hubungan kecerdasan emosional dan gangguan ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. konsep...

25
Tinjauan Pustaka HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN GANGGUAN JIWA LELY SETYAWATI KURNIAWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

Upload: others

Post on 07-Aug-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

Tinjauan Pustaka

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL

DAN GANGGUAN JIWA

LELY SETYAWATI KURNIAWAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

Page 2: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

1

Daftar Isi

Daftar Isi ii

Bab I Pendahuluan 1

Bab II Kecerdasan Emosional 4

2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional 4

2.2. Hal-hal yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional 5

Bab III Gangguan Jiwa 7

3.1. Pengertian Gangguan Jiwa 7

3.2. Penyebab Gangguan Jiwa 8

3.3. Berbagai Jenis Gangguan Jiwa 10

Bab IV Hubungan Gangguan Jiwa dan Kecerdasan Emosional 14

Bab V Kesimpulan 22

Daftar Pustaka 23

Page 3: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

2

Bab I

Pendahuluan

Kecerdasan intelektual atau yang biasa dikenal dengan IQ (Intelligence

Quotient) adalah istilah umum yang digunakan untuk menjelaskan sifat pikiran yang

mencakup sejumlah kemampuan, seperti kemampuan menalar, merencanakan,

memecahkan masalah, berpikir abstrak, memahami gagasan, menggunakan bahasa,

dan belajar. Kecerdasan intelektual erat kaitannya dengan kemampuan kognitif yang

dimiliki oleh individu.

Kecerdasan intelektual seseorang juga sering dihubungkan dengan

kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupan. Jika seseorang memiliki

kecerdasan atau intelektual yang tinggi maka ia juga akan dianggap memiliki

peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih tinggi. Nyatanya, banyak kasus dimana

seseorang yang memiliki kecerdasan yang lebih tinggi tidaklah lebih sukses daripada

orang yang memiliki kecerdasan intelektual yang lebih rendah. Dengan demikian

disimpulkan bahwa IQ tidak menjamin keberhasilan dan kebahagiaan kehidupan

seseorang.

Intelligence Quotient merupakan istilah dari pengelompokan kecerdasan

manusia yang pertama kali diperkenalkan oleh Alferd Binet, ahli psikologi dari

Perancis pada awal abad ke-20. IQ dianggap takkan berubah sampai seseorang

dewasa, baik dikembangkan ataupun mengalami penurunan, kecuali bila terdapat

kemunduran fungsi otak seperti proses penuaan, penyakit dan kecelakaan.

Sedangkan manusia terus dituntut untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan-

perubahan yang ia alami dalam setiap masa di kehidupannya.

Page 4: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

3

Sebuah teori kecerdasan lainnya, yaitu kecerdasan emosi (Emotional

Quotient), yang ditemukan oleh seorang profesor dari Universitas Harvad, Daniel

Goleman, menunjukkan bahwa ternyata kemampuan seseorang dalam mengelola

emosinya dapat mendukung kemampuan mereka dalam melakukan adaptasi dan

menuntunnya meraih kesuksesan. Kecerdasan ini dapat terus dikembangkan seumur

hidup melalui pembelajaran dan pengalaman, menggunakan 4 kemampuan utama

yaitu: pengamatan, penggunaan, pemahaman, dan managemen emosi.

Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) didefinisikan sebagai

sekumpulan kemampuan dalam mengkonsepkan sesuatu, penilaian, ekspresi,

managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi

awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide Social Intelligence and

Gardner’s dalam teori intelegensi ganda (contohnya intelegensi intrapersonal dan

interpersonal). Pembahasan tentang Kecerdasan Emosional (KE) telah banyak

dibahas dalam berbagai literatur. Pada tahun 1990, Salovey dan Mayer melakukan

penelitian yang berfokus pada kemampuan emosional. Sampai saat ini masih

terdapat kontroversi metode yang paling tepat untuk mengukur Kecerdasan Emosi

(Masoumeh, et al. 2014).

Daniel Goleman menyebutkan bahwa, kecerdasan emosional menyangkut

banyak aspek penting, yaitu: empati (memahami orang lain secara mendalam),

kemampuan untuk mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan

amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, memecahkan masalah antar

pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat kepada orang

lain. Seluruh aspek tersebut mendukung keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan

diri terhadap kehidupan, mencapai kebahagiaan, serta memiliki jiwa yang sehat atau

dengan kata lain tidak terganggu.

Page 5: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

4

Sampai hari ini istilah ‘gangguan jiwa’ ini masih menjadi stigma yang besar

di masyarakat. Berbagai jenis gangguan jiwa serta penggolongannya dapat dilihat

dari DSM-V dan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-3

(PPDGJ – III) yang merupakan terjemahan dari ICD-X. Gangguan jiwa yang terjadi

pada seseorang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Selain faktor biologis dan

genetik, gangguan jiwa juga erat kaitannya dengan stresor yang dialaminya (berasal

dari lingkungan) dan respon psikologis seseorang dalam menghadapi stresor

tersebut.

