jurding anestesi 2057

27
PENDAHULUAN The American Heart Association (AHA) dan Palang Merah Amerika mendirikan Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Nasional yang berfungsi untuk meninjau dan mengevaluasi literatur ilmiah tentang pertolongan pertama sebagai persiapan untuk The 2005 American Heart Association and American Red Cross Guidelines for First Aid. Dalam proses persiapan evaluasi tahun 2010, Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Nasional diperluas menjadi Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Internasional dengan penambahan perwakilan dari sejumlah organisasi pertolongan pertama internasional. Tujuan dari lembaga ini adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat kedaruratan dengan membuat rekomendasi pengobatan berdasarkan analisis bukti ilmiah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: Dalam kondisi darurat manakah, morbiditas atau mortalitas dapat dikurangi dengan intervensi dari penyedia pertolongan pertama? Seberapa kuatkah bukti ilmiah bahwa intervensi yang dilakukan oleh penyedia pertolongan pertama aman, efektif, dan layak? Sebuah tinjauan kritis terhadap literatur ilmiah yang dilakukan oleh anggota 1

Upload: widodo

Post on 09-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

The American Heart Association (AHA) dan Palang Merah Amerika mendirikan Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Nasional yang berfungsi untuk meninjau dan mengevaluasi literatur ilmiah tentang pertolongan pertama sebagai persiapan untuk The 2005 American Heart Association and American Red Cross Guidelines for First Aid

TRANSCRIPT

Page 1: JURDING ANESTESI 2057

PENDAHULUAN

The American Heart Association (AHA) dan Palang Merah Amerika

mendirikan Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Nasional yang berfungsi untuk

meninjau dan mengevaluasi literatur ilmiah tentang pertolongan pertama sebagai

persiapan untuk The 2005 American Heart Association and American Red Cross

Guidelines for First Aid. Dalam proses persiapan evaluasi tahun 2010, Lembaga

Penasihat Pertolongan Pertama Nasional diperluas menjadi Lembaga Penasihat

Pertolongan Pertama Internasional dengan penambahan perwakilan

dari sejumlah organisasi pertolongan pertama internasional. Tujuan dari lembaga ini

adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat kedaruratan dengan

membuat rekomendasi pengobatan berdasarkan analisis bukti ilmiah yang menjawab

pertanyaan-pertanyaan berikut:

Dalam kondisi darurat manakah, morbiditas atau mortalitas dapat dikurangi

dengan intervensi dari penyedia pertolongan pertama?

Seberapa kuatkah bukti ilmiah bahwa intervensi yang dilakukan oleh penyedia

pertolongan pertama aman, efektif, dan layak?

Sebuah tinjauan kritis terhadap literatur ilmiah yang dilakukan oleh anggota

Lembaga Penasihat Pertolongan Pertama Internasional diringkas dalam Konsensus

Internasional Pertolongan Pertama tahun 2010 dengan Rekomendasi Pengobatan

(ILCOR 2010 Konsensus CPR).

1

Page 2: JURDING ANESTESI 2057

Definisi Pertolongan Pertama

Kami mendefinisikan pertolongan pertama sebagai penilaian dan intervensi

yang dapat dilakukan oleh seorang penolong (atau oleh korban) dengan peralatan

medis minimal atau tanpa alat sama sekali. Penolong didefinisikan sebagai seseorang

yang memiliki pendidikan formal dalam pertolongan pertama, perawatan darurat, atau

obat yang diberikan dalam pertolongan pertama. Penilaian dan intervensi pada

pertolongan pertama harus dilakukan secara medis dan berbasis pada bukti ilmiah

atau, jika tidak disertai dengan adanya bukti tersebut, maka penilaian dan intervensi

didasarkan pada konsensus ahli. Administrasi pertolongan pertama tidak boleh

menjadi penunda aktivasi sistem pelayanan medis gawat darurat atau bantuan medis

lainnya bila diperlukan. Kami sangat percaya bahwa pendidikan tentang pertolongan

pertama itu bersifat universal: semua orang bisa belajar tentang pertolongan pertama.

Ruang lingkup pertolongan pertama tidak murni ilmiah, melainkan

dipengaruhi oleh latihan dan keteraturan. Karena merupakan suatu variable maka

definisi ruang lingkup ini sesuai dengan keadaan, kebutuhan, dan syarat ketentuan.

