pada pengembangan tanaman umbi-

umbian dan kacang-kacangan untuk mendorong upaya diversifikasi pangan utama dan mengurangi konsumsi padi-padian serta

meningkatkan pengembangan ternak/ikan untuk meningkatkan konsumsi pangan hewani. Kelima untuk keberlanjutan implementasi

optimalisasi pekarangan, masa pembinaan satu lokasi MKRPL perlu diperpanjang agar kelompok sasaran dapat memahami substansi

dan menguasai teknologi yang diintroduksikan. Hal ini terkait dengan banyaknya jumlah komoditas yang diusahakan dalam MKRPL.

Kunjungan Menteri Pertanian Ke lokasi m-KRPL di Desa Blimbing, Kab. Kendal

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 139

Pengelolaan Hasil Panen m-KRPL untuk diolah

dan dipasarkan, dijual ke pedagang,

dikonsumsi, masuk Rumah Makan di Kab

Wonosobo

Dukunga Pemerintah Daerah berpengaruh besar dalam upaya Scalling up di Jawa Tengah.

Peran Pemda di Jateng dalam replikasi KRPL

(2013-2014) :

• APBD Provinsi - 1-2 lokasi di 29 kab

• APBD Kabupaten Cilacap – 2 desa per kecamatan

APBD Kota Salatiga – semua kelurahan • APBD Kabupaten Sragen – 208 desa

Program m-P3MI

Fungsi BB Pengkajian dalam pendampingan MP3MI adalah mengkoordinir kegiatan m-P3MI yang dilakukan BPTP agar sesuai

dengan Pandum m-P3MI sehingga secara bertahap ke sembilan indikator yg telah ditetapkan dapat tercapai, dan model pembangunan

pertanian berbasis perdesaan terwujud dan bisa dicontoh oleh pihak pemangku kebijakan untuk direplikasi kedesa lain yang sejenis

(bio-fisik dan sosek). Pada tahun anggaran 2013 kegiatan monev oleh Tim Teknis m-P3MI pada 8 BPTP, Sumsel, Sumut, Aceh, Sulut,

Gorontalo, Sulbar, Sultra, Kalsel. Materi yang di monev dari aspek perencanaan, implementasi lapang, capaian output dan outcome,

diseminasi dan advokasi. Perlu peningkatan kegiatan monev (frekuensi dan intensitasnya) langsung ke lokasi kajian oleh Tim Teknis.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 140

Penyelenggaraan MP3MI menunjukkan keragaman dalam basis kegiatannya. Sebagian berbasis komoditas tanaman, komoditas ternak, integrasi

tanaman dan ternak, dan terdapat juga MP3MI berbasis agroekosistem. Ditinjau dari aspek perencanaan, rata-rata penyelenggaraan MP3MI oleh

BPTP telah mengikuti acuan sesuai buku Panduan MP3MI yang diterbitkan Badan Litbang Pertanian, meskipun di antaranya terdapat improvisasi

disesuaikan dengan kondisi wilayah masing-masing. Dari aspek implementasi, dijumpai pelaksanaannya masih perlu di tingkatkan terutama dalam

skala kegiatan yang rata-rata masih relatif kecil. Keterlibatan masyarakat tani di lapangan masih terbatas, bahkan hanya beberapa orang saja

sehingga tidak dapat di prediksi keberhasilannya secara ekonomis. Partisipasi pemangku kepentingan di beberapa lokasi sudah menunjukkan

keragaan relatif baik, tetapi masih ada juga yang pertisipasinya terbatas hanya pada aspek kegiatan terpilih. Kondisi demikian kurang menjamin

keberlangsungan kegiatan.

Sawah

27,78%

Kering

63,89%

Pasang

Surut

8,33%

Pangan

40,43%

Horti

17,02%

Ternak

29,79%

Perkebuna

n

10,64%

Off Farm

2,13%

Sebaran MP3MI Menurut Agro ekosistem di 33 Provinsi

Sebaran MP3MI Menurut Komoditas/Aktivitasdi 33 Provinsi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 141

KOMODITAS JUMLAH DESA RATA-RATA PETANI

KOOPERATOR

Hortikultura (Sub Total) 14 30

1. Sayuran 12 24

2. Jeruk 2 6

Tanaman Pangan (Sub Total) 34 49

1. Padi 29 18

2. Jagung 4 26

3. Kedelai 1 5

Tan. Perkebunan (Sub Total) 10 74

1. Karet 2 17

2. Kelapa 1 20

3. Kakao 6 22

4. Gambir 1 15

KOMODITAS JUMLAH DESA RATA-RATA PETANI

KOOPERATOR

Tanaman Hias (Sub Total) 2 29

1. Bunga potong 2 29

Peternakan (Sub Total) 7 81

1. Ayam 1 15

2. Kambing 6 66

Integrasi tanaman dan

Ternak

14 20

TOTAL 81 283

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 142

Komoditas Peningkatan Produktivitas (%)

Peningkatan Pedapatan (%)

1. Sayuran 80 95,5

2. Integrasi tanaman Ternak

71,7 123,6

3. Padi sawah 40,6 39,4

4. Kakao 21,3 27,2

5. Jagung 57,4 71,4

Dalam rangka perbaikan pelaksanaan kegiatan m-P3MI, Untuk Provinsi Aceh, direncanakan tahap kegiatan berikutnya adalah

pengembangan model Usaha agribisnis pedesaan berbasis padi sawah. Untuk itu disarankan agar kegiatan berikutnya adalah

penyusunan dan pengembangan model MP3MI dengan penekanan pada sub-sub system agribisnis yang masih lemah, seperti

kelembagaan keuangan pedesaan dan pasar serta kemitraan, dan hubungan sinergisme antar cabang-cabang usaha yang telah ada,

agar usaha agribisnis tersebut bisa dijalankan. Untuk Provinsi Sumatera Utara, direncakan tahap kegiatan berikutnya adalah Usaha

agribisnis berbasis SIPT dan kelapa sawit, serta diversifikasi usaha produktif. Untuk itu disarankan agar kegiatan berikutnya adalah

penyusunan dan pengembangan model MP3MI dengan penekanan pada sub-sub system agribisnis yang masih lemah, seperti

kelembagaan keuangan pedesaan untuk dapat mendukung usahatani, dan hubungan sinergisme antar cabang-cabang usaha yang

telah ada. Kajian cukup dilakukan dalam 2 tahap, tidak perlu lagi mulai dari uji/introduksi komponen teknologi. Kajian komponen

teknologi bukan merupakan kegiatan utama tahun 2013, tetapi hanya diperlukan untuk memverifikasi teknologi kalau masih

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 143

diragukan, dan merupakan bagian dari kegiatan penyusunan model system usaha agribisnis padi: Tahap pertama merupakan tahap

pengujian model dengan menerapkan teknologi yang sudah tersedia dan matang untuk menghasilkan model pengembangan yang siap

dikembangkan, disertai model pengembangan kelembagaan agribisnisnya. Tahap kedua merupakan tahap pengembangan dalam skala

yang lebih luas oleh petani didukung stake holder daerah. Model harus berorientasi pasar. Kerjasama kelembagaan penggilingan padi

perlu dikaji apakah bargaining power petani sudah cukup baik, petani tidak dirugikan/terpaksa.

Di Sulut, Pelaksanaan Rancangan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI), berorientasi komoditas

berbasis budidaya tanaman. Penyusunan model diawali dengan penataan pola tanam berbasis komoditas terpilih (komoditas terpilih

yaitu padi, jagung). Inovasi yang diperkenalkan mencakup inovasi teknologi dan kelembagaan. Inovasi teknologi diarahkan pada

upaya untuk menghasilkan produk berkualitaas (teknologi budidaya/pra panen dan pascapanen), dan diversifikasi produk sesuai

kebutuhan pasar. Secara agroekosistem desa Mopuya Selatan II berada pada zona lahan basah dan kering dengan ketinggian 157 m

dpl, topografi datar sampai bergelombang. Hasil identifikasi permasalahan agribisnis padi dan jagung menunjukkan bahwa permasalahan

utama adalah Kondisi bertani diwilayah Mopuya Selatan II masih sederhana terutama penggunaan benih yang tidak pernah

diperbaharui (varietas serayu). Cara tanam tidak beraturan (tanam tegel dan hambur), pemupukan belum sesuai dosis yang

dibutuhkan tanaman, penggunaan pestisida yang berlebihan dalam penanggulangan H/P, belum menerapkan saat kebutuhan air pada

tanaman dan produksi berkisar 4-5 ton GKP per hektar. Sedangkan pada komoditi jagung hanya di tanam 2 kali dalam setahun

dengan rata-tata produksi sebesar 3 ton per hektar. Pola usaha tani padi sawah dilakukan 2 tahun 5 kali tanam dengan pendapatan

rata-rata sebesar Rp 4.500.000, setelah dipotong biaya produksi dalam sekali panen di tambah dengan usaha lainnya yaitu

memelihara ternak babi dan ayam sebesar Rp.3.500.000,- per bulan. Faktror lainnya yang diangkat dalam permasalahan adalah

kelangkaan tenaga kerja musim penanaman dan pemanenan. Kondisi kelompok tani belum tertata dengan baik, antara lain nama satu

orang petani berada pada dua kelompok berbeda, belum memiliki anggaran dasar dan anggaran rumahtangga kelompok. Sebagian

besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dengan rata-rata pemilikan lahan usahatani >2 ha per kepala keluarga tani.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 144

Kelembagaan kelompok tani yang ada di desa Mopuya Selatan II ini didukung oleh kelembagaan pengolahan hasil pertanian yang

disebut penggilingan. Peran kelembagaan pemerintah terhadap MP3MI seperti kelembagaan penyuluhan memberikan penyuluhan

dalam usahatani, camat memberikan motivasi dan kebijakan dalam membangun pertanian di pedesaan, Dinas Pertanian memberikan

bantuan sarana dan prasarana dalam mendukung usaha pertanian dan BPTP sebagai pendamping dan penyediaan teknologi dalam

usahatani yang mereka geluti. Implementasi model dan pengawalan inovasi pada tahun pertama adalah inovasi pengenalan varietas

unggul baru dalam bentuk demplot padi sawah (Inpari 21) dan jagung komposit varietas Bisma. Demplot padi sawah dan jagung

dilakukan dengan pendekatan PTT yaitu menggunakan benih unggul, jarak tanam yang teratur (jajar legowo), pemupukan berimbang,

metode pengendalian hayati dan pengaturan pengairan. Inovasi kelembagaan dilakukan melalui diskusi dan pemecahan masalah

dalam berkelompok, pembinaan sistim informasi, konsultasi dan usaha agribisnis berbasis pengetahuan dan teknologi. Hasil panen

inpari 21 sebagian besar akan disiapkan untuk kebutuhan benih diwilayah Dumoga Utara. Adapun permintaan benih inpari 21 ini

berasal dari desa Tapadaka sekitar 1 ton gabah/benih, dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan Bol-Mong sekitar 250 kg

gabah/benih dan perorangan yang ada di Desa Mopuya Selatan II sendiri.

Benih yang akan di kembangkan Proses penanaman padi sistim jarwo Sekolah lapang bagi petani

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 145

Pelatihan pengelolaan usahatani sayuran dan solusi menghindari terputusnya kegiatan usahatani yang diakibatkan oleh luapan

air D. Limboto di kawasan m-P3MI, Gorontalo. Pembuatan plot display budidaya sayuran dataran rendah (caisin, bayam, kacang

panjang, ketimun, kangkung, bayam, tomat dan cabai). Pembuatan lapak pembibitan tanaman sayuran dalam media para-para untuk

menghindari genangan akibat luapan air D. Limboto. Seperti diketahui, selama periode April hingga Juni, kawasan hortikultura Tilote

mengalami banjir dan genangan yang berkepanjangan akibat curah hujan yang relatif tinggi di Gorontalo. Dalam rangka pembinaan

kelembagaan dan ekspansi kegiatan m-P3MI, dilaksanakan pemetaan kembali agribisnis hortikultura khususnya sayuran dataran

rendah pada sentra-sentra produksi sayuran di Gorontalo yang meluputi Kabupaten Gorontalo, Kab. Boalemo dan Kab. Bone Bolango.

Selain itu akan dilakukan pula temu kelompok tani dan pelaku agribisnis sayuran untuk membahas upaya-upaya memperkuat posisi

tawar petani dan perbaikan nilai tambah dan dayasaing produk hortikultura.

Peningkatan kompetensi SDM

Dalam rangka meningkatkan kapasitas SDM yang mendukung pelaksanaan tugas pokok dan fungsi BB Pengkajian, telah

dilaksanakan beberapa kegiatan sebagaimana ditampilkan pada Tabel. Secara keseluruhan jumlah peserta kegiatan pembinaan SDM

lingkup BB Pengkajian pada tahun 2013 sejumlah 468 orang sedikit berkurang dibandingkan dengan tahun 2012 yakni 461 orang,

namun jika dilihat dari jenis pelatihan/diklat pada tahun 2013 lebih beragam. Pelatihan jangka panjang diperuntukkan bagi pegawai

yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang D3, S1, S2 dan S3. Pada tahun 2012, terdapat 30 petugas belajar dalam negeri dan 8

petugas belajar luar negeri. Jumlah petugas belajar tersebut sebenarnya masih kurang dibandingkan dengan tingginya minat pegawai

yang ingin melanjutkan pendidikan, hal ini disebabkan karena terbatasnya sumber dana APBN yang tersedia. Namun demikian, bagi

pegawai yang mampu secara finansial dan memenuhi persyaratan, maka dapat mengajukan permohonan ijin belajar dengan biaya

sendiri dan mencari sumber dana (beasiswa) dari luar Badan Litbang. Selama Tahun 2013 pegawai yang mengusulkan izin belajar

biaya sendiri sejumlah 44 orang yang terdiri dari program S1 sebanyak 24 orang, S2 sebanyak 18 orang dan S3 sebanyak 5 orang.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 146

Adapun pelatihan jangka pendek diimplementasikan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan di luar maupun di dalam negeri. Selama

tahun 2013 jumlah pegawai yang mengikuti diklat fungsional lebih meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yakni sejumlah 224

orang pegawai. Peningkatan yang signifikan pada Diklat Fungsional Peneliti, Diklat Fungsional Penyuluh Tingkat Ahli dan Diklat

Fungsional Analis Kepegawaian,, hal ini disebabkan kedepan semua pegawai yang memenuhi syarat agar diarahkan untuk memiliki

jabatan fungsional tertentu. Pelatihan lainnya seperti seminar, workshop dan apresiasi lainnya sanyat besar manfaatnya guna

meningkatkan keterampilan dan pengetahuan serta kompetensi pegawai yang berdampak pada peningkatan kualitas kegiatan

pengkajian dan pelayanan kepada stakeholders.

Tabel 8. Kegiatan pembinaan dan pengembangan SDM lingkup BB pengkajian tahun 2013.

No. Jenis Peningkatan Kompetensi Pegawai Jumlah (orang)

2012 2013

I Pelatihan Jangka Panjang

1 Tugas Belajar Dalam Negeri

- Program S3 10 11

- Program S2 13 19

- Program S1 1 0

2 Tugas Belajar Luar Negeri

- Program S3 3 4

- Program S2 1 4

II Pelatihan Jangka Pendek

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 147

3 Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Pertama 54 88

No. Jenis Peningkatan Kompetensi Pegawai Jumlah (orang)

2012 2013

4 Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Lanjut 21 53

5 Diklat Dasar Penyuluh Tingkat Ahli 31 52

6 Diklat Analis Kepegawaian

- Tingkat Ahli 15

- Tingkat terampil 16

6 Diklat Teknisi Litkayasa 5

7 Diklatpim

- Tingkat III 2 2

- Tingkat IV 5 4

8 Diklat Prajabatan 5

9 Training Jangka Pendek Luar Negeri 42 49

10 Training Jangka Pendek Dalam Negeri 278 125

Total 461 468

Implementasi ISO 9001:2008

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 148

Sistem Manajemen Mutu merupakan sistem manajemen yang berkualitas yang digunakan sebagai pedoman dalam rangka

pemantapan kelembagaan dan manajemen sehingga mampu memberikan dukungan dan kontribusi positif untuk menciptakan kinerja

yang lebih baik, terutama dalam mencapai pengembangan kelembagaan dan manajemen yang bermuara pada tercapainya Visi dan

Misi. Dengan adanya Implementasi ISO 9001 : 2008 akan membantu Kepala Unit Kerja untuk pemantapan kelembagaan dan

manajemen pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, sehingga mampu memberikan dukungan dan kontribusi positif untuk

menciptakan kinerja yang lebih baik terutama dalam mencapai pengembangan kelembagaan dan manajemen balai besar yang

bermuara pada tecapainya kesejahteraan pegawai. Dalam implementasinya perlu dibuat dan dievaluasi SOP (Standar Operasional

Prosedur) masing-masing tupoksi pegawai sesuai dengan jam kerja pelayanan publik. Sehingga dengan dibuatnya SOP diharapkan

dapat membantu kelembagaan dan manajemen dapat meningkatkan pelayanan terhadap publik dan menjadi tolok ukur dalam

mengevaluasi mutu dan kualitas dari suatu lembaga manajemen.

Sistem manajemen mutu yang diterapkan di BB Pengkajian adalah sistem manjemen mutu 9001:2008. Kinerja manajemen BB

Pengkajian dipantau, dimonitor dan diukur dengan sistem tersebut. BB Pengkajian dan lingkupnya yaitu BPTP sebagian besar telah

menerapkan ISO 9001:2008. Sejak tahun 2009 BB Pengkajian telah menerapkan ISO 9001:2008 dan menerima sertifikasi. Sedangkan

BPTP baru menerapkan ISO 9001:2008 sejak tahun 2010 dan secara bertahap semuanya akan menerapkannya. Tahun 2013 terdapat

6 BPTP yang sedang mengajukan sertifikasi ISO 9001:2008 dan sampai saat ini masih melengkapi data-data yang diperlukan dalam

proses sertifikasi. Selain itu terdapat 26 BPTP yang sertifikasinya sudah jatuh tempo dan untuk saat ini sedang menunggu proses re-

sertifikasi, namun sebagian juga terhambat karena tidak memiliki dana untuk re-sertifikasi. Sampai dengan akhir desember 2013

terdapat 2 BPTP yang belum memperoleh sertifikasi yaitu LPTP Sulawesi Barat dan Kepulauan Riau karena terkendala oleh anggaran.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 149

Tabel 9. Data Sertifikasi ISO BB Pengkajian Tahun 2013

NO NAMA UPT NAMA PROSEDUR MASA BERLAKU

1. BBP2TP Administrasi Publik: (1) Bagian Tata Usaha; (2) Bidang Program dan

Evaluasi; (3) Bidang Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Pengkajian; (3)

Bidang Kelompok Pengkajian.

Audit re-sertifikasi telah dilakukan pada 7-8 Januari 2013, mengalami

pengunduran karena pada tahun 2012 tidak terdapat anggaran untuk re-

sertifikasi

31 Des09 – 30 Des12 Sudah

diperpanjang sd 2015

2. BPTP Aceh Sistem Manajemen Mutu (SMM) Scope (Ketatausahaan, Kerjasama

Pelayanan dan Pengkajian)

10 Nov 2010–9 Nov 2013

3. BPTP Sumbar Administrasi publik 23 Jul 2011-22 Juli 2013

Laboratorium penguji 18 Okt 2012 - 17 Okt 16

4. BPTP Bengkulu Administrasi Publik: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Unit Program; (4) Kelompok Pengkaji

5 Nov 2010 – 4 Nov 2013

5. BPTP Riau Administrasi public: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Unit Program; (4) Kelompok Jabatan

Fungsional

27 Sep 2010 –26 Sep 2013

6. BPTP Sumsel Administrasi public: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Kelompok Jabatan Fungsional

27 Sep 2010–26 Sep 2013

7. BPTP Kep. Babel Administrasi Publik: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Teknik; (3) Kelompok Jabatan Fungsional

26 Nov 2010 – 25 Nov 2013

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 150

NO NAMA UPT NAMA PROSEDUR MASA BERLAKU

8. BPTP Lampung Administrasi Publik: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Teknik; (3) Kelompok Jabatan Fungsional

26 Nov 2010 –25 Nov 2013

9. BPTP Jabar Administrasi Publik: Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Program; (4) Unit Pengelolaan Benih Sumber;

(5) Kelompok Pengkaji

27 Sep 2010 –26 Sep 2013

10. BPTP Banten Administrasi public 22 Agu 2010– 21 Agu 2013

11. BPTP Jateng Administrasi Publik: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Kelompok Fungsional)

7 Jul 2010 –6 Jul 2013

12. BPTP Jogjakarta Administrasi Publik: (1) Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama &

Pelayanan Pengkajian, (3) Unit Program, (4) Kelompok Fungsional; dan

(5) Laboratorium Pengujian.

16 Juni 2010 –15 Juni 2013

13. BPTP Jatim Sistem manajemen mutu pada BPTP Jatim (Administration Public) 7 Jul 2010 –6 Jul 2013

Prosedur Laboratorium Penguji 23 Jul 2013 -22 Jul 2016

14. BPTP Bali Administrasi Publik: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Kelompok Jabatan Fungsional

21 Okt 2010 –20 Okt 2013

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 151

NO NAMA UPT NAMA PROSEDUR MASA BERLAKU

15. BPTP NTB Administrasi Publik: (1) Bagian Tata Usaha; (2) Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian, (3) Program dan Kerjasama Iptek, (4) Kelompok

Fungsional)

27 Sep 2010 –26 Sep 2013

Laboratorium Pengujian ISO/IEC.17025:2005 1 Agu 2008 –31 Jul 2012

16. BPTP NTT Administrasi Publik: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Kelompok Pengkajian; (4) Koordinator

Program; (5) Kebun Percobaan; (6) Lab Diseminasi

2 Agus 2010 –1 Agust2013

17. BPTP Sulut Adminsitrasi Publik : (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama

dan Pelayanan Pengkajian; (3) Unit Program; (4) Kelompok Pengkajian

26 Nov 2010 –25 Nov 2013

18. BPTP Sulteng Administrasi public: (1) Bidang Program dan Evaluasi; (2) Seksi

Kerjasama dan Pelayanan Pengkajian; (3) Sub Bagian Tata Usaha; (4)

Kelompok Pengkaji

26 Nov 2010 –25 Nov 2013

19. BPTP Sulsel Administrasi public 9 Nov 2010–10 Nov 2013

20. BPTP Gorontalo Administrasi public: (Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian, Kel Fungsional Peneliti)

22 Nov 2010–21 Nov 2013

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 152

NO NAMA UPT NAMA PROSEDUR MASA BERLAKU

21. BPTP Kalteng Administrasi Publik: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Kerjasama

Pelayanan dan Pengkajian; (3) Kegiatan Pengkajian dan Penelitian

26 Nov 2010–25 Nov 2013

22. BPTP Kaltim Administrasi public: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Program; (4) Kelompok Fungsional

27 Sep 2010 –26 Sep 2013

Laboratorium penguji 21 Jun 2012–20 Jun 2016

23. BPTP Kalsel Administrasi Publik 26 Sep 2010–25 Sep 2013

24. BPTP Malut Administrasi Publik:(1) Bagian Tata Usaha, (2) Kerjasama dan Pelayanan

Pengkajian (KSPP), (3) Bagian Program

01 Nov 2010 –31 Okt 2013

25. BPTP Papua Administrasi publik : ( Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian, Kelompok Jabatan Fungsional)

26 Nov 2010 – 25 Nov 2013

BPTP Papua

Barat

Administrasi public: (1) Sub Bagian Tata Usaha; (2) Seksi Kerjasama dan

Pelayanan Pengkajian; (3) Kelompok Jabatan Fungsional

26 Nov 2010 – 25 Nov 2013

Peningkatan Kapasitas Kebun Percobaan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 153

Untuk indikator jumlah Kebun Percobaan yang terfungsikan secara produktif, data KP yang teridentifikasi sebanyak 58 KP yang

tersebar di 24 BPTP. Luas KP bervariasi dari yang terkecil seluas 0.12 Ha (KP Wamena-Papua) dan yang terbesar seluas 307 Ha (KP

Makariki). Luas KP seluruh BPTP adalah 1.989 Ha. Data ini mengalami penurunan dibandingkan pada data yang tercantum pada

laporan tengah tahun yaitu 2.364 Ha. Lokasi KP tersebar pada beberapa agroekosistem. Sebanyak 39 KP berada di lahan kering baik

lahan kering di dataran rendah, dataran tinggi maupun berbukit, sedangkan sisanya 19 KP berada di lahan sawah dan lahan pasang

surut.Dengan demikian, komoditas yang ditanam pun bervariasi. KP yang berada di lahan kering pada umumnya menanam buah-

buahan, tanaman perkebunan, sedangkan KP di lahan sawah digunakan untuk menanam padi dan palawija. Fungsi atau

Pendayagunaan KP antara lain: (1) Penelitian dan Pengkajian, (2) Produksi Benih Sumber/UPBS, (3) Kebun Koleksi Sumber Daya

Genetik (SDG), (4) Show Window Inovasi Teknologi, (5) Kebun Produksi dan Model Agribisnis, (6) Pendukung Ketahanan Pangan, (7)

Pelatihan/Agrowidyawisata. Berdasarkan Gambar, kegiatan penelitian dan pengkajian merupakan kegiatan pendayagunaan KP yang

paling banyak dilakukan oleh BPTP dan juga digunakan untuk produksi benih sumber (UPBS). BPTP tersebut antara lain: BPTP Sumsel,

BPTP Babel, BPTP Banten, BPTP Jateng, BPTP Jatim, BPTP Kalbar, BPTP Kalsel, BPTP Kalteng, BPTP Kaltim, BPTP NTB, BPTP NTT,

BPTP Sulut, BPTP Sulteng, BPTP Sultra, BPTP Sulsel. Optimalisasi pemanfaatan lahan KP berdasarkan luas area lahan terdapat pada

Tabel.KP yang memiliki luas area > 250 Ha hanya terdapat di KP Bacan Maluku Utara dan KP Makariki di Maluku.Namun demikian

lahan tersebut belum dikelola secara optimal (optimalisasi lahan <5%). Lahan yang terlalu luas dan belum diberi pagar menjadi

hambatan dalam pengelolaan dan keamanan KP tersebut. Hambatan lainnya adalah lokasi KP yang jauh sehingga membutuhkan

waktu tempuh yang lama, kurang tersedianya sarana prasarana, juga keterbatasan SDM pengelola KP. Pada Tabel juga dapat dilihat

bahwa area lahan yang < 100 Ha, telah dikelola dengan optimal untuk beragam kegiatan pemanfaatan maupun pendayagunaan KP.

KP lingkup BB Pengkajian mayoritas memiliki luas lahan KP ≤ 50 Ha.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 154

Fungsi Kebun Percobaan

Tabel 10. Persentase Optimalisasi Lahan KP Berdasarkan Luas Lahan

Luas Lahan (Ha) Frekuensi Rata-rata % Optimalisasi Lahan

0-50 46 58,3

51-100 3 62,8

101-150 5 18,7

151-200 2 17,3

201-250 - -

251-300 1 4,3

301-350 1 6,8

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 155

Pemanfaatan kebun percobaan diarahkan pada kerja sama BPTP dengan pihak lain (mitra kerja sama). Pemanfaatan KP ini

dapat dilakukan pada KP yang arealnya luas dan tidak bisa lagi dikelola secara efisien oleh BPTP. Tata cara pemanfaatan barang milik

negara dalam hal ini kebun percobaan BPTP harus mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 96/PMK.06/2007 tentang Tata

Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Ada beberapa opsi atau

bentuk kerja sama yang dapat dilakukan, antara lain:

1. Kerja sama dengan koperasi, bisa dilakukan dalam bentuk kegiatan perbenihan/perbibitan tanaman/ternak, produksi dengan

sistem bagi hasil, atau disewakan.

2. Kerja sama dengan Pemda

3. Kerja sama dengan swasta. Jenis kegiatan bisa dalam bentuk penelitian/pengkajian, perbenihan/perbibitan, agrowisata, arena

outbond, kegiatan produksi dengan sistem bagi hasil atau disewakan.

4. Kerja sama dengan Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian Lainnya.

5. Jenis kegiatan bisa dalam bentuk penelitian/pengkajian, pemanfaatan sumber daya genetik.

Unit Penangkaran Benih Sumber

Usaha penangkaran benih sumber tersebar di 33 BPTP untuk penyediaan benih padi, jagung dan kedelai. Permintaan dan

kebutuhan benih padi paling banyak dari BPTP tahun 2013 adalah varietas Inpari 19 yang terbagi untuk kelas BS 28 kg, FS 790 kg

dan SS 4.295 kg. Sebanyak 31 BPTP mengajukan permintaan ke BB Padi dan permintaan varietas padi menurun dari 84 varietas

(tahun 2013) menjadi 77 varietas (tahun 2014) yang terdiri dari 57 VUB, 15 VU Lama dan 5 varietas lokal. Hingga pertengah tahun

2013, benih yang telah diproduksi oleh 32 UPBS BPTP adalah 45 varietas dengan produksi benih padi terbanyak adalah Inpari 13.

Varietas ini telah diproduksi di 27 UPBS BPTP yang terdiri dari 32.866 kg kelas FS, 141.627 kg kelas SS dan 175.742 kg kelas ES. Pada

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 156

awal Desember 2013 UPBS Papua mampu memproduksi benih tertinggi diantara UPBS yang lain yaitu mampu memproduksi kelas FS

sebanyak 234.465 kg, kelas SS 836.277 kg dan kelas ES 733.610 kg. Distribusi benih padi dikelompokkan dalam 5 mitra distributor

yaitu petani perseorangan, penangkar, swasta, pemerintah daerah dan kegiatan Badan Litbang Pertanian. Sampai dengan bulan

Desember 2013, distribusi benih padi terbesar adalah pada kelas ES sebanyak 636.049 kg yang diikuti oleh kelas SS dan FS. Sebaran

distribusi terbesar adalah varietas Ciherang, disusul dengan Mekongga dan Inpari 13. Di 8 provinsi varietas Ciherang mendominasi

sebaran dengan luasan > 100 ribu ha, yaitu di Jateng, Sumsel, Aceh, Jabar, Sulsel, Jambi, Banten dan Kalsel. Sementara varietas

Mekongga, Ciliwung dan IR 42 paling luas di Sumatera Selatan, varietas Situ Bagendit, Inpari 13, IR 64, Pepe, Way Apo Buru,

Cilamaya terluas di Jawa Tengah, Cigeulis di Bali, Cibogo dan Inpari 10 di Aceh, Cisokan, Inpara 3, Inpari 3 di Jambi dan Inpari 7 di

Sulawesi Selatan.

