case report anestesi

25
CASE REPORT FIBROADENOMA MAMMA Disusun Oleh : Melyanti Lestari 110.2010.163 Nadya Adnita 110.2010.200 Yulirika Ashari Lucha 110.2010.301 Pembimbing : Dr. Dublianus, Sp.An

Upload: melyantilestari

Post on 01-Feb-2016

34 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ANESTESI

TRANSCRIPT

Page 1: Case Report Anestesi

CASE REPORT

FIBROADENOMA MAMMA

Disusun Oleh :

Melyanti Lestari 110.2010.163

Nadya Adnita 110.2010.200

Yulirika Ashari Lucha 110.2010.301

Pembimbing :

Dr. Dublianus, Sp.An

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA CILEGON

JULI 2015

Page 2: Case Report Anestesi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmatnya serta

karunianya, sehingga syukur Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan presentasi kasus

dengan judul “Appendiktomi dengan Anestesi Regional” . Presentasi kasus ini disusun sebagai

salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian anestesiologi di RSUD

Cilegon. Penulis sangat sadar bahwa tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, penulis

tidak akan dapat menyelesaikan presentasi kasus ini.

Penghargaan dan terima kasih yang tulus penulis tujukan kepada:

1. Kedua orang tua penulis, yang akan selalu menjadi sumber inspirasi penulis, yang tidak

pernah berhenti memberikan dukungannya baik dalam moral maupun materiil.

2. dr. Dublianus, Sp.An, selaku pembimbing yang dengan segala kesibukan dan aktifitasnya,

masih meluangkan waktunya untuk membimbing penulis.

3. Teman-teman dan semua pihak yang telah turut membantu dalam pembuatan referat ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Tak lupa penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan presentasi kasus

ini karena terbatasnya pengetahuan yang dimiliki. Masukan kritik dan saran yang konstruktif

sangat penulis hargai guna kesempurnan referat ini. Semoga tugas presentasi kasus ini dapat

bermanfaat bagi pembaca.

Cilegon, Juli 2015

2

Page 3: Case Report Anestesi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................. 3

BAB I LAPORAN KASUS..................................................................................... 4

BAB II LAPORAN ANASTESI .............................................................................. 9

BAB III ANALISA KASUS ..................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 17

3

Page 4: Case Report Anestesi

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Identitas Pasien

Nama : Ny. R

Usia : 20 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Cilentrang

Agama : Islam

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Benjolan di payudara kiri

Anamnesa Khusus :

Pasien datang ke poliklinik RSUD cilegon tanggal 7 mei 2015 dengan keluhan

terdapat benjolan pada payudara sebelah kiri, benjolan di dada kiri disadari oleh penderita

sejak 1 tahun yang lalu. Awalnya benjolan hanya sebesar biji kacang, lama kelamaan

sebesar biji salak. Benjolan terasa padat kenyal, dapat di gerakkan dan kadang-kadang

terasa nyeri, nyeri dirasakan pada malam hari.

Kulit di pada benjolan tidak di temukan adanya kemerahan, tidak ada kulit yang

melekuk kedalam, tidak ada puting tertanam kedalam. Riwayat keluar cairan, darah dari

puting susu disangkal dan tidak ditemukan benjolan di tempat lain. Keluhan tidak disertai

demam, batuk, sesak, sakit kepala hebat, rasa penuh diulu hati, nyeri pada tulang

punggung maupun paha. Pada saat ini pasien sedang tidak menstruasi, riwayat haid

pertama kali usia 13 tahun, haid dirasakan teratur setiap bulannya.

4

Page 5: Case Report Anestesi

Riwayat penyakit dahulu:

1) Riwayat asma disangkal

2) Riwayat alergi obat disangkal

3) Riwayat operasi sebelumnya disangkal

4) Riwayat Hipertensi disangkal

5) Riwayat DM disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat asma, alergi dan riwayat penyakit yang sama dengan pasien disangkal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Dilakukan pada 10 Juli 2015

GCS : E4V5M6 = 15

Vital Sign : Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Suhu : 36,6C

Pernafasan : 20 x/menit

Status Generalisa. Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak sianosis, turgor kulit

cukup, capilary refill kurang dari 2 detik dan teraba hangat.

b. Kepala : Tampak tidak ada jejas, tidak ada bekas trauma, distribusi merata

dan rambut tidak mudah dicabut. Tonsil T1-T1, kripte tidak

melebar, detritus (-).

c. Mata : Konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik

d. Pemeriksaan Leher

1) Inspeksi : Tidak terdapat jejas

2) Palpasi : Trakea teraba di tengah, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.

Tidak teraba pembesaran limfonodi submandibula.

i. Pemeriksaan Thorax

1) Jantung

a) Inspeksi : Tampak ictus cordis 3 cm dibawah papila mamae sinistra

5

Page 6: Case Report Anestesi

b) Palpasi : Ictus cordis teraba kuat

c) Perkusi :

i. Batas atas kiri : SIC II LPS sinsitra

ii. Batas atas kanan : SIC II LPS dextra

iii. Batas bawah kiri : SIC V LMC sinistra

iv. Batas bawah kanan : SIC IV LPS dextra

d) Auskultasi : S1 S2 reguler, tidak ditemukan gallop dan murmur.

2) Paru

a) Inspeksi : Dinding dada simetris pada saat statis dan dinamis serta tidak

ditemukan retraksi dan ketertinggalan gerak.

b) Palpasi : Simetris, vokal fremitus kanan sama dengan kiri dan tidak

terdapat ketertinggalan gerak.

c) Perkusi : Sonor kedua lapang paru

d) Auskultasi: Tidak terdengar suara rhonkhi pada kedua paru. Tidak

terdengar suara wheezing

Status Lokalis

Pemeriksaan/regio Mammae dekstra Mammae sinistra

Inspeksi Warna kulit mammae sama seperti warna kulit sekitar,

kedua payudara tampak simetris, tidak terdapat penebalan

kulit mamae, tak tampak adanya massa, tidak terdapat

cekungan atau dimpling mamae, retraksi atau cekungan

papilla mammae, tidak terdapat pengeluaran discharge

secara spontan.

Palpasi Tidak teraba massa.

Papilla mamae elastis,

pengeluaran discharge

tidak ada.

Pembesaran KGB aksila

(-)

Teraba sebuah massa pada

kuadran regio mamma

inferolateral, bentuk bulat,

ukuran 3 cm x 2 cm x 3 cm,

permukaan rata/licin,

konsistensi padat kenyal,

mobile, berbatas jelas, nyeri

6

Page 7: Case Report Anestesi

tekan (-),

Papilla mamae elastis,

pengeluaran discharge tidak

ada.

Pembesaran KGB aksila (-)

j. Pemeriksaan Abdomen

a) Inspeksi : Perut membuncit, simetris, tidak terdapat jejas dan massa

b) Auskultasi : Terdengar suara bising usus dalam batas normal.

c) Perkusi : Timpani

d) Palpasi : Supel, tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas. Hepar dan

lien tidak teraba.

k. Pemeriksaan Ekstremitas :

Tidak terdapat jejas, bekas trauma, massa, dan sianosis

Turgor kulit cukup, akral hangat

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Pemeriksaan 09-07-2015 Nilai normal

Hematologi

Hemoglobin 11,4 14-18 g/dL

Leukosit 17210 5000-10000/L

Hematokrit 36,1 40-48%

Trombosit 424000 150000-450000/L

CT 8’ 5-15 menit

BT 2’ 1-6 menit

7

Page 8: Case Report Anestesi

Gol. Darah O Rh(+)

Kimia Klinik

SGOT 18 < 37 U/L

SGPT 20 < 41 U/L

Ureum 21 17-43 mg/dL

Creatinin 0,7 0,7-1,1 mg/dL

GDS 88 ≤ 200 mg/dL

Seroimmunologi

HbsAg

Anti-HIV

Negatif

Non Reaktif

Negatif

Non Reaktif

Elektrolit

Natrium 143,4 135-155 mmol/l

Kalium 3,72 3,0-5,5 mmol/l

Klorida 105,3 95-107 mmol/l

V. KESAN ANESTESI

Perempuan 20 tahun menderita Fibroadenoma Mamma sinistra dengan ASA I

VI. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yaitu :

a. Intravena fluid drip (IVFD) RL 20 tpm

b. Pro Ekstirpasi

c. Informed Consent Operasi

d. Konsul ke Bagian Anestesi

e. Informed Consent Pembiusan

Dilakukan operasi dengan general anestesi dengan status ASA I

8

Page 9: Case Report Anestesi

BAB II

LAPORAN ANESTESI

A. 1. Preoperatif

Informed Consent (+)

Puasa (+) kurang lebih 6-8 jam

Tidak terdapat gigi goyang dan pemakaian gigi palsu

IV line terpasang dengan infus RL 500 cc, mengalir lancar

Keadaan umum tampak sakit ringan

Kesadaran Compos Mentis

Tanda Vital:

o TD : 130/80 mmHg

o RR : 20 x/menit

o Nadi : 80x/menit

o Suhu : 36,6˚C

B. Premedikasi Anestesi

Sebelum dilakukan tindakan anestesi diberikan Ondansentron 4 mg secara bolus IV.

C. Tindakan Anestesi

Tanggal 10 Juli 2015 jam 10:40, Ny. R, 20 tahun tiba di ruang operasi dengan

terpasang infus RL 20 tpm. Dilakukan pemasangan dan pemeriksaan vital sign dengan hasil

TD 130/80 mmHg; Nadi 80x/menit, dan SpO2 99%. Pukul 10:35. Diberikan premedikasi

dengan injeksi Ondancentron 4 mg secara intravena. Setelah diberikan premedikasi

dilakukan induksi dengan injeksi Fentanyl 150 µg, propofol 150 mg intavena. Bersamaan

dengan itu, pasien disungkupkan dengan sungkup muka yang telah terpasang pada mesin

anestesi yang mengalirkan oksigen dari mesin ke jalan napas pasien sambil melakukan

bagging selama kurang lebih 2 menit untuk menekan pengembangan paru dan juga

menunggu kerja dari pelemas otot sehingga mempermudah dilakukannya pemasangan

laryngeal mask airway (LMA).

9

Page 10: Case Report Anestesi

Setelah pasien terinduksi dengan tanda reflek bulu mata menghilang, diberikan

oksigen 100% selama ± 3 menit. Kemudian setelah fasikulasi hilang dan leher pasien sudah

tidak kaku dilakukan pemasangan LMA no. 3. Setelah intubasi dilakukan dikunci dengan

menggembungkan balon LMA dengan udara dalam spuit, kemudian connector LMA

dihubungkan dengan mesin anestesi untuk mendapatkan O2. Setelah itu dilihat apakah terjadi

pernafasan spontan.

Dilakukan pemeliharaan anestesi dengan kombinasi inhalasi O2, N20 dan isoflurane.

Inhalasi N2O : O2 diberikan dengan perbandingan 50:50. Pada pasien ini diberikan N2O

sebesar 2 liter/menit dan O2 sebesar 2 liter/menit. Isoflurane diberikan sebanyak vol 2%.

Bila anestesinya terlalu dalam maka isoflurane diturunkan begitu pula sebaliknya.

Kombinasi dinaikkan dan diturunkan perlahan-lahan sesuai dengan keadaan pasien.

Ventilasi dilakukan dengan bagging dengan laju napas 20 x/ menit hingga operasi selesai.

Selama maintenance diperhatikan monitor tanda-tanda vital, vital sign diset otomatis dan

dicatat setiap 5 menit. Selama operasi , tekanan darah dan nadi di monitor tiap 5 menit

dengan hasil:

- lima menit I :140/85 mmHg, nadi 86x/mnt, SpO2 99%

- lima menit II :148/83 mmHg, nadi 84x/mnt, SpO2 99%

- lima menit III :110/68 mmHg, nadi 76x/mnt, SpO2 99%

- lima menit IV :110/72 mmHg, nadi 78x/mnt, SpO2 99%

- lima menit V :115/74 mmHg, nadi 80x/mnt, SpO2 99%

- lima menit VI :110/78 mmHg, nadi 60x/mnt, SpO2 99%

- lima menit VII :114/78 mmHg, nadi 67x/mnt, SpO2 99%

- lima menit VIII :115/76 mmHg, nadi 82x/mnt, SpO2 99%

- lima menit IX :120/80 mmHg, nadi 80x/mnt, SpO2 99%

Respirasi rate 22x/menit. Perdarahan selama operasi ± 10 cc. Pasien tidak tampak

hipoksia, sesak napas maupun hipovolemik. Pembedahan dilakukan selama 40 menit.

Intake IVFD RL 800 cc.

Setelah operasi selesai isoflurane diturunkan secara bertahap sampai mencapai 0

vol%, N2O diturunkan hingga 0 liter/menit, sementara itu O2 dinaikkan menjadi 6

10

Page 11: Case Report Anestesi

liter/menit. Sesaat sebelum pasien sadar dilakukan ekstubasi. Sebelum LMA dilepas,

kemudian balon LMA dikempeskan kemudian baru dilepaskan. Setelah ekstubasi pasien

tetap diberikan O2 selama kurang lebih 5-10 menit.

Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan (recovery room), dilakukan pemantauan

keadaan umum, tingkat kesadaran, dan vital sign hingga stabil. Pulse oximetry dimonitor

hingga pasien sadar penuh sampai pemulihan anestesi maksimal. Setelah berada di

recovery room dilakukan penilaian aldrete score, hingga nilai > 8, maka pasien dapat

dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal).

11

Page 12: Case Report Anestesi

BAB III

ANALISIS KASUS

Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka

pasien dapt diklasifikasikan ke dalam ASA I, yaitu pasien normal dan hanya menderita

penyakit yang akan dioperasi tanpa penyakit sistemik lainnya. Persiapan yang dilakukan

sebelum operasi yaitu memastikan pasien dalam keadaan baik, memasang infus, dan pasien

dalam keadaan puasa selama 6-8 jam sebelum operasi untuk meminimalkan risiko aspirasi isi

lambung ke jalan nafas selama anestesi.

Menjelang operasi pasien dalam keadaan tampak sakit ringan dan kesadaran compos

mentis. Jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu general anestesi dengan teknik SCCS dengan

LMA. Dari anamnesa diketahui bahwa pasien belum pernah menjalankan operasi apapun.

Pasien direncanakan untuk operasi extirpasi elektif.

Sebelum operasi dimulai, pasien dipersiapkan terlebih dahulu yaitu memastikan infus

berjalan lancar, ini dimaksudkan karena pada saat operasi sebagian besar obat-obatan

diberikan melalui jalur intravena, kemudian pemasangan alat-alat tanda vital seperti tensi, alat

saturasi yang bertujuan untuk melihat tekanan darah pasien karena beberapa obat anestesi

dapat mempengaruhi perubahan tekanan darah. Alat saturasi bertujuan untuk memantau suplai

oksigen. Kemudian memastikan pasien dalam keadaan tenang dan kooperatif.

Pasien diberikan obat premedikasi yaitu Ondansetron 4 mg secara bolus IV, yang

bertujuan agar pasien tidak mual dan muntah karena obat-obat anestesi dapat merangsang

muntah pada pasien. Ondansetron adalah suatu antagonis reseptor Serotonin 5 –

Hydroxytriptamine (5HT3) selektif. 5HT3 merupakan zat yang akan dilepaskan jika terdapat

toksin dalam saluran cerna, berikatan dengan reseptornya dan akan merangsang saraf vagus

menyampaikan rengsangan ke CTZ (Chemoreseptor Trigger Zone) dan pusat muntah dan

kemudian terjadi mual muntah.

Kemudian dilakukan anestesi general kepada pasien dengan menggunakan Fentanyl,

Propofol. Fentanyl sebagai analgesik adalah analgesik narkotika yang poten, bisa digunakan

sebagai tambahan untuk general anestesi maupun sebagai awalan anestesi. Fentanil memiliki

12

Page 13: Case Report Anestesi

kerja cepat dan efek durasi kerja kurang lebih 30 menit setelah dosis tunggal IV 100 µg.

Fentanil bergantung dari dosis dan kecepatan pemberian, bisa menyebabkan rigiditas otot,

euforia, miosis, dan bradikardi. Profopol bekerja sebagai sedasi atau hipnotik. Dosis induksi

menyebabkan pasien tidak sadar, dimana dalam dosis yang kecil dapat menimbulkan efek

sedasi, tanpa disertai efek analgesik. Pada pemberian dosis induksi (2 mg/kgBB) pemulihan

berlangsung cepat.

Ada berbagai teknik anestesi untuk melakukan extirapasi fibroadenoma mamma.

Teknik anestesi yang dianjurkan adalah pemasangan LMA, karena dinilai lebih aman dan

lebih tidak invasive dibanding dengan pemasangan Endotracheal Tube (ET). Dipilih

manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan lama operasi yang tidak begitu

lama, karena LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang membutuhkan bantuan ventilasi

dalam jangka waktu lama. LMA sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET

untuk airway management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET

menjadi suatu indikasi.

Pada kasus ini digunakan maintenance N2O dan O2 dengan perbandingan 50:50 (N20

2 liter per menit : O2 2 liter per menit) serta isofluran vol 2 %.

Berdasarkan kepustakaan disebutkan bahwa anestesi yang ideal akan bekerja secara

cepat dan dapat mengembalikan kesadaran dengan segera setelah pemberian dihentikan serta

mempunyai batas keamanