kecerdasan emosi
DESCRIPTION
hhhjhbjTRANSCRIPT
Kecerdasan Emosi
C. Kecerdasan Emosi
1. Pengertian Kecerdasan Emosi
Memahami dan mengatur emosi diri sendiri membantu kompetensi
social anak, kemampuan mereka untuk akur dengan orang lain. Hal ini
membantu mereka dalam mengatur perilaku dan membicarakan tentang
perasan-perasan mereka (Garner & Power, dalam Papalia, 2001). Anak dapat
membicarakan mengenai perasaan-perasaan mereka dan sering kali dapat
melihat perasaan orang lain, mereka juga memahami bahwa emosi
berkaitan dengan pengalaman dan keinginan (Saarni, dalam Papalia, 2001).
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk menggunakan emosi
secara efektif dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan
dengan orang lain secara positif. Istilah kecerdasan emosional pertama kali
dicetuskan pada tahun 1990 oleh Psikolog Salovery dan John Mayer untuk
menerapkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi
keberhasilan seseorang. Kualitas-kualitas tersebut antara lain empati,
mengungkap dan memahami perasaan orang lain, mengendalikan amarah
diri, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan
memecahkan masalah yang dihadapi atau pribadi, ketekunan,
kesetiakawanan dan sikap hormat (dalam Shapiro, 1997).
Menurut Stanberg & Salovery (dalam Shapiro, 1997) kecerdasan
emosional adalah kemampuan mengenali emosi diri yang merupakan
kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannnya sendiri sewaktu
perasaan atau emosi itu muncul dan ia mampu mengenali emosinya sendiri
apabila ia memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan mereka yang
sesungguhnya dan kemudian mengambil keputusan-keputusan secara
mantap. Salovey dan Mayer (dalam Melandy dan Aziza ; 2006)
mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan untuk mengenali
perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran,
memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara
mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan intelektual.
Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat
menetap, dapat berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan
terutama orang tua pada masa kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam
pembentukan kecerdasan emosional.
Selanjutnya, menurut Cooper dan Sawaf (1999) kecerdasan emosi
adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan
daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koreksi dan
pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut penilikan perasaan
untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta
menanggapinya dengan tepat, menerapkan secara efektif energi emosi
dalam kehidupan sehari-hari. Dimana kecerdasan emosi juga merupakan
kemampuan untuk menggunakan emosi secara efektif untuk mencapai
tujuan untuk membangun produktif dan meraih keberhasilan. (Setyawan,
2005)
Patton (2002) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kekuatan dibalik singasana kemampuan intelektual. Shapiro (1997)
berpendapat bahwa kecerdasan emosional tidak begitu dipengaruhi oleh
faktor keturunan sehingga membuka kesempatan bagi orang tua untuk
mendidik lebih besar meraih keberhasilan. Selanjutnya Dameria (dalam
Shapiro, 1997) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan untuk mengenali, mengekspresikan, mengolah emosi baik
emosi dirinya sendiri maupun emosi orang lain dengan tindakan konstruktif
yang mempromosikan kerjasama sebagai tim yang mengacu pada
produktifitas dan bukan pada konflik. Reuven Bar-On (dalam Stein dan Book,
2002) mengemukakan bahwa kecerdasan emosi adalah serangkaian
kemampuan, kompetensi, dan kecakapan kognitif yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk dapat berhasil mengatasi tuntutan dan
tekanan lingkungan. Kecerdasan emosi juga ditandai oleh kemampuan
dalam membina hubungan dengan orang lain.
Menurut Davies dkk dalam Casmini (2007:17) menjelaskan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan
emosi dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi dengan
lainnya, dan menggunakan emosi tersebut untuk menuntun proses berfikir
serta perilaku seseorang. Kemampuan ini merupakan kemampuan yang unik
yang terdapat dalam diri seseorang, sehingga hal ini merupakan suatu yang
amat penting dalam kemampuan psikologis seseorang.
Menurut Wibowo (dalam Melandy dan Aziza ; 2006) kecerdasan
emosional adalah kecerdasan untuk menggunakan emosi sesuai dengan
keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga memberikan
dampak yang positif. Sedangkan menurut Goleman (dalam Melandy dan
Aziza ; 2006) kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,
memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi
sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi.