Kebutuhan UPBS untuk benih jagung TA. 2013 yang diajukan oleh 22 BPTP paling tinggi adalah varietas Bima 3 dimana untuk

kelas BS dibutuhkan 565 kg, Sementara itu untuk varietas Lamuru dan Sukmaraga dibutuhkan kelas FS 200, Sukmaraga SS 1.540 kg,

Bima 3 kelas ES 550 kg. Permintaan benih jagung oleh BPTP NTT sebanyak 6.105 kg, Jatim 3.000 kg, Kaltim 2.880 kg, dan Aceh 2.40

kg. Tahun sebelumnya permintaan benih jagung hanya diajukan oleh 14 BPTP. Tahun 14 permintaan menurun hanya 12 BPTP.

Berbeda dengan permintaan benih jagung oleh BPTP, ternyata 25 BPTP tahun 2013 telah mengajukan permintaan kebutuhnan UPBS

kedelai. Permintaan benih kedelai terbanyak diajukan oleh BPTP Banten sebanyak 600 kg, Papua 312 kg, NTT 250 kg, Jawa Tengah

180 kg dan Jawa Barat 120 kg. Tahun 2014 permintaan benih kedelai diajukan oleh 22 provinsi yang meliputi 19 varietas. Lima

varietas benih kedelai yang menjadi kebutuhan propinsi adalah Anjasmoro, Grobogan, Wilis, Burangrang dan Argomulyo. BPTP yang

paling banyak permintaannya adalah BPTP NTB, Jateng, Bengkulu, Sulawesi Utara dan Sumatera Utara.

Selain jagung, benih palawija lainnya yang menjadi kebutuhan BPTP adalah kacang tanah. Tahun 2013 kebutuhan benih

kacang tanah meliputi beberapa varietas yaitu Bison, Domba, Jerapah dan Kelinc dimana jumlah masing-masing kebutuhan benihnya

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 157

dalah 100 kg benih kelas BS, varietas Domba kelas SS 850 kg. Terdapat 5 BPTP yang mengajukan permintaan benih kacang tanah

adalah: Aceh (2.800 kg), Bengkulu (160 kg), Banten (500 kg), Kaltim (290 kg), Maluku Utara (300 kg). Sementara T.A. 2014, UPBS

BPTP membutuhkan 8 varietas antara lain varietas Hypoma-1 (FS=90 kg) diminta oleh 4 UPBS BPTP. Dari 13 provinsi kebutuhan benih

kacang tanah didominasi oleh varietas Kelinci (ES=1.750.810 kg). Selain permintaan terhadap benih padi, jagung, kedelai dan kacang

tanah, pada tahun 2013 permintaan benih bertambah satu komoditas dengan adanya permintaan terhadap benih kacang hijau.

Permintaan benih kacang hijau diusulkan oleh BPTP NTT yaitu permintaan terhadap benih kacang hijau varietas Vima 1 sebanyak 55

kg yang terdiri dari 5 kg BS dan 50 kg FS untuk kegiatan UPBS. Sementara itu untuk tahun 2014 permintaan terhadap benih kacang

hijau hanya berasal dari UPBS BPTP NTB dan NTT dan varietas yang diminta adalah Varietas Murai, Vima , Vima 1 dan Walet untuk

kelas FS. Demikian pula untuk kebutuhan benih propinsi berasal dari NTB dan NTT. Kedua propinsi tersebut membutuhkan 6 varietas

benih kacang hijau dan dominan untuk kelas ES.

Salah satu kegiatan di BPTP adalah perbanyak benih yaitu melalui kegiatan UPBS BPTP atau kegiatan lainnya dalam upaya

untuk mendukung swasembada beras yang salah satunya adalah untuk mendukung produksi benih padi terutama varietas-varietas

terbaru baik melalui UPBS maupun kegiatan lainnya yang dilakukan di lahan kebun percobaan maupun di lahan penangkar. T.A. 2012

produksi benih di BPTP yang tertinggi adalah Aceh (33.830 kg) untuk kelas FS, DIY (228.200 kg) utk kelas SS, dan Jawa Barat

(125.040 kg) untuk kelas ES. Varietas padi yang paling banyak diproduksi adalah Inpari 13 (FS = 24.705 kg; SS = 350.702 kg; ES =

204.090 kg). Jumlah varietas padi yang diproduksi seluruh BPTP secara agregat sebanyak 43 varietas. Perlu suatu evaluasi terkait

jumlah varietas padi yang diproduksi kurang dari jumlah varietas padi yang diminta BPTP pada T.A. 2012 yaitu sebanyak 83 varietas,

serta bagaimana kondisi konversi dari benih padi yang telah didistribusikan. Inpari 13 merupakan varietas padi yang paling banyak

diproduksi oleh BPTP, yaitu sebanyak 27 BPTP (84%).Hingga pertengahan tahun 2013, sebanyak 45 varietas telah diproduksi dari 32

UPBS BPTP. Sama seperti tahun 2012, Inpari 13 merupakan varietas yang paling banyak diproduksi oleh UPBS BPTP (27 UPBS BPTP)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 158

yaitu 32.866 kg kelas FS, 141.627 kg kelas SS, 175.742 kg kelas ES. Produksi benih padi UPBS BPTP hingga awal bulan Desember T.A.

2013 (Tabel 4), yang paling banyak adalah Papua (FS=234.465 kg, SS=836.277 kg, ES=733.610 kg).

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 159

Publikasi Bertaraf Nasional/Internasional

Kualitas kegiatan pengkajian salah satunya tercermin dari jumlah karya tulis ilmiah yang dihasilkan oleh Peneliti/Penyuluh.

Selama kurun waktu 2010-2013, jumlah Karya Tulis Ilmiah yang dihasilkan BPTP/LPTP sepanjang periode seluruhnya berjumlah

7.098, meliputi 5.923 prosing, 719 Jurnal Nasioal, 85 Jurnal Internasional, 261 Buku dan lainnya, serta 110 KT yang belum

dipublikasikan (Tabel). Adapun jika dihitung per tahun, Indeks KTI masing-masing BPTP, berkisar antara 0,25 – 4,53 (Gambar 6).

Tabel 11. Jumlah Karya Tulis Ilmiah Lingkup BB Pengkajian

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 160

PROSIDING JURNAL

NAS.

JURNAL

INTL.

BOOKLET/

BUKU/lain

nya

BLM

DIPUBLIK

ASI/pitn

sial

X BB. PENGKAJIAN

1 BPTP DKI Jakarta 32 43 27 0 1 - 71

2 BPTP Banten 23 122 24 0 12 0 158

3 BPTP Jawa Barat 62 120 63 2 14 56 255

4 BPTP Jawa Tengah 61 1027 41 0 38 0 1106

5 BPTP D.I. Yogyakarta 69 550 17 5 45 0 617

6 BPTP Jawa Timur 67 715 122 14 18 0 869

7 BPTP Bali 43 240 18 1 17 0 276

8 BPTP NAD 22 65 8 6 4 0 83

9 BPTP Sumatera Utara 27 268 17 0 7 0 292

10 BPTP Sumatera Barat 71 330 44 0 6 0 380

11 BPTP Riau 27 150 11 0 2 0 163

12 BPTP Jambi 35 127 11 6 7 0 151

13 BPTP Bengkulu 20 102 4 2 3 0 111

14 BPTP Sumatera Selatan 33 218 16 0 7 0 241

15 BPTP Bangka Belitung 13 50 1 0 2 0 53

16 BPTP Lampung 36 218 10 0 4 0 232

17 BPTP Kalimantan Barat 17 60 3 0 1 0 64

18 BPTP Kalimantan Tengah 16 21 5 0 5 0 31

19 BPTP Kalimantan Selatan 31 71 19 0 0 0 90

20 BPTP Kalimantan Timur 21 43 6 0 0 4 53

21 BPTP Sulawesi Utara 34 237 6 0 6 0 249

22 BPTP Sulawesi Tengah 28 192 8 2 2 4 208

23 BPTP Sulawesi Selatan 51 456 91 6 23 0 576

24 BPTP Sulawesi Tenggara 30 86 10 1 5 36 138

25 BPTP Gorontalo 12 8 2 1 4 0 15

26 BPTP Nusa Tenggara Barat 28 105 83 8 12 0 208

27 BPTP Nusa Tenggara Timur 23 150 9 18 8 10 195

28 BPTP Maluku 24 35 25 9 3 0 72

29 BPTP Maluku Utara 11 21 3 1 3 0 28

30 BPTP Papua 21 20 0 1 0 0 21

31 BPTP Papua Barat 8 34 8 2 0 0 44

32 LPTP Sulawesi Barat 4 27 7 0 2 0 36

33 LPTP Kepri 3 12 0 0 0 0 12

TOTAL 1003 5923 719 85 261 110 7098

NO. NAMA SATKER

JUMLAH

PENELITI/

PEREKAYASA

dll

TOTAL

JUMLAH KTI***)

Updating Website

Terkait dengan jumlah website yang ter-update secara berkelanjutan di 33 BPTP, sebagai contoh yang telah dilakukan di

BBP2TP, Pengembangan website diawali dengan perancangan desain web yang mengakomodir dan di organisir sedemikian rupa

sehingga memudahkan bagi pengguna untuk menelusuri informasi yang dibutuhkan. Setelah itu dilanjutkan dengan pengumpulan dan

pengemasan data dan informasi ke dalam situs web. Pembaharuan informasi yang disajikan menjadi sangat penting di dalam

penyajian situs tersebut. Oleh karena itu pembaharuan atau update informasi harus dilakukan sesering mungkin, sehingga para

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 161

pengguna informasi dapat mendapatkan informasi sesuai yang dibutuhkan. Website BBP2TP yang dirancang menggunakan Software

Jomla format CMS dan mengacu pada standar baku website yang ditetapkan Badan Litbang Pertanian. Upload menggunakan

software WinSCP. Situs BB Pengkajian untuk dapat dinikmati oleh pengguna internet, selama ini menggunakan Hosting Badan Litbang

Pertanian dengan alamat http://www.bbp2tp.litbang. deptan.go.id Pengelolaan website BBP2TP secara berkala dan sesuai aktifitas di

BBP2TP dilakukan updating konten. Selama periode Januari-Desember 2013 telah dilakukan sebanyak 86 kali updating terkait dengan

kegiatan di BBP2TP dan BPTP. Adapun sebaran akses bulanan terhadap Website BB Pengkajian dari bulan Januari hingga 5 Desember

2013 sebagaima disajikan pada gambar Tabel berikut:

Jan

2013

Feb

2013

Mar

2013

Apr

2013

May

2013

Jun

2013

Jul

2013

Aug

2013

Sep

2013

Oct

2013

Nov

2013

Dec

2013

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 162

Tabel 12. Akses bulanan terhadap website BB Pengkajian

Month Unique visitors Number of visits Pages Hits Bandwidth

Jan 2013 4562 12342 87935 229622 10.10 GB

Feb 2013 1575 3426 32898 69604 2.58 GB

Mar 2013 1037 2046 82069 224188 11.03 GB

Apr 2013 4657 10023 60142 210683 7.98 GB

May 2013 13793 30068 309606 478061 13.11 GB

Jun 2013 5650 18380 149050 261915 13.94 GB

Jul 2013 8518 20993 171985 185981 9.10 GB

Aug 2013 5779 14840 129542 143398 6.74 GB

Sep 2013 9376 20911 154462 170444 10.33 GB

Oct 2013 13383 27757 169602 185915 7.67 GB

Nov 2013 12958 29535 219554 232653 13.04 GB

5 Dec 2013 485 775 7036 7731 541.93 MB

Total 81773 191096 1573881 2400195 106.14 GB

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 163

Sasaran 4 : Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan mendukung percepatan pembangunan

pertanian wilayah berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi

Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator kinerja dengan pencapaian target dari indikator kinerja adalah sebagai

berikut:

Indikator Kinerja Target Realisasi %

Jumlah rekomendasi kebijakan mendukung empat sukses

Kementerian Pertanian

66 rekomendasi 66 rekomendasi 100

Pada tahun anggaran 2013 telah dihasilkan sejumlah 66 rekomendasi kebijakan atau telah tercapai 100% dari target yang

telah ditetapkan. Rekomendasi kebijakan yang dihasilkan berupa Rumusan kebijakan antisipatif dan responsif spesifik wilayah, regional

dan nasional yang sebagian besar terkait dengan aspek sosial ekonomi dan komoditas pertanian. Sebagai gambaran adalah dari aspek

ekonomi telah dihasilkan berbagai rekomendasi kebijakan yaitu pengembangan M-KRPL, ketahanan dan diversifikasi pangan,

peningkatan kinerja lembaga penyuluhan, pengembangan pertanian organik, kelembagaan, permodalan, pendampingan PUAP,

pengembangan kawasan perbatasan, pembangunan pertanian wilayah, strategi percepatan diseminasi inovasi pertanian melalui SDMC,

serta pemetaan AEZ. Sedangkan rekomendasi pada komoditas tanaman pangan yang telah dihasilkan diantaranya adalah PTT,

pengembangan lahan kering padi gogo, pengembangan atau peningkatan produksi padi, kedelai, dan jagung.

Banyak keberhasilan pembangunan sudah dirasakan masyarakat di perdesaan dan di perkotaan dan di perkotaan. Perubahan

tampak dalam berbagai aspek, baik berupa pembangunan fisik maupun non fisik. Namun demikian tuntutan pembangunan terus

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 164

berlanjut seiring dinamika yang terjadi, sehingga tidak terhindar dari isu-isu yang memerlukan solusi. Khusus untuk kegiatan anjak di

BB Pengkajian, dari sekian banyak isu pembangunan yang terjadi, untuk tahun 2013 kajian difokuskan pada lima aspek, yakni:

(1) Munculnya gagasan untuk memasukkan unsur pendidikan pelatihan dan penyuluhan (Diklatluh) ke dalam tataran penelitian,

pengkajian, pengembangan dan penerapan (Litkajibangrap)

(2) Adanya rencana pemerintah menetapkan harga pokok pemerintah (HPP) untuk komoditas kedelai, sehingga muncul ide untuk

mengkaji dampak penetapan HPP kedelai terhadap penerapan teknologi spesifik lokasi dan peningkatan produksi kedelai di

Indonesia

(3) Adanya rencana pemerintah memberikan subsidi benih padi dalam rangka mendukung swasembada beras berkelanjutan,

sehingga mendorong kajian terhadap skema subsidi benih padi tersebut.

(4) Isu pengembangan mekanisasi pertanian tanaman pangan spesifik lokasi di lahan rawa pasang surut

(5) Pemetaan area diseminasi mendukung percepatan adopsi inovasi teknologi pertanian.

Beberapa hasil kegiatan anjak diuraikan sebagai berikut:

(1) Pemantapan Konsep Sistem Penelitian, Pengkajian: Pengembangan, Pendidikan, Pelatihan dan Penyuluhan,

serta Penerapan Inovasi Pertanian

Sektor pertanian merupakan penggerak utama ekonomi perdesaan, dan saat ini sumberdaya ekonomi utama masyarakat

perdesaan adalah usaha agribisnis berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Pembangunan pertanian

tidak hanya difokuskan pada peningkatan produktivitas dan produksi, tetapi perlu untuk memperhatikan aspek daya saing, nilai

tambah dan kesejahteraan petani. Badan Litbang Pertanian sesuai dengan mandatnya memiliki orientasi Penelitian untuk

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 165

Pembangunan dengan tag lines Science, Innovations dan Networks oleh karena itu Badan Litbang Pertanian dituntut untuk

menghasilkan inovasi pertanian sesuai dengan kebutuhan pengguna, guna diterapkan sebagai mesin menggerakan pembangunan

pertanian terutama di perdesaan. Dalam konteks mendukung pengembangan dan penerapan inovasi teknologi pada usaha

agribisnis, telah dibuat aturan main sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Kpts/HK 0.60/I/2005 tanggal 17 Januari

2005 tentang Pedoman Penyiapan dan Penerapan Teknologi Pertanian. Implementasi Permentan tersebut belum mencapai sasaran

sebagaimana yang diharapkan Litkajibangdiklatluhrap. Peran Diklat-Luh sangat strategis dalam pengembangan dan percepatan adopsi

inovasi pertanian dengan melibatkan institusi yang kompeten. Konsep Permentan baru tentang Litkajibangdiklatluhrap diharapkan

akan mewujudkan koordinasi, dan sinkronisasi yang efektif antara instansi pusat dan daerah mulai dari perencanaan dan

pelaksanaan: penelitian, pengkajian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan serta penerapan inovasi pertanian. Guna

meningkatkan efektifitas makna dari Permentan tersebut dipandang perlu memasukan aspek “Diklatluh” (Pendidikan, Pelatihan dan

Penyuluhan) sehingga menjadi paradigma pembangunan pertanian ke depan.

(2) Kajian Potensi Dampak Penetapan HPP Kedelai Terhadap Penerapan Teknologi Spesifik Lokasi Dan

Peningkatan Produksi Kedelai Di Indonesia

Selain beras dan jagung, kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama di Indonesia. Kebutuhan terhadap komoditi

kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun kaerna komoditas ini mempunyai banyak fungsi, baik sebagai bahan pangan utama,

pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri skala besar hingga skala kecil atau rumah tangga (Dirjentan Pangan, 2012). Rata-

rata kebutuhan kedelai setiap tahunnya mencapai 2,3 juta Namun demikian, tampaknya produksi kedelai dalam negeri belum mampu

memenuhi permintaannya secara baik. Produksi kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi kebutuhannya sekitar 30%, dan

kekuranganya harus sebesar 70% harus didatangkan dari pasar impor.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 166

Pada tahun 2011, sebagai contoh, produksi kedelai dalam negeri hanya mencapai sebesar 851,3 ribu ton atau 29% dari total

kebutuhan yang mencapai 2,94 juta ton, sehingga kekurangnya sekitar 2,09 juta ton atau 71% diimpor (BPS 2011). Demikian juga pada

tahun 2012 dimana kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai 2,2 juta ton, sementara produksinya hanya sebanyak 851,6 ribu ton,

sehingga harus diimpor sebanyak 1,3 juta ton atau 61,3% (FAO, 2013). Dari kebutuhan sebanyak 2,2 juta ton lebih lanjut digunakan

untuk pangan/pengrajin sebesar 83,7% (1.849.843 ton); Industri Kecap, Tauco, dan lainnya sebesar 14,7% (325.220 ton); benih sebesar

1,2% (25.843 ton); dan untuk pakan 0,4% (8.319 ton).

Masih rendahnya produksi kedelai di Indonesia diduga akibat harga kedelai yang diterima petani Indonesia sangat fluktuatif

dan cenderung kurang memberikan insentif bagi mereka untuk: (i) mengelola tanaman kedelainya secara intensif sehingga

menyebabkan produktivitas kedelai masih rendah, rata-rata 1,3 ton/ha, dan (ii) luas pertanaman kedelai masih rendah (rata-rata 613

ribu ha/th) karena tanaman kedelai kurang menguntungkan dibandingkan tanaman pangan lainnya, yang tercermin dari kurangnya

minat petani untuk menanam kedelai. Padahal disisi lain, menurut pakar tempe asal Inggris, Jonathan Agranoff menilai bahwa kedelai

Indonesia jauh lebih berkualitas dibandingkan kedelai impor asal Amerika Serikat. Keunggulan kedelai Indonesia adalah tidak

modifikasi genetik, organik, rasa kedelainya enak sekali, air rendaman kedelainya pun jernih. Disamping itu, dari satu kilogram kedelai

Indonesia mampu menghasilkan lebih banyak tempe atau tahu dengan kualitas yang lebih bagus dibandingkan kedelai impor. Sebagai

contoh, satu kilogram kedelai Anjasmoro bisa menghasilkan 1,74 kilogram tempe. Sementara satu kilogram kedelai impor dari Amerika

Serikat hanya menghasilkan 1,59 kilogram.

Untuk mendorong petani agar mau menanam kedelai lebih banyak lagi dan mengelolanya secara intensif, pemerintah melalui

Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indonesia, pada hari Kamis tanggal 13 Juni 2013, akhirnya resmi menetapkan harga beli petani

(HBP) untuk kedelai sebesar Rp 7.000 per kg melalui Permendag No. 25/M-DAG/PER/6/2013 tentang penetapan harga pembelian

kedelai petani dalam rangka program stabilisasi harga kedelai dan harga jual pemerintah (HJP) untuk kedelai sebesar Rp 7.450 per

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 167

kilogram (kg) melalui Permendag itu adalah Permendag No 26/M-DAG/PER/6/2013 tentang penetapan harga penjualan kedelai di tingkat

pengrajin tahu atau tempe dalam rangka stabilisasi harga kedelai. Melalui kebijakan ini diharapkan mampu mendorong produksi kedelai

di Indonesia sehingga ketergantungan terhadap kedelai impor bisa dikurangi. Peningkatan produksi diharapkan baik berasal melalui

perbaikan produktivitas maupun perluasan areal tanam kedelai.

Terkait dengan rencana penetapan kebijakan tersebut maka muncul beberapa pertanyaan yang perlu mendapat respon, seperti:

(i) seberapa besar potensi dampak kebijakan penerapan HPP kedelai mampu mendorong petani untuk menerapkan teknologi

anjuran/spesifik lokasi, meningkatkan produktivitas dan keuntungan petani kedelai? (ii) seberapa besar potensi dampak kebijakan

penerapan HPP kedelai mampu meningkatkan luas pertanaman kedelai?, dan (iii) seberapa besar potensi dampak kebijakan penerapan

HPP kedelai mampu meningkatkan produksi kedelai dalam upaya meningkatkan subsititusi impor? Penerapan HPP kedelai akan memberi

insentif bagi petani untuk mengelola usahataninya secara baik. Petani menjadi lebih respon terhadap teknologi baru atau teknologi

spesifik lokasi. Hal ini terlihat dari jumlah dan kualitas input produksi yang digunakan akan menjadi lebih baik atau lebih banyak,

mendekati dosis yang dianjurkan. Melalui pengelolaan usahatani secara intensif akibat adanya jaminan harga yang lebih menarik (HPP

> harga pasar) lebih lanjut mampu memperbaiki tingkat produktivitas kedelai yang dihasilkan petani.

Perkembangan Produktivitas, Produksi, Kebutuhan dan Impor Kedelai

Perkembangan luas panen, produktivtas dan produksi kedelai di Indonesia selama periode 2000-2012 disajikan pada Tabel 1.

Selama periode tersebut tampak bahwa luas panen kedelai cenderung menurun sebesar 1,92 persen. Pada tahun 2000 luas panen

kedelai sekitar 824 ribu hektar dan pada tahun 2011 dan 2012 turun menjadi masing-masing 622 ribu hektar dan 568 ribu hektar.

Penurunan ini diduga selain disebab oleh adanya konversi lahan ke penggunaan non pertanian dan puso akibat perubahan iklim yang

ekstrim, juga akibat harga kedelai di tingkat petani kurang memberikan insentif bagi petani untuk memperluas lahan pertanaman

kedelai.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 168

Tabel 1. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai di Indonesia, 2000 – 2012

Tahun Luas (Ha) Produktivitas (Ku/ha) Produksi (Ton)

2000 824484 12.34 1017634

2001 678848 12.18 826932

2002 544522 12.36 673056

2003 526796 12.75 671600

2004 565155 12.80 723483

2005 621541 13.01 808353

2006 580534 12.88 747611

2007 459116 12.91 592534

2008 590956 13.13 775710

2009 722791 13.48 974512

2010 660823 13.73 907031

2011 622254 13.68 851286

2012* 567871 14.99 851647

Secara umum produktivitas kedelai di Indonesia masih rendah. Data BPS dalam periode 2000-2012 menunjukkan rata-rata

produktivitas kedelai di Indonesia baru sekitar 1,3 ton per hektar, sementara potensi hasil yang ada pada semua varietas yang telah

dirilis lebih dari 2 ton. Walaupun produktivitasnya masih kecil, akan tetapi produktivitas kedelai di Indonesia cenderung meningkat

sekitar 1,68% per tahun. Pada tahun 2000 produktivitas kedelai hanya sekitar 1,23 ton per hektar dan tahun 2012 menjadi 1,49 ton

per hektar. Peningkatan produktivitas sebesar 1,68% per tahun tampaknya belum mampu mengangkat produksi kedelai di Indonesia.

Bahkan produksi kedelai di Indonesia cenderung menurun sekitar 0,24% per tahun akibat penurunan luas panen yang terjadi masih

tinggi dari kenaikan produktivitas. Pada tahun 2000, produksi kedelai mepai 1,02 juta ton dan pada tahun 2012 hanya tinggal 852 ribu

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 169

ton. Luas panen kedelai tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Timur, yaitu sebanyak 238 ribu hektar, atau sekitar 39,49% dari total luas

panen kedelai. Luas panen kedelai terbesar kedua terdapat di Provinsi Jawa Tengah, yaitu 101 ribu hektar, atau sekitar 16,71%,

sementara luas panen kedelai terkecil terdapat di Provinsi Maluku Utara, yaitu 894 hektar, atau 0,15% dari total luas panen nasional.

Selama periode 2005-2012, hanya 10 provinsi (Bali, Jatim, Sumbar, Sumbar, Sulut, Sulbar, Jabar, Sumsel, Jateng, dan Sulsel) yang

produktivitas kedelainya di atas rata-rata produktivitas nasional ( > 13,3 ku/ha), sementara produktivitas di 23 provinsi lainnya masih

di bawah rata-rata ( < 13,3 ku/ha). Produktivitas kedelai tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan rata-rata 1,7 ton/ha

bahkan pada tahun 2012 sudah mencapai 1,9 ton/ha. Produktivitas kedelai tertinggi kedua terdapat di Provinsi Jawa Tengah, dengan

rata-rata 1,5 ton/ha dan bahkan pada tahun 2012 sudah mencapai 1,6 ton/ha. Produktvitas kedelai di Provinsi Jawa Timur pada tahun

2012 juga sekitar 1,6 ton/ha. Sementara rata-rata produktivitas terendah terdapat di Provinsi Sulawesi Selatan dan Bengkulu. Di kedua

provinsi ini, produktivitas kedelai masih dibawah 1 ton/ha, yaitu berturut-turut 0,95 ton/ha dan 0,97 ton/ha. Kondisi di atas

menunjukkan bahwa melalui penetapan harga beli petani (HBP) kedelai secara tepat pada dasarnya masih ada peluang untuk

meningkatkan produksi kedelai di Indonesia, khususnya dari peningkatkan produktivitas. Peningkatan produksi bisa dilakukan melalui

perbaikan penerapan teknologi produksi, panen dan pasca panen khususnya pada daerah-daerah yang produktivitasnya masih

dibawah rata-rata nasional dengan target peningkatan produktivitas mendekati rata-rata produktvitas nasional, sementara pada

daerah-daerah dengan tingkat produktivitas sudah di atas nasional, peningkatan produktivitas ditargetkan mendekati produktivitas

pada provinsi yang produktivitas paling tinggi.

Tabel : Perkembangan kebutuhan dan impor kedelai Indonesia selama periode 2005-2012.

Tahun Kebutuhan

(ton)

Produk Domestik Impor

(ton) (%) (ton) (%)

2005 1894531 808353 42.67 1086178 57.33

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 170

2006 1879755 747611 39.77 1132144 60.23

2007 2833329 592534 20.91 2240795 79.09

2008 1948807 775710 39.80 1173097 60.20

2009 2289132 974512 42.57 1314620 57.43

2010 2647536 907031 34.26 1740505 65.74

2011 2939272 851286 28.96 2087986 71.04

2012 2200000 851647 38.71 1348353 61.29

Rataan 2329045 813586 35.96 1515460 64.04

r(%/th) 5.39 2.18 5.96 11.93 2.38

Sumber :BPS, 2012 dan FAO, 2013 (diolah).

Tampak bahwa kebutuhan kedelai di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Selama

periode 2005-2012, rata-rata kebutuhan kedelai mencapai 2,3 juta ton dan cenderung meningkat cukup tajam, yaitu sekitar 5,39%

per tahun. Pada tahun 2005 dan 2006; permintaan komoditas ini hanya sekitar 1,89 juta ton 1,88 juta ton, namun pada tahun 2010

dan 2011 berturut-turut sebesar 2,65 juta ton dan 2,94 juta ton. Pada tahun 2012, permintaan kedelai mengalami penurunan

dibandingkan pada tahun 2011, yaitu hanya sebesar 2,2 juta ton akibat harga kedelai impor meningkat tajam, di atas Rp 7000/kg dan

bahkan pernah sampai Rp 9.500/kg (Tempo, 12 Februari, 2013).

Peningkatan permintaan terhadap kedelai yang tinggi ini tidak diikuti oleh adanya perbaikan kinerja produksi dalam negeri

secara nyata. Kondisi ini menyebabkan impor kedelai Indonesia dalam periode 2005 -20012 rata-rata 64% dari kebutuhan, bahkan

pada tahun 2007 dan 2011 lebih dari 70%. Sementara produksi dalam negeri hanya baru sekitar 36% dari tota kebutuhan. Tanpa

upaya khusus dalam peningkatan produksi dalam negeri, diperkirakan jumlah impor akan terus meningkat, yang dalam delapan tahun

terakhir (2005-2012) sudah mencapai 11,93% per tahun.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 171

Provinsi Banten

Bagi petani di Banten pada umumnya, tanaman kedelai bukan merupakan tanaman favorit, sehingga luas pertanaman kedelai

di provinsi belum begitu luas. Selama tahun 2005 -2012, rata-rata luas pertanaman kedelai hanya sekitar 5,1 ribu hektar.

Kebanyakan petani belum mengelola tanaman kedelainya secara intensif. Alasan utamanya adalah ada kesulitan dalam memasarkan

ketika panen sudah tiba. Tingkat penggunaan benih berlabel masih rendah, baru sekitar 15% petani yang menggunakannya. Sisanya,

lebih dari 80% menggunakan benih asal-asalan (membeli benih konsumsi di pasar terdekat digunakan sebagai benih). Rata-rata petani

menggunakan benih kedelai 40 kg/ha. Ada tiga jenis pupuk yang digunakan, yaitu Urea, NPK, dan pupuk kandang, dengan jumlah

berturut-turut 25 kg; 35 kg; dan 1 ton/ha. Petani menanam kedelai dengan cara disebar dan umumnya tidak melakukan penyiangan

dan tidak menarapkan PHT secara baik. Hasil analisis usahatani kedelai di Provinsi Banten seperti disajikan pada Tabel 5. Dengan

pemeliharaan yang kurang intensif, rata-rata produktivitas kedelai pada tingkat petani di lokasi kajian di Banten hanya sekitar 1,25

ton/ha. Pada tingkat harga yang diterima hanya sebesar Rp 6000/kg, besarnya penerimaan petani dari usahatani kedelai sebesar Rp

7,5 juta/ha. Selama proses produksi, biaya yang dikeluarkan petani (termasuk sewa lahan sebagai opportunity cost dari penggunaan

lahan untuk tanaman kedelai) mencapai Rp 7,16 juta/ha, sehingga keuntungan bersih yang diterima petani hanya sekitar Rp 324

ribu/ha pada tingkat R/C 1,05. Hasil Analisis Break Evaen Price (BEP) dan Break Even Yield (BEP) yang menunjukkan tingkat harga dan

produksi minimal yang harus dicapai petani agar usahatani kedelai tidak merugi, yaitu masing-masing Rp 5740/kg dan 1196 kg/ha.

Indikator-indikator ini menunjukkan bahwa pada tingkat harga dan produktivitas sekarang, usahatani kedelai belum mampu

memberikan keuntungan yang menarik bagi petani di lokasi kajian di Banten. Selain kedelai, pada musim yang sama petani juga

menanam beberapa tanaman pangan lainnya, seperti jagung, kacang hijau, kacang tanah, dan ubi jalar. Ubi jalar mampu memberikan

keuntungan yang paling tinggi dibandikan komoditas pangan lainnya, yaitu Rp 8,3 juta/ha, diikuti Kacang Tanah dan Kacang Hijau

masingmasing Rp 6,3 juta/ha dan Rp 3,8 juta/ha. Sementara keuntungan usahatani jagung sekitar Rp 2,6 juta/ha. Terkait dengan

penggunaan lahan, maka komoditas-komoditas tersebut merupakan pesaing bagi tanaman kedelai. Oleh karena itu, cukup menarik

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 172

untuk dilihat apakah kebijakan HBP kedelai sebesar Rp 7000/kg sudah cukup mampu untuk mendorong petani menggantikan tanaman

pangan lainnya dengan tanaman kedelai. Tabel 7 menginformasikan bahwa tanaman kedelai tidak mempunyai keuntungan kompetitif

terhadap tanaman jagung, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar di Provinsi Banten. Dengan demikian, sangat sulit mengharapkan

petani untuk menanam kedelai pada lahan jagung, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar pada musim yang sama.

Agar tanaman kedelai mampu bersaing dengan tanaman jagung dan kacang hijau, pada tingkat harga kedelai Rp 7000/kg dan

biaya produksi yang tidak berubah, maka produktivitas yang harus dicapai paling tidak 1395 kg/ha dan 1568 kg/ha. Sementara dengan

tanaman kacang tanah dan ubi jalar masing-masing minimal 1930 kg/ha dan 2211 kg/ha. Pada tingkat produktivitas dan biaya

produksi seperti sekarang, tanaman kedelai baru bisa bersaing dengan tanam jagung, kacang hijau, kacang tanah, dan ubi jalar jika

harga yang diterima petani kedelai berturut-turut paling tidak Rp 7810/kg; Rp 8778/kg; Rp 10808/kg; dan Rp 12382/kg. Pada tingkat

harga eksisting, seperti disebutkan sebelumnya bahwa penerapan teknologi pada petani di Banten masih rendah, yaitu baru sekitar

45,72% dari yang dianjurkan. Namun demikian, jika harga kedelai yang diterima petani membaik sesuai dengan kebijakan HBP yang

ditetapkan pemerintah maka akan mendorong petani untuk menerapkan teknologi kedelai menjadi lebih baik. Dampak kebijakan HBP

terhadap penerapan teknologi pada petani sebagai sampel kajian di Provinsi Banten disajikan pada Tabel 8. Secara umum kebijakan

HBP menorong petani untuk memperbaiki penerapan teknologi kedelai hanya sebesar 34,47% terhadap teknologi yang diterapkan

sekarang. Diperkirakan hanya sebanyak 22,5% petani, yang sebelumnya 15%, yang akan menggunakan benih berlabel jika HBP

berjalan. Jumlah penggunaan pupuk urea akan meningkat sekitar 30% dari 25 kg/ha menjadi 32,5 kg/ha. Sementara untuk,

penggunaan jumlah pupuk NPK dan organik meningkat massing-masing 20% dan 50%. Petani yang akan menerapkan HPT

meningkat sebesar 25%, dari sebanyak 25% petani menjadi 31,25% petani. Petani yang akan melakukan pengairan, pengendalian

gulma dan menerapkan panen dan pasca panen secara baik meningkat masing-masing 50%; 50%; dan 19,70%.

Keragaan Usahatani Kedelai di Provinsi NTB

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 173

Provinsi Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu provinsi sentra kedelai di Indonesia. Dalam kurun waktu lima tahun

terakhir, perkembangan luas panen dan produksi kedelai di Provinsi NTB menunjukkan kecenderungan menurun. Khusunya pada

tahun 2012, luas panen kedelai di NTB mencapai titik terendah selama kurun waktu 2009- 2013, yang hanya mencapai 62.888 ha.

Namun pada tahun 2013 luas panen kedelai kembali mengalami kenaikan menjadi 78.064 ha. Beberapa upaya untuk menjadikan NTB

sebagai sentra produksi kedelai diantaranya dilakukan dengan cara meningkatkan produksi kedelai. Saat ini rata-rata hasil produksi

kedelai 1,2 sampai 1,6 ton perhektar. Namun ada dibeberapa tempat sudah bisa menghasilkan produksi kedelai mencapai 2 ton/ha.

Hasil analisis kelayakan usahatani kedelai pada lokasi kajian di Provinsi NTB, baik dengan menggunakan harga eksisting dan HBP

disajikan pada Tabel 7. Rata-rata produktivitas kedelai di lokasi kajian adalah 1,4 ton/ha. Pada tingkat harga eksisting Rp 6000/kg,

besarnya penerimaan petani kedelai adalah Rp 8,4 juta/ha. Sementara biaya produksi yang dikeluarkan (tidak termasuk sewa lahan)

asdalah sebesar Rp 5,3 juta/ha, sehingga keuntungan bersih yang diterima petani kedelai adalah Rp 3,07 juta/ha pada tingkat R/C

= 1,6; BEP = Rp 3810/kg; dan BEY = 889 kg/ha. Namun kalau sewa lahan diperhitungan yaitu sekitar Rp 11,5 juta/ha, maka

keuntungan bersih petani hanya tinggal Rp 1,5 juta/ha. Sama halnya dengan petani di Provinsi Banten, harga yang diterima petani di

NTB juga masih dibwah HBP. Jika HBP yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp 7000/kg aman sampai di petani, maka penerimaan dan

keuntungan yang diterima petani kedelai meningkat masing-masing menjadi Rp 9,8 juta/ha dan Rp 4,5 juta/ha, dan kalau sewa lahan

dimasukkan sebagai biaya produksi, keuntungan bersih petani tinggal Rp Rp 3,0 juta/ha.

Pada tingkat produksi dan harga masing-masing Rp 5,1 ton/ha dan Rp 2200/kg, usahatani jagung memberikan keuntungan

sekitar Rp 4,72 juta/ha. Sementara tanaman padi dengan hasil 6,0 ton GKP per ha dan tingkat harga Rp 3500/kg, rata-rata petani

memperoleh keuntungan Rp 13,0 juta/ha. Dengan demikian tampak, bahwa keuntungan yang diterima petani kedelai pada tingkat

harga eksisting dan sekalipun pada HBP masih lebih rendah dari dua komoditas pangan utama yang biasanya ditanam petani

setempat. Usahatani kedelai sekalipun pada tingkat HBP,baru mempunyai keuntungan kompetitif dengan tanaman jagung jika

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 174

produksi kedelelai yang mampu dihasilkan petani sekitar 1983 kg/ha, atau sekitar 58,61% lebih tinggi dari produksi sekarang. Lebih

lanjut, usahatani kedelai baru akan memberikan keuntungan yang bersaing dengan keuntungan usahatani tanaman padi jika

produksi kedelai yang dihasilkan petani mampu ditingkatkan lebih dari 63,85% atau menjadi 2048 kg/ha. Dengan asumsi produksi

dan biaya produksi tidak berubah, petani jagung dan padi baru akan mau menanam kedelai pada MK I jika harga kedelai di tingkat

petani lebih besar dari Rp 9516/kg dan Rp 9832/kg. Oleh karena itu, pada HBP sebesar Rp 7000/kg, maka tanpa ada terobosan

inovasi teknoogi yang mampu mengangkat produktivitas secara signifikan, maka diyakini petani padi dan jagung akan tetap tidak

menanam kedelai pada MK I. Pangan Terpilih di Provinsi NTB, 2013

Tabel : Tingkat Keuntungan Kompetitif Usahatani Kedelai dengan Beberapa Tanaman Pangan Terpilih di Provinsi NTB, 2013

Harga Produksi

Analisis Keuntungan Kompetitif (Rp/ha) (A) % *) (Kg/ha) (B) %**)

1. Kedelai terhadap Jagung 9516 158,61 1983 158,61

2. Kedelai terhadap Padi 9832 163,86 2048 163,86

Keterangan: *) Rasio antara (A) dengan HBP (%)

Penerapan komopnen teknologi anjuran, pada tingkat harga eksisting, pada petani contoh di lokasi kajian di NTB lebih baik

dibanding petani Banten, yaitu sekitar 60%. Namun demikian, jika harga kedelai yang diterima petani membaik sesuai dengan

kebijakan HBP yang ditetapkan pemerintah maka akan mendorong petani untuk menerapkan teknologi kedelai menjadi lebih baik.

Dampak kebijakan HBP terhadap penerapan teknologi pada petani sebagai sampel kajian di Provinsi Banten disajikan pada tabel

berikut.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 175

Tabel 12. Respon Petani Terhadap Penetapan HBP dalam Menerapkan Teknologi Kedelai di Provinsi Banten dan NTB, 2013

Komponen Teknologi Teknologi Perubahan thp

Eksisting(%) Eksisting HBP

1. Benih (Berlabel) (% petani) 60 90 50,00

2. Pupuk (Kg) a. Urea 75 100 33,33

b. NPK 100 150 50,00

c. Organik 0 0 0,00

3. Kapur (Kg) 0 0 0,00

4. Pengendalian OPT (PHT) 50 56 12,00

5. Jarak tanam (40X15) 45 90 100,00

6. Pengairan 77 95 23,38

7. Pengendalian Gulma 60 84 40,0

8. Panen dan Pasca Panen 40 95 137,50

Rata-rata 42,50

60,0*

Keterangan: *) terhadap teknologi anjuran

Secara umum kebijakan HBP menorong petani untuk memperbaiki penerapan teknologi kedelai hanya sebesar 42,50%

terhadap teknologi yang diterapkan sekarang. Diperkirakan sebanyak 90% petani, yang sebelumnya 60%, yang akan menggunakan

benih berlabel jika HBP berjalan. Jumlah penggunaan pupuk urea akan meningkat sekitar 33,33% dari 75 kg/ha menjadi 100 kg/ha.

Sementara untuk, penggunaan jumlah pupuk NPK meningkat 50, dari 100 kg/ha menjadi 150 kg/ha. Petani yang akan menerapkan

HPT meningkat sebesar 12%, dari sebanyak 50% petani menjadi 56% petani. Petani yang akan melakukan pengairan,

pengendalian gulma dan menerapkan panen dan pasca panen secara baik meningkat masing-masing 23,38%; 40%; dan 137,5%.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 176

Keragaan Usahatani Kedelai di Provinsi Jateng

Jawa Tengah merupakan salah satu sentra produksi kedelai di Indonesia, setelah Jawa Timur. Dalam 10 tahun terakhir

(2003 – 2012), rata-rata luas pertanaman dan produksi kedelai di provinsi sekitar 1 juta ha/th dan 1,5 juta ton/th. (19%-20%

terhadap produksi kedelai nasional). Walaupun masih rendah, tingkat penggunaan benih kedelai berlabel di lokasi kajian sudah

termasuk tinggi, yaitu 45% dibanding rata-rata nasional yang baru mencapai 25% - 35%. Petani pada umumnya memakai dua

jenis pupuk, yaitu Urea dan NPK dengan jumlah masing-masing 50 kg/ha dan 200 kg/ha. Sebagian besar petani menanam

kedelai dengan cara disebar, dan hanya sekitar 45% petani menggunakan jarak tanam. Petani umumnya juga tidak melakukan

penyiangan dan tidak menerapkan PHT secara baik. Namun demikian hampir 80% petani sudah melakukan panen dan pasca

panen sesuai dengan anjuran. Hasil analisis usahatani kedelai di Provinsi Banten seperti disajikan pada Tabel 13. Rata-rata

produktivitas kedelai pada tingkat petani di lokasi kajian di Jateng sekitar 1,96 ton/ha. Pada tingkat harga yang diterima hanya

sebesar Rp 6500/kg, besarnya penerimaan petani dari usahatani kedelai sebesar Rp 12,74 juta/ha. Selama proses produksi, biaya

yang dikeluarkan petani (termasuk sewa lahan sebagai opportunity cost dari penggunaan lahan untuk tanaman kedelai) mencapai

Rp 8,0 juta/ha, sehingga keuntungan bersih yang diterima petani hanya sekitar Rp 4,7 juta/ha pada tingkat R/C 1,59. Hasil

Analisis Break Even Price (BEP) dan Break Even Yield (BEP) yang menunjukkan tingkat harga dan produksi minimal yang harus

dicapai petani agar usahatani kedelai tidak merugi, yaitu masing-masing Rp 4083/kg dan 1231 kg/ha. Indikator-indikator ini

menunjukkan bahwa pada tingkat harga dan produktivitas sekarang, usahatani kedelai di Jateng jauh lebih bagus dibandingkan

dua provinsi lainnya, namun demikian belum memberikan keuntungan yang menarik bagi petani. Lebih lanjut , Tabel 13 juga

mengimpormasikan bahwa jika harga kedelai yang diterima petani sesuai dengan Harga Beli Petani (HBP) sebesar Rp 7000/kg,

pada tingkat produktivtas dan biaya produksi yang tidak berubah, keuntungan petani bisa mencapai Rp 5,7 juta/ha. Pada tingkat

harga sebesar ini, bagi sebagian petani sudah mulai akan tertarik untuk menanam dan mengelola kedelainya secara intensif.

Agar petani menjadi semakin bersemangat dan bertambah banyak mau menanam kedelai, maka inovasi teknolgi mempunyai

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 177

peranan strategis. Selain itu, efektifitas HBP sampai di tingkat petani dan ada jaminan pasar dari BULOG untuk memberli kedelai

petani ketika harga dibawah Rp 7000/kg juga menjadi kunci dalam mendorong petani untuk menanam kedelai ke depan.

Pada musim yang sama, selain menanam kedelai, petani di lokasi kajian di Jawa Tengah juga menanam beberapa tanaman

pangan lainnya, seperti jagung, kacang hijau, kacang tanah, dan ubi jalar. Keragaan produktivitas, biaya produksi, dan keuntungan

usahatani dari masing-masing komoditas disajikan pada Tabel 14.

Hasil analisis kelayakan usahatani dari beberapa komoditas terebut menunjukkan bahwa kacang tanah mampu

memberikan keuntungan yang paling tinggi dibandikan komoditas pangan lainnya, yaitu Rp 6,9 juta/ha, diikuti ubi jalar Tanah

dan Kacang Hijau masing-masing Rp 6,4 juta/ha dan Rp 5,7 juta/ha. Sementara keuntungan usahatani jagung sekitar Rp 2,0

juta/ha. Baik pada harga kedelai eksisting maupun sesuai HBP, tampak usahatani kedelai di lokasi kajian Jateng mampu

memberikan keuntungan yang lebih tinggi dari usahatani jagung, dan lebih rendah dari semua komoditas pangan lainnya.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 178

Tabel 14. Keragaan Keuntungan Beberapa Usahatani Tanaman Pangan Terpilih di Provinsi Jateng, 2013

Jenis Komoditas Produk

si

Harga Penerimaa

n

Biaya Keuntunga

n R/C

(Kg/ha) (Rp/Kg

)

(Rp/ha) (Rp/ha) (Rp/ha)

1. Kedelai (harga

eksisting) 1960 6500 12740000 8003000 4737000 1,59

2. Kedelai

(Kedelai

HBP)

1960 7000 13720000 8003000 5717000 1,71

3. Jagung 4500 2400 10800000 8782000 2018000 1,23

4. Kc. Hijau 960 12500 12000000 6300000 5700000 1,90

5. Kc. Tanah

6. Ubi Jalar

1220

11230

14300

1900

17446000

21337000

10500000

14900000

6946000

6437000

1,66

1,43

Sumber: Data Primer, diolah (2013)

Hasil analisis keuntungan kompetitif kedelai terhadap beberapa komoditas pangan terpilih menyatakan bahwa usahatani

kedelai jika harga pada tingkat HBP, sudah mempunyai keuntungan kompetitif dengan tanaman jagung pada tingkat produksi

sekitar 1432 kg/ha atau sekitar 73,04% dari produksi sekarang. Dengan demikian, pada tingkat harga kedelai sebesar Rp 7000/kg

peluang petani beralih dari tanaman jagung dan kacang hijau ke tanaman kedelai cukup tinggi, karena pada tingkat harga kedelai

Rp 5113/kg dan Rp 6991/kg, keuntungan usahatani kedelai sudah mampu menyamai keuntungan jagung dan kacang hijau.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 179

Dengan asumsi produksi dan biaya produksi tidak berubah, petani kacang hijau, kacang tanah, dan ubi jalar baru akan mau

menanam kedelai jika harga kedelai di tingkat petani lebih besar dari 7000/kg, yaitu paling tidak minimal Rp 7627 dan Rp 7367/kg,

atau masing-masing 8,96% dan 5,25% lebih tinggi dari HBP. Kondisi ini menunjukkan kebijakan HPP sebesar 7000/kg akan

memberikan dampak yang cukup kuat terhadap peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam di Provinsi Jateng.

Tabel 15. Tingkat Keuntungan Kompetitif Usahatani Kedelai dengan Beberapa Tanaman Pangan Terpilih di Provinsi Jateng, 2013

Analisis Keuntungan Kompetitif Harga Produksi

(Rp/ha) (A) % *) (Kg/ha) (B) %**)

1. Kedelai terhadap Jagung 5113 73,04 1432 73,04

2. Kedelai terhadap Kc. Hijau 6991 99,88 1958 99,88

3. Kedelai terhadap Kc. Tanah 7627 108,96 2136 108,96

4. Kedelai terhadap Kc. Tanah 7367 105,25 2063 105,25

Keterangan: *) Rasio antara (A) dengan HBP (%) **) Rasio antara (B) dengan actual produksi kedelai (%)

Dari hasil kajian di tiga lokasi,menunjukkan bahwa penerapan teknologi produksi kedelai pada petani di lokasi kajian di

Jateng relatif lebih tinggi dibandingkan dua provinsi sebelumnya (Banten dan NTB). Rata-rata penerapan teknologi produksi

kedelai di Jateng mencapai sekitar 67,56% (Tabel 16). Oleh karena itu, tidak mengherankan jika produktivitas kedelai pada lokasi

kajian di Jateng lebih tinggi dari Banten dan NTB. Petani di Jateng juga menyatakan bahwa jika harga kedelai yang mereka

terima sebesar HBP (Rp 7000/kg), maka mereka akan berkeinginan untuk menerapkan teknologi produksi kedelai secara lebih

intensif. Secara umum petani akan meningkatkan penerapan teknologi kedelai sebesar 21,4% dari teknologi yang petani

terapkan sekarang. Sebanyak 60% petani akan menggunakan benih belabel, dari sebelumnya hanya sekitar 45%. Petani juga

akan menggunakan pupuk Uera dari 50 kg/ha menjadi 60 kg/ha, sehingga terjadi peningkatkan penggunaan jenis pupuk ini

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 180

sebesar 20%. Namun demikian, tidak ada keinginan petani untuk menambah penggunaan pupuk NPK, tetap hanya sebesar 200

kg/ha.

Berturut-turut sebanyak 56% petani dari sebelumnya 35%; 70% petani dari sebelumnya 45%; dan 50% petani dari

sebelumnya 45% yang menyatakan akan mengendalikan hama dan penyakit dengan menerapkan PHT, menanam menanam kedelai

dengan jarak tanam;dan mengairi kedelai secara baik. Petani yang akan melakukan pengendalian gulma dan melakukan panen dan

pasca panen secara baik meningkat masing-masing 21,0% (dari 60% petani menjadi 73% petani) dan 7,5% (dari 80% petani

menjadi 86% petani).

Potensi Peningkatan Produksi Kedelai

Dengan menggunakan dampak penerapan kebijakan HBP kedelai terhadap respon petani untuk menerapkan teknologi

kedelai, maka dapat diperkirakan tambahan potensi peningkatan produksi kedelai melalui perbaikan produktivitas pada masing-

masing provinsi. Pada metodologi disebutukan bahwa Banten dan NTB dipilih mewakili provinsi yang mempunyai produktivitis

kedelai dibawah rata-rata nasional, sementara Jateng mewakili mewakili provinsi yang produktivitasnya diatas rata-rata nasional.

Pada Tabel 8 dan Tabel 12 sebelumnya, yaitu tentang dampak respon petani terhadap HBP dalam penerapan teknologi spesifik

lokasi kedelai diperoleh adanya peningkatan penerapan teknologi spesifik kedelai di Banten sebesar 34,47% dan di NTB sebesar

42,50%, sehingga rata-rata peningkatan penerapan teknologi kedelai dari kedua provinsi ini adalah sebesar 38,6%. Sementara

untuk Jawa Tengah (Tabel 16) adalah sebesar 21,4%. Secara umum, dampak kebijakan penetapan HBP kedelai sebesar Rp

7000/kg belum mampu meningkatkan produksi kedelai melalui perbaikan penerapan teknologi produksi kedelai secara signifikan.

Peningkatan produksi kedelai diperkirakan hanya sebesar 4,23%, yaitu dari sebanyak 800.506 ton menjadi 834.352 ton. Kondisi

ini menunjukkan bahwa dengan hanya melalui kebijakan HBP sebesar Rp 7000/kg, peningkatan produksi kedelai melalui

perbaikan produktivitas belum mampu upaya mengurangi ketergantungan pada pasar impor, apalagi untuk mempercepat

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 181

pencapaian swasembada kedelai. Oleh karena itu, kebijakan tunggal penetapan HBP kedelai sebesar Rp 7000/kg perlu dicermati

secara baik. Paling tidak jika HBP sebesar Rp 7000/kg sudah merupakan harga mati, maka sebaiknya kebijakan ini diikuti oleh

kebijakan instrumen lainnya, yang bersifat komplementary sehingga mampu mengefektifkan kebijakan tersebut.Selain

berdampak pada perbaikan penerapan teknologi produksi kedelai, kebijakan HPB juga mendorong petani untuk memperluas

tanaman kedelai. Seperti dibahas sebelumnya, bahwa pada tingkat harga kedelai sebesar Rp 7000/kg, peluang petani untuk

menperluasan tanaman kedelainya pada lahan tanaman pangan lainnya (jagung, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar) sangat kecil,

karena pada tingkat harga tersebut usahatani kedelai belum mampu memberikan keuntungan sebaiknya tanaman pesaingnya.

Dengan mengacu pada kenyataan tersebut di atas, maka peluang penambahan luas pertanaman kedelai hanya bisa

dilakukan pada daerah-daerah lahan sawah irigasi sederhana atau non teknis/tadah hujan yang ditanami sekali padi setahun dan

lahan kering. Menurut Forum Komunikasi Profesor-FKPR (7 Agustus, 2012), diperkirakan ada sebanyak 1,93 juta hektar lahan yang

tersebar di 8 provinsi (NAD, Riau, Jambi, Sumsel, Sulsel, Sulteng, Sulbar, dan NTB) yang berpotensi untuk perluasan tanaman

kedelai. Dengan asumsi bahwa tingkat produktiivtas kedelai pada lahan tersebut hanya sekitar 75% dari produktivitas setelah

adanya kebijakan HBP, maka jumlah tambahan produksi kedelai yang bisa dihasilkan pada berbagai sekenario tingkat pemanfaatan

luas tanam kedelai disajikan pada Tabel 18.

Jika tambahan luas lahan dari potensi yang ada hanya 10%, maka tambahan produksi yang bisa diperoleh adalah sekitar

203,9 ribu ton. Selanjutnya jika tambahan luas lahan menjadi berturut-turut 20%; 30%; dan 40%, maka tambahan produksi kedelai

yang bisa dihasilkan adalah masing-masing 407,9 ribu ton; 611,9 ribu ton; dan 815,8 ribu ton. Jika pertambahan tanaman kedelai

mencapai 50% dari potensi yang ada,tambahan produksi kedelai masih hanya sekitar 1,02 juta ton. Kalau angka ini ditambakan

pada produksi kedelai yang dicapai pada lahan kedelai yang sudah ada sebelumnya (834 ribu ton), maka produksi kedelai dalam

negeri baru sekitar 1,836 juta ton, sementara kebutuhan kedelai sudah mencapai 2,3 – 2,7 juta ton per tahun. Oleh karena itu,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 182

tanpa peningkatan produktivitas berarti, walaupun terjadi penambahan luas pertanaman kedelai sampai 50% dari luas potensi lahan

yang ada, maka produksi kedelai dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhannya secara baik.

Kesimpulan Dan Implikasi Kebijakan

Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama di Indonesia setelah beras dan jagung, dan juga termasuk komoditas

yang mendapat prioritas produksinya untuk ditingkatkan. Kebutuhan terhadap komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun

karena komoditas ini mempunyai banyak fungsi, sementara produksi dalam negeri baru mencapai sekitar 40% dari jumlah yang

dibutuhkan. Untuk mengatasi permasalah terebut, pemerintah sejak Juni 2013 menetapkan kebijakan harga kedelai (Harga Beli

Petani, HBP) sebesar Rp 7000/kg dengan tujuan stabilisasi harga agar petani terdorong untuk mengelola usahatani kedelai secara

baik serta mau memperluas tanaman kedelainya. Hasil kajian di tiga lokasi (Banten, NTB, dan Jateng) menunjukkan bahwa

kebjiakan tunggal HBP sebesar Rp 7000 belum mampu secara kuat mendorong petani untuk mengelola tanaman kedelainya secara

intensif ataupun mengantikan lahan komoditas pangan lainnya dengan tanaman kedelai. Hal ini ditunjukkan oleh respon petani

untuk meningkatkan penerapan teknologi spesifik lokasi kedelai tidak begitu banyak, serta keuntungan yang diperoleh petani

kedelai sekalipun pada HBP Rp 7000/kg belum sebaik tanaman pangan lainnya. Hal ini menyebabkan potensi tambahan produksi

kedelai melalui perbaikan produktivitas (penerapan teknologi spesifik lokasi) dengan adanya kebijakan HBP hanya diperkirakan

sebesar 4,23%. Tambahan luas lahan yang dibutuhkan agar Indonesia mampu berswasembada kedelai sangat besar, yaitu

diperkirakan mencapai 1,41 juta ha (73,29% dari 1,93 juta ha lahan yang berpotensi ditanami kedelai), mengingat pada lahan-

lahan tersebut produktivitas kedelai masih dibawah rata-rata nasional. Oleh karena itu, dalam upaya mengurangi jumlah lahan yang

dibutuhkan, maka mendorong petani untuk menerapkan inovasi teknologi spesifik lokasi menjadi sangat penting dan strategis

dalam meningkatkan produksi kedelai dalam negeri.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 183

(3) Kajian Skema Subsidi Benih Padi Mendukung Swasembada Beras Berkelanjutan

Bagi Indonesia beras tetap menjadi fokus utama dalam pembangunan pertanian, mengingat beras merupakan komoditas

strategis karena tidak saja untuk memenuhi ketahanan pangan masyarakat, lebih luas adalah untuk kehidupan ekonomi dan politik

(Suryana, 2001). Kebutuhan konsumsi beras di Indonesia terus mengalami peningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk, untuk

memenuhi kebutuhan beras nasional pemerintah pada tahun 2011 mencanangkan pencapaian produksi padi sebesar 70,6 juta ton

gabah kering giling (GKG), dan surplus beras 10 juta ton pada tahun 2015 (Dirjen Tanaman Pangan, 2011). Salah satu upaya

pencapaian sasaran produksi beras nasional adalah melalui peningkatan produktivitas, dengan pengggunaan benih varietas unggul

bersertifikat. Penggunaan benih unggul bermutu yang dibarengi dengan penerapan teknologi yang tepat telah terbukti memberikan

kontribusi dalam peningkatan produktivitas. Dalam mendukung program peningkatan produktivitas, Kementan telah melakukan pola

bantuan benih melalui Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU). Namun dalam perjalanannya ditemukan beberapa masalah khususnya

dari aspek memenuhi azas 6 tepat. Oleh karena itu mulai bulan Januari 2013 pola BLBU diganti menjadi pola subsidi, dalam rangka

meningkatkan produksi padi melalui SL-PTT maupun non SL-PTT.

