kepemimpinan visioner

109

Click here to load reader

Upload: sinto-sakin

Post on 24-Jun-2015

2.616 views

Category:

Documents


21 download

TRANSCRIPT

Page 1: KEPEMIMPINAN VISIONER

KEPEMIMPINAN VISIONER

Abstrak

Pemimpin yang memiliki kegesitan, kecepatan serta mampu beradaptasi dalam membawa jalannya organisasi memiliki peran yang penting dalam menghadapi kondisi organisasi yang senantiasa mengalami perubahan. Sebab, fleksibilitas organisasi pada dasarnya merupakan karya orang-orang yang mampu bertindak proaktif, kreatif, inovatif dan non konvensional. Pribadi-pribadi seperti inilah yang dibutuhkan sebagai pemimpin organisasi saat ini. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas ke arah mana organisasi akan di bawa.

Perubahan yang tak TerhindarkanTerra incognita, demikian Alvin Toffler melukiskan milenium ketiga sebagai daerah yang tak

dikenal yang merupakan bentangan masa depan yang tak terpetakan. Perspektif Newtonian mengenai perubahan yang linier dan dapat diramalkan telah usang, digantikan teori kekacauan (chaos theory). Menurut teori ini kehidupan merupakan pertemuan di mana satu peristiwa dapat mengubah peristiwa-peristiwa lain secara tak terduga, bahkan dapat menghancurkan. Perubahan terjadi secara tidak linier, diskontinu dan tak dapat diramalkan. Kehidupan bukanlah rangkaian peristiwa yang saling terkait dan susul-menyusul.

Gejolak perubahan yang berlangsung secara cepat mengakibatkan kesementaraan menjadi sifat hakiki dari kegiatan usaha di masa depan. Kegiatan bisnis menghadapi berbagai kondisi paradoksial yang penuh ketidakpastian. Organisasi-organisasi dan perusahaan-perusahaan di seluruh dunia dirongrong oleh faktor-faktor eksternal yang memaksa mereka untuk berubah secara drastis. Dalam bukunya : "The New Rules: How to Succeed in Today's Post-Corporate World", John P. Kotter (Tommy Sudjarwadi, 2003) menyebut empat penyebab utama yang memaksa organisasi untuk berubah. Keempat faktor tersebut adalah: perubahan teknologi, integrasi ekonomi internasional, kejenuhan pasar di negara-negara maju serta jatuhnya rezim komunis dan sosialis.

Inisiatif untuk melakukan perubahan dengan berbagai upaya sistematik, banyak dilakukan perusahaan. Hasil dari upaya-upaya ini banyak yang berhasil, namun banyak pula yang gagal. Ada delapan kesalahan yang sering dilakukan yang menyebabkan perusahaan mengalami kegagalan dalam melakukan perubahan besar yang diharapkan. Hal-hal tersebut menurut John P. Kotter (1996) dalam bukunya : "Leading Change" adalah :

Page 2: KEPEMIMPINAN VISIONER

1. Membiarkan rasa puas diri yang berlebihan. Perusahaan membiarkan para karyawan berada dalam zona nyaman terus menerus.

2. Gagal membentuk tim pengarah perubahan yang kuat. Perubahan didelegasikan terlalu jauh. 3. Menganggap remeh kekuatan suatu visi. Perusahaan tidak percaya kekuatan suatu visi, sehingga

tidak cukup meluangkan waktu untuk membuat visi yang jelas. Visi hanya dianggap sekedar suatu pernyataan. Sekedar formalitas.

4. Visi tidak dikomunikasikan dengan baik. 5. Membiarkan rintangan yang menghadang pencapaian visi. Struktur organisasi, uraian jabatan,

sistem penilaian prestasi serta mekanisme kenaikan gaji dan bonus seringkali menjadi habitat yang buruk untuk hidupnya visi yang baru.

6. Gagal mendapatkan kemenangan jangka pendek. Perubahan yang mendasar memerlukan waktu yang panjang. Dalam menjalaninya perlu dibuat sasaran-sasaran antara yang memungkinkan para karyawan merasa mencapai suatu keberhasilan dan berhak merayakannya sebagai kemenangan. Tanpa kemenangan jangka pendek, para karyawan akan frustasi dan gagal mencapai perubahan besar.

7. Terlalu cepat menyatakan kemenangan akhir. Suatu perubahan yang telah dicapai umumnya masih labil. Mudah sekali untuk kembali ke keadaan semula. Jika kemenangan akhir dinyatakan terlalu dini dan hasil perubahan tidak dijaga dengan baik, kembalinya perubahan yang telah terjadi ke kondisi semula sangat mungkin terjadi.

8. Gagal membakukan perubahan ke dalam budaya perusahaan. Budaya perusahaan diyakini sebagai kumpulan perilaku-perilaku yang ditunjukkan oleh para karyawan dalam kegiatan sehari-hari. Jika perubahan tidak dapat diabadikan ke dalam perilaku karyawan dalam kegiatan sehari-hari, maka lambat laun perubahan yang telah dicapai akan memudar.

Pentingya VisiVisi dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang ingin dicapai secara ideal dari seluruh aktivitas.

Visi juga dapat diartikan sebagai gambaran mental tentang sesuatu yang ingin dicapai di masa depan. Visi adalah cita-cita. Visi adalah wawasan ke dapan yang ingin dicapai dalam kurun waktu tertentu. Visi bersifat kearifan intuitif yang menyentuh hati dan menggerakkan jiwa untuk berbuat. (Tap. MPR RI No.VII/MPR/2001 tanggal 9 November 2001)

Tanpa visi yang jelas organisasi akan berjalan tanpa arah,berputar-putar tidak menuju sasaran dan akhirnya punah. Peter Senge (Saeful Millah, 2003) melalui karya terkenalnya, "The Fith Discipline" (1997) melontarkan gagasannya bahwa sebuah organisasi hanya akan mampu beradaptasi dengan perubahan apabila ia mampu menjadikan dirinya tampil sebagai sebuah organisasi pemelajaran, learning organization, yakni sebuah organisasi yang dibangun oleh orang-orang yang secara terus-menerus mau memperluas kapasitas dirinya dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.

Salah satu disiplin yang harus dilakukan dalam rangkan learning organization ungkap Senge adalah membangun visi bersama, shared vision, yakni harapan bersama tentang masa depan yang ingin dicapai organisasi. Sebuah visi benar-benar merupakan visi bersama apabila setiap orang memiliki gambaran yang sama dan setiap orang merasa memiliki komitmen untuk mencapainya.

Page 3: KEPEMIMPINAN VISIONER

Visi merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan (Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel, 2002) bahwa "nothing motivates change more powerfully than a clear vision." Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai beberapa generasi. Visi tersebut dapat mengikat seluruh anggotanya, juga mampu menjadi sumber inspirasi dalam menjalankan tugas mereka. Oleh karena itu, visi bersama juga berfungsi membangkitkan dan mengarahkan. Menjalankan visi secara benar akan memberikan dampak yang mencerahkan organisasi (Arvan Pradiansyah, http://www.dunamis.co.id), karena:

1. Visi memberikan sense of direction yang amat diperlukan untuk menghadapi krisis dan berbagai perubahan.

2. Visi memberikan fokus. Fokus merupakan faktor kunci daya saing perusahaan untuk menjadi nomor satu di pasar. Karena focus mengarahkan kita tetap pada bidang keahlian yang kita miliki..

3. Visi memberikan identitas kepada seluruh anggota organisasi. Ini baru terjadi bila setiap individu menerjemahkan visi tersebut menjadi visi dan nilai pribadi mereka.

4. Visi memberikan makna bagi orang yang terlibat di dalamnya. Orang akan menjadi lebih bergairah dan menghayati pekerjaan yang bertujuan jelas.

Burt Nanus (1992) menegaskan visi yang baik akan memberikan dampak terhadap organisasi karena:

1. The right vision attracts commitment and energizes people2. The right vision creates meaning in workers’ lives3. The right vision establishes a standard of excellence4. The right vision bridges the present and the future

Visi bukan merupakan sekadar rumusan kata-kata indah yang puitis dan enak didengar. Visi juga bukan sekadar hasil olah pengetahuan (knowledge management), meski ia mencakup hal itu. Visi tidak mungkin diperoleh dari pelatihan (training) sebab pada hakikatnya visi bukan keterampilan. Visi harus berangkat dari hati (heart, perenungan, dan proses pembelajaran), yang kemudian diberi "bingkai" oleh akal budi (ratio, pengetahuan), dan kemudian direalisasikan lewat tindakan nyata (will, keterampilan) demikian ungkap Andrias Harefa. Oleh karena itu Burt Nanus (1992) menyarankan agar visi organisasi memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. Kepantasan (appropriateness). Visi organisasi harus cocok dengan "sejarah, budaya dan nilai." Suatu visi harus mempertimbangkan masa lalu dan kondisi saat ini suatu organisasi, dan pada waktu yang bersamaan, menjadi sesuatu yang realistis dan pantas untuk masa depan organisasi.

2. Idealistis (idealistic). Suatu visi harus menyampaikan sesuatu yang penuh harapan dan positif. Suatu visi harus membedakan antara value-latent dan mencerminkan "gagasan tinggi." Suatu visi merupakan sesuatu yang produktif dan penting, barangkali bahkan, sesuatu yang adalah sangat penting atau revolusioner.

Page 4: KEPEMIMPINAN VISIONER

3. Terpercaya dan penuh arti (purposeful dan credible). Suatu visi harus pula menjadi sesuatu yang penuh arti atau memusat pada keberhasilan beberapa tujuan yang masuk akal. Visi harus bersih dan memberi para pengikut dan affected others suatu arah yang penuh arti. Apakah visi dan alur ke perwujudannya merupakan sesuatu yang sah? Apakah visi memberikan fokus benar dan menawarkan suatu masa depan yang lebih baik?

4. Mendatangkan ilham (inspirational). Suatu visi harus memotivasi orang-orang untuk percaya dan bergabung menjadi bagian dari kelompok yang mewujudkan masa depan yang lebih baik (the making of a better tomorrow). Visi adalah suatu "pendorong" organisasi yang baru harus memberikan inspirasi terhadap individu dan mendorong mereka untuk terikat secara penuh. Orang-orang harus diberi dorongan dan keinginan guna mewujudkan visi.

5. Dapat dimengerti (understandable). Apakah visi jelas dan dapat dimengerti? Jika visi tersebut rancu terlalu sukar untuk dipahami, visi tersebut merupakan suatu yang hilang dalam pemaknaan awal dan dapat mengantarkan organisasi pada kegagalan. Para pemimpin harus bekerja kearas untuk mengkomunikasikan suatu visi yang tidak saja bisa diraih oleh dirinya, namun juga dapat diraih oleh yang lainnya. Seorang pemimpin harus mengetahui setiap aspek yang berhubungan dengan visi, dan mampu untuk menyampaikan hal tersebut ke yang lainnya.

6. Unik (unique). Tiap organisasi berbeda dalam beberapa bentuk atau cara mengatur kegiatan bisnis. Suatu organisasi bagaimanapun juga memiliki pengecualian dalam sejarahnya , tradisi, aktivitas, dan lain-lain. Suatu visi tidak dapat mengelak untuk mencerminkan keunikan-keunikan ini.

7. Ambisius (ambitious). Visi merupakan pandangan yang terlalu tinggi atau jauh, dan sangat berani, dan sering juga berlawanan dengan hal yang berlaku alamiah. Mereka memerlukan keberanian dan ketabahan. Sering mereka membutuhkan "pengorbanan dan investasi emosional."

Hasil studi Andrias Harefa (http://www.pembelajar.com) sejauh ini menunjukkan 17 kemungkinan bila organisasi tidak dapat mewujudkan visinya, yaitu:

1. Visi itu tidak cukup jelas; 2. Visi itu tidak cukup dikomunikasikan; 3. Visi itu tidak cukup menarik perhatian; 4. Visi itu tidak sesuai dengan harapan dan keinginan banyak orang; 5. Visi itu tidak cukup sederhana untuk dapat diingat; 6. Visi itu tidak cukup ambisius, 7. Visi itu tidak cukup memotivasi; 8. Visi itu tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianut sebagian besar orang;9. Visi itu tidak menginspirasikan antusiasme; 10. Visi itu, kalau tercapai, tidak memberikan rasa bangga; 11. Visi itu tidak mampu memberi makna dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari; 12. Visi itu tidak merefleksikan keunikan; 13. Visi itu tidak diyakini dapat dicapai; 14. Visi itu membuat orang bersedia berkorban; 15. Visi itu tidak "bernapas" atau tidak "hidup"; 16. Visi itu tidak dirumuskan secara positif; dan 17. Visi itu tidak dipelihara baik-baik oleh penggagasnya.

Page 5: KEPEMIMPINAN VISIONER

Agar visi organisasi yang dirumuskan dapat diwujudkan Paulus Wirutomo (2003), memberikan beberapa rambu-rambu yang dapat dijadikan pedoman, yaitu:

1. Pelajari organisasi (atau masyarakat) kita dan organisasi (masyarakat) lain serta lingkungannya (tantangan)

2. Ikutkan pihak lain (stakeholders)3. Gunakan akal sehat, jangan asal meniru organisasi lain.4. Dapatkan masukan dari pihak bawahan5. Hargai hal-hal yang sudah ada sebelumnya.

Pemimpin VisionerKepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada

kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).

Kompetensi Pemimpin Visioner

Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan

manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”

2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).

3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).

4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.

Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:

1. Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.

Page 6: KEPEMIMPINAN VISIONER

2. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.

3. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.

4. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu

5. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.

6. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.

7. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.

8. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu.

9. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.

10. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Peran Pemimpin Visioner

Burt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu:

1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari "get-go." Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.

Page 7: KEPEMIMPINAN VISIONER

2. Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.

3. Juru bicara (spokesperson). Memperoleh "pesan" ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus "bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi."

4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh "pemain" untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah "pencapaian kemenangan," atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk ditunjuk sebagai "player-coach."

Kepemimpinan Visoner dalam Tindakan

Kepemimpinan Visioner adalah suatu konsep yang dapat diuraikan terperinci dan dipahami melalui literatur dan teori. Namun arti yang lebih besar dari kepemimpinan adalah tindakan nyata, cara bekerja, dan serangkaian peristiwa. Pada bagian ini, kepemimpinan visioner dapat dilihat kerangka pergerakan, perubahan, dan waktu. Jelasnya, tindakan kepemimpinan visioner berbeda dari talking atau analyzing hal tersebut, media yang dipergunakan di sini akan menjadi sesuatu yang penting untuk ditulis. Hal ini menjadi penting bagi para pembaca bahwa memadukan apa yang terjadi dalam kenyataan dengan teori haruslah menjadi keharusan, karena kepemimpinan visioner tidak dinilai dari sudut pendekatan teoretis atau ideologi semata.

Harper (2001) menyatakan bahwa kepemimpinan menghadapi suatu era perubahan pesat atau "accelerating" perubahan. Karenanya, waktu merupakan faktor penting untuk menjadikan seorang pemimpin visioner. Guna menghadapi perubahan pesat ini dengan baik, pemimpin harus memiliki serangkaian kompetensi yang pokok seperti kemampuan antisipasi, kecepatan, agility dan persepsi.

Page 8: KEPEMIMPINAN VISIONER

Antisipasi berarti bahwa kepemimpinan visioner harus secara pro aktif mengamati lingkungan guna menemukan perubahan yang secara negatif maupun positif mempengaruhi organisasi. Pemimimpin harus secara aktif mendukung pekerja untuk bersiap setiap saat menghadapi perubahan pesat lingkungan, dan untuk mempertahankan pemimpin dan para manajer selalu menaruh perhatian atas hal tersebut. Menjadi “perceptive, nimble dan innovative” dalam lingkungan yang berubah pesat akan memberikan manfaat bagi organisasi. Sebagai tambahan, praktek menggunakan skenario “what if” menguntungkan bagi para pemimpin. Secara rutin, mempertimbangkan dan mendiskusikan kemungkinan seluruh skenario yang mungkin dapat terjadi pada masa depan, menjaga pemimpin visioner untuk memfokuskan dan menyiapkan beragam kemungkinan. Penciptaan rencana-rencana darurat dapat berguna untuk beberapa skenario.

Harper (2001), dan para pengarang buku lain tentang kepemimpinan dan manajemen percaya bahwa speed merupakan faktor penting untuk mempertahankan posisi kompetitif, merespon secara kompetitif terhadap kebutuhan pelangan dan menghemat uang. (Grant and Gnyawali, 1995; McKenna, 1997; LeBoeuf, 1993; Reinhardt, 1997; Carnevale, 1990). Para ahli setuju bahwa perdagangan dan bisnis pada hari ini mencakup sektor jasa juga. Bergerak cepat dalam merespon kebutuhan konsumen di bidang jasa. Pemimpin visioner melihat kecepatan sebagai sebuah kemampuan yang harus dikuasai guna memuaskan konsumen yang menginginkan pelayanan atau pemenuhan kebutuhan seketika. Pelayanan yang cepat, bersahabat dan efisien merupakan contoh dari apa yang diinginkan oleh pelanggan terhadap pelayanan pemerintah. Teknologi informasi, pelayanan on-line melalui internet merupakan prasyarat bagi pemerintah dalam membentuk highest quality service. Hal ini menandakan, kecepatan pelayanan membantu pemerintah dalam meraih simpati dan kerja sama warga.

Kecerdikan (agility) merupakan istilah lain yang secara perlahan berhubungan dengan kepemimpinan visioner. The National Baldrige Program mendefinisikan hal kecerdikan “a capacity for rapid change and flexibility.” Harper (2001) mengatakan bahwa “agility is the ability to turn on a dime.” Kecerdikan merupakan kemampuan seorang pemimpin untuk melihat ke depan dalam kaitan dengan faktor apa yang terletak di depan bagi sebuah organisasi (perceptiveness). Hal ini juga termasuk kapasitas untuk mempersiapkan dan juga menjadi fleksibel, guna membuat perubahan atau penyesuian untuk menghilangkan ancaman dan mengambil keuntungan dari oportunitas. Agility memiliki beberapa komponen integral:

1. The ability to develop and make available new and desirable products and services.2. The ability to enter new markets or connect with new constituencies.3. The ability to adjust and respond to changing customer needs.4. The ability to adjust swiftly from one organizational process or procedure to another.5. The ability to compress time in the delivery of goods and services.

Perceptiveness merupakan kapasitas penting lain dari kepemimpinan visioner. Pemimpin harus waspada terhadap segala bentuk intrik dan perubahan di lingkungan eksternal. Kewaspadaan ini harus segera ditindaklanjuti guna merespon secara cepat dan tepat, dan mengambil langkah-langkah yang tepat. Pada kasus dimana peluang dirasa ada, pemimpin harus segara bertindak. Lead-time juga penting bagi kesuksesan organisasi; karenanya, pemimpin visioner harus memiliki "radar screens" yang selalu

Page 9: KEPEMIMPINAN VISIONER

menyala setiap saat. Pemimpin harus mengidentifikasi peluang yang muncul dan potensial, mempersiapkan serangkaian strategi dan memadukan seluruh sumber daya yang dibutuhkan, dan melayani serta memproduksi "at opportune times" guna memaksimalkan kesuksesan atau prestasi.

PenutupChaos theory memberikan satu pelajaran penting, berubah dan antisipasi perubahan. Praktek

terbaik untuk dapat mengantisipasi perubahan yang cepat dalam dunia yang chaos salah satunya adalah melalui kepemimpinan visioner. Kepemimpinan yang memiliki visi kuat adalah tonggak penentu organisasi. Kepemimpinan visioner memiliki beberapa faktor integral, seperti kemampuan antisipasi, kecepatan, kecerdikan dan persepsi. Seluruh faktor tersebut dirangkum dalam sebuah ikatan gaya kepemimpinan yang komunikatif, coaching, terbuka, menjadi fasilitator, dan penumbuh motivasi. Faktor terakhir merupakan prasyarat bagi kepemimpinan visioner dalam mengajak seluruh anggota organisasi meraih visi organisasi. Tanpa kemampuan tinggi dalam menumbuhkan semangat dan motivasi melalui kesadaran kolektif, pencapaian visi dan keberlangsungan organisasi dipertaruhkan.

Daftar Pustaka

Burt Nanus. Visionary Leadership: Creating a Compelling Sense of Direction for Your Organization. (San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers, 1992).

Cox, M., & Rock, M. E. (1997). The seven pillars of visionary leadership: Aligning your organization for enduring success. Toronto, ON: Dryden - Harcourt Brace Canada.

Frances Hesselbein, Marshall Goldsmith and Richard Beckhard. The Leader of the Future: New Visions, Strategies, and Practices for the Next Era. (San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers, 1997).

Harefa, Andrias. Kepemimpinan-Manajemen: Visionaris. [Online]. http://www.pembelajar.com/pemimpin/peminari.htm

Kartanegara, Diana. (2003). Strategi Membangun Eksekutif. [Online]. Tersedia: http://www.pln.co.id/fokus/ArtikelTunggal.asp?ArtikelId= 268

Tentang Visi Indonesia Masa Depan. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI No.VII/MPR/2001 tanggal 9 November 2001,.

Kotter, J. P. ( 1996). Leading Change. Boston, MA: Harvard Business School Press.

Marshall Sashkin. From “Visionary Leadership,” in Contemporary Issues in Leadership, 2nd Edition, William E. Rosenbach and Robert L. Taylor, eds., Westview Press, 1989. As edited by J. Thomas Wren. The Leader’s Companion: Insights on Leadership Through the Ages. (New York, NY: The Free Press, 1995).

Page 10: KEPEMIMPINAN VISIONER

Millah, Saeful. (2003) Perubahan Birokrasi Secara Menyeluruh. Harian Umum Pikiran Rakyat. Edisi Kamis, 13 Februari 2003

Pradiansyah, Arvan. Merumuskan Visi, [Online]. Tersedia: http://www.dunamis.co.id/Homepage/EffLibrary.nsf/0/d1f91ddd170c9c8747256a40002aaa4a?

Prijosaksono, Aribowo dan Sembel, Roy. Kepemimpinan yang Melayani. [Online]. http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2002/ 02/2/man01.html

Ronald A. Heifetz. Leadership Without Easy Answers. (Cambridge, MA: Harvard University Press, 1994).

Stephen C. Harper. The Forward-Focused Organization: Visionary Thinking and Breakthrough Leadership to Create Your Company’s Future. New York, NY: AMACOM, American Management Association, 2001).

Sudjarwadi, Tommy. Mengapa Dinosaurus Punah? [Online]. http://www.dunamis.co.id/Homepage/EffLibrary.nsf/0/fac21c946b3d366947256cda002f8ba0?

Wirutomo, Paulus. (2003). Kepemimpinan Visioner, Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya bagi pejabat Struktural Eselon III dan IV di lingkungan Dikdasmen di Bogor. Tidak dipublikasikan.

Extraordinary Leadership – Habitus Baru Kepemimpinan Korporasi

 

Kepemimpinan Visioner

Lily Widjaja (*)

 

1. Membentuk visi pribadi dan visi organisasi:

A. Visi Pribadi: nilai martabat luhur manusia

B. Visi Organissasi: habitus prifit/beyond profit/based on values

C. Lebih lanjut dengan Values

2. Menterjemahkan visi menjadi tindakan

3. Pemimpin visioner yang bijaksana

Page 11: KEPEMIMPINAN VISIONER

    (tidak hanya cakap mengelola bisnis, namun juga cerdas secara spiritual)

4. Contoh pemimpin visioner: Pater Jules Chevalier MSC

 

 

Apa itu sukses?

            Baru-baru ini aku melempar suatu pertanyaan kepada seorang teman: sukses itu tujuan atau akibat? Secara spontan dia langsung menjawab: tujuan. Tapi ketika aku memandangya dengan penuh pikir, dia juga mulai berpikir, lalu menjawab: mestinya suskes itu akibat.

Dalam berbagai interview, sering aku ditanya definisi sukses. Dalam benak penanya jelas sukses dikaitkan dengan harta dan kuasa. Aku punya pandangan yang sangat berbeda. Pada hematku, sukses adalah ketika aku memberi yang terbaik dari diriku, melaksanakan tugas pekerjaanku dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab. Apapun hasilnya, itulah sukses! Jadi, aku telah sukses sejak aku menjadi murid yang sekolah dengan baik. Seorang ibu rumah tangga atau bapak rumah tangga yang mengurus rumah tangganya dan anak-anaknya dengan sepenuh hati dan penuh tanggung jawab, itulah sukses. Tidak ada kaitan dengan posisi, jabatan, harta kekayaan, kekuasaan apapun. Sukses adalah ketika aku memberi yang terbaik dari diriku!

 

1. Membentuk Visi Pribadi dan Visi Organisasi

 

A. Visi Pribadi: nilai martabat luhur manusia

Sukses itu bukan tujuan tetapi sebuah akibat. Dalam tataran personal, mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing: mengapa perlu berubah? Apakah agar kita lebih kaya, lebih berkuasa, lebih bertahta? Sah-sah saja semua keinginan dan cita-cita itu. Namun aku mau menawarkan sebuah jawaban yang menurutku lebih permanent dan transcendent, yakni: kita berubah agar kita sejahtera jiwa raga, hidup bernilai dan bermakna sebagai manusia, selayak-layaknya makhluk yang utuh.