Memanggil Bantuan

Penolong harus mampu mengatur kapan bantuan diperlukan dan bagaimana

mendapatkannya. Penolong harus belajar bagaimana dan kapan waktu yang

diperlukan untuk memberikan pelayanan gawat darurat, bagaimana mengaktifkan

tempat perencanaan respon kedaruratan, dan bagaimana menghubungi Poison

Control Center

Memposisikan Korban

Secara umum korban tidak boleh dipindahkan, terutama jika penolong

menduga ada cidera pada pada diri korban, misalnya pada tulang belakang. Meskipun

begitu, ada saatnya korban harus dipindahkan ke tempat yang lebih aman, yakni pada

kondisi sebagai berikut:

Jika daerah tersebut tidak aman untuk penolong atau korban, pindahkan

korban ke lokasi yang aman jika aman untuk melakukannya.

2

Page 3: JURDING ANESTESI 2057

Jika korban tengkurap dan tidak responsif, putar korban menghadap ke atas.

Jika korban memiliki kesulitan bernapas karena hipersekresi cairan atau

muntah, atau jika penolong sendirian dan harus meninggalkan korban yang

tidak responsif untuk mendapatkan bantuan, tempatkan korban dengan posisi

High Arm IN Endangered Spine (HAINES) atau yang disebut recovery

position. Hal ini dilakukan dengan mengekstensikan salah satu lengan korban

di atas kepala dan miringkan tubuh ke samping sehingga kepala korban

bertumpu pada lengan yang ekstensi. Tekuk kedua kaki untuk menstabilkan

korban.

Jika korban menunjukkan adanya bukti shock, posisikan korban dalam

kondisi terlentang. Jika tidak ada bukti trauma atau cedera, naikkan kaki

sekitar 6 sampai 12 inci (sekitar 300-450) (Kelas IIb, LOE C). Jangan

menaikkan kaki jika gerakan atau posisi menyebabkan korban sakit.

Bukti manfaat menaikkan kaki yang diekstrapolasi dari kaki meningkatkan

studi tentang ekspansi volume, tidak ada studi tentang pengaruh menaikkan kaki

sebagai manuver pertolongan pertama untuk shock. Hasil dari studi ekspansi volume

bertentangan dengan beberapa hal yang ditunjukkan pada peningkatan cardiac output,

sementara yang lain tidak menunjukkan perubahan pada cardiac output atau tekanan

arteri dengan dengan menaikkan kaki.

Oksigen

Ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan penolong untuk memberikan

oksigen tambahan untuk korban saat korban mengeluhkan ketidaknyamanan pada

dada seperti sesak napas. Pemberian oksigen juga bermanfaat untuk pertolongan

pertama pada penyelam dengan dekompresi cedera (Kelas IIb, LOE C22).

3

Page 4: JURDING ANESTESI 2057

Medical Emergencies

1. Kesulitan Bernapas

Insiden asma akut meningkat terutama pada populasi kota. Banyak korban

yang menderita asma mengkonsumsi obat bronkodilator dan dapat mengelola

dirinya. Penolong tidak diharapkan untuk membuat diagnosis asma, tetapi mereka

diharapkan dapat mendampingi korban dalam dalam penggunaan obat

bronkodilator (Kelas IIa, LOE B) dengan ketentuan sebagai berikut:

Korban menyatakan bahwa dia mengalami serangan asma atau gejala yang

berhubungan dengan diagnosis ganggguan pernapasan sebelumnya, dan

korban mengkonsumsi obat atau inhaler.

Korban mengidentifikasi obat dan akan tetapi tidak dapat menggunakan tanpa

panduan.

Penolong harus familiar dengan inhaler sehingga mereka dapat membantu

korban dengan dalam menggunakannya untuk penatalaksanaan serangan asma

akut.

2. Reaksi Anafilaksis

Alergi merupakan suatu kondisi yang relatif umum, tetapi hanya sebagian

kecil orang dengan alergi yang berkembang menjadi reaksi anafilaksis. Reaksi

anafilaksis adalah syndrome progresif yang ditandai dengan gejala

pembengkakan, kesulitan bernapas, ruam yang gatal, dan akhirnya syok yang jika

dibiarkan tidak diobati, dapat menyebabkan kematian. Beberapa tanda dan gejala

ini juga dapat hadir dalam kondisi lain, sehingga tidak harus mampu membuat

diagnosis anafilaksis.