Kemampuan seseorang dalam memunculkan respon psikologis tersebut tentu

akan dipengaruhi oleh kemampuannya dalam mengelola emosi dalam dirinya. Untuk

melihat keterkaitan antara KE dengan gangguan jiwa yang dialami oleh seseorang,

maka tulisan ini akan membahasnya lebih lanjut. Sampai sejauh mana KE

berpengaruh terhadap gangguan jiwa tersebut, dapatkah dideteksi lebih awal

sehingga tidak membawa dampak buruk dalam kehidupan seseorang. Apakah

gangguan jiwa akan menurunkan KE atau sebaliknya KE rendah mempermudah

gangguan jiwa?

Page 6: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

5

Bab II

Kecerdasan Emosional

2.1. Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman kecerdasan emosional (Emotional Quotient) adalah

sekumpulan kemampuan emosi yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan

diri, daya tahan dalam menghadapi suatu masalah, kemampuan mengendalikan

impuls, memotivasi diri, mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan

membina hubungan dengan orang lain (Goleman, 2000).

Peran kecerdasan emosional dalam pencapaian prestasi lebih besar dari peran

IQ yang hanya berpengaruh sekitar dua puluh persen saja. Meskipun demikian IQ

yang tinggi memudahkan seseeorang untuk belajar dan memahami berbagai ilmu. IQ

normal berkisar 90 - 110, di atas itu digolongkan sebagai superior dan genius.

PPDGJ-III khusus membahas gangguan kecerdasan yang memiliki IQ kurang dari

70 atau yang disebut sebagai Retardasi Mental, dikelompokkan sebagai Retardasi

Mental ringan, sedang, berat dan sangat berat (Goleman, 2000; PPDGJ-III).

Kecerdasan emosional (KE) memegang peranan yang penting dalam banyak

aspek kehidupan. Kecerdasan emosional juga memiliki efek pada kualitas hubungan

antara manusia. Orang dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan lebih mudah

sukses karena mereka lebih mengetahui cara untuk mengenali emosi, mengaturnya,

dan mengintegrasikan pada kehidupan. Hal ini akan menimbulkan empati,

pengontrolan diri, kewaspadaan diri, manajemen stres, optimisme, dan hubungan

interpersonal yang baik. KE juga berkaitan dengan produktivitas seseorang dalam

bekerja, bekerjasama dalam tim dan menjadi pemimpin yang baik, serta memiliki

hubungan yang baik dengan teman, keluarga dan pasangan (Masoumeh, et al. 2014).

Page 7: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

6

Goleman juga mengatakan bahwa orang yang mampu mengenali gejolak

emosinya akan lebih jernih melihat kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan

diri, dengan demikian dia akan lebih terarah mengambil langkah-langkah untuk

memecahkan masalah yang sedang dihadapi (Goleman, 2000). Oleh karena itu EQ

mengajarkan bagaimana manusia bersikap terhadap dirinya (intra personal), seperti

self awamess (percaya diri), self motivation (memotivasi diri), self regulation

(mengatur diri), dan terhadap orang lain (interpersonal) seperti empathy,

kemampuan memahami orang lain dan social skill yang memungkinkan setiap orang

dapat mengelola konflik dengan orang lain secara baik.

2.2. Hal - hal yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional

Menurut Goleman terdapat dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan

emosional, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan

faktor yang timbul dari dalam diri individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak

emosional seseorang. Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks,

sistem limbik, lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional.

Faktor eksternal, merupakan faktor yang datang dari luar individu dan

mempengaruhi atau mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat

secara perorangan, secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau

sebaliknya, juga dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya

media massa baik cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa

satelit.

Goleman (2000), juga menyatakan bahwa kecerdasan emosi dapat

dipengaruhi oleh proses pembelajaran individu terhadap lingkungannya, yaitu:

Page 8: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

7

a. Lingkungan keluarga. Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam

mempelajari emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena orang tua

adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang

pada akhirnya akan menjadi bagian dari kepribadian anak. Kehidupan emosi

yang dipupuk dalam keluarga sangat berguna bagi anak kelak di kemudian

hari, sebagai contoh: melatih kebiasaan hidup disiplin dan bertanggung jawab,

kemampuan berempati, kepedulian, dan sebagainya. Hal ini akan menjadikan

anak menjadi lebih mudah untuk menangani dan menenangkan diri dalam

menghadapi permasalahan.

b. Lingkungan non keluarga. Dalam hal ini adalah lingkungan masyarakat dan

lingkungan penduduk. Kecerdasan emosi ini berkembang sejalan dengan

perkembangan fisik dan mental anak. Pengembangan kecerdasan emosi dapat

ditingkatkan melalui berbagai macam bentuk pelatihan diantaranya adalah

pelatihan asertivitas, empati dan masih banyak lagi bentuk pelatihan yang

lainnya.

Page 9: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

8

Bab III

Gangguan Jiwa

3. 1. Pengertian Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa atau mental illness adalah kesulitan yang harus dihadapi oleh

seseorang karena hubungannya dengan orang lain, kesulitan karena persepsinya

tentang kehidupan dan sikapnya terhadap dirinya sendiri. Gangguan jiwa adalah

gangguan dalam cara berpikir (cognitive), kemauan (volition), emosi (affective),

tindakan (psychomotor) (Yosep, 2007).

Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2000) adalah suatu perubahan pada

fungsi jiwa yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang

menimbulkan penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam melaksanakan

peran sosial. Secara lebih rinci, gangguan jiwa bisa dimaknai sebagai suatu kondisi

medis dimana terdapat gejala atau terjadinya gangguan patofisiologis yang

menganggu kehidupan sosial, akademis dan pekerjaan.

Masalah kesehatan jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang sangat penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh

dari seluruh jajaran lintas sektor Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah,

serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

penyakit jiwa di Tanah Air masih cukup besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional

yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6%

untuk usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi

gangguan jiwa berat, seperti schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau

sekitar 400.000 orang.

Page 10: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

9

3.2. Penyebab Gangguan Jiwa

Sampai hari ini para ahli meyakini bahwa gangguan jiwa disebabkan oleh

berbagai macam faktor, mulai dari faktor genetik, biologi, berbagai stressor

psikologis dan permasalahan lingkungan sosial masyarakat. Upaya untuk mengenali

dan menganalisa faktor penyebab merupakan suatu langkah penting dalam

psikoterapi. Hal ini akan menentukan pemilihan prosedur terapi yang akan diambil

dalam penanganan gangguan jiwa.

Faktor genetik juga ikut berpengaruh dalam terjadinya gangguan jiwa,

meskipun faktor genetik ini hanya menyumbang sekitar 10 - 20%. Hal ini terbukti

pada anak yang memiliki orang tua dan atau sanak keluarga dengan gangguan jiwa.

Selain itu, studi anak kembar baik monozygote maupun dizygote juga dapat

membuktikan peranan faktor genetik terjadinya gangguan jiwa. Beberapa gangguan

jiwa seperti Skizofrenia dan Bipolar dapat terjadi dapat terjadi pada kedua anak

kembar meskipun mereka tinggal terpisah (Saddock, 2007).

Studi tentang infant-psychiatry juga mengungkap hasil ternyata janin yang

ada di dalam kandungan sudah dapat mengalami berbagai permasalahan jiwa, yang

seringkali dimulai dari gangguan perkembangan otak. Hal ini tentu saja dapat

menimbulkan gangguan jiwa kelak di kemudian hari.

Selain faktor genetik, gangguan jiwa dapat disebabkan oleh beberapa

masalah dalam kehidupan atau lingkungan sehari – hari, atau yang disebut sebagai

stresor psikososial. Seperti misalnya permasalahan ekonomi, tekanan mental, sosial

dan budaya dalam suatu masyarakat tertentu.

Aksi bullying yang dialami sejak masa kanak-kanak sampai mereka yang telah

dewasa ternyata merupakan faktor risiko terjadinya gangguan jiwa. Kritikan, kata-

kata kasar dan caci-maki yang diucapkan oleh orang-orang dekat di sekeliling

Page 11: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

10

korban akan membuat konsep dirinya terganggu, harga diri dan egonya terluka,

sehingga membuatnya sulit bergaul dan semakin sulit lagi diterima oleh

lingkungannya. Tanpa terduga mereka bisa saja melakukan tindakan kriminal yang

ekstrim terhadap seseorang yang sering membully dirinya.

Berbagai penyakit kronis yang diderita seseorang juga dapat menjadi faktor

risiko terjadinya gangguan kejiwaan. Misalnya mereka yang menderita stroke,

diabetes, gangguan ginjal, jantung, kanker dan sebagainya, selain berbagai jenis

narkotika dan napza yang akhir-akhir ini merenggut banyak korban.

Dalam Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) – III

terdapat diagnosis Gangguan Mental dan Perilaku akibat penggunaan zat (F10),

yang dirinci satu persatu jenis zatnya. Seringkali gangguan jiwa tersebut tidak

hilang, dan justru menjadi gangguan yang permanen meskipun penggunaan zat nya

telah dihentikan. Hal ini memunculkan pertanyaan benarkah zat tersebut yang

menyebabkan gangguan jiwa, ataukah sebenarnya sudah ada gangguan jiwa dalam

diri seseorang sampai akhirnya mereka memutuskan untuk mencari dan

mengkonsumsi berbagai macam zat berbahaya tersebut (PPDGJ-III, 2004).

Teori pendukung untuk menerangkan hubungan antara zat dan gangguan

jiwa diungkapkan oleh beberapa penelitian dekade terakhir, misalnya tentang

Biochemical Factors, yang mengungkap Dopamine Hypothesis, Serotonin,

Norepinephrine, Acetylcholine, GABA, nicotine dan berbagai neurotranmiter

lainnya. Formulasi hipotesis dopamine menyatakan bahwa skizofrenia disebabkan

oleh aktivitas dopamin yang terlalu tinggi. Observasi yang dilakukan adalah tentang

efikasi dan potensi dari banyak obat anti-psikotik yang ternyata berhubungan dengan

reseptor antagonis dopamine (DRAs) yang bekerja sebagai antagonis reseptor

Page 12: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

11

Dopamin tipe 2 (D2). Selain itu terbukti bahwa cocain dan amphetamine memiliki

efek mirip psikotik (psychotomimetic) (Sadock, 2007).