Pola pelaksanaan subsidi benih ini adalah “Pola Tertutup”, dimana benih bersubsidi tidak dijual di pasar bebas (kios), tetapi

disalurkan langsung ke kelompok tani yang telah mengusulkan akan membeli benih. Kelompok tani menyusun daftar usulan pembelian

benih bersubsidi (DU-PBB), ditanda tangani oleh ketua/pengurus kelompok tani dan petugas lapangan (KCD/PPL/Lainnya), serta

diketahui/disahkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota atau yang ditunjuk mewakili (atas nama Kepala Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota). DU-PBB tersebut direkap untuk tingkat Kabupaten/Kota dan

diketahui/disahkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota. Mekanisme pelaksanaan penyaluran Benih Bersubsidi adalah : Ketua

kelompok tani dibimbing oleh petugas lapangan (KCD/PPL/lainnya) membuat DU-PBB. DU-PBB ditandatangani oleh ketua/pengurus

kelompok tani, petugas lapangan (KCD/PPL/lainnya) dan diketahui/disahkan oleh Kepala Dinas Pertanian Kab/Kota atau yang ditunjuk

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 184

mewakili (atas nama Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota). DU-PBB yang sudah disahkan oleh Kepala Dinas Pertanian

Kabupaten/Kota atau yang ditunjuk mewakili tersebut diajukan ke BUMN pelaksana Publik Service Obligation (PSO) yaitu PT Sang

Hyang Seri dan PT Pertani, untuk segera menyalurkan/menjual benih bersubsidi kepada kelompok tani tersebut. PT Sang Hyang Seri

dan atau PT Pertani menyalurkan/menjual benih bersubsidi sesuai dengan daftar usulan pada DU-PBB.

Kelompok tani membeli benih bersubsidi di lokasi (kelompok tani) kepada petugas BUMN pelaksana PSO yaitu PT Sang Hyang

Seri atau PT Pertani. Faktur penjualan sebagai tanda bukti pembelian benih bersubsidi tersebut ditandatangani petugas BUMN

penyalur dan kelompok tani serta diketahui oleh Kepala Dinas Pertanian Kab atau Kota. BUMN melakukan rekapitulasi penjualan benih

bersubsidi berdasarkan faktur penjualan tingkat kabupaten, ditandatangani oleh BUMN penyalur (PT Sang Hyang Seri/PT Pertani),

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dan diketahui oleh Kepala Dinas Pertanian Provinsi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan

melakukan verifikasi terhadap faktur yang disampaikan BUMN dan rekapitulasi penjualan benih, untuk selanjutnya melakukan proses

pembayaran kepada BUMN PT Sang Hyang Seri dan atau PT Pertani.

Proses mulai pembuatan DU-PBB oleh kelompok tani yang disahkan oleh Dinas Pertanian kabupaten dan provinsi untuk

diajukan ke BUMN pelaksana PSO, sampai dialokasikan benih bersubsidi yang dibutuhkan oleh kelompok tani, diperkirakan cukup

memakan waktu sehingga azas 6 tepat bisa tidak terpenuhi. Oleh sebab itu kajian ini dibutuhkan untuk mengetahui masalah yang

dihadapi serta opsi kebijakan yang diperlukan agar azas 6 tepat dapat dipenuhi. Kegiatan bertujuan untuk untuk mengetahui keragaan

implementasi kebijakan subsidi benih di tingkat lapang, dan antisipasi kebijakan yang dibutuhkan agar pelaksanaan subsidi benih lebih

efektif. Berdasarkan hasil penelitian Suryana. dkk (1997), menunjukan bahwa 75 persen dari kebutuhan benih padi dipasok oleh BUMN

dalam hal ini yang memiliki PSO yaitu PT Shang Hyang Sri dan PT Pertani (Ditjen Tanaman Pangan, 2011). Umumnya peredaran benih

yang dipasok oleh BUMN adalah pada lahan sawah irigasi yang memiliki akses baik, sedangkan lahan sawah yang tidak memiliki akses

baik atau lahan sawah sub optimal kebutuhan benihnya dipenuhi dari penangkar benih setempat.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 185

Peran BUMN yang begitu besar terhadap penyediaan benih khususnya di lahan sawah irigasi teknis dapat memicu persaingan

pemasaran benih menjadi kurang sehat. Bila hal ini terus dipertahankan bisa menjurus kesistem kartel, akibatnya peran penyedia benih

lainnya seperti penangkar benih menjadi lemah, ketergantungan petani terhadap penyediaan benih yang begitu besar dari BUMN akan

menjurus ke arah monopoli. Kebijakan untuk mendorong peningkatan peran penangkar benih secara nasional dan komprehensif di

masing-masing lokasi sentra produksi padi fungsinya akan lebih strategis dan efektif dalam penyediaan benih sesuai kebutuhan petani

setempat.

Menurut Rusastra.dkk (2002), peningkatan produksi dan pendapatan petani padi secara signifikan dapat dilakukan melalui

perbaikan efisiensi usahatani dan bukan dari kebijakan harga subsidi benih. Penghapusan subsidi benih akan dapat memperbaiki struktur

dan efisiensi perbenihan nasional melalui revitalisasi peran BBI/BBU dan penangkar benih di daerah. Hasil penelitian Sudana.dkk (2005),

pangsa biaya benih padi terhadap total biaya usahatani kontribusinya kurang dari 5 persen yaitu berkisar 2 hingga 5 persen, implikasinya

adalah efek subsidi benih tidak begitu signifikan terhadap penurunan biaya total usahatani.

Peningkatan efisiensi usahatani padi dapat dilakukan melalui trobosan teknologi misalnya pengenalan teknologi PTT

(Pengelolaan Tanaman Terpadu), pengawalan oleh penyuluh yang lebih ketat, pengadaan dan distribusi saprodi secara efisien, dan

pengembangan kelembagan petani serta membangun kemitraan usaha dengan pihak luar khususnya pedagang atau pengusaha.

Menurut hasil penelitian Prasetyo, dkk (2012), menunjukan subsidi harga benih sebaiknya ditiadakan, produsen benih dari BUMN

melalui PT Sang Hyang Sri dan PT Pertani) sebaiknya beralih ke bisnis benih non padi atau kegiatan komersial lainnya, dengan ikut

memproduksi benih khususnya padi menyebabkan terjadinya persaingan dengan produsen swasta termasuk petani penangkar benih.

Dengan meningkatkan peran penangkar benih di daerah diharapkan terjadi persaingan yang lebih sehat di dalam bisnis perbenihan

nasional sehingga kualitas benih yang diperdagangkan menjadi lebih terjamin dengan harga yang bersaing dan tepat waktu. Produsen

benih dari BUMN sebaiknya membatasi pasarnya hanya pada pasar yang sudah jelas (captive markets). Subsidi benih sebaiknya diberikan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 186

kepada para penangkar benih agar kapasitasnya menjadi lebih kuat, ketersediaan benih ditingkat petani dalam aspek waktu, volume dan

jenis menjadi lebih tepat.

Keragaan Implementasi Subsidi Benih

Terhitung tanggal 1 Januari 2013 pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pertanian mengalokasikan dana untuk subsidi

benih padi, jagung dan kedelai sebagai pengganti BLBU. Benih yang disubsidi terdiri dari benih padi Inbrida dan Hibrida, benih jagung

Inbrida dan Hibrida serta benih kedelai. Subsidi benih padi Inbrida sebesar 75 persen dari harga benih, yaitu dari harga benih Rp

8.600, petani hanya membayar Rp 2.150 per kg. Sedangkan untuk padi Hibrida bersar subsidinya adalah 91 persen, yaitu dari harga

Rp 54.000 petani hanya membayar sebesar Rp 5.000 saja per kgnya.

Untuk benih jagung inbrida besar subsidinya dalah 77 persen, petani hanya membayar sebesar Rp 2.500 per kgnya dari harga

Rp 10.700 per kg. Sedangkan untuk jagung Hibrida besar subsidinya adalah 50 persen, petani hanya membayar per kgnya sebesar Rp

19.000 dari harga Rp 38.000 per kg. Besar subsidi benih kedelai sebesar 76 persen sehingga petani hanya membayar Rp 3.250 per

kgnya dari harga Rp 13. 500. untuk subsidi benih padi Hibrida khususnya untuk dua provinsi yaitu Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

Total jumlah benih yang disubsidi untuk padi Inbrida adalah sebesar 120. 000 ton, dimana untuk program SLPTT sebesar

110.625 ton dan luar SLPTT sebanyak 9.375 ton. Untuk padi Hibrida jumlah benih yang disubsidi adalah sebanyak 7.500 ton dengan

perincian untuk program SLPTT 3.000 ton dan non SLPTT 4.500 ton. Jumlah subsidi benih jagung Inbrida sebasar 2.000 ton, dengan

perincian untuk program SLPTT 1.142,5 ton dan non SLPTT sebanyak 857,5 ton. Sedangkan untuk benih kedelai, jumlah benih yang

disubsidi sebanyak 15.000 ton, untuk program SLPTT saja dibutuhkan benih kedelai sebanyak 18.200 ton sehingga untuk benih

kedelai diperkirakan masih kekurangan benih sebanyak 3.200 ton.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 187

Untuk provinsi jawa Timur sendiri jumlah subsidi benih untuk ketiga komoditas tersebut, padi, jagung dan kedelai direncanakan

sebesar 205,094 milyard. Dengan perincian alokasi dana subsidi untuk padi Inbrida sebesar 63,351 milyard, dengan jumlah benih yang

disubsidi sebanyak 9.822 ton. Sedangkan untuk benih padi Hibrida jumlah subsidinya sebesar 132,3 milyard dengan jumlah benih

sebanyak 2.700 ton. Untuk benih jagung Inbrida besar subsidinya 675 juta dengan jumlah benih sebanyak 90 ton, sedangkan untuk

benih jagung Hybrida jumlah subsidinya sebesar 5,016 milyard dengan jumlah benih 264 ton. Subsidi benih untuk tanaman kedelai

sebesar 3,751 milyard dengan jumlah benih yang disubsidi 366 ton. Untuk Jawa timur, tiga kabupaten terluas yang dialokasikan subsidi

benih ini adalah kabupaten Jember seluas 962. 000 hektar, kedua adalah kabupaten Banyuwangi seluas 823.000 hektar dan yang ketiga

terluas adalah kabupaten Bojonegoro seluas 799.000 hektar.

Dalam penyaluran benih bersubsidi pemerintah telah menunjuk sebagai pelaksana PSO yaitu dua BUMN yaitu PT Sang Hyang

Sri dan PT Pertani. Prosedur pelaksanaa distribusi benih adalah sebagai berikut : Ditjen Tanaman Pangan Kemtan mensosialisaikan ke

Dinas Pertanian Provinsi, Dari Dinas Provinsi disosialisasikan ke Dinas Kabupaten terus dari Dinas Kabupaten dilanjutkan

disosialisasikan ke petugas lapang dan kelompok tani. Kelompok tani menyusun Daftar Usulan Pembelian Benih Bersubsidi (DUPBB).

DUPBB ditandatangani oleh pengurus dan KCD/PLL serta diketahui oleh Kepala Dinas Kabupaten.

Relokasi benih bersubsidi dilakukan secara berjenjang, lokasi antar kecamatan dalam kabupaten pengajuannya di sahkan oleh

Kepala Dinas Pertanian Kabupaten. Sedangkan alokasi antar Kabupaten/Kota dalam satu provinsi di sahkan oleh Kepala Dinas Pertanian

provinsi. Untuk alokasi subsidi benih antar provinsi di sahkan oleh Dirjen Tanaman Pangan Kementrian pertanian.

Tahapan Implementasi dan Volume Subsidi Benih.

Untuk memperlancar pelaksanaan program subsidi benih, Ditjen Tanaman pangan Kementrian Pertanian telah menyusun acuan

pelaksanaan lapang berupa Petunjuk Teknis atau Juknis. Juknis ini baru ditanda tangani oleh Direktur Jendral Tanaman pangan pada

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 188

tanggal 5 Juli 2013, pelaksanaan sosialisasi Juknis oleh pihak Ditjentan di provinsi dilaksanakan mulai akhir bulan Juli. Kegiatan

sosialisasi tersebut dihadiri oleh jajaran Dinas Pertanian seluruh kabupaten.

Secara berjenjang kegiatan sosialisasi Juknis tersebut selanjutnya dilakukan di tingkat kabupaten dan kota untuk jajaran

dibawahnya yaitu kecamatan, PPL dan kelompoktani, dilakukan pada awal bulan September 2013. Setelah sosialisasi tingkat

kabupaten/kota dilanjutkan dengan penyusunan CPCL (Calon Petani dan Calon Lokasi) oleh ketua kelompoktani dibawah bimbingan

PPL dan Mantri Tani tingkat kecamatan, diharapkan CPCL ini selesai disusun oleh kelompoktani pada bulan Agustus hingga akhir

September 2013.

Setelah CPCL tersusun barulah dapat direkap kebutuhan benih bersubsidi yang dibutuhkan per kecamatan maupun per

kabupaten. Kebutuhan benih tersebut meliputi jenis atau varitas yang dibutuhkan beserta volumenya. Karena keterlambatan penyusunan

Juknis dan pelaksanaan sosialisasi ditingkat provinsi oleh kementrian Pertanian, penyusunan CPCP juga mengalami keterlambatan,

sehingga untuk tahun 2013 ini implementasi subsidi benih di lapangan akan dimulai pada musim penghujan (MH) Oktober – Maret 2013.

Untuk kasus di Jawa Timur, total subsidi benih yang akan dialkokasikan pada tahun 2013 sebesar 205,075 M, meliputi tiga

komoditas yaitu padi jagung dan kedelai. Komoditas padi dan jagung meliputi varitas Inbrida dan Hibrida. Dengan perincian

berdasarkan komoditasnya luas dan volume benih yang akan diadakan dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa

padi mendapat alokasi subsidi terbanyak yaitu mencapai nilai 195,651 M, kedua adalah untuk komoditas jagung senilai 5, 673 M dan

yang paling kecil adalah untuk komoditas kedelai sebesar 3,751 M.

BUMN sebagai penyalur benih bersubsidi atau pemegang PSO adalah PT Pertani dan Shang Hyang Sri (Tabel 2). Dengan perincian

untuk komoditas padi PT SHS sebesar 3.924,5 ton benih sedangkan PT Pertani 6.075 ton. Untuk komoditas jagung PT SHS mendapat

jatah 587 ton dan PT Pertani 527 ton dan untuk komoditas kedelai tetap PT SHS mendapat jatah yang lebih banyak dari PT Pertani yaitu

3.640 ton dibanding dengan 1.060 ton.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 189

Tabel 1. Subsidi Benih per Komoditas, Luas dan Volume di Jawa Timur 2013.

Komoditas Luas (ha) Volume (ton) Nilai (M Rp)

1. Padi Inbrida 462.600 11.565 63,351

2. Padi Hibrida 229.000 3.435 132,300

3. Jagung Inbrida 11.000 275 0,657

4. Jagung Hibrida 56.000 840 5,016

5. Kedelai 117.500 4.700 3,751

Sumber : Ditjen Tanaman Pangan Kementan, 2013

Secara umum hasil wawancara di tiga provinsi contoh menunjukan bahwa pada prinsipnya petani menyambut baik kebijakan

subsidi benih, asalkan jangan seperti pengalaman BLBU tahun sebelumnya, dimana kualitas benih yang didistribusikan sangat rendah,

jenis atau varitas yang dialokasikan tidak sesuai dengan permintaan petani dan yang paling fatal adalah dibeberapa wilayah

pendistribusian benih ke tingkat petani tidak tepat waktu atau terlambat sehingga petani terpaksa memakai benih sendiri.

Tabel 2. BUMN yang mendapat hak PSO Penyaluran Subsidi Benih, 2013.

Komoditas PT Pertani (ton) PT SHS (ton)

1. Padi Inbrida 4.730 6.835

2. Padi Hibrida 1.345 2.089,5

3. Jagung Inbrida 89 185

4. Jagung Hibrida 438 402

5. Kedelai 1.060 3.640

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 190

Dengan keterlambatan sosialisasi kebijakan ini di tingkat pelaksana lapang, diperkirakan kejadian BLBU tahun yang lalu akan

berulang kembali. Harapan petani karena petani harus membayar benih walaupun dengan harga subsidi artinya tidak gratis seperti

program BLBU, maka petani mengharapkan benih yang dialokasikan harus memenuhi kaidah tepat waktu, jenis, jumlah dan kualitas,

Khusus untuk Jawa Timur, benih yang dialokasikan adalah benih yang tahan terhadap serangan wereng coklat. Karena menurut

pengalaman petani di kabupaten Sidoarjo serangan hama wereng coklat pada pertanaman padi tahun sebelumnya mendapat serangan

yang cukup berat malah sampai puso.

Ketersedian Benih dan Tanggapan Petani

Berdasarkan hasil survai di tiga provinsi contoh menunjukan bahwa ketersediaan benih di kios sarana produksi terdekat

menunjukan persediaan yang relatif cukup baik jenis maupun jumlah yang diminta oleh petani. Hal ini karena berdasarkan

pengalaman tahuntahun sebelumnya, para pengelola Kios telah mengetahui benih yang dibutuhkan petani berdasarkan musim tanam

baik jumlah maupun jenisnya. Kekurangan suplai benih di satu lokasi atau kabupaten dapat dipenuhi dari kabupaten lain. Sehingga

kekawatiran akan terjadi kekurangan benih padi disuatu wilayah hamparan tidak perlu dicemaskan.

Seperti contoh di Kalimantan Selatan, yang umumnya wilayahnya adalah lahan rawa dengan transportasi relatif kurang baik

dibandingkan dengan lahan sawah irigasi di Jawa. Namun dari hasil wawancara dengan pihak Dinas Pertanian setempat dan kelompok

tani, ketersediaan benih ditingkat petani dalam hal ini Kios terdekat tersedia sepanjang musim baik jumlah maupun jenis yang diminta

petani. Hal ini karena benih yang dijual di Kios terdekat merupakan hasil perbanyakan oleh para penagkar benih setempat yang telah

disertifikasi oleh pihak BPSB, sehingga kualitas benih yang dijual di Kios dapat dijamin kualitas jumlah dan jenisnya.

Berdasrkan hasil wawancara ditingkat kelompok tani, menyatakan petani secara finansial mampu memenuhi kebutuhan

benihnya sendiri melalui swadaya, atau dengan cara membeli sendiri tanpa dibantu oleh pihak pemerintah. Disamping itu, secara alami

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 191

petani khususnya dipedalaman mereka telah berpengalaman untuk menyeleksi benih sendiri dari pertamanan padinya pada musim

sebelumnya, mengingat seringnya mereka mengalami keterlambatan benih yang dijanjikan oleh pemerintah.

Kedepan untuk menjamin ketersediaan benih ditingkat petani, perlu upaya untuk meningkatkan peran para penangkar benih

melalui penyediaan benih sumber yang berkualitas. Penyediaan benih sumber yang berkualitas serta sesuai kebutuhan petani dapat

ditempuh dengan merevitaliasi kemampuan BBI (Balai Benih Induk) dan BBU (Balai Benih Unit) yang ada ditiap lokasi, penyediaan benih

sumber dapat disediakan oleh UPBS (Unit Penyediaan Benih Sumber) yang ada di setiap BPTP.

Tanggapan dari Pihak Pemegang PSO

Hasil wawancara dengan pemegang PSO, mengemukakan bahwa program ini harus dikawal agar sasarannya tepat sehingga

dapat membantu usaha pemerintah dalam meningkatkan produksi padi nasional. Dari aspek komersial tentunya pihak PSO mendapat

keuntungan karena jumlah penjualan benih meningkat, dibandingkan dengan hanya mengandalkan perdagangan di pasar bebas.

Namun, kedepannya perlu mendapat perhatian agar sasaran tercapai, yaitu PO (Project Oprational) harus sudah ditrima oleh pihak

PSO satu musim sebelum pelaksanaan program, sehingga bisa merencanakan dengan matang produksi benih yang akan diproduksi

sesuai jumlah, jenis atau varitas yang dibutuhkan petani sehingga kualitasnya terjamin.

Akibat keterlambatan perencanaan subsidi benih, mengakibatkan pihak PSO terlambat mendapatkan rekapitulasi permintaan

benih karena CPCL terlambat disusun oleh kelompok tani, sehingga tidak bisa menentukan jumlah dan jenis atau varitas benih yang akan

diproduksi sesuai permintaan, implikasinya azas 6 tepat kemungkinan bisa tidak tercapai. Dengan keterlambatan ini pihak BUMN terpaksa

merencanakan ulang melalui penyusunan kembali alokasi benih antar wilayah, agar mampu memenuhi kebutuhan benih petani sesuai

jenis maupun jumlahnya. Konsekuensi dari perencanaan dan alokasi ulang ini, membutuhkan tambahan biaya transportasi, karena stok

benih yang ada di setiap lokasi kemungkinan tidak mencukupi sesuai permintaan (jenis dan jumlahnya).

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 192

Tabel 3. Struktur biaya Usahatani Padi per hektar per Musim di Kabupaten Sidoharjo dan Gersik, Jawa Timur, 2013.

Uraian Biaya Rp/ha) Sidoarjo % Gersik %

1. Benih 320.000 (4,3) 510.000 (8,5)

2. Pupuk & pestisida 1.272.000 (17,0) 1.065.000 (17,9) 3. Tenaga olah tanah 1.100.000 (14,7) 900.000 (15,1) 4. Tenaga tanam 1.250.000 (16,7) 800.000 (13,4) 5. Tenaga siang 750.000 (10,0) 600.000 (10,1) 6. Tenaga lainnya 1.155.000 (15,4) 1.200.000 (20,1) 7. Tenaga panen 1.637.500 (21,9) 885.000 (14,9) 8. Total Biaya 7.485.000 (100) 5.960.000 (100) 9. Produksi (t/ha) GKP 8,5 ton 5,7 ton

Keterangan : Angka dalam kurung adalah pangsa jenis biaya terhadap total biaya per hektar.

Struktur biaya usahatani padi per hektar per musim di Jawa Timur dari dua kabupaten contoh, adalah sebesar 7,5 juta rupiah di

kabupaten Sidoarjo dan 5,9 juta rupiah di kabupaten Gersik (Tabel 3). Sedangkan pangsa biaya untuk membeli benih menduduki urutan

terkecil yaitu hanya 4,3 persen untuk kabupaten Sidoarjo dan 8,5 persen untuk kabupaten Gersik. Besarnya pangsa benih di kabupaten

Gersik dibandingkan dengan di Sidoarjo karena sistem tanam yang dilakukan berbeda, dimana sistem tanam di kabupaten Gersik adalah

tanam benih langsung sehingga memerlukan jumlah benih dua kali lipat dibandingkan keperluan benih di kabupaten Sidoharjo dengan

sistim tanam pindah.

Tabel 5 adalah struktur biaya usahatani padi per hektar per musim di provinsi Kalimantan Selatan. Total biaya usahatani di

kabupaten Batola adalah sebesar 4,7 juta rupiah dan di kabupaten Tapin sebesar 7,6 juta rupiah. Pangsa biaya untuk benih

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 193

menduduki urutan terkecil dibandingkan dengan pangsa biaya usahatani lainnya. Biayabenih untuk kabupaten Batola dan Tapin

adalah masing-masing sebesar 1,7 persen dari total biaya usahatani.

Tabel 5. Struktur biaya Usahatani Padi per hektar per Musim di Kabupaten Batola dan Tapin, Kalimantan Selatan 2013.

Uraian Biaya Rp/ha) Batola % Tapin %

Benih 80.000 (1,7) 126.000 (1,7)

Pupuk & pestisida 1. 258.000 (26,5) 2.230.000 (29,5)

Tenaga olah tanah 900.000 (19,0) 1.200.000 (15,9)

Tenaga tanam 880.000 (18,5) 1.225.000 (16,2)

Tenaga siang 250.000 (5,3) 340.000 (4,5)

Tenaga lainnya 250.000 (5,3) 540.000 (7,1)

Tenaga panen 1.125.000 (23,7) 1.900.000 (25,1)

Total Biaya 4.743.000 (100) 7.561.000 (100)

Produksi (t/ha) GKP 4,5 ton 5,7 ton

Keterangan : Angka dalam kurung adalah pangsa jenis biaya terhadap total biaya per hektar.

Dari ketiga Tabel tersebut yaitu Tabel 3, 4 dan 5, rata-rata total biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi padi per hektar

per musim adalah sekitar 6,150 juta rupiah dengan kisaran 5,5 juta hingga 6,7 juta rupiah. Dari total biaya yang dibutuhkan tersebut,

pangsa biaya tenaga panen menduduki urutan pertama dengan pangsa rata-rata 20 persen lebih dari total biaya usahatani, disusul

oleh biaya tenaga pengolahan tanah. Biaya untuk benih pangsanya menduduki urutan terkecil yaitu rata-rata untuk ketiga provinsi

contoh hanya 3,9 persen yaitu kurang lebih secara nominal 240.000 rupiah per hektar per musimnya, dengan kisaran 1,7 hingga 6,4

persen. Artinya total biaya yang dibutuhkan untuk pembelian benih jumlahnya relatif kecil dibandingkan biaya lainnya, sehingga untuk

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 194

benih padi Inbrida secara finansial petani mampu untuk menyediakannya secara swadaya. Disamping itu ketersediaan benih di kios

terdekat cukup tersedia, baik di daerah dengan akses kurang baik, sedang maupun dengan akses baik, khususnya di wilayah

Kalimantan Selatan dengan akses kurang baik, keberadaan penangkar benih cukup banyak dan mampu memproduksi benih dengan

kualitas baik serta sesuai jenis dan volume yang dibutuhkan oleh petani sekitarnya. Untuk menjaga agar petani tetap menggunakan

benih unggul yang berkualitas sesuai kebutuhan dan selera pasar, sehingga produktivitas padi dapat dipertahankan bahkan

ditingkatkan mendekati potensi maksimal, maka fungsi UPBS sebagai penyedia benih sumber perlu ditingkatkan kerjasamanya

dengan BBI/BBU (Balai Benih Induk dan Balai Benih Unit) di daerah serta dengan para kelompok penangkar benih. Sehingga benih

semaksimal mungkin dapat diproduksi disekitar petani yang membutuhkannya. Manfaatnya adalah, ketersediaan benih akan lebih

terjamin dari aspek jumlah, jenis atau varitas yang dibutuhkan petani, biaya distribusi benih bisa ditekan, sehingga harga benih

bersaing dengan kualitas terjamin.

Kesimpulan dan implikasi kebijakan

1. Perencanaan dan sosialisasi pelaksanaan kegiatan program subsidi benih di tingkat pengguna terlambat dilaksanakan,

implikasinya adalah pihak BUMN dalam hal ini PT Shang Hyang Sri dan Pertani, tidak bisa merencanakan kebutuhan benih yang

diminta petani dengan tepat. Seharusnya kebutuhan benih yang diperlukan petani berdasarkan hasil penyusunan CPCL,

menyangkut volume, jenis dan waktu telah diterima oleh pihak BUMN satu musim sebelum pelaksanaan program, agar

kebutuhan benih yang diperlukan dapat direncanakan satu musim sebelumnya, sehingga aspek 6 tepat dapat dijamin.

2. Hasil kajian di tiga provinsi contoh, pada wilayah akses baik, sedang dan kurang baik dalam distribusi benih menunjukan bahwa,

ketersediaan benih ditingkat kios terdekat cukup tersedian sesuai kebutuhan petani. Hal ini mengingat di setiap daerah telah

tersedia penangkar benih yang cukup memadai, sehingga mampu menyediakan benih sesuai volume, jenis dan waktu yang

dibutuhkan petani, dengan harga bersaing khususnya benih padi Inbrida. Agar hal ini dapat dipertahankan terus, maka fungsi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 195

UPBS dapat ditingkatkan melalui penyediaan benis sumber sesuai varitas yang dibutuhkan petani. Oleh sebab itu pihak BPTP perlu

memetakan kebutuhan benih padi Inbrida yang dibutuhkan petani diwilayahnya berdasarkan volume, varitas dan waktu, serta

meningkatkan kerjasama dengan BBI dan BBU setempat.

3. Hasil kajian menunjukan bahwa pangsa biaya benih menduduki urutan terkecil dari struktur biaya yang dibutuhkan dalam

usahatani padi per hektar per musim, yaitu hanya 3,9 persen dengan kisaran 1,7 hingga 6,4 persen. Implikasinya adalah petani

sebenarnya secara swadaya mampu menyediakan benih sendiri khususnya benih padi Inbrida, asalkan ketersediaan benih

ditingkat petani (kios terdekat) tersedia sesuai kebutuhan petani baik dari aspek volume, varitas dan waktu, sehingga subsidi

benih padi Inbrida tidak efektif.

(4) Kebijakan Pengembangan Mekanisasi Pertanian Tanaman Pangan Spesifik Lokasi Di Lahan Rawa Pasang Surut

Pemanfaatan lahan dari sekitar 20,1 juta hektar lahan rawa pasang surut di Indonesia, diperkirakan lebih dari enam juta

hektar berpotensi untuk dijadikan areal produksi pertanian dan sampai saat ini sekitar empat juta hektar telah direklamasi oleh

penduduk lokal dan pemerintah untuk berbagai penggunaan terutama untuk daerah transmigrasi. Walaupun potensinya luas, tetapi

untuk mengembangkan lahan rawa menjadi areal pertanian khususnya untuk tanaman padi dalam skala luas masih dihadapkan

kepada berbagai kendala prasarana penunjang dan sosial-ekonomi. Salah satu kendala utama pengembangan pertanian intensif di

wilayah rawa pasang surut adalah keterbatasan tenaga kerja dan prasarana penunjang. Perkembangan sosial budaya masyarakat

menunjukkan kecenderungan makin enggannya masyarakat untuk bekerja di bidang budidaya tanaman pangan. Hal ini

mengakibatkan petani hanya mampu mengelola usahataninya secara terbatas dengan produktivitas rata-rata rendah. Dengan hanya

mengandalkan tenaga kerja keluarga, luas lahan yang dapat digarap petani sangat terbatas yang berakibat pada tingginya

prosentase lahan tidur, rendahnya intensitas tanam dan produktivitas usahatani. Kondisi demikian sangat memerlukan dukungan

mekanisasi pertanian pada tahap kegiatan produksi yang penting dalam sistem produksi pangan. Berdasarkan kondisi dan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 196

permasalahan tersebut, mekanisasi pertanian mempunyai peluang besar untuk dikembangkan pada sistem usahatani tanaman

pangan di wilayah rawa pasang surut.

