referat sinusitis

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hidung dan sinus paranasalis merupakan struktur berongga dalam cranium yang berhubungan satu sama lain. Kedudukan dan hubungan cavum nasi dengan sinus paranasalis serta terhadap organ di sekitarnya (orbita, gigi, fossa cranii media, dll.) sangat penting dalam menjelaskan patofisiologi penyakit di bidang THT. 1 Sinus paranasalis sendiri terbentuk melalui suatu proses pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Secara embriologis, sinus paranasalis berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung sehingga memiliki lapisan mukosa yang sama dengan rongga hidung yaitu epitel torak bertingkat semu bersilia yang mengandung sel- sel goblet. Mukosa ini berperanan dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi melalui produksi palut lendir dan daya pembersihan mukosa. Ada empat pasang sinus paranasalis mulai dari yang terbesar, yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinus maksilaris dan sinus ethmoidalis sudah terbentuk sejak lahir, sehingga kedua sinus ini sering terlibat dalam sinusitis di masa kanak-kanak. 1 Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis maksila paling sering ditemukan, kemudian diikuti 1

Upload: said-rizal-sakti-nalendro

Post on 01-Dec-2015

88 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

tentang anatomi, patofisiologi dari sinusitis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Sinusitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hidung dan sinus paranasalis merupakan struktur berongga dalam

cranium yang berhubungan satu sama lain. Kedudukan dan hubungan cavum

nasi dengan sinus paranasalis serta terhadap organ di sekitarnya (orbita, gigi,

fossa cranii media, dll.) sangat penting dalam menjelaskan patofisiologi penyakit

di bidang THT.1

Sinus paranasalis sendiri terbentuk melalui suatu proses pneumatisasi

tulang-tulang kepala, sehingga terbentuk rongga di dalam tulang. Secara

embriologis, sinus paranasalis berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung

sehingga memiliki lapisan mukosa yang sama dengan rongga hidung yaitu epitel

torak bertingkat semu bersilia yang mengandung sel- sel goblet. Mukosa ini

berperanan dalam mekanisme pertahanan terhadap infeksi melalui produksi

palut lendir dan daya pembersihan mukosa. Ada empat pasang sinus

paranasalis mulai dari yang terbesar, yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus

ethmoidalis dan sinus sphenoidalis. Sinus maksilaris dan sinus ethmoidalis

sudah terbentuk sejak lahir, sehingga kedua sinus ini sering terlibat dalam

sinusitis di masa kanak-kanak.1

Sinusitis adalah radang pada mukosa sinus paranasalis. Sinusitis

maksila paling sering ditemukan, kemudian diikuti oleh sinusitis ethmoidalis,

sinusitis frontalis dan sinusitis sphenoidalis. Hal ini disebabkan sinus maksila

merupakan sinus paranasalis terbesar yang apabila mengalami infeksi akan

lebih jelas menimbulkan gangguan. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi

(prosesus alveolaris), infeksi pada gigi dapat menyebabkan sinusitis maksilaris.

Letak ostium sinus letaknya lebih tinggi dari dasar menyebabkan drainase sinus

hanya tergantung pada gerakan silia, disamping itu letak ostium yang berada di

meatus nasi media, sekitar hiatus semilunaris yang sempit juga menyebabkan

ostium sering tersumbat. Secara klinis, sinusitis dibagi menjadi dua yaitu

sinusitis akut dan sinusitis kronik.1

1

Page 2: Referat Sinusitis

Faktor predisposisi terjadinya sinusitis baik akut maupun kronik

diantaranya obstruksi mekanik pada hidung, infeksi saluran nafas atas, rhinitis

kronik dan alergi.1 Disamping itu faktor lingkungan juga dapat berpengaruh

antara lain: lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering dapat

mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia. Kuman

penyebab tersering adalah streptokokus atau stafilokokus, infeksi akibat

penjalaran gigi maka kuman penyebabnya adalah bakteri anaerob.1

Diagnosa sinusitis maksilaris ditegakkan melalui anamnesis yang tepat

pemeriksaan status lokalis (THT), serta pemeriksaan penunjang lainnya untuk

menyingkirkan kemungkinan penyakit lain dengan gejala sama atau bahkan

untuk mencari penyebab terjadinya sinusitis tersebut.1

Penanganan yang diberikan antara lain antibiotika golongan penicillin,

dekongestan local berupa tetes hidung, mukolitik dan analgetik.1

1.2 TUJUAN PENULISAN

Untuk mengetahui bagaimana etiologi, patofisiologi, gejala klinik,

komplikasi, penanganan dan prognosis dari sinusitis maksilaris.

2

Page 3: Referat Sinusitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI SINUS MAKSILARIS

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan

mencapai ukuran maksimal yaitu 15 ml saat dewasa.1

Sinus maksilaris berbentuk pyramid dengan basis di medial yaitu dinding

lateral cavum nasi dan apeknya pada prosesus zygomaticus ossis maxillaris.