 

Page 12: KEPEMIMPINAN VISIONER

Menurut hemat saya, bisnis itu harus berorientasi nilai dan mengarah kepada perubahan yang transformative, suatu perubahan yang mengungkapkan dan meneguhkan hakikat martabat manusia itu sendiri di tengah-tengah dunianya. Semua kemajuan dan pencapaian yang bisa dibuat manusia di bidang apapun, termasuk dalam dunia bisnis, semuanya itu harus tetap dikritisi dalam terang nilai-nilai. Apa artinya suatu kemajuan kalau manusia direndahkan hanya sebagai hamba kemajuan itu sendiri? Apa artinya pencapaian tertinggi manusia, kalau manusia pada akhirnya dikendalikan dan mendapatkan dirinya sedang masuk dalam pusaran efek boomerang yang destruktif?

Nilai-nilai merupakan fundamen dan pegangan manusia untuk selalu hidup akrab dengan kesejatian dirinya dan hidup harmonis dengan alam sekitarnya (social maupun natural). Nilai-nilai akan menuntun manusia untuk senantiasa menjalani kehidupan, mengisinya dengan segala dinamika yang diperlukan, menuju kehidupan yang lebih baik dan berkualitas, suatu dunia baru yang terbentang luas dan layak untuk dihidupi. Bahasa agamanya: kembali ke hakikat luhur manusia sebagai fitrah Penciptanya, citra dan rupa Allah sendiri!!

 

(Visi pribadi yang mengasumsikan nilai dan keyakinan di atas, tentu saja sudah dan akan mempengaruhi saya dalam menjalani pekerjaan profesional di sejumlah korporat dan organisasi bisnis lainnya)

 

B. Visi Organisasi: habitus profit/beyond profit/based on values

Suatu entitas bisnis didirikan sudah pasti dengan tujuan mencari untung, meningkatkan nilai bagi pemegang saham. Management perusahaan bertugas dan bertanggung jawab untuk membawa perseroan tumbuh dan berkembang sebagai suatu going-concern yang sukses. Ukuran yang mudah adalah nilai buku atau net asset yang meningkat. Dengan kata lain, sudah kodratnya suatu entitas bisnis yang bukan yayasan sosial mencari untung. Tidak ada yang salah dengan itu.

Tapi pertanyaannya adalah: apa visi misi dari suatu bisnis yang sustainable di masa depan? Apakah sekedar mencari untung dengan segala cara kalau perlu yang tidak etis, atau mencari untung secara jujur dan adil? Tentu saja yang seharusnya adalah bisnis mencari untung dengan cara yang benar. Sementara ini, bisnis dan kejujuran dipersepsikan sebagai dua kutub yang berlawanan dan tidak mungkin dipertemukan. Benarkah itu?

Page 13: KEPEMIMPINAN VISIONER

Kita bisa mengubah mentalitas dan keyakinan yang cenderung dikotomis tersebut. Saya mengistilahkan habitus profit untuk suatu sikap dan prilaku bisnis yang jujur dan adil. Karena, sesungguhnya bisnis dan kejujuran, profit dan integritas, merupakan realitas yang tidak seharusnya saling dipertentangkan, tetapi bisa dan hendaknya dipersandingkan.  Kuncinya adalah mencintai bisnis sebagai lahan pekerjaan yang sah dan perlu, dengan kesadaran bahwa berbisnis  punya nilai dan makna sejauh sebagai sarana. Tetapi bukan sembarang sarana, melainkan sarana positif dan sesuai kehendak Allah. Melalui sarana inipun karyawan atau pebisnis adalah subyek yang dipanggil menjadi collaborator atau co-Creator Sang Pencipta.

Mencintai bisnis mengandaikan sikap dan perilaku yang menjunjung tinggi profesionalitas dan integritas moral dari para pelaku bisnis itu sendiri.Apa gunanya mendapat untung kalau harkat martabat manusia diinjak-injak, atau dalam proses mendapat keuntungan itu kita harus mencelakakan sesama?

Jadi, perubahan yang hendak dicapai bukanlah sekedar perubahan yang menghasilkan kemajuan asset material dan citra positif perusahaan. Apa yang dicapai oleh Organisasi atau Perusahan itu sesungguhnya tidak sekedar menyentuh aspek material, yang memang wajar dan perlu. Tapi, dalam perspektif berbisnis dengan basis nilai, pencapaian itu tidak lain merupakan hasil dan peneguhan atas terimplementasikannya nilai-nilai normative dalam proses produksi perusahaan. Dengan demikian perubahan yang dicapai adalah perubahan yang berbasis nilai-nilai.

Hemat saya, korporasi masa depan adalah korporasi yang berbasis nilai, yang menjunjung martabat luhur manusia. Bisnis perusahaan akan bersinergi dengan segala komponen institusi manusia di bumi yang satu dan sama ini: akan semakin mendekatkan nilai-nilai dan praktik menuju suatu perubahan yang transformative, yang menghasilkan dunia yang lebih aman dan sejahtera, lahir dan batin. Perhatikanlah semua konstitusi Negara bangsa, perhatikanlah ajaran-ajaran spiritual semua agama, Anda akan menemukan bahwa semuanya mengasumsikan (dasar, harapan, impian) sejumlah nilai yang universal sifatnya (melampaui batas-batas suku, agama, ras, dan golongan)!!! Karena itu habitus baru dalam segala cara pikir, merasa, dan bertindak di bidang apapun, termasuk bisnis dan kepemimpinan, senantiasa penting dan relevan.

 

C. Lebih lanjut dengan Bisnis Berbasis Nilai

Business Ethics sangat penting dan mendesak serta tetap relevan kapan dan di manapun. Aku bukan pakar dalam bidang business ethics.

Page 14: KEPEMIMPINAN VISIONER

Tapi pengalamanku mengatakan bahwa penghayatan akan nilai-nilai yang benar secara otomatis akan membawa kita pada praktik bisnis yang etis.

Pengakuan atas pentingnya nilai-nilai dalam berbisnis sesungguhnya sudah menjadi kesadaran dan praktek global. Bisa dikatakan usaha berbisnis berbasis nilai sungguh mendapatkan dukungan yang kuat dari masyarakat dunia. Contoh yang paling jelas adalah penerapan Good corporate governance oleh lembaga-lembaga formal maupun non-formal yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta.  Pasti sudah pernah mendengar tentang GCG, atau Good Corporate Governance, atau tata kelola perusahaan yang baik. Dalam peraturan BEJ sudah ada ketentuan GCG untuk emiten yang mencatatkan sahamnya. Dalam draft revisi UUPM dimasukkan pula ketentuan GCG. Ada juga organisasi yang membuat benchmark dan positioning dari perusahaan-perusahaan dalam pelaksanaan GCG.

Semua itu bagus-bagus saja. Namun menurut aku, GCG perlu muncul dari internal diri kita, yang kemudian diterjemahkan dalam tindakan. Kalau tidak, pelaksanaan GCG hanya akan berhenti sebatas checklist pemenuhan normative formalitas.

 

 

2. Menterjemahkan Visi menjadi Tindakan

 

Kekuatan seorang pemimpin visioner terpusat pada suatu visi yang melaluinya para pengikut atau anggotanya berdaya dan bersemangat.  Visi bukan tercipta dari suatu kekosongan, melainkan berakar pada sesuatu yang mendasar tentang kehidupan manusia, seperti: nilai-nilai, kepercayaan, makna dan impian tentang kodrat manusia, gambaran diri sebagai person dan sebagai professional, dll.

Pada tahap berikutnya sang pemimpin akan mengartikulasikan visi tersebut dengan cara-cara yang mendorong koleha-koleha mengambil bagian dalam visi itu; kemudian mengiluminasi kegiatan-kegiatan mereka yang biasa dengan signifikansi yang dramatical. Tahap iluminasi ini dilakukan dengan cara yang membawa orang pada suatu keyakinan bahwa visi itu layak dan bernilai, bukan dengan cara ‘selling’ layaknya sebuah barang belaka. Berikutnya, pemimpin masuk ke tahap menanamkan visi itu dalam struktur dan proses organisasi. Tujuannya supaya orang mengalami visi itu dalam berbagai pola aktivitas organisasi mereka sendiri. Untuk itu juga pemimpin dan kolega membuat keputusan hari demi hari dalam terang

Page 15: KEPEMIMPINAN VISIONER

visi itu sendiri. Tujuannya supaya visi sungguh menjadi jantung dari budaya organisasi perusahaan. Dan kalau perlu, semua anggota organisasi punya waktu tertentu untuk merayakan visi itu dalam ritual upacara-upacara, annual reward, pagelaran seni atau bentuk-bentuk lainnya guna mengungkapkan sekaligus meneguhkan nilai, menguatkan dan menyemangati perjalanan mereka.

 

Pemimpin mengartikulasikan visi dalam pelbagai bentuk melalui rapat pertemuan, group assemblies, interaksi umum lainnya, dst. sehingga seluruh komunitas menjadi bagian dari visi itu. “Unless the vision becomes a communal vision, then the leader cannot in fact lead”. Until the vision permeates the policies, practices, relationships and programs operative in the organization nothing radically happens. When it does, “new traditions arise, new values become highlighted, a fabric of meaning that binds the community organically together begins to emerge”.

 

 

3. Pemimpin visioner yang bijaksana: kesimpulan

 

the leader must be automatically human, knowing the essence of what it means to be human and giving living expression to that humanness.

The leader must also be a real visionary whose vision is impregnated with a comprehensive knowledge ‘of the history, culture and issues facing the organization. The leader’s goal is to be an institution builder, one who calls for the inner strengths, values, feelings of others in identifying and finding meaning and significance for what they do together.

the leader must have a thorough knowledge of the formal and informal structures and processes of the organization.

A visionary leader should also learn from the other styles of leader in order to complement his style of leadership. With regard to this, Bishop John Heaps from the Australian Bishops Conference says: “Leadership contains the ability to inspire others, to fill them with enthusiasm and to give them an personal example to want to use their gifts with others for the good of all….True leadership has a quality of openness and quality of being able to create a climate of unity among people with diverse ideas, so that all will be heard. The true leader

Page 16: KEPEMIMPINAN VISIONER

has the courage to take the decisions that have been made with reasonable consultation”.

 

4. Pater Jules Chevalier: vision-inspiration-embodiment-mission

 

I was so touched by the life an work of Jules Chevalier. I think he is a great example of a true visionary leader. I may share some of my reflections on Father Chevalier as a visionary leader. People may say that he a visionary leader for what he has done by founding congregations like the MSC and DOLSH (Daughter of Our Lady of the Sacred Heart). But for me Father Chevalier is more than a founder.

He is a visionary leader, whose vision becomes a congregational vision.

First: He had a very clear vision of God's Love for human beings regardless races, religions, color etc. This is a universal vision. That's why it's so popular in his time ... and I suppose it can be popular in nowadays if we want to promote it.... "Do you think so????" It depends on our scale of values, belief and commitment to do so ...

Second: In order to develop this vision to become other people's vision, he embodied this vision in a very practical way which he called: Devotion to the Sacred Heart. A devotion is now called "a way of the heart" - "spirituality of the Heart" - which focuses on the LOVE as a basic of human need. And I think many people were so convinced by this "embodied vision". But I hope that we do not forget that before embodying this vision, his vision became an inspiration for "the way of the heart" he had chosen. The vision became a driving force. Third: He needed people who have believed in this vision in their turn to spread this vision. That what we call "mission". The foundation of the MSC and DOLSH were meant to spread this vision through their ministries.These are very valuable heritage that we have inherited from Father Chevalier. So I agree with you that FATHER CHEVALIER IS REALLY A VISIONARY LEADER.

There were FOUR elements we could see from his life:VISION - INSPIRATION - EMBODIMENT – MISSION.

If you have vision but the vision cannot become an inspiration....and then... you cannot become a visionary leader. And if you have vision and inspiration but if you cannot convince people by embodying your vision in a way of life...then...you cannot claim yourself as a visionary leader. Only when you

Page 17: KEPEMIMPINAN VISIONER

get the vision to inspire people, embodying it in a concrete way of life, and you are able to convince other people by commitment of being faithful to your mission....and you can claim yourself or someone as a visionary leader.--------------------------

* Sekarang menjabat sebagai Bendahara I Dewan Paroki St. Kristoforus Grogol, Jakarta. Sehari-hari sebagai praktisi pasar modal, menjabat sebagai Presiden Direktur PT Merrill Lynch Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia, dan baru saja menyelesaikan dua periode sebagai Komisaris Bursa Efek Jakarta (sampai pada peralihannya menjadi Bursa Efek Indonesia).

Kepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas.

Kepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:

1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.

RESUME KEPEMIMPINAN VISIONER

MATA PELAJARAN : KEPEMIMPINAN VISIONER DOSEN : WAKA POLRI I. Intisari Resume. a. Pengertian Kepemimpinan integratif yang visioner seseorang yang dalam memimpin mempunyai ciri-ciri : Berorientasi pada visi yang diterjemahkan dalam tindakan nyata, Keinginan untuk adanya perubahan menggugat kemapanan dan keseimbangan dalam sistem, Memiliki kepekaan dan kepedulian yang tinggi.dan Piawai beradaptasi memperlakukan sumber

Page 18: KEPEMIMPINAN VISIONER

daya organisasi. Dengan ciri tersebut akan memperbesar kemungkinan berhasil bagi pimpinan dan organisasi terebut.

b. Kaitan Materi Kuliah dengan Tugas Polri Dimana Polri adalah suatu organisasi yang terstruktur yang setiap bagian/ strata adanya suatu pimpinan yang akan memanage dan bertanggung jawab akan pelaksanaan tugasnya, sehingga organisasi kepolisian akan dapat dilaksanakan tugasnya dengan baik, lain halnya bila suatu organisasi tidak ada pimpinannya, bila suatu organisasi tidak ada pimpinannya maka tidak ada arah dan tujuan dalam organisasi tersebut.

Itulah yang melatarbelakangi adanya mata kuliah kepemimpinan dan para Pasis yang sedang melaksanakan pendidikan Sespim yang akan dipersiapkan untuk menjadi pimpinan tingkat menengah di Polri, sehingga mempunyai konsep dan teori yang benar sebagai dasar implementasi didalam pelaksanaan tugas dengan profesional yaitu ; mahir, terpuji dan patuh hukum.

Perbandingan kuliah dengan tugas-tugas Kepolisian di negara lain, yang Pasis ketahui dengan Kepolisian Jepang, Perancis dan Singapura. Saat Pasis studi banding ke negara tersebut antara lain : Modul agar diberikan kepada Pasis 2-3 hari sebelum perkuliahan dilaksanakan, sehingga Pasis memahami dan lebih dapat dimengerti secara umum materi tersebut sehingga interaktif 2 arah dapat dilaksanakan dengan aktif.

Hubungan materi kuliah dengan tema pendidikan adalah dengan diajarkan tentang materi kepemimpinan tersebut Pasis dapat mempelajari, memahami akan artinya kepemimpinan dengan berbagai konsep dan teori yang nantinya bisa menjadi pedoman dalam pelaksanaan tugas khususnya dalam menghadapi Pemilu 2009.

II. Refrensi Tambahan Pengertian kepemimpina pada jaman modern ini memiliki pendalaman dan aplikasi yang cukup rumut serta tidak mudah. Beberapa teori dan konsep kepemimpinan makna dan hakekat kepemimpinan antara lain: 1. Paul Hersey dan kennet H. Blancchard (1982) : pemimpin adalah orang yang dapat mempengaruhi kegiatan individu atau kelompok dalam usaha untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. 2. Martin J. Gannon (1982) : pemimpin adalah seorang atasan yang mempengaruhi perilaku bawahanya. 3. R. D. Agarwal (19982) : kepemimpinan adalah seni mempengaruhi orang lain untuk menggerakan kemampuan mereka, kemauan mereka dalam usaha untuk mencapai tujuan pemimpin. 4. George R. Terry : kepemimpinan adalah proses mempengaruhi individu atau kelompok untuk menentukan tujuan dan sekaligus mencapai tujuan tersebut. 5. Kartini kartono (1985) : pemimpin adalah pribadi yang mempunyai kecakapan khusus, dengan atau tanpa pengangkatan resmi dapat kelompok yang dipimpinnya untuk melakukan usaha bersama mengarah pada pencapaian sasaran tertentu. Ada beberapa teori Kepemimpinan : a. Teori Sifat (Trait Theory) Analisis ilmiah tentang kepemimpinan dimulai dengan memusatkan perhatiannya pada pemimpin itu sendiri. Pertanyaan penting yang dicoba dijawab oleh pendekatan teoritis, ialah apakah sifat-sifat yang membuat seseorang itu disebut sebagai pemimpin. Teori “great man” arti lebih realistis terhadap pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi. Menyadari hal seperti ini, bahwa tidak ada korelasi sebab akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, maka Keith Davis merumuskan empat sifat umum yang tampaknya

Page 19: KEPEMIMPINAN VISIONER

mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi : 1) Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dipimpin. Namun demikian yang sangat menarik dari penelitian tersebut ialah pemimpin tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya. 2) Kedewasaan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil, karena mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai. 3) Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusaha mendapatkan penghargaan yang intrinsik dibandingkan dari yang ekstrinsik. 4) Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin-pemimpin yang berhasil mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.

b. Teori Kelompok Teori kelompok ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai tujuan-tujuannya, harus terdapat suatu pertukaran yang positif diantara pemimpin dan pengikut-pengikutnya.

c. Teori situasional dan Model Kontijensi Dua pengukuran yang digunakan saling bergantian dan ada hubungan dengan gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut : 1) Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak (lenient) dihubungkan pemimpin yang tidak melihat perbedaan yang besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disukai (ASO) atau memberikan suatu gambaran yang relatif menyenangkan kepada teman kerja yang peling sedikit di senangi (LPC). 2) Gaya yang berorientasi tugas atau “hard nosed” dihubungkan dengan pemimpin yang melihat suatu perbedaan besar diantara teman kerja yang paling banyak dan paling sedikit disenangi (ASO) dan memberikan suatu gambaran yang paling tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit diskusi (LPC).

d. Model Kepemimpinan Kontijensi dari Fiedler Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fiedler dalam hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut : 1) Hubungan pemimpin anggota. 2) Derajat dari struktur tugas. 3) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal.

d. Teori Jalan Kecil-Tujuan (Path-Goal Theory) Teori path goal versi house, memasukan empat tipe atas gaya utama kepemimpinan yang dijelaskan sebagai berikut : 1) Kepemimpinan direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis dari Lippitt dan White. Bawahan tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada partisipasi dari bawahan. 2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive Leadership). Kepemimpinan model ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya. 3) Kepemimpinan partisipatif. Pada gaya kepemimpinan ini pemimpin berusaha meminta dan menggunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan masih tetap berada padanya. 4) Kepemimpinan yang berorientasi pada prestasi. Menurut teori Path Goal ini macam-macam gaya kepemimpinan tersebut dapat terjadi dan digunakan oleh pemimpin yanag sama dalam situasi yang berbeda. III. Tanggapan Dalam membangun peningkatan kemampuan individu dalam menerapkan model kepemimpinan perlu

Page 20: KEPEMIMPINAN VISIONER

diawali dengan penajaman rumusan strategi yang akan dipedomani dan rumusan tersebut dapat berubah sesuai dengan tantangan dan tuntutan masyarakat yang berkembang. Mengingat tuntutan masyarakat yang paling dominan adalah persoalan perilaku / respon personil, maka perlu pembenahan dan peningkatan kemampuan individu dalam menerapkan model kepemimpinan yang benar sesuai paradigma Polri Sipil. Penegakan disiplin dan kode etik yang konsisten serta pelaksanaan reward dan funismen yang terukur akan meningkatkan kinerja personil

BUTUH PEMIMPIN VISIONER DAN MANAJEMEN DINAMIS

08 January 2002

Catatan dari ‘Stadium General’ di Gedung Pertemuan FE UNS Solo:

Guna menjawab tantangan globalisasi, mordenisasi dan pemulihan ‘kesehatan’ pembangunan nasional dibutuhkan kemampuan unggul pemimpin visioner dan manajemen dinamis di masa depan. Sehingga, cita-cita pembangunan nasional mencapai masyarakat sejahtera, adil dan makmur bisa terwujud.

Ibarat sakit, kini kondisi bangsa sedang dalam taraf pemulihan. Wajah berbagai bidang dan sektor masih carut-marut. Belum lagi anyarnya reformasi tampak ‘hiruk pikuk’ di sana-sini. Tak pelak pula banyak pelaku usaha bersifat wait and see. Namun begitu, kata Guru Besar Pasca Sarjana Progran Studi Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Airlangga, Surabaya, Prof Dr Haryono Suyono, kita tak perlu kecil hati selama masih memiliki sikap optimisme. “Sebab, bisa jadi semua itu bagian dari proses pendewasaan Indonesia,” jelasnya di depan sekitar enam ratus mahasiswa Fakultas Ekonomi (FE) dan Diploma III Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, FE Universitas Muhammadiyah, FE Universitas Surakarta, Sekolah Tinggi Ekonomi Surakarta. Tampak hadir pada acara Stadium General yang menampilkan dua pembicara – Prof Dr Haryono dan Prof Dr Prijono Tjiptoherijanto (Kepala Badan Kepegawaian Negara) - di Gedung Pertemuan FE UNS Solo tersebut di antaranya, Dekan FE UNS Dra Salamah Wahyuni, MM, Sekretaris Yayasan Indra yang juga mantan Sesmenko Kesra dan Taskin Drs M Sudarmadi, Administratur Yayasan Damandiri dr Loet Affandi, SpOG, Kepala BKKBN Kabupaten Sragen Dr M Tri Tjahjadi, MPH, Kepala Cabang Bank Bukopin dan BPD Solo, Dirut BPR Yekti Insan Sembada Boyolali, serta beberapa dosen FE perguruan tinggi. Mantan Menko Kesra dan Taskin era Presiden BJ Habibie yang berbicara di sesi pertama ini melihat kondisi Indonesia saat ini dan untuk masa datang, diperlukan kemampuan pemimpin unggul yang mumpuni dalam hal manajemen dinamis, seperti diharapkan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, serta untuk mampu menjawab tantangan globalisasi dan mordenisasi. “Kepemimpinan visioner dan manajemen yang dinamis sangat diperlukan bagi pemulihan kondisi bangsa agar pembangunan nasional tetap bisa berjalan seperti yang dicita-citakan oleh seluruh rakyat dan bangsa Indonesia,” kata Prof Dr Haryono Suyono.

Lima kekuatan penggerak Negara dan bangsa ini dihat dari sudut pandang Sekjen Patners in Population and Development yang bermaskas di Dhaka, Bangladesh, sedang diterpa arus deras modernisasi dan globalisasi dengan kecepatan jauh lebih tinggi dibanding proses yang sama terjadi dan dialami negara-

Page 21: KEPEMIMPINAN VISIONER

negara maju di masa lalu. Kerena itu, diharapkan kepada mahasiswa khususnya yang mengambil jurusan dibidang ekonomi, tidak saja harus mampu menyerap tapi sekaligus mempraktekan ilmunya sebagai upaya membantu memulihkan kondisi yang tengah dialami bangsa dan negara ini. “Setidaknya, harus mampu memberdayakan keluarga sendiri,” ucapnya seraya menambahkan, baik melalui pengembangan usaha bisnis berorientasi lokal, nasional tapi yang mampu bersaing dalam lingkup global. Kepada mahasiswa yang kelak bakal menjadi calon pengusaha dan pelaku bisnis lainnya, ia mengingatkan agar dalam menjalankan usahanya tetap tampil tegar dengan pendekatan kepemimpinan yang makin bersifat visioner, serta tetap menjalankan kemampuan manajemen dinamis dan dukungan komunikasi informasi yang canggih. Tentunya, sinergi dari kekuatan-kuatan tersebut perlu dilandasi komitmen pada misi, visi, langkah-langkah operasionalsasi program dalam bentuk kegiatan-kegiatan kongkrit yang dikelola sumber daya manusia handal dan berkualitas. Lebih lanjut mantan pejabat tinggi negara asal kota kecil Pacitan, Jatim, mengungkapkan lima kunci kekuatan penggerak yang perlu diperhatikan. Pertama, kepemimpinan visioner dan berorientasi ekonomi yang mampu mengembangkan shared vision yang dianut dan mendapat komitmen luas untuk dilaksanakan pada semua jajaran kepemimpinan sampai ke unit-unit masyarakat luas yang ada pada tingkat akar rumput. Kedua, berani mengadakan restrukturisasi berbagai unit-unit pembangunan yang ada, khususnya unit-unit yang bisa membantu memperkuat ekonomi kerakyatan yang bisa menjemput bola dan mampu melakukan tugasnya sendiri, dan mampu menjadi pemacu dan pemicu perubahan sosial yang dinamis serta bisa menjadi penjual dari unit-unit pembangunan modern yang mungkin saja belum diterima masyarakat luas. Ketiga, sebagai pejuang masa depan harus sanggup menghasilkan inovasi bermutu dan menarik. Keempat, pemerintah dan masyarakat harus sanggup mengembangkan unit-unit pelayanan, seperti misalnya, unit produksi, perbankan, dan unit-unit pelayanan lainnya yang memiliki orientasi ekonomi, baik dalam lingkungan terbatas maupun lingkungan jaringan lain yang lebih luas. Kelima, pengembangan sumber daya manusia harus menjadi prioritas utama agar seluruh upaya tersebut dapat didukung SDM unggul yang mampu memberi tanggapan trengginas sehingga bisa menjawab tuntutan masyarakat yang makin dinamis dengan tepat.

Kepemimpinan yang Visioner

Asep Purnama BahtiarKepala Pusat Studi Muhammadiyahi dan Perubahan Sosial Politik - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)

Fakta sejarah telah menunjukkan bahwa kebudayaan dan peradaban umat manusia telah menempatkan masalah kepemimpinan sebagai sentra yang determinan. Tanpa bermaksud menafikan keberadaan komponen lainnya dalam kepemimpinan seperti wadah dan lembaga, sistem dan aturan, serta pengikut dan anggota, sang pemimpin dan kepemimpinan tampaknya menjadi pusat perhatian dan sekaligus sasaran bidik dalam konstelasi social-politik dan budaya suatu masyarakat.

Karena itu tidak heran jika posisi pemimpin selalu menjadi arena perebutan kekuasaan dan kompetisi politik, baik secara legal maupun ilegal. Fenomena ini, sekali lagi, menandakan bahwa sejarah selalu atau lebih sering didominasi oleh sirkulasi elite dan masalah kepemimpinan.

Dalam konteks kepemimpinan nasional, persoalan yang muncul dan dihadapi pemimpin bisa semakin kompleks. Karena itu, sebetulnya tidak gampang untuk menjadi pemimpin yang sadar dengan tanggung jawab moril kepemimpinannya dalam kondisi zaman yang tidak bersahabat. Di tengah-tengah hasrat berkuasa dan ambisi untuk menjadi pemimpin di sebagian elite bangsa ini, sesungguhnya pemimpin dan kepemimpinan seperti apa yang harus diwujudkan di republik ini?

Page 22: KEPEMIMPINAN VISIONER

Moralitas Kepemimpinan

Bila dihubungkan dengan kehidupan nasional kita dewasa ini, Indonesia membutuhkan pemimpin yang cerdas, cergas, tegas, dan betul-betul sadar dengan tanggung jawab kepemimpinannya dalam memahami kondisi bangsa serta konsekuen dalam mewujudkan visi dan cita-cita bangsa. Dalam bahasanya Joseph S. Nye Jr. (2008), pemimpin adalah seseorang yang membantu banyak orang (bangsanya-Pen.) untuk menciptakan dan mencapai tujuan yang dibagi. Karena itu, kepemimpinan adalah bukan sekedar siapa Anda, tetapi kepemimpinan adalah apa yang Anda perbuat.

Proposisi itu sangat penting karena secara umum setidaknya ada dua masalah yang menjadi tantangan bagi kepemimpinan nasional. Pertama, ketidakpercayaan publik terhadap elite karena suka merangkul rakyat ketika butuh suaranya dan mengabaikannya lagi tatkala berkuasa. Kedua, potensi konflik di masyarakat yang majemuk yang masih sering mencuat, sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemimpin yang tidak memihak kepentingan rakyat.

Dalam konteks ini, kepemimpinan yang berkualitas merupakan kunci utama keberhasilan suatu organisasi, kelompok, atau negara dalam praktik implementasi kebijakan sehari-hari menuju cita-cita bersama. Kualitas kepemimpinan yang diharapkan tidak hanya kualitas fisik dan intelektual, tapi juga kualitas rohani. Keseimbangan ketiga aspek tersebut akan membantu seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. (Muladi dan Adi Sujatno, 2008).

Bagi Indonesia, moralitas kepemimpinan nasional yang visioner tersebut tidak bisa menafikan nilai-nilai Pancasila. Aktualisasi moral kepemimpinan ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kini menjadi tambah penting lagi dengan tantangan dan komitmen bersama untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pembangunan nasional. Hal ini penting dan mendesak, karena eksistensi negara-bangsa juga akan dipengaruhi oleh faktor-fator eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya yang dikendalikan oleh negara-negara maju.

Kepemimpinan Visioner

Perihal visi kepemimpinan menjadi urgen untuk disimak kembali, terlebih dalam momentum zaman yang semakin kompleks, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, visi perlu lebih ditonjolkan untuk meng-counter kecenderungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan yang selalu berorientasi pada rebutan jabatan, tetapi kerap mengabaikan problem riil rakyat dan bangsa. Kedua, visi yang dimiliki dapat memberikan arah dan menentukan tujuan ke mana biduk negara-bangsa ini akan dikayuh oleh sang pemimpin. Ketiga, visi dalam banyak hal juga bisa berperan untuk memberikan pijakan dan platform yang kuat bagi pemimpin untuk merumuskan strategi dan perencanaan program.

Berdasarkan pengertian seperti itu, maka visi bukan sekedar kemampuan seorang pemimpin atau sebuah bangsa untuk melihat secara inderawi dan kasat mata. Tetapi substansi dari visi tersebut terletak pada kualitas sikap mental, mutu kecerdasan, dan kearifan seorang pemimpin serta policy pemerintah dalam memahami lingkungan dengan berbagai problem dan kecenderungannya serta menjadi tanggap, bijak, dan waskita dalam menatap masa depan bangsa. Dengan kata lain, visi bisa dipahami sebagai suatu tilikan (insight) yang bersifat ideal dan sekaligus real, strategis, berkesadaran lingkungan, dan berwawasan ke depan (future oriented), serta berjangka panjang.

Berkaitan dengan pengertian itu pula maka kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang mampu merumuskan visi yang jelas, rasional, dan berorientasi ke masa depan sehingga sang pemimpin bisa mengantisipasi dan mentransformasikan tuntutan zaman serta mampu mengarahkan bangsanya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam kesadaran seperti ini, para pemimpin menginspirasikan visi bersama. Mereka dapat melihat sesuatu melampaui batasan waktu, membayangkan peluang menarik yang masih tersimpan ketika mereka dan para pengikutnya berada dalam jarak yang jauh di belakang. (James M. Kouzes & Barry Z. Kousner, 2002)).

Dalam konteks kepemimpinan nasional di Indonesia yang serbaplural, kepemimpinan vsioner ini sangat penting dan akan menjadi nilai tambah bagi seorang pemimpin. Selain akan membantu dalam perencanaan dan strategi kebijakan, kepemimpinan visioner juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam realitas yang bhinneka-lintas agama, budaya, etnik, kelembagaan, partai politik, dan sebagainya.

Strategi dan orientasi yang membantu terbentuknya visi, pada akhirnya pula akan bersinergi dalam upaya untuk menetapkan misi dan merumuskan kebijakan dan implemetasi program kerja pemerintah yang strategis dan feasible. Dengan kata lain, misi yang diperjuangkan dan program kerja yang ditetapkan pemerintah itu berada dalam bingkai strategi yang matang, orientasi yang jelas dan panduan visi yang jernih. Tanpa ini semua, maka biasanya misi hanya menjadi ambisi dan program kerja akan berupa daftar keinginan belaka yang mengawang-awang.

Dengan kepemimpinan visioner dan strategis, maka sebuah organisasi atau negara-bangsa juga akan terbebas dari-meminjam istilahnya Max Weber dan Alfred Schutz-routinization, yaitu repetisi kebijakan dan pengulangan program aksi yang itu-itu saja, monoton, tidak ada inovasi, dan tidak ada kreativitas. Kesibukan dalam program kerja repetitif dan kebijakan yang monoton-termasuk sibuk berebut jabatan--itu akan mengakibatkan kepemimpinan kehabisan energi, dan kemudian mengalami stagnasi atau involusi.

--------------------Sumber : Kolom GAGASAN Harian KORAN JAKARTA | Jumat, 08 Mei 2009

Urgensi Kepemimpinan Visioner

Page 23: KEPEMIMPINAN VISIONER

Pemimpinadalah penerang jalan pada tujuan yang dicita-citakan. Ia harusberperan sebagai pembawa perubahan. Globalisasi menyebabkan batas-batasNegara semakin transparan, Berbagai aspek terintegrasi dalam hubunganmasyarakat global. Ini adalah tantangan bagi bangsa kita. Suatukerangka perubahan besar untuk memproyeksikan posisi Indonesia di masamendatang perlu mendapat prioritas utama.  

Dalam kondisi seperti ini, sudah saatnya kita memilih pemimpin yang visioner dan berwawasan global agar tidak terjerat dalam  miopia kepemimpinan bangsa. Penyakit kepemimpinan ini akan membawa Indonesia selalu berputar-putar dalam situasi  permasalahan yang sama dan bergerak seperti Snail Pace, tanpa tujuan jangka panjang yang terarah. Suatu hal yang tidakdiinginkan sebagai kesepakatan bangsa kita adalah kemungkinantercapainya titik kulminasi meledaknya bom waktu disintegrasi bangsasebagai riak dari kealpaan visi kebangsaan yang jelas.

Disintegrasi bangsa, sekali lagi, bukan hal yang mustahil terjadi karena konsep bangsa dan kebangsaanIndonesia yang semakin jauh dari harapan bersama. Ernest Renan, dalampidatonya pada tahun 1882, mengatakan bahwa “bangsa itu adalah soalperasaan, soal kehendak semata-mata untuk hidup bersama yang timbulantara segolongan besar manusia yang nasibnya sama dalam masa-masa yanglampau, terutama dalam penderitaan-penderitaan bersama”. PernyataaanRenan tersebut sangat memungkinkan sebuah bangsa yang besar menimbulkanrasa nasionalisme kesukuan, ataupun kedaerahan. Seorang pemimpinvisioner adalah pemersatu rasa kebangsaan, mampu mensinergikanpengetahuan kesejarahan, dan perkembangan kekinian untuk mengomukasikanvisi yang futuristik dalam kerangka Negara Kesatuan. Otonomi daerahadalah letak bom waktu disintegrasi itu jika pemimpin kita  mengabaikan “soal perasaan” bangsa dengan kebijakan-kebijakan yang dangkal.

Gerbong globalisasi telah berjalan, pemimpin visioner harus bisamenempatkan Indonesia pada posisi yang layak sebagai bangsa yang besardi masa depan. Sehingga tidak menimbulkan konsekuensi kebijakan tambalsulam dengan berorientasi jangka pendek hanya pada masa kepemimpinannyasaja. Pemimpin visioner berdiri di pucak gunung kebangsaan.

Abstract

Page 24: KEPEMIMPINAN VISIONER

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan komitmen organisasi pada karyawan. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan komitmen organisasi. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan Lippo Bank Cabang Yogyakarta yang berjumlah 68 orang dengan ciri-ciri : 1) karyawan tetap, 2) bekerja minimal dua tahun, 3) tingkat pendidikan minimal SMU. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purpossive non random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skala persepsi terhadap kepemimpinan visioner dan skala komitmen organisasi. Berdasarkan hasil perhitungan teknik analisis product moment dari Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,521; p = 0,000 (p<0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi terhadap kepemimpinan visioner dengan komitmen organisasi. Sumbangan efektif persepsi terhadap kepemimpinan visioner terhadap komitmen organisasi sebesar 27,1%. Berdasarkan hasil analisis stepwise model akhir diketahui bahwa aspek persepsi terhadap kepemimpinan visioner yang memberi sumbangan efektif terhadap komitmen organisasi adalah aspek pengetahuan sebesar 27,979%. Berdasarkan hasil analisis diketahui variabel persepsi terhadap kepemimpinan visioner mempunyai rerata empirik (RE) sebesar 123,000 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 105 yang berarti persepsi terhadap kepemimpinan visioner pada subjek tergolong tinggi. Variabel komitmen organisasi diketahui rerata empirik (RE) sebesar 98,926 dan rerata hipotetik (RH) sebesar 100 yang berarti komitmen organisasi pada subjek penelitian tergolong sedang.

CAPRES 2009 DAN KEPEMIMPINAN VISIONER

Oleh: Ahmad Fuad Fanani

 

Sebagai langkah penataan negeri, kepemimpinan nasional yang tegas dan visioner, harus segera diwujudkan. Maka, masyarakat haruslah mau dan berani memilih para pemimpin yang bisa melakukan perubahan dan perbaikan untuk Indonesia.

Untuk mengetahui kualitas mereka, pertimbangan track record, kualitas moral, serta visi-misi adalah salah satu tolok ukur utama sebelum menentukan pilihan. Dengan melihat track record-nya,masyarakat akan mengetahui bagaimana kehidupan sehari-hari para calon pemimpin itu dan bagaimana pula komitmen yang telah dilakukan untuk pengentasan krisis di Indonesia.

Kehidupan sehari-hari para pemimpin, tentu akan menjadi rujukan paling mudah terhadap apa akan lebih cepat dilakukan ketika terpilih nanti. Moralitas para pemimpin pun harus juga harus diteliti.

Mendayagunakan Kekuasaan Harus diakui bahwa masih mengentalnya paradigma kekuasaan sebagai tujuan di kalangan

Page 25: KEPEMIMPINAN VISIONER

politisi kita itu menjadi sebab terbesar tidak pernah terjadinya perubahan sosial dan politik dalam kehidupan kebangsaan. Penguasa datang silih berganti, pemilu dilakukan setiap kali, serta anggota Dewan dilantik setiap waktu, tapi reformasi politik dan pemberdayaan politik rakyat tidak pernah betul-betul terjadi.

Pergantian kekuasaan hanya identik dengan pergantian orang dan penyingkiran lawan yang dulu berkuasa.Kekuasaan baru juga hanya menjadi pundi-pundi pengeruk dana partai untuk memakmurkan keluarga dan mengisi kas partai.

Sementara pemberantasan KKN, penegakan hukum, pembaharuan budaya politik dan birokrasi semakin jauh dari agenda kebijakan pengelola negara. Padahal, kekuasaan pada dasarnya adalah jalan untuk melakukan perubahan masyarakat dan meninggalkan tradisi lama yang dahulu dikritiknya.

Oleh karenanya, menurut Jakob Oetama (2004),dalam kekuasaan mutlak diciptakan keseimbangan yang baik antara government (pemerintah) dan governance (pemerintahan). Untuk menciptakan governance yang baik, maka government- nya harus juga baik.

Ibaratnya, good governance tidak akan ada tanpa hadirnya clean government. Pada paradigma kekuasaan sebagai jalan untuk menyejahterakan rakyat itu, pemimpin dan kepemimpinan mestinya mampu melahirkan sebuah motivasi baru dalam berbangsa dan bernegara. Pemimpin yang baik memang bukanlah pemimpin yang hanya bisa memerintah,minta dilayani,serta gemar menggunakan fasilitas negara.

Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa membangkitkan inspirasi dan motivasi bagi rakyatnya guna bersama- sama mencari solusi alternatif mengatasi krisis yang berkepanjangan ini.Oleh karenanya,visi partisipasi dan kebersamaan untuk memberdayakan serta mengayomi rakyat harus juga menjadi dasar utama dalam memilih para pemimpin kita nanti.

Penanganan Krisis Penanganan krisis di negeri ini harus menjadi agenda utama dari para calon presiden yang akan berlaga memperebutkan suara rakyat Pilpres 2009 nanti. Soalnya, dengan krisis yang sudah akut, terutama krisis politik dan ekonomi, bangsa ini terseok- seok menatap masa depan.

Secara nasional, krisis politik tentu membuat penataan negeri ini menjadi mundur ke belakang. Di mata internasional, krisis politik juga banyak menghadirkan rasa enggan dan kekhawatiran negara lain untuk bekerja sama dengan kita.Maka,jangan sampai kampanye perubahan yang didengungkan beberapa kandidat presiden 2009 dan ketidaktahanan akan keadaan yang tidak menentu hanya menjadi retorika belaka.

Krisis ekonomi nasional dan ekonomi global yang sudah terbukti banyak melahirkan keresahan sosial dan tindakan kriminal di mana-mana hendaknya juga dijadikan agenda prioritas oleh para capres. Untuk menuntaskan krisis politik dan ekonomi yang melanda negara ini, akar-akar penyebabnya haruslah segera dikikis habis.

Pemberantasan KKN dan penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah agenda utama dari

Page 26: KEPEMIMPINAN VISIONER

tahapan penyelesaian krisis itu. Maka, proses pengadilan terhadap konglomerat, pejabat, dan mantan pejabat yang terbukti merugikan negara janganlah hanya dijadikan live service atau teater politik untuk menarik simpati rakyat.

Kasus-kasus kejahatan HAM dan politik masa lalu yang cenderung ditutup-tutupi harus juga berani diungkap secepatnya. Oleh karena itu, dalam keadaan dan masa yang tidak menentu seperti sekarang ini,memilih pemimpin yang hanya biasa-biasa saja tentu bukan jalan yang tepat. Memilih pemimpin yang kuat dan sekilas tampak tegas saja juga bukan bentuk penyelesaian yang terbaik.

Pemimpin yang hanya menjadi solidarity maker juga bukanlah pemimpin yang efektif. Apalagi pemimpin yang hanya terkenal sebagai tipe administrator yang berwatak birokratis. Dalam keadaan yang tidak normal ini, pemimpin dengan kualitas primalah yang kita butuhkan.

Maka,kombinasi antara kepemimpinan yang tegas, kuat, visioner, solidarity maker, administratif, dan intelektualis adalah yang mesti kita hadirkan. Visi dan misi para calon pemimpin haruslah dilihat sebagai gambaran akan masa depan bangsa. Dalam bahasa Ignas Kleden (2003), pemimpin yang visioner adalah orang yang mempunyai desain masa depan Indonesia.

Maka, dia harus memiliki gambaran tentang bagaimana keadaan, nasib, dan bentuk Indonesia ini 10–20 tahun mendatang.Visi ini tentu bukan hanya janji-janji murahan yang gampang diobral dan dijual,tapi sulit dan tidak mungkin diwujudkan.

Visi adalah semacam bentuk utopia sosial yang harus diciptakan guna membangkitkan imajinasi dan kerja keras para pengelola negara dan masyarakat untuk mewujudkannya. Maka, sebuah visi pada dasarnya harus bisa diturunkan menjadi program-program aksi, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang.

Visi kebangsaan dan kerakyatan tentang negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat mesti diturunkan menjadi program berkelanjutan dan strategis. Kita berharap agar para calon Presiden Indonesia 2009 segera menyosialisasikan visinya serta bisa mendapatkan simpati rakyat dan memperoleh dukungan dari partai politik.Tentu agar tercipta banyak alternatif kepemimpinan nasional yang mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat banyak. Wallahu a’lam bisshawab.(*)

Page 27: KEPEMIMPINAN VISIONER

KOMUNIKASI & KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

Disampaikan dalam Training Leadership yang diselenggarakan oleh

Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Unikom

Selasa, 8 April 2008

Page 28: KEPEMIMPINAN VISIONER

Oleh

Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si.

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG2008

KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

Page 29: KEPEMIMPINAN VISIONER

Lingkaran Roda

Y

Rantai Semua Saluran

Pengertian Komunikasi Organisasi

Organisasi adalah suatu kumpulan atau sistem individual yang berhierarki secara jenjang dan memiliki sistem pembagian tugas untuk mencapai tujuan tertentu

DeVito (1997:337), menjelaskan organisasi sebagai suatu kelompok individu yang diorganisasi untuk mencapai tujuan tertentu

Fungsi Komunikasi dalam Organisasi

a. Fungsi informatifOrganisasi dipandang sebagai suatu sistem proses informasi. Maksudnya,seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik,dan lebih tepat.

b. Fungsi regulatif Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.

Ada dua hal yang berpengaru terhadap fungsi regulatifPertama, atasan atau orang yang berada dalam tataran managemen, yaitu mereka memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.

Kedua, berkaitan dengan pesan atau message,pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.

c. fungsi persuasifDalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan. Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan lebih suka memersuasi bawahanya dari pada memberi perintah

d. Fungsi integratifSetiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat melaksanakan tugas atau pekerjaan dengan baik.

JARINGAN KOMUNIKASIJaringan : Saluran yang digunakan untuk meneruskan pesan dari satu orang ke orang lain.

Page 30: KEPEMIMPINAN VISIONER

STRUKTUR JARINGAN KOMUNIKASIa. Model Rantai

Metode jaringan komunikasi di sini terdapat lima tingkatan dalam jenjang hirarkisnya dan hanya dikenal komunikasi sistem arus ke atas (upward) dan ke bawah (downward), yang artinya menganut hubungan komunikasi garis langsung (komando) baik ke atas atau ke bawah tanpa terjadinya suatu penyimpangan.

b. Model RodaSistem jaringan komunikasi di sini, semua laporan, instruksi perintah kerja dan

kepengawasan terpusat satu orang yang memimpin empat bawahan atau lebih, dan antara bawahan tidak terjadi interaksi (komunikasi sesamanya).

c. Model LingkaranModel jaringan komunikasi lingkaran ini, pada semua anggota/staff bisa terjadi

interaksi pada setiap tiga tingkatan hirarkinya tetapi tanpa ada kelanjutannya pada tingkat yang lebih tinggi, dan hanya terbatas pada setiap level.

d. Model Saluran Bebas/Semua SaluranModel jaringan komunikasi sistem ini, adalah pengembangan model lingkaran, di

mana dari semua tiga level tersebut dapat melakukan interaksi secara timbal balik tanpa menganut siapa yang menjadi tokoh sentralnya.

e. Model Huruf ‘Y’Model jaringan komunikasi dalam organisasi di sini, tidak jauh berbeda dengan

model rantai, yaitu terdapat empat level jenjang hirarkinya, satu supervisor mempunyai dua bawahan dan dua atasan mungkin yang berbeda divisi/departemen.

ARUS KOMUNIKASI DALAM ORGANISASI

a. Komunikasi ke atasMerupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi.

Misal : dari ketua himpunan ke ketua bidang, atau dari ketua panitia ke para pelaksana.

Komunikasi ini sangat penting untuk mempertahankan dan bagi pertumbuhan organisasi. Muncul manajemen umpan balik yang dapat menumbuhkan semangat kerja bagi anggota organisasi. Adanya perasaan memiliki dan merasa sebagai bagian dari organisasi dari bawahannya.

Masalah yang timbul dalam komunikasi ke atas :

1. Karena pesan yang mengalir ke atas sering merupakan pesan yang harus didengar oleh hirarki yang lebih tinggi/atasan, para pekerja seringkali enggan menyampaikan pesan yang negatif.

2. Seringkali pesan yang disampaikan ketas, terutama yang menyangkut ketidakpuasan bawahan, tidak didengar atau ditanggapi oleh manajemen.

3. Kadang-kadang pesan tidak sampai. Karena disaring oleh penjaga gerbang arus pesan. Atau bisa terjadi lebih baik bertanya pada rekan kerja atau sesama mahasiswa.

4. Arus ke bawah terlalu besar sehingga tidak ada celah untuk menerima pesan dari bawah.

Page 31: KEPEMIMPINAN VISIONER

5. Hambatan fisik. Biasanya secara fisik pimpinan dengan bawahan berjauhan.

b. Komunikasi ke bawahMerupakan pesan yang dikirim dari tingkat hirarki yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah.

Contoh, pesan dari direktur pada sekretaris, dari ketua senat pada bawahannya, dll.

Masalah yang timbul

Manajemen dan bawahan seringkali berbicara dengan bahasa yang berbeda.

c. Komunikasi LateralMerupakan arus pesan antar sesama – ketua bidang ke ketua bidang, anggota ke anggota. Pesan

semacam ini bergerak di bagian bidang yang sama di dalam organisasi atau mengalir antar bagian.

Masalah yang timbul

1. Bahasa yang khusus dikembangkan oleh divisi tertentu di dalam organisasi2. Merasa bidangnya adalah yang paling penting dalam organisasi

d. Kabar BurungJika tiga jenis komunikasi di atas mengikuti pola struktur formal di dalam organisasi, maka yang tergolong kabar burung tidak mengikuti garis formal semacam itu. Sulit melacak sumber asli penyampai pesan.

Kabar burung seringkali dipergunakan apabila:

1. Ada perubahan besar dalam organisasi2. Informasinya baru3. Komunikasi tatap muka secara fisik mudah dilakukan4. Anggotanya terkelompokan pada bidang-bidang tertentu.

d. Kepadatan InformasiBanyaknya informasi yang diterima sehingga timbul kesulitan untuk menentukan informasi mana yang dianggap lebih penting untuk disampaikan terlebih dahulu. Mudahnya informasi dapat diterima dan disebarkan membuat para pemberi pesan lupa bahwa informasi yang disampaikan butuh dicerna terlebih dahulu dan itu membutuhkan waktu. Apalagi informasi yang disampaikan oleh atasan lebih banyak mengenai permasalahan daripada pemecahan.

Page 32: KEPEMIMPINAN VISIONER

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional. Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, natara lain :

1. Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok (1942)2. Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa individu dalam kelompok, dalam

proses mengontrol gejala-gejala sosial3. Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi

boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.

4. Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah.

5. Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.

Muncul dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai pemimpin,

Page 33: KEPEMIMPINAN VISIONER

1. Apakah seorang pemimpin dilahirkan atau ditempat?2. Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dialihkan dari satu organisasi ke organisasi

yang lain oleh seorang pemimpin yang sama?Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa pendapat berikut :

a. Pihak yang berpendapat bahwa “pemimpin itu dilahirkan” melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinannya.

b. Kubu yang menyatakan bahwa “pemimpin dibentuk dan ditempa” berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan ditempa. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada yang bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan kepemimpinan.

Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :

a. seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinanb. bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki

jabatan kepemimpinannyac. ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan,

baik yang bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.

Untuk menjawab pertannyaan kedua dapat dirumuskan dua kategori yang sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi:

1. Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat dilaihkan kepada kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain

2. Keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.

Tipe-tipe Kepemimpinan1. Tipe Otokratik

Semua ilmuan yang berusaha memahami segi kepemimpinan otokratik mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai karakteritik yang negatif.

Dilihat dari persepsinya seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dalam bentuk :

Page 34: KEPEMIMPINAN VISIONER

a. kecenderungan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan martabat mereka

b. pengutmaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.

c. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.

Gaya kepemimpinan yang dipergunakan pemimpin yang otokratik antara lain:

a. menuntut ketaatan penuh dari para bawahannyab. dalam menegakkan disiplin menunjukkan keakuannyac. bernada keras dalam pemberian perintah atau instruksid. menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan oleh bawahan.

2. Tipe PaternalistikTipe pemimpin paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.

Pemimpin seperti ini kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat, para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.

3. Tipe KharismatikTidak banyak hal yang dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik. Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar. Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.

4. Tipe Laissez FairePemimpin ini berpandangan bahwa umumnya organisasi akan berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasi terdiri dari orang-orang yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan pemimpin tidak terlalu sering intervensi.

Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :

a. pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensifb. pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan

kepada petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.

c. Status quo organisasional tidak terganggud. Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang inovatif

diserahkan kepada para anggota organisasi yang bersangkutan sendiri.e. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan prestasi kerja

yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum.5. Tipe Demokratik

a. Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.

Page 35: KEPEMIMPINAN VISIONER

b. Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak harus dilakukan demi tercapainya tujuan.

c. Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan tingkatnya.d. Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung harkat dan

martabat manusiae. Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.

Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang ideal antara lain :

1. Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalam hirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk mampu berpikir dan bertindak secara generalis.

2. Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang3. Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu sikap yang mencerminkan dua hal:

pertama, tidak merasa puas dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru.

4. Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuannya melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan dalah yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.

5. Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang kuat.

6. Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi.

7. Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasi antara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi, fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.

8. Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.

9. Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.

10. Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada kemampuannya bertindak secara objektif.

11. Pragmatisme, dalam kehidupan organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut : pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak selalu meraih hasil yang diharapkan.

12. Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik tolak strategik organisasional adalah “SWOT”.

13. Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting

Page 36: KEPEMIMPINAN VISIONER

14. Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

15. Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan satu sama lain.16. Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan bertindak sehingga hal-hal

yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.

17. Keteladanan,s seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai panutan dan teladan dalam sikap, tindak-tanduk dan perilaku.

18. Menjadi Pendengar yang Baik19. Adaptabilitas, kepemimpinan selalu bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.20. Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara bertindak, sikap dan

perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut oleh seseorang.

21. Ketegasan22. Keberanian23. Orientasi Masa Depan24. Sikap yang Antisipatif dan Proaktif

KERETAKAN DALAM ORGANISASI

Salah paham dalam menerima dan menafisrkan pesan.

Prosedur hubungan dalam organisasi tidak diikuti dengan benar. Misalnya, arahan dari pihak atasan langsung ke level paling bawah, tanpa mengambil peranan pihak tengah (middle level) dalam organisasi.

Kurangnya komitmen penuh dalam kerja organisasi. Aturan organisasi tidak dipahami dan dihayati pleh anggota organisasi.

Adanya kepentingan pribadi. Organisasi dipergunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Permasalahan yang tidak kunjung selesai, sehingga tidak muncul kondisi organisasi yang

nyaman. Tidak adanya pembagian kerja dan juga pembagian keuntungan yang adil..

Keretakan dalam organisasi dapat menumbuhkan citra negatif, dengan permasalah yang saling terkait, antara lain :

- Keretakan hubungan antara anggota organisasi.- Perselisihan yang terus berlarut-larut dan suasana organisasi yang muram.- Wujud sikap mementingkan diri sendiri.- Produktivitas organisasi merosot.- Ketidakstabilan organisasi akibat dari retaknya hubungan.- Penyalahsunaan kekuasaan, mementingkan diri sendiri

Page 37: KEPEMIMPINAN VISIONER

PEMIMPIN VISIONERKepemimpinan visioner, adalah pola kepemimpinan yang ditujukan untuk memberi arti pada

kerja dan usaha yang perlu dilakukan bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana Kartanegara, 2003).

Kompetensi Pemimpin VisionerKepemimpinan Visioner memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner

setidaknya harus memiliki empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:5. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan

manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”

6. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk, yang plaing penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan pelanggan).

7. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi praktek organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).

8. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan kebutuhan dan perubahan ini.

Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:

1. Visualizing. Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.

2. Futuristic Thinking. Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan datang.

3. Showing Foresight. Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi, prosedur, organisasi dan faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.

4. Proactive Planning. Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau

Page 38: KEPEMIMPINAN VISIONER

mempertimbangkan rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi rintangan itu

5. Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.

6. Taking Risks. Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai peluang bukan kemunduran.

7. Process alignment. Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya dengan sasaran organisasi. Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada seluruh organisasi.

8. Coalition building. Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan golongan tertentu.

9. Continuous Learning. Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun di luar organisasi. Pemimpin visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.

10. Embracing Change. Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.

Peran Pemimpin VisionerBurt Nanus (1992), mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan

oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan kepemimpinannya, yaitu:5. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana seorang pemimpin

menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari "get-go." Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.

6. Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan.

Page 39: KEPEMIMPINAN VISIONER

Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.

7. Juru bicara (spokesperson). Memperoleh "pesan" ke luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus "bermanfaat, menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi."

8. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh "pemain" untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah "pencapaian kemenangan," atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk ditunjuk sebagai "player-coach."

LITERATUR

Burt Nanus. Visionary Leadership: Creating a Compelling Sense of Direction for Your Organization. (San Francisco, CA: Jossey-Bass Publishers, 1992).

Devito, A. Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Professional Books.

Harefa, Andrias. Kepemimpinan-Manajemen: Visionaris. [Online]. http://www.pembelajar.com/pemimpin/peminari.htm

Muhammad, Arni. Dr. 1995. Komunikasi Organisasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Mar’at, Prof. Dr. 1983. Pemimpin dan Kepemimpinan. PT. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Page 40: KEPEMIMPINAN VISIONER

Marshall Sashkin. From “Visionary Leadership,” in Contemporary Issues in Leadership, 2nd Edition, William E. Rosenbach and Robert L. Taylor, eds., Westview Press, 1989. As edited by J. Thomas Wren. The Leader’s Companion: Insights on Leadership Through the Ages. (New York, NY: The Free Press, 1995).

Ruslan, Rosady, S.H. 1998. Manajemen Humas dan Manajemen Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Siagian, Sonsang P. 1994. Teori dan Praktek Kepemimpinan. PT Rineka Cipta, Thoha, Miftah. 1996. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Jakarta.

Wirutomo, Paulus. (2003). Kepemimpinan Visioner, Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya bagi pejabat Struktural Eselon III dan IV di lingkungan Dikdasmen di Bogor. Tidak dipublikasikan.

Oleh Muhtadi*) dan DH Ismail Sitanggang**)

MENCERMATI Pernyataan Wakil Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Bachtiar Chamsyah bahwa aklamasi harus dihindarkan. Ungkapan ini sangatlah menarik, apalagi menjelang Muktamar V PPP, tanggal 20-24 2003. PPP sepertinya tidak harus terjebak pada aklamasi. Dalam kasus aklamasi, janganlah PPP mengulang sejarah masa lalu, ketika H.J. Naro secara aklamasi mendapat estafet kepemimpiman dari HMS Mintaredja. Setelah itu, H.J. Naro pun memimpim PPP selama sebelas tahun. Selama sebelas tahun tidak ada Muktamar, yang seharusnya menurut anggaran dasar dan anggaran rumah tangga harus diadakan lima tahun sekali. Padahal Muktamar bisa dikatakan wahana atau proses demokratisasi yang harus dilakukan oleh PPP. Karena Muktamar tempatnya untuk mengevaluasi kinerja partai politik dan memilih ketua umum untuk lima tahun ke depan. Kalau seandainya hal ini tidak dijalankan berarti proses demokratisasi telah terhambat di PPP.

Dalam konteks ini, aklamasi juga seringkali menghasilkan kepemimpinan otoriter. Karena aklamasi merupakan cermin buruk bagi sebuah partai politik. Aklamasi bisa menumbuhkan budaya otoriter dalam tubuh organisasi partai politik tersebut.

Di sisi lain, budaya aklamasi juga akan menghambat tumbuh berkembangnya partai politik ke arah yang lebih baik. Karena hal ini akan menghalangi kader-kader partai yang lebih potensial dari segi gagasan, visi mupun manajemen kepemimpinannya. Tidak adanya proses kompetisi berarti partai politik telah menggali kuburannya sendiri. Karena partai tidak laku dan ditinggalkan banyak kader potensialnya. Seandainya PPP terjebak pada budaya aklamasi, maka

Page 41: KEPEMIMPINAN VISIONER

layaklah partai ini disebut sebagai "partai museum"-- isitilah ini julukan yang sering digunakan oleh kader-kader muda PPP.

Budaya aklamasi juga sangat bertentangan dengan budaya demokratis, yang terakhir ini seharusnya harus diperjuangkan oleh partai politik tak terkecuali oleh PPP. Bagaimana mau membangun proses demokratisasi untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan, sementara partai politik tersebut tidak memiliki komitmen yang kuat untuk membangun demokrasi di "rumahnya sendiri".

Dalam konteks PPP, terobosan yang dilakukan Bachtiar Chamsyah yang akan mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PPP, biar bursa pencalonan tidak monoton dan terjebak kepada aklamasi tetapi melalui mekanisme pemilihan suara, adalah sesuatu yang kreatif dan inovatif untuk mendorong partai politik ini membenahi dirinya, terutama dalam melahirkan budaya demokratis dan dalam menghasilkan kepemimpinan yang kuat.

Bursa pencalonan yang diramaikan dengan banyak tokoh atau figur, memungkinkan PPP untuk menghasilkan kepemimpinan masa depan. Yakni, kepemimpinan yang kuat dan visioner dalam menjawab tantangan yang akan dihadapi PPP. Karena banyaknya alternatif pilihan maka hanya pemimpin yang berkualitas dan memiliki integritas moral yang akan terpilih.

Pada hakikatnya kepemimpinan yang kuat dan visioner, seperti diungkapkan oleh AB Susanto Managing Partner The Jakarta Consulting Group, adalah kepemimpinan yang mampu untuk menciptakan dan mengartikulasikan sebuah visi yang realistik, kredibel, dan mendorong para pengikutnya untuk tumbuh dan berkembang menuju masa depan atau cita-cira bersama.

Dalam konteks ini, visi seorang pemimpin juga memiliki daya tarik luar biasa bagi para pengikutnya (baca: anggota organisasi). Visinya juga memberikan suatu inpirasi dan motivasi kepada orang lain. Seorang pemimpin yang visioner dan kuat bisa membuat visi yang diharapkan dapat menjadi energizer, dan menciptakan antusiasme bagi pengikutnya.

Jadi kepemimpinan yang kuat dan visioner bisa membawa biduk organisasi dari jenjang harapan menjadi kenyataan, merubah "mimpi-mimpi" menjadi kenyataaan. Para pengikutnya mampu bergerak bersama dengan pemimpinnya untuk membangun demi kemajuan organisasinya dengan visi yang digenggam oleh pemimpinnya.

Page 42: KEPEMIMPINAN VISIONER

Visi seorang pemimpin yang baik akan mampu menata proses transformasi bagi organisasi sesuai dengan tujuan bersama yang ingin diraihnya. Visi ini pula mampu menjadi jembatan bagi konflik atau perbedaan yang ada dalam organisasi tersebut. Sehingga konflik dan perbedaan bukannya menjadi perpecahan, tetapi menjadi dinamika positif bagi kemajuan organisasi tersebut.

Yang menjadi pertanyaan kemudian, kenapa PPP membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan visioner serta memiliki integritas moral. Pertama, pertarungan untuk memperoleh suara pada pemilihan umum (pemilu) sangatlah berat. Dimana PPP harus "bertanding" dengan sekian banyak partai politik yang berlabel Islam dalam rangka meraup suara pemilih Islam. Kedua, untuk menjembatani krisis organisasi, dimana konflik dimaknai selalu dengan perpecahan di tubuh partai politik tersebut. Misalnya keluarnya KH Zainuddin M.Z, yang mendirikan PPP Reformasi. Ketiga, untuk membongkar budaya yang tidak demokratis yang masih mengkristal di tubuh PPP tersebut, misalnya selalu saja yang harus menjadi calon presiden (capres) harus ketua umum partai, padahal hal ini sangat bertentangan dengan proses demokratisasi, karena menghilangkan kesempatan bagi kader-kader partai yang lainnya, mungkin lebih layak dan lebih baik.

Sekali lagi, kepemimpinan yang kuat dan visioner tidak mungkin terjaring melalui mekanisme aklamasi. Tetapi kepemimpinan ini akan lahir dari proses demokratisasi yang mekanisme melalui pemilihan suara. Berarti proses demokratisasi adalah sebuah keniscayaan yang harus dianut oleh PPP agar bisa melahirkan kepemimpinan masa depan yang bisa membawa kemajuan bagi partai politik ini. Semoga. ( *) Peneliti Lembaga Penelitian, Pendidikan, Penerangan untuk Ekonomi dan Sosial (LP3ES). **) Sekretaris Eksekutif Dewan Pimpinan Pusat Badan Interaksi Sosial Masyarakat (DPP - BISMA)

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN VISIONER

Seseorang dengan kepemimpinan transformasional akan sangat efektif bila mempunyai karakteristik kepemimpinan visioner, karena visi mencerminkan ambisi, daya tarik besar, hasrat semangat dan keadaan atau perwujudan ideal dimasa depandapat dianggap sebagai impian yang ingin diwujudkan.

Karakteristik pemimpin visioner adalah yang pertama sebagai penentu arah dimana pemimpin harus mampu menyusun langkah berbagai sasaran yang dapat diterima sebagai suatu kemajuan rill oleh semua elemen bangsa. Seperti nahkoda, pemimpin harus mampu menentukan arah negara dalam situasi dan kondisi apapun dengan langkah-langkah yang tepat untuk

Page 43: KEPEMIMPINAN VISIONER

mengamankan, menyelamatkan atau dalam memajukan negara dengan lahkah revolusioner sekalipun (bila benar-benar dibutuhkan).

Yang kedua sebagai agen perubahan pemimpin harus mampu mengantipasai berbagai perkembangan di bunia luar, memperkirakan implikasinya terhadap negara, menciptakan sense of urgency dan prioritas bagi perubahan yang disyaratkan oleh visi, mempromosikan eksperimentasi dan memberdayakan orang-orang untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan. Gambaran sederhana pemimpin sebagai agen perubahan adalah rakyat yang tadinya disiplin menjadi berdisiplin tinggi, rakyat yang tadinya dihantui konflik etnis dan agama menjadi penuh toleran, rakyat yang tadinya membuang sampah sembarangan menjadi membuang sampah pada tempatnya.

Yang ketiga sebagai orator ulung, yang mampu mengkomunikasikan visi dan misinya kepada rakyat sehingga rakyat antusias mendengarkan dengan penuh perhatian ketika pemimpin tersebut memberi pencerahan. Selain itu pemimpin juga harus bisa berdiplomasi di tingkat dunia untuk mempromosikan berbagai gagasannya yang orsinil dan universal.

Yang keempat sebagai guru dan pemberi teladan yang baik, pemimpin harus sanggup dan mampu dijadikan cermin bagi warganya dan sanggup menjadi tauladan yang baik kepada siapapun. Pemimpin harus menjaga ahlaknya karena pemimpin sebagai pusat perhatian, pemimpin juga harus menciptakan banyak karya dan keberhasilan sebab pemimpin akan dicontoh oleh warganya.

Contoh kepemimpinan transfomasional sekaligus visioner bisa kita perhatikan ada pada diri nabi dan rosul sejak jaman Nabi Adam AS sampai Nabi Muhamad SAW dan terutama Rosul Ulul Azmi. Rosul Ulul Azmi dikenal dengan rosul yang mempunyai banyak keinginan dan harapan untuk kemajuan peradaban manusia dan mampu mengatasi krisis kemanusian pada zamannya sehingga manusia pada saat itu mendapat bimbingan dan tercerahkan serta mempunyai efek (pengaruh) yang sangat besar sampai pada kehidupan masa kini. Rosul Ulul Azmi tersebut adalah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa dan Nabi Muhamad.

Oleh karena itu untuk memilih pemimpin nasional suka atau tidak suka harus terlebih dahulu mengkaji kepemimpinan yang telah dicontohkan oleh para Nabi dan Rosul tersebut yang mampu mentranformasikan visi dan misinya (berupa ajaran ilahi) ke dalam kehidupan nyata. Dan hal yang terpenting adalah bahwa kepemimpinan para nabi sudah terbukti keberhasilannya.

Demikian artikel tentang kepemimpinan, harapan saya menjadi gambaran kepada anda dalam rangka mengadapi pemilu (legislatif), pilpres dan pilkada, sehingga anda yakin dengan pilihan anda, sebab pilihan anda akan menentukan pula masa depan bangsa dan negara. Jadi … Ayo Bangkit Indonesia …

Visioner, Dambaan Publik Terhadap Pemimpin Politik

Dalam literatur kepemimpinan, terdapat aneka jenis pemimpin berdasarkan tipologinya. Ada yang mendasarkan pada kemampuan pemimpin menggalang dukungan/konsensus politik (“solidarity maker”). Ada yang berdasarkan pada kemampuan menjalankan program dan organisasi (administrator). Ada pula

Page 44: KEPEMIMPINAN VISIONER

yang mendasarkan daya tarik/daya pengaruh pribadi dan ada yang pada kemampuan teknis.

Dalam pemerintahan di Indonesia, ada berbagai jenjang kepemimpinan politik. Berdasarkan hirarkinya, ada presiden, gubernur, bupati, dan walikota. Di jajaran pemerintah pusat ada pula para menteri selaku pembantu presiden yang nota bene merupakan pelaksana pemerintahan yang dipimpin oleh presiden.

Artikel ini dilengkapi dengan data PDF. klik di sini untuk download

Menjadi pertanyaan yang menarik untuk mengetahui, sebenarnya tipe pemimpin semacam apa yang menjadi “selera” masyarakat Indonesia. Untuk presiden dan kepala daerah, misalnya, tipe pemimpin seperti apa yang menjadi titik berat masyarakat: apakah yang mampu memberikan “sense of direction” (visioner) atau seseorang yang memiliki kemampuan menjalankan organisasi negara secara teknis.

Apakah pemimpin yang memiliki kharisma yang besar, ataukah pemimpin yang memiliki keahlian khusus di bidang tertentu. Apakah ada perbedaan pendapat masyarakat tentang syarat seorang presiden dengan seorang menteri. Di sisi lain tipe dari manakah sumber rekrutmen pemimpin yang paling diinginkan oleh masyarakat untuk mengisi pos-pos jabatan pemerintahan (khususnya eksekutif) di negara ini.

Pertanyaan semacam inilah yang hendak dijawab melalui survei nasional yang merupakan hasil kerjasama dari The Lead Institute, Universitas Paramadina dengan Indo Barometer yang dilaksanakan pada Mei 2007 ini.

Ringkasan TemuanTipe Pemimpin: Visioner atau Administratur?Jika ditanya pada publik Indonesia, manakah pemimpin yang lebih mereka sukai, ternyata mayoritas menjawab tipe visioner ketimbang tipe administratur. Hal ini berlaku baik untuk puncak jabatan seperti presiden dan kepala daerah, maupun menteri.

Dari data ini tampak bahwa calon pemimpin harus mampu menawarkan visi (sense of direction) pada masyarakat Indonesia. Hal ini mungkin disebabkan para pemimpin Indonesia pasca transisi menuju demokrasi dianggap belum mampu memberikan arah yang jelas tentang Indonesia masa depan akan seperti apa.

Di satu sisi hal ini mungkin disebabkan para pemimpin nasional Indonesia yang terus berganti secara cepat dalam 9 tahun terakhir. Periode Habibie hanya 1 tahun, Gus Dur 2 tahun, Megawati 3 tahun, dan SBY 2,5 tahun.

Kesinambungan kepemimpinan politik nasional yang lebih pasti diharapkan memberi kesempatan pada pemimpin politik untuk dapat memberikan landasan bagi peletakan dan pencapaian visi yang lebih pasti bagi masa depan Indonesia.

Page 45: KEPEMIMPINAN VISIONER

Faktor Penting Dimiliki Oleh PemimpinApa faktor yang dianggap publik paling penting untuk dimiliki seorang pemimpin? Apakah karisma, keahlian khusus bidang tertentu, atau pendidikan tinggi?

Ternyata ada perbedaan pendapat publik tentang syarat seorang calon presiden dan menteri menurut publik. Untuk presiden, mayoritas publik lebih mementingkan karisma ketimbang keahlian khusus tertentu, apalagi gelar formal seperti sarjana. Namun untuk menteri, publik lebih menginginkan keahlian khusus tertentu.

Melihat temuan ini, calon presiden dan kepala daerah yang paling mungkin dipilih oleh publik adalah mereka yang memiliki karisma sebagai seorang pemimpin.

Komposisi Kabinet Yang IdealMenurut mayoritas publik, komposisi ideal adalah semuanya dari kalangan ahli/profesional atau lebih banyak ahli/profesionalnya ketimbang kalangan partai politik. Sementara itu, menurut publik komposisi kabinet sekarang lebih banyak orang partai ketimbang ahli/profesional.

Seandainya Presiden SBY melakukan reshuffle lagi pada masa yang akan datang, jika mengacu pada pendapat publik di atas, maka pengisinya sebaiknya orang yang bukan non-partai.

Jalur KepemimpinanPara pemimpin politik bisa berasal dari bermacam-macam sumber. Ada jalur partai politik, ormas, militer, birokrasi, pengusaha, LSM, akademisi, dst.

Sumber ideal rekrutmen pemimpin politik menurut publik adalah akademisi, partai politik dan ormas. Yang menjawab militer atau pengusaha relatif sedikit.

Jawaban publik ini menarik karena militer tidak lagi menjadi favorit seperti praktek di masa lalu di mana kepala daerah, misalnya, mayoritas datang dipilih dari militer. Juga menarik membandingkannya dengan sejumlah prediksi bahwa generasi pemimpin politik masa depan akan didominasi oleh para pengusaha.

KesimpulanJika ditanya pada publik Indonesia, manakah pemimpin yang lebih mereka sukai, ternyata mayoritas menjawab tipe visioner ketimbang tipe administratur. Hal ini berlaku baik untuk puncak jabatan seperti presiden dan kepala daerah, maupun menteri.

Ternyata ada perbedaan pendapat publik tentang syarat seorang calon presiden dan menteri menurut publik. Untuk presiden, mayoritas publik lebih mementingkan karisma ketimbang keahlian khusus tertentu, apalagi gelar formal seperti sarjana. Namun untuk menteri, publik lebih menginginkan keahlian khusus tertentu.

Page 46: KEPEMIMPINAN VISIONER

Menurut mayoritas publik, komposisi ideal adalah semuanya dari kalangan ahli/profesional atau lebih banyak ahli/profesionalnya ketimbang kalangan partai politik.

Sumber ideal rekrutmen pemimpin politik menurut publik adalah akademisi, partai politik dan ormas. Yang menjawab militer atau pengusaha relatif sedikit.

(Dikasih Link Hasil Survei PEMIMPIN VISIONER: HARAPAN PUBLIK INDONESIA TERHADAP KEPEMIMPINAN POLITIK dalam bnetuk PDF

Rakyat Rindu Pemimpin VisionerFriday, 29 February 2008 11:15 WIBIbarat pertandingan sepakbola, Sumut sudah kalah sejak peluit pertamadibunyikan. Teknik permainan antartim yang sudah kuno, membuat "pemain"Sumut kalah. Untuk mengejar ketertinggalan, Tim Sumut memerlukanteknik baru agar dapat bermain lebih taktis dan berlari lebih cepat.Teknik baru itu hanya mungkin lahir jika Sumut memilikipelatih/pemimpin yang visioner. Seperti apa pemimpin visioner itu?Bung Hatta dalam majalah Daulat Rakyat, 10 September 1933,menggambarkan syarat seorang pemimpin visioner ini dalam satu kalimatyang lugas: iman yang teguh, watak yang kukuh dan urat saraf yang kuat.WASPADA Online

Oleh Suhari Pane

Ibarat pertandingan sepakbola, Sumut sudah kalah sejak peluit pertama dibunyikan. Teknik permainan antartim yangsudah kuno, membuat "pemain" Sumut kalah. Untuk mengejar ketertinggalan, Tim Sumut memerlukan teknik baru agardapat bermain lebih taktis dan berlari lebih cepat. Teknik baru itu hanya mungkin lahir jika Sumut memilikipelatih/pemimpin yang visioner. Seperti apa pemimpin visioner itu? Bung Hatta dalam majalah Daulat Rakyat, 10September 1933, menggambarkan syarat seorang pemimpin visioner ini dalam satu kalimat yang lugas: iman yangteguh, watak yang kukuh dan urat saraf yang kuat.

Sementara Rhenald Kasali, pakar manajemen Universitas Indonesia , menganalogikan pemimpin visioner seperti mata.Ia bukan sekadar mata yang bergerak secara acak, melainkan harus menjadi mata yang jeli melihat sesuatu yang belumterlihat atau bahkan sama sekali tidak terlihat rakyatnya. Bukan itu saja, ia pun sanggup menyakinkan dan mengajakrakyatnya untuk memperjuangkan pandangan masa depannya itu. Untuk menjadi pemimpin bermata jeli (visionaryleader), seorang pemimpin harus berkarakter, punya kredibilitas, menjadi inspirasi keteladanan dan mampumenumbuhkan harapan.

Page 47: KEPEMIMPINAN VISIONER

Mari kita elaborasi serba sedikit soal ini. Pertama, berkarakter. Pemimpin berkarakter sudah barang tentu bukan sosokkarbitan atau yang hanya mengandalkan pengalaman jabatan, jam terbang politik, dan deretan panjang aktivitaskemasyarakatan, tanpa catatan prestasi yang jelas dalam semua kiprahnya itu. Pemimpin berkarakter adalah pemimpinyang mampu membuat skenario masa depan bagi rakyat dan memperjuangkan skenario itu dengan melakukanperubahan mendasar dalam pemerintahan dan masyarakatnya dengan bertopang pada nilai-nilai masyarakatnya sendiri.

Kedua, kredibilitas. Ini menyangkut komitmen, integritas, kejujuran, konsistensi dan keberanian seorang pemimpin untukbertanggung jawab atas pilihannya. Bukan jenis pemimpin dengan mental tempe, selalu ragu-ragu dan serba lambatmengambil keputusan di antara sekian banyak pilihan yang memang mustahil sempurna. Pemimpin yang kredibilitasnyamumpuni, sejak semula berkuasa siap mempertanggungjawabkan kegagalan tanpa mencari kambing belang. Ia lebihsuka mencari apa yang keliru untuk diperbaiki ketimbang mencari siapa yang patut disalahkan. Kredibilitas jugamengandung pengertian adanya ketenangan batin seorang pemimpin untuk memberikan reaksi yang tepat terutamadalam kedaaan kritis. Selain tentu, saja kredibilitas juga menyangkut aspek kecakapan dan ketrampilan teknismemimpin.

Ketiga, inspirasi keteladanan. Boleh jadi ini aspek kepemimpinan yang terpenting dan sekaligus teramat sulit untuk kitatemukan kini. Banyak pemimpin di negeri ini yang gagal menjadi sumber inspirasi keteladanan. Mereka tidak sanggupberdiri di barisan terdepan dalam memberi teladan dari dirinya dan lingkungan kekuasaannya yang terdekatnya.Pemimpin yang inspiratif, semestinya sanggup secara otentik menunjukkan ketulusan satunya ucapan dengan tindakan,satunya seruan dengan pelaksanaan, satunya tekad dengan perbuatan. Orang Jepang menyebut sikap otentik inidengan istliah "makoto", artinya sungguh-sunggguh, tanpa kepura-puraan. Nurcholis Madjid menyebut pemimpin sepertiini sebagai lambang harapan bersama, sumber kesadaran arah (sense of direction) dan sumber kesadaran tujuan Keempat, menumbuhkan harapan. Kita tahu tingkat kepercayaan rakyat terhadap pemerintah kini begitu rendah.Pemerintah seperti bebek lumpuh yang kehilangan daya. Alih-alih mampu menggugah dan menggerakkan rakyatnya,bahkan niat baik pemerintah pun acapkali disalahpahami oleh rakyatnya sendiri. Pemimpin yang memberi harapanadalah pemimpin mampu menjadikan harapan rakyatnya sebagai roh kepemimpinannya. Tidak sebaliknya, secara egoismenjadikan harapannya seolah-olah sebagai harapan rakyatnya. Dalam Islam ada adagium yang menyangkut soal ini:Kebijakan dan tindakan seorang pemimpin atas rakyat yang dipimpin, haruslah terkait langsung dengan kesejahteraanmereka (Tasharruf al-imam ala ar-rayyah manutun bi al-maslah-ah). Jelaslah sudah, dalam Islam seorang pemimpin

Page 48: KEPEMIMPINAN VISIONER

yang melalaikan kewajibannya menyejahterakan rakyatnya teramat dicela, sebab ia gagal menumbuhkan harapan bagirakyatnya.

Moving the People

Titik sentral perubahan di Sumut ada pada kepemimpinan. Carut-marut keadaan ini kian tidak menentu ujungpangkalnyalantaran daerah ini sedang krisis kepemimpinan. Kita tidak pernah kekurangan penguasa. Buktinya, setiapmusim pemilihan tiba, stok calon penguasa berlimpah adanya. Tetapi kita jelas sedang dihantam paceklik panjangkepemimpinan.

Dalam konteks pemimpin yang visioner, jelas cara pandang mengelola pembangunan harus diubah. Pembangunanharus dimaknai sebagai isu manajemen. Yakni, bagaimana seorang pemimpin melakukan proses value creation yangberkesinambungan. Apa pun alasannya, siapa pun yang memerintah dan apa pun tantangannya, isu utama seorangpemimpin bukan lagi struggle for power, melainkan bagaimana ia mengoptimalkan aset yang ada untuk menciptakankontinuitas kemajuan. Ini penting sekali, agar arah pembangunan dalam skala apapun tidak kehilangan visinya.Pemimpin yang visioner tidak boleh membuat rakyatnya galau, gelisah, lalu bertanya-tanya dengan hati gundah: maudibawa ke mana gerangan kami ini?

Mengapa kita perlu pemimpin yang visioner? Pemimpin yang mengelola pembangunan sebagai proses pembentukannilai yang berkesinambungan, bukan hanya sekadar berkuasa untuk lima tahunan? Sederhana saja jawabannya, tanpasemua itu pemimpin akan gagal mengajak rakyatnya untuk bergerak (moving the people) mengatasi carut-marutkeadaan. Rakyat yang engan diajak bergerak menjemput perubahan adalah pertanda gagalnya kepemimpinan. Di sanatidak muncul pemimpin berkarakter kuat, punya kredibilitas terjaga, sanggup menjadi inspirasi keteladanan dan mampumenumbuhkan harapan.

Dalam carut marut keadaan kita terus bermimpi datangnya pemimpin yang membawa perubahan. Pemimpin yang tidaktidak punya kerendahan hati, seperti Abu Bakar Ash-Siddik yang berkata menjelang pelantikan dirinya sebagai khalifahpertama: "lastu bi khoirikum in roaatumuuni showaaban fanuuni wa in roaitumuuni wijaajan fa qowwimuuni" (Sayabukanlah yang terbaik di antara kalian, maka jika kalian ketahui saya benar, bantulah saya. Dan jika kalian ketahui sayamenyeleweng, luruskan saya).**

Page 49: KEPEMIMPINAN VISIONER

* Penulis adalah Ketua Umum Forum Masyarakat Labuhanbatu (FORMAL)

Waspada Online

Mewujudkan Pemimpin yang Kredibeldan Visioner

Oleh Lurah Dalam

Monolog ini hanya sekedar interpretasi dari fenomena yang sering terjadi, dimana kekuasaan bias bagaikan candu yang dapat menjerat seseorang. Ketika kekuasaan menjadi yang utama dan agung, maka kredibelitas mulai mengalami erosi. Birahi kekuasaan ini telah menjerat banyak pemimpin kedalam kekuasaan otoriter, rejim dictator, kekuasaan tiranik dan pemerintah fasis dan dalam bentuknya yang paling sederhana kita namakan premanisme. Mudah sekali menemukan kisah-kisah tentang para pemimpin dengan unlimited power. “Mereka memimpin untuk berkuasa dan berlkuasa untuk menjadi pemimpin” artinya mereka tidak mau lengser.

Menurut gardner, ada tiga narasi penting yang menekan urgensi Visi Kepemimpinan, yakni “menciptakan pandangan hidup masyarakat, mengangkat orang keluar dari kepicikan dan mengejar tujuan….” Pemaparan ini mengantarkan kita pada intisari kepemimpinan yang unggul, yakni kredibilitas dan visi.

Kredibilitas bersentuhan dengan integritas, autensitas atau nurani pemimpin, sedangkan visi adalah “mata” jati diri seorang pemimpin.

Pemimpin yang kredibel tanpa visi adalah bagai katak di bawah tempurung, tidak pernah bias melihat cakrawala yang membentang dan menembus batas-batas kekinian. Mata nuraninya mungkin jernih, tetapi tidak bias melihat dunia luas, dunia yang akan dating.

Pemimpin yang visioner tetapi tidak kredibel adalah seperti badut di atas pangung sirkus. Opini-opininya bias menembus angkasa, membentang jauh melampaui zamannya, namun nuraninya yang keruh selalu mengekang langkah kakinya. Jangan memburu bayangan, sehinga lepas apa yang sebenarnya hendak ditangkap. Pemimpin yang kredibel tanpa visi hanyalah bayangan kosong, dan pemimpin visioner yang tidak kredibel hanya memberikan bayangan kosong.

Dari berbagai referensi yang ada maka dapat disimpulkan bahwa ada 3 hal yang harus dilakukan seorang pemimpin agar tidak mengalami myopia kepemimpinan.

Page 50: KEPEMIMPINAN VISIONER

1. Pemimpin harus benar-benar menyaari bahwa perannya adalah memimpin manusia dan bukan berkuasa atas manusia.

2. Seorang pemimpin harus belajar bersikap kritis, belajar menilai secara lebih terbuka terhadap opsi-opsi, belajar melakukan komparasi terhadap perubahan-perubahan kepemimpinannya, dan berusaha untuk tidak terjebak ke dalam satu penilaian tunggal.

3. 3. Pemimpin harus bias menyikapi perubahan dan tantangan secara arif dan dewasa. Adakalanya wait and see, terkadang harus bersikap konservasif, tetapi bias juga agresif dan provokatif, selama didukung oleh fakta yang sahih dan opini yang teruji.

Hal-hal yang perlu diperhatikan jika ingin menjadi seorang pemimpin kredibel dan visioner yaitu:

jadilah pemimpin pembelajar jadilah pemimpin visioner

Berupayalah menjadi seorang pemimpin yang membangun kredibilitas melalui Integritas, Otoritas dan Kapasitas. Membangun integritas berarti memperkuat moratlias dan karakter seorang pemimpin. Otokritas, berbasis pada legitimasi formal dan wewenang resmi jabatan. Membangun otoritas berarti memperkuat aspek legal-yuridis. Kapabilitas, berbasis pada kompetensi teknis dan keahlian prefesional. Membangun kompetensi berati memperkuat keahlian teknis professional.

“Jadilah seorang pemimpin yang baik harus banyak meluangkan waktu untuk berfikir dan belajar untuk memperlebar wawasan, mempertepat jarak pandang dan memperkuat daya lihatnya, sehingga ia mampu mengantisipasi peluang dan bahaya yang dibawa oleh perubahan yang dating tiada putus-putusnya”

 Iyo be tu rih, St Palindah.***

Indonesia Perlu Pemimpin Visioner

Jakarta, Kompas - Berbagai persoalan yang menimpa Indonesia selama ini dinilai sebagai akibat lemahnya kepemimpinan bangsa. Indonesia memerlukan pemimpin yang visioner, terutama untuk memobilisasi sumber kekayaan dan potensi untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Hal itu mengemuka dalam diskusi terbatas antartokoh lintas agama yang diadakan oleh Yayasan Visi Anak Bangsa dan Maarif Institute untuk membahas berbagai persoalan kebangsaan di Jakarta, Jumat (16/11).

Pembicara yang hadir, antara lain, mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Ahmad Syafii Ma’arif, ekonom Faisal Basri, Andreas dari Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahathera (Buddha), Luh Ketut Suryani (Hindu), dan Kardinal Julius Darmaatmadja (Katolik).

"Apa persoalan utama bangsa ini, jawabannya adalah pemimpin, pemimpin, dan pemimpin," ungkap Syafii Ma’arif. Ia juga mengingatkan Indonesia belumlah bangsa yang jadi, melainkan masih dalam proses menjadi.

Faisal Basri menyoroti kekayaan negara yang melimpah menjadi tercecer dan bahkan tidak bisa dinikmati rakyat karena ketidakmampuan pemimpin mengoptimalkannya untuk kemakmuran rakyat.

Page 51: KEPEMIMPINAN VISIONER

Ia mencontohkan pengusaha yang diberi lisensi mengelola kekayaan alam oleh negara, seharusnya tidak memperjualbelikannya kepada pihak mana pun. "Pengusaha harus mengembalikan hak kelola kepada negara," ungkapnya.

Masyarakat miskin perlu diberdayakan dan tidak dipinggirkan dalam pembangunan. Pemberdayaan itu, menurut Kardinal, seharusnya tidak dirupakan pemberian uang secara langsung, tetapi antara lain dengan menyediakan lapangan kerja yang mencukupi.

"Selama masih ada orang miskin atau tertekan, jangan pernah membanggakan kemajuan bangsa dan demokratisasi," ungkap Kardinal. (A14)

Kepemimpinan Pendidikan

February 18th, 2009

Kepala Sekolah

Kepala Sekolah berasal dari dua term yang berbeda, yaitu : ‘kepala’ dan ‘sekolah.’ Kata ‘kepala’ dapat diartikan ‘ketua’ atau ‘pemimpin’ dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang ‘sekolah’ adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Sekolah juga dapat diartikan sebagai organisasi yang unik dan komplek. Bersifat komplek karena di dalamnya terdapat berbagai macam dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah sebagai organisasi memiliki ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselengaranya pembudayaan kehidupan umat manusia.

Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat diartikan sebagai “seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran” (Wahjosumidjo, 1999)

Peran dan Fungsi Kepala Sekolah

1. Sebagai pejabat formalPendapat umum mengatakan bahwa kepala sekolah merupakan pejabat formal, sebab pengangkatannya melalui suatu proses, prosedur serta persyaratan-persyaratan tertentu seperti: latar belakang pendidikan, pengalaman, usia, pangkat, dan integritas.

2. Sebagai ManajerSebagai seorang manajer, kepala sekolah memiliki otoritas dalam kegiatan-kegiatan manajemen, seperti : merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan.

3. Sebagai seorang PemimpinSebagai pemimpin, kepala sekolah harus mampu menggerakkan, mengarahkan serta mendorong timbulnya kemauan yang kuat dari para guru, staf dan siswa dalam melaksanakan tugas masing-masing

4. Sebagai pendidikSebagai pendidik, kepala sekolah harus mampu menanamkan dan meningkatkan paling tidak empat macam nilai, yaitu :

Page 52: KEPEMIMPINAN VISIONER

a. mental (hal-hal yang berkaitan dengan sikap batin dan watak manusia)b. moral (hal-hal yang berkaitan dengan ajaran baik buruk mengenai perbuatan atau sikap)c. fisik (hal-hal yang berkaitan dengan kondisi jasmani atau badan, kesehatan dan penampilan manusia secara lahiriah)d. artistic (hal-hal yang berkaitan dengan kepekaan manusia terhadap seni dan keindahan)

5. Sebagai stafKepala sekolah juga berperan sebagai staf karena keberadaanya secara lebih luas, di luar sekolah, ia berada di bawah kepemimpinan pejabat yang lain, yang berperan sebagai atasan kepala sekolah.

Tanggung Jawab Kepala Sekolah

Kepala Sekolah bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan PendidikanKewjibannya selalu mengadakan pembinaan dalam arti pengelolaan, penilaian, bimbingan, pembiyayaan, pengawasan dan pengembangan pendidikan berjalan dengan baik.

1. pengelolaansuatu proses pengadaan, pendayagunaan, dan pengembangan program pengajaran dan segala sumberdaya kependidikan serta hubungan-hubungan kependidikan.

2. penilaiansuatu proses pengukuran untuk memperoleh keterangan tentang proses-proses pembelajaran dan pendidikan dalam rangka pembinaan dan pengembangan serta penentuan akreditasi pendidikan.

3. bimbinganyaitu bantuan yang diberikan dalam rangka mengenal pribadi, lingkungan dan merencanakan masa depan sekolah

4. pembiyayaana. pemberian insentif atau gaji guru, tenaga kependidikan lainnya maupun tenaga administratifb. pembiyaan pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasaranac. pembiyaan penyelenggaraan pendidikan (kurikulum dll)d. biaya perluasan dan pengembangan (penelitaian dll)

5. pengawasanmonitoring penyelenggaraan pendidikan seccara holistik dalam rangka pengembangan, pelayanan dan peningkatan mutu, serta perlindungan sekolah yang bersangkutan.

6. dan pengembangan pendidikanupaya perbaikan, perluasan, pendalaman dan penyesuaian pendidikan melalui peningkatan mutu baik penyelenggaraan pendidikan maupun peralatannya.

Pembinaan itu meliputi:- program pengajaran- sumberdaya manusia- sumberdaya fisik lainnya- hubungan kerjasama antara sekolah dan masyarakat

1. Program pengajaran

Page 53: KEPEMIMPINAN VISIONER

Untuk itu kepala sekolah harus tahu tahap-tahap proses penyelenggaraan dan perbaikanpengajaran guna mendapatkan informasi yang jelas untuk program pembinaan yang akan dilakukannya.

Ada 4 tahap proses pembinaan pengajaran

1. Penilaian sasaran program (dalam fase ini perlu diuji keadaan program pengajaran dengan tuntutan masyarakat maupun semua stakeholder pendidikan;sperti industri dll) dan kebutuhan mereka yang belajar (siswa)

2. Merencanakan perbaikan program (dalam tahap ini perlu dibentuk struktur yang tepat, mengusahakan dan mendapatkan informasi serta mengadakan spesifikasi sumber-sumber yang diperlukan

3. Melaksanakan perubahan program (termasuk memotivasi para guru, pustakawan, staf, laboran, tenaga administratif, membantu program pengajaran dan melibatkan masyarakat

4. Evaluasi perubahan program (dalam fase ini perlu perhatian untuk merencanakan evaluasi dan penggunaan alat ukur yang tepat untuk hasil pengajaran

2. Sumberdaya Manusia

Pembinaan KesiswaanUsaha atau kegiatan memberikan bimbingan, arahan, pemantapan, peningkatan, dan arahan terhadap pola pikir, sikap mental, perilaku serta minat, bakat dan keterampilan para siswa melalui program kurikuler, intra kurikuler maupun ekstra kurikuler

Pembinaan Guru, staf, karyawan, laboran, tenaga administratifTahap-tahapnya :1. identifikasi mereka2. penempatan mereka3. penyesuaian diri mereka4. evaluasi mereka5. perbaikan peran mereka

3. Sumber daya fisik lainnya

Anggaran belanja yang mencakup perencanaan, persiapan, pengelolaan dan evaluasi anggaran sekolah.

Fasilitas pendidikan meliputi perencanaan dan pengadaan gedung dan peralatan serta pemeliharaannya

4. Hubungan kerja sama sekolah dengan masyarakat

Beberapa asumsi penting mengenai humasi. Sekolah adalah bagian dari dinamika kehidupan masyarakat. Siswa sebagai kelompok manusia yang paling penting di sekolah adalah sumber utama bagi orang tua merekaii. Efektifitas sekolah memerlukan kerjasama atau partisipasi aktif masyarakat karena merekalah stakeholder utama pendidikan. Partisipasi itu dapat meliputi input kebutuhan mereka dan penentuan keputusaniii. Sekolah perlu mempergunakan sumber-sumber pendidikan yang ada di masyarakat maupun

Page 54: KEPEMIMPINAN VISIONER

industri guna memperluas program pengajaran, perbaikan mutu dan lainnyaiv. Masalah pendidikan tidak dapat dipisahkan dari kepentingan-kepentiang masyarakat

Bentuk humas sekolahi. Kunjungan keluargaii. Pertemuan dengan ortu siswaiii. Sukarelawan masyarakat yang menaruh perhatian dalam dunia pendidikaniv. Perwakilan masyarakat pada panitaia penasihat atau pertimbangan pendidikan

Beberapa Paradigma Kepemimpinan Sekolah Efektif

Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin ini adalah seseorang yang mendesain pekerjaan beserta mekanismenya, dan  staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian.

Kepemimpinan transaksional lebih difokuskan pada peranannya sebagai manajer karena ia sangat terlibat dalam aspek – aspek prosedural manajerial yang metodologis dan fisik.

Pola hubungan yang dikembangkan kepemimpinan transaksional adalah berdasarkan suatu sistem timbal balik (transaksi) yang sangat menguntungkan (mutual system of reinforcement), yaitu pemimpin memahami kebutuhan dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian atas cara kerja dari para pengikutnya tersebut.

Kepemimpinan Transformasional

Kepemimpinan transformasional tidak saja didasarkan pada kebutuhan akan penghargaan diri, tetapi menumbuhkan kesadaran pada pemimpin untuk berbuat yang terbaik sesuai dengan kajian perkembangan manajemen dan kepemimpinan yang memandang manusia, kinerja, dan pertumbuhan organisasi adalah sisi yang saling berpengaruh.

Pemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki wawasan jauh ke depan dan berupaya memperbaiki dan mengembangkan organisasi bukan untuk saat ini tapi di masa datang. Oleh karena itu, pemimpin transformasional adalah pemimpin yang dapat dikatakan sebagai pemimpin yang visioner.

Pemimpin transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik. Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.

Seorang pemimpin transformasional memandang nilai – nilai organisasi sebagai nilai – nilai luhur yang perlu dirancang dan ditetapkan oleh seluruh staf sehingga para staf mempunyai rasa memiliki dan komitmen dalam pelaksanaannya.

Kepemimpinan Visioner (Visionary Leadership)

Page 55: KEPEMIMPINAN VISIONER

Kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership), yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan. Menjadi agen perubahan yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang memahami prioritas, menjadi pelatih yang profesional, serta dapat membimbing personel lainnya ke arah profesionalisme kerja yang diharapkan.

Kepemimpinan visioner salah satunya ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya.

Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial di antara anggota organisasi.

Sumber :

(Aan Komariah dan Cepi Triatna, 2005)

KEPEMIMPINAN SEKOLAH EFEKTIF

Kepeminpinan adalah fungsi baik dari susunan kepribadian maupun situasional. Dilihat secara fungsional, kepemimpinan itu diasosiasikan dengan perilaku yang memperkuat jaminan kelompok, atau membantu pemaduan dari berbagai unsur suatu kelompok.

Kepemimpinan merupakan aspek pentung dalam sistem sekolah. Kepemimpinan merupakan faktor penggerak organisasi melalui penanganan perubahan dan manajemen yang dilakukannya sehingga keberadaan pemimpin bukan hanya sebagai simbol yang ada atau tidaknya tidak menjadi masalah tetapi keberadaannya memberi dampak positif bagi perkembangan organisasi. Terdapat tiga jenis kepemimpinan yang dipandang representatif bagi penyelenggaraan sekolah efektif, yaitu:

1. Kepemimpinan Transaksional

Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang menekankan pada tugas yang diemban bawahan. Pemimpin adalah seseorang yang men-design pekerjaan besar beserta mekanismenya, dan staf adalah seseorang yang melaksanakan tugas sesuai dengan kemampuan dan keahlian.Kepemimpinan transaksional lebih difokuskan pada peranannya sebagai manajer karena ia sangat terlibat dalam aspek - aspek prosedural manajerialyang metodologis dan fisik. Kepemimpinan transaksional tidak mengembangka pola laissez fair. Pola hubungan yang dikembangkan adalah berdasarkan suatu sistem timbal balik yang sangat menguntungkan, yaitu pemimpin memahami kebutuhan dasar para pengikutnya dan pemimpin menemukan penyelesaian atau cara kerja dari para pengikutnya tersebut.

2. Kepemimpinan Transformasional

Page 56: KEPEMIMPINAN VISIONER

Kepemimpinan transformasional adalah suatu proses yang pada dasarnya “para pemimpin dan pengikut saling menaikan diri ke tingkat moralitas dan motivasiyang lebih tinggi”( Burns, 1978 ).Para pemimpin adalah orang yang sadar akan prinsip perkembangan organisasi  dan kinerja manusia sehingga ia berupaya mengembangkan segi kepemimpinannya secara utuh melalui pemotivasian terhadap staf dan menyerukan cita - cita yang lebih tinggi. Pemimpin transformasional adalah agen perubahan dan bertindak sebagai katalisator, yaitu yang memberi peran mengubah sistem ke arah yang lebih baik.Berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja cepat semaksimal mungkin, selalu tampil sebagai pelopor dan pembawa perubahan.

3. Kepemimpinan Visioner

Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam menciptakan, merumuskan, mengkomunikasikan/mensosialisasikan/mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran - pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial  diantara organisasi dan stakeholder yang diyakini sebagai cita - cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personel. Kepemimpinan visioner salah satunya ditandai dengan kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga dari rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Kepemimpinan visioner akan menunjukkan cir - ciri kepemimpinannya yang berkualitas yaitu:

a. Memiliki integritas pribadi.

b. Memiliki antusiasme terhadap perkembangan lembaga yang dipimpinnya.

c. Mengembangkan kehangatan, budaya dan iklim organisasi.

d. Memiliki ketenangan dalam manajemen organisasi.

e. Tegas dan adil dalam mengambil tindakan/kebijakan kelembagaan.