Sebagai salah satu unsur pendukung pengembangan pertanian, mekanisasi pertanian yang salah satu bentuknya adalah

penerapan alat dan mesin pertanian (alsintan) juga mempunyai peran penting dan strategis dalam peningkatan daya saing dan nilai

tambah. Menurut Handaka (1999) dan Suryana (2007a), pengembangan industri pertanian dan pedesaan yang mandiri didukung

oleh teknologi mekanisasi pertanian tepat guna, merupakan pijakan untuk mewujudkan industri pertanian tanaman pangan yang

efisien, berdaya saing dan berkelanjutan. Penerapan teknologi mekanisasi berupa alat dan mesin pertanian (alsintan) bukan

hanya untuk meningkatkan luas garapan dan intensitas pertanian, tetapi sekaligus juga ditujukan untuk meningkatkan

produktivitas dan efisiensi usahatani, menekan kehilangan hasil, serta mempertahankan kualitas dan meningkatkan nilai tambah

produk dan limbah pertanian. Dalam hubungannya dengan peningkatan daya saing dan ketahanan pangan, mekanisasi pertanian

memiliki peran penting dan strategis dalam peningkatan produktivitas kerja dan produksi, diversifikasi produksi dan kualitas serta

nilai tambah hasil maupun limbahnya, efisiensi dan pendapatan usahatani (Alihamsyah et al., 1994; Alihamsyah et al., 1998;

Ananto et al., 2000; Handaka, 1999).

Pada dasarnya beragam alsintan untuk budidaya dan pasca panen serta pengolahan hasil tanaman pangan khususnya untuk

padi, jagung dan kedelai sudah banyak tersedia. Namun demikian, perkembangan pemanfaatannya dalam sistem produksi pangan

sangat lamban dan beragam antar wilayah rawa pasang surut sehingga perlu dilakukan berbagai upaya percepatan

pengembangannya. Upaya percepatan yang bisa dilakukan menurut Suryana (2007) adalah peningkatan dan penyempurnaan dalam

hal : (1) kebijakan dan kelembagaan pemerintah, (2) kelembagaan petani dan usaha jasa, (3) industri dan perdagangan alsintan,

dan (4) infrastruktur penunjang dan pembiayaan. Dengan upaya-upaya tersebut dan fokus kebijakan pemerintah yang proaktif dalam

mempromosikan mekanisasi pertanian disertai keberpihakan yang tinggi kepada masyarakat petani serta komitmen dan hubungan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 197

harmonis dari berbagai pemangku kepentingan dengan masyarakat petani, diharapkan mekanisasi pertanian lebih berkembang

dengan baik dalam mendukung peningkatan daya saing dan ketahanan pangan serta kesejahteraan masyarakat khususnya di

wilayah rawa pasang surut.

Perkembangan mekanisasi pertanian tanaman pangan di wilayah rawa pasang surut meski kecenderungannya meningkat

tetapi beragam antar wilayah, yang diduga terkait dengan situasi dan kondisi wilayah setempat. Berbagai permasalahan yang diduga

menyebabkan lambannya penggunaan alsintan oleh masyarakat dalam sistem produksi pertanian, antara lain harga alsintan relatif

tinggi dibanding daya beli masyarakat yang relatif rendah dan belum tersedia skim kredit pengadaan alsintan yang mudah diakses

masyarakat, kepemilikan lahan petani yang relatif sempit dan tersebar serta beragam kondisi lahannya, serta aspak lain.

Kondisi tersebut disebabkan karena belum komprehensifnya pelaksanaan kegiatan pengembangan mekanisasi pertanian itu

sendiri yang umumnya masih bersifat parsial dan lebih didominasi oleh penyediaan perangkat keras. Selain itu, mungkin disebabkan

oleh kurangnya pemberian perhatian Pemerintah Daerah kepada pengembangan mekanisasi pertanian. Perkiraan Keluaran kegiatan

ini adalah rumusan kebijakan dan strategi pengembangan mekanisasi pertanian tanaman pangan di wilayah rawa pasang surut.

Pendekatan dan kerangka pikir yang melandasi kegiatan ini beranjak dari prinsip pengembangan mekanisasi pertanian

didasarkan azas selektif, baik secara wilayah maupun teknologi. Luas lahan rawa pasang surut yang potensial untuk pertanian masih

cukup luas, yaitu sekitar 9,53 juta ha, namun baru sekitar 4,18 juta ha yang telah dibuka, baik oleh penduduk lokal maupun

pemerintah. Wilayah tersebut mempunyai man-land ratio yang rendah, sehingga petani umumnya baru menanam padi satu kali

setahun, meskipun secara teknis agronomis dapat dilakukan tanam dua kali. Salah satu kendala adalah terbatasnya tenaga kerja,

sehingga untuk menggarap lahannya, banyak petani terpaksa mengelola usahatani secara sederhana dengan input rendah, dikenal

sebagai terbas-tanam-tinggal, dengan produktivitas dan mutu berasnya rendah. Kondisi ini juga berakibat terhadap sulitnya

mengembangkan teknologi baru. Pengembangan alsintan akan berperan bukan hanya untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 198

tetapi juga untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, menekan kehilangan hasil, dan meningkatkan mutu hasil serta

memperluas kesempatan kerja di pedesaan melalui terciptanya sistem agribisnis, yang pada akhirnya akan memacu kegiatan

perekonomian di pedesaan.

Isu Kebijakan Pengembangan Mekanisasi Pertanian

Sampai pada saat ini status mekanisasi pertanian dalam menunjang pengembangan pertanian di Indonesia belum memadai.

Untuk menciptakan suatu sistem mekanisasi pertanian yang berkelanjutan, maka semua pihak yang terkait dengan mekanisasi

pertanian harus memiliki hubungan yang erat dan masing-masing pihak dapat memperoleh manfaat dari keberadaan mekanisasi

pertanian tersebut. Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian haruslah merupakan kebijakan yang integral dengan kebijakan

pembangunan pertanian menuju ke revitalisasi pertanian.

Oleh karena itu, sebagai supporting system posisi mekanisasi pertanian harus kuat dalam menopang modernisasi , dan

sekaligus memberdayakan dan memihak kepada petani yang lemah dalam posisi tawar. Kebijakan pengembangan mekanisasi

pertanian harus mampu menumbuhkan (a) peningkatan produktivitas baik pada sumber daya lahan dan tenaga kerja (b)

peningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, (c) peningkatan mutu produk dengan nilai tambah tinggi sehingga produk

pertanian berdaya memiliki daya saing (d) mampu mendorong bertumbuh-kembangnya industri alat dan mesin dalam negeri secara

efisien, dengan kualitas unggul, dan terjangkau petani, (d) mendorong kemitraan antara industri besar dan industri kecil pengrajin

alsintan, sehingga terjadi harmonisasi dalam pengembangan industri yang saling menguatkan.

Permasalahan Mekanisasi Pertanian

1. Lemahnya kelembagaan dalam sistem pengembangan mekanisasi pertanian, contohnya antara petani dengan pemerintah.

2. Kerjasama antara lembaga riset pemerintah (BPP Mektan, BPPT), swasta, universitas dan asing masih lemah dalam mendapatkan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 199

inovasi teknologi dan teknologi baru kepada petani yang menguntungkan semua pihak, juga untuk mendapatkan umpan balik

dengan petani untuk menyampaikan mengenai jenis alsintan apa yang dibutuhkan dan tingkat mekanisasi seperti apa yang

diharapkan.

3. Hubungan antara pemerintah dengan pihak swasta juga masih kurang terutama dalam penelitian sehingga perkembangan

mekanisasi pertanian Indonesia sangat lambat bila dibandingkan negara lain.

4. Belum terintegrasi dan terkordinasi dengan baik dalam satu sistem sebagai program nasional dengan pihak yang terkait diluar

sector pertanian dalam program pengembangan mekanisasi pertanian untuk pembangunan pertanian, seperti dengan sektor ekuin

(pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur dan keuangan), pendidikan, dan pemerintahan daerah.

5. Alsintan yang diintroduksikan seringkali tidak sesuai dengan kondisi lahan dan agronomis.

6. Distribusi alsintan belum merata sehingga harus disesuaikan dengan kebutuhan alsintan di tiap wilayah.

7. Diperlukan pelatihan dan pendidikan agar petani mampu mengoperasikan alsintan dengan baik dan aman serta dapat

mengembangkan agroindustri dan memajukan cara berpikirnya.

8. Kemampuan manajemen kelompok tani masih kurang untuk mendapatkan keuntungan dari usaha sewa jasa yang dilakukan.

9. Petani masih kesulitan dalam memperoleh kredit pada jenis alsintan tertentu sehingga petani dapat bebas dalam memilih alsintan

apa yang diinginkan dan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Kasus Provinsi Jambi

Lahan pasang surut di Propinsi Jambi sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, khususnya tanaman

pangan padi. Pemasalahan yang dihadapi di bidang pertanian di lahan rawa pasang surut Propinsi Jambi adalah:

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 200

a. Kepemilikan lahan cukup luas minimal 2 ha atau lebih, tenaga kerja kurang (pemuda enggan untuk bertani), sehingga untuk

mengatasinya salah satunya dengan bantuan alsintan

b. Masalah utama dalam mengembangkan usahatani padi adalah luasnya lahan dan terbatasnya tenaga pengolahanan tanah,

sehingga diperlukan traktor tangan.

c. Pengeringan menjadi masalah dalam upaya memperbaiki kualitas padi/beras. Untuk meningkatkan performance mesin

pengering maka dalam penggunaannya harus disinergikan/integrasikan dengan pengusahaan RMU. Dryer yang ada dari

bantuan kapsitasnya terlalu besar sekitar 5 ton, perlu dievaluasi kembali dengan dryer yang mempunyai kapasitas sekitar 3-4

ton.

d. Masalah dalam pengembangan alsintan di wilayah pasang surut adalah hampir tidak adanya bengkel untuk pemeliharaan dan

perbaikan alsintan.

e. Alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan sawit/karet sangat tinggi (kurang lebih 2,3 %/tahun), hal ini terjadi karena petani

berhak menetukan komoditas yang akan ditanam.

f. Modal petani sangat terbatas untuk pengadaan alsintan, demikian juga dana APBN dan APBD yang tersedia juga terbatas

untuk penggadaan alsintan. Oleh karena itu pengembangan alsintan harus diarahkan ke usaha pelayanan jasa alsintan/UPJA.

g. Bantuan alsintan dari pusat tidak tepat sasaran, misal lokasi bukan sentra padi diberi alsintan hand traktor. Bantuan ini didrop

langsung ke rekening petani (aspirasi). Hal ini terjadi sekitar 5-10 % dari semua bantuan yang ada. Selain itu juga, yang

terjadi seolah-olah alsintan yang diberikan menjadi milik pribadi bukan kelompok karena Cuma 1 unit alsintan padahal dalam

aturan pemberian bantuan minimal yang diberikan 2 unit alsintan

h. Kebutuhan Alsintan di Propinsi Jambi kurang lebih 7.000 unit, dimana yang tersedia 1.200 unit sehingga kekurangan 5.800

unit.

i. UPJA-UPJA yang ada pendampingannya dilakukan oleh kabupaten, sehingga perkembangan dipengaruhi oleh Kabupaten

masing-masing

j. Dinas Pertanian Tanaman Pangan kekurangan rekomendasi teknologi seperti rekomendasi pemupukan, VUB baru yang

dihasilkan, dll.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 201

k. Ketersedian Alsintan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur tahun 2007 - 2011 Program-program yang dilakukan Dinas

Pertanian Tanaman Pangan seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Ketersediaan ALSINTAN Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tanjung Jabun Timur Tahun : 2007 s/d 2011

Hand Traktor. S

Tahun

SumberDana

APBD APBN PETRO CHINA

BUMA SWADAYA PIHAK LAIN

Total

2007 68 35 16 0 38 1 158 158

2008 22 4 8 34 192

2009 2 26 28 220

2010 13 13 233

2011 23 1 24 257

Power Thresher

Tahun

SumberDana

APBD APBN PETRO CHINA

BUMA SWADAYA PIHAK LAIN

Total

2007 60 7 6 0 48 0 121 121

2008 9 9 130

2009 23 16 2 41 171

2010 29 29 200

2011 13 13 213

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 202

Pompa Air

Tahun

SumberDana

APBD APBN PETRO CHINA

BUMA SWADAYA PIHAK LAIN

Total

2007 10 9 0 0 26 0 45 45

2008 0 4 0 0 0 0 4 49

2009 2 5 0 0 0 0 7 56

2010 19 0 0 0 0 0 19 75

2011 0 0 0 0 0 0 0 75

RMU

Tahun Sumber Dana

APBD APBN PETRO CHINA

BUMA SWADAYA PIHAK LAIN

Total

2007 0 0 0 0 228 0 228 228

2008 0 1 0 0 0 0 1 229

2009 2 5 0 0 0 0 7 236

2010 6 1 0 0 0 0 7 243

2011 2 0 0 0 0 0 2 245

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 203

DRYER

Tahun Sumber Dana

APBD APBN PETRO CHINA

BUMA SWADAYA PIHAK LAIN

Total

2007 0 0 0 0 0 0 0 0

2008 0 0 0 0 0 0 0 0

2009 0 4 0 0 0 0 4 4

2010 0 0 0 0 0 0 0 4

2011 1 0 0 0 0 0 1 5

Kasus Propinsi Kalimantan Barat

Pada umumnya petani di lahan pasang surut memiliki lahan sawah dan menggarap sendiri lahan sawahnya. Petani yang tidak

mempunyai lahan memperoleh lahan garapan dengan cara menyewa. Luas lahan garapan rata-rata 1 ha. Hasil wawancara yang

dilakukan bahwa petani tidak membedakan dalam pengelolaan usahataninya baik kepada lahan milik sendiri maupun lahan sewa dan

garapan sehingga tidak berbeda dalam perlakuan penerapan teknologi namun dari segi pendapatan dari nilai usahatani yang

diperoleh jelas berbeda tergantung tingkat kesuburan lahan dan kemasaman tanah.

Pengelolaan tanaman padi di lahan pasang surut umumnya dilakukan petani responden hampir sama dan sudah mengacu

kepada teknologi anjuran seperti dalam hal penggunaan varietas, pengolahan tanah, cara tanam, pemeliharaan dan pasca panen

sedangkan dalam penggunaan pupuk N,P dan K cukup bervariasi antar petani.

Dari hasil pengkajian di lahan pasang surut, tampak bahwa respon petani dalam penggunaan benih unggul cenderung

meningkat baik kelompok tani petani di Kabupaten Kubu Raya maupun Kabupaten Pontianak. Sementara petani yang menggunakan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 204

varietas lokal sudah sulit ditemukan. Umumnya varietas unggul ditanam adalah Ciherang dan Inpara 1-3, dan beberapa petani

menanam IR64 di Gapoktan Nekat maju dan padi hibrida varietas Crown di gapoktan Solo Bersari, namun padi hibrida tersebut tidak

tahan penyakit terutama penyakit bercak hitam pada malai sehingga malai menjadi hampa, yang diprediksi disebabkan oleh jamur

Helminthosporium. Menurut petani, benih tersebut merupakan bantuan dari pemerintah dengan kualitas benih yang kurang baik

terlihat dari rendahnya persentase tumbuh benih di persemaian.

Periode pergantian benih baik yang menyangkut kualitas maupun varietas sebagai suatu usaha untuk memutus siklus hama

dan penyakit, sehingga resiko kegagalan panen dapat ditekan, pada saat ini relatif sudah disadari oleh petani. Hal ini diduga terkait

juga dengan perubahan respon petani terhadap adopsi teknologi, sebagai dampak dari meningkatnya tingkat profitabilitas usahatani

padi pada akhir-akhir ini.

Kegiatan pengolahan lahan yang juga merupakan komponen teknologi dalam PTT, secara teknis sudah dilaksanakan dengan

baik. Hal ini ditunjukkan oleh semua petani responden pada semua kelompok sudah 100 persen melakukan pengolahan lahan

dengan menggunakan traktor yaitu membajak satu kali dan menggaru. Komponen teknologi lainnya, seperti cara tanam, dan

penyiangan juga relatif masih baik dilakukan oleh petani sesuai dengan anjuran. Hal ini terlihat bahwa pada semua kelompok tani

melakukan secara serempak dalam kegiatan tanam pindah baik legowo (4:1) maupun tanpa legowo. Namun dalam penyebaran benih

pada waktu persemaian terkendala datangnya hujan sehingga terjadi kebanjiran dan memerlukan biaya tambahan lagi untuk

melakukan persemaian ulang. Sedangkan kegiatan penyiangan dilakukan oleh para petani adalah dengan menggunakan kombinasi

antara penggunaan herbisida dan secara manual. Frekuensi penyiangan rata-rata 1-2 kali dan tidak ada yang tiga kali pada semua

kelompok tani, ini disebabkan adanya substitusi penyiangan manual dengan penggunaan herbisida.

Agak berbeda dengan komponen teknologi lainnya, karena faktor pupuk dan penggunaan pestisida menyentuh langsung

dengan masalah biaya produksi sehingga mengganggu tingkat profitabilitas usahatani, maka tampak yang terjadi di lapangan tidak

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 205

adanya kecenderungan penurunan respon penggunaan pupuk terutama yang menyangkut jenis urea, sedangkan pupuk SP36

cenderung menurun, bahkan pupuk KCL tidak digunakan petani. Untuk itu penggunaan pupuk NPK majemuk (phonska) cenderung

meningkat di semua kelompok petani.

Frekuensi pemberian pupuk urea dan phonska cenderung belum memenuhi anjuran yaitu pupuk urea hanya diberikan dua

kali yang seharusnya diberikan tiga kali yaitu dua kali pada fase vegetative dan satu kali pada waktu awal primordial (bunting).

Petani di kab. Kubu raya cenderung melakukan pemupukan urea dengan takaran 50-100 kg/ha dan pupuk phonska 100 kg/ha

sedangkan di kab. Pontianak menggunakan pupuk urea 125 kg/ha da pupuk NPK Phonska 150 kg/ha. Hal ini menunjukkan tidak

adanya keseimbangan dalam penggunaan pupuk N,P,K. Namun hal ini perlu terus dilakukan pengkajian, karena pengaruh

pengurangan pupuk KCl, penggunaan pupuk majemuk NPK Phonska serta frekuensi pemupukan dengan sistam tanam pindah

terhadap produktivitas padi yang dihasilkan.

Mengenai penggunaan insektisida dan frekuensi penyemprotan relatif baik dilakukan oleh petani lahan rawa pasang surut di

samping penggunaan insektisida yang relatif lebih hati-hati dua atau tiga kali berdasarkan adanya gejala serangan hama dan bersifat

untuk pencegahan serangan hama ulat (penggerek batang) dan walang sangit.

Secara teknis pada petani di lahan pasang surut sangat berbeda dengan lahan irigasi dengan ketersediaan air yang selalu

cukup. Lahan rawa pasang surut dibedakan atas tipe luapan yaitu A, B, C dan D. Pada tipe luapan A dan B, pada musim hujan

tampak tidak menjadi masalah karena pada tipe luapan A bila pasang besar maupun pasang kecil, air bisa masuk ke persawahan dan

pada tipe luapan B hanya masuk air di persawahan bila pasang besar saja. Namun pada lahan tipe luapan C dan D, pengairan

menjadi masalah, sehingga pertanaman padi hanya mengandalkan air hujan. Untuk penanaman di lahan pasang surut umumnya

hanya dilakukan di musim penghujan dan cenderung tidak dilakukan penanaman padi di musim kemarau, namun pada petani di Kab.

Kubu Raya dan Kab. Pontianak di Kalimantan Barat telah melakukan penanaman padi 2-3 kali.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 206

Panen dilakukan dengan arit dan sistem upahan. Penanganan pasca panen seperti cara perontokan tidak lagi dilaksanakan

secara konvesional/manual/digebot, perontokan 100 persen menggunakan power threser. Pengeringan belum menggunakan dryer

seperti di lahan pasang surut di Sumatera Selatan, untuk itu dilakukan penjemuran menggunakan alas terpal. Pada lokasi kajian

sebagian besar kelompok tani menjual gabahnya dalam bentuk gabah kering panen (gkp). Biaya panen dan prosesing merupakan

biaya tenaga kerja terbesar dari total tenaga kerja dalam usahatani padi di lahan pasang surut (Tabel 1). Penggunaan alat stripper

sebagai alat panen belum digunakan petani dan masih mengandal arit dalam kegiatan panen.

Tingkat pendapatan usahatani relatif sama antara responden kelompok petani di kab. Kubu Raya dan kabupaten Pontianak.

Petani di Kab. Kubu Raya relative lebih kecil dalam penerimaan mencapai Rp 16,750,000 per hektar, sementara pada kelompok tani

kab. Pontianak Rp 19,200,000. Perbedaan ini lebih banyak disebabkan oleh factor kesuburan lahan dan kemasaman lahan.

Penggunaan varietas yang ditanam pada dua kelompok petani relative sama yaitu varietas Ciherang. Pada petani kab. Kubu Raya,

disamping tingkat produktivitasnya rata-rata 4.000 kg/ha gkp ( <6 t/ha gkp) relatif lebih rendah dibandingkan petani Kab. Pontianak

5.000 kg/ha (< 7,8 t/ha gkp) dengan total biaya masing-masing Rp 6,860,000 dan Rp 6,215,000 per hektar, dengan B/C rasio

masing-masing 1,44 dan 2,09. (Tabel 1).

Pangsa biaya faktor produksi terdiri dari biaya benih dan pupuk, yang terbesar di luar pangsa sewa traktor (Rp 750.00-

900,000/ha) adalah biaya tenaga kerja, petani kab. Kubu Raya dan Kab. Pontianak masing-masing Rp 5,000,000 dan Rp 3,740,000

yaitu 72,89 persen dan 60,18 persen dari total biaya . Biaya tenaga kerja terbesar adalah untuk panen dan pasca panen dan

penanaman (Tabel 2). Sementara pangsa biaya benih dan pupuk, pestisida pada petani Kab. Kubu raya dan Kab. Pontianak adalah

16,18 persen dan 25,34 persen dari total biaya. Tingkat penerapan teknologi usahatani di kab. Kubu Raya apabila dibandingkan

kab. Pontianak cukup berbeda terutama dalam penerapan takaran pupuk urea dan pupuk phonska dan juga biaya tenaga kerja

untuk kegiatan panen dan pasca panen.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 207

Dinamika respon petani terhadap teknologi pengelolaan usahatani padi, relatif stabil pada komponen teknologi yang tidak

secara langsung merubah profitabilitas usahatani padi seperti cara tanam dan pengolahan lahan. Sebaliknya pada komponen

teknologi yang sensitif terhadap perubahan profitabilitas dinamika respon petani terhadap adopsi inovasi sangat tinggi adalah

varietas, kualitas benih, pupuk, dan tenaga kerja khususnya penanaman dan panen & prosesing.

Pada kelompok petani kab. Kubu Raya relatif lebih kecil dalam pendapatan usahatani rata-rata Rp 9,890,000 per hektar,

sementara pada kelompok tani kab. Pontianak Rp 12,985,000 per ha dengan B/C ratio 1,44 dan 2,09.

Kesimpulan

1. Sampai pada saat ini status mekanisasi pertanian dalam menunjang pengembangan pertanian di Indonesia belum memadai

terlebih di lahan rawa pasang surut

2. Untuk menciptakan suatu sistem mekanisasi pertanian yang berkelanjutan, maka semua pihak yang terkait dengan

mekanisasi pertanian harus memiliki hubungan yang erat dan masing-masing pihak dapat memperoleh manfaat dari keberadaan

mekanisasi pertanian tersebut. Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian haruslah merupakan kebijakan yang integral

dengan kebijakan pembangunan pertanian menuju ke revitalisasi pertanian.

3. Posisi mekanisasi pertanian harus kuat dalam menopang modernisasi , dan sekaligus memberdayakan dan memihak kepada petani

yang lemah dalam posisi tawar. Parmamsalahan yang dihadapi saat ini adalah masih lemahnya kerjasama antara lembaga riset

pemerintah (BPP Mektan, BPPT), swasta, universitas dan asing. Disamping itu juga untuk mendapatkan umpan balik dengan petani

untuk menyampaikan mengenai jenis alsintan apa yang dibutuhkan dan tingkat mekanisasi seperti apa yang diharapkan.

4. Kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian harus mampu menumbuhkan (a) peningkatan produktivitas baik pada sumber

daya lahan dan tenaga kerja (b) peningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, (c) peningkatan mutu produk dengan nilai

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 208

tambah tinggi sehingga produk pertanian berdaya memiliki daya saing (d) mampu mendorong bertumbuh-kembangnya industri

alat dan mesin dalam negeri secara efisien, dengan kualitas unggul, dan terjamgkau petani, (d) mendorong kemitraan antara

industry besar dan industri kecil pengrajin alsintan, sehingga terjadi harmonisasi dalam pengembangan industri yang saling

menguatkan

(5) Naskah akademik penyiapan dan penerapan teknologi pertanian pendahuluan

Kementerian Pertanian, dalam Rencana Strategis 2010–2014 telah

menetapkan sistem pertanian industrial unggul berkelanjutan berbasis sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan,

nilai tambah, ekspor dan kesejahteraan petani sebagai visi pembangunan pertanian. Dalam upaya mencapai visi pembangunan

pertanian industrial berkelanjutan tersebut, penelitian dan pengembangan (litbang) di bidang pertanian mempunyai peranan yang

sangat penting dan strategis untuk menghasilkan inovasi pertanian guna mendukung percepatan pencapaian keberhasilan pertanian.

Pembangunan pertanian dituntut mampu permasalahan yang muncul dan disamping itu pembangunan pertanian juga dapat

mengakomodasi perkembangan lingkungan strategis. Permasalahan mendasar di sektor pertanian yang dihadapi, adalah: 1)

meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global; 2) ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan, dan air; 3)

status dan luas kepemilikan lahan (9,55 juta kk < 0.5 ha); 4) lemahnya sistem perbenihan dan perbibitan nasional; 5) keterbatasan

akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku bunga usahatani; 6) lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan

penyuluh; 7) masih rawannya ketahanan pangan dan ketahanan energy; 8) belum berjalannya diversifikasi pangan dengan baik; 9)

rendahnya nilai tukar petani (ntp); 10) belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian, dan 11) kurang

optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian.

Sedangkan perkembangan lingkungan strategis yang perlu diakomodasi dalam pembangunan pertanian antara lain

munculnya Peraturan Presiden Nomor 32/2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 209

(MP3EI). Peraturan Presiden tersebut mendukung upaya mewujudkan visi sebagai Negara maju dan sejahtera pada tahun 2025

dengan mempercepat transformasi ekonomi yang mengedepankan pendekatan not business as usual, melibatkan seluruh

pemangku kepentingan dan terfokus pada prioritas yang konkrit dan terukur, tetapi tetap merupakan bagian yang integral dalam

sistem perencanaan pembangunan nasional yang telah ada.

Fokus dari pengembangan MP3EI ini diletakkan pada 8 program utama, dan Sektor Pertanian, menjadi salah satu andalan

bersamaan dengan tujuh sektor lainnya yaitu sektor Pertambangan, Energi, Industri, Kelautan, Pariwisata, dan Telematika, serta

Pengembangan Kawasan Strategis. Di dalam merespon kondisi tersebut Kementerian Pertanian mengarahkan Program dan Kebijakan

Kementerian Pertanian harus berlandaskan pada hasil penelitian, pengkajian dan pengembangan (Litkajibang).

Seiring dengan dinamika pembangunan pertanian dan perubahan lingkungan strategis tersebut, berimplikasi pada pendekatan

dalam penyiapan penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan teknologi pertanian (Litkajibangrap). Peraturan Menteri

Pertanian Nomor 03/Kpts/HK.060/1/2005 Tanggal 17 Januari 2005 Tentang Pedoman Penyiapan Litkajibangrap yang selama ini

menjadi acuan, perlu disempurnakan.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden No 32/2011, untuk mendukung pembangunan ekonomi Indonesia 2011-2025 telah

menyusun Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Dalam hal ini Kementerian Pertanian

telah menindaklanjuti rencana Pengembangan Koridor Ekonomi Indonesia pada 6 koridor ekonomi yaitu: 1) Koridor Sumatera fokus

pengembangan pada kelapa sawit dan karet, 2) Koridor Jawa akan difokuskan pada pengembangan industri makanan/pangan

melalui penumbuhan industri di pedesaan yang mengolah produk-produk pertanian menjadi produk olahan makanan, 3) Koridor

Kalimantan fokus pengembangan pada padi, palawija dan kelapa sawit, 4) Koridor Sulawesi akan difokuskan sebagai sentra produksi

padi, jagung dan kakao dan memfasilitasi kegiatan penyediaan infrastruktur, perbenihan maupun pemberdayaan petani, 5) Koridor

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 210

Bali-NTB-NTT sebagai sentra produksi jagung, kedelai dan ternak. dan 6) Koridor Papua-Maluku akan difokuskan sebagai sentra

produksi pangan, perkebunan dan peternakan.

Pembangunan pertanian tidak hanya pada upaya meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga mampu untuk

menggerakkan perekonomian nasional melalui kontribusinya dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan

bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber devisa negara dan sumber pendapatan masyarakat serta berperan dalam pelestarian

lingkungan. Sektor pertanian merupakan penggerak utama ekonomi perdesaan,dan saat ini sumberdaya ekonomi utama masyarakat

perdesaan adalah usaha agribisnis berbasis tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Pembangunan pertanian

tidak hanya difokuskan pada peningkatan produktivitas dan produksi, tetapi perlu untuk memperhatikan aspek daya saing, nilai

tambah dan kesejahteraan petani.

Target utama yang hendak dicapai Kementerian Pertanian 2010-2014 adalah Empat Sukses Pembangunan Pertanian, yaitu:

(1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan; (2) Peningkatan Diversifikasi Pangan; (3) Peningkatan Nilai Tambah,

Daya Saing, dan Ekspor Produk Pertanian; dan (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani. Upaya pencapaian EMPAT SUKSES tersebut

dirumuskan dalam TUJUH GEMA REVITALISASI, meliputi: (1) Revitalisasi Lahan; (2) Revitalisasi Perbenihan dan Perbibitan; (3)

Revitalisasi Infrastruktur dan Sarana; (4) Revitalisasi Sumber Daya Manusia; (5) Revitalisasi Pembiayaan Petani; (6) Revitalisasi

Kelembagaan Petani; dan (7) Revitalisasi Teknologi dan Industri Hilir.

Badan Litbang Pertanian sesuai dengan mandatnya berorientasi Penelitian untuk Pembangunan dengan tag lines Science,

Innovations dan Networks dituntut untuk menghasilkan inovasi pertanian sesuai dengan kebutuhan pengguna, agar dapat

diterapkan sebagai mesin menggerakan pembangunan pertanian terutama di perdesaan. Dalam konteks mendukung pengembangan

dan penerapan inovasi teknologi pada usaha agribisnis, telah dibuat aturan main sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor

03/Kpts/HK 0.60/I/2005 tanggal 17 Januari 2005 tentang Pedoman Penyiapan dan Penerapan Teknologi Pertanian. Implementasi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 211

Permentan No 3/2005 di lapang belum mencapai sasaran sebagaimana yang diharapkan Litkajibangrap. Peran Diklat-Luh sangat

strategis dalam pengembangan dan percepatan adopsi inovasi pertanian dengan melibatkan institusi yang kompeten.

Berdasarkan kompleksitas tantangan pembangunan pertanian yang akan datang serta arahan Menteri Pertanian dan Kepala

Badan Litbang Pertanian yaitu: 1) Program dan kebijakan Kementan harus berlandaskan hasil Litkajibang, 2) UK/UPT Litbang saat ini

banyak membantu kegiatan Ditjen Teknis (pendampingan teknologi) di luar tupoksi akan tetapi suatu keharusan untuk

melaksanakannya, 3) Penerapan model pengembangan inovasi teknologi dalam konteks A-B-G-C, 4)Second Curve dan 5) Corporate

Management maka untuk itu diperlukan reorientasi kegiatan dan adanya perubahan paradigma dari Litkajibangrap menjadi

Litkajibangdiklatluhrap.

Untuk itu dipandang perlu penyempurnaan Permentan Nomor 03/Kpts/HK 0.60/I/2005. Konsep Permentan baru tentang

Litkajibangdiklatluhrap diharapkan akan mewujudkan koordinasi, dan sinkronisasi yang efektif antara instansi litbang pusat dan

daerah mulai dari perencanaan dan pelaksanaan: penelitian, pengkajian, pengembangan, pendidikan, pelatihan dan penyuluhan

serta penerapan inovasi pertanian. Guna meningkatkan efektifitas makna dari Permentan baru tersebut perlu memasukan aspek

“Diklatluh” (Pendidikan, Pelatihan dan Penyuluhan) sehingga menjadi kegiatan yang terintegrasi pada UK/UPT Badan Litbang

Pertanian dalam menyediakan inovasi pertanian kepada lembaga “Diklatluh”.

Kondisi Saat Ini : Litkajibangrap

Kegiatan penelitian, pengkajian, pengembangan dan penerapan teknologi pertanian saat ini dilakukan dengan mengacu pada

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Kpts/ HK.060/1/2005 tanggal 17 Januari 2005 tentang Pedoman Penyiapan dan Penerapan

Teknologi Pertanian. Dengan dasar peraturan tersebut dibentuk Kelembagaan Penelitian dan Penerapan Teknologi Pertanian meliputi

Kelembagaan Struktural dan Kelembagaan Non Struktural.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 212

Kelembagaan Struktural

Kelembagaan Struktural, terdiri dari: (1) Kelembagaan Penelitian Pertanian, (2) Kelembagaan Pengkajian Teknologi Pertanian,

(3) Kelembagaan Pengembangan Teknologi Pertanian, dan (4) Kelembagaan Penerapan Teknologi Pertanian. Dalam hal ini

Kelembagaan Penelitian Pertanian menjalankan fungsi penyelenggaraan penelitian secara teknis fungsional menjadi tanggungjawab

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Secara operasional tugas-tugas penelitian tersebut dilakukan oleh Balai Penelitian,

Loka Penelitian, Balai Besar dan Pusat Penelitian.

Kelembagaan Pengkajian Teknologi Pertanian menjalankan tugas mengkaji komponen teknologi yang dihasilkan lembaga–

lembaga penelitian. Kelembagaan Pengkajian Teknologi Pertanian yang berada di Pusat yaitu Balai Pengkajian dan Pengembangan

Teknologi Pertanian dan di Provinsi yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.

Kelembagaan Pengembangan Teknologi Pertanian bertugas menghasilkan paket teknologi pertanian berdasarkan kesesuaian

teknologi pertanian spesifik lokasi pada berbagai kondisi sosial, ekonomi dan budaya. Kegiatan pengujian dilakukan oleh lembaga

pengembangan teknologi pertanian seperti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi,

Lembaga Swadaya Masyarakat atau kelembagaan lainnya. Kelembagaan penerapan teknologi pertanian, menggambarkan

penerapan teknologi pertanian yangn diterapkan baik pada skala usahatani maupun skala agribisnis. Kegiatan ini difasilitasi oleh

Pemerintah Daerah, Lembaga Penyuluhan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan KTNA/Kelompok Tani dengan pendampingan

Lembaga Pengkajian di provinsi.

Kelembagaan Non Struktural

Kelembagaan Non Struktural yang dibentuk terdiri dari Komisi Penelitian Pertanian, dan Komisi Teknologi Pertanian. Dalam

hal ini Komisi Penelitian Pertanian ini memiliki tugas : 1) Membantu Menteri Pertanian dalam menetapkan kebijaksaan penyiapan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 213

dan penerapan teknologi pertanian; 2) Mengarahkan dan menyerasikan Program Pembangunan Pertanian yang dilaksanakan di

semua unit kerja Eselon I Kementerian Pertanian dengan kebijakan penyiapan dan penerapan teknologi pertanian, dan 3)

Menetapkan model-model Pengembangan dan Teknologi Spesifik lokasi yang memiliki keunggulan pada skala nasional sebagai

teknologi pertanian nasional Komisi Teknologi Pertanian memiliki tugas membantu Gubernur dalam hal: 1) Menetapkan kebijakan-

kebijakan strategis di bidang penyiapan dan penerapan teknologi pertanian di wilayah; 2) Memberikan arahan dan saran-saran dalam

pelaksanaan pengkajian teknologi pertanian; 3) Melakukan koordinasi pelaksanaan kegiatan pengkajian dan penerapan teknologi

pertanian disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat petani, sektor swasta dan pengguna lain di wilayah, dan 4) Memberikan

rekomendasi dan umpan balik terhadap proses penyiapan dan penerapan teknologi pertanian. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas

Komisi Teknologi Pertanian dapat dibentuk Tim Teknis Pengkajian Teknologi Pertanian yang ditetapkan oleh Gubernur. Keanggotaan

Tim Teknis Pengkajian Teknologi Pertanian disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah dengan mempertimbangkan lembaga-

lembaga yang memiliki kompetensi di bidang perencanaan, Dinas Teknis di Bidang Pertanian, Lembaga pengkajian teknologi

pertanian, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi dan Kelompok Tani Nelayan Nasional Andalan.

Mekanisme penerapan teknologi pertanian sebagai hasil inovasi (Permentan No3/2005 adalah sebagai berikut: (1)

BPTP/BBP2TP melakukan kegiatan diseminasi, (2) Lembaga penyuluhan melakukan pemantauan terhadap efektivitas model

pengembangan dan paket teknologi, hasil pantauannya disampaikan dalam bentuk laporan kepada Pemerintah Daerah/Komisi

Teknologi Pertanian, (3) Komisi Teknologi menyampaikan kebutuhan teknologi di derah ke Badan Litbang Pertanian melalui BPTP dan

(4) Badan Litbang Pertanian melakukan analisis lanjut yang disampaikan kepada Balit Komoditas dan BPTP. Dalam pengembangan

inovasi pertanian, ditemukan tiga kelembagaan yang berperan yaitu: pusat (UK/UPT Lingkup Badan Litbang Petanian), pemerintahan

daerah (Dinas Provinsi/Kabupaten/ Bakorluh, Bapeluh,BPP), dan lokal di tingkat petani, atau komunitas (Gapoktan dan Poktan).

Tahap pengembangan teknologi merupakan rangkaian kegiatan lanjutan dari tahap pengkajian, dilakukan pada skala agribisnis

melalui pengujian terhadap aspek social, ekonomi, budaya dan kelembagaan setempat, yang menghasilkan model-model

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 214

pengembangan dan paket teknologi. Pada tahap ini, seluruh rangkaian dilakukan oleh lembaga pengkaji propinsi lingkup Badan

Litbang Pertanian bersama-sama dengan lembaga Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan

lembaga lainnya (Lembaga Informal). Bagan alir proses penyiapan sampai dengan penerapan teknologi dapat dilihat pada Gambar

Lesson Learned : Implementasi Permentan No 3/2005

Di dalam tataran praktis, implementasi Peraturan Menteri Pertanian No 03/2005 sebagai pedoman penyiapan dan penerapan

teknologi belum berjalan optimal. Banyak kendala yang dihadapi di lapangan. Dari evaluasi verbal terhadap penerapan Permentan

tersebut ditemukan kelemahan sebagai berikut.

(1) Keberadaan kelembagaan non struktural sebagai pendukung kelancaran proses penyiapan dan penerapan teknologi seperti

Komisi Teknologi sudah tidak efektif lagi. Sebagian besar wilayah provinsi tidak lagi memiliki kelembagaan Komisi Teknologi.

Sedangkan kegiatan pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian dituntut untuk terus berkembang mengikuti laju

perkembangan pembangunan pertanian yang semakin dinamis.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 215

(2) Alur penyebaran teknologi mulai dari lembaga penelitian ke lembaga pengkajian dan terus ke pengembangan sampai ke

penerapan teknologi oleh pengguna tidak maksimal. Banyak teknologi yang dihasilkan lembaga peneltian dan pengkajian

yang tidak diadopsi oleh pengguna karena mediasinya terputus. Dalam hal ini mediasi yang dimaksud adalah lembaga

pendidikan, pelatihan dan penyuluhan pertanian.

(3) Koordinasi antara lembaga penelitian/pengkajian dengan lembaga pendidikan, pelatihan dan penyuluhan belum melembaga.

Hubungan yang berjalan masih individual bukan atas nama kelembagaan.

(4) Kurikulum terkait inovasi pertanian (aspek teknologi dan kelembagaan) di lembaga pendidikan mulai level SLTA sampai

Perguruan Tinggi misalnya Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) dan di Lembaga Balai Pelatihan Pegawai Pertanian

masih sedikit yang mengakomodasi hasil penelitian dan pengkajian lingkup Badan Litbang Pertanian.

(5) Kerjasama antara agen penciptaan teknologi (generating agent) dalam hal ini Badan Litbang Pertanian dengan pelaku

penyampai informasi teknologi (delivery agent) dalam hal ini unit kerja dan UPT di lingkup BPPSDMP belum sinerji, sehingga

belum optimal. Demikian pula hubungan kelembagaan Bakor/Dinas – BPTP – Bapeluh sebagai simpul koordinasi rogram

dalam mengatasi berbagai masalah di lapangan belum optimal

(6) Pemanfaatan lembaga penelitian atau pengkajian sebagai tempat magang bagi widyaiswara dari unit kerja lingkup BPPSDMP

untuk mengembangkan profesionalismenya masih terbatas, bahkan belum menjadi agenda bersama. Demikian juga

keberadaan kebun percobaan di lingkup lembaga penelitian atau pengkajian dan di lingkup unit kerja BPPSDMP,

pemanfaatannya untuk kerjsama penelitian atau pengkajian masih terbatas.

(7) Kerjasama penelitian atau pengkajian antara dosen dari lembaga pendidikan atau pelaltihan dengan peneliti di lingkup Badan

Litbang Pertanian belum terlaksana dengan baik.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 216

(8) Pemanfaatan lahan praktek STPP dan SMK-SPP sebagai laboratorium lapangan /uji lokasi teknologi yang dihasilkan Badan

Litbang Pertanian belum berjalan secara optimal.

(9) Pengembangan koleksi atau referensi hasil penelitian Badan Litbang Pertanian di

Perpustakaan STPP dan SMK-SPP masih terbatas.

(10) Penjabaran pelaksanaan Permentan No 3/2005, seolah-olah menjadi tanggung jawab UK/UPT Lingkup Badan Litbang

Pertanian belum optimal ( Dana dan SDM), minimnya keterlibatan UK/UPT Lingkup Badan SDMP di daerah;

(11) Belum optimalnya keterkaitan dan sinergi program Litbang: Konsorsium proposal UK/UPT Litbang, masing- masing bekerja

sesuai dengan tupoksi utamanya dan umumnya kegiatan terputus sampai tahapan pengembangan inovasi belum ketahapan

penerapan;

(12) Belum optimalnya keterkaitan dan sinergi program Pemda Provinsi/Kabupaten dengan program Litbang Pertanian, dalam hal

ini BB/Balit Komoditas dan BPTP masing-masing melakukan kegiatan pengembang inovasi pertanian;

(13) Inovasi teknologi spesifik lokasi yang akan dipakai pada pengembangan kawasan pertanian Kabupaten/Kota harus dinyatakan

dalam e- proposal (Permentan No 50/2012)

(14) Belum dilibatkannya UK/UPT Litbang Non Kementerian (LIPI dan BPPT) yang ada di beberapa daerah;

(15) Kurang berfungsinya Komisi Penelitian Pertanian di Badan Litbang Pertanian dan Komisi Teknologi Pertanian di daerah setelah

tidak ada lagi Kanwil Pertanian (era OTDA);

(16) Belum optimalnya pelaksanan umpan balik, BPTP belum memiliki data base kebutuhan teknologi pada setiap kabupaten;

(17) Belum optimalnya interaksi dan kerjasama antar peneliti: berdasakan disiplin ilmu yang dibutuhkan, UK/UPT bidang masalah

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 217

dan komoditas,dan antara BB/Balit Komoditas dengan BPTP;

(18) Lemahnya R&D management sehingga tidak optimal dalam mengintegrasikan aliran modal manusia, modal pengetahuan, dan

finansial secara terpadu untuk menghasilkan produk kreatif dan inovatif;

(19) Proses komersialisasi teknologi belum berjalan secara institutionalized;

(20) Program R&D dalam bidang sains dan teknologi belum secara optimal berorientasi pasar;

(21) Sinergi dunia akademisi (pendidikan dan pelatihan/penelitian, bisnis/industri, dan pemerintah (establish triple-helix synergy)

belum sepenuhnya ditata secara sistematik dan well-planned untuk menghasilkan penerapan inovasi pertanian berbasis

pengetahuan dan kompetensi;

(22) Kegiatan “Diklatluh” telah dilakukan UK/UPT Badan Litbang Pertanian pada Progam Strategis Kementan seperti: SL-PTT (PLI

& PL II, Demplot, Demfarm, Display Varietas), PUAP (Apresiasi Teknologi), PSDSK, Gernas kakao dan PKAH (Pendampingan

Teknologi) Gelar dan Temu Teknologi

(23) Perlu kiranya dimaklumi bahwa sebagian sumber daya Iptek baik berupa SDM, fasilitas peralatan riset, dan keahlian

menghadapi masalah yang relatif serius.

(24) Dari informasi pembelajaran implementasi Litkajibangrap (Permentan No 3/2005) telah dapat dilakukan pengelompokan

kekuatan, kelemahan,peluang dan ancaman untuk mendapatkan strategi percepatan penerapan inovasi teknologi

Tantangan Di Masa Datang: Litkajibang-diklatluh-rap

Dalam MP3EI 2011-2025, kegiatan ekonomi utama pertanian yang penting dikembangkan adalah komoditas pertanian dengan

sasaran menuju ketahanan pangan nasional dan peningkatan nilai ekspor. Upaya strategis untuk mendukung hal tersebut adalah

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 218

dengan menggunakan pendekatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (P3iptek). Salah satu

permasalahan utama adalah belum optimalnya pemanfaatan hasil-hasil riset serta belum adanya interaksi mutualis antara

pengembang dan pengguna teknologi. Untuk itu diperlukan pendekatan mutidisiplin ilmu dan multisektor dari seluruh pihak serta

sinergi riset dan inovasi agar dicapai hasil litbang terbaik yang digunakan oleh pengguna (masyarakat, industri, pemerintah).

Permasalahan yang dihadapi saat ini antara lain regulasi inovasi -* belum optimal (UU 18/2002 vs UU PNBP); distribusi

teknologi -* sumber teknologi vs kondisi geografis dan pembiayaan riset relatif rendah : 0,046% PDB (negara lain 1 digit) serta

kontribusi industri belum optimal. Permasalahan lainnya adopsi teknologi hasil riset lamban terutama oleh industry; kesadaran akan

HKI invensi hasil litbang masih rendah; logistik inovasi (masih perlu penguatan logistik inovasi -* contoh untuk inovasi perbenihan

VUB melalui UPBS -* dapat dilakukan secara sinergi dengan program KKN-PT. Institusi pelaksana yang melibatkan struktural -*

Otonomi Daerah menyebabkan hambatan efektivitas instruksional (Pusat-Daerah), dan Fungsional -* koordinasi lintas institusi lemah

-* Dalam hal ini Badan litbang Pertanian mengoptimalkan peran BPTP/LPTP di 33 Provinsi, dan kontribusi PT setempat.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 219

Permasalahan Internal yang dihadapi antara lain:

Koordinasi & sinkronisasi antara UK/UPT badan litbang dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring belum efektif.

Alokasi anggaran konsorsium seringkali tidak jelas .

SDM masih lemah, secara kuantitas dan kualitas.

Infrastruktur (lab & kp)kurang memadai.

Manajemen (SPI, Monev, KP, UPBS, Kelji, kelti, & kelsa) belum optimal.

Jejaring kerja tingkat daerah, nasional dan internasionalmasih terbatas Diseminasi, promosi teknologi relatif lemah.

Permasalahan Eksternal:

Belum semua puslitbang, puslit, BB, balit dan BPTP melakukan sinergi dan koordinasi dengan pengguna teknologi.

MOU dengan pemerintah daerah belum sepenuhnya dapat ditindaklanjuti

Kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan di pusat dan daerah belum optimal.

Kosorsium dengan lembaga penelitian pemerintah dan non pemerintah, serta perguruan tinggi masih kurang.

Jejaring kerja tingkat internasional belum terbangun secara efektif

Hasil analisis lingkungan strategis dari pembelajaran implementasi Litkajibangrap diperlukan penyempurnaan (revisi)

Permentan No3/2005 dengan memasukan aspek Diklatluh sehingga menjadi Litkajibangdiklatluhrap dengan tujuan untuk

mempercepat penerapan inovasi teknologi pada usaha agribisnis. Penguatan R&D (Corporate) management yang perlu dilakukan

untuk keberhasilan pelaksanaan Litkajibangdiklatluh mencakup:

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 220

Penguatan Internal:

Meningkatkan Koordinasi & Sinkronisasi antara UK/UPT Badan Litbang dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring.

Mengembangkan Konsorsium berbasis komoditas/bidang masalah.

Penguatan SDM (Litkayasa, Penyuluh, Perekayasa dan Peneliti).

Pengembangan infrastruktur (Lab & KP).

Penguatan Manajemen (SPI, Monev, KP, UPBS, Kelji, Kelti, & Kelsa).

Penguatan jejaring kerja tingkat daerah, nasional dan internasional

Penguatan Eksternal:

Membangun kerjasama dengan berbagai pemangku kepentingan di pusat dan daerah.

Membangun kosorsium dengan lembaga penelit ian pemerintah dan non pemerintah, serta perguruan tinggi.

Penguatan jejaring kerja tingkat internasional.

Konsep Litkajibangdiklatluhrap

Litkajibangdiklahluhrap erefleksikan suatu sistem, kegiatan, jaringan, yang mensinergikan kegiatan dan mengintegrasikan

Penelitian: (invensi/konsep/upstream/stakeholder terbatas);

Pengkajian: (rekomendasi/downstream r/new syst/ stakeholder lebih luas);

Pengembangan: (inovasi/scalling up/feed back/konsep aplikasi),

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 221

INTERDISCIPLINARY FIELDS;

“Dik” “Lat” “Luh”: (transfer inovasi/IPTEK)

Penerapan pendampingan aplikasi inovasi/teknologi, INTERDISCIPLINARY FIELDS

Maksud dan tujuan pendekatan Litkajibangdiklatluhrap adalah:

inovasi/IPTEK hasil litbang (litkajibang) ke “end user” dan/atau dalam mendukung pembangunan pertanian

Meningkatkan sinergi program/kegiatan Badan Litbang Pertanian dan BPPSDMP,

Pemda, Stakeholder lainnya

Pemberdayaan/Upaya peningkatan peran & posisi peneliti, pengkaji dan penyuluh

dalam proses inovasi pertanian mendukung pembangunan pertanian

Kondisi Yang Diharapkan

Tercapainya perderasan arus inovasi pertanian dari Badan Litbang Pertanian kepada pengguna usaha dan atau pengguna

utama, antara lain merupakan kondisi yang diharapkan. Harapan terjadinya perderasan inovasi pertanian akan terlaksana jika ada

jalinan koordinasi yang intensif antara lembaga penelitian, pengkajian, pengembangan, (litkajibang) dengan Lembaga pendidikan,

pelatihan dan penyuluhan (diklatluh) menuju penerapan inovasi di tingkat pengguna.

Rancangan kegiatan yang diusulkan adalah menyempurnakan bagan alir penyiapan dan penerapan teknologi dalam Peraturan

Menteri Pertanian Nomor 03/2005 dengan mengakomodasi keberadaan lembaga pendidikan, pelatihan dan penyuluhan. Dengan

demikian kegiatan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan menjadi tahapan yang harus dilalui dalam alur inovasi teknologi pertanian.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 222

Keberadaan lembaga pendidikan, pelatihan dan penyuluhan itu dapat menjembatani hasil pengembangan kepada pengguna,

sehingga dalam bagan alir kelembagaan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan ini akan muncul setelah pengembangan teknologi

pertanian

Bagan alir Penelitian, Pengkajian, Pengembangan, Pendidikan,

Pelatihan , Penyuluhan dan Penerapan Teknologi Pertanian

(6) Antisipasi Menghadapi Dampak Penetapan HPP Kedelai

Dalam upaya mengurangi ketergantungan pada pasar impor kedelai dan sekalgus mempercepat pencapaian swasembada

kedelai kedepan, maka kebijakan tunggal HBP kedelai tidak akan begitu efektif. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu juga dibarengi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 223

dengan beberapa instrument kebijakan lainnya, seperti kebijakan penyediaan benih berlabel dan bermutu spesifik lokasi secara

memadai di tingkat petani, kebijakan perbaikan infrastruktur, dan kebijakan permodalan. Kebijakan penyediaan benih dapat

dilakukan melalui penumbuhan dan pemberdayaan penangkar-penangkar formal dan lokal yang berbasis komunal. Kebijakan

perbaikan infrastrutur dapat difokuskan pada perbaikan infrastruktur jalan dan pasar agar biaya transportasi bisa ditekan serta

memberi petani lebih akses terhadap informasi pasar input dan output. Kebijakan permodalan dapat ditempuh melalui penyediaan

kredit bersubsidi dengan proses yang sangat sederhana untuk mendorong petani dapat menggunakan input produksi lebih baik

ataupun mendorong petani agar menjadi akses terhadap sumber-sumber permodalan formal yang ada. Kebijakan HBP sebesar Rp

7000/kg yang diyakini banyak oarang masih rendah perlu juga dilihat kembali secara cermat untuk mendorong lebih banyak petani

lagi untuk menanam kedelai khususnya pada lokasi-lokasi yang belum ditanami tanaman pangan lainnya.

Kebijakan Skema Subsidi Benih Padi Mendukung Swasembada Beras Berkelanjutan

Perencanaan dan sosialisasi pelaksanaan kegiatan program subsidi benih di tingkat pengguna terlambat dilaksanakan,

implikasinya adalah pihak BUMN dalam hal ini PT Shang Hyang Sri dan Pertani, tidak bisa merencanakan kebutuhan benih yang

diminta petani dengan tepat. Seharusnya kebutuhan benih yang diperlukan petani berdasarkan hasil penyusunan CPCL,

menyangkut volume, jenis dan waktu telah diterima oleh pihak BUMN satu musim sebelum pelaksanaan program, agar kebutuhan

benih yang diperlukan dapat direncanakan satu musim sebelumnya, sehingga aspek 6 tepat dapat dijamin. Ketersediaan benih

ditingkat kios terdekat cukup tersedia sesuai kebutuhan petani karena didukung adanya penangkar benih yang cukup memadai,

sehingga mampu menyediakan benih sesuai volume, jenis dan waktu yang dibutuhkan petani, dengan harga

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 224

bersaing khususnya benih padi Inbrida. Oleh karena itu kondisi demikian perlu terus dipertahankan. Fungsi UPBS dapat

ditingkatkan melalui penyediaan benis sumber sesuai varitas yang dibutuhkan petani. Oleh sebab itu pihak BPTP perlu

memetakan kebutuhan benih padi Inbrida yang dibutuhkan petani diwilayahnya berdasarkan volume, varitas dan waktu, serta

meningkatkan kerjasama dengan BBI dan BBU setempat. Pangsa biaya pengeluaran untuk membeli benih dalam struktur

pembiayaan usahatani menduduki urutan terkecil yaitu hanya 3,9 persen dengan kisaran 1,7 hingga 6,4 persen. Petani

sebenarnya secara swadaya mampu menyediakan benih sendiri khususnya benih padi Inbrida, asalkan ketersediaan benih

ditingkat petani (kios terdekat) tersedia sesuai kebutuhan petani baik dari aspek volume, varitas dan waktu, sehingga subsidi

benih padi Inbrida tidak efektif. Dukungan yang diperlukan adalah melakukan penguatan kios-kios saprodi utamanya benih

agar mampu menyediakan benih padi yang memenuhi syarat enam tepat.

Strategi Pengembangan Mekanisasi Pertanian

Lembaga petani perlu dibangun dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada petani-petani yang merupakan

anggotanya, serta mempermudah komunikasi dengan pemerintah dalam membantu kepentingan usahatani. Melalui lembaga

pertanian ini diharapkan dapat tercipta komunikasi antara pemerintah dengan petani sehingga petani dapat menyalurkan

aspirasi dan kepentingannya dengan lebih baik. Lembaga seperti ini hendaknya dibangun atas inisiatif petani, bukan dari

pemerintah.

Setiap kebijakan pertanian yang diambil pemerintah, termasuk kebijakan dalam bidang mekanisasi pertanian harus

mampu menampung aspirasi dan kepentingan petani. Hal yang sama juga terlihat pada hubungan antara petani dengan

produsen alsintan sehingga produsen sepenuhnya dapat menyediakan alsintan yang sesuai dengan kebutuhan petani

setempat. Untuk itu perlu ditempuh strategi dengan tujuan ganda yaitu membangun industri pertanian di pedesaan dengan

basis mekanisasi pertanian pada sentra produksi. Pada tahap pertama akan dicapai dengan peningkatan produksi dan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 225

produktivitas melalui intensifikasi dan perluasan areal pertanian, dan pada tahap selanjutnya dicapai suatu peningkatan nilai

tambah dengan membangun industry pertanian (agroindustri) bagi tumbuhnya diversifikasi pengolahan hasil pertanian baik

primer maupun sekunder. Program pengembangan mekanisasi pertanian perlu dilaksanakan dalam satu sistem yang

terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Program ini melibatkan berbagai pihak yang terkait dengan pembangunan

pertanian, dan bukan merupakan program dari Kementerian Pertanian atau sektor pertanian, tetapi merupakan program

nasional yang melibatkan sektor ekuin (pertanian, industri, perdagangan, infrastruktur dan keuangan), pendidikan, dan

pemerintahan daerah. diperlukan program-program yang bertujuan untuk (a) membangun kemampuan sistem transfer (riset,

rekayasa dan industri), adopsi dan penggunaan mekanisasi pertanian bagi petani (b) penyediaan sumber daya manusia bagi

operasi mekanisasi pertanian melalui pendidikan tinggi, politeknik, dan kejuruan (c) membangun sistem keuangan yang layak

bagi berbagai skala usahatani. Kondisi lahan di tiap daerah berbeda-beda. Dengan melakukan produksi lokal maka produksi

dapat dilakukan secara spesifik sesuai dengan kondisi lahan setempat dan mengurangi biaya transportasi ke petani. Selain itu,

penyerapan tenaga kerja di desa juga dapat ditingkatkan.

Meningkatkan hubungan antar lembaga yang terkait dengan mekanisasi pertanian dalam penelitian dan

pengembangan, dan perlu juga diciptakan penghubung antara peneliti dengan petani. Penghubung ini selain bertugas untuk

mendemonstrasikan teknologi baru kepada petani dan meningkatkan kesadaran petani akan pentingnya teknologi, juga

berfungsi sebagai sarana bagi petani untuk menyampaikan mengenai jenis alsintan apa yang dibutuhkan dan tingkat

mekanisasi seperti apa yang diharapkan. Melalui penghubung ini dapat tercipta feed back bagi penelitian selanjutnya.

