katarak gabungan.docx

59
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katarak adalah suatu kelainan pada mata dimana terdapat kekeruhan lensa sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi mata sebagai indra penglihatan. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Penyebab utama katarak adalah usia, tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007). Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana landasan teoritis perjalanan penyakit katarak? 2. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis yang biasa diberikan pada pasien dengan katarak? 1 | Page

Upload: chairani-surya-utami

Post on 01-Jan-2016

55 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Katarak adalah suatu kelainan pada mata dimana terdapat kekeruhan lensa sehingga

mengakibatkan terganggunya fungsi mata sebagai indra penglihatan. Katarak biasanya terjadi

bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah sangat memburuk lensa yang lebih

kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan. Penyebab utama katarak adalah usia,

tetapi banyak hal lain yang dapat terlibat seperti trauma, toksin, penyakit sistemik (seperti

diabetes), merokok dan herediter (Vaughan & Asbury, 2007). Berdasarkan studi potong

lintang prevalensi katarak pada usia 65 tahun adalah 50% dan prevalensi ini meningkat

hingga 70% pada usia lebih dari 75 tahun (Vaughan & Asbury, 2007).

Katarak merupakan masalah penglihatan yang serius karena katarak dapat

mengakibatkan kebutaan. Menurut WHO pada tahun 2002 katarak merupakan penyebab

kebutaan yang paling utama di dunia sebesar 48% dari seluruh kebutaan di dunia. Setidaknya

terdapat delapan belas juta orang di dunia menderita kebutaan akibat katarak. Di Indonesia

sendiri berdasarkan hasil survey kesehatan indera 1993-1996, katarak juga penyebab

kebutaan paling utama yaitu sebesar 52%.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana landasan teoritis perjalanan penyakit katarak?

2. Bagaimana asuhan keperawatan teoritis yang biasa diberikan pada pasien dengan

katarak?

3. Bagaimana merencanakan asuhan keperawatan bagi pasien dengan katarak menurut

NNANDA, NOC dan NIC?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

a. Mampu merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien

dengan katarak

2. Tujuan khusus

a. Mampu memahami perjalanan penyakit katarak

b. Mampu memahami dan merencanakan asuhan keperawatan pada pasien

katarak menurut NANDA, NOC dan NIC

1 | P a g e

c. Mampu memberikan dan mengaplikasikan asuhan keperawatan yang telah

direncanakan

2 | P a g e

BAB II

LANDASAN TEORITIS PENYAKIT

A. Anatomi Mata

Eksternal

1. Alis

Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis dikaitkan

pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi mata dari sinar matahari.

2. Kelopak mata

Kelopak mata merupakan dua buah lipatan muskulofibrosa yang dapat digerakkan,

dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air mata ke permukaan bola mata

dan mengontrol banyaknya sinar yang masuk. Kelopak tersusun oleh kulit tanpa lemak

subkutis. Batas kelopak mata berakhir pada plat tarsal, terletak pada batas kelopak. Sisi

bawah kelopak mata dilapisi oleh konjungtiva.

3. Bulu mata

Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.

Internal

1. Sklera

Lapisan paling luar dan kuat ( bagian “putih” mata). Bila sklera mengalami penipisan

maka warnanya akan berubah menjadi kebiruan. Dibagian posterior, sklera mempunyai

3 | P a g e

lubang yang dilalui saraf optikus dan pembuluh darah retina sentralis. Dibagian anterior

berlanjut menjadi kornea. Permukaan anterior sklera diselubungi secara longgar dengan

konjungtiva. Sklera melindungi struktur mata yang sangat halus serta membantu

mempertahankan bentuk biji mata.

2. Khoroid

Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting arteria

oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini membentuk iris yang

berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik) mata. Selaput berpigmen sebelah

belakang iris memancarkan warnanya dan dengan demikian menentukan apakah sebuah mata

itu berwarna biru, coklat, kelabu, dan seterusnya.

3. Retina

Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu sel-sel saraf

batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina yang merupakan jaringan

saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar menuju jaringan saraf halus yang

menghantarkan impuls saraf dari luar menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana

saraf optik meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak mempunyai

retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula, yang terletak tepat eksternal

terhadap diskus optikus, persis berhadapan dengan pusat pupil.

4. Kornea

Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera yang putih

dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan. Lapisan tepi adalah epithelium

berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.

5. Bilik anterior (kamera okuli anterior)

Terletak antara kornea dan iris.

6. Iris

Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid. Iris berisi dua

kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang satu mengecilkan ukuran pupil,

sementara kelompok yang lain melebarkan ukuran pupil itu sendiri.

7. Pupil

Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris, dimana cahaya

dapat masuk untuk mencapai retina.

8. Bilik posterior (kamera okuli posterior)

Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik posterior yang diisi

dengan aqueus humor.

4 | P a g e

9. Aqueus humor

Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran darah pada

sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai Saluran Schlemm.

10. Lensa

Suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan transparan. Tebalnya ±4 mm

dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung oleh zonula (zonula zinni)

yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor

aqueus dan disebelah posterior terdapat vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran

semipermiabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel

subkapular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya

usia, serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-kelamaan menjadi

kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan sedikit sekali mineral yang biasa

ada dalam jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di

jaringan lainnya. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun

tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.

11. Vitreus humor

Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang diisi dengan

cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-agar. Berfungsi untuk memberi

bentuk dan kekokohan pada mata, serta mempertahankan hubungan antara retina dengan

selaput khoroid dan sklerotik.

B. Fisiologi mata

Saraf optikus atau urat saraf cranial kedua adalah saraf sensorik untuk penglihatan.

Saraf ini timbul dari sel-sel ganglion dalam retina yang bergabung untuk membentuk saraf

optikus. Saraf ini bergerak ke belakang secara medial dan melintasi kanalis optikus,

memasuki rongga cranium lantas kemudian menuju khiasma optikum. Saraf penglihatan

memiliki 3 pembungkus yang serupa dengan yang ada pada meningen otak. Lapisan luarnya

kuat dan fibrus serta bergabung dengan sclera, lapisan tengah halus seperti arakhnoid,

sementara lapisan dalam adalah vakuler (mengandung banyak pembuluh darah). Pada saat

serabut-serabut itu mencapai khiasma optikum, maka separuh dari serabut-serabut itu akan

menuju ke traktus optikus sisi seberangnya, sementara separuhnya lagi menuju traktus

optikus sisi yang sama. Dengan perantara serabut-serabut ini, maka setiap serabut nervus

optikus dihubungkan dengan kedua sisi otak sehingga indera penglihatan menerima

5 | P a g e

rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina. Pusat visual terletak pada kortex lobus

oksipitalis otak (Pearce, 1997).

Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina dengan

perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan ini ke pusat penglihatan pada

otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke mata menimbulkan bayangan yang difokuskan

pada retina.Bayangan itu akan menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus dan

vitreus. Lensa membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina, bersatu

menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan.

Gangguan lensa adalah kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometric. Pasien yang

mengalami gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa rasa nyeri.

1) Pembentukan bayangan

Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek di retina.

Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari objek nyata. Bayangan

yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf dalam mosaik reseptor, selanjutnya

mengirim bayangan dua dimensi ke otak untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga

dimensi. Pembentukan bayangan abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan

berbentuk elips, titik fokus jatuh didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk

melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu dengan lensa

bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata. Pada hipermetropia, titik

fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi dengan lensa bikonveks. Sedangkan pada

presbiopia, bentuk abnormal karena lanjut usia yang kehilangan kekenyalan lensa.

2) Respon bola mata terhadap benda

Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik sehingga

bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak fokus. Bila benda dekat

dengan mata maka otot akan berkontraksi agar lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh,

maka m. siliaris berkontraksi agar pipih supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam.

Akomodasi mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar. Jika

sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak seluruhnya masuk ke dalam mata.

Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak yang ditangkap. Dalam hal melihat

benda, jika mata melihat jauh kemudian melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi

peningkatan ke dalam lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan

balik negatif secara otomatis.

3) Lintasan penglihatan

6 | P a g e

Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang melalui nervus

optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi lain bersatu dengan serabut yang

berasal dari retina. Otak menggunakan visual sebagai informasi untuk dikirim ke korteks

serebri dan visual pada bagian korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar

yang ada pada retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang

kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di otak yang

bertanggung jawab atas lapang pandang.

C. Pengertian katarak

Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul

lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65

tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000). Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang

normalnya jernih. Biasanya katarak ini terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada

saat kelahiran (katarak kongenital). Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang

jernih, transparan, berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar.

Lensa mengandung tiga komponen anatomis yaitu pada zona sentral terdapat nukleus,

diperifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya kapsul anterior dan psterior.

D. Tipe-tipe katarak

Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun dan ketika katarak sudah

sangat memburuk lensa yang lebih kuat pun tidak akan mampu memperbaiki penglihatan.

Pengklasifikasian Katarak berdasarkan umur :

a) Katarak Kongenital

Sejak sebelum berumur 1 tahun sudah terlihat disebabkan oleh infeksi

virus yang dialami ibu pada saat usia kehamilan masih dini (Farmacia, 2009).

Katarak kongenital merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup

berarti terutama akibat penanganannya yang kurang tepat. Katarak kongenital

sering ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita

penyakit rubela, galaktosemia, homosisteinuri, toksoplasmosis, inklusi

sitomegalik,dan histoplasmosis, penyakit lain yang menyertai katarak

kongenital biasanya berupa penyakit-penyakt herediter. Untuk mengetahui

penyebab katarak kongenital diperlukan pemeriksaan riwayat prenatal infeksi

7 | P a g e

ibu, pemakainan obat selama kehamilan, serta riwayat kejang, tetani, ikterus,

atau hepatosplenomegali pada ibu hamil.

b) Katarak Juvenil

Terbentuknya pada usia 3 bulan sampai kurang dari 9 tahun. Katarak

juvenil biasanya merupakan kelanjutan katarak kongenital.

c) Katarak Senil, terjadi setelah usia 50 tahun akibat penuaan. Katarak senile

biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun, Kekeruhan lensa dengan

nucleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya mulai terjadi pada

usia lebih dari 60 tahun. (Ilyas, Sidarta: Ilmu Penyakit Mata, ed. 3). Stadium

Katarak Senil terdiri dari 4: Katarak Insipien, Katarak Imatur, Katarak Matur,

dan Katarak Hipermatur.

  Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata

depan Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut bilik

mata Normal Sempit Normal Terbuka

Penyulit Glaukoma

Uveitis +

glaukoma

Tiga tipe katarak terkait usia adalah sebagai berikut:

1. Nuclear katarak

Pada dekade keempat dari kehidupan, tekanan yang dihasilkan dari fiber lensa

peripheral menyebabkan pemadatan pada seluruh lensa,terutama nucleus. Nucleus memberi

warna coklat kekuningan (brunescent nuclear cataract). Ini menjadi batas tepi dari coklat

kemerahan hingga mendekati perubahan warna hitam diseluruh lensa (katarak hitam). Karena

mereka meningkatkan tenaga refraksi lensa, katarak nuclear menyebabkan myopia lentikular

dan kadang-kadang menimbulkan fokal point kedua di dalam lensa yang menyebabkan

diplopia monocular.

8 | P a g e

2. Kortical katarak

Pada katarak kortikal terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan

terjadi miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada keadaan ini penderita seakan-

akan mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat pada usia yang bertambah.

Katarak nuclear sering dihubungkan dengan perubahan pada kortek lensa. Ini penting

untuk dicatat bahwa pasien dengan katarak kortikal cenderung untuk hyperopia dibandingkan

dengan pasien dengan katarak nuclear(nuku saku)

Beberapa perubahan morfologi yang akan terlihat pada pemeriksaan slip-lamp dengan

midriasis maksimum:

Vacuoles: akumulasi cairan akan terlihat sebagai bentuk vesicle cortical sempit yang

kecil. Sisa vacuoles kecil dan meningkat jumlahnya.

Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan terlihat diantara

fiber.

Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissureI, ini berisi suatu zona cairan

diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber kortikal).

Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opaksitas radier dari lensa

peripheral seperti jari-jari roda.

3. Posterior subcapsular katarak (PSCs)

PSCs merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang lensa. Katarak ini

menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi cahaya terang, sertapandangan baca

menurun. Banyak ditemukan pada pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma.

E. Etiologi

1. Obat yang menginduksi perubahan lensa

a. Corticosteroid

Penggunaan kosticosterod jangka panjang dapat meginduksi terjadinya PSCs.

Tergantung dari dosis dan durasi dari terapi, dan respon individual terhadap corticosteroid

yang dapat menginduksi PSCs. Terjadinya katarak telah dilaporkan melalui beberapa rute :

sistenik, topical, subkonjungtival dan nasal spray.

b. Phenotiazine

Phenotiazine merupakan golongan mayor dari psycotropic medikasi, dapat terjadi

deposit pigmen pada anterior epitelium lensa pada konfigurasi axial. Deposit tersebut dapat

terjadi tergantung dari dosis dan lama pemberian.

9 | P a g e

c. Miotics

Antikolinestrase dapat menginduksi katarak. Insiden terjadinya katarak telah

dilaporkan sebesar 20% pada pasien setelah 55 bulan menggunakan poloicarpin dan 60%

pada pasien yang menggunakan phospoline iodine. Biasanya, pada tahap awal terbentuknya

vacuola kecil dalam dan posterior menuju anterior dari capsul lensa dan epithelium. Katarak

dapat berlanjut menuju posterior korteks dan nucleus lensa4.

2. Trauma

Kerukakan lensa akibat trauma dapat disebabkan oleh peradangan mekanik, kekuatan

fisikal (radiasi, kimia, elekrik).

a. Katarak Traumatik (kontusio)

Trauma tumpul, peradangan tanpa perforasi dapat menyebabkan lensa menjadi keruh

pada tahap akut atau sequel. Katarak akibat kontusio dapat melibatkan sebagian atau seluruh

dari bagian lensa. Sering, manifestasi awal dari kontusio katarak adalah stellate atau rosette-

shaped opacification.

b. Perforasi dan penetrasi

Perforasi dan penetrasi pada lensa sering menghasilkan kekeruhan pada kortex bagian

yang mengalami rupture, biasanya progresifitas sangat cepat untuk menjadi kekeruhan total.

Perforasi yang kecil pada kapsul lensa dapat sembuh, menghasilkan fokal kortikal katarak.

c. Elektrik yang menginduksi katarak

Elektrikal shok dapat menyebabkan koagulasi protein dan menyebabkan katarak.

manifestasi lensa lebih mungkin ketika transmisi arus melibatkan kepala pasien. Awalnya,

vacuola lensa muncul pada perifer anterior lensa, diikuti kekeruhan linier di korteks

subcapsule anterior. Katarak menyebabkan cedera electrycal mungkin membaik, tetap diam,

atau matur untuk menjadi katarak komplit selama beberapa bulan atau tahun.

3. Katarak metabolik

a. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan dari lensa, refraktif index dan

kemampuan akomodasi. Jika glukosa darah meningkat, juga meningkatkan komposisi

glukosa dalam humor aqueous. Glukosa pada aqueous juga akan berdifusi masuk ke dalam

lensa, sehingga komposisi glukosa dalam lensa jug akan meningkat. Beberapa dari glukosa

akan di konfersi oleh enzim aldose reduktase menjadi sorbitol. Yang mana tidak akan

dimetabolisme tetapi tetap di lensa.

10 | P a g e

Setelah itu, perubahan tenakan osmotik menyebabkan infux cairan ke dalam lensa,

yang menyebabkan pembengkakan lensa. Fase saat terjadinya hidrasi lenti dapat

memnyebabkan perubahan kekuatan refraksi dari lensa. Pasien dengan diabetes bisa

menyebabkan perubahan refraksi. Pasien dengan diabetes dapat terjadi penurunan

kemampuan akomodasi sehingga presbiop dapat terjadi pada usia muda.

Katarak adalah penyebab tersering kelainan visual pada pasien dengan diabetes.

Terdapat 2 tipe klasifikasi katarak pada pasien tersebut. True diabetic cataract, atau

snowflake cataract, dapat bilateral, onset terjadi secara tiba tiba dan menyebar sampai

subkapsular lensa, tipe ini biasa terjadi pada usia dengan diabetes mellitus yang tidak

terkontrol. kekeruhan menyeluruh supcapsular seperti tampilan kepingan salju terlihat

awalnya di superfisial anterior dan korteks posterior lensa. Vacuola muncul dalam kapsul

lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak kortikal terjadi segera sesudahnya. Peneliti

percaya bahwa perubahan metabolik yang mendasari terjadinya true diabetic cataract pada

manusia sangat erat kaitannya dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada hewan percobaan.

Meskipun true diabetic cataract jarang ditemui pada praktek klinis saat ini, Setiap

dilaporkannya katarak kortikal matur bilateral pada anak atau dewasa muda sebaiknya

diwaspadai oleh klinisi kemungkinan diabetes mellitus.

Tingginya resiko katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes mungkin akibat dari

akumulasi sorbitol dalam lensa, berikutnya terjadi perubahan hadration dan peningkatan

glikosilasi protein pada lensa diabetik.

b. Galactosemia

Galactosemia adalah inherediter autosomal resesif ketidakmampuan untuk

menkonversi galactosa menjadi glukosa. Sebagai konsekuensi ketidakmampuan hal tersebut,

terjadi akumulasi galaktosa pada seluruh jaringan tubuh, lebih lanjut lagi galactosa dikonversi

menjadi galaktitol (dulcitol), sejenis gula alcohol dari galactosa. Galactosemia dapat terjadi

akibat defek pada 1 dari 3 enzimes yang terlibat dalam proses metabolism galaktosa :

galactosa 1-phosphate uridyl transferase, galactokinase, atau UDP-galactose-4-epimerase.

Pada galaktosemia klasik disertai gejala malnutrisi, hepatomegali, ikterik dan degradasi

mental. Penyakit ini akan fatal jika tidak terdiagnosis dan tidak diterapi.

Pada pasien dengan galaktosemia, 75% akan berlanjut menjadi katarak. Akumulasi

dari galaktosa dan galakttitol dalam sel lensa akan meningkatkan tekanan osmotic dan influk

cairan kedalam lensa. Nucleus dan kortex bagian dalam menjadi lebih keruh, disebabkan oleh

“oil droplet”.

11 | P a g e

4. Efek Dari Nutrisi

Meskipun difesiensi nutrisi dapat menyebabkan katarak pada percobaan melalui

binatang, etiologi ini masih sulit dimengerti untuk terjadinya katarak pada manusia. Beberapa

study menyebutkan multivitamin, vitamin A, vitamin C, vitamin E, niacin, thiamin,

riboflavin, beta carotene, dan kosumsi tinggi protein dapat melindungi untuk terjadinya

katarak. Beberapa studi lainnya juga menemukan vitamin C dan Vitamin E memiliki sedikit

atau tidak ada efek untuk melindungi terjadinya katarak. Sejauh ini, the age-Related Eye

Disease Study (AREDS) memperlihatkan selama 7 tahun, tinggi kosumsi vitamin C, E, beta

carotene tidak menunjukan penurunan perkembangan atau progresifitas dari katarak3,4.

Lutein dan zeaxantin merupakan ceratonoid yang ditemukan pada lensa manusia, dan studi

baru baru ini memperlihatkan penurunan kejadian ketarak dapat terjadi dengan meningkatkan

kosumsi makanan yang mengandung tinggi lutein (bayam, broccoli dll).

F. Manifestasi Klinis

Seorang pasien dengan katarak senilis biasanya datang dengan riwayat kemunduran

secara progesif dan gangguan dari penglihatan. Penyimpangan penglihatan bervariasi,

tergantung pada jenis dari katarak ketika pasien datang.

1. Penurunan visus, merupakan keluhan yang paling sering dikeluhkan pasien dengan

katarak senilis.

2. Silau, Keluhan ini termasuk seluruh spectrum dari penurunan sensitivitas kontras

terhadap cahaya terang lingkungan atau silau pada siang hari hingga silau ketika

endekat ke lampu pada malam hari.

3. Perubahan miopik, Progesifitas katarak sering meningkatkan kekuatan dioptrik lensa

yang menimbulkan myopia derajat sedang hingga berat. Sebagai akibatnya, pasien

presbiop melaporkan peningkatan penglihatan dekat mereka dan kurang

membutuhkan kaca mata baca, keadaan ini disebut dengan second sight. Secara khas,

perubahan miopik dan second sight tidak terlihat pada katarak subkortikal posterior

atau anterior.

4. Diplopia monocular. Kadang-kadang, perubahan nuclear yang terkonsentrasi pada

bagian dalam lapisan lensa, menghasilkan area refraktil pada bagian tengah dari lensa,

yang sering memberikan gambaran terbaik pada reflek merah dengan retinoskopi atau

ophtalmoskopi langsung. Fenomena seperti ini menimbulkan diplopia monocular

yang tidak dapat dikoreksi dengan kacamata, prisma, atau lensa kontak.