Visionary leadership melakukan langkah - langkah strategis mentransformasikan berbagai inovasi kepada stakeholder melalui pemberdayaan staf dan menciptakan suatu sistem kepemimpinan demokratis yang memiliki visi organisasi sebagai rumusan yang dimiliki bersama

ISLAM PERLU KEPEMIMPINAN VISIONER

akarta: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengingatkan umat Islam untuk tidak membiarkan diri terisolasi dan menjadi korban dari kekuatan globalisasi dan modernisasi. Untuk itu, perlu kepemimpinan yang visiioner. Presiden SBY mengatakan hal ini dalam sambutannya pada acara The First Conference of International Forum for Islamist Parliamentarian (IFIP) di Hotel Millenium, Jakarta, Jumat (19/1) pagi.

Page 57: KEPEMIMPINAN VISIONER

“Kita tidak boleh membiarkan diri kita tertinggal dalam keraguan dan terisolasi, kita harus berdiri di garis depan dari globalisasi. Kita harus mengikuti umat-umat sebelum kita yang berpikir selangkah lebih maju. Dengan kekuatan satu miliar umat, dengan segala potensi dan kekuatan untuk mendorong globalisasi, untuk melepaskan kekuatan yang membangun, untuk membawa kedamaian dan kemakmuran," kata Presiden SBY.

Presiden mengatakan bahwa kita sudah tertinggal dalam revolusi industri dan transportasi, juga tertinggal dalam revolusi militer modern dengan teknologi dan strategisnya. Begitupun dalam hal teknologi komunikasi dan informasi, kita masih belum menjadi pemain utama. Tapi hal ini tidak boleh menghalangi kita untuk mengambil peran aktif dan memimpin dalam revolusi informasi yang sekarang sedang berjalan. “Kita tidak boleh tertinggal dalam revolusi yang sangat penting ini," SBY menegaskan.

SBY mencontohkan Cina dan India yang telah melakukan transformasi dengan dramatis, dimana mereka saat ini menjadi kekuatan global yang sedang tumbuh. “Dunia Islam juga bisa melakukan hal itu, seperti Cina dan India. Tetapi seperti mereka, itu membutuhkan perencanaan, disiplin, pemerintahaan, keterbukaan, reformasi, dan kerja keras," SBY menambahkan.

“Untuk melakukan itu semua, umat Islam membutuhkan kepemimpinan yang baik dan visionaries. Umat Islam tidak bisa berjalan tanpa arah. Umat Islam membutuhkan panduan dari para pemimpin formal dan informal, yang mengetahui bagaimana dunia bergerak, yang dapat memimpin sejalan, dan melakukan keputusan-keputusan sulit yang dapat membawa pencerahan, kebijaksanaan, dan bimbingan,“ ujar Presiden SBY.

Karena itu, lanjut Presiden, kualitas kepemimpinan dari dunia Islam menjadi sangat kritikal. “Kita akan perlu untuk melihat kepemimpinan di pemerintahan, parlemen, komunitas bisnis, media, LSM, dan komunitas sipil yang luas,“ katanya.

“Terakhir, untuk mewujudkan itu semua, adalah penting bagi umat Islam untuk merangkul dengan konstruktif, pikiran yang terbuka, pandangan yang jauh ke depan, positif, dan perilaku yang kreatif. Umat Islam harus melanjutkan usaha keras untuk sederhana dalam segala hal, toleransi, dan harmonis. Ini adalah tiang-tiang utama untuk perdamaian yang berlangsung lama, kemakmuran, modernisasi, dan demokrasi untuk umat Islam,“ kata Presiden.

Konferensi IFIP yang pertama ini dihadiri oleh seklitar 200 peserta dari 25 negara, dengan tema “Peaceful Reform and Democracy Toward a Better Future”. Presiden hadir dengan didampingi oleh Ketua MPR Hidayat Nurwahid, Ketua DPR Agung Laksono, dan Menteri Agama Maftuh Basyuni. Usai memberikan pidato sambutan, Presiden membuka secara resmi konferensi tersebut dengan memukul gong. (nnf)

Kepemimpinan yang Visioner

Asep Purnama BahtiarKepala Pusat Studi Muhammadiyahi dan Perubahan Sosial Politik - Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)

Fakta sejarah telah menunjukkan bahwa kebudayaan dan peradaban umat manusia telah menempatkan masalah kepemimpinan sebagai sentra yang determinan. Tanpa bermaksud menafikan keberadaan komponen lainnya dalam

Page 58: KEPEMIMPINAN VISIONER

kepemimpinan seperti wadah dan lembaga, sistem dan aturan, serta pengikut dan anggota, sang pemimpin dan kepemimpinan tampaknya menjadi pusat perhatian dan sekaligus sasaran bidik dalam konstelasi social-politik dan budaya suatu masyarakat.

Karena itu tidak heran jika posisi pemimpin selalu menjadi arena perebutan kekuasaan dan kompetisi politik, baik secara legal maupun ilegal. Fenomena ini, sekali lagi, menandakan bahwa sejarah selalu atau lebih sering didominasi oleh sirkulasi elite dan masalah kepemimpinan.

Dalam konteks kepemimpinan nasional, persoalan yang muncul dan dihadapi pemimpin bisa semakin kompleks. Karena itu, sebetulnya tidak gampang untuk menjadi pemimpin yang sadar dengan tanggung jawab moril kepemimpinannya dalam kondisi zaman yang tidak bersahabat. Di tengah-tengah hasrat berkuasa dan ambisi untuk menjadi pemimpin di sebagian elite bangsa ini, sesungguhnya pemimpin dan kepemimpinan seperti apa yang harus diwujudkan di republik ini?

Moralitas Kepemimpinan

Bila dihubungkan dengan kehidupan nasional kita dewasa ini, Indonesia membutuhkan pemimpin yang cerdas, cergas, tegas, dan betul-betul sadar dengan tanggung jawab kepemimpinannya dalam memahami kondisi bangsa serta konsekuen dalam mewujudkan visi dan cita-cita bangsa. Dalam bahasanya Joseph S. Nye Jr. (2008), pemimpin adalah seseorang yang membantu banyak orang (bangsanya-Pen.) untuk menciptakan dan mencapai tujuan yang dibagi. Karena itu, kepemimpinan adalah bukan sekedar siapa Anda, tetapi kepemimpinan adalah apa yang Anda perbuat.

Proposisi itu sangat penting karena secara umum setidaknya ada dua masalah yang menjadi tantangan bagi kepemimpinan nasional. Pertama, ketidakpercayaan publik terhadap elite karena suka merangkul rakyat ketika butuh suaranya dan mengabaikannya lagi tatkala berkuasa. Kedua, potensi konflik di masyarakat yang majemuk yang masih sering mencuat, sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap kebijakan pemimpin yang tidak memihak kepentingan rakyat.

Dalam konteks ini, kepemimpinan yang berkualitas merupakan kunci utama keberhasilan suatu organisasi, kelompok, atau negara dalam praktik implementasi kebijakan sehari-hari menuju cita-cita bersama. Kualitas kepemimpinan yang diharapkan tidak hanya kualitas fisik dan intelektual, tapi juga kualitas rohani. Keseimbangan ketiga aspek tersebut akan membantu seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. (Muladi dan Adi Sujatno, 2008).

Bagi Indonesia, moralitas kepemimpinan nasional yang visioner tersebut tidak bisa menafikan nilai-nilai Pancasila. Aktualisasi moral kepemimpinan ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kini menjadi tambah penting lagi dengan tantangan dan komitmen bersama untuk menerapkan prinsip-prinsip good governance dalam pembangunan nasional. Hal ini penting dan mendesak, karena eksistensi negara-bangsa juga akan dipengaruhi oleh faktor-fator eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya yang dikendalikan oleh negara-negara maju.

Kepemimpinan Visioner

Perihal visi kepemimpinan menjadi urgen untuk disimak kembali, terlebih dalam momentum zaman yang semakin kompleks, karena beberapa pertimbangan sebagai berikut. Pertama, visi perlu lebih ditonjolkan untuk meng-counter kecenderungan politis dan penyalahgunaan kekuasaan yang selalu berorientasi pada rebutan jabatan, tetapi kerap mengabaikan problem riil rakyat dan bangsa. Kedua, visi yang dimiliki dapat memberikan arah dan menentukan tujuan ke mana biduk negara-bangsa ini akan dikayuh oleh sang pemimpin. Ketiga, visi dalam banyak hal juga bisa berperan untuk memberikan pijakan dan platform yang kuat bagi pemimpin untuk merumuskan strategi dan perencanaan program.

Berdasarkan pengertian seperti itu, maka visi bukan sekedar kemampuan seorang pemimpin atau sebuah bangsa untuk melihat secara inderawi dan kasat mata. Tetapi substansi dari visi tersebut terletak pada kualitas sikap mental, mutu kecerdasan, dan kearifan seorang pemimpin serta policy pemerintah dalam memahami lingkungan dengan berbagai problem dan kecenderungannya serta menjadi tanggap, bijak, dan waskita dalam menatap masa depan bangsa. Dengan kata lain, visi bisa dipahami sebagai suatu tilikan (insight) yang bersifat ideal dan sekaligus real, strategis, berkesadaran lingkungan, dan berwawasan ke depan (future oriented), serta berjangka panjang.

Berkaitan dengan pengertian itu pula maka kepemimpinan visioner adalah kepemimpinan yang mampu merumuskan visi yang jelas, rasional, dan berorientasi ke masa depan sehingga sang pemimpin bisa mengantisipasi dan mentransformasikan tuntutan zaman serta mampu mengarahkan bangsanya untuk mencapai tujuan nasional. Dalam kesadaran seperti ini, para pemimpin menginspirasikan visi bersama. Mereka dapat melihat sesuatu melampaui batasan waktu, membayangkan peluang menarik yang masih tersimpan ketika mereka dan para pengikutnya berada dalam jarak yang jauh di belakang. (James M. Kouzes & Barry Z. Kousner, 2002)).

Dalam konteks kepemimpinan nasional di Indonesia yang serbaplural, kepemimpinan vsioner ini sangat penting dan akan menjadi nilai tambah bagi seorang pemimpin. Selain akan membantu dalam perencanaan dan strategi kebijakan, kepemimpinan visioner juga dibutuhkan untuk pengambilan keputusan dalam realitas yang bhinneka-lintas agama, budaya, etnik, kelembagaan, partai politik, dan sebagainya.

Strategi dan orientasi yang membantu terbentuknya visi, pada akhirnya pula akan bersinergi dalam upaya untuk menetapkan misi dan merumuskan kebijakan dan implemetasi program kerja pemerintah yang strategis dan feasible. Dengan kata lain, misi yang diperjuangkan dan program kerja yang ditetapkan pemerintah itu berada dalam bingkai strategi yang matang, orientasi yang jelas dan panduan visi yang jernih. Tanpa ini semua, maka biasanya misi hanya menjadi ambisi dan program kerja akan berupa daftar keinginan belaka yang mengawang-awang.

Dengan kepemimpinan visioner dan strategis, maka sebuah organisasi atau negara-bangsa juga akan terbebas dari-meminjam istilahnya Max Weber dan Alfred Schutz-routinization, yaitu repetisi kebijakan dan pengulangan program aksi yang itu-itu saja, monoton, tidak ada inovasi, dan tidak ada kreativitas. Kesibukan dalam program kerja repetitif dan

Page 59: KEPEMIMPINAN VISIONER

kebijakan yang monoton-termasuk sibuk berebut jabatan--itu akan mengakibatkan kepemimpinan kehabisan energi, dan kemudian mengalami stagnasi atau involusi.

  Dalam memotori sejarah kebangsaan di nusantara, agama Islam dan umat Islam punya saham besar sebagai umat mayoritas, mulai dari Sabang sampai meraoke. Dalam era reformasi, sebagai episode ketiga sejarah bangsa  setelah orla dan orba, agama  muncul sebagai etika kebangsaan. Pada saat yang sama, dalam kehidupan masyarakat Indonesia, umat beragama mengharapkan nilai-nilai agama akan muncul kembali dengan format gerakan baru keagamaan sebagai panduan etika bangsa. Fokusnya mengarah pada pembentukan masyarakat madani ( civil society), dengan gambaran manusia-manusianya dan rakyatnya ber-Tuhan dan beradab, sejahtera, adil dan makmur dalam kemajuan kemanusiaan dan Iptek. Untuk itu, maka suatu kelaziman diperlukan pemimpin yang bermoral, amanah dan visioner.

            Dalam kerangka ini, maka pemimpin agama (ulama) dalam kontek demokrasi Indonesia memiliki daya tawar yang tinggi untuk ikut ambil bagian dalam rangka mengisi kepemimpinan tertinggi negara ataupun sekedar menjadi dewan. Maka kehadiran pemimpin agama semakin meramaikan pesta demokrasi melalui ajang pemilu langsung yang pertama kali di bumi pertiwi ini. Seleksi kepemimpinan melalui ajang pemilu langsung seperti ini semakin meningkatkan daya saing yang sangat kompetitip antara berbagai kalangan nasionalis,agamis, reformis dll.

   Dalam pandangan modern pada hakikatnya pemerintahan dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan iklim yang kondusif bagi setiap anggota masyarakat dalam mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.

   Pemerintahan modern yang demokratis yaitu suatu bentuk pemerintahan yang oleh dari dan untuk rakyat. Artinya, pemerintahan demokratis merupakan suatu pemerintahan yang masyarakatnya memiliki hak dan kesempatan untuk berpartisipasi. Masyarakatlah sesungguhnya yang memiliki otoritas atau kewenangan suatu pemerintahan.

   Mayoritas pemeluk suatu agama dalam suatu daerah bukan jaminan dalam menciptakan iklim kondusif dalam pelaksanaan pembangunan. Maka Pendekatan yang dilakukan perlu menekankan pada hubungan antara manusia dan alam atau hubungan manusia dengan sesamanya, bukan hubungan antara penakluk dan yang ditaklukan atau antara tuan dengan hambanya, tetapi hubungan kebersamaan dalam ketundukan kepada Allah SWT. Kemampuan manusia dalam mengelola bukanlah akibat kekuatan yang dimilikinya, melainkan akibat anugerah Allah SWT.

   Fokus garapan pemerintah  nanti adalah membangun sistem pemerintahan yang amanah dalam kepemimpinan visioner.Membangun pemerintahan yang amanah dengan kepemimpinan visioner dimaksud, diharapkan seluruh aparat pemerintah, lembaga-lembaga sosial, organisasi politik, dan seluruh lapisan masyarakat (stakeholders) dapat berperan serta dalam membangun kotanya dengan dilandasi nilai-nilai religi sesuai perilaku Rasulullah saw. yaitu, siddiq yang artinya jujur atau benar, amanah artinya dapat dipercaya, tabligh, artinya komunikatif, dan fathanah artinya cerdas, berpengetahuan.

Page 60: KEPEMIMPINAN VISIONER

   Oleh karena itu, konsep pembangunan dengan nuansa religi yang diimplementasikan dalam manajemen pemerintahan, diharapkan agar masyarakat dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara merata, dengan mendapat ridha dari Allah SWT. Dengan demikian, tidak ada kelompok masyarakat yang menikmati hasil pembangunan secara berlebihan dan di sisi lain tidak ada suatu kelompok masyarakat yang merasa kekurangan. Dengan kata lain dapat menekan terjadinya kesenjangan sosial dan ekonomi.

            Tentu, pemerintahan yang amanah dengan konsep kepemimpinan visioner diimplementasikan melalui strategi bidang pemerintahan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap tuntutan masyarakat dan taat pada asas pertanggungjawaban publik. Kemudian di bidang ekonomi, membuka peluang untuk mengembangkan dan mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi, serta bidang sosial budaya dengan menciptakan dan memelihara harmonisasi sosial, nilai-nilai budaya yang dapat merespons dinamika kehidupan yang humanistis dan di bidang keagamaan melalui menumbuhkembangkan keyakinan, pelayanan, dan toleransi umat beragama.

            Pemerintahan yang amanah, mengandung makna membawa pemerintahan yang dapat dipercaya  untuk mengatasi krisis multi dimensi yang sedang dihadapi bangsa ini. Kata "amanah" berasal dari bahasa Alquran dan Alhadis, pada tataran implementasi syariah bobot paling besar terletak pada aspek muamalah, yaitu pengaturan tata hubungan manusia dengan manusia, menyangkut kepercayaan atau memercayakan sesuatu kepada yang lain.

            Kemudian, konsep amanah memiliki pengertian setiap hal yang berkaitan dengan masalah tugas dan tanggung jawab atau hak dan kewajiban dapat dirujukkan kepada prinsip amanah sebagai nilai dasarnya. Amanah juga bisa dipakai prinsip kepemimpinan, dalam sejarah Nabi Muhammad saw. antara lain bahwa Rasulullah saw. memiliki empat ciri kepemimpinan sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.

            Makna amanah yang akan menjadi konsep dasar dalam pemerintahan bisa disebutkan sebagai pertanggungjawaban dari seorang pemimimpin. Karena seorang yang diberi amanah (kepercayaan), pada dasarnya orang yang dapat dan mampu mempertanggungjawabkan tindakan atau perbuatannya.

            Dengan demikian, pemerintahan yang amanah adalah pemerintahan yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas masyarakatnya. Pada tataran implementasinya, diharapkan seluruh unsur pemimpin, aparat, lembaga sosial, organisasi politik, dan masyarakat senantiasa dapat mengamalkan nilai-nilai amanah dalam kehidupannya.

            Memimpin bukan hanya mepengaruhi agar orang lain mengikuti apa yang diinginkannya, tetapi bagi seorang Muslim memimpin berarti meberikan arah dan pandangan jauh ke depan (visioner). Kepemimpinan visioner menampilkan diri sebagai teladan sesuai dengan amanah yang diterimanya.

            Kepemimpinan visioner mampu melihat sesuatu di balik yang tampak, seakan-akan memiliki kacamata batin yang mampu melihat gambaran dirinya dan organisasi yang dipimpinnya ke masa depan, penuh dengan daya imajinasi, bertindak atas dasar nilai-nilai

Page 61: KEPEMIMPINAN VISIONER

(value), dan terus membakar semangat dirinya (vitality), mencari informasi lebih banyak tentang orang lain atau stafnya untuk mengetahui nilai-nilai dan norma yang menjadi pegangan mereka. Pemimpin visioner akan memiliki kepribadian (character).

            Membangun citra diri sebagai seorang yang dapat dipercaya (credible), sebagaimana Rasulullah saw. sebelum menerima amanah kerasulan-Nya, terlebih dahulu menempatkan dirinya dalam masyarakat sebagai seorang yang dapat dipercaya (Al-Amin). Tanpa kepercayaan atau credibility, niscaya seseorang tidak akan mampu memainkan perannya sebagai seorang pemimipin yang visioner.

Falsafah kepemimpinan

Doktrin agama mempercayai bahwa eksistensi suatu pemerintah / bangasa  disangga oleh empat level komunitas mayarakat, dimana harus terjalin hubungan yang harmonis dalam rangka menjalankan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya.

1.       Ilmu agama islam (ilmuululama)

Ilmu terbukti memajukan peradaban manusia, memudahkan kehidupan dan menjadi cirri moderenisasi suatu bangsa. Namun kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus diberi ruh kekuatan ilmu agama sebagai kode etik moral agar kemajuan itu tidak lepas dari agama. Maka ilmu agama harus dijadikan motor / penggerak kemajuan bangsa dan menjadi tulang punggung moderenisasi.

2.       Pemimpin yang adil (adlulumara)

Keadilan pemimpin yang dalam hal ini pemerintah adalah kunci kesejahteraan masyarakat. Pemerintah yang diskriminatip dalam menerapkan kebijakan dan keadilan, apalagi menerapkan KKN atau minimal terindikasi melakukan praktek KKN pasti mengakibatkan kesenjangan dengan masyarakat. Masyarakat telah dewasa, sehingga sangat peka dengan prilaku pemerintah yang menindas, mendholimi, mengingkari janji, membodohi dll, sehingga keadilan pemerintah ini perlu dicari melalui format pemilu yang jurdil dan pemimpin dengan karakteristik integritas islam dan berwawasan kebangsaan yang kuat sebagai solusinya.

3.       Hartawan yang dermawan (sakhowatul aghniya)

perlunya jiwa sosialis yang tinggi bagi para hartawan, orang kaya, orang bermodal, dll. Jiwa sosial itu ditunjukkan dengan memberikan perhatian yang tinggi terhadap nasip para rakyat jelata atau kaum miskin. Betapa banyak masyarakta ini yang masih hidup dibawah kemiskinan yang perlu mendapat santunan ataupun prioritas pembangunan sosial ekonominya.

4.       Dukungan masyarakat bawah (du’aul fuqoro)

Page 62: KEPEMIMPINAN VISIONER

hubungan pemeritah dan masyarakat harus menggambarkan mitra keseimbangan. Artinya mayoritas masyarakat yang tergolong masyarakat bawah ( miskin, pinggiran) memberikan dukungan sepenuhnya terhadap program pemerintah.

Menimbang Karakteristik Pemimpin

            Selama ini masyarakat dalam konsep demokrasi memegang otoritas tertinggi sehingga tidak berlebihan muncul ungkapan suara rakyat suara tuhan, kekuasaan rakyat kekuasaan tuhan. Masyarakat dengan criteria ini memiliki sifat dasar diantaranya taat (loyal) dan dinamis. Seorang pengikut  (masyarakat) haruslah patuh kepada pimpinannya. Setelah pemimpin dipilih lewat jalan pemilu maka wajiblah bagi pengikutnya (yang menang dan yang kalah untuk taat kepadanya, kecuali sang pemimpin telah melanggar ketentuan Allah dan membuat kerusakan). Dinami; seorang pengikut haruslah dinamis dan kritis dalam mengikuti kepemimpinan seseorang. Islam tidak mengajarkan suatu ketertundukan buta atau ikut-ikutan.

1. Jujur. Pemimpin haruslah jujur kepada dirinya sendiri dan pengikutnya. Seorang pemimpin yang jujur akan menjadi contoh terbaik (sejalan perkataan dengan perbuatan).

2. Amanah. Seorang pemimpin yang menjadikan otoritas kepemimpinan sebagai amanat maysarakat dan bukan atas kemenangan atau hadiah politik semata, sehingga berusaha menjadikan pemerintahannya dapat diperacaya dan terbukti membawa kemajuan bangsa.

3. Komunikatip. Pemimpin menjunjung tradisi dialogis terhadap masyarakat dan menghindari sikap elitis dengan mengembangkan budaya berkomunikasi dan mendengarkan aspirasi rakyat.

4. Cerdas, secara intelektual dan emosional. Ada pikiran-pikiran brilian untuk modal memerintah dan sekaligus kepekaan rasa dalam menghadapi kebutuhan masyarakat.

5. Kompeten. Seorang pemimpin  haruslah orang yang memiliki kompetensi dalam bidangnya. Orang akan mengikuti seseorang jika ia benar-benar meyakini bahwa orang yang diikutinya benar-benar tahu apa yang sedang diperbuatnya.

6. Inspiratif. Seorang pengikut akan merasakan ‘aman’ jika pemimpinnya membawanya pada rasa nyaman dan menimbulkan rasa optismis seburuk apapun situasi yang sedang dihadapi.

7. Sabar. Seorang pemimpin haruslah sabar dalam menghadapi segala macam persoalan dan keterbatasan dan tidak bertindak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan.

8. Rendah hati. Seorang pemimpin haruslah memiliki sikap rendah hati. Tidak suka menampakkan kelebihannya (riya) dan menjaga agar tidak merendahkan orang lain.

9. Musyawarah. Seorang pemimpin haruslah mencari jalan musyawarah untuk setiap persoalan

Indonesia Butuh Pemimpin Visioner

Jakarta, Kompas - Masyarakat Indonesia mempunyai daya tahan yang luar biasa dalam menghadapi berbagai krisis kebangsaan. Tidak mengherankan jika prediksi para pengamat tentang kemungkinan

Page 63: KEPEMIMPINAN VISIONER

kolapsnya masyarakat dan negara Indonesia beberapa tahun sebelumnya menjadi tidak terbukti. Hanya saja, untuk bisa menjadi bangsa yang besar, maju, dan mempertahankan peradaban, bangsa ini membutuhkan pemimpin yang visioner.

Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (20/8), sebelum berangkat ke Jepang untuk menghadiri pertemuan Association for Communication of Transcultural Studies. Pertemuan yang berlangsung tanggal 21-23 di Zao, Miayagi, Jepang, ini merupakan pertemuan tahunan tokoh dari negara-negara Asia Pasifik.

Indonesia, menurut Din, mempunyai modal sosial dan kultur yang cukup baik. Hanya saja, modal itu sekarang masih tercecer yang disebabkan oleh faktor kepemimpinan. Terutama sejak terjadinya reformasi, pemimpin nasional kita itu tidak memimpin, ujarnya.

Itu sebabnya Din berharap, pemimpin yang dilahirkan dalam proses pemilihan umum langsung sekarang ini betul-betul dapat memberikan arah. Saya kira di sinilah masalah bangsa ini, ujarnya.

Din melihat semangat untuk tetap bersatu masih terlihat jelas di tengah maraknya kasus-kasus konflik. Yang paling mengharukan, aksi sejuta umat untuk solidaritas Irak, misalnya, mendapat tanggapan luas dari berbagai elemen lintas agama, budaya, dan afiliasi politik, ujarnya.