Penyediaan jasa penyewaan mesin, untuk itu kemampuan manajemen kelompok tani atau KUD perlu ditingkatkan agar

mampu mendapatkan keuntungan dari usaha sewa jasa yang dilakukan. Untuk mendukung perkembangan lembaga-

lembaga tersebut di atas, maka peran pemerintah sangatlah penting. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah

baik itu di bidang mekanisasi pertanian, pertanian secara umum, perdagangan, perindustrian, keuangan, keagrariaan,

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 226

maupun ketenagakerjaan dan pendidikan diharapkan dapat diselaraskan dalam mendukung perkembangan mekanisasi

pertanian di Indonesia.

Untuk mengatasi kendala kesulitan perolehan kredit pemerintah perlu mempersiapkan upaya pembentukan bank

pertanian. Bank pertanian hendaknya terletak di daerah-daerah sentra produksi pertanian, terutama di pedesaan dan kota-

kota kecil yang mudah dijangkau petani. Melalui bank pertanian diharapkan dapat memberi kemudahan bagi petani dalam

memperoleh kredit, baik itu sebagai modal usaha maupun untuk pembiayaan aktivitas pertanian.

Dukungan Kebijakan

Untuk mencapai tujuan dan sasaran tersebut diperlukan dukungan kebijakan pengembangan mekanisasi pertanian

antara lain sebagai berikut :

1. Infrastruktur untuk mendukung revitalisasi pertanian seperti pengembangan dan rehabilitasi jaringan irigasi, dan sumber

airnya, jalan dan jembatan untuk sarana transportasi alat dan mesin pertanian serta produk pertanian perlu di prioritaskan

2. Teknologi mekanisasi dan produksi alat dan mesin pertanian diupayakan dari dalam negeri, bukan hanya mendukung

pengembangan komoditas namun juga mendorong tumbuhnya industri alat dan mesin dalam negeri. Untuk menurunkan

harga alsintan dalam negeri perlu kebijakan dan subsidi bahan baku pembuatan alsintan terutama baja dan komponen

mesin. Di samping itu perlu ada jaminan bahwa produk alsin dalam negeri yang dianjurkan memenuhi standard dan

mempunyai mutu yang tinggi sehingga secara teknis dan ekonomis menguntungkan penggunanya. Di samping itu perlu

memberikan perlindungan kepada industri alsintan dalam negeri dari produk import melalui kebijakan tarif,

3. Mempermudah akses perbankan untuk mendapatkan kredit alat dan mesin pertanian dan kredit bagi bengkel pembuat

alsintan, Untuk memasyarakatkan penggunaan alsintan diperlukan penyuluhan kepada petani pengguna, operator dan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 227

pengelola UPJA agar penggunaan alsintan secara teknis, ekonomis menguntungkan serta secara sosial tidak

menimbulkan dampak negatif.

Kebijakan Pecepatan Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian Berbasis Pemetaan Karakteristik Masyarakat

Peta Arahan Diseminasi dapat menjadi salah satu sistem penunjang pengambilan keputusan (Decision Support System

System-DSS) untuk melakukan percepatan adopsi inovasi teknologi pertanian. Hal tersebut mempermudah stakeholders antara

lain BPTP (peneliti dan penyuluh), Dinas Pertanian (penyuluh dan PPL) agar lebih inovatif, antisipatif melaksanakan tugasnya.

Peta arahan diseminasi mendukung terjadinya percepatan adopsi inovasi teknologi pertanian disebabkan teknologi yang

diintroduksikan dan mengintroduksikannya tepat, maka informasi pemetaan karakteristik masyarakat dapat menjadi pengarah

dalam pengambilan kebijakan diseminasi inovasi teknologi diwaktu mendatang. Di dalam rancangan penciptaan teknologi harus

sudah diikuti dengan rancangan diseminasinya, sehingga penyebarluasan hasil pengkajian nantinya sudah terarah.

Penetapan target diseminasi perlu mempertimbangkan karakteristik masyarakat tani yang meliputi kondisi struktur umur

masyarakat tani, kondisi basis pendidikan formal, kondisi status petani, penguasaan lahan usahatani dan etos kerja petani.

Sebagai refleksi dari pertimbangan diseminasi tersebut harus di tampilkan dalam wujud pemilihan materi diseminasi, penentuan

media diseminasi, waktu melakukan diseminasi, dan yang lebih penting lagi adalah tingkat kesesuaian materi yang akan

didiseminasikan dengan materi inovasi yang dibutuhkan petani. Faktor komunikasi yang efektif harus dijadikan landasan

fundamental dalam melakukan diseminasi inovoasi teknologi, sehingga akan diperoleh umpan balik dari petani yang menerima

inovasi.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 228

Sasaran 5 : Terjalinnya kerjasama nasional dan internasional di bidang pengkajian, diseminasi, dan

pendayagunaan inovasi pertanian

Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan satu indikator kinerja dengan pencapaian targetnya adalah sebagai berikut:

Indikator Kinerja Target Realisasi %

Jumlah kerjasama pengkajian, pengembangan

dan pemanfaatan inovasi pertanian

34 dokumen 34 dokumen 100

Kerja sama dalam negeri lingkup BBP2TP meliputi kerja sama dengan Pemda/Dinas setempat yang ditandai dengan

adanya MOU, kerja sama operasional dan kerja sama lintas UK/UPT Badan Litbang. Kerja sama pada tahun 2011 lingkup BBP2TP

berjumlah 26 kegiatan, 19 kegiatan pada tahun 2012 dan kerja sama yang masih berlangsung sampai pada tahun 2013

berjumlah 6 kegiatan. Jumlah kerjasama di BPTP periode tahun 2012–2013 yang dapat didokumentasikan sebagai rekap data

sebanyak 150 kegiatan. BPTP Jawa Timur memiliki jumlah kerjasama dalam negeri paling banyak yaitu sebanyak 31 kegiatan,

kemudian diikuti oleh BPTP NTT (15 kegiatan), BPTP Jawa Tengah (14 kegiatan), BPTP Sulawesi Tengah (11 kegiatan), BPTP

Sumatera Utara dan BPTP Jambi masing-masing sebanyak 9 kegiatan. Selanjutnya kegiatan kerjasama di BPTP yang lainnya di

bawah 9 kegiatan. Sebanyak 21 BPTP memiliki kerjasama (69%) dengan jumlah kerjasama 150 kegiatan. Kerjasama dalam

negeri yang dimaksud dalam hal ini adalah kegiatan kerjasama BPTP dengan lembaga pemerintah atau non pemerintah yang

ditandai dengan MoU dan kontrak kerjasama. Jumlah kerjasama dari 21 BPTP dapat dilihat pada Gambar.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 229

Jumlah

Kerjasama

Dalam Negeri

di BPTP tahun

2012-2013

Kegiatan kerjasama dalam negeri yang tercatat dari BPTP ada yang baru dimulai pada tahun 2013 dan ada kegiatan

kerjasama yang merupakan lanjutan dari tahun sebelumnya. Kegiatan kerjasama dalam negeri yang dilaksanakan di BPTP lintas

Litbang banyak dilakukan di BPTP. Kegiatan tersebut antara lain berupa Kerjasama Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Nasional (KKP3N), MP3MI, KKP3SL (Kerjasama Kemitraan Pengkajian dan Pengembangan Pertanian Spesifik Lokasi), MAP2RL

(Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan), MKRPL, Mapping BBI-BBU dan Grand Kompetitif Penyuluh.

Jumlah BPTP yang terlibat dalam kegiatan kerjasama tersebut sebanyak 15 BPTP dengan 55 kegiatan.

Data kerja sama luar negeri sebagian besar merupakan hibah luar negeri, rekapitulasi hibah TA 2012 dan 2013

sebagaimana terlampir. Selama periode tahun 2012-2013 sebanyak 21 kegiatan (tahun 2012) dan 13 kegiatan (2013) dengan

berbagai lembaga asing, baik kerja sama yang bersifat bilateral maupun multilateral yaitu dilaksanakan oleh BPTP Nusa Tenggara

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 230

Barat, Jawa Tengah, Aceh, Lampung, DIY, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi

Tenggara, Papua Barat, dan Papua. Rekap data Kerjasama Luar Negeri tersebut dapat dilihat pada Lampiran. Kerja sama dengan

ACIAR yang dilaksanakan di BPTP sebanyak 17 kegiatan, 7 kegiatan kerjasama dengan IRRI, 2 kegiatan kerjasama dengan

CIRAD, 1 kegiatan kerjasama dengan AVRDC dan 1 kegiatan kerjasama dengan ICALRD. Kerja sama dengan ACIAR tahun 2013

terdapat 11 (sebelas) kegiatan yang melibatkan 8 (delapan) BPTP (NAD, Lampung, Sulsel, Sultra, NTB, NTT, Papua, dan Papua

Barat). Pada umumnya kegiatan kerja sama dengan ACIAR adalah dibidang ternak. Pada bulan Mei 2013 dilakukan Review

kegiatan ACIAR bertempat di NTB. Lebih jelasnya tentang kegiatan kerja sama dengan ACIAR dapat dilihat dalam matrik kerja

sama ACIAR seperti pada Lampiran 9.

Kerja sama dengan IRRI di tahun 2013 dilakukan oleh BPTP Jawa Tengah, dari tahun sebelumnya yang berjumlah 10

(sepuluh) BPTP (Sultra, Sumut, Jabar, Kalbar, Riau, NTB, Jateng, Sulsel, Jatim, dan Sumsel). Judul kegiatannya adalah ”Climate

Change Adaptation Research in Rainfed Rice Areas” (CCARA) dan “Collaborative Project on PPSL Nutrient management for Rice

Field Evaluation and Ommision Plot Field Trials” dengan dana secara urut US$ 7,000 dan Rp. 31.000.000. Dalam rangka untuk

meningkatkan kapasitas para penyuluh di lingkup BBP2TP, terus diupayakan dan melalui kerja sama dengan Centre for

Alleviation of Poverty through Sustainable Agriculture (CAPSA), pada 11 – 14 Juni 2013 bertempat di kantor BBP2TP dilaksanakan

writeshop untuk para penyuluh. Writeshop diikuti oleh 25 orang penyuluh senior lingkup BBP2TP dan Pustaka.

Sebanyak hampir 80% di tahun 2013 kegiatan dalam negeri yang dilakukan oleh BPTP merupakan kerja sama dengan

Pemda, Dari hasil pemantauan langsung di BPTP Riau, Jabar, Banten, Sulsel, dan Maluku Utara, kerja sama dengan Dinas terkait

umumnya terkait dengan pelaksanaan kegiatan di BPTP misalnya SLPTT, sehingga kegiatan bersifat pendampingan. Namun

sebagian ada yang terkait dengan kegiatan di Dinas misalnya seperti di Riau dalam pengembangan varietas padi lokal, di Maluku

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 231

Utara tentang pemetaan AEZ yang dibiayai oleh Pemda Provinsi, di Kabupaten Fak-fak, Papua, mengenai pembangunan

pertanian terpadu, yang melibatkan seluruh Unit Kerja Badan Litbang Pertanian.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 232

IV. Akuntabilitas Keuangan Lingkup BB PENGKAJIAN

Pada TA 2013 kegiatan lingkup BB Pengkajian mengelola anggaran APBN (DIPA) No. 0442/018-09.2.01/12/2012 tanggal

9 Desember 2012 dengan pagu awal Satker BB. Pengkajian TA. 2013 adalah sebesar Rp. 34.522.557.000,00. Selama kurun

waktu tersebut, revisi anggaran DIPA telah dilakukan sebanyak 5 kali revisi yaitu yang terkait dengan perubahan rencana

penarikan; pemenuhan kekurangan tunjangan fungsional peneliti pada tahun 2012 dan untuk memenuhi kebutuhan tunjangan

fungsional peneliti tahun 2013; efisiensi anggaran pada belanja tidak mengikat dan dialihkan untuk kegiatan terobosan dalam

rangka peningkatan nilai dan kapasitas bangunan, pendukung pengembangan informasi, komunikasi dan diseminasi, pendukung

pengembangan teknologi informasi dan pengelolaan database, dan pendukung kelengkapan sarana pelayanan publik dan

keamanan dokumen; penghematan anggaran untuk subsidi bahan bakar minyak (BBM); kekuarangan gaji PNS karena kenaikan

tunjangan fungsional; serta revisi terkait pagu minus. Adapun pagu akhir setelah revisi sebesar Rp. 33.225.104.000,00. Setelah

dikurangi penghematan subsidi BBM sebesar sebesar Rp. 1.297.453.000,00 dengan rincian alokasi meliputi: (1) Belanja Pegawai

sebesar Rp. 183.468.763.000,- (42,12%); (2) Belanja Barang sebesar Rp. 219.383.853.000,- (49,27%) dan (3) Belanja Modal

sebesar Rp. 37.505.552.000,- (17.48%).

4.1. Realisasi Anggaran

Total realisasi anggaran lingkup BB Pengkajian hingga 31 Desember 2013 sebesar Rp. 504.413.809.155,- (95,23%%) dari

total anggaran yang dialokasikan dalam DIPA TA 2013, sedangkan total sisa anggaran adalah sebesar Rp. 25.242.543.245,-

(4,77%) dari pagu anggaran. Secara lebih rinci dapat diuraikan bahwa realisasi dan sisa anggaran terdiri dari: (1) Realisasi

belanja pegawai sebesar Rp. 192.197.424.334,- atau 94,63% dari pagu sebesar Rp 203.109.397.000 ; (2) Realisasi belanja

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 233

barang sebesar Rp. 222.391.871.541,- atau 95,26% dari pagu sebesar Rp 233.461.414.400; dan (3) Realisasi belanja modal

adalah sebesar Rp. 89.824.513.280,- (96,50%) dari pagu sebesar RP 93.085.541.000.

Tabel 12. Realisasi Anggaran berdasarkan output kegiatan

KODE OUTPUT

PAGU Realisasi %

1801013 Teknologi Spesifik Lokasi 33.112.200.000 31.554.248.454 95,29

1801018 Teknologi yang Terdiseminasi ke Pengguna

(Teknologi)73.750.233.000 70.904.422.793 96,14

1801019 Laporan pelaksanaan kegiatan pendampingan

inovasi pertanian dan program strategis

nasional/

(Laporan)

25.871.957.000 24.718.953.305 95,54

99.622.190.000 95.623.376.098 95,99

1801,003 Laporan Pengelolaan Satker (unit) 36.553.430.000 35.260.479.959 96,46

1801,008 Laporan Kerjasama, Pengkajian,

Pengembangan dan Pemanfaatan Hasil

Litbang (laporan)

4.173.128.000 3.874.563.059 92,85

1801.010 Laporan Koordinasi dan Sinkronisasi Kegiatan

Satker (laporan)6.637.113.000 6.442.534.086 97,07

1801,012 Pengelolaan Website

1801,015 Rekomendasi kebijakan pembangunan

pertanian

2.894.154.000 2.754.959.225 95,19

1801.016 Pengelolaan instalasi pengkajian (unit) 3.502.021.000 3.383.333.170 96,61

1801,017 Peningkatan Mutu Manajemen Satker

(kegiatan)

67.000.000 66.829.500 99,75

1801,024 Pengadaan Buku (buah) 684.100.000 675.239.795 98,70

1801,025 Produksi Benih (ton) 11.792.283.000 11.069.700.557 93,87

1801,994 Layanan Perkantoran 237.973.576.000 224.969.220.068 94,54

1801,995 Kendaraan Bermotor (unit) 6.078.598.000 6.029.824.000 99,20

1801,996 Perangkat Pengolah Data dan Komunikasi

(unit)

9.471.833.000 9.227.149.720 97,42

1801,997 Peralatan dan Fasilitas Perkantoran (unit) 19.318.434.000 18.748.435.144 97,05

1801,998 Gedung/bangunan (m2) 57.169.294.000 55.538.635.889 97,15

396.314.964.000 378.040.904.172 95,39

529.049.354.000 505.218.528.724 95,50

ANGGARAN

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 234

Tabel 13. Realisasi Anggaran Lingkup BB Pengkajian, 2013

Pegawai Barang Modal Pegawai % Barang % Modal % Total %

1 BBP2TP 33.225.104.000 7.434.973.000 21.641.519.000 4.148.612.000 7.384.973.000 99,33% 20.767.055.134 95,96% 3.817.396.915 92,02% 31.969.425.049 96,22%

2 BPTP Aceh 15.187.006.000 6.139.778.000 6.855.028.000 2.192.200.000 5.392.725.983 87,83% 6.454.264.399 94,15% 2.127.887.800 97,07% 13.974.878.182 92,02%

3 BPTP Sumut 18.227.034.000 7.533.334.000 9.727.120.000 966.580.000 6.862.442.218 91,09% 9.543.382.175 98,11% 965.080.000 99,84% 17.370.904.393 95,30%

4 BPTP Sumbar 25.362.537.000 14.052.704.000 9.119.533.000 2.190.300.000 13.037.331.145 92,77% 8.982.783.756 98,50% 2.180.338.480 99,55% 24.200.453.381 95,42%

5 BPTP Bengkulu 11.119.309.000 4.296.708.000 4.896.691.000 1.925.910.000 4.214.857.079 98,10% 4.690.336.028 95,79% 1.880.047.500 97,62% 10.785.240.607 97,00%

6 BPTP Riau 12.129.817.000 5.026.353.000 5.472.564.000 1.630.900.000 4.700.727.467 93,52% 5.065.875.231 92,57% 1.604.199.000 98,36% 11.370.801.698 93,74%

7 BPTP Jambi 11.742.752.000 4.903.526.000 5.888.710.000 950.516.000 4.845.596.540 98,82% 5.764.315.382 97,89% 950.261.500 99,97% 11.560.173.422 98,45%

8 BPTP Sumsel 13.081.700.000 5.108.777.000 6.531.723.000 1.441.200.000 4.668.546.274 91,38% 6.317.337.829 96,72% 1.394.223.795 96,74% 12.380.107.898 94,64%

9 BPTP Lampung 16.160.795.000 6.911.697.000 6.592.819.000 2.656.279.000 6.576.465.612 95,15% 6.548.037.640 99,32% 2.615.588.400 98,47% 15.740.091.652 97,40%

10 BPTP Jabar 20.848.636.000 8.865.690.000 10.090.946.000 1.892.000.000 8.357.833.665 94,27% 9.011.275.069 89,30% 1.561.117.800 82,51% 18.930.226.534 90,80%

11 BPTP Jakarta 7.153.495.000 3.484.757.000 2.807.318.000 861.420.000 3.265.893.622 93,72% 2.766.923.827 98,56% 852.530.000 98,97% 6.885.347.449 96,25%

12 BPTP Jateng 25.245.005.000 13.177.203.000 10.214.992.000 1.852.810.000 13.157.414.547 99,85% 9.837.053.608 96,30% 1.838.736.300 99,24% 24.833.204.455 98,37%

13 BPTP DIY 15.083.095.000 7.925.441.000 5.797.454.000 1.360.200.000 7.870.425.895 99,31% 5.771.958.517 99,56% 1.350.259.000 99,27% 14.992.643.412 99,40%

14 BPTP Jatim 26.813.627.000 13.178.925.000 10.978.702.000 2.656.000.000 13.097.986.812 99,39% 10.095.761.629 91,96% 2.591.658.000 97,58% 25.785.406.441 96,17%

15 BPTP Bali 12.696.399.000 5.463.796.000 6.123.014.000 1.109.589.000 5.244.995.962 96,00% 5.976.208.480 97,60% 826.850.500 74,52% 12.048.054.942 94,89%

16 BPTP NTB 15.258.081.000 7.117.213.000 6.936.724.000 1.204.144.000 6.560.255.040 92,17% 6.463.151.700 93,17% 1.182.568.900 98,21% 14.205.975.640 93,10%

17 BPTP NTT 28.678.711.000 9.705.547.000 8.187.464.000 10.785.700.000 9.035.231.471 93,09% 7.899.548.547 96,48% 10.219.111.950 94,75% 27.153.891.968 94,68%

18 BPTP Sulut 20.037.851.000 7.465.007.000 5.948.369.000 6.624.475.000 6.725.960.343 90,10% 5.515.839.275 92,73% 6.167.438.260 93,10% 18.409.237.878 91,87%

19 BPTP Sulteng 13.247.981.000 5.143.907.000 5.657.374.000 2.446.700.000 4.655.498.698 90,51% 5.626.580.148 99,46% 2.309.991.168 94,41% 12.592.070.014 95,05%

20 BPTP Sulsel 38.820.653.000 13.854.338.000 10.216.615.000 14.749.700.000 13.812.083.677 99,70% 10.160.712.106 99,45% 14.698.756.550 99,65% 38.671.552.333 99,62%

21 BPTP Sultra 12.759.873.000 5.452.256.000 5.185.767.000 2.121.850.000 5.325.153.136 97,67% 5.099.764.060 98,34% 2.098.237.420 98,89% 12.523.154.616 98,14%

22 BPTP Kalteng 11.607.044.000 3.563.583.000 6.679.361.000 1.364.100.000 3.118.649.705 87,51% 6.364.224.873 95,28% 1.320.805.625 96,83% 10.803.680.203 93,08%

23 BPTP Kalbar 13.822.813.000 4.776.644.000 6.152.469.000 2.893.700.000 4.439.769.289 92,95% 5.690.558.944 92,49% 2.853.273.000 98,60% 12.983.601.233 93,93%

24 BPTP Kaltim 11.269.661.000 3.716.487.000 5.747.474.000 1.805.700.000 3.569.495.500 96,04% 5.313.415.198 92,45% 1.696.239.000 93,94% 10.579.149.698 93,87%

25 BPTP Kalsel 14.427.710.000 5.900.809.000 6.409.301.000 2.117.600.000 5.489.398.065 93,03% 6.306.930.961 98,40% 2.069.093.735 97,71% 13.865.422.761 96,10%

26 BPTP Maluku 18.827.299.000 5.819.785.000 5.731.814.000 7.275.700.000 5.395.358.857 92,71% 5.435.796.766 94,84% 7.176.297.550 98,63% 18.007.453.173 95,65%

27 BPTP Papua 14.688.857.000 4.428.399.000 8.915.758.000 1.344.700.000 4.097.012.749 92,52% 8.679.192.608 97,35% 1.340.688.636 99,70% 14.116.893.993 96,11%

28 BPTP Banten 10.027.681.000 3.582.255.000 4.821.086.000 1.624.340.000 3.248.186.741 90,67% 3.964.518.692 82,23% 1.585.874.354 97,63% 8.798.579.787 87,74%

29 BPTP Babel 9.660.253.000 3.140.095.000 4.833.458.000 1.686.700.000 2.941.053.877 93,66% 4.412.019.817 91,28% 1.652.970.500 98,00% 9.006.044.194 93,23%

30 BPTP Malut 9.226.561.000 2.108.342.000 4.470.079.000 2.648.140.000 1.776.297.549 84,25% 4.122.272.162 92,22% 2.640.739.364 99,72% 8.539.309.075 92,55%

31 BPTP Gorontalo 7.618.700.000 1.936.421.000 4.396.579.000 1.285.700.000 1.787.175.953 92,29% 4.097.245.811 93,19% 1.285.528.420 99,99% 7.169.950.184 94,11%

32 BPTP Papua Barat 7.786.142.400 1.894.647.000 5.263.795.400 627.700.000 1.542.627.863 81,42% 4.947.710.243 94,00% 625.923.000 99,72% 7.116.261.106 91,40%

33 LPTP Sulbar 3.728.239.000 0 3.013.599.000 714.640.000 0 0,00% 2.849.996.370 94,57% 691.514.773 96,76% 3.541.511.143 94,99%

34 LPTP Kepri 4.085.931.000 0 2.156.195.000 1.929.736.000 0 0,00% 1.849.824.556 85,79% 1.653.286.085 85,67% 3.503.110.641 85,74%

Jumlah 529.656.352.400 203.109.397.000 233.461.414.400 93.085.541.000 192.197.424.334 94,63% 222.391.871.541 95,26% 89.824.513.280 96,50% 504.413.809.155 95,23%

No. UK/UPT Pagu AnggaranPagu Per Belanja Realisasi Per Belanja

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 235

Beberapa hambatan dalam merealisasikan DIPA unit kerja antara lain disebabkan oleh kendala eksternal dan internal.

Beberapa kendala eksternal antara lain: (a) Adanya perubahan akun perjalanan yang menyebabkan penambahan waku revisi

POK/DIPA; (b) Tidak optimalnya sosialisasi tentang perubahan akun, terutama akun perjalanan dinas, menyebabkan timbulnya

banyak keraguan di hampir sebagian besar Satker dalam mengimplementasikan akun-akun perjalanan; (c) Sebagian kegiatan

pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian, tergantung dari kebijakan sub sektor lain terutama dalam hal penentuan lokasi

dan calon petani koperator, sehingga diperlukan penyesuaian waktu pelaksanaan kegiatan di lapangan. Hal ini tercermin dalam

kegiatan-kegiatan pendampingan seperti PTT, PKAH, PSDSK, dan lainnya; (d) Beberapa kegiatan pengadaan bangunan gedung

kantor dan sarana prasarana lainnya terkendala oleh resistensi masyarakat terhadap pelaksanaan pembangunan gedung (Kasus

BPTP Kepri); (e) Komitmen sebagian dari pihak ketiga pelaksana kegiatan pembangunan gedung dan sarana prasarana lainnya

relatif kurang sehingga tidak dapat menuntaskan pelaksanaan kegiatannya. Seluruh Satker sudah menindaklanjuti hal dimaksud

sesuai dengan peraturan yang berlaku. Belanja modal ada kendala dalam pekerjaan konstruksi, gedung tidak selesai dan kontrak

dengan rekanan sudah diputus. Sedangkan kendala internal lebih disebabkan pada kinerja BPTP dalam melaksanakan kegiatannya

yaitu: (a) Kendala administrasi keuangan merupakan hal yang berpengaruh dalam merealisasikan kegiatan, terutama kurangnya

tenaga, dan kurang optimalnya para pengelola keuangan dalam memfasilitasi kegiatan pengkajian dan diseminasi; (b)

Sebagian kegiatan lapangan seperti display VUB, m-KRPL, m-P3MI, sangat tergantung dinamika iklim sehingga diperlukan beberapa

penyesuaian jadwal kegiatan terutama waktu tanam; (c) Beberapa BPTP yang sudah diperiksa Inspektorat menemukan

ketidakefisienan dalam alokasi anggaran belanja barang sehingga tidak direalisasikan. Sebagai contoh adanya kendala administrasi

dan situasi di lapangan (adanya perubahan akun sehingga terhambat pencairan dari KPPN, musim tanam, dll), ada alasan saran

Itjen untuk pembelian kebutuhan UPBS agar tidak diadakan karena tak punya gudang dan kendaraan khusus UPBS, Ada barang

yang harganya kemahalan, Ada barang yang mestinya dapat difasilitasi di kegiatan. Rincian realisasi anggaran per BPTP

sebagaimana pada Tabel berikut.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 236

4.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan Negara Bukan Pajak terdiri dari penerimaan perpajakan dan penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pada

tahun anggaran 2013 realisasi pendapatan Negara BB Pengkajian sampai dengan Desember 2013 adalah sebagai berikut :

a. Penerimaan Perpajakan

Penerimaan Perpajakan pada BB Pengkajian sampai dengan Desember 2013 tidak ada dikarenakan Penerimaan Perpajakan

khusus Kementerian Keuangan.

b. Penerimaan Negara Bukan pajak

Penerimaan Negara Bukan Pajak BB Pengkajian pada tahun anggaran 2013 terdapat Estimasi Pendapatan dan Penerimaan

Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp. 12.636.000,- dengan realisasi sampai bulan Desember 2013 sebesar Rp. 124.775.060,- atau

967,46%. Realisasi tersebut berasal dari Pendapatan Sewa Tanah, Gedung dan Bangunan (423141), Pendapatan Kembali

Lainnya TAYL (423913), Pendapatan Pelunasan Ganti Rugi atas Kerugian yang diderita oleh Negara (TP/TGR) (423922) dan

Pendapatan Anggaran Lainnya (423999).

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 237

Tabel 14. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) per Nopember 2013

BELANJA Uraian

Estimasi

Pendapatan

2013 (Rp.)