5. Noda, berkabut pada lapangan pandang.

12 | P a g e

6. Ukuran kaca mata sering berubah.

G. Diagnosis dan pemeriksaan penunjang

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar katarak

tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur)

dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium perkembangannya yang paling

dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca

pembesar, atau slitlamp.

Fundus okuli menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya

kekeruhan lensa, sampai reaksi fundus sama sekali hilang. Pada stadium ini katarak biasanya

telah matang dan pupil mungkin tampak putih.

Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien katarak adalah pemeriksaan sinar celah (slit-

lamp), funduskopi pada kedua mata bila mungkin, tonometer selain daripada pemeriksaan

prabedah yang diperlukan lainnya seperti adanya infeksi pada kelopak mata, konjungtiva,

karena dapat penyulit yang berat berupa panoftalmitis pasca bedah dan fisik umum.

Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan A-SCAN ULTRASOUND (echography)

dan hitung sel endotel 2000 sel/mm3, pasien ini kandidat yang baik untuk dilakukan

fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.

Pemeriksaan Penunjang dan Diagnosa

a) Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan

kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi, penyakit

sistem saraf, penglihatan ke retina. Kartu snellen dapat berupa Echart,

Alphabet, dan gambar binatang. Pemeriksaan dilakukan pada jarak 6 meter

(mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi).

b) Lapang Penglihatan: penurunan mngkin karena massa tumor, karotis,

glukoma.

c) Pengukuran Tonografi : TIO (12 – 25 mmHg)

d) Pengukuran Gonioskopi membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup

glukoma.

e) Tes Provokatif : menentukan adanya/ tipe glukoma

f) Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, atrofi lempeng optik,

papiledema, perdarahan.

g) Darah lengkap, LED : menunjukkan anemi sistemik / infeksi.

13 | P a g e

h) EKG, kolesterol serum, lipid

i) Tes toleransi glukosa : kotrol DM

j) Keratometri

k) Pemeriksaan lampu slit

l) A-scan ultrasound (echographhy)

m) Penghitungan sel endotel

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

Medis

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak

tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti

kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.

Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi

sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada

hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan

kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E2,5,7,9.

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari

bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno

hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang

digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada

integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi

(ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara

umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu

ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.

1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh

lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata melalui

insisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan

lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan

merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.

ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40

tahun yang masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada

pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

14 | P a g e

2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa

dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa

dapat keluar melalui robekan.

Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,

bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi

sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan

prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap

badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema,

pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak

seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat

terjadinya katarak sekunder.

3. Phakoemulsifikasi

Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal lensa.

Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran

ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan

menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang

dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak

diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan

cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.

Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak

senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi limbus

yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih

sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil

seperti itu.

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

Teknik operasi SICS yang merupakan teknik pembedahan kecil.teknik ini dipandang

lebih menguntungkan karena lebih cepat sembuh dan murah.

Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan

lensa penggant untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut:

kacamata afakia yang tebal lensanya

lensa kontak

15 | P a g e

lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang ditanamkan di dalam mata pada saat

pembedahan untuk mengganti lensa mata asli yang telah diangkat

Perawatan Pasca Bedah

Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih

pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak

dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar

satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama

beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari

pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung

seharian. Kacamata sementara dapat digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya

pasien dapat melihat dengan baik melui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata

permanen ( Biasanya 6-8 minggu setelah operasi ). Selain itu juga akan diberikan obat untuk:

Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka

diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam

setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan.

Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu

diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak

sempurna.

Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk

mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.

Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

Hal yang boleh dilakukan antara lain :

Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan

Melakukan pekerjaan yang tidak berat

Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki keatas.

Yang tidak boleh dilakukan antara lain :

Jangan menggosok mata

Jangan membungkuk terlalu dalam

Jangan menggendong yang berat

Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya

Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar

16 | P a g e

Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah

I. Komplikasi

1. Komplikasi Intra Operatif

Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi

suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, incacerata kedalam luka

serta retinal light toxicity.

2. Komplikasi dini pasca operatif

COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara cairan yang

keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan siliar, edema stroma dan

epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome (edema kornea perifer dengan daerah

sentral yang bersih paling sering)

Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus

Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang tidak adekuat

yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan luka yang tidak sempurna,

astigmatismus, uveitis anterior kronik dan endoftalmitis.

Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi

3. Komplikasi lambat pasca operatif

Ablasio retina

Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi rendah yang

terperangkap dalam kantong kapsuler

Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah Malformasi lensa

intraokuler, jarang terjadi.

J. Pencegahan

Delapan puluh persen kebutaan atau gangguan penglihatan mata dapat dicegah atau

dihindari. Edukasi dan promosi tentang masalah mata dan cara mencegah gangguan

kesehatan mata. sebagai sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Usaha itu melipatkan berbagai

pihak, termasuk media massa, kerja sama pemerintah, LSM, dan Perdami.

Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu normal

pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi makanan

yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-buahan

17 | P a g e

banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan,

kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan kandungan vitamin

E, selenium, dan tembaga tinggi.

Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan

antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah satu

penyebab katarak. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang dewasa selama lima

tahun menunjukkan, orang dewasa yang mengonsumsi multivitamin atau suplemen lain yang

mengandung vitamin C dan E selama lebih dari 10 tahun, ternyata risiko terkena katarak 60%

lebih kecil.

Seseorang dengan konsentrasi plasma darah yang tinggi oleh dua atau tiga jenis

antioksidan ( vit C, vit E, dan karotenoid) memiliki risiko terserang katarak lebih rendah

dibandingkan orang yang konsentrasi salah satu atau lebih antioksidannya lebih rendah.

Hasil penelitian lainnya yang dilakukan Farida (1998-1999) menunjukkan,

masyarakat yang pola makannya kurang riboflavin (vitamin B2) berisiko lebih tinggi

terserang katarak. Menurut Farida, ribovlafin memengaruhi aktivitas enzim glutation

reduktase. Enzim ini berfungsi mendaur ulang glutation teroksidasi menjadi glutation

tereduksi, agar tetap menetralkan radikal bebas atau oksigen.

K. Prognosis

Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang.

Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan

jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau

fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis

pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.

L. WOC

BAB III

18 | P a g e

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian

a. Identitas klien dan penanggung jawab

Kaji identitas klien mulai dari nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan,

agama, alamat, status, tanggal masuk RS, dan diagnosa medis, serta kaji juga identitas dari

penanggung jawab klien

b. Keluhan utama

Pada penderita katarak biasanya keluhan utama klien adanya penurunan pada fungsi

penglihatannay, merasa silau ketika siang hari atau pada malam hari ketika melihat lampu

secara langsung.

c. Riyawat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Saat dilakukan pengkajian, biasnya klien sedang berada pada pre atau post operasi

dimana kondisi klien biasanya adanya keluhan merasa tidak enak pada sekitar mata, pasien

yang berada pada pre operasi biasanya juga mengeluh merasa fungsi penglihatan dekatnya

bertambah baik. Eksplorasi keadaan atau status okuler umum pasien. Apakah ia mengenakan

kacamata atau lensa kontak?, apakah pasien mengalami kesulitan melihat (fokus) pada jarak

dekat atau jauh?, apakah ada keluhan dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana

dengan masalah membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?

2) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya pada penderita katarak, akan didapatkan adanya riwayat penyakit diabetes

melitus atau hipotiroidisme, selain itu ada juga kemungkinan riwayat katarak sejak lahir.

Biasanya pasien katarak memiliki riwayat mengkonsumsi obat-obat steroid, riwayat trauma

benda tajam atau tumpul, dan juga adanya riwayat terkena pajanan langsung sinar ultraviolet

dalam jangka waktu lama.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Biasaya penderita katarak ini tidak memiliki riwayat keluarga yang juga menderita

penyakit katarak,

d. Pengkajian 11 pola fungsional gordon

19 | P a g e

a. Persepsi dan penaganan kesehatan

Pada pola ini, biasanya persepsi klien terhadap penyakit yang dideritanya adalah klien

tidak mengetahui apa penyebab dari penyakit tersebut, dan sebagai bentuk penaganannya

klien akan melakukan pemeriksaan mata ke klinik mata dan akan memakai kaca mata, dan

juga penderita katarak ini biasanya akan memodifikasi perabot yang ada dirumah untuk

menghindari pancaran sinar matahari langsung karena silau.

b. Nutrisi dan metabolisme

Biasanya penderita katarak tidak mengalami gangguan pada pola nutrisi dan

metabolismenya, namun karena penerita katarak kebanyakan adalah yang berumur 70 keatas

biasanya kebanyakan dari mereka mengalami masalah dalam sistem pencernaannya seperti

maag, namun tidak berhubungan langsung dengan katarak.

c. ElIminasi

Untuk pola eliminasi baik itu BAB atau pun BAK biasanya tidak mengalami kelainan

bagi penderita katarak.

d. Aktivitas dan latihan

Dengan berkurangnya fungsi penglihatan, otomatis para penderita katarak akan

mengalami gangguan dalam pola aktifitas dan latihannya. Biasanya klien akan mengalami

keterbatasan dalam melakukan aktivitas untuk memnuhi kebutuhan sehari-hari.

e. Tidur dan istirahat

Biasanya untuk pola tidur dan istirahat biasanya tidak akan mengalami gangguan bagi

klien dengan katarak.

f. Pola Hubungan dan Peran

Yang harus dikaji pada pola ini adalah bagaimana peran klien di keluargan dan

dimasyarakat, apakah kondisi klien semenjak sakit mempengaruhi peran klien. Dan juga yang

harus dikaji adalah bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan tetangga, apakah klien

menjalin hubungan baik dengan keluargan, orang-orang terdekatnya atau bahkan tetangga

dan masyarakat sekitarnya.

g. Persepsi dan konsep diri

20 | P a g e

Kaji juga bagaimana persepsi klien terhadap masalah yang menimpanya, apakah klien

menyadari atau tidak. Juga kaji bagaimana konsep diri klien semnjak sakit, biasanya ada

orang yang akan kehilangan konsep diri setelah mengalami sakit.

h. Pola Sensori dan Kognitif

Pada pola sensori dan kognitif, biasanya klien akan mengalami gangguan fungsi

penglihatan secara bertahap, seperti penglihatan kabur/tidak jelas, kesulitan memfokuskan

kerja dengan dekat atau merasa di ruang gelap. Perubahan kaca mata atau pengobatan tidak

memperbaiki penglihatan. Untuk fungsi alat indra lainnya tidak mengalami kelainan begitu

juga dengan sistem sensorinya.

i. Pola Reproduksi Seksual

Jika klien sudah menikah, kaji pola reproduksi dan seksual klien.

j. Pola Koping dan Toleransi Stres

Pada pola ini yang harus dikaji adalah bagaimana penanganan dan kopping klien

terhadat permasalahan yang dihadapinya, apakah klien mau menerima kenyataan yang

dialaminya atau tidak.

k. Pola Nilai dan Kepercayaan

Kaji pola nilai dan kepercayaan klien, apakah Klien menjalankan ibadah sesuai

dengan keyakinan yang dianutnya semnenjak sakit, atau karena sakit klien kesulitan

menjalankan ritual agama yang diyakininya.

B. Pemeriksaan

1. Tanda-tanda vital

- Tekanan Darah

- Denyut Nadi

- Pernafasan

- Suhu tubuh

- Tingkat kesadaran

2. Pemeriksaan fisik heat to toe

o Kepala

21 | P a g e

Pada pemeriksaan kepala, biasanya pada orang dewasa bentuk kepala normal, dan

kondisi kulit kepada dan rambut juga bersih

o Mata

Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil

sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop (Smeltzer, 2002). Katarak terlihat

tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk.

Pemeriksaan slit lamp memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi

lokasi opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks,

atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular posterior.

Tampilan lain yang menandakan penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain

deposisi pigmen pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris

menandakan trauma mata sebelumnya (James, 2005).

o Telinga

Biasanya pada pemeriksaan telinga normal dan tidak ada kelainan. Pada pemeriksaan

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.

o Hidung

- Inspeksi : Kondisi lubang hidung biasanya bersih, tidak ada sekret dan polip, simetris

sama mengembangnya kiri dan kanan

- Palpasi : pada saat diraba biasanya tidak ada terasa bengkak

o Mulut dan Faring

Biasanya pada pemeriksaan mulut dan faring tidak ditemukan adanya kelainan. Tak ada

pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut terlihat pucat dan kering.

o Leher

- Inspeksi : tidak terlihat adanya pembesaran kelenjer tiroid, kaku kuduk tidak ada

- Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjer tiroid, kelenjer limfe.

Pengukuran JPV normal yaitu 5-2 cm H2O

o Thoraks

1) Paru

- Inspeksi : pergerakan dada simetris dan tidak terlihat adanya penggunaan otot bantu

22 | P a g e

pernafasan, dan juga pernafasan klien akan terlihat sedikit meningkat

- Palpasi : fremitus kiri dan kanan

- Perkusi : saat diperkusi terdengar bunyi sonor

- Auskultasi : bunyi pernafasan normal, tidak ada weezing atau ronkcy.

2) Jantung

- Inspeksi : iktus tidak terlihat titik LMCS

- Palpasi : iktus teraba

- Perkusi : saat diperkusi didapatkan hasil batas-batas jantung normal

- Auskultasi : saat diauskultasi bunyi jantung normal dan tidak ada murmur.

o Abdomen

- Inspeksi : biasanya normal, tidak ada terlihat spider nevi, asites dan bekas jaringan

parut.

- Perkusi : biasanya akn terdengan timpani

- Auskultasi : biasanya bising usus normal

- Palpasi : biasanya tidak didapatkan adanya pembesaran organ disekitar abdomen

o Genetalia-Anus

Jika dilakukan pemeriksaan pada daerah genitalia biasanya tidak ditemukan adanya

kelainan.

c. Analisis NANDA, NOC dan NIC

No NANDA NOC NIC

1. Gangguan persepsi

sensori : penglihatan

b.d gangguan

penerimaan sensori

Ditandai dengan :

1. Menurunnya

ketajaman

penglihatan

2. Perubahan

respon biasanya

terhadap

rangsang.

Fungsi sensori : penglihatan

Indikator :

1. Ketajaman

penglihatan pusat

(kiri)

2. Ketajaman

penglihatan pusat

(kanan)

3. Ketajaman

penglihatan sekitar

(kiri)

Peningkatan komunikasi :

defisit penglihatan

Intervensi:

1. Catat reaksi pasien

terhadap rusaknya

penglihatan (misal,

depresi, menarik diri,

dan menolak kenyataan)

2. Menerima reaksi pasien

terhadap rusaknya

penglihatan

23 | P a g e

4. Ketajaman

penglihatan sekitar

(kanan)

5. Lapang pandang

pusat (kiri)

6. Lapang pandang

pusat (kanan)

7. Lapang pandang

sekitar (kiri)

8. Lapang pandang

sekitar (kanan)

9. Respon untuk

rangsangan

penglihatan

Kompensasi tingkah laku

penglihatan

Indikator:

1. Monitor gejala dari

kemunduran

penglihatan

2. Posisikan sendiri

untuk kebaikan

penglihatn

3. Mengingatkan

untuk menggunakan

teknik penglihatan

4. Menggunakan

cahaya yang

adekuat dalam

melakukan aktifitas

5. Menggunakan

kacamata dengan

benar

3. Andalkan penglihatan

pasien yang tersisa

sebagaimana mestinya

4. Sediakan kaca

pembesar atau kacamata

prisma sewajarnya

untuk membaca

5. Sediakan bahan bacaan

Braille, sebagaimana

perlunya

6. Bacakan surat, koran,

dan informasi lainnya

pada pasien

Terapi kegiatan

Intervensi:

1. Bekerjasama dengan

tenaga kesehatan,

dokter, dan/atau ahli

terapis dalam

merencanakan dan

memantau kegiatan

program sebaimana

mestinya

2. Tentukan komitmen

pasien untuk

meningkatkan frekuensi

dan/atau jangkauan

kegiatan

3. Bantu untuk

menemukan makna diri

melalui aktivitas yang

biasa (misalnya bekerja)

dan/atau aktivitas

24 | P a g e

6. merawat kacamata

dengan benar

7. Menggunakan

kontak lensa dengan

benar

8. Menggunakan

tulisan

liburan yang disukai

4. Bantu memilih kegiatan

yang sesuai dengan

kemampuan fisik,

psikologi, dan social

5. Bantu untuk

memfokuskan pada apa

yang dapat dilakukan

pasien bukan pada

kelemahan pasien

6. Bantu mengidentifikasi

dan memperoleh

sumber daya yang

diperlukan untuk

kegiatan yang

dikehendaki

2. Resiko tinggi terhadap

cedera berhubungan

dengan kehilangan

vitreus, perdarahan

intraokuler,

peningkatan TIO.

Di tandai dengan :

1. Adanya tanda-

tanda katarak

penurunan

ketajaman

penglihatan

2. Pandangan

Status neurologis

Indikator:

1. Fungsi neurologic

2. Tekanan intracranial

3. Ukuran pupil

4. Reaktivitas pupil

5. Pola pergerakan

mata

Kontrol resiko

Indikator:

1. factor resiko

lingkungan

2. factor resiko

Manajemen lingkungan

Interverensi :

1. Beri lingkungan yang

nyaman

2. Batasi aktifitas

3. Pindahkan benda-benda

berbahaya dari sekitar

pasien

4. Kurangi stimulus

lingkungan

5. Anjurkan menggunakan

tehnik manajemen

stress.

25 | P a g e

kabur, dll perilaku

3. Strategi control

resiko

Kontrol gejala

Indikator:

1. Permulaan gejala

2. Frekuensi gejala

3. Variasi gejala

4. Tindakan

mengurangi gejala

Pemberian obat

Intervensi:

1. Beri obat sesuai indikasi

2. Pertahankan

perlindungan mata

sesuai indikasi.

Identifikasi resiko

Intervensi:

1. Lihat riwayat kesehatan

dahulu

2. Identifikasi pasien

dengan kebutuhan

perawatan lanjutan

3. Tentukan kehadiran dan

kualitas dari dukungan

keluarga

4. Identifikasi strategi

koping klien dan

keluarga

5. Identifikasi cara untuk

membantu penurunan

factor resiko

3. Cemas b.d tindakan

pembedahan

Tingkat kecemasan:

Indicator:

1. Kegelisahan

2. Rasa khawatir

3. Ketegangan otot

4. Ketegangan wajah

5. Iritabilitas

6. Masalah prilaku

7. Panic

Mengurangi rasa cemas :

Intervensi :

1. Tenangkan klien dan

melakukan pendekatan.

2. Kaji perspektif situasi

stress klien.

3. Berikan informasi

faktual mengenai

diagnosis, terapi, dan

26 | P a g e

8. Tekanan darah

meningkat

9. Denyut nadi

meningkat

10. Pernapasan

meningkat

11. Gangguan tidur

prognosis.

4. Bantu pasien untuk

untuk meminimalisir

rasa cemas yang

timbul.

5. Kaji tanda-tanda

kecemasan baik secara

verbal maupun non

verbal.

6. Cari pemahaman

perspektif pasien dalam

situasi stress

7. Damping pasien untuk

meningkatkan

keamanan dan

mengurangi ketakutan

8. Berikan gosokkan

belakang / leher, jika

dibutuhkan

9. Anjurkan aktivitas

nonkompetitif, jika

diperlukan

10. Anjurkan untuk

mengutarakan

perasaan, persepsi dan

ketakutan

11. Bantu pasien untuk

mengidentifikasi situasi

apa yang mempercepat

kecemasan

12. Kontrol stimulus, jika

diperlukan untuk

pasien yang

membutuhkan

27 | P a g e

13. Dukung penggunaan

mekanisme pertahanan

yang sesuai

Terapi relaksasi

Intervensi:

1. Pemikiran untuk

relaksasi dan kebaikan,

batas dan jenis dari

relaksasi yang ada.

(example meditasi,

music, dan relaksasi

otot)

2. Menetapkan intervensi

untuk relaksasi yang

akan digunakan

3. Membiarkan pasien

rileks

4. Menggunakan nada

yang lembut dengan

pelan, berirama

BAB IV

28 | P a g e

Asuhan Keperawatan Pada Ny.N Dengan Katarak

di Ruang Bedah Pre Operasi

A. Kasus

                Ny. N (67 th), datang ke poliklinik RS.Dr.M.Djamil Padang bersama Keluarga,

mengeluh penglihatannya semakin menurun, silau dan sering menabrak perabotan dan benda

di sekitar rumah pada malam hari. Seminggu yang lalu klien terjatuh dari tangga karena

penglihatannya yang kabur. Dari pemeriksaan fisik mata, lensa mata tampak keruh, pada

hitung sel endotel didapatkan hasi 2000 sel/mm3 dan pada pemeriksaan oftalmoskop direk

katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus. Dari hasil pengkajian diketahui bahwa

klien memiliki riyawat DM. Hasil konsultasi dengan dokter spesialis mata Ny.N disarankan

untuk segera menjalani operasi katarak. Ny.N mengatakan jika dia sangat takut dan cemas

menjalani operasi katarak karena takut akan menjadi semakin buta.