Pasien lama yang mengalami reaksi anafilaksis mengetahui tanda-tanda dan

gejala dan banyak membawa epinefrin auto-injektor. Dengan pelatihan yang

tepat, orang tua dapat diajarkan dengan benar bagaimana menggunakan auto-

injektor untuk mengelola epinefrin bagi anak-anak mereka. Penolong harus

familiar dengan epinefrin auto-injektor sehingga mereka dapat membantu korban

dengan reaksi anafilaksis untuk mengelola diri mereka. Selain itu penolong juga

harus tahu bagaimana mengelola auto-injektor jika korban tidak dapat

4

Page 5: JURDING ANESTESI 2057

melakukannya, asalkan obat telah diresepkan oleh dokter dan hukum negara

mengijinkannya (Kelas IIb, LOE B).

Dalam studi retrospektif 18%-35% pasien yang memiliki tanda-tanda

anafilaksis memerlukan dosis kedua epinefrin jika gejala bertahan atau

berkembang setelah dosis pertama. Karena kesulitan dalam membuat diagnosis

anafilaksis dan kerugianpotensial dari epinefrin jika diagnosis tidak benar,

penolong disarankan untuk mencari bantuan medis jika gejala bertahan, bukan

dengan secara rutin tetap memberikan dosis kedua dari epinefrin. Dalam kondisi

yang tidak biasa, ketika bantuan medis lanjutan tidak tersedia, dosis kedua

epinefrin dapat diberikan jika gejala anafilaksis bertahan (Kelas IIb, LOE C).

3. Kejang

Prinsip umum manajemen pertolongan pertama kejang adalah untuk:

Pastikan jalan napas terbuka.

Mencegah cedera.

Jangan menahan korban selama kejang. Jangan mencoba untuk membuka

mulut korban atau mencoba menempatkan benda antara gigi atau di dalam

mulut. Menahan korban dapat menyebabkan cedera muskuloskeletal atau

jaringan lunak. Menempatkan objek di dalam mulut korban dapat

menyebabkan kerusakan gigi atau aspirasi (Kelas IIa, LOE C). Sudah lazim

korban menjadi tidak responsif atau bingung dalam waktu yang singkat

setelah kejang.

4. Ketidaknyamanan Dada

Sangat sulit untuk membedakan ketidaknyamanan dada yang berasal dari

jantung jantung maupun yang berasal dari penyebab lainnya. Oleh karena itu,

penolong harus terlebih dahulu mengasumsikan bahwa penyebab

ketidaknyamanan dada adalah berasal dari jantung, sampai benar-benar terbukti

penyebab aslinya.

Ketidaknyamanan dada karena jantung sering digambarkan sebagai rasa

"terekan" dan sering disertai dengan sesak napas atau berkeringat. Tapi

ketidaknyamanan dada karena jantung ini mungkin tidak memiliki karakteristik

5

Page 6: JURDING ANESTESI 2057

klasik, terutama pada wanita. Pelayanan medis gawat darurat diperlukan segera

bagi siapa pun orang dengan ketidaknyamanan dada. Jangan menunda dan jangan

mencoba untuk mengangkut pasien ke fasilitas kesehatan sendiri.

Sambil menunggu pelayanan medis gawat darurat tiba, penolong dapat

mendorong korban untuk mengunyah aspirin sebanyak 1 dosis orang dewasa

(tidak dilapisi salut enterik) atau 2 dosis rendah "bayi" jika pasien tidak memiliki

alergi terhadap aspirin atau kontraindikasi lain untuk aspirin, misalnya stroke

hemoragik atau perdarahan baru (Kelas IIa, LOE A)

Injury Emergencies

1. Perdarahan

Kontrol perdarahan adalah keterampilan dasar dalam pertolongan pertama

yang dapat mempengaruhi hasil.

a. Tekanan Langsung

Perdarahan paling baik dikendalikan dengan menerapkan tekanan

sampai perdarahan berhenti atau layanan medis dawat darurat datang (Kelas I,

LOE A). Jumlah tekanan dan waktu yang dilakukan merupakan faktor yang

paling pentingdapat mempengaruhi kontrol perdarahan sukses. Tekanan harus

kuat, dan harus dipertahankan untuk waktu yang lama. Metode menerapkan

tekanan termasuk:

Tekanan manual dengan kasa atau kain lainnya ditempatkan di atas

sumber perdarahan. Jika perdarahan berlanjut, tambahkan kasa lebih di

atasnya dan berikan tekanan lebih.