Realisasi Pendapatan

s/d Desember 2013

Fungsional Umum

423119 Pendapatan dan Penjualan lainnya - - 1.500.000

423129 Pendapatan dari Pemindahtanganan

BMN Lainnya - - 6.000.000

423141 Pendapatan Sewa Tanah, Gedung dan

Bangunan 12.636.000 22.500.000 -

423143 Pendapatan Sewa Benda-benda

Bergerak - - -

423221 Pendapatan Jasa Lembaga Keuangan

(Jasa Giro) - - -

423291 Pendapatan Jasa Lainnya - - 58.280.000

423913 Penerimaan Kembali Lainnya TAYL - - 35.010.000

423922

Pendapatan Pelunasan Ganto Rugi

atas Kerugian yang Diderita Oleh

Negara (TP/TGR)

- - 1.480.000

423999 Pendapatan Anggaran Lainnya - - 5.060

Jumlah Pendapatan 12.636.000 22.500.000 102.775.060

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 238

V. KEGIATAN KERJASAMA LITBANG

V.1.1 Pengelolaan Hibah

Sebanyak 11 hibah dilaksanakan di 9 (sembilan) BPTP lingkup BBP2TP pada TA 2013. Secara keseluruhan kegiatan hibah

telah teregister, sebagian besar BPTP telah on budget (hibah tercantum di DIPA), dan sebagian telah on treasury (tercatat di KPPN

VI). Kegiatan yang dilaksanakan meliputi kegiatan kerjasama penelitian yang menghasilkan output teknologi spesifik lokasi dan atau

teknologi diseminasi. Adapun Hibah tersebut seluruhnya adalah hibah luar negeri dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 14. Reakpitulasi Hibah Lingkup BB Pengkajian, 2013

No

BPTP

Judul Kegiatan

Donor

Nilai Hibah

1 BPTP DIY Integrated and Participatory Water Resources Management

towards Effective Agricultural System in Klaten Regency

CIRAD Rp 865.500.000

2 BPTP Jatim Mobilizing Vegetable Genetic Resources and Technologies to

Enhance Household Nutrition,

AVRDC / AUSAID USD 145.425

3 BPTP Lampung Technical Cooperation on China Hybrid Rice Project CINA / Yuan Long

Ping

Barang

BPTP Lampung Improving reproductive performance of cows and

performance of fattening cattle in low input systems of

Indonesia and northern Australia-Variation

LPS/2008/308

ACIAR AUD 83.874

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 239

No

BPTP

Judul Kegiatan

Donor

Nilai Hibah

4 BTP Sulsel Improving the sustainability of cocoa production in eastern

Indonesia through integrated pest, disease and soil

management in effective extension and policy environment

ACIAR AUD 141.666

5 BPTP Sultra Improving the productive performance of cows and

performance of fattening cattle in low input systems of

Indonesia and Northern Australia

ACIAR AUD 75.436

6 BPTP Bali Mobilizing vegetable genetic resources and technologies to

enhance household nutrition, income and livelihoods in

Indonesia

AVRDC-The world

vegetable

USD 144.480

7 BPTP NTB Improving the productive performance of cows and

performance of fattening cattle in low input systems of

Indonesia and Northern Australia

ACIAR AUD 74.270

Improving cattle fattening systems based on forage tree

legume diets in eastern Indonesia and Nothern Australia

ACIAR AUD 233.553

8 BPTP NTT Improving Smallholder Cattle Fattening System Based on

Forage Tree Legume Diets in Eastern Indonesia and Northern

Australia

ACIAR AUD 221.601

9 BPTP Papua Improvement and Sustainability of Sweet-Potato-Pig

Production System to Support Livelihoods in High-land Papua

and west Papua Indonesia

ACIAR AUD 367.107

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 240

V.1.2 Model Akselerasi Percepatan Pembangunan Ramah Lingkungan Lestari (m-AP2RLL)

Perubahan dinamika lingkungan strategis yang sangat cepat berdampak pada munculnya berbagai permasalahan di segala

sektor termasuk permasalahan di sektor pertanian. Hal ini membutuhkan upaya serta kerja keras di segala bidang untuk dapat

mengatasi berbagai permasalahan tersebut. Oleh sebab itu diperlukan suatu strategi perencanaan jangka panjang yang

komprehensif dengan didukung oleh data dan analisis yang bersifat ilmiah agar sistem perencanaan yang dibangun akan tepat pada

sasarannya. Sebuah sistem dalam lingkungan strategis sesungguhnya dibangun oleh unsur-unsur sistem yang bekerja dan saling

memberikan pengaruh secara sinergis untuk mencapai tujuan tertentu. Demikian pula dalam bidang pertanian, seluruh aspek

saling menunjang dan saling berkaitan secara dinamis dalam pencapaian tujuannya. Berdasarkan kenyataan tersebut, diperlukan

suatu metode yang dapat membantu dalam menganalisis fenomena yang bersifat dinamik tersebut. Metode yang tepat untuk

mengatasi persoalan tersebut adalah dengan pemodelan sistem (system modelling) dinamik. Output yang dihasilkan dari kegiatan

ini yaitu (a) Bahan rekomendasi kebijakan pertanian nasional terkait dengan program Masterplan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) di enam koridor ekonomi, (b) Bahan rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian di

daerah (decentralized action plan) berdasarkan potensi daerah, serta sesuai dengan target - target pembangunan pertanian baik

nasional maupun daerah, (c) Model Perencanaan Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan (m-P3RL) spesifik lokasi.

Implementasi kegiatan ini dilaksanakan di 33 Provinsi berbasis komoditas/agroekosistem. Alokasi anggaran untuk kegiatan ini

sebesar Rp 75.000.000,- untuk setiap provinsi.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 241

Tabel 15. Model Akselerasi Pembangunan Pertanian Raman Lingkungan Lestari BBP2TP

No BPTP Basis Komoditas/Agroekosistem

1 BPTP Sumatra Selatan Padi/Beras

2 BPTP Bali Padi/Beras

3 BPTP Jawa Tengah Padi ramah lingkungan

4 BPTP Sumatra Utara Kedelai

5 BPTP Jawa Timur Kedelai dan Tebu

6 BPTP Sulawesi Tenggara Kakao

7 BPTP Sulawesi Barat Kakao

8 BPTP Bangka Belitung Lada

9 BPTP Kalimantan Tengah Karet

10 BPTP Nusa Tenggara Timur Sapi/Sistem Integrasi Tanaman Ternak

11 BPTP Daerah Istimewa Yogyakarta Padi

12 BPTP Banten Beras

13 BPTP Jakarta Sayuran Dataran Rendah

14 BPTP Nanggro Aceh Darussalam Beras dan Kedelai

15 BPTP Maluku Utara Padi ramah lingkungan

16 BPTP Papua Barat Kedelai

17 BPTP Maluku Perkebunan Pala

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 242

No BPTP Basis Komoditas/Agroekosistem

18 BPTP Jambi Beras

19 BPTP Kepulauan Riau Sayuran Organik

20 BPTP Jawa Barat Beras

21 BPTP Kalimantan Timur Beras

22 BPTP Kalimantan Selatan Beras

23 BPTP Nusa Tenggara Barat Sistem Integrasi Jagung Sapi

24 BPTP Riau Beras

25 BPTP Bengkulu Padi

26 BPTP Papua Jagung

27 BPTP Kalimantan Barat crop livestock system di lahan pasang

28 BPTP Sulawesi Selatan Beras

29 BPTP Sulawesi Utara Padi

30 BPTP Gorontalo Jagung

V.1.3 Kerjasama SMARTD

Pada tahun 2013, BB Pengkajian mendapatkan alokasi anggaran kerjasama SMARTD melalui beberapa bentuk kegiatan yaitu

(a) Kompetitif Grant Penyuluh dengan alokasi anggaran per judul kegiatan maksimal Rp 75 juta rupiah; (b) Model Percepatan

Pembangunan Perdesaan melalui Inovasi (m-P3MI) dengan alokasi anggaran sebesar Rp 120 juta rupiah; (c) Kerjasama Kemitraan

Pengkajian dan Pengembangan Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi (KKP3SL) dengan alokasi anggaran antara Rp 85-150 juta rupiah;

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 243

serta (d) mapping Balai Benih Induk (BBI-BBU) dengan alokasi anggaran Rp 50 juta. Tujuan dari pelaksanaan kegiatan kompetitif

grant penyuluh adalah untuk meningkatkan kinerja kegiatan diseminasi yang ada lingkup BB Pengkajian mendukung program

strategis Kementan. Pada tahun 2012 terdapat sebelas kegiatan kompetitif grant di sebelas BPTP yang didanai oleh SMARTD

sebagaimana tabel berikut. Adapun output yang dihasilkan dari kegiatan ini adalah teknologi/rekomendasi terkait pengembangan

maupun perbaikan model/media diseminasi.

Tabel 16. Judul Kegiatan Kompetitif Grant Penyuluh

No. Judul Proposal BPTP

1 Penderasan Inovasi Teknologi Oleh Penyuluh BPTP Melalui Program Bina Tani Desa, Uji Latih

Terampil Tani dan Demo Tani Desa Di Lahan Gambut di Provinsi Aceh.

Aceh

2 Peran Penyuluh Dalam Mendukung Program Swasembada Daging Sapi Secara Berkelanjutan di Bali Bali

3 Kajian Prilaku Dan Adopsidi Sawah Terhadap Peningkatan Produktivitas Padi di Bengkulu Bengkulu

4 Pengkajian Model Percepatan Adopsi Teknologi Usaha Padi Pada Kawasan 1000 Hektar di Jawa

Tengah

Jawa Tengah

5 Percepatan Penerapan Teknologi Kacang Tanah Tuban dan Penyediaan Benih di Tingkat Petani Jawa Timur

6 Percepatan Adopsi Teknologi Padi dan Sayuran pada lahan Marginal Pasang Surut dengan

Pendekatan quarto helix di Kalbar

Kalimantan Barat

7 Kajian Akselerasi Penerapan Inovasi Pertanian Berbasis Partisipatif Nusa Tenggara Barat

8 Percepatan Transfer Teknologi Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1 dan VUB kepada Pengguna di NTT Nusa Tenggara Timur

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 244

No. Judul Proposal BPTP

9 Demontrasi Plot Usahatani terpadu Tanaman Jagung dan Ternak Kambing Pada areal Perkebunan

Kelapa di Sulawesi Utara

Sulawesi Utara

10 Diseminasi Teknologi Padi Sawah Melalui Pendekatan PTT di Kabupaten Deli Serdang Sumut Sumatera Utara

11 Pengkajian Model Media Komunikasi bagi percepatan difusi Inovasi Pertanian Spesifik Lokasi Yogyakarta

Pada tahun yang sama juga dilaksanakan kegiatan m-P3MI yang didanai dari SMARTD di 33 BPTP. Fokus komoditas yang

dikembangkan dalam kegiatan m-P3MI ini mayoritas pada sistem integrasi tanaman-ternak (28%). Sementara secara umum

kegiatan pengembangan m-P3MI fokus pada tanaman pangan (15%). Sedangkan yang lainnya pada aspek kelembagaan,

perkebunan, dan peternakan. Output yang dihasilakn dari kegiatan ini adalah diseminasi teknologi Puslit/Balit lingkup BB Pengkajian

melalui pengembangan model sesuai basis komoditas yang dikembangkan.

Pelaksanaan kegiatan KKP3SL didasari oleh peningkatan kemampuan dan kapasitas peneliti dan penyuluh, salah satunya

dapat dilakukan melalui kerjasama pengkajian dan diseminasi inovasi pertanian spesifik lokasi mendukung pengkajian dan

pengembangan teknologi spesifik lokasi yang fokus pada kerjasama dengan stakeholder terkait di daerah. Disamping itu,

kemampuan untuk menghasilkan dan mendiseminasikan teknologi spesifik lokasi yang lebih mendekat kepada kebutuhan petani

dan berbasis pada keunggulan sumberdaya merupakan kunci dalam meningkatkan kinerja BPTP ke depan. Oleh karena itu

dialokasikan anggaran untuk kegiatan KKP3SL. Pada tahun 2013 terdapat 24 kegiatan KKP3SL di 19 BPTP. Adapun rekapitulasi

kegiatannya sebagaimana tabel berikut. Output dari kegiatan ini adalah teknologi spesifik lokasi.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 245

Tabel 17. Rekapitulasi kegiatan KKP3SL Lingkup BB Pengkajian 2013

No.

Judul Proposal

BPTP

1 Introduksi Teknologi Pengolahan Tepung Komposit Keladi dan Ubi Jalar Bali

2 Penerapan Sistem Resi Gudang Lada putih sebagai Model inovasi Kelembagaan Bangka Belitung

3 Efektivitas Model Diseminasi SL-PTT Padi dalam Meingkatkan Produksi Padi di Provinsi Banten Banten

4 Kajian Teknologi Pemanfaatan Limbah Bawang Merah sebagai Pupuk Organik dan Biopestisida di DKI

Jakarta

DKI Jakarta

5 Diseminasi Terpadu Keragaan Teknologi Pengelolaan Lahan Rawa Lebak di Propinsi Jambi Jambi

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 246

No.

Judul Proposal

BPTP

6 Model Usahatani Integrasi Tanaman Sorgum dan Ternak Sapi pada Lahan Suboptimal untuk Mendukung

Program Diversifikasi Pangan dan Swasembada Daging Sapi

Jawa Barat

7 Pengkajian Pembuatan Mie Kering dan Mie Basah Menggunakan Tepung Sukun Termodifikasi yang

Diperkaya dengan Bahan Fortifikasi

Jawa Barat

8 Kajian Potensi Pengiriman Daging Sapi Potong ke Luar Jawa Tengah Guna Mendukung PSDS/K dan Nilai

Tambah

Jawa Tengah

9 Inovasi Rakitan Teknologi Budidaya Tebu untuk Meningkatkan Produktivitas dan Rendemen Gula

Mendukung Swasembada Gula

Jawa Tengah

10 Pengembangan Kawasan Durian Unggul di Kabupaten Trenggalek Jawa Timur

11 Pengembangan Diversifikasi Pangan Berbasis Tepung Lokal di Jawa Timur Jawa Timur

12 Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi Pengendalian Keracunan Besi dan Pengelolaan Hara pada Sawah

Bukaan Baru Mendukung Pengembangan Food Estate di Kalimantan Barat

Kalimantan Barat

13 Formulasi dan Pengembangan Beras Analog Berbasis Tepung Umbi-umbian dan Jagung sebagai Sumber

Pangan Alternatif di Provinsi Lampung

Lampung

14 Pengembangan Model Agroindustri Tepung Sagu Terpadu di Maluku Utara Mendukung Penyediaan

Logistik Tepung Nasional

Maluku Utara

15 Pemetaan Kapasitas dan Kapabilitas Kelembagaan Perbenihan Padi di NTB Nusa Tenggara Barat

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 247

No.

Judul Proposal

BPTP

16 Akselerasi Penerapan Teknologi Pengelolaan Sistem Pertanian Terpadu Lahan Kering Iklim Kering Melalui

Pola Integrasi Tanaman – Ternak Sapi dalam Mengantisipasi Perubahan Iklim di Nusa Tenggara Timur

Nusa Tenggara Timur

17 Kajian Dinamika Bobot Badan Sapi Potong dan Potensi Pakan di Kabupaten Merauke Provinsi Papua Papua

18 Kegiatan Kajian dan Pendampingan Pengembangan Produksi Tepung Umbi Lokal dan Diverisifikasi

Produk Olahan di Kabupaten Fakfak, Papua Barat

Papua Barat

19 Pengkajian Sistem Integrasi Penggemukan Kerbau Toraja dengan Tanaman Pangan Berbasis Zero Waste

di Kabupaten Tana Toraja

Sulawesi Selatan

20 Kajian Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pascapanen Karet pada Tingkat Petani di Sentra

Produksi Karet Sumatera Barat

Sumatera Barat

21 Pengembangan Model Alih Teknologi Inovasi Teknologi Kakao Mendukung Gernas Kakao di Sumatera

Barat

Sumatera Barat

22 Kajian Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Fermentasi (Complete Feed) untuk Pakan Penggemukan Sapi

di Sumatera Selatan

Sumatera Selatan

23 Analisis Ketahanan Pangan Buruh Perkebunan Berbasis Pemanfaatan Lahan Sela Tanaman Sawit dengan

Usaha Padi Gogo dan Ternak serta Kemitraan

Sumatera Utara

24 Kajian Penanganan Pascapanen Tandan Buah Sawit Segar (TBS) untuk Optimalisasi Rendemen dan Mutu

Minyak Sawit (CPO)

Sumatera Utara

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 248

Selain itu, dalam upaya pemetaan peran BBI/BBU di daerah mendukung supply benih padi, dilakukan mapping Peranan BBU

dan BBI Dalam Penyediaan Benih Berkualitas di 33 provinsi. Output dari kegiatan ini yaitu rekomendasi mapping/pemetaan

BBI/BBU.

V.1.4 Kegiatan Direktif Presiden Tentang Perbenihan

Terdapat tujuh kegiatan mendukung direktif presiden terkait perbenihan yang dilaksanakan lingkup BB Pengajian yaitu: (1)

Pelatihan penangkar benih formal, (2) Pelatihan Penangkar Benih Informal; (3) Identifikasi Pengembangan Varietas Unggul Baru;

(4) Pendampingan Sektor Perbenihan Formal dan Informal; (5) pemberdayaan penangkar dalam produksi benih ES (extension

seed); Kegiatan ini fokus dilaksanakan di tiga Sentra Produksi Padi yaitu di Provinsi Sumatra Utara, Jawa Timur, dan Sulawesi

Selatan. Adapun dua kegiatan yang dilaksanakan di Satker BB Pengkajian terdiri dari (1) Display Varietas Unggul Baru di Wilaya

Sektor Perbenihan Formal dan Informal, (2) Penyempurnaan Sistem Perbenihan Padi Nasional Melalui Pendekatan Dinamika Sistem.

V.1.4.1 Pelatihan Penangkar benih formal-informal

Varietas unggul merupakan salah satu teknologi yang berperan penting dalam peningkatan kuantitas dan kualitas produk

pertanian. Secara terus menerus, varietas-varietas unggul tersebut terus diperbaiki keunggulannya melalui proses pemuliaan, dan

apabila memenuhi persyaratan, selanjutnya dilepas secara resmi oleh Pemerintah (M9enteri Pertanian) sebagai varietas unggul baru

(VUB). Dalam upaya mendukung percepatan penyebaran dan adopsi varietas-varietas unggul baru yang telah dihasilkan, Badan

Litbang Pertanian, terutama Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, telah berhasil dan terus mengembangkan UPBS ditiap wilayah

yang berperan penting dalam penyediaan benih sumber (benih dasar/benih pokok). Rantai pasok system perbenihan dan

ketersediaan benih di lapang dan dalam memperkuat dan menjamin ketersediaan serta ketahanan system perbeniha selanjutnya

sangat ditentukan oleh dukungan petani penangkar pada setiap wilayah area budidaya untuk (a) Mensosisliasaikan Varietas Unggul

Baru Badan Litbang Pertanian; (b) Memberikan pemahaman yang komprehensif terkait mekanisme dan system perbenihan nasional

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 249

dan daerah, (c) Mengetahui system logistic perbenihan nasional dan daerah, (d) Memperkenalkan jaringan perbenihan daerah dan

nasional. Alokasi anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp. 1,2 milyar (enam ratus juta rupiah).

V.1.4.2 Identifikasi Pengembangan Varietas Unggul Baru

Berdasarkan Atlas sebaran Varietas Unggul Padi Badan Litbang tahun 2012 diketahui bahwa sampai saat ini terdapat 68

varietas unggul padai Badan Litbang yang eksis di lapangan. Arahan tersebut dapat dijadikan dasar upaya pengembangan dan

penyebarluasan VUB baru yang lebih efektif dan efesien. Untuk itu kegiatan Identifikasi Wialayah Pengembangan Varietas Unggul

Baru (VUB) Padi menjadi sangat penting untuk dilakukan dalam memberi arahan dalam melakukan uji varietas, uji adaptasi,

pengembangan dan penyebar luasarn VUB (diseminasi) oleh peneliti dan penyuluh. Output dari kegiatan ini adalah pengembangan

VUB yang sesuai dengan keadaan agroekosistem serta Mengembangkan VUB yang sesuai dengan Preferensi konsumen atau

kesesuai dengan kondisi social budaya masyarakat. Alokasi anggaran untuk kegiatan ini sebesar Rp 750.000.000,- (tujuh ratus lima

puluh ribu rupiah) di BPTP Sumut, Sulsel, Jatim.

V.1.4.3 Pendampingan Sektor Perbenihan Formal dan Informal

Benih memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas tanaman jika ditunjang dengan sistem perbenihan yang

handal, yang dicirikan oleh kemampuannya dalam memenuhi 6 persyaratan, yaitu: varietas, mutu, jumlah, lokasi dan harga Dengan

demikian, pendampingan ataupun pengawalan teknologi Badan Litbang Pertanian mendukung diseminasi benih hasil litbang

pertanian, menjadi sangat strategis. Tujuan dari kegiatan ini yaitu: (a) Melakukan pendampingan diseminasi teknologi benih yang

dihasilkan Badan Litbang Pertanian dalam mempercepat penyebaran benih dan diterapkannya teknologi Badan Litbang secara

optimal oleh petani, (b) Terdiseminasikannya benih padi bermutu varietas unggul baru (VUB) di seluruh wilayah secara nasional,

untuk memenuhi kebutuhan benih berlabel dan memantapkan system logistik perbenihan nasional. Alokasi anggaran untuk

kegiatan ini sebesar Rp 750.000.000,- (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 250

V.1.4.4 Pendampingan Sektor Perbenihan Formal dan Informal

BPTP diberi tugas untuk turut mempercepat penyebarluasan VUB yang dikemas dalam kegiatan diseminasi dan promosi

VUB yang baru dilepas oleh pemerintah dan VUB yang sudah dilepas dalam lima tahun terakhir tetapi belum berkembang di tingkat

petani maupun penangkar benih lokal. Untuk itu BPTP ditugaskan untuk menyediakan benih VUB kelas FS (Foundation Seed) atau

BD (Benih Dasar) yang selanjutnya didistribusikan kepada penangkar benih formal maupun informal untuk diperbanyak sehingga

menghasilkan benih SS (Stock Seed) atau BP (Benih Pokok) dan ES (Extension Seed) atau BS (Benih Sebar). Tujuan dari kegiatan

ini adalah memproduksi dan mengelola benih sumber tanaman padi kelas ES bersertifikat untuk percepatan penyebaran dan adopsi

VUB oleh pengguna di Provinsi Sumjut, Jatim, dan Sulsel serta mengimplementasikan jaringan perbenihan padi melalui

pemberdayaan penangkar benih. Alokasi anggaran untuk kegiatan ini sebesar RP 1,92 Milyar.

V.1.4.5 Pendampingan Sektor Perbenihan Formal dan Informal

Penggunaan varietas unggul yang cocok dan adaptif merupakan salah satu komponen teknologi yang nyata kontribusinya

terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan dapat dengan cepat diadopsi petani karena murah dan penggunaannya lebih

praktis. Karena keterbatasan pengetahuan petani akan varietas yang cocok ditanam di lahan rawa, menyebabkan petani

menggunakan varietas-varietas yang diperuntukan bagi lahan sawah irigasi. Padahal, Badan Litbang Pertanian telah banyak

menghasilkan varietas-varietas untuk kondisi sub optimal, diantaranya varietas padi lahan rawa, namun penyebarannya dirasakan

sangat lambat. Untuk itu diperlukan upaya percepatan diseminasi agar penyebarannya sampai ke pengguna. Salah satu metode

yang dapat digunakan adalah display varietas. Tujuannya kegiatan display varietas unggul baru padi adalah untuk mempromosikan

varietas produk Litbang Pertanian kepada masyarakat petani agar lebih mengenal dan dapat memilih varietas sesuai kemampuan

adaptasi agroekosistem dan preferensi petani. Kegiatan ini dilaksanakan oleh BB Pengkajian dengan alokasi anggaran sebesar Rp.

600.000.000 (Enam ratus Juta Rupiah)

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 251

V.1.4.6 Pendampingan Sektor Perbenihan Formal dan Informal

Pemantapan dan penerapan integrasi kebijakan pembangunan pertanian pusat dengan desentralisasi rencana aksi system

perbenihan menjadi salah satu agenda penting dalam mendukung sinkronisasi perencanaan program dan kegiatan

litkajibangdiklatluhrap, khususnya dalam mempertahankan keberlanjutan swasembada padi. Oleh karena itu diperlukan strategi

perencanaan jangka panjang yang komprehensif dengan didukung oleh data dan analisis yang scientific agar system perbenihan

nasional dibangun secara terencana, kuantitatif dan tepat sasaran didukung oleh data dan analisis yang bersifat ilmiah agar sistem

perencanaan yang dibangun akan tepat pada sasarannya. Salah satu metode yang sering diaplikasikan adalah pemodelan dinamika

sistem (system Dynamic). Output yang dihasilkan yaitu aplikasi system modelling pada studi dan analisis model penyempurnaan

system perbenihan yang berkelanjutan melalui komunikasi dengan peneliti/perekayasa/penyuluh Badan Litbang Pertanian dan

pemangku kepentingan lainnya terkait penyusunan kebijakan pembangunan system perbenihan berbasis dinamika sistem.

Anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan ini sebesar RP 300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah).

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 252

VI. PENUTUP

Secara umum hasil analisis evaluasi kinerja dan capaian kinerja menunjukkan bahwa kinerja kegiatan penelitian dan

pengkajian Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian dan sasaran kumulatif tahun 2013 telah dicapai dengan

baik. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hal antara lain :

1. Capaian indikator kinerja kegiatan penelitian BPTP tahun 2013 umumnya telah terealisasi sesuai dengan target atau tujuan

yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kata lain kegiatan yang direncanakan telah dapat dilaksanakan dengan cukup baik.

Demikian pula, dengan capaian lima sasaran kumulatif BB Pengkajian dalam tahun 2013, baik yang mencakup keluaran

kegiatan penelitian maupun kegiatan diseminasi teknologi dan kerjasama penelitian juga menunjukkan kinerja yang baik. Hal

ini terlihat dari realisasi capaian dan target yang telah ditetapkan (100%).

2. Senjang gap antara RKT dan PKT tahun 2013 untuk teknologi pertanian unggulan spesifik lokasi sebesar 6,48% atau sekitar 7

teknologi, sementara untuk teknologi yang didiseminasikan kepada pengguna/stakeholder adalah 3,125% atau sebesar 10

teknologi. Senjang (gap) peningkatan kinerja tersebut khususnya pada peningkatan kualitas sumber daya manusia serta kerja

sama yang baik dengan instansi terkait sehingga diharapkan kualitas pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian yang

dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna baik bagi pengambil kebijakan di daerah maupun petani pengguna

rakitan teknologi. Dalam hal sinergi kerjasama dengan Daerah, maka pada masa yang akan datang agar diupayakan untuk

meningkatkan frekuensi sosialisasi kerjasama dengan stakeholder untuk menjalin kerjasama dalam bentuk MoU sehingga

didapatkan persamaan persepsi masalah pendanaan dan pengadministrasian kerjasama secara legal.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 253

3. Langkah-langkah untuk memperbaiki kinerja kegiatan pengkajian dan diseminasi adalah :

a. Melakukan pola kerjasama Balit Komoditas dengan BPTP agar terjadi transfer pengetahuan dari tenaga peneliti Balit ke

peneliti yang ada di BPTP dan secara bertahap mengatasi permasalahan SDM yang belum memadai.

b. Perlunya inventarisasi teknologi atau komponen teknologi yang telah dihasilkan Balit Komoditas secara berkala untuk

mendapatkan inovasi baru dan merakit teknologi yang mengikuti berkembangnya usahatani yang berwawasan agribisnis,

bernilai tambah, serta berwawassan lingkungan.

c. Untuk mengantisipasi masalah dana, perlu dilakukan pembagian tanggungjawab pendanaan (cost-sharing) antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dengan manfaat hasil litkaji untuk daerah.

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 254

RENCANA KINERJA TAHUNAN

TINGKAT UNIT ORGANISASI ESELON II / UNIT KERJA MANDIRI K/L

Unit Eselon II/Unit Mandiri KL : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Tahun Anggaran : 2013

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

001 Tersedianya inovasi pertanian unggul spesifik lokasi Jumlah teknologi spesifik lokasi 105 Teknologi

002 Terdisiminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi yang unggul serta terhimpunnya umpan balik dari implementasi program dan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi

Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna 320 Teknologi

003 Adanya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi

Jumlah kegiatan pendampingan model diseminasi spektrum multi channel dan program strategis nasional/daerah

105 Laporan

1 Jumlah laporan kegiatan pendampingan model diseminasi SDMC dan program strategis

2 Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kegiatan serta administrasi keuangan, kepegawaian, dan sarana prasarana

3 Jumlah SDM yang meningkat kompetensinya 4 Jumlah BPTP yang menerapkan ISO 9001:2008 5 Jumlah Laboratorium yang terfungsikan secara produktif 6 Jumlah kebun percobaan yang terfungsikan secara produktif 7 Jumlah unit usaha penangkaran benih sumber yang

diberdayakan

8 Jumlah publikasi bertaraf nasional/internasional 9 Jumlah website yang ter-update secara berkelanjutan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 255

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

004

Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan mendukung percepatan pembangunan pertanian wilayah berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi

Jumlah rekomendasi kebijakan mendukung empat sukses Kementerian Pertanian.

68 Rekomendasi

005 Terjalinnya kerjasama nasional dan internasional di bidang pengkajian, diseminasi, dan pendayagunaan inovasi pertanian

Jumlah kerjasama pengkajian, pengembangan dan pemanfaatan inovasi pertanian.

34 Dokumen

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 256

PENETAPAN KINERJA TAHUNAN TINGKAT UNIT ORGANISASI ESELON II / UNIT KERJA MANDIRI K/L

Unit Eselon II/Unit Mandiri KL : Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Tahun Anggaran : 2013

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

001 Tersedianya inovasi pertanian unggul spesifik lokasi Jumlah teknologi spesifik lokasi 112 Teknologi

002 Terdisiminasinya inovasi pertanian spesifik lokasi yang unggul serta terhimpunnya umpan balik dari implementasi program dan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi

Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna 330 Teknologi

003 Adanya sinergi operasional serta terciptanya manajemen pengkajian dan pengembangan inovasi pertanian unggul spesifik lokasi

Jumlah kegiatan pendampingan model diseminasi spektrum multi channel dan program strategis nasional/daerah

105 Laporan

1 Jumlah laporan kegiatan pendampingan model diseminasi SDMC dan program strategis

2 Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kegiatan serta administrasi keuangan, kepegawaian, dan sarana prasarana

3 Jumlah SDM yang meningkat kompetensinya 4 Jumlah BPTP yang menerapkan ISO 9001:2008 5 Jumlah Laboratorium yang terfungsikan secara produktif 6 Jumlah kebun percobaan yang terfungsikan secara produktif 7 Jumlah unit usaha penangkaran benih sumber yang

diberdayakan

8 Jumlah publikasi bertaraf nasional/internasional 9 Jumlah website yang ter-update secara berkelanjutan

Laporan Kinerja Inkuntabilitas Pemerintah BB Pengkajian 2013 257

No Sasaran Strategis Indikator Outcome/Indikator Kegiatan Target

004

Dihasilkannya rumusan rekomendasi kebijakan

mendukung percepatan pembangunan pertanian

wilayah berbasis inovasi pertanian spesifik lokasi

Jumlah rekomendasi kebijakan mendukung empat sukses

Kementerian Pertanian.

68 Rekomend

asi

005 Terjalinnya kerjasama nasional dan internasional di

bidang pengkajian, diseminasi, dan pendayagunaan

inovasi pertanian

Jumlah kerjasama pengkajian, pengembangan dan

pemanfaatan inovasi pertanian.

34 Dokumen