Atap sinus dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar sinus merupakan

prosesus alveolaris ossis maxillaries. Dinding anteriornya memisahkan sinus

dengan fasies, sedangkan dinding posteriornya memisahkan dengan fossa

pterigopalatina.1,2

Sinus maksilaris disebut juga antrum High-more, merupakan sinus yang

sering terinfeksi, oleh karena 1) merupakan sinus paranasal yang terbesar, 2)

letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret (drainase) dari

sinus maksilaris hanya tergantung dari gerakan silia, 3) dasar sinus maksilaris

adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), hanya dipisahkan dengan lamina

tulang yang sangat tipis dan bahkan sama sekali tidak dipisahkan oleh tulang,

sehingga infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis, 4) ostium

sinus maksilaris terletak dimeatus medius, disekitar hiatus semilunaris yang

sempit sehingga mudah tersumbat oleh karena drainase kurang baik. 5)

Sinusitis maksilaris dapat menimbulkan komplikasi orbita melalui duktus

nasolakrimalis.1,2

3

Page 4: Referat Sinusitis

Gambar 1. Sinus Paranasalis. Sumber: Clinical Anesthesiology 6th edition(2006).3

Sinus maksilaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui hiatus

semilunaris yang sempit. Simon berpendapat bahwa ostium sinus maksilaris

berupa satu saluran karena dia menemukan ukuran dari ujung medial sampai

lateral lebih panjang 3 mm dari panjang rata-rata 5,55 mm. Hal ini penting

karena berhubungan dengan patofisiologi terjadinya sinusitis maksilaris, dimana

drainasenya mengandalkan pergerakan silia pada dinding sinus.2

Vaskularisasi sinus maksilaris sebagian besar berasal dari a. maksilaris

dan cabang-cabangnya yang menembus tulang sinus. Drainase vena pada

sinus mulai v.maksilaris dan v.facialis anterior menuju v.jugularis interna. Selain

itu v.maksilaris juga menuju pleksus pterygoid. Sedangkan drainase cairan limfe

ke limfonodi submandibular.2

Sinus maksilaris mendapat inervasi dari n. infraorbital, n. maxillaries

(n.V2). Inervasi sekretomotorik mukosa sinus berasal dari nucleus intermediate

n.fascialis. Membran mukosa sinus menerima inervasi dari postganglionic

parasimpatetik untuk sekresi mukus.2

2.2. FISIOLOGI SINUS MAKSILARIS

Beberapa teori menyebutkan sinus paranasalis mempunyai fungsi

sebagai berikut : mengurangi berat cranium, resonansi udara dan

mempengaruhi kualitas suara, penahan suhu (termal insulator), pengatur kondisi

udara (air conditioning), mempengaruhi gaya berat pada saat mengunyah ke

arah lateral sehingga tekanan tidak langsung mengenai orbita, sebagai peredam

perubahan tekanan udara seperti pada saat bersin atau membuang ingus,

4

Page 5: Referat Sinusitis

membantu produksi mukus untuk membersihkan partikel yang masuk bersama

udara inspirasi ke dalam sinus.1

2.3. DEFINISI SINUSITIS

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus

yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis

frontal, dan sinusitis sphenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut

pansinusitis. Sinusitis maksilaris adalah peradangan atau inflamasi pada

mukosa sinus maksilaris.2

2.4. KLASIFIKASI

Berdasarkan konsensus pada Internasional Conference of Sinus Disease,

sinusitis maksilaris dibagi menjadi 2 yaitu :2,3

1. Sinusitis maksilaris akut

Sinusitis maksilaris akut adalah infeksi sinus maksilaris yang

berlangsung selama 7 hari sampai 8 minggu, dengan episode serangan

kurang dari 4 kali dalam setahun dan setelah diberikan terapi optimal,

mukosa sinus akan kembali normal.

2. Sinusitis maksilaris kronis

Sinusitis maksilaris kronis adalah infeksi sinus yang berlangsung lebih

dari 8 minggu sampai jangka waktu yang tidak terbatas, dengan episode

serangan lebih dari 4 kali dalam setahun dan walaupun diberikan terapi

yang optimal, mukosa tetap abnormal sehingga harus dibuang lewat

pembedahan.

2.5. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Dalam keadaan fisiologis, sinus dalam keadaan steril. Etiologi dari

sinusitis maksilaris yakni Virus, bakteri atau infeksi jamur dari saluran

pernafasan :2,4

a. Virus

Virus merupakan penyebab tersering sinusitus maksilaris akut.5 Virus

yang didapat dari hasil kultur kavum sinus diantaranya : rhinovirus, virus

influenza A dan B, coronavirus, respiratory syncytial virus, adenovirus,

5

Page 6: Referat Sinusitis

enterovirus, and virus parainfluenza. Umumnya sinusitis maksilaris akibat

virus gejalanya ringan dan jarang datang untuk berobat.

b. Bakteri

Infeksi bakteri sering menjadi komplikasi dari infeksi virus, superinfeksi ini

dapat terjadi sepanjang perjalanan infeksi virus pada saluran nafas atas.

Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis akut diantaranya :

Pneumococcus, Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,

dan Moraxella catarrhalis dan Staphylococcus aureu,streptokokus lain,

dan anaerobes juga dapat dtemukan. Sedangkan pada sinusitis kronis

biasanya ditemukan infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba

seperti kuman aerob S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman

anaerob Peptostreptokokus dan Flusobakterium. Resistansi bakteri

sangat penting dalam mempengaruhi terapi antimikroba yang dapat

diberikan.5 Streptokokus yang resisten terhadap penicillin diperkirakan

25% sampai dengan lebih dari 50% dan resistensi pneumokokus

terhadap makrolide dapat mencapai 31%.

c. Jamur

Jamur dapat berkoloni pada sinus paranasal menyebabkan sinusitis akut

maupun kronis, namun jarang pada pasien yang imunokompeten.5,6 Pada

pasien dengan gangguan imunitas dan diabetes, sering didapatkan

Aspergillus dan zygomicoses serta jamur lain seperti :

phaeohyphomycosis, Pseudallescheria, dan hyalohyphomycosis.

Faktor predisposisi sinusitis maksilaris yakni :2,4

1. Penularan dari infeksi sinus di dekatnya, seperti faringitis, tonsilitis atau

radang pada gigi geraham atas (odontogen).

2. Rhinitis alergi dan rhinitis kronik. Pada keadaan ini terjadi hipersekresi

cairan mukus yang dapat menyumbat osteum sinus dan menjadi media

bagi pertumbuhan kuman

3. Obstruksi mekanik seperti kelainan septum (spina septum, deviasi

septum, dislokasi septum), hipertropi konka media, benda asing dalam

hidung, polip dan tumor di rongga hidung akan menyebabkan salah satu

atau kedua rongga hidung menjadi lebih sempit

4. Trauma kapitis yang melibatkan sinus maksilaris dan polusi udara.

6

Page 7: Referat Sinusitis

Kasus odontogen bisa disebabkan oleh :2,4

a. Granuloma pada akar gigi sebagai fokal infeksi yang menuju sinus

maksilaris.

b. Ekstrasi gigi yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.

c. Tindakan yang menyebabkan akar gigi masuk ke dalam sinus.

d. Adanya alat yang merusak lapisan epitel sinus.

e. Tindakan pada gigi impaksi M3, bicuspid atau yang masuk kedalam

sinus.

f. Fraktur prosesus maksilaris yang melibatkan beberapa gigi sehingga

sinus terbuka.

g. Adanya radicular cyst yang menyangkut kedalam sinus.

h. Adanya dry socket akibat pencabutan gigi, dimana socketnya tidak terisi

bekuan darah, sehingga mudah kemasukan sisa makanan yang

menyebabkan infeksi dan menjalar ke dalam sinus.

i. Abses akar gigi yang mengalami gangren.

2.6. PATOFISIOLOGI

Sinus paranasalis mempunyai sistem pertahanan terhadap infeksi.

Mekanisme pertahanan tersebut didapat dengan adanya daya untuk

menghancurkan kuman oleh lisozim. Lisozim yang terdapat pada lapisan mukus

bersifat destruktif terhadap sebagian bakteri. Mekanisme pertahanan yang lain

diperoleh dari daya gerak silia.2

Sistem pertahanan sinus paranasalis dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu :2

1. Transport mukosilia

Seperti mada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa

bersilia dan palut lendir (mucous blanket) diatasnya. Didalam sinus silia

bergerak secara teratur untuk mengalirkan lendir menuju ostium

alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya. Kuman

atau benda asing yang masuk ke dalam sinus akan diselubungi oleh

mucous blanket, kemudian gerakan silia akan mengalirkan ke arah

ostium dan akhirnya keluar. Apabila gerakan silia mengalami gangguan

maka drainase sinus akan terganggu sehingga terjadi penimbunan

mukus. Lendir yang berasal dari sinus maksilaris yang bergabung di

infundulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara Tuba

7

Page 8: Referat Sinusitis

Eustachius. Inilah sebabnya pada sinusitis didapatkan sekret pasca

nasal ( post nasal drip), tetapi belum tentu ada sekret dirongga hidung.

2. Ostium sinus.

Ostium merupakan titik paling lemah dari mekanisme pertahanan sinus.

Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus sehingga

drainase dan ventilasi kurang baik, lagipula drainase juga harus melalui

infundibulum yang sempit, infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid

anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini

dapat menghalangi drainase sinus maksilaris dan selanjutnya

menyebabkan sinusitis.

3. Pertukaran O2.

Pertukaran O2 sering terganggu pada pembentukan ostium. Kadar O2

dalam sinus mempunyai hubungan dengan ukuran dan terbukanya

ostium. Bila ostiumnya tersumbat, kadar O2 akan berkurang sehingga

aktivitas mukosilia juga berkurang.