Jika tidak mungkin untuk menekan terus menerus, tutuplah perdarahan

dengan perban elastis dengan kuat di atas kain kasa untuk menahannya di

tempat perdarahan dengan tekanan.

b. Torniket

Meskipun torniket terbukti efektif untuk mengontrol perdarahan

selama operasi, akan tetapi tidak ditemukan studi menghentikan perdarahan

pada pertolongan pertama dengan menggunakan torniket. Potensi bahaya

6

Page 7: JURDING ANESTESI 2057

aplikasi torniket berkepanjangan termasuk sementara atau permanen adalah

cedera pada saraf dan otot yang mendasarinya, dan komplikasi sistemik akibat

iskemia pada tungkai, termasuk asidemia, hiperkalemia, aritmia, syok, dan

kematian. Komplikasi terkait dengan tekanan tourniquet dan durasi oklusi,

tetapi tidak cukup bukti adanya komplikasi kritis minimal yang ireversibel

yang dapat terjadi. Karena potensi yang merugikan efek torniket dan kesulitan

dalam aplikasi yang tepat, penggunaan torniket untuk mengontrol perdarahan

dari ekstremitas ditunjukkan hanya jika tekanan langsung tidak efektif (Kelas

IIb, LOE B). Torniket yang dirancang khusus tampak lebih baik dari pada

yang diimprovisasi, tetapi torniket hanya harus digunakan dengan pelatihan

yang tepat (Kelas IIa, LOE B). Jika penolong menggunakan torniket, pastikan

bahwa penolong mencatat waktu penggunaaannya itu dan menyampaikannya

pada pihak penyedia layanan emergensi medis.

c. Titik Penekanan dan Elevasi

Elevasi dan penggunaan titik-titik tekanan tidak dianjurkan untuk

kontrol perdarahan (Kelas III, LOE C). Rekomendasi ini baru dibuat karena

ada bukti bahwa cara-cara lain mengendalikan perdarahan lebih efektif. Efek

hemostatik elevasi belum diteliti. Berdasarkan temuan sukarelawan ketika

titik-titik tekanan digunakan, didapatkan bahwa titik-titik tekanan tidak

berpengaruh pada pulsasi distal. Yang terpenting, prosedur ini belum terbukti

dapat mengganggu intervensi tekanan langsung, sehingga bias berbahaya.

d. Agen Hemostatik

Di antara sejumlah besar agen hemostatik yang tersedia secara

komersial, beberapa telah terbukti efektif. Namun, rutinitas penggunaannya

dalam pertolongan pertama tidak dapat direkomendasikan saat ini karena

variasi efektivitas dan potensi efek samping yang signifikan oleh agen yang

berbeda, misalnya kerusakan jaringan dengan induksi proembolik dan cedera

termal potensial (Kelas IIb,LOE B).

7

Page 8: JURDING ANESTESI 2057

2. Luka dan Abrasi

Luka lecet superfisial dan abrasi harus secara menyeluruh diirigasi dengan air

volume besar dan suhu hangat atau kamar dengan atau tanpa sabun sampai tidak

ada benda asing pada luka (Kelas I, LOE A). Air dingin tampaknya sama

efektifnya dengan air hangat, tetapi tidak nyaman. Jika air mengalir tidak tersedia,

gunakan sumber air bersih manapun. Penyembuhan luka lebih baik pada keadaan

dengan infeksi yang minimal jika ia ditutupi dengan salep atau krim antibiotika

dan pembalut oklusif yang bersih (Kelas IIa, LOE A). Berikan salep atau krim

antibiotik hanya jika luka adalah abrasi atau cedera superfisial dan hanya jika

korban tidak memiliki alergi terhadap antibiotik.

3. Luka Bakar

a. Luka bakar termal

Luka bakar termal dingin dengan dengan suhu (15° sampai 25°C)

diirigasi dengan air kran sesegera mungkin dan lakukan pendinginan terus

setidaknya sampai nyeri hilang (Kelas I, LOE B). Pendinginan dapat

mengurangi nyeri, edema, dan kedalaman cedera. Hal ini dapat mempercepat

penyembuhan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk eksisi dan grafting luka

bakar dalam. Jangan gunakan es langsung untuk luka bakar, karena dapat

menyebabkan iskemia jaringan (Kelas III, LOE B).

Paparan es berkepanjangan pada luka bakar kecil dan bahkan singkat

pada luka bakar yang besar, dapat menyebabkan jaringan mengalami cedera

lokal lebih lanjut dan hipotermia.

b. Luka Bakar Melepuh

Tutup luka bakar lecet dengan longgar dengan menggunakan pembalut

steril tapi menghilangkan luka lepuh karena proses penyembuhan dan

mengurangi rasa sakit (Kelas IIa, LOE B)

4. Cedera listrik

Tingkat keparahan cedera listrik dapat sangat bervariasi, dari

kesemutan yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh luka bakar intensitas

rendah untuk luka bakar termal, cardiopulmonary arrest, dan kematian. Luka

8

Page 9: JURDING ANESTESI 2057

bakar termal dapat dihasilkan dari pembakaran pakaian akibat kontak dengan

kulit atau dari lintasan arus listrik pada bagian tubuh. Ketika melintasi arus tubuh,

luka bakar termal dapat muncul pada titik-titik masuk dan keluardan sepanjang

jalur internal.

Cardiopulmonary arrest adalah penyebab utama kematian langsung dari

listrik. Aritmia jantung, termasuk fibrilasi ventrikel, ventricular asistol, dan

ventrikel takikardi yang berkembang menjadi fibrilasi ventrikel, merupakan hasil

dari paparan dari tegangan rendah maupun tinggi. Henti pernapasan mungkin

akibat dari cedera listrik di pusat pernapasan di otak atau dari kontraksi yang

berhubungan dgn tetanus atau kelumpuhan otot pernapasan. Jangan menempatkan

diri dalam bahaya tersengat listrik dengan menyentuh korban yang sedang dalam

keadaan daya aktif (Kelas III, LOE C). Matikan daya pada sumbernya; di rumah,

saklar biasanya terletak di dekat kotak sekering. Pada kasus mati karena listrik

tegangan tinggi disebabkan oleh aliran listrik, harap segera memberitahukan

pihak berwenang yang sesuai (misalnya, 911 atau departemen pemadam

kebakaran). Semua bahan dapat menghantarkan listrik jika tegangan cukup tinggi,

jadi jangan masuk daerah sekitar korban atau mencoba hilangkan kawat atau

bahan lain dengan objek apapun, termasuk kayu, sampai daya listrik tersebut

dimatikan oleh pihak yang berkompeten.

Setelah daya dimatikan, menilai korban, yang mungkin perlu CPR, defibrilasi,

dan penanganan syok dan luka bakar termal .Semua korban sengatan listrik

membutuhkan penilaian medis karena kadang-kadang cedera mungkin tidak

terlihat.

5. Stabilisasi Tulang Belakang

Ada kira-kira 2% dari risiko cedera pada serviks tulang setelah trauma tumpul

yang cukup serius untuk memerlukan pencitraan tulang belakang di bagian

pelayanan gawat darurat, dan kondisi ini tedapat risiko tiga kali lipat pada pasien

dengan cedera kraniofasial. Kebanya kankorban dengan cedera tulang belakang

adalah laki-laki antara usia 10-30 tahun. Kendaraan bermotor menyebabkan

sekitar setengah dari semua cedera tulang belakang, banyak dari sisanya

9

Page 10: JURDING ANESTESI 2057

disebabkan oleh jatuh (terutama dari ketinggian atau menyelam), olahraga, dan

perang.

Jika tulang belakang leher terluka, sumsum tulang belakang mungkin tanpa

pelindung, dan cedera lanjut (cedera sumsum tulang belakang sekunder) dapat

terjadi akibat tekanan pada tali yang terjadi ketika korban yang dimanipulasi atau

dipindahkan. Ini bisa mengakibatkan kerusakan saraf permanen termasuk

quadriplegia. Satu studi terkontrol tetapi lemah dengan beberapa rumusan

masalah telah memeriksa pertanyaan ini. Dalam studi tersebut, kelompok korban

terluka dengan imobilisasi tulang belakang menggunakan peralatan yang

dilakukan tenaga medis gawat darurat gagal untuk menunjukkan manfaat

neurologis dibandingkan dengan kelompok korban terluka tanpa imobilisasi

tulang belakang. Karena konsekuensi serius jika cedera sekunder terjadi,

pertahankan imobilisasi tulang belakang secara manual, stabilkan kepala sehingga

gerakan kepala, leher, dan tulang belakang diminimalkan (Kelas IIb, LOE C).

Penolong tidak harus menggunakan perangkat imobilisasi karena keuntungannya

dalam pertolongan pertama tidak terbukti dan mungkin justru berbahaya (Kelas

III, LOE C).

Perangkat imobilisasi diperlukan dalam keadaan khusus ketika penyelamatan

segera (misalnya penyelamatan korban tenggelam) diperlukan, tapi pertama-tama

pemberi bantuan tidak boleh menggunakan perangkat ini kecuali mereka telah

dilatih dengan baik dalam penggunaannya.