B. Pengkajian

a. Identitas klien

Nama : Ny.N

Umur : 67 th

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : jalan Tunggang

Status pernikahan : menikah

Diagnosa medis : katarak

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn.N

Umur : 70 th

Jenis kelamin : laki-laki

Hubungan dengan klien : suami

c. Keluhan utama

29 | P a g e

Ny.N datang ke poliklinik mata dengan keluhan ketajaman penglihatannya menurun,

silau dan sering menabrak perabotan dan benda di sekitar rumah pada malam hari.

d. Riyawat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Saat dilakukan pengkajian klien sedang berada pada pre operasi katarak, klien

mengeluh merasa cemas dan takut dengan operasi yang akan dijalankannya, karena klien

takut akan mengalami kebutaan setelah dilakukan operasi.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Dari hasil pengkajian didapatkan data bahwa klien memiliki riwayat DM sejak 2 th

yang lalu. Selain itu klien juga diketahui sering mengkonsumsi obat rematik.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Dari pengkajian diketahui bahwa ibu klien juga menderia DM dan katarak.

e. Pengkajian 11 pola fungsional gordon

1) Persepsi dan penaganan kesehatan

Klien mengaku bahwa dia mengetahui penyebab dari penurunan penglihatannya

dikarenakan penyakit DM yang dideritanya. Sebagai bentuk penanganan penyakitnya klien

memeriksakan diri ke Poliklinik di RS. Tetapi klien tidak mengetahui bahwa operasi katarak

dapat menyembuhkan penyakitnya, dan hal ini membuat klien menjadi takut melakukan

operasi.

2) Nutrisi dan metabolisme

Untuk pola nutrisi dan metabolisme klien mengalami sedikit penurunan sejak sakit

karena kecemasan dan ketakutan yang dialami klien sebelum menjalankan operasi. Nafsu

makan klien menurun dan juga klien terlihat sedikit kurus.

3) ElIminasi

Untuk pola eliminasi baik itu BAB atau pun BAK klien tidak mengalami gangguan.

Klien BAK kira-kira 3 kali/hari dan BAB satu kali/hari. Untuk warna dan konsistensinya juga

tidak ada kelainan.

4) Aktivitas dan latihan

30 | P a g e

Semenjak penglihatan klien menurun, segala aktivitas klien menjadi terganggu seperti

pergi ke kamar mandi klien sering terjatu karena tidak bisa melihat perbedaan tinggi lantai di

kamar mandi dan di lantai kamar, dan juga aktivitas lainnya juga terganggu seperti makan,

ambulasi, dsb.

5) Tidur dan istirahat

Karena kecemasan yang dialami klien, klien mengalami sedikit gangguan pada pola

tidurnya, jumlah jam tidur klien berkurang semenjak sakit dibandingkan sebelum sakit.

6) Pola Hubungan dan Peran

Semenjak dirawat di RS, klien ditemani oleh suami klien, hubungan klien dengan

keluarga terlihat baik. Klien adalah seorang ibu Rumah Tangga, karena klien harus dirawat di

RS, segala pekerjaan rumah dikerjakan oleh anak klien yang paling kecil.

7) Persepsi dan konsep diri

Semenjak didiagnosa oleh dokter untuk dilakukan operasi katarak, klien merasa

sangat takut dan cemas jika setelah operasi klien menjadi buta dan tidak dapat melihat sama

sekali. Klien takut jika nanti tidak bisa melihat klien akan dijauhi dan diejek oleh orang.

8) Pola Sensori dan Kognitif

Fungsi penglihatan klien berkurang dan semakin kabur, sehingga mengganggu

aktivitas klien sehari-hari, saat ini klien sedang memakai kaca mata. Fungsi pendengaran

klien juga mengalami sedikit penurunan karena pengaruh usia. Dan untuk fungsi lainnya

tidak mengalami kelainan.

9) Pola Reproduksi Seksual

Tidak dikaji

10) Pola Koping dan Toleransi Stres

Klien merasa sangat cemas dan takut dengan operasi yang akan dihadapinya, tapi

klien memiliki suami yang selalu mendukung dan menjaganya, serta suami klien juga

memberikan pengertian kepada klien bahwa dengan operasi katarak tidak akan menyebabkan

klien menjadi buta.

31 | P a g e

11) Pola Nilai dan Kepercayaan

Klien beragama islam, dan semenjak sakit klien terlihat taat menjalankan salat.

C. Pemeriksaan

1) Tanda-tanda vital

- Tekanan Darah : 130 mmhg

- Denyut Nadi : 110 x/menit

- Pernafasan : 19 x/menit

- Suhu tubuh : 36,5 C

- Tingkat kesadaran : compos metis

2) Pemeriksaan fisik heat to toe

o Kepala

Pada pemeriksaan kepala, bentuk kepala klien normal, dan kondisi kulit kepada dan

rambut juga bersih

o Mata

- Inspeksi :

alis- konsistensi dan penyebaran rambut klien merata

kelopak mata- normal baik warna maupun penyebaran bulu mata

konjungtiva : tidak anemis

sklera : tidak ikterik

kornea : lampu slip-putih kekuningan

lensa :keruh

o Telinga

- Inspeksi : tidak terlihat adanya kemerahan dan kelainan

- Palpasi : tidak teraba adanya kelainan dan pembengkakan

- Fungsi pendengaran : sedikit terganggu

o Hidung

- Inspeksi : Kondisi lubang hidung bersih, tidak ada sekret dan polip, simetris sama

mengembangnya kiri dan kanan

- Palpasi : pada saat diraba tidak ada terasa bengkak

o Mulut dan Faring

Tidak ada terlihat adanya kelainan pada mulut dan faring.

32 | P a g e

o Leher

- Inspeksi : tidak terlihat adanya pembesaran kelenjer tiroid, kaku kuduk tidak ada

- Palpasi : tidak teraba adanya pembesaran kelenjer tiroid, kelenjer limfe.

- Pengukuran JPV normal yaitu 5-2 cm H2O

o Thoraks

1) Paru

- Inspeksi : pergerakan dada simetris dan tidak terlihat adanya penggunaan otot bantu

pernafasan, dan juga pernafasan klien akan terlihat sedikit meningkat

- Palpasi : fremitus kiri dan kanan

- Perkusi : saat diperkusi terdengar bunyi sonor

- Auskultasi : bunyi pernafasan normal, tidak ada weezing atau ronkcy.

2) Jantung

- Inspeksi : iktus tidak terlihat titik LMCS

- Palpasi : iktus teraba

- Perkusi : saat diperkusi didapatkan hasil batas-batas jantung normal

- Auskultasi : saat diauskultasi bunyi jantung normal dan tidak ada murmur.

o Abdomen

- Inspeksi : normal, tidak ada terlihat spider nevi, asites dan bekas jaringan parut.