Sebelumnya, kata Din, orang banyak yang pesimistis tentang semen-semen perekat bangsa karena munculnya berbagai konflik vertikal dan horizontal. Bahkan, konflik itu dinilai sangat kejam, seperti peristiwa Ambon, Poso, dan Sambas, ditambah berbagai kasus pemilihan kepala daerah langsung sekarang ini. (MAM)

Pemilu 2009 dan Pelembagaan Proses Kepemimpinan yang Visioner Oleh : KRA Johnny Sitohang Adinegoro

Tahapan pilkada langsung hampir semua selesai di Negara yang kita cintai ini.

Banyak pilkada yang berujung kepada Mahkamah Konstitusi karena ketidakpuasan dengan berbagai dalih dan delik yang muncul. Kesemuanya itu harus kita bingkai dalam dataran positif, yaitu menciptakan masyarakat yang sadar hokum.

Apapun keputusan mahkamah Konstitusi sebagai lembaga tertinggi penyelesaian pilkada di Negara ini wajib kita hormati. Tinggal lagi, bagaimana menjadikan pilkada langsung, pemilu legislative 9 April 2009, pilpres sebagai proses politik dalam mencari pemimpin yang betul – betul punya visi, atau kepemimpinan yang visioner?

Janganlah kita hanya membuang energi hanya mengulangi kesalahan masa lampau. Mari kita ciptakan proses politik yang baik melalui pemilu untuk mencari seorang pemimpin yang betul- betul bisa jadi pemimpin.

Sebagai langkah penataan negeri, kepemimpinan nasional yang tegas dan visioner, harus segera diwujudkan. Maka, masyarakat haruslah mau dan berani memilih para pemimpin yang bisa melakukan perubahan dan perbaikan untuk Indonesia. 

Untuk mengetahui kualitas mereka, pertimbangan track record, kualitas moral, serta visi-misi adalah salah satu tolok ukur utama sebelum menentukan pilihan. Dengan melihat track record-

Page 64: KEPEMIMPINAN VISIONER

nya,masyarakat akan mengetahui bagaimana kehidupan sehari-hari para calon pemimpin itu dan bagaimana pula komitmen yang telah dilakukan untuk pengentasan krisis di Indonesia. Kehidupan sehari-hari para pemimpin, tentu akan menjadi rujukan paling mudah terhadap apa akan lebih cepat dilakukan ketika terpilih nanti. Moralitas para pemimpin pun harus juga harus diteliti.

Harus diakui bahwa masih mengentalnya paradigma kekuasaan sebagai tujuan di kalangan politisi kita itu menjadi sebab terbesar tidak pernah terjadinya perubahan sosial dan politik dalam kehidupan kebangsaan. Penguasa datang silih berganti, pemilu dilakukan setiap kali, serta anggota Dewan dilantik setiap waktu, tapi reformasi politik dan pemberdayaan politik rakyat tidak pernah betul-betul terjadi.

  Pergantian kekuasaan hanya identik dengan pergantian orang dan penyingkiran lawan yang dulu berkuasa. Kekuasaan baru juga hanya menjadi pundi-pundi pengeruk dana partai untuk memakmurkan keluarga dan mengisi kas partai.

Sementara pemberantasan KKN, penegakan hukum, pem baharuan budaya politik dan birokrasi semakin jauh dari agenda kebijakan pengelola negara. Padahal, kekuasaan pada dasarnya adalah jalan untuk melakukan perubahan masyarakat dan meninggalkan tradisi lama yang dahulu dikritiknya. Oleh karenanya, menurut Jakob Oetama (2004), dalam kekuasaan mutlak diciptakan keseimbangan yang baik antara government (pemerintah) dan governance (pemerintahan). Untuk menciptakan governance yang baik, maka government- nya harus juga baik.

Ibaratnya, good governance tidak akan ada tanpa hadirnya clean government. Pada paradigma kekuasaan sebagai jalan untuk menyejahterakan rakyat itu, pemimpin dan kepemimpinan mestinya mampu melahirkan sebuah motivasi baru dalam berbangsa dan bernegara.

Pemimpin yang baik memang bukanlah pemimpin yang hanya bisa memerintah, minta dilayani,serta gemar menggunakan fasilitas negara.  Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa membangkitkan inspirasi dan motivasi bagi rakyatnya guna bersama- sama mencari solusi alternatif mengatasi krisis yang berkepanjangan ini.Oleh karenanya,visi partisipasi dan kebersamaan untuk memberdayakan serta mengayomi rakyat harus juga menjadi dasar utama dalam memilih para pemimpin kita nanti.

Penanganan Krisis

Penanganan krisis di negeri ini harus menjadi agenda utama dari para calon presiden yang akan berlaga memperebutkan suara rakyat Pilpres 2009 nanti. Soalnya, dengan krisis yang sudah akut, terutama krisis politik dan ekonomi, bangsa ini terseok- seok menatap masa depan.  Secara nasional, krisis politik tentu membuat penataan negeri ini menjadi mundur ke belakang. Di mata internasional, krisis politik juga banyak menghadirkan rasa enggan dan kekhawatiran negara lain untuk bekerja sama dengan kita.

Maka, jangan sampai kampanye perubahan yang didengungkan beberapa kandidat presiden 2009 dan ketidaktahanan akan keadaan yang tidak menentu hanya menjadi retorika belaka.

Page 65: KEPEMIMPINAN VISIONER

Krisis ekonomi nasional dan ekonomi global yang sudah terbukti banyak melahirkan keresahan sosial dan tindakan kriminal di mana-mana hendaknya juga dijadikan agenda prioritas oleh para capres. Untuk menuntaskan krisis politik dan ekonomi yang melanda negara ini, akar-akar penyebabnya haruslah segera dikikis habis.

Pemberantasan KKN dan penegakan hukum tanpa pandang bulu adalah agenda utama dari tahapan penyelesaian krisis itu. Maka, proses pengadilan terhadap konglomerat, pejabat, dan mantan pejabat yang terbukti merugikan negara janganlah hanya dijadikan live service atau teater politik untuk menarik simpati rakyat.

Kasus-kasus kejahatan HAM dan politik masa lalu yang cenderung ditutup-tutupi harus juga berani diungkap secepatnya. Oleh karena itu, dalam keadaan dan masa yang tidak menentu seperti sekarang ini, memilih pemimpin yang hanya biasa-biasa saja tentu bukan jalan yang tepat. Memilih pemimpin yang kuat dan sekilas tampak tegas saja juga bukan bentuk penyelesaian yang terbaik.  Pemimpin yang hanya menjadi solidarity maker juga bukanlah pemimpin yang efektif. Apalagi pemimpin yang hanya terkenal sebagai tipe administrator yang berwatak birokratis. Dalam keadaan yang tidak normal ini, pemimpin dengan kualitas primalah yang kita butuhkan.

Maka, kombinasi antara kepemimpinan yang tegas, kuat, visioner, solidarity maker, administratif, dan intelektualis adalah yang mesti kita hadirkan. Visi dan misi para calon pemimpin haruslah dilihat sebagai gambaran akan masa depan bangsa.

Dalam bahasa Ignas Kleden (2003), pemimpin yang visioner adalah orang yang mempunyai desain masa depan Indonesia.  Maka, dia harus memiliki gambaran tentang bagaimana keadaan, nasib, dan bentuk Indonesia ini 10–20 tahun mendatang.Visi ini tentu bukan hanya janji-janji murahan yang gampang diobral dan dijual,tapi sulit dan tidak mungkin diwujudkan. Visi adalah semacam bentuk utopia sosial yang harus diciptakan guna membangkitkan imajinasi dan kerja keras para pengelola negara dan masyarakat untuk mewujudkannya. Maka, sebuah visi pada dasarnya harus bisa diturunkan menjadi program-program aksi, baik dalam jangka pendek, menengah maupun panjang.

Visi kebangsaan dan kerakyatan tentang negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat mesti diturunkan menjadi program berkelanjutan dan strategis. Kita berharap agar para calon Presiden Indonesia 2009 segera menyosialisasikan visinya serta bisa mendapatkan simpati rakyat dan memperoleh dukungan dari partai politik.Tentu agar tercipta banyak alternatif kepemimpinan nasional yang mendatangkan kesejahteraan bagi rakyat banyak. ***

Penulis adalah: Bupati terpilih pada Pilkada Dairi 20

Visionary Leadership

Page 66: KEPEMIMPINAN VISIONER

Pemimpin Senior organisasi harus menetapkan arah organisasi dan menciptakan fokus pada pelanggan, menciptakan tata nilai yang jelas serta nyata dan menciptakan ekspektasi yang tinggi. Arah organisasi, tata nilai dan ekspektasi tersebut harus menyeimbangkan kebutuhan seluruh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder). Pemimpin perlu memastikan penciptaan strategi, sistem dan metode untuk mencapai keunggulan, membangkitkan inovasi dan membina pengetahuan dan kapabilitas, serta memastikan keberlanjutan organisasional. Tata nilai dan strategi harus dapat menjadi tuntunan bagi seluruh aktivitas dan keputusan yang diambil organisasi.

Pemimpin Senior harus mampu menginspirasi dan memotivasi seluruh tenaga kerja serta mendorong seluruh tenaga kerja termasuk relawan untuk berkontribusi, berkembang dan belajar, inovatif, serta kreatif. Pemimpin Senior harus bertanggungjawab kepada badan tata kelola atas tindakan dan kinerjanya. Badan tata kelola pada ujungnya harus bertanggungjawab kepada seluruh stakeholders atas etika, tindakan, dan kinerja organisasi dan para Pemimpin Seniornya. Pemimpin Senior juga harus bertindak sebagai “role models” melalui perilakunya yang etis dan keterlibatan secara pribadi dalam perencanaan, komunikasi, pembimbingan, pengembangan calon-calon Pemimpin masa depan, meninjau kinerja organisasional, dan pengakuan terhadap Tenaga kerja. Sebagai panutan, mereka dapat memperkuat etika, tata nilai, dan ekspektasi sambil membangun kepemimpinan, komitmen dan inisiatif di seluruh organisasi.

Definition of Terms

Visionary Leadership increases efficiency by moving decision-making responsibility to the frontline. Efficiency is achieved with limited supervision. To make frontline responsibility effective, leadership must give workers opportunity to develop quality decision-making skills and learn to trust them. Wal-Mart stores use visionary leadership.

Standard leadership assumes employees to be robots and do as they are told. This is based on man’s natural instinct that only leadership is capable of making quality decisions. This is known as command-and-control leadership. Low efficiency is caused by the disconnect between management and the frontline. Management is busy dealing with problems that affect them while ignoring problems that affect the frontline. Front line problems are only dealt with when they explode into a major problem. K-Mart stores use standard leadership.

Workplace education creates a workforce of quality decision makers. Employees at all levels have the opportunity to discover and develop their unique skills, thereby, inspiring them to become quality decision-makers. The key word is “opportunity.” Not everyone will embrace this opportunity, but the few that do will inspire others with positive attitudes. This can only be achieved with visionary leadership.

Primary Elements

Organization structure controls decision-making responsibility. Visionary leadership allows decision-making responsibility all the way down to the frontline. Standard leadership limits decision making to management.

Page 67: KEPEMIMPINAN VISIONER

Priorities – Organization priorities control leadership style.

When priority is responsibility at the frontline, leadership will seek talent, people he can depend on to complete tasks with limited supervision. The policy will be “do it.” The frontline develops quality decision-making skills that are also found in layers of management.

When the priority is control, leadership will be organized in a way that all decisions must have approval. The policy will be “do not do anything until being told.” Layers of management slow the final decision, while lowering efficiency.

Policies - Leadership style is controlled by workplace policies. Leaders will adapt their style to the organization priorities and its goals.

High efficiency workplaces are based on visionary leadership, where workplace policies authorize decision-making responsibility at the frontline. Limited supervision is needed with worker responsibility.

Standard leadership is based on man’s instinctive desire for control, which is leadership by default. A leader’s changing mood controls policy of the moment and no one knows what the priorities are – mood-changing priorities reduce efficiency. Standard leadership requires a high level of supervision.

Elementary problems - Leadership style controls the level of elementary problems, which controls workplace efficiency. Level of elementary problems is controlled, in part, by learning opportunities and leader’s personal priority.

Decision-making responsibility, at all levels, allows minor problems to be solved by those who are first aware of them. Management can stay focused on problems related to the organization goals. As a bonus, employee motivation is high when they feel what they are doing makes a difference.

A leader’s desire for control prevents minor problems from being solved, because no one can make a decision without approval. Leaders’ priorities are based on high visibility events. As employees adjust work habits to minor problems, they become accepted as normal. The volume of these problems slowly grows and the workforce slowly becomes less efficient. Management blames workers for their lack of ability to get the job done. Assigning blame without responsibility solves nothing.

Learning opportunity - Quality of worker decisions is controlled by workplace learning opportunities.

Learning to make quality decisions is the result of worker responsibility, resulting in the development of personal skills. An experienced workforce prevents elementary problems. Continuous learning opportunity is highly motivating—it controls employee inspiration, skill

Page 68: KEPEMIMPINAN VISIONER

level and quality.

People, who only follow orders, do not have learning opportunity, do not develop personal skills and do not learn quality decision making. A workforce that is indifferent to the needs of the organization increases elementary problems. Workers learn no more than necessary to their job.

Achievers – Everyone wants to be an achiever in and out of the workplace. With workplace ambitions, leadership promotes or kills this desire.

People, who have a burning drive to be an achiever, seek opportunity in organizations that have a reputation of supporting personal ambitions. Their presents inspire coworkers to do the same or simply be proud of their surroundings. Leadership welcomes subordinates more capable than themselves, because their first priority is to get the job done with limited supervision.

Command-and-control leadership drives away visionary achievers. Should they become employed, they will soon quit or be fired. Leaders do not want their status threatened by ambitious subordinates or someone more capable than themselves, because their first priority is control. As a result, the workforce waits for official decisions and waits for things to happen. A high level of supervision in needed to keep things moving.

Natural talent - Leadership style controls the ability to recognize natural talent. No one knows what their true capabilities are until they are given opportunity and responsibility.

Where workers have decision-making responsibility, unique skills and natural talent are soon recognized by coworkers and leadership. An employee may discover talent he did not know he had. With discovery, he can search for ways to develop it. Efficiency increases when natural talent is in harmony with assigned tasks.

Where workers only follow orders—unique skills, natural talent and discovery of capabilities are lost to the company and its employees.

Skill level – The ability and desire to share knowledge with coworkers influences the continuing education level of the workforce, thereby, increasing skill level and the value of their services. Workplace education is dead for people who only follow orders.

Technology – Today’s technology is reducing the time it takes to get jobs done. Workplace education is the only way to stay on technology’s leading edge. Visionary leadership, not standard, is the only way for the organization to be a leader in its field.

Getting the job done – Projects only have value when the job is completed, until then, it is garbage. Competitive value depends on the efficiency of getting the job done, which is based on keeping elementary problems to a minimum. Efficiency is also a byproduct

Page 69: KEPEMIMPINAN VISIONER

of employees’ attitude towards their job. Leadership, opportunity and responsibility influence attitude.

Elements to Consider

Ethical policies – Ethical policies at the organization’s top filter down to the frontline. It is not possible to have unethical policies at the top and enforce ethical policies at the bottom. Leaders’ ethical policies become the mindset of the organization. A person with high ethical standards will not stay long in an organization with low ethical standards, they will quit or be fired. A potential whistle blower becomes a threat, yet, this type of person makes an organization efficient. Success of workplace responsibility requires high ethical policies from top to bottom.

Exception to the rule - The military uses command-and-control leadership, yet the troops are highly skilled, motivated and morale is high. This is opposite the statements stated above. The difference - military organizations are team orientated with continuous training. Troops expanding their skills and experiencing capabilities they never dreamed possible, produces a highly motivated and efficient organization. Learning opportunity and responsibility is the key.

Hiring a visionary leader – Very often, an organization realizes it needs to upgrade its leadership. Management can recognize quality in an applicant, but they do not know how to manage them, should they be hired. The first thing current leadership does is tell new leadership how to manage, using their policies. They are in the habit of giving orders and expect them to do as they say while getting desired results. Current leadership does not want to change, they want the new leader to change subordinates attitudes. Attitudes are reflections of leadership. If leadership wants subordinates to change their attitudes, current leaders must first change their attitudes and develop quality leadership skills. Then they can adapt and benefit from the experiences of visionary leadership.

Self-education – Man has the ability to educate himself without instructors – commonly known as self-education. Employees, of organizations that stay on the leading edge of technology, know how to educate themselves. This is the only way to adapt new technology as it comes on the market. The education system waits for market demand before it is offered in classrooms. Organizations that wait for classroom instruction are on the trailing edge of technology.

Resources - Efficiency is as effective as available resources—tools, supplies, work environment—to complete tasks. Employees will work hard to get jobs done, but they need quality resources to be efficient. Resources influence pride, which affects efficiency.

Self-fulfilling prophecy - If leaders want to control workers, they will lead in such a way that self-fulfilling prophecy will condition workers to do nothing unless closely supervised. If leaders want workers to assume responsibility, they must lead in such a

Page 70: KEPEMIMPINAN VISIONER

way that self-fulfilling prophecy will condition workers to assume responsibility. Employee turnover sorts personalities, attracting people who fit the leader’s image and rejecting those who do not, thus fulfilling the self-fulfilling prophecy.

Social prejudice believes other people are less capable than we are. If we are managers and we think other people are less capable, then we will establish a management policy that reflects that belief. Through employee turnover and self-fulfilling prophecy, our opinion will be proven right.

KEPEMIMPINAN

Pendahuluan.Salah satu alasan berdirinya organisasi mahasiswa atau pemuda adalah sebagai sarana pengembangan kader-kader pemimpin bangsa yang tangguh untuk menyongsong masa depan. Karena itu masalah pemimpin (leader) dan kepemimpinan (leadership) selalu mendapat porsi yang strategis dalam setiap gerak dan dinamika organisasi-organisasi tersebut.Menilik dari catatan sosio-historis perkembangan organisasi mahasiswa/pemuda di Indonesia, setiap fase sejak era kolonialisme, awal kemerdekaan hingga pasca kemerdekaan telah banyak melahirkan kader-kader pemimpin bangsa, terlepas dari pasang surut yang dialami pada setiap fase sebagai respon terhadap perubahan social yang terjadi di masyarakat. Fenomena kepemimpinan secara alamiah memang akan menjadi semakin kompleks kalau dihadapkan pada realitas sosial kehidupan masyarakat yang semakin diwarnai oleh kompetisi dan konflik.Kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang sangat plural dan memiliki tingkat pemilahan sosial (social cleavage) yang tinggi serta relatif masih rendahnya mobilitas sosial menuntut kualifikasi kepemimpinan yang cukup tinggi sebagai syarat bagi seseorang untuk menjadi pemimpin (Gaffar,1990). Mempersiapkan calon pemimpinan bangsa di masa depan (kasus Sekolah Taman Madya Taruna Nusantara) yang mencoba mengkombinasikan konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dan semi militer. Pro dan kontra terhadap efektifitas lembaga semacam ini terus bermunculan. Tetapi secara rasional dalam realitas pola rekruitment kepemimpinan yang relatif tertutup selama beberapa fase akhirnya melahirkan pemimpin yang diragukan kemampuannya dalam pencapaian tujuan.Saat ini bangsa Indonesia masih menyisakan multi krisis yang demikian kompleks. Padahal beberapa negara yang juga mengalami krisis pada beberapa tahun yang lalu telah mampu keluar dari lingkaran. Hal ini tentu saja dikarenakan adanya kebijakan dan kekompakan dari elit politik yang berperan dalam mengambil kebijakan. Sedangkan di Indonesia, krisis tidak kunjung selesai dan bahkan ada kecenderungan meningkat serta mengarah pada disintregasi bangsa yang merupakan imbas betapa tidak mampunya pemimpin kita saat ini. Maka tidak salah jika forum “45 mengidentifikasi bahwa krisis bangsa Indonesia adalah akibat krisis kepemimpinan, baik yang di eksekutif maupun legislatif.Definisi Kepemimpinan.Kepemimpinan menurut Mac Gregor (Gaffar,1990) tidak lain adalah, “Kemampuan untuk memobilisasi dan mengelola sejumlah sumber daya dalam rangka mencapai tujuan yang sudah ditentukan”. George R Terry mendefinisikan kepemimpinan sebagai aktivitas mempengaruhi orang-orang untuk mencapai tujuan kelompok secara suka rela. Dari berbagai definisi tentang

Page 71: KEPEMIMPINAN VISIONER

kepemimpinan yang berkembang saat ini, disepakati bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktifitas seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses kepemimpinan adalah fungsi pemimpin, pengikut dan variable situsional lainnya (Hersey and Blanchard,1986).Definisi tersebut tidak menekankan pada suatu jenis organisasi tertentu. Dalam situasi apapun dimana seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok, maka sedang berlangsung proses kepemimpinan. Dengan demikian, setiap orang melakukan proses kepemimpinan dari waktu ke waktu, apakah aktifitasnya dipusatkan pada dunia usaha, lembaga pendidikan, organisasi, atau keluarga.Apabila di dalamnya disebutkan ada pemimpin dan pengikut, bukan berarti bahwa hubungan hirarkis antara atasan dan bawahan akan menjadi titik tekan dalam pembahasan ini. Setiap saat seseorang berusaha mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang itu adalah pemimpin potensial, dan orang yang dipengaruhi adalah pengikut potensial, tidak jadi soal apakah itu atasan, rekan sejawat, bawahan, kawan maupun sanak keluarga. Pemimpin dalam konteks ini adalah orang yang mampu mempengaruhi orang lain dan yang memiliki otoritas manajerial. Ia dapat ditunjuk atau muncul dari suatu kelompok dan kemampuannya dalam mempengaruhi orang lain.Karena kekuasaan (power) adalah inti dari kepemimpinan, maka sumber-sumber kekuasaan juga menjadi penting. Amitai Etzioni membagi sumber kekuasaan menjadi kekuasaan posisi (position power) dan kuasa pribadi (personal power). Perbedaan ini berkembang dan konsep tentang kekuasaan sebagai kemampuan untuk menimbulkan atau mempengaruhi perilaku (Hersey and Blanchard, 1986). Sumber-sumber kekuasaan dibagi menjadi lima dimensi sebagai berikut:a) Kekuasaan karena kedudukan/jabatan (kekuasaan legitimasi)b) Kekuasaan karena kualitas pribadi yang menimbulkan rasa hormat/segan (kekuasaan pribadi).c) Kekuasaan karena kemampuan memberi atau mencabut anugerah yang bernilai tinggi (kekuasaan berlian).d) Kekuasaan karena kemampuan menjatuhkan hukuman atau menimbulkan keadaan yang tidak disenangi (kekuasaan paksaan).e) Kekuasaan karena kemampuan intelektual/keahlian/ketrampilan atau memiliki sesuatu yang berharga (kekuasaan pengetahuan).Adapun unsur pengikut juga mendapat perhatian dalam kepemimpinan. Secara formal pemimpin dan pengikut dapat dibedakan, namun belum tentu dalam praktek pemimpin formal yang berpengaruh, bisa saja pemimpin informal justru dipengaruhi pengikut. Adapun empat golongan pengikut sebagi berikut:1) Pengikut konstruktif, yaitu pengikut yang patuh kepada pemimpin tetapi kritis dalam memberi saran-saran apabila dirasa perlu untuk pencapaian tujuan.2) Pengikut subversif, yaitu pengikut yang egois, tidak loyal, musuh dalam selimut, dimana kepatuhannya hanya untuk tujuan-tujuan tertentu pribadinya.3) Pengikut rutin, yaitu pengikut yang asal patuh saja, pasif dan tanpa berfikir.4) Pengikut fanatik, yaitu pengikut yang cenderung memuja serta membangun kultus individu terhadap pemimpin.Pendekatan dan Model-Model KepemimpinanJika kita mengamati perilaku kepemimpinan, maka kita dapat membaginya menjadi tiga bagian pendekatan (adair,1994). Yaitu:a. Pendekatan Situasional terhadap KepemimpinanPendekatan ini merupakan pendekatan tradisionalis. Dalam pendekatan ini disebutkan bahwa