Penolong tidak dapat meyakinkan mengidentifikasi korban karena cedera

tulang belakang, tetapi mereka harus mencurigai cedera tulang belakang jika

seorang korban terluka memiliki salah satu faktor risiko berikut (ini telah

dimodifikasi sedikit dari Pedoman Amerika Heart Association dan Palang Merah

Amerika tahun 2005):

Usia ≥ 65 tahun

Sopir, penumpang, atau pejalan kaki, dalam kecelakaan kendaraan

bermotor, sepeda motor, maupun sepeda

Jatuh dari ketinggian

10

Page 11: JURDING ANESTESI 2057

Rasa kesemutan pada ekstremitas

Rasa sakit atau nyeri di leher atau punggung

Defisit sensoris atau kelemahan otot yang melibatkan batang tubuh atau

ekstremitas atas

Tidak sepenuhnya waspada atau mabuk

Nyeri lain, terutama dari kepala dan leher

Anak-anak 2 tahun atau lebih tua dengan bukti trauma kepala atau leher

6. Trauma Musculoskeletal

a. Terkilir dan Keseleo

Cedera jaringan lunak termasuk keseleo sendi dan kontusio muskulorum.

Penggunaan es dapat menurunkan perdarahan, edema, nyeri, dan disabilitas

dan masuk akal jika es digunakan untuk penalaksanaan pada cedera jaringan

lunak. Es paling baik dilakukan dengan plastik atau kain lembab diisi dengan

campuran es dan air, sedangkan campuran lebih baik daripada es saja.

Refreezable gel pack tidak seefektif dinginnya es yang dicampur dengan air.

Untuk mencegah cedera dingin, membatasi setiap penggunaan es untuk

selama 20 minutes. Jika dalam waktu yang lama masih merasa tidak nyaman,

batasi penggunaannya sampai 10 minutes. Gunakan pembatas, seperti handuk

tipis, antara kontainer dingin dan kulit (Kelas IIb, LOE C).

Tidak jelas apakah kompresi dengan perban sangat membantu untuk

cedera sendi. Penggunaan panas pada luka memar atau cedera sendi tidak

lebih baik dilakukan dalam pertolongan pertama dibandingkan dengan suhu

dingin.

b. Fraktur

Asumsikan bahwa setiap cedera pada ekstremitas termasuk fraktur tulang.

Tutup luka terbuka dengan kain. Jangan bergerak atau cobalah untuk

meluruskan ekstremitas yang cedera (Kelas III, LOE C). Tidak ada bukti

bahwa meluruskan fraktur tulang yang kaku memiliki waktu penyembuhan

yang lebih pendek atau dapat mengurangi rasa sakit sebelum fiksasi

permanen. Pendapat ahli menunjukkan bidai yang dapat mengurangi nyeri dan

11

Page 12: JURDING ANESTESI 2057

mencegah cedera lebih lanjut. Jadi, jika Penolong jauh dari pelayanan

kesehatan, stabilkan ekstremitas yang cidera dengan bidai (Kelas IIa, LOE C).

Dalam menggunakan bidai, sisipkan bantalan kecil untuk melindungi cedera.

Jika ekstremitas cedera tampak biru atau sangat pucat, panggil pusat

pelayanan medis kegawatdaruratan segera. Seorang korban dengan cedera

ekstremitas bawah tidak boleh menanggung berat badan sampai diizinkan oleh

seorang profesional medis.

7. Gigitan Manusia dan Hewan

Lakukan irigasi dengan air yang banyak pada luka gigitan manusia dan hewan

(Kelas I, LOE B). Irigasi telah terbukti mencegah rabies akibat gigitan hewan dan

infeksi bakteri.

a. Gigitan ular

Dalam pertolongan pertama tidak diperbolehkan untuk menghisap

(suction) daerah gigitan ular (Kelas III, LOE C). Suction dapat menghilangkan

racun, tapi jumlahnya sangat kecil. Suction tidak memiliki manfaat klinis dan

mungkin justru memperburuk luka. Lakukan imobilisasi dengan perban

bertekanan dengan tekanan antara 40 dan 70 mmHg pada ekstremitas atas dan

antara 55 dan 70 mm Hg di tungkai bawah pada seluruh ekstremitas panjang

yang digigit. Tindakan ini efektif dan aman untuk memperlambat penyebaran

racun dengan menghambat aliran getah bening (Kelas IIa, LOE C139, 140).

Untuk tujuan praktis, tekanan dianggap cukup jika keketatan perban masih

dirasakan nyaman dan memungkinkan jari untuk diselipkan di bawahnya.