3.3. Berbagai Jenis Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa bervariasi dari mulai gangguan ringan sampai yang berat,

mulai dari gangguan kepribadian, gangguan cemas, berbagai gangguan neurosis,

depresi dan psikosis akut sampai yang paling kronis Skizofrenia. Gangguan

kepribadian borderline didefinisikan sebagai pola pervasif dari ketidakstabilan

emosi, suasana hati dan hubungan interpersonal, dengan komorbiditas antara

gangguan kepribadian tipe ini dan gangguan depresi.

Bentuk gangguan yang cukup sering terjadi tetapi dipandang remeh oleh

masyarakat adalah gangguan cemas. Gangguan ini sering dianggap identik sebagai

sebuah kelemahan diri seseorang, serta kurangnya rasa percaya diri. Gangguan

cemas dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan variasi gejala, seperti insomnia,

fobia, cemas perpisahan, cemas menyeluruh, panik dan somatisasi. Istilah

‘psikosomatis’ yang cukup sering diucapkan oleh banyak orang, merupakan sebuah

keadaan dimana seseorang menderita berbagai macam keluhan sakit pada tubuhnya,

sementara pemeriksaan oleh dokter menunjukkan tak satupun organ tubuhnya

terganggu.

Goleman menulis dalam bukunya bahwa kecemasan akan melumpuhkan

nalar seseorang. Dalam pekerjaan yang rumit, banyak menuntut pikiran, dan penuh

tekanan, bila seseorang menderita kecemasan kronis yang parah, hampir dapat

diramalkan bahwa pada akhirnya dia akan gagal, baik dalam pendidikan atau dalam

pekerjaannya di lapangan. Orang yang cemas lebih mudah gagal sekalipun memiliki

Page 13: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

12

skor tinggi dalam tes-tes kecerdasan, sebagaimana ditemukan dalam sebuah studi

terhadap 1790 peserta pengendali lalu-lintas udara (Goleman, 2000).

Penelitian pada remaja di Iran yang dilakukan oleh Masoumeh

menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi dan agresi secara signifikan berhubungan

negatif. Itu berarti remaja dengan faktor agresi yang tinggi akan menunjukkan

kecerdasan emosi yang kurang. Variable agresi dan kecerdasan emosi juga memiliki

hubungan negatif yang signifikan, hal ini menyatakan bahwa apabila kecerdasan

emosional menurun, maka agresi akan meningkat. Dengan demikian terbukti bahwa

terdapat hubungan yang signifikan secara statistik antara agresi dan kecerdasan

emosi (Masoumeh, et al. 2014).

Sebaliknya orang dengan KE yang rendah ternyata memiliki moral yang

buruk pula. Remaja dengan agresi umumnya mengalami gangguan seperti depresi

(Roland, 2002), cemas (Salmon, 1998), menyendiri (Crick dan Ladd, 1993) dan

keinginan untuk bunuh diri (Roland, 2002). Penelitian dari Liau tahun 2003 dan

Parker dkk tahun 2008 mengindikasikan masalah kepribadian pada remaja

berhubungan dengan kecerdasan emosi yang rendah (Harris dan Ogbonna, 2002).

PPDGJ-III secara khusus membahas gangguan kecerdasan sebagai salah satu

gangguan jiwa, yaitu apabila mereka memiliki IQ kurang dari 70 atau yang disebut

sebagai Retardasi Mental. IQ normal berkisar 90 - 110, di atas itu digolongkan

sebagai superior dan genius. Retardasi Mental dikelompokkan sebagai Retardasi

Mental ringan jika IQ 50-69, Retardasi Mental sedang dengan IQ 40-49, , Retardasi

Mental berat dengan IQ 30-39 dan , Retardasi Mental sangat berat dimana IQ kurang

dari 30.

Gangguan depresi didapati sekitar 10% dari populasi masyarakat, dengan

dominasi terbanyak pada wanita, jumlahnya dua kali lebih banyak dibandingkan

Page 14: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

13

pria. Gangguan ini dimasukkan dalam kelompok gangguan mood. Selain depresi,

masyarakat juga mulai mengenal gangguan Bipolar, dimana pasien secara

berfluktuatif memiliki mood yang berubah-ubah antara manik dan depresi.

Masyarakat awam sering menyebutnya sebagai kepribadian ganda. Survei terakhir

yang dilakukan untuk mendata gangguan jiwa non-psikotik di seluruh wilayah

Indonesia dapat dilihat pada Riskesdas 2013, dimana gangguan jiwa non-psikotik

terbanyak terdapat di wilayah Jawa Barat.

Skizofrenia memiliki ciri khas gangguan pada proses berpikir seseorang.

Penderita Skizofrenia memiliki bentuk pikir yang non realistis, dengan arus pikir

yang terganggu dari mulai membisu, perlambatan sampai yang sangat cepat

(logorrhea) serta isi pikir yang penuh dengan ide-ide aneh sampai pada taraf waham.

Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit

yang luas, serta sejumlah akibat yang signifikan. Pada umumnya ditandai dengan

penyimpangan yang fundamental dan karakterisitik dari pikiran, persepsi, afek yang

tidak wajar, dengan kemampuan intelektual yang tetap terpelihara, meskipun bisa

saja terjadi hendaya kognitif di kemudian hari.

Gangguan Kepribadian merupakan gangguan jiwa tersendiri yang disoroti

oleh para ahli. Saat seseorang hanya memiliki kecenderungan atau trait tertentu,

mereka akan dikelompokkan ke dalam suatu ciri kepribadian, tetapi jika ciri-ciri

yang mereka miliki tersebut mulai menimbulkan berbagai ketidak-nyamanan atau

gangguan terhadap diri sendiri dan orang lain, maka mereka dikelompokkan sebagai

orang dengan gangguan kepribadian. Salah satu ciri kepribadian yang sering

menimbulkan masalah di masyarakat adalah gangguan kepribadian disosial (= Anti

Sosial = Psikopatik). Mereka dengan gangguan disosial akan memperlihatkan

beberapa simptoms seperti: bersikap tidak peduli dengan perasaan orang lain,

Page 15: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

14

memiliki sikap yang sangat tidak bertanggung-jawab, tidak peduli dengan norma,

peraturan dan kewajiban sosial, tidak mampu memelihara suatu hubungan baik,

toleransi terhadap frustasi dan ambang kemarahan sangat rendah, sehingga mudah

menjadi agresif dan melakukan tindak kekerasan; cenderung menyalahkan orang

lain atau menawarkan rasionalisasi yang dianggap masuk akal.

Gangguan kepribadian borderline (GKB), atau sering disebut sebagai

Gangguan kepribadian didefinisikan sebagai pola pervasif dari ketidakstabilan

emosi, suasana hati dan hubungan interpersonal. GKB ini sering memiliki

komorbiditas dengan gangguan depresi. Pada Gangguan Kepribadian Ambang tipe

Impulsif seseorang memiliki pola hubungan inter-personal yang tidak stabil ataupun

berlebihan, terdapat perilaku yang impulsif (langsung bertindak tanpa

mempedulikan konsekuensinya), memiliki mood atau suasana perasaan yang tidak

stabil dan sulit untuk mengendalikan diri termasuk mengontrol kemarahan

(Jahangard, et al. 2012).

Page 16: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

15

Bab IV

Hubungan Gangguan Jiwa dan Kecerdasan Emosional

Hubungan antara gangguan jiwa dan kecerdasan emosional seseorang saat ini

mulai banyak diteliti. Penelitian Fazel dan kawan-kawan menunjukkan bahwa

Gangguan Bipolar erat kaitannya dengan tindak kekerasan. Dari 314 pasien dengan

Gangguan Bipolar 8,4% dari mereka melakukan tindak kejahatan, jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan 1312 orang kontrol sebagai pembanding, hanya 3,5% saja

yang menjadi pelaku kejahatan. Systematic-review pada 8 studi sebelumnya dengan

heterogenitas yang tinggi antar penelitian tersebut memperlihatkan odds ratio

anatara 2 sampai 9 kali lebih besar (Fazel et al, 2010).

Pada gangguan kepribadian narsisistik terungkap bahwa konsekuensi dari

narsisisme ternyata cukup banyak, seperti perilaku agresi, self enhancement, distorsi

kognitif, terganggunya hubungan interpersonal dan berbagai perilaku internalisasi

ataupun eksternalisasi yang maladaptive (Miller et al, 2010). Sebuah kunci

kompetensi untuk keberhasilan pengelolaan hubungan interpersonal adalah

kecerdasan emosional (KE). Mengingat rendahnya KE pada pasien yang menderita

Gangguan kepribadian borderline (GKB), peneliti Jahangard berupaya untuk melatih

kecerdasan emosional pada pasien dengan GKB dan gangguan depresi. Tujuannya

untuk menyelidiki efek KE dan depresi (Jahangard, et al. 2012).

Sebanyak 30 pasien rawat inap dengan GKB dan GD (53% perempuan; usia

rata-rata 24,20 tahun) turut ambil bagian dalam studi ini. Pasien ditentukan secara

acak baik untuk kelompok pengobatan ataupun kelompok kontrol. Pre- dan post-

testing yang dilakukan 4 minggu kemudian, melibatkan penilaian ahli tentang

gangguan depresi dan kecerdasan emosional yang dilaporkan oleh pasien sendiri.

Page 17: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

16

Kelompok perlakuan mendapatkan 12 sesi pelatihan yang termasuk dalam

komponen kecerdasan emosional. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, KE

meningkat signifikan pada kelompok perlakuan dari waktu ke waktu. Gejala depresi

menurun signifikan dari waktu ke waktu pada kedua kelompok, meskipun

peningkatan lebih besar dalam kelompok perlakuan daripada kelompok kontrol.

Untuk pasien rawat inap yang menderita GKB dan GD, melatih KE secara

teratur dapat berhasil dilaksanakan dan mengarah ke perbaikan baik dalam KE dan

depresi. Hasil penelitian menunjukkan adanya efek tambahan dari pelatihan KE

tidak hanya pada perbaikan KE namun juga menurunkan GD (Jahangard, et al.

2012).

Untuk menjelaskan etiologi GKB, banyak penelitian telah menekankan

adanya peran yang berbahaya dan merugikan seperti penganiayaan traumatis saat

masa kanak-kanak (baik itu secara emosional, fisik, dan seksual), penelantaran,

pemisahan dan kehilangan (Sadock, 2007; Fitzmaurice et al., 2011).

Prognosis untuk pengobatan biasanya tidak menentu karena ketidakstabilan

pasien yang sifatnya kronis dan masalah yang sudah berlangsung lama. Pengobatan

biasanya mempertimbangkan untuk menggunakan terapi biologis dan psikologis,

dimana berbagai perawatan psikoterapi dan psikososial tampaknya lebih bermanfaat

daripada pilihan farmakologis (Fitzmaurice et al., 2011). Secara umum, intervensi

psikoterapi fokus pada mengubah emosi, pikiran dan perilaku pasien, dan terdapat

banyak bukti bahwa psikoterapi yang diterapkan secara intensif dapat menyebabkan

perilaku yang baik dan perubahan neurobiologis (Grawe, 2004; Schiepek, 2010).

Secara spesifik, untuk pasien yang menderita GKB, tujuan utama psikoterapi adalah

untuk memperkuat harga diri pasien (Jacob, 2010), termasuk sikap dan interaksi

sosial pasien.

Page 18: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

17

Faktor kunci untuk kesehatan fisik dan psikologis terlihat dari pengalaman

interaksi sosial yang baik disertai dengan persepsi yang memadai, regulasi dan

ekspresi emosi seseorang (Salovey, 2005), yang juga disebut sebagai kecerdasan

emosional (KE). Salovey mendefinisikan KE sebagai kemampuan seseorang untuk

mengidentifikasi, mengenali, memahami dan mengatur emosi dan menggunakannya

dalam kehidupan. Lebih spesifik lagi, Salovey menjelaskan KE sebagai jenis

kecerdasan yang meliputi persepsi yang dimiliki seseorang dan emosi orang lain,

perbedaan antara mereka dan menggunakan informasi ini untuk membimbing

pikiran dan perilaku (Salovey, 2005).

Kecerdasan emosional dapat diukur, fleksibel, mudah beradaptasi dan sangat

rentan terhadap adanya peningkatan, dan dapat mempengaruhi gangguan mental

lainnya (Salovey, 2005; Schutte, 2001; Schutte, 2002; Trull, 1997). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa KE berkorelasi positif baik dengan kepuasan hidup maupun

dengan memiliki berbagai macam hubungan sosial, sementara itu KE berkorelasi

negatif dengan tekanan psikologis dan depresi (Zarean et al., 2007).

Yang paling penting, penelitian telah menunjukkan bahwa pertama, KE

adalah keterampilan yang dapat dipelajari, dan kedua, bahwa pelatihan komponen

KE dapat meningkatkan kesehatan mental (Schutte, 2007; Jain & Sinha, 2005).

Misalnya, Ciarrochi et al. menekankan peran kecerdasan emosional dalam

penyesuaian psikologis dalam beberapa bentuk salah satunya KE dapat

mengimunisasi seseorang dari stres dan menyebabkan penyesuaian yang lebih baik;

misalnya, kemampuan untuk mengendalikan emosi berkorelasi positif dengan

kecenderungan untuk mempertahankan suasana hati yang positif dan menghindari

depresi (Ciarrochi, 2001). Selain itu, Hallahan dan Moos telah melaporkan korelasi

yang baik antara KE, fleksibilitas mental dan berkurangnya gejala depresi (Hallahan

Page 19: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

18

& Moos, 1991). Selain itu, Zarean et al. menemukan korelasi positif dan signifikan

antara KE dan kesehatan umum dan juga gaya seseorang dalam memecahkan suatu

masalah (Zarean et al., 2007).

Untuk pasien yang menderita GKB, Kaplan telah mengklaim bahwa

psikoterapi yang intensif dan pelatihan keterampilan menyeluruh dalam KE dapat

secara baik mempengaruhi hasil. Hal tersebut merupakan terapi yang efektif dari

perilaku impulsif dan melukai diri sendiri (Sadock, 2007). Dalam nada yang sama,

Bar-on mencatat bahwa pasien dengan GKB mengalami kesulitan mengatasi emosi

seperti kecemasan dan kemarahan, dan cenderung memperlihatkan perilaku bunuh

diri dan impulsive (Bar-on, 2000). Selain itu, ada bukti yang menganggap bahwa

orang yang menderita GKB menunjukkan kesulitan dalam memahami keadaan

mental diri sendiri dan orang lain yang disebut juga sebagai kesulitan dalam

mentalization (Fonagy & Bateman, 2006). Djzobek et al. menunjukkan bahwa

pasien yang menderita GKB menunjukkan defisit baik dalam menyimpulkan

keadaan mental orang lain dan menyelaraskan emosinya dengan orang lain. Selain

itu, pasien dengan GKB tampaknya memiliki kemampuan yang kurang dalam

mengkoordinasikan emosi positif dan negatif dan cenderung memiliki reaksi yang

lebih parah terhadap emosi negatif, dibandingkan dengan kontrol yang sehat

(Djzobek et al., 2001; Petrides et al., 2004). Selain itu, jika dibandingkan dengan