4. Peredaran darah dalam mukosa sinus.

Absorbsi oksigen terjadi secara perfusi dan jumlahnya tergantung dari

jumlah darah pada daerah tersebut. Adanya gangguan peredaran darah

dalam sinus akan menyebabkan gangguan absorbsi oksigen.

Komplek osteomeatal terdiri dari infundibulum ethmoid yang terdapat di

belakang prosesus uncinatus, resesus frontalis, bula ethmoid dan sel-sel

ethmoid anterior dengan ostiumnya dan osteum sinus maksila merupakan faktor

yang sangat menentukan dalam patofisiologi sinusitis paranasalis. Struktur ini

mempunyai lebar hanya beberapa millimeter, sehingga merupakan celah yang

amat sempit dan ditutup oleh permukaan mukosa yang saling berhadapan dan

bahkan kadang-kadang saling menempel, seperti leher botol. Bila terjadi edema,

mukosa yg berhadapan akan saling bertemu, shg silia tak dapat bergerak dan

lendir tak dapat dialirkan.1,2

Terjadi gangguan drainase dan ventilasi dari sinus maksila dan frontal

sehingga aktifitas silia terganggu dan terjadi genangan lendir. Lendir menjadi

lebih kental, media yang baik bagi bakteri patogen. Bila edema lama akan terjadi

hipoksia dan retensi lendir, bakteri anaerob akan berkembang biak dan terjadi

kerusakan silia. Bila proses berlanjut dapat terjadi perubahan jaringan mis.

jaringan polipoid, hipertrofi, polip, kista.1,2

8

Page 9: Referat Sinusitis

2.7. GEJALA DAN TANDA

2.7.1 Sinusitis Maksilaris Akut

Gejala objektif sinusitis maksilaris akut meliputi gejala sistemik dan lokal.

Gejala sistemik berupa demam sampai menggigil, malaise, lesu serta nyeri

kepala terutma pada sisi yang sakit. Gejala lokal dapat berupa rasa nyeri tumpul

dan menusuk di daerah pipi atau di bawah kelopak mata yang bisa menyebar ke

alveolus sehingga sering dikelirukan sebagai sakit gigi. Nyeri alih lain bias juga

dirasakan di dahi dan di depan telinga. Nyeri semakin berat jika kepala

digerakkan secara mendadak, misalnya sewaktu naik turun tangga. Sekret

mukopurulen dapat keluar dari hidung dan terkadang berbau busuk bahkan

bercampur darah. Batuk serta kurangnya sensitifitas dalam merasakan rasa dan

bau.2

Gejala subjektif didapatkan melalui pemeriksaan fisik, pada inspeksi di

dapatkan pembengkakan di daerah muka yaitu pipi dan kelopak mata bawah.

Pada palpasi dan perkusi di daerah tersebut akan terasa nyeri. Dengan

rhinoskopi anterior akan tampak mukosa konka hiperemis dan edema serta

tampak adanya sekret mukopurulen di meatus nasi media. Pada rhinoskopi

posterior tampak sekret mukopurulen di nasofaring( post nasal drip). Dengan

pemeriksaan transiluminasi akan tampak gambaran bulan sabit di bawah rongga

mata yang menjadi lebih suram/gelap dibandingkan dengan normal.1,3

2.7.2 Sinusitis Maksilaris Kronis

Gejala sinusitis maksilaris kronis umumnya sangat bervariasi. Gejala

dapat dirasakan berat sehingga menghalangi penderita untuk bekerja atau dapat

ringan tetapi berlangsung lama. Selama eksaserbasi akut, gejala-gejala mirip

dengan gejala sinusitis akut, sedangkan di luar masa tersebut akan didapatkan

gejala-gejala sesuai dengan faktor predisposisinya, disertai gejala-gejala

subjektif yang meliputi :1,2

a. Gejala pada hidung dan nasofaring antara lain sekret hidung berupa pus

atau mukopus yang disertai bau busuk, post nasal drip dan epistaksis.

b. Gejala pada faring yaitu rasa tidak nyaman di tenggorokan.

c. Gejala pada telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena

tersumbatnya tuba eusthachius

9

Page 10: Referat Sinusitis

d. Rasa nyeri dan sakit kepala.

e. Gejala pada mata yaitu epifora dan konjungtivitis oleh karena penjalaran

infeksi melalui duktus nasolakrimalis.

f. Gejala saluran pernafasan berupa batuk dan terdapat komplikasi di paru

berupa bronkitis atau bronkiektasis atau asma bronkiale, sehingga terjadi

penyakit sinobronkitis.

g. Gejala pada saluran pencernaan oleh karena mukopus yang tertelan

dapat menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.

Kadang-kadang gejala sangat ringan yang mengganggu pasien. Sekret

pasca nasal yang terus menerus akan menyebabkan batuk kronik. Nyeri kepala

pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang

setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tapi mungkin

karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan

sinus serta adanya stasis vena.1,2

Gejala objektif pada sinusitis kronis pada pemeriksaan klinis tidak

seberat sinusitis akut. Pada inspeksi tidak didapatkan pembengkakan pada

wajah. Pada rinoskopi anterior didapatkan akibat hipertropi mukosa hidung dan

konka mengakibatkan obstruksi hidung. Ditemukan sekret kental purulent dari

meatus medius atau meatus superior. Pada rhinoskopi posterior tampak sekret

kental purulent di nasofaring atau turun ke tenggorokan (Post Nasal Drip).1,2

2.8. DIAGNOSIS

2.8.1 Anamnesis.

Dicurigai sinusitis akut apabila terjadi infeksi saluran nafas yang menetap

dalam 7-10 hari, terutama jika infeksinya berat dan disertai demam tinggi, sekret

purulen dari hidung, atau edema periorbital. Batuk pada malam hari adalah

gejala nomor 2 tersering atau tanda dari sinusitis yang diikuti oleh rhinitis

purulen. Sakit kepala, nyeri wajah atau edema tidak sering ditemukan.2

Gejala dari sinusitis kronik adalah tidak spesifik dan bervariasi. Bila ada

demam, suhu badan tidak begitu tinggi. Malaise, cepat lelah dan anoreksia

mungkin ada. Sekret dari hidung bervariasi dari tipis sampai tebal, dari serus

sampai purulen. Bau mulut dilaporkan lebih sering pada orangtua daripada

anak. Obstruksi hidung ditandai dengan bernafas melalui mulut dan adanya

nyeri tenggorok.2

10

Page 11: Referat Sinusitis

Beberapa anak kecil dengan sinusitis maksilaris kronik, orang tuanya mungkin

menemukan secara kebetulan pada pagi hari, mata yang bengkak dan tanpa

rasa nyeri. Anak yang lebih besar mungkin mengeluh hilangnya kemampuan

perasa oleh karena hubungannya dengan obstruksi nasal dan anosmia (hilang

atau menurunnya indra penciuman). Gejala pada malam hari mungkin juga

termasuk mengorok dan batuk oleh karena hubungannya dengan post nasal

drip.2

2.8.2 Pemeriksaan Fisik

Untuk melihat tanda-tanda klinis dapat dilakukan pemeriksaan antara lain ; 2,5

a. Rhinoskopi anterior, tampak mukosa hidung hiperemis dan edema,

terlihat pus pada meatus nasi media.

b. Rhinoskopi posterior, tampak sekret kental di nasofaring (post nasal

drip).

c. Transiluminasi. Pada sinus normal tampak gambaran bulan sabit yang

terang di bawah mata, dan bila ada sinusitis, sinus yang sakit akan

menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna apabila

salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram

dibandingkan sisi yang normal.

Tabel 1. Kriteria diagnosis sinusitis

Mayor Minor

Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala

Sekret nasal dan post nasal purulen Batuk

Demam (fase akut) Rasa lelah

Kongesti nasal Halitosis (bau mulut)

Obstruksi nasal Nyeri gigi

Hiposmia atau anosmia Nyeri atau rasa tertekan /penuh pada

telinga

Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dengan dua kriteria minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.Sumber: Boies ET. (2001)5

11

Page 12: Referat Sinusitis

2.8.3 Pemeriksaan Mikrobiologik Dan Laboratorium.

Untuk pemeriksaan mikrobiologik sebaiknya diambil sekret dari meatus

medius atau meatus superior. Pada sinusitis akut, kemungkinan akan ditemukan

bermacam-macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman

patogen, seperti Pneumococcus, Sterptococcus, Sthaphylococcus dan

H.influenza atau bahkan virus/jamur. Sedangkan pada sinusitis kronis biasanya

ditemukan infeksi campuran oleh berbagai macam mikroba seperti kuman aerob

S.aureus, S.viridans, H.influenza dan kuman anaerob Peptostreptokokus dan

Flusobakterium.5

Adanya kultur sinus adalah satu-satunya cara definitif untuk

mengkonfirmasi diagnosa dari sinusitis yang infeksius. Kultur bisa diperoleh dari

meatus nasi media dibawah tuntunan endoskopi atau melalui tehnik punksi.

Organisme spesifik dipertimbangkan patogen saat lebih dari 104 koloni

terbentuk, spesies-spesies ini timbul pada kultur atau saat hitung jenis PMN

lebih dari 5000 ml.5

Pemeriksaan endoskopi pada sinus maksilaris disebut sinuskopi atau

antroskopi. Caranya adalah kanul dan trokar dimasukkan ke dalam antrum

melalui dinding lateral meatus nasi inferior dengan memakai anestesi lokal.