- Perkusi : timpani

- Auskultasi : bising usus normal

- Palpasi : tidak didapatkan adanya pembesaran organ disekitar abdomen

o Genetalia-Anus

Tidak dilakukan pemeriksaan.

3) Pemeriksaan penunjang

hitung sel endotel didapatkan hasi 2000 sel/mm3

pada pemeriksaan oftalmoskop direk katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks

fundus.

D. Analisi Data

No Data DIAGNOSA

1 Data objektif:

hitung sel endotel didapatkan hasi 2000

sel/mm3

Gangguan persepsi dan

sensori: penglihatan b.d

kerusakan mata

33 | P a g e

pada pemeriksaan oftalmoskop direk

katarak terlihat tampak hitam terhadap

refleks fundus.

Inspeksi mata :

- kornea : lampu slip-putih kekuningan

- lensa :keruh

data subjektif:

klien mengeluh jika seminggu yang lalu

pernah jatuh di tangga

klien mengeluh penglihatannya semakin

menurun

klien mengeluh jika sering silau pada siang

dan malam hari karena cahaya lampu

klien mengeluh sering menabrak perabot di

rumah

2 Data objektif:

Inspeksi mata :

- kornea : lampu slip-putih kekuningan

- lensa :keruh

data subjektif:

klien mengeluh sering menabrak perabot di

rumah

seminggu yang lalu klien mengatakan

pernah terjatuh di tangga

Resiko cidera b.d imobilisasi,

gangguan penglihatan

3 data objektif:

klien didiagnosa katarak

klien akan menjalani operasi katarak

data subjektif

klien mengeluh merasa cemas

klien mengeluh merasa takut dengan operasi

yang akan dijalani

klien mengeluh takut jika menjadi buta

setelah operasi

Cemas b.d kurangnya

informasi pembedahan

34 | P a g e

E. Analisis NANDA, NOC dan NIC

NANDA NOC NIC

Resiko tinggi terhadap

cedera berhubungan

dengan kehilangan

vitreus, perdarahan

intraokuler,

peningkatan TIO.

Ditandai dengan :

- Adanya tanda-

tanda katarak

penurunan

ketajaman

penglihatan

- Pandangan

kabur, dll

Status neurologis

- Fungsi neurologic

- Tekanan intracranial

- Ukuran pupil

- Reaktivitas pupil

- Pola pergerakan mata

Kontrol resiko

- factor resiko

lingkungan

- factor resiko

perilaku

- Strategi control

resiko

Kontrol gejala

- Permulaan gejala

- Frekuensi gejala

- Variasi gejala

- Tindakan

mengurangi gejala

Manajemen lingkungan

Aktivitas :

- Beri lingkungan yang nyaman

- Batasi aktifitas

- Pindahkan benda-benda

berbahaya dari sekitar pasien

- Kurangi stimulus lingkungan

- Anjurkan menggunakan tehnik

manajemen stress.

Pemberian obat

- Beri obat sesuai indikasi

- Pertahankan perlindungan mata

sesuai indikasi.

Identifikasi resiko

- Lihat riwayat kesehatan dahulu

- Identifikasi pasien dengan

kebutuhan perawatan lanjutan

- Tentukan kehadiran dan kualitas

dari dukungan keluarga

- Identifikasi strategi koping klien

dan keluarga

- Identifikasi cara untuk

membantu penurunan factor

resiko

Gangguan persepsi

sensori - perseptual

penglihatan

berhubungan dengan

gangguan penerimaan

Ketajaman penglihatan

Gangguan sensori

Respon rangsangan

Kompensasi terhadap

perubahan

Gambaran tubuh

aktivitas :

- Gambaran internal pribadi

- Sesuaikan diri dengan

berubahnya penampilan pisik

35 | P a g e

sensori / status organ

indera, lingkungan

secara terapetik

dibatasi. Ditandai

dengan :

- Menurunnya

ketajaman

penglihatan

- Perubahan

respon

biasanya

terhadap

rangsang.

Kontrol kecemasan

Kemampuan kognitif

Gambaran tubuh

Kompensasi

tingkahlaku penglihatan

- Deskripsi pada bagian tubuh

yang terkena dampak

Kemampuan kognitif

Aktivitas :

- Dapat ingat dengan segera

- Penuh perhatian

- Pertimbangkan jalan lain ketika

membuat keputusan

orientasi kognitif

- Mengenal diri sendiri

- Mengenal tempat yang sekarang

Anxiety / Cemas

berhubungan dengan

pre operasi

- Pengurangan

kecemasan

- Teknik relaksasi

- Control respon

kecemasan

- Penurunan dalam

kecemasan

Kontrol kecemasan

Aktivitas :

- Pantau intensitas kecemasan

- Hilangkan pencetus kecemasan

- Turunkan rangsang lingkungan

ketika cemas

- Cari informasi untuk

mengurangi kecemasan

- Rencanakan strategi koping

terhadap situasi yang menekan

- Gunakan teknik relaksasi untuk

mengurangi rasa cemas

Teknik relaksasi

Aktivitas :

- Beri tempat yang tenang dan

nyaman

- Cegah tindakan yang

mengganggu

- Ajarkan teknik relaksasi

36 | P a g e

- Anjurkan melakukan latihan-

latihan

BAB V

PENUTUP

37 | P a g e

A. Kesimpulan

Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat

hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan

metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu

Katarak biasanya didiagnosis melalui pemeriksaan rutin mata. Sebagian besar katarak

tidak dapat dilihat oleh pengamat awam sampai menjadi cukup padat (matur atau hipermatur)

dan menimbulkan kebutaan. Namun, katarak, pada stadium perkembangannya yang paling

dini, dapat diketahui melalui pupil yang didilatasi maksimum dengan ophtalmoskop, kaca

pembesar, atau slitlamp.

Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak

tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti

kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh.

Delapan puluh persen kebutaan atau gangguan penglihatan mata dapat dicegah atau

dihindari. Edukasi dan promosi tentang masalah mata dan cara mencegah gangguan

kesehatan mata. sebagai sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Usaha itu melipatkan berbagai

pihak, termasuk media massa, kerja sama pemerintah, LSM, dan Perdami.

B. Saran

Setelah membaca makalah ini diharapkan kepada pembaca khususnya mahasiswa

keperawatan dapat memahami perjalanan dari penyakit katarak, serta mampu merencanakan

asuhan keperawatan yang tepat bagi pasien dengan katarak baik itu preoperasi maupun post

operasi.

DAFTAR PUSTAKA

38 | P a g e

Bulecheck,Gloria dkk. 2008Nursing Interventions Classification (NIC),Fifth Edition.United

State : Mosby

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Herdman, T. Heather. 2009. Nanda International, Nursing Diagnosis: Deffintion &

Classification 2009-2011. Singapure: Markono Print Media Pte Ltd

Moorhead, Sue dkk. 2008.Nursing Outcomes Classification (NOC),Fourth Edition.United

State:Mosby

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &

Suddarth, Edisi 8. EGC : Jakarta.

39 | P a g e