Awalnya berdasarkan teori bahwa sistem memperlambat aliran limfatik

dengan tekanan eksternal hanya akan bermanfaat untuk korban gigitan ular

yang memproduksi racun neurotoksik, tetapi efektivitas imobilisasi tekanan

juga telah ditunjukkan untuk gigitan oleh ular non-neurotoksik Amerika. Hal

penting yang perlu dilakukan adalah mengajarkan penerapan perban

bertekanan dengan benar karenatekanan tidak memadai tidak efektif dan

terlalu banyak tekanan dapat menyebabkan kerusakan jaringan lokal.

12

Page 13: JURDING ANESTESI 2057

b. Sengatan Ubur-Ubur

Pedoman baru pertolongan pertama trauma karena sengatan ubur-ubur

terdiri dari dua tindakan penting yakni mencegah akumulasi nematocyst

dan nyeri lebih lanjut.

Untuk menghindari penyebaran racun lebih lanjut, lakukan irigasi

dengan asam cuka (4% sampai 6% larutan asam asetat) sesegera mungkin

selama minimal 30 detik pada daerah luka sengatan ubur-ubur (Kelas IIa,

LOE B). Jika cuka tidak tersedia, serbuk soda kue dapat juga dapat

digunakan. Untuk mengurangi rasa sakit, setelah nematocysts dihilangkan,

lakukan perendaman dengan air panas pada daerah sengatan ubur-ubur

bila memungkinkan (Kelas IIa, LOE B). Korban harus diinstruksikan

untuk mandi air panas atau membenamkan bagian yang sakit dengan air

panas (suhu yang masih ditoleransi, atau 45°C jika dapat mengatur suhu),

sesegera mungkin, minimal selama 20 menit atau selama sakit. Jika air

panas tidak tersedia, kemasan panas kering, sebagai pilihan kedua,

kemasan dingin kering dapat membantu dalam menurunkan rasa sakit

tetapi tidak seefektif air panas (Kelas IIb, LOE B146, 150151).

Penggunaan secara topikal aluminium sulfat atau pelunak daging yang

secara komersial tersedia dalam sediaan aerosol, pencucian dengan air,

dan papain (enzim yang berasaldari pepaya digunakan sebagai obat local),

kurang efektif dalam menghilangkan rasa sakit (Kelas IIb, LOE B147,

152). Penggunaan perban bertekanan untuk imobilisasi tidak dianjurkan

untuk pengobatan sengatan ubur-ubur karena dari hasil studi menunjukkan

bahwa imobilisasi dengan perban bertekanan imobilisasi menyebabkan

pelepasan racun lebih lanjut (Kelas III, LOE C).

8. Cedera Gigi

Pertolongan pertama untuk sebuah gigi avulsi adalah sebagai berikut:

Bersihkan luka pendarahandengan larutan salin atau air keran

Hentikan perdarahan dengan penekanan menggunakan kasa atau kapas.

13

Page 14: JURDING ANESTESI 2057

Tangani gigi bagian mahkota, bukan bagian akar (jangan

menangani bagian yang berada di bawah gusi)

Tempatkan gigi dalam susu, atau air bersih jika susu tidak tersedia

Hubungi dokter gigi pasien atau mengambil gigi dan bawa korban

pusat IGD secepat mungkin (Kelas IIa, LOE C)

Environmental Emergencies

1. Kedaruratan Suhu Dingin

Hipotermia

Hipotermia disebabkan oleh paparan dingin. Mendesaknya pengobatan

tergantung pada lamanya paparan dan suhu tubuh korban. Hangatkan kembali

korban hipotermia sesegera mungkin dengan memindahkan korban ke lingkungan

yang hangat, melepas pakaian yang basah, dan menutup semua permukaan tubuh

yang terpapar dengan apapun, seperti selimut, pakaian, dan surat kabar. Jika

korban hipotermia masih jauh dari pelayanan kesehatan, segera lakukan

rewarming tubuh korban (Kelas IIa, LOE B159, 160) meskipun efektivitas

rewarming belum dievaluasi. Rewarming aktif tidak boleh menunda perawatan

definitif. Metode rewarming aktif dapat dilakukan juga dengan menempatkan

korban di dekat sumber panas dan menempatkan kontainer hangat, tapi tidak

panas, air yang kontak dengan kulit.

2. Kedaruratan Suhu Panas

Suhu panas dapat menimbulkan gejala-gejala, biasanya disebabkan oleh

karena olahraga berat, menyebabkan terjadinya heat cramps, heat exhaustion, dan

heatstroke.