Kemudian trokar dicabut dan antroskop dimasukkan ke dalam sinus melalui

kanul. Apabila dalam sinus masih banyak terdapat cairan maka terlebih dahulu

dilakukan irigasi.5

Pemeriksaan sinoskopi ini untuk mengetahui mukosa masih reversible

atau tidak. Pada sinusitis maksilaris kronis dijumpai gambaran mukosa yang

menebal, edema atau polipoid dan pada bagian tertentu kemungkinan terjadi

fibrosis serta dilapisi oleh sekret berupa pus atau mukopus.5

Tujuan dilakukan punksi sinus maksilaris selain untuk membantu

menegakkan diagnosis juga bertujuan untuk memberikan terapi dengan

melakukan irigasi memakai cairan fisiologis.5

2.8.4 Pemeriksaan Radiologi

Evaluasi radiologi berguna bila diagnosis sinusitis akut yang meragukan

setelah anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan radiologi sinus (posisi

water’s, PA dan lateral) mempunyai nilai prediksi 72-96% dalam mendiagnosa

sinusitis akut. Posisi water’s sendiri mempunyai nilai prediksi yang sama untuk

12

Page 13: Referat Sinusitis

mendiagnosa sinusitis maksilaris. Pada sinusitis maksilaris akut ditemukan

penebalan mukosa, air fluid level dan perselubungan sinus. Kelemahan dari

pemeriksaan radiologi adalah adanya variasi hasil pemeriksaan, ketidak

mampuan untuk membedakan polip atau tumor dan visualisasi yang buruk dari

sinus etmoid dan sinus sphenoid.5,6

Pemeriksaan radiologi pada individu dengan sinusitis kronik

menunjukkan respon osteoblastik yang mempengaruhi dinding sinus, penebalan

mukoperiosteum, perselubungan rongga sinus dan kadang menyempitnya

rongga sinus.. Akhir-akhir ini, CT scan merupakan gold standard diagnosis

sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit

dalam hidung dan sinus secara keseluruhan serta perluasannya dan untuk

membedakan penyebaran orbita dan intracranial dapat menggunakan MRI.2,5,6

2.8.5 Pemeriksaan Gigi

Infeksi gigi berperanan pada 10% kasus sinusitis maksilaris, sehingga

perlu dilakukan pemeriksaan gigi rahang atas. Penyebab tersering adalah gigi

premolar dan molar 1 yang mengalami gangren pulpa, abses pada apeks gigi

akibat cabut gigi dan periodontis kronis.5,6

2.9. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding dari sinusitis maksilaris akut adalah :1,2

1. Rhinitis alergi

2. Infeksi gigi geraham atas

3. Benda asing dalam rongga hidung

Dignosis banding dari sinusitis maksilaris kronik adalah :

1. Karsinoma sinus maksila

2. Ozaena

3. Benda asing dalam rongga hidung.

2.10. PENATALAKSANAAN

Terapi sinusitis maksilaris umumnya terdiri dari :1,2

1. Istirahat

2. Antibiotika

Antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spectrum luas yang relative

murah dan aman. Lama pemberian antibiotika yang disarankan oleh

13

Page 14: Referat Sinusitis

beberapa kepustakaan juga bervariasi tergantung kondisi penderita.

Pada kasus akut, antibiotika diberikan selama 5 7 hari sedangkan

pada kasus kronik diberikan selama 2 minggu hingga bbas gejala

selama 7 hari. Antibiotika yang dapat diberikan antara lain :

a. Amoksisilin 3 kali 500 mg

b. Ampicillin 4 kali 500 mg

c. Eritromisin 4 kali 500 mg

d. Sulfametoksasol – TMP

e. Doksisiklin

3. Dekongestan lokal (tetes hidung) atau sistemik (oral) merupakan

Alpha adrenergik agonis menyebabkan vasokontriksi, sehingga

memperlancar drainase sinus

a. Sol efedrin 1-2 % sebagai tetes hidung

b. Sol.Oksimetasolin HCL 0,05%(semprot hidung untuk dewasa.

c. Oksimetasolin HCL 0,025%(semprot hidung untuk anak-anak)

d. Tablet pseudoefedrin 3 kali 60mg (dewasa)

4. Analgetika dan antipiretik: parasetamol atau metampiron

5. Antihistamin

Antagonis histamine H1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada

reseptor H1 sel target. Bekerja dengan menghambat hipersekresi

kelenjar mukosa dan sel goblet dan menghambat peningkatan

permeabilitas kapiler sehingga mencegah rinore dan sebagai

vasokontriksi sinusoid untuk mencegah hidung tersumbat.

Antihistamin berguna untuk mengurangi obstruksi KOM pada pasien

alergi yang menderita sinusitis akut. Terapi antihistamin ini tidak

direkomendasikan untuk penggunaan rutin pada pasien dengan

sinusitis akut, karena dapat menimbulkan komplikasi melalui efeknya

yang mengentalkan dan mengumpulkan sekresi sinonasal.

6. Mukolitik

Secara teori, mukolitik seperti bromehexin atau ambroxol hidroklorida

memiliki kelebihan dalam mengurangi sekresi dan memperbaiki

drainase. Namun tidak biasa digunakan dalam praktek klinis untuk

mengobati sinusitis akut.