Page 72: KEPEMIMPINAN VISIONER

orang dapat tampil menjadi pemimpin dalam sebuah kelompok karena memiliki cirri-ciri tertentu, tetapi tidak memfokuskan pada kemampuan atau potensi kepemimpinan yang dimiliki. Walaupun banyak ditolak oleh kebanyakan ilmuwan karena berdasarkan penelitian melanggar demokrasi, namun tetap disepakati bahwa pemimpin memang memiliki kualitas tertentu yang diharapkan oleh kelompoknya. Sehingga ia sekaligus sebagai cermin kelompoknya.b. Pendekatan KelompokPendekatan ini memandang kepemimpinan menurut fungsi yang memenuhi kebutuhan kelompok, yaitu apa yang harus dilakukan. Di sini terjadi interaksi antara tiga variable penting, yakni: pemimpin yang berkaitan dengan kualitas, kepribadian dan watak, kemudian situasi penunjang, dan berkaitan dengan pengikut dan kebutuhannya.c. Pendekatan fungsional.Pada bagian ini pendekatan mempertimbangkan fungsi-fungsi kepemimpinan sebagai variable yang penting. Misalnya keikutsertaannya dalam pengambilan keputusan, konsistensi dan fleksibilitas (kualitas), level kepemimpinan, dan nilai-nilai yang dianut sebagai indikator kualitas kepemimpinan dan penerapannya.Berbagai pendekatan yang telah diuraikan diatas dapat dikonfirmasi secara teoritik dengan teori perilaku kepemimpinan yang berkembang sampai saat ini, diantaranya:a) Model Fiedler, menyatakan bahwa kelompok-kelompok yang efektif tergantung pada kecoccokan antara gaya interaksi seorang pemimpin dengan anak buah serta sejauh mana situasi memberi kendali dan pengaruh pada pemimpin itu. Menurut model ini, ada tiga factor yang menentukan efektifitas kepemimpinan, yaitu:1. Hubungan Pemimpin-Anggota, yaitu tingkat kepercayaan, keyakinan dan rasa hormat anak buah terhadap pemimpin mereka (baik atau buruk).2. Struktur tugas, sejauh mana formalitas tugas-tugas yang dipandang secara prosedural (tinggi atau rendah).3. Kekuasaan posisi, tingkat pengaruh yang dimiliki pemimpin berdasar kekuasaannya seperti memerintah, memecat, menertibkan, mengangkat dan sebagainya (kuat atau lemah)b) Model Alur Tujuan, Bahwa tingkah laku pimpinan itu dapat diterima bawahan sejauh mereka menganggap sebagai sumber kepuasan, entah langsung atau masa depan. Pada model ini ada empat perilaku pemimpin, yaitu:• Pemimpin yang direktif, membiarkan bawahannya mengetahui apa yang diharapkan dari diri mereka, menjadwal pekerjaan sebagai mana mestinya dilakukan, memberi bimbingan spesifik dalam menyelesaikan tugas.• Pemimpin yang suportif, bersikap bersahabat dan menunjukkan perhatian terhadap kebutuhan bawahan.• Pemimpin yang partisipatif, memberikan kesempatan bawahan dalam memberikan saran dan kritik (berunding) sebelum membuat keputusan.• Pemimpin yang berorientasi prestasi, mematok tujuan-tujuan mendatang dan mengharapkan bawahan bekerja pada tingkat tinggi (maksimal).c) Model Partisipasi Pemimpin, menurut Victor Vroom dan Phillip Yetton model ini menggambarkan hubungan perilaku pemimpin dan pembuat keputusan.Beberapa model kepemimpinan diatas dapat dikelompokkan sebagai bagian dari teori kontingensi. Sedangkan beberapa pandangan kepemimpinan yang lebih dapat diterapkan, meliputi:1. Teori Atribusi Kepemimpinan, dalam konsep ini kepemimpinan sekedar atribut yang dibuat orang mengenai individu dan lain. Misalnya, kecenderungan orang mencirikan pemimpin

Page 73: KEPEMIMPINAN VISIONER

memiliki karakterristik, kecerdasan, keterampilan, dan lain-lain.2. Teori Kepemimpinan Karismatik, pengikut cenderung membuat atribusi-atribusi kepemimpinan yang heroik atau luar biasa. Karakteristiknya meliputi keyakinan, visi, dan ideology. Mengartikulasikan keyakinan kuat terhadap visi, perilaku yang lain dari biasa, penampilan terhadap kepekaan lingkungan.3. Teori Kepemimpinan Visioner, yaitu kemampuan untuk mencandra, menciptakan dan menegaskan suatu visi yang realistis, dapat dipercaya dan menarik menangani masa depan sebuah organisasi yang ada sekarang. Kepemimpinan model ini sekarang ini banyak diperbincangkan sebagai syarat yang harus dimiliki pemimpin organisasi demi menjawab tantangan masa depan. Tiga sifat yang harus dimiliki pemimpin Visioner adalah :(1) emampuan untuk menjelaskan visi kepada oprang lain (komunikator yang baik); (2) Kampuan-kemampuan untuk menafsirkan visi dalam perilaku (mengaktualisaikan); (3) Kemampuan untuk memperluas atau menerapkan visi pada berbagi konteks kepemimpinan.4. Teori Kepemimpinan Transaksional, adalah kepemimpinan yang membimbing dan memotivasi pengikut-pengikut mereka dalam arah tujuan yang sudah ditetapkan dengan cara menjelaskan persyaratan peran dan tugas. Model Fiedler, Alur-tujuan, dan partisipasi pemimpin termasuk dalam tipe ini.5. Teori Kepemimpinan Transformasional, adalah kepemimpinan yang memberikan pertimbangan yang tersendiri, rangsangan intelektual dan memiliki kharisma. Kepemimpinan yang memperhatikan perkembangan masing-masing pengikut dan selalu memandu menuju perbaikan.Kepemimpinan dapat juga diklasifikasikan berdasarkan atas kecenderungan dalam memimpin. Dari kecenderungan dalam memimpin tersebut, kemudian dibagi lima tipe kepemimpinan, yaitu:a) Teori Otokratik, yakni pemimpin yang bersifat egois sehingga parameter yang dipakai dalam mengukur organisasi sangat subyektif. Selain itu, secara metode jenis-jenis perilaku loyalitas bawahan adalah kesetiaan pada dirinya. Dan dominasi peribadi terhadap kebijakan sangat kentara\menonjol.b) Tipe Paternalistik, yakni pemimpin yang dimunculkan karena sifat keteladanan sehingga difigurkan.c) Tipe Kharismatik, yakni kepemimpinan yang dimunculkan oleh seseorang yang diangap memiliki kemampuan yang tidak bisa dimiliki oleh masyrakat biasa dan terkadang orang yang dipimpin tidak mengetahui alasan secara logis mengapa demikian.d) Tipe Laised Faire, yakni pemimpin yang mengangap bahwa organisasi dapat berjalan dengan sendirinya walau tanpa melalui bentuk manajemen yang baik. Dan biasanya tingkat intervensi pemimpin kepada bawahan sangat rendah.e) Tipe Demokratik, yakni kepemimpinan yang menempatkan pemimpin dalam organisasi sebagai seorang koordinator, tetapi juga menempatkan diri sebagi mediator/fasilitator sehingga gerak dan langkah organisasi menggunakan pendekatan holistik dan intregralistik.Kualitas Kepemimpinan.Ukuran kualitas dari kepemimpinan adalah sejauh mana efektifitas seorang manajer menjalankan fungsi-fungsi kepemimpinannya. Efektifitas kepemimpinan itu tidak diukur dari sekedar mencapai keberhasilan tertentu. Faktor keberhasilan kepemimpinan biasanya mengutamakan kuasa posisi dan supervisi yang ketat. Pra syarat yang harus dipunyai dari kepemimpinan yang berkualitas adalah: Kecerdasan, pendidikan, keterampilan, dan daya andal dalam melakukan tanggung jawab, stabilitas emosi, ketegasan, obyektivitas dan kerja sama yang sinergis sebagai kekuatan progresif. Namun yang tidak kalah pentingnya adalah kepribadian yang tersirat dalam

Page 74: KEPEMIMPINAN VISIONER

kepemimpinan karena menyangkut watak dan integritas moral yang dimiliki. Hal tersebut merupakan modal dalam membangun budaya kepercayaan & kredibilitas. Dan keberadaan kepercayaan ini harus didukung oleh:• Integritas : Keterampilan dan kelugasan.• Kompetensi : Keterampilan dan pengetahuan teknis antar pribadi.• Loyalitas : Kesetiaan dan kesediaan melindungi/menyelamatkan.• Keterbukaan : Kesediaan berbagi ide secara bebas dan terbuka.Dari berbagai uraian tentang aspek-aspek kepemimpinan diatas sangat memberikan suatu pelajaran yang penting. Apalagi bila kita lihat situasi dan arah perkembangan masalah kepemimpinan di Indonesia di masa mendatang. Kompleksitas persoalan yang kita hadapi dengan kepemimpinan yang mempunyai visi kedepan sekaligus mempunyai kemampuan transformasi yang progresif sehingga diharapkan terwujud kepemimpinan yang terbuka dan demokratis.

Dr. Yudi Latif, M.A.Memimpin MuhammadiyahSama Terhormatnya Dengan Memimpin Negara

Pergantian kepemimpinan nasional yang dilakukan secara kontinyu melalui pelaksanaan pemilu, belum berbanding lurus dengan pencapaian terhadap kualitas kehidupan berbangsa. Pemimpin boleh saja berganti, akan tetapi nasib 220 juta lebih rakyat yang berpenduduk muslim ini masih saja berada pada taraf kualitas  yang memrihatinkan. Di tengah kondisi yang demikian, para pemimpinya justru sibuk dengan kepentingan individu dan kelompoknya masing-masing. Alam bawah sadar mereka seakan-akan hanya disesaki dengan nafsu kekuasaan.

Padahal, bangsa ke depan membutuhkan Pemimpin yang mampu  berkorban demi kemakmuran rakyatnya, pemimpin yang lebih mengutamakan dan mendahulukan kepentingan rakyat dari pada kepentingan kelompoknya. Pemimpin yang bersikap arif, bijak, prihatin dan mampu memadukan antara aspek rasio dan moralnya dalam membangun bangsa ini. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Bangsa ini betul-betul mengalami Krisis kepemimpinan. Di tengah kondisi yang demikian, lantas bagaimana bagaimana Muhammadiyah menjawab krisis kepemimpinan nasional yang terjadi saat ini ? langkah serta strategi apa yang harus dilakukan oleh Muhammadiyah dalam menyelesaikan persoalan kepemimpinan nasional tersebut? Berikut petikan wawancara Deni al Asy’ari dari SM dengan DR. Yudi Latif, M.A. Direktur eksekutif Reform Institute, kepala Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK-Indonesia).

Apakah krisis kebangsaan kita saat ini memiliki korelasi dengan krisis kepemimpinan nasional ?Menurut saya jelas ada kaitannya, sebab krisis kebangsaan yang kita hadapi saat sekarang ini sangat bersifat krisis multidimensional. Krisis ekonomi, krisis ekologi, krisis tata ruang, krisis keamanaan dan lain-lain. Semua ini tentunya bermula dari krisis managemen atau pengelolaan negara yang berujung pada krisis kepemimpinan. Jadi alam telah memberi kita karunia yang begitu banyak, seandainya kita mampu mengelolanya dengan baik, tentunya akan bisa memberikan aspek yang baik bagi kehidupan masyarakat. Memang selama ini yang diajarkan dalam kurikulum kita selalu menceritakan tentang negeri ini yang memiliki kekayaan yang melimpah, sumber daya dan keanekaragaman budaya yang luar biasa, akan tapi kita tidak pernah

Page 75: KEPEMIMPINAN VISIONER

menekankan akan pentingnya sumber daya kepemimpinan Indonesia. Dimana-mana kita dapatkan alam yang melimpah itu nyatanya tidak membawa berkah, melainkan justru menjadi kutukan. Ini yang kita sebut sebagai “kutukan dari alam”.

Lantas problem apa sebenarnya yang anda lihat terhadap kepemimpinan nasional kita hari ini ?Kepemimpinan saat ini menurut saya tidak menunjukkan adanya watak bangsa kita yang bersifat plural dan beragam. Melainkan yang muncul adalah watak kenegaraan yang sangat bersifat sentralistik. Kalau  model kepemimpinan yang sentralistik ini dibiarkan, maka kecenderungannya akan memunculkan proses personalisasi pada figur-figur tertentu. Bentuk kepemimpinan yang mengarah pada personalisasi ini betul-betul menunjukkan tradisi politik yang bersifat patrimonial. Tradisi politik patrimonial ini biasanya identik dengan “aku” atau dengan penguasanya. Kepemimpinan politik yang seperti ini, terus berlanjut dengan ekpektasi politik hari ini. Salah seorang pemikir Iran pernah mengatakan, bahwa hal yang terburuk dari rezim-rezim otoriter, bukanlah pada aspek seberapa banyak orang-orang yang tersiksa, dan seberapa banyak barang-barang yang dikorup. Akan tetapi, model kepemimpinan yang personalisasi tersebut berbahaya ketika dia mewarisi budaya dari praktik kekuasaan yang seperti itu dan menyebar ke dalam tradisi kepemimpinan. Sehingga walaupun praktek kepemimpinan personalisasi tradisi sudah tidak ada, namun budayanya yang diwarisi tersebut akan masih ada dan menyebar secara terus menerus.

Anda menyebutkan kita membutuhkan kepemimpinan yang visioner dan berkarakter, apa yang dimaksud dengan kepemimpinan yang demikian?Kepemimpinan yang visioner itu adalah kepemimpinan yang berpijak pada tradisi, kemudian visi yang dimiliki tersebut bisa memertimbangkan realitas hari ini, dan visi tersebut memiliki sikap antisipasi yang jauh ke depan. Kalau dikaitkan dengan Indonesia, maka kita harus mempertimbangkan seluruh pemikiran yang diendapkan atau dituangkan oleh para pemimpin bangsa terdahulu. Modal sejarah atau historical capital  ini sangat penting, sebab salah satu yang membuat desain institusi politik termasuk amandamen UUD 1945, karena para perancang institusi politik maupun amandemen UUD tersebut kurang memiliki pemahaman warisan-warisan pengetahuan ke belakang. Misalnya saja, para pemimpin kita yang terdahulu sudah mempertimbangkan sistem perwakilan seperti apa yang cocok untuk merepresentasikan masyarakat yang multikultur seperti Indonesia, dengan kesenjangan pendidikan dan ekonomi yang luar biasa.Namun, karena pemimpin kita sekarang kurang bisa menangkap pesan sejarah tersebut, oleh mereka kemudian sistem representasi dibuat dengan sistem kepartaian, padahal menurut saya sebenarnya tidak bisa mengandalkan sistem partai politik, minimal untuk waktu tertentu, sebab sistem kepartaian tersebut lebih memperjuangkan kepentingan-kepentingan sendiri, tidak pada kepentingan kolektif. Dan sekarang terbukti, kita tidak bisa mengandalkan kerja-kerja partai politik tersebut, karena sifatnya yang sangat pragmatis, memerjuangkan kepentingan sempit kepartaian masing-masing, tidak ada yang menjaga bangunan moralitas publik yang kuat.

Kemudian selain persoalan warisan sejarah, apa lagi yang berkaitan dengan kepemimpinan visioner ini? Kemudian selain itu, visi realitas hari ini seperti apa, pembacaan realitas hari ini sangat penting untuk melakukan investigasi terhadap realitas pembangunan masa depan. Sebab, setelah perang

Page 76: KEPEMIMPINAN VISIONER

dingin selesai, kemudian korporat-korporat bermunculan, dan musuh dalam arti sesungguhnya memang tidak ada, tapi resiko yang harus kita tanggung tiap harinya begitu banyak akibat kemunculan korporat ini, seperti resiko ikan-ikan yang diculik, hasil laut kita yang dicuri dan sebagainya. Jadi ironis, bahwa negara kita yang begitu luas dengan sistem kepulauan yang begitu besar, namun sistem pertahanan kita berbasis daratan.Hal ini menunjukkan jika kita tidak mampu untuk membaca realitas hari ini dengan kondisi yang ada. Makanya, ke depan untuk mengantisipasi semua itu, perlu adanya visi yang mampu membaca dan menjawab persoalan yang ada sekarang dan untuk mengantisipasi berbagai perubahan di masa yang akan datang. Jadi dari keseluruhan ini mengandaikan pada dua hal, pertama, visi yang mengharuskan ke dalam pikiran dan kecerdasan menagkap pesan di belakang dan hari ini serta masa depan, serta visi yang mampu diaktualisasikan ke dalam satu kepemimpinan yang baik. Jadi, besok itu harus ada kepemimpinan yang berbasis visi, dan ini yang kita perlukan.Untuk membangun kepemimpinan yang visioner dan berkarakter tadi, agenda dan strategi apa yang perlu dilakukan?Tentu saja strategi kita untuk mengubah itu adalah strategi tingkat atasnya dengan strategi politik, dan strategi tingkat bawahnya adalah dengan strategi bawahan, yaitu kebudayaan. Karena perubahan reformasi yang ada hanya mengandalkan perubahan-perubahan politik saja. Padahal, reformasi politik itu tidak akan pernah berhasil jika hanya mengandalkan perubahan-perubahan politik. Reformasi politik bagaimanapun harus didukung dengan perubahan pada reformasi kebudayaan.

Kalau begitu perubahan apa yang perlu dilakukan pada tingkat kebudayaan?Pada tingkat kebudayaan kita harus menyadari bagaimana mengembangkan potensi bangsa ini. Karena dimasa depan dalam era pertarungan global, di mana harus ada homogenisasi atau penyeragaman. Dan di tengah homegenisasi tadi justru yang membuat bangsa itu bisa bersaing adalah mereka yang mampu menghadirkan perbedaan di antara penyeragaman itu. Bentuk perbedaan itu di tengah globalisasi, kita harus bisa menguatkan yang lokal-lokal, ini yang disebut dengan glokalisasi. Kemampuan kita untuk think globali berpikir global, sekaligus juga bertindak atas kapasitas-kapasitas lokal ini juga amat penting dilakukan. Sebab, kebudayaan kita ini hanya bisa dikembangkan jika kita bisa memahami perbedaan.Dimensi kedua dari kebudayaan yaitu, aspek-aspek dari segi moralitas. Bagaimana pendidikan akhlak itu dihidupkan kembali, tapi akhlak di sini bukan sekedar dalam bentuk verbal. Pendidikan moral kita selama ini seakan-akan cenderung bersifat verbal, sehingga ketika mereka berada di luar sekolah dan berhadapan dengan berbagai macam realitas, maka langsung bangunan moralitas mereka hancur. Jadi, harus ada pendidikan moralitas secara integral antara aspek verbal dengan aktualisasi di lapangan.

Muhammadiyah memiliki peran yang besar dalam melahirkan kepemimpinan nasional selama ini, lantas apa yang terlupakan oleh Muhammadiyah dalam agendanya?Kalau Muhammadiayah secara umum saya pikir sudah banyak memberikan kontribusi yang sangat beragam, seperti adanya pelayanan sosial dan lembaga pendidikan, bahkan menurut saya Muhammadiyah juga mampu menjadi organisasi yang baik. Hal ini terbentuk karena memang sebagaimana diketahui bahwa, Muhammadiyah pada awalnya dibangun atas inisiatif kemandirian. Akan tetapi, dalam proses pendidikan sering kali sejauh penglihatan saya kekayaan-kekayaan yang dimiliki oleh Muhammadiyah ini, kurang mampu diterjemahkan dalam

Page 77: KEPEMIMPINAN VISIONER

satu kurikulum pembelajaran. Mestinya seluruh kerja amal sosial Muhammadiyah itu, harus mampu ditransformasikan dalam satu kurikulum sistem pembelajaran. Namun yang terjadi justru tidak demikian, pelayanan sosial dengan pendidikannya cenderung berjalan sendiri-sendiri yang tidak masuk dalam satu kurikulum sistem pembelajaran. Akibatnya, orang yang keluar dari pendidikan Muhammadiyah, belum tentu mengamalkan apa yang diajarkan dalam pendidikan Muhammadiyah. Banyak orang yang keluar dari pendidikan Muhammadiyah, namun sama sekali tidak punya nilai-nilai ke-Muhammadiyahan. Itulah persoalan yang mendasar menurut saya yang terlupakan oleh Muhammadiyah.

Apakah Muhammadiyah perlu untuk membawa dirinya pada ruang politik untuk melahirkan kepemimpinan nasional yang visioner dan berkarakter?Politik itu dalam arti luas paling tidak bertujuan untuk membentuk tatanan kehidupan publik yang sehat. Tatanan kehidupan publik yang sehat itu mengandalkan perkembangnya pada tiga pilar yang dominan, pilar pertama itu adalah negara, pilar kedua adalah pasar atau ekonomi, pilar ketiga adalah kekuatan civil society. Kalau ketiga pilar ini bekerja, maka politik untuk menciptakan kehidupan public yang sehat itu bisa terjamin. Dalam konteks ini peran Muhammadiyah, berada pada pilar ketiga, untuk menegakkan kepemimpinan civil society sebagai topangan moral. Jadi, politik Muhammadiyah sebagaimana yang disebut oleh Amien Rais adalah high politic  yaitu sebagai penjaga moral public.

Lantas Bagaimana Jika warga Muhammadiyah Terjun Pada ranah Politik Praktis?Jadi, pandangan di atas  bukan berarti orang Muhammadiyah tidak boleh mengambil peran dalam kepemimpinan Negara atau berpolitik praktis, namun harus dipisahkan dan harus dibedakan antara Muhammadiyah sebagai institusi, dengan warga Muhammadiyah secara individu dalam pilihan politiknya. Sekali lagi, kehormatan memimpin Muhammadiyah itu sama dengan terhormatnya memimpin negara. Misalnya kita lihat di India, antara  figur Mahatma Gandhi dengan Nehru, mana yang lebih kuat? Nyatanya yang kuat itu adalah Gandhi dan dia selalu diingat dalam sejarah. Padahal, Gandhi tidak pernah mau untuk menjadi presiden, begitu juga seharusnya pemimpin Muhammadiyah, kalau memimpin dengan moralitas yang tinggi, maka itu akan menjadi rujukan moral bagi para politisi, dan itu kewibannya jauh lebih tinggi dari pada memimpin Negara.Jangan pernah menganggap bahwa menjadi pemimpin Muhammadiyah itu lebih rendah dari- pada presiden, itu tidak benar. Masing-masing ada wilayahnya. Kalau presiden menjadi pemimpin bagi sektor negara, sedangkan Muhammadiyah menjadi pemimpin pada sektor civil society. Justru dalam Islam itu, para umara itu yang harus datang pada ulama, bukan ulama yang datang kepada umara.(Dn)

KEPEMIMPINAN AGUNG

dak ada paradigma yang menawarkan solusi kepemimpinan yang sempurna untuk semua situasi. Masing-masing memiliki keterbatasan yang membuat setiap paradigma tidak selalu sesuai dengan situasi yang dihadapi. Mungkin, paradigma kepemimpinan situasional dan paradigma kepemimpinan visioner paling cocok untuk kepemimpinan di kantor anda. Struktur, figur, dan kultur masyarakat sangat penting dipertimbangkan dalam memilih paradigma.

Page 78: KEPEMIMPINAN VISIONER

Dengan ketiga hal tersebut, kepemimpinan di masa depan dapat dihipotesiskan â€kepemimpinan yang �agung adalah kepemimpinan situasional dan visioner yang mempertimbangkan secara simultan struktur/sistem, figur dan kultur yang adaâ€. Hal tersebut� disampaikan Prof. Slamet PH, MA, M.Ed., MA, MLHR, Ph.D., Guru Besar UNY saat memberikan materi pada Pelatihan Manajemen Kepemimpinan di UNY, Jumat, (28/12) di Ruang Sidang Rektorat UNY. Pelatihan diikuti pejabat di lingkungan UNY. Dikatakan Slamet, Seorang pemimpin agung selalu menciptakan tantangan, yaitu selisih antara apa yang diharapkan dimasa depan dengan apa yang dicapai saat ini. Tantangan ini digunakan sebagai penggerak untuk memajukan SDM di tempat kerjanya. Selain itu, pemimpin agung selalu menciptakan kesempatan yang konstruktif, kreatif, dan inovatif bagi pengembangan SDM di tempat kerjanya. Dia akan selalu menciptakan kesempatan yang akan membawa pendidikan vokasi sedekat mungkin dengan pencapaian visi dan misinya.Pemimpin selalu membangun SDM dikantornya sebagai sistem dan menggerakkan warganya untuk membangun teamwork yang kompak, cerdas, harmonis, dinamis, lincah, saling terkait seperti layaknya orkestra atau gamelan yang diatur oleh pengendang/dalangnya. Dia juga selalu mendorong bawahannya untuk nyaman mengambil resiko. Menciptakan kondisi yang mendorong bawahannya merasa enak untuk melakukan inovasi, prakarsa, inisiasi, dan eksperimentasi, meskipun hasilnya salah dan diharapkan mereka belajar dari kesalahannya. Tempat kerja merupakan universitas terbaik kedua setelah perguruan tinggi.Prinsip-prinsip tut wuri handayani, ing madyo mangun karso, ing ngarso sung tulodo diterapkan oleh pemimpin agung. Dia memimpin melalui layanan yang baik dari pada melalui jabatan/kekuasaan/posisinya. Dia juga selalu menggunakan informasi yang akurat untuk melakukan perubahan.Pemimpin agung mengarahkan dan membimbing pengikutnya untuk mencapai tujuan jangka panjang melalui penyusunan rencana induk pengembangan sekolah (RIPS) yang digunakan sebagai pemandu bagi penyusunan rencana strategis dan rencana operasionalnya.Dia harus mampu memobilisasi sumberdaya atau aset yang ada di lingkungannya, baik aset intelektuan, moral, finansial, maupun material. Juga menerapkan prinsip-prinsip negosiasi, menang-menang, dan egaliter dengan stakeholders dalam membangun SDM di kantornya.Pemimpin agung selalu menjadikan bawahannya sebagai â€learning pers� on†dan menjadikan tempat �kerjanya sebagai â€learning organization†seraya tujuan tempat kerjanya dicapai� � dengan sukses.(wit)