Heat cramps adalah nyeri hebat karena spasme otot involunter, yang biasanya

berpengaruh pada telapak tangan, otot-oto abdominal, dan punggung. Pertolongan

pertama dalam kasus ini antara lain dengan istirahat, pendinginan, dan minum

cairan karbohidrat-elektrolit seperti jus, susu, dan sebagainya. Lakukan

peregangan dan masase pada otot yang nyeri. Latihan (olahraga) tidak boleh

dilanjutkan kembali sampai semua gejala teratasi.

14

Page 15: JURDING ANESTESI 2057

Heat exhaustion disebabkan oleh karena kombinasi antara latihan yang

diinduksi oleh suhu panas dan kehilangan cairan elektrolit melalui keringat.

Gejala dan tanda yang ditunjukkan antara lain: mual, pusing, kram otot, pingsan,

sakit kepala, kelelahan, dan lemah. Heat exhaustion merupakan kondisi yang

serius karena bisa dengan cepat berkembang ke tahap selanjutnya seperti heat

stroke, yang fatal. Heat exhaustion harus segera diatasi dengan membawa korban

ke tempat yang dingin, mendinginkan suhu tubuh pasien misalnya dengan

menggunakan air dingin, dan memberi korban minuman dingin yang terdiri dari

karbohidrat dan elektrolit.

Heat stroke terdiri dari semua gejala heat exhaustion yang ditambah dengan

gejala pada system saraf pusat seperti pusing, dizziness, sinkop, dan kejang. Hal

terpenting bagi dalam memberikan pertolongan pertama pada kasus heat stroke

adalah membawa korban ke tempat yang dingin sesegera mungkin, rendam

korban dengan air dingin sampai setinggi dagu. Selain itu hal yang penting untuk

dilakukan adalah memanggil pelayanan medis darurat. Heat stroke membutuhkan

perawatan segera dengan cairan intravena. Jangan paksa pasien untuk minum

cairan secara langsung.

3. Tenggelam

Tenggelam adalah dapat menyebabkan kematian. Cara yang dilakukan untuk

menghindari tenggelam adalam dengan memasang pagar di sekitar kolam renang,

memakai baju apung, dan menghindari renang atau perahu motor dalam keadaan

mabuk.

Outcome tatalaksana korban tenggelam tergantung dari lamanya tenggelam,

suhu air, dan bagaimana CPR dimulai. Pindahkan korban segera dari air dengan

tetap memperhatikan keselamatan penolong. Jika penolong memiliki keahlian,

mulailah selamatkan pernapasan pasien ketika ia masih di air tanpa menunda

korban sampai keluar dari air. Tidak ada bukti bahwa air dapat tersumbat di

dalam tubuh oleh karena itu segera keluarkan air dari dalam tubuh dengan

mendesaknya dari perut maupun dada. Lakukan CPR, dan jika penolong datang

sendiri, maka lakukan CPR selam 5 siklus (sekitar 2 menit) kompresi dada dan

15

Page 16: JURDING ANESTESI 2057

ventilasi sebelum memanggil bantuan pelayanan medis darurat. Jika ada 2

penolong maka salah satu penolong segera menghubungi pelayanan medis daruat

sesegera mungkin.

Poison Emergencies

1. Chemical Burns

Sikat serbuk kimia dari kulit dengan memakai sarung tangan. Lepas semua

pakaian yang terkontaminasi dari tubuh korban, yakinkan bahwa penolong tidak

terkontaminasi dengan bahan kimia tersebut. Pada kasus korban yang terpapar

asam atau alkali pada kulit atau mata, lakukan irigasi segera pada daerah yang

terpapar dengan menggunakan air (Class I, LOE B).

2. Cedera Mata Toksik

Bilas mata dari substansi toksik sesegera mungkin dengan air (Class I, LOE

C), sampai tersedia antidotumnya.

3. Keracunan pada Saluran Pencernaan

Perawatan dengan menggunakan Susu atau Air

Jangan menangani korban keracunan dengan menggunakan mulut kecuali atas

saran dari Poison Control Center atau pihak emergensi medis karena hal itu

sangat berbahaya (Class III, LOE C). Tidak terdapat bukti yang cukup bahwa

pemberian air minum atau susu bermanfaat pada pertolongan pertama kasus

keracunan saluran pencernaan. Pada studi yang dilakukan pada binatang,

netralisasi agen penyebab dengan menggunakan air atau susu dapat mengurangi

kerusakan jaringan tapi pada studi yang dilakukan pada manusia hal itu tidak

terbukti secara klinis. Kerugian yang mungkin terjadi akibat dari pemberian air

atau susu antara lain emesis dan aspirasi.

16