7. Tindakan operatif

14

Page 15: Referat Sinusitis

a. Pungsi dan Irigasi sinus maksilaris (antrum wash out) Tujuan

dilakukan Irigasi antrum adalah 1) sebagai tindakan diagnostic untuk

memastikan ada tidaknya sekret pada sinus maksilaris, 2) untuk

mengeluarkan sekret yang terkumpul didalam rongga sinus

maksilaris, 3) memperbaiki aliran mukosiliar, 4) jika dalam waktu 10

hari, penderita tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dengan

terapi konservatif, atau telah didapatkan adanya air fluid level dalam

antrum, 5). untuk memperoleh material yang dapat digunakan untuk

kultur dan tes sensitifitas.

Tindakan ini dapat dilakukan dengan :

Mukosa hidung disemprot dengan larutan 10% kokain dan

adrenalin 1/1000. kemudian dengan sepotong kapas yang

dibasahi dengan larutan yang sama ditempatkan pada

meatus inferior. Ditunggu selama 15 menit.

Dengan menggunakan trokar (misal Trokar dari Lichwits)

dibuat drainase melalui meatus inferior atau celah bukalis gusi

menembus fosa insisiva dengan menempatkan ujung trokar

pada bagian atas dari meatus nasi inferior, kearah kanthus

lateralis 1-1/2 inch dari lobang hidung atau tepi atas daun

telinga. Trokar didorong masuk dengan arah sedikit memutar

sampai terasa menembus tulang. Trokar dicabut dengan

meninggalkan kanul.

Dilakukan irigasi antrum dengan larutan salin steril hangat ke

dalam antrum maksilaris. Selanjutnya mengalirkan larutan

saline hangat, akan mendorong pus ke luar melalui ostium

alami ke rongga hidung atau mulut. cairan irigasi ditampung

dan dikirim untuk pemeriksaan bakteriologi dan uji kepekaan

kuman.

Antrum wash out dilakukan lima-enam kali dengan selang

waktu 4- 5 hari (2 kali dalam seminggu). Bila tidak ada

perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen,

berarti mukosa sinus tidak dapat kembali normal (perubahan

irreversible), maka perlu dilakukan operasi radikal.

15

Page 16: Referat Sinusitis

Antibiotika diberikan sesuai dengan pemeriksaan bakteriologi

dan tes uji kepekaan.

8. Pembedahan radikal

Indikasi pembedahan radikal ini adalah 1) kegagalan respon terapi

konservatif yakni sinusitis kronik refrakter terhadap terapi medis yang

maksimal terhadap terapi antibiotik, 2) tindakan irigasi terutama pada

sinusitis kronik dan persisten dengan mukosa sinus yang irreversible.

Sinusitis akut jarang membutuhkan pembedahan, kecuali jika terjadi

komplikasi seperti bentukan mukopiokele dengan kecurigaan

penyebaran ke orbita atau intrakranial, atau bila ada nyeri yang hebat

karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

Terapi radikal dilakukan dengan pembedahan Caldwel-luc, yaitu

dengan mengangkat mukosa yang patologis dan membuat

drainasesinus.

9. Pembedahan tidak radikal

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) atau Functional

Endoscopic Sinus Surgery (FESS) merupakan tehnik penanganan

terkini dari sinusitis oleh karena pembedahan dengan metode

Caldwel-luc sudah jarang dipakai. Prinsipnya ialah membuka dan

membersihkan daerah KOM yang menjadi sumber penyumbatan dan

infeksi, sehingga ventilasi sinus dan drainase sinus dapat lancer

kembali melalui ostium alami dan mengembalikan fungsi mukosilier.

Pendekatan terdahulu untuk membuat saluran nasoantral dalam

sinus maksilaris (untuk memfasilitasi gravitasi drainase) adalah tidak

efektif, karena pembersihan normal mukosilier adalah satu arah dan

melawan gravitasi. Oleh karena itu, pembersihan normal mukosilier

tidak akan berubah walaupun telah dibuatkan saluran nasoantral.

2.11. PENCEGAHAN

Pasien dengan rhinitis alergi yang sudah menunjukkan gejala dan tanda

dari edema mukosa harus segera diobati karena edema mukos dapat

16

Page 17: Referat Sinusitis

menyebabkan obstruksi sinus yang berperanan untuk terjadinya sinusitis

sekunder. Bila adenoid mengalami infeksi, meghilangkan itu berarti eliminasi

sarang infeksi dan dapat mengurangi infeksi sinus. Menjaga kebersihan gigi dan

mulut adalah salah satu upaya untuk mengurangi resiko terjadinya sinusitis

maksilaris.2

2.12. KOMPLIKASI

Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyat setelah ditemukannya

antibiotic. Menurut David E. Schuller(1994),komplikasi sinusitis maksilaris jarang

terjadi. Dianggap tidak berbahaya kecuali osteomielitis dari maksila superior.

Komplikasi biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis kronik dengan

eksaserbasi akut. Apabila antibiotika diindikasikan, harus diteruskan sampai

infeksi reda, tidak kurang dari 10 hari. Komplikasi yang terjadi antara lain : 2

1. Lokal.

a. Ostomielitis tulang maksila, dapat menyebabkan timbulnya fistula

oroantral.

b. Mukokel, yaitu berupa kista yang mengandung mukus terletak di

dalam sinus.

c. Piokel yaitu mukokel yang terinfeksi.