Goleman mendefinisikan bahwa kecerdasan emosi adalah suatu kemampuan
seseorang yang didalamnya terdiri dari berbagai kemampuan untuk dapat
memotivasi diri sendiri, bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan
impulsive needs atau dorongan hati, tidak melebih-lebihkan kesenangan
maupun kesusahan, mampu mengatur reactive needs, menjaga agar bebas
stress, tidak melumpuhkan kemampuan berfikir dan kemampuan untuk
berempati pada orang lain, serta adanya prinsip berusaha sambil berdoa.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosi merupakan kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif
menerapkan daya dan kepekaan emosi, kemampuan mengenali emosi diri
dalam mengenali perasaan, dan untuk menggunakan emosi secara efektif
dalam mengelola diri sendiri dan mempengaruhi hubungan dengan orang
lain secara positif.
2. Ciri-ciri Individu dengan Kecerdasan Emosi Tinggi dan Rendah
Steven Hein (Goleman, 2002) membedakan individu dengan
kecerdasan emosional tinggi dan rendah. Ia juga mengkarakteristikkan orang
yang memiliki Emotional Intelligence tinggi dan rendah atas ciri yang khas,
yaitu :
a. Ciri-ciri individu dengan tingkat Emotional Intelligence yang tinggi :
1) Mampu untuk melabelkan perasaannya daripada melabelkan perasaan
orang lain ataupun situasi.
2) Mampu membedakan mana yang pikiran dan mana yang merupakan rasa.
3) Bertanggung jawab terhadap rasa.
4) Menggunakan rasa mereka untuk membantu dalam membuat suatu
keputusan.
5) Respek terhadap apa yang dirasakan oleh orang lain.
6) Berupaya untuk memperoleh nilai-nilai positif dari emosi yang negatif.
7) Tidak bertindak otoriter, menggurui ataupun memerintah.
b. Ciri-ciri individu dengan tingkat Emotional Intelligence yang rendah :
1) Tidak berani bertanggung jawab terhadap rasa yang dimiliki, tetapi lebih
menyalahkan orang lain terhadap hal yang terjadi pada dirinya.
2) Cenderung menyerang, menyalahkan, dan menilai orang lain.
3) Merasa tidak nyaman berada disekitar orang lain dan kurang memiliki
rasa empati.
4) Cenderung kaku, kurang fleksibel, cenderung menyatakan tidak ada
pilihan lain.
5) Pesimistis dan cenderung menganggap dirinya ini adil.
6) Sering merasa kurang dihargai, kecewa, hambar atau merasa jadi korban.
Uraian di atas menunjukkan bahwa adanya perbedaan tingkat
emotional intelligence dalam diri seseorang. Masing-masing individu
mempunyai emotional intelligence yang berbeda-beda, ada yang memiliki
tingkat emotional intelligence yang tinggi dan tingkat emotional intelligence
yang rendah. Individu tertentu menunjukkan perbedaan emotional
intelligence dengan sikap mereka dalam masalah yang mereka hadapi.
3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosi
Kecerdasan Emosi dapat diukur dari beberapa aspek-aspek. Goleman
(2001) mengemukakan lima kecakapan dasar dalam kecerdasan Emosi,
yaitu:
a. Kesadaran diri (Self-Awareness) : yaitu mengetahui apa yang kita rasakan
pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan
keputusan sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri
dan kepercayaan diri yang kuat.
b. Pengaturan diri (Self-Regulation) : yaitu menangani emosi kita sedemikian
rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap
kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu
sasaran, mampu segera pulih kembali dari tekanan emosi.
c. Motivasi (Motivation) : yaitu menggunakan hasrat kita yang paling dalam
untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu kita
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif, serta untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi.
d. Empati (Emphaty) : yaitu merasakan yang dirasakan orang lain, mampu
memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
e. Keterampilan Sosial (Social Skill) : yaitu menangani emosi dengan baik
ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi
dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan
– keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan
menyelesaikan perselisihan, serta untuk bekerja sama dalam tim.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai aspek-
aspek kecerdasan emosi yaitu adanya kesadaran diri (Self-Awareness),
pengaturan diri (Self-Regulation), motivasi (Motivation), empati (Emphaty),
dan keterampilan Sosial (Social Skill).