kontrol yang sehat, pasien dengan GKB memiliki kesulitan baik dalam mengartikan

dan menterjemahkan emosi mereka dan menyesuaikan keadaan emosional mereka

untuk konteks psikososial saat ini (Beblo et al., 2010; Bohus et al., 2004). Dyck et

al. menunjukkan bahwa dibandingkan dengan kontrol sehat, pasien yang menderita

GKB memiliki kesulitan dalam mendiskriminasi ekspresi emosi negatif dan netral

secara cepat dan langsung. Namun, sebaliknya, Fertuck et al. menunjukkan bahwa

Page 20: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

19

dibandingkan dengan kontrol yang sehat, pasien yang menderita GKB menunjukkan

peningkatan skor dalam mendeteksi emosi dalam ekspresi wajah (Fertuck et al.,

2009). Di samping itu, Preissler et al., menunjukkan bahwa pasien menderita GKB,

dalam mendeteksi emosi dalam ekspresi wajah (gambar), memiliki skor setinggi

yang orang normal lakukan, sedangkan, pada pasien GKB kinerjanya menurun

sebagai fungsi kompleksitas konteks (film) dan saat yang bersamaan dapat

menimbulkan gangguan kejiwaan lebih lanjut dan riwayat trauma seksual (Preissler

et al., 2010). Terakhir, Domes et al. mengemukakan, dibandingkan dengan kontrol

yang sehat, pada pasien yang menderita GKB, peningkatan ketegangan emosional

dapat mengganggu proses kognitif seseorang dalam mengenali emosi wajah, yang

mungkin menyebabkan pola bias tertentu dalam pengenalan emosi yang berubah

(Domes et al., 2009).

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa pasien yang menderita GKB

memiliki kesulitan yang berhubungan dengan kecerdasan emosional. Di sisi lain,

ada juga bukti bahwa kecerdasan emosi dan kompetensi sosial adalah keterampilan

yang dapat dipelajari dengan bantuan intervensi psikoterapi kognitif-perilaku.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memastikan efektivitas dari pelatihan dalam

komponen-komponen KE seperti kemampuan interpersonal, kemampuan

memecahkan masalah, gaya mengatasi stres untuk pasien rawat inap dengan

gangguan kepribadian borderline (GKB) dan gangguan depresi (GD), dibandingkan

dengan pasien rawat inap yang tidak menerima intervensi psikoterapi. Kami percaya

bahwa pasien yang menderita GKB dan GD bisa membaik secara signifikan setelah

diberikan pengobatan dalam waktu yang singkat.

Sebanyak 37 pasien rawat inap di Farshchian Psychiatric Center of Hamadan

(Iran) diberikan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan antara April

Page 21: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

20

2008 dan September 2009. Dari jumlah tersebut, semua memenuhi kriteria inklusi

seperti yang diuraikan di bawah, dan semua setuju untuk berpartisipasi di penelitian,

tujuh orang (18.9%) dikeluarkan tanpa penjelasan lebih lanjut. Oleh karena itu, total

30 pasien rawat inap yang menderita baik GKB dan GD ikut ambil bagian dalam

studi ini.

Tiga puluh pasien rawat inap secara acak dipilih untuk masuk ke grup

perlakuan atau grup kontrol. Tabel I menampilkan data demografi daripada sampel.

Pengobatan terdiri dari 12 sesi yang mengajarkan kecerdasan emosional dalam

sebuah grup selama empat minggu berturut-turut, dengan setidaknya tiga sesi per

minggu, masing-masing berlangsung minimal 45 menit. Pada awal dan akhir dari 4

minggu pelatihan, kecerdasan emosional dan gejala depresi dinilai dengan

menggunakan alat yang diuraikan di bawah ini.

Sarana penilaian yang dipakai adalah Hamilton Depression Rating Scale

(HDRS) dan Emotional Quotient Inventory (EQ-I). Hamilton Depression Rating

Scale adalah skala untuk menilai pasien dengan gangguan depresi. Skala ini terdiri

dari 21 item, dan jawaban yang diberikan dengan menggunakan 3 – 5 point skala

Likert. Semakin tinggi skor, semakin tinggi gejala depresi, dengan kategori : jika

skor ≤7 mencerminkan tidak ada gangguan depresi, skor 8-14 mencerminkan

gangguan depresi moderat, dan skor ≥ 15 mencerminkan gangguan depresi berat.

Penilaian kecerdasan emosional menggunakan Emotional Quotient Inventory

(EQ-I) dimana terdiri dari 133 pernyataan. Responden diminta untuk menunjukkan

sejauh mana pernyataan tersebut menggambarkan diri mereka. Jawaban yang

diberikan menggunakan skala 5-point dengan poin 1 = tidak benar/tidak

menggambarkan diri mereka dan point 5 = menggambarkan diri mereka; semakin

tinggi skor, semakin tinggi kecerdasan emosional secara keseluruhan (termasuk

Page 22: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

21

dimensi kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kemampuan adaptasi,

manajemen stres, dan suasana hati; Cronbach’s alpha untuk skala keseluruhan =

0.91).

Intervensi Psikoterapi diberikan kepada kelompok perlakuan. Intervensi

psikoterapi ini diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan emosional. Isi daripada

edukasi yang diberikan didasarkan pada beberapa komponen seperti kesadaran

emosional diri, meningkatkan keterampilan komunikasi dan keterampilan

interpersonal, kemampuan untuk mengatasi kesulitan, keterampilan dan kemampuan

memecahkan masalah.

Tabel 2. Hasil kecerdasan emosional (KE) dan gangguan depresi (GD) dari waktu ke

waktu pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Secara keseluruhan skor untuk kecerdasan emosional meningkat dari waktu

ke waktu pada kedua grup. Tidak ada perbedaan hasil yang signifikan antara

kelompok perlakuan dan kontrol, namun jika dilihat dari hasil time by group

interaction mencerminkan adanya peningkatan yang lebih besar dalam kecerdasan

Page 23: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

22

emosional pada grup perlakuan dari waktu ke waktu dibandingkan pada kelompok

control.

Gejala depresi secara signifikan menurun dari waktu ke waktu. Tidak ada

perbedaan hasil yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kontrol, namun jika

dilihat dari hasil time by group interaction menunjukkan berkurangnya gejala

depresi yang lebih banyak pada grup perlakuan dibandingkan pada kelompok

kontrol (Gambar 2).

Gambar 1. Skor peningkatan kecerdasan emosional yang signifikan dari waktu ke

waktu pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.

Gambar 2. Gejala depresi yang menurun dari waktu ke waktu pada kelompok

perlakuan dan kelompok kontrol.

Page 24: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

23

Bab V

Kesimpulan

Penemuan yang penting dari penelitian ini adalah pelatihan kecerdasan

emosional dapat memperbaiki kecerdasan emosional dan gejala depresi pada pasien

rawat inap dengan gangguan kepribadian borderline dan depresi setelah selama 4

minggu diberikan intervensi psikoterapi yang sifatnya intensif dibandingkan pasien

rawat inap yang tidak diberikan intervensi psikoterapi. Selain itu, intervensi

psikoterapi intensif menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap gejala

depresi, mengindikasikan bahwa intervensi yang awalnya ditargetkan pada

kecerdasan emosional juga memiliki efek bermanfaat pada gejala depresi.

Pelatihan kecerdasan emosional dapat memperbaiki kecerdasan emosional

dan gejala depresi pada pasien rawat inap dengan gangguan kepribadian borderline

dan depresi setelah selama 4 minggu diberikan intervensi psikoterapi yang intens

dibandingkan pasien rawat inap yang tidak diberikan intervensi psikoterapi. Selain

itu, intervensi psikoterapi intensif menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap

gejala depresi, mengindikasikan bahwa intervensi yang awalnya ditargetkan pada

kecerdasan emosional juga memiliki efek bermanfaat pada gejala depresi.

Page 25: HUBUNGAN KECERDASAN EMOSIONAL dan GANGGUAN ......managemen emosi, serta pemanfaatan emosi. Konsep umum dari kecerdasan emosi awalnya ditemukan oleh Thorndike (1920) menggunakan ide

24

DAFTAR PUSTAKA

Aminian, L., Madadi, S., Amini, Z. 2015. Study The Relationship Between

the Dimentions of Emotional Quotient with Mental Health of Students.

Indian Journal of Fundamental & Applied Life Science, Vol 5: 801-805.

Eslami, A. A., Hasanzadeh A., and Jamshidi, F. 2014. The relationship between

emotional intelligence health and marital satisfaction: A comparative study. J

Educ Health Promot, 3: 24.

Fazel, S., Lichtenstein, P., Granu, M., Guy M., Goodwin, and Lȃngstrȍm, N. 2010.

Bipolar Disorder and Violent Crime, New Evidence From Population – Based

Longitudinal Studies and Systematic Review. Arch Gen Psychiatry, 67(9):

931-938.

Goleman, Daniel, 1999. The Inner Rudder. Working with Emotional Intelligencce,

Bantam Book, New York.

Goleman, Daniel, 2000. Emotional Intelligence, PT. Gramedia, Jakarta.

Jahangard L., Haghighi, M., Bajoghli, H. 2012. Training emotional intelligence

improves both emotional intelligence and depressive symptoms in inpatients

with borderline personality disorder and depression. International Journal of

Psychiatry in Clinical Practice, 16: 197–204.

Kartono, K. 2011. Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers.

Masoumeh, H., Mansor, M. B., Yaacob, S. N. 2014. Emotional inteligence and aggression

among adolescents in Teheran, Iran. In Life Science Journal, 11(5): 506-511.

Miller J, Thomas A., Widiger, and Campbell, W. K. 2010. Narcissistic Personality

Disorder and The DSM – V. Journal of Abnormal Psychology, Vol. 119. No.

4, 640-649.

Pirkhaefi A., Mohammadzadeh A., Najafi M., Jangju M. 2015. Predicting of

borderline personality according to components of emotional

intelligence. Journal of Fundamentals of Mental Health, Jan-Feb, 17(1): 7-12.

Sadock, B. J., Sadock, V. A., 2007. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:

Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams &

Wilkins.

Lestari, S., 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik

dalam Keluarga. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.