2. Orbita

Penyebaran infeksi terjadi melalui tromboflebitis dan perkantinuitatum.

Infeksi intra orbita seperti edema palpebra, selulitis orbital, abses

subperiosteal, abses orbita dan cavernous sinus trombosis.

3. Intrakranial

a. Meningitis akut.

b. Epidural

c. Subdural abses.

d. Abses otak

4. Sistemik

17

Page 18: Referat Sinusitis

a. Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis, nosokomial

empyema. Adanya kelainan sinus paranasal disertaidengan kelainan

paru disebut sinobronkitis.

b. Sepsis.

c. Empyema.

2.13. PROGNOSIS

Pasien dengan sinusitis maksilaris akut, apabila diobati dengan

antibiotika yang tepat biasanya menunjukkan perbaikan yang cepat, apabila

tidak ada respon dalam 48 jam atau gejala makin memburuk, pasien dievaluasi

kembali. Prognosis tergantung dari ketepatan serta cepatnya penanganan yang

diberikan. Semakin cepat maka prognosis semakin baik. Pemberian antibiotik

serta obat-obat simptomatis bersama dengan penanganan faktor penyebab

dapat memberikan prognosis yang baik.6

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional akan mengembalikan fungsi sinus dan

gejala akan sembuh secara komplit atau moderat sekitar 80-90% pada pasien

dengan sinusitis kronis rekuren atau sinusitis kronis yang tidak responsif

terhadap terapi medikamentosa.6

BAB III

18

Page 19: Referat Sinusitis

KESIMPULAN

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal yang paling sering

ditemukan ialah sinusitis maksila. Sinusitis maksilaris dapat terjadi akut,

berulang atau kronis.

Sinusitis akut dapat disebabkan oleh rinitis akut, infeksi faring, infeksi gigi

rahang atas (dentogen), trauma. Gejala klinis dapat berupa demam dan rasa

lesu. Pada hidung dijumpai ingus kental. Dirasakan nyeri di daerah infraorbita

dan kadang-kadang menyebar ke alveolus. Penciuman terganggu dan ada

perasaan penuh di pipi waktu membungkuk ke depan. Pada pemeriksaan

tampak pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior

tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada rinoskopi posterior tampak

mukopus di nasofaring (post nasal drip). Terapi medikamentosa berupa

antibiotik selama 10-14 hari. Pengobatan lokal dengan inhalasi, pungsi

percobaan dan pencucian.

Sinusitis kronik dapat disebabkan oleh pneumatisasi yang tidak

memadai, makanan yang tak memadai, reaksi atopik, lingkungan kotor, sepsis

gigi dan variasi anatomi. Gejala berupa kongesti atau obstruksi hidung, nyeri

kepala setempat, sekret di hidung, sekret pasca nasal (post nasal drip),

gangguan penciuman dan pengecapan. Pada rinoskopi anterior ditemukan

sekret kental purulen dari meatus medius. Pada rinoskopi posterior tampak

sekret purulen di nasofaring. Pengobatan sinusitis kronik dilakukan secara

konservatif dengan antibiotik selama 10 hari, dekongestan lokal dan sistemik,

juga dapat dilakukan diatermi gelombang pendek selama 10 hari di daerah sinus

maksila, pungsi dan irigasi sinus. Jika gagal dapat dilakukan operasi Caldwell-

Luc dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional.

Komplikasi dari sinusitis dapat berupa komplikasi lokal, orbital,

intracranial dan sistemik.

DAFTAR PUSTAKA

19

Page 20: Referat Sinusitis

1. Mangunkusumo E, Damayanti S. Sinus Paranasal. Dalam: Supardi EA,

Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorokan Kepala Leher. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001.

p.115 – 119

2. Mangunkusumo E, Rifki N. Sinusitis. Dalam: Supardi EA, Iskandar N,

editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala

Leher. Ed 5. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2001. p.120-124

3. Anesthesia for Otorhinolaryngological Surgery. In: Morgan GE, Mikhail

MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 6th ed. New York, NY:

McGraw Hill; 2006. p. 837-847

4. Rubin MA, Gonzales R, Sande MA. Infections of the Upper Respiratory

Tract. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL,

Jameson JL, editors. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 16th ed.

New York, NY: McGraw Hill; 2005. p. 185-193

5. Boies ET. Sinusitis. In: Harwood-Nuss A, Wolfson AB, Linden CA,

Shepherd SM, Stenklyft PH. The Clinical Practice of Emergency

Medicine. 3rd ed. Philadelphia, PA: Lippincott Williams & Wilkins

Publishers; 2001

6. H, Hinthorn D. Sinusitis. January 16, 2003. Available from:

http://www.emedicine.com. Di akses pada Desember 02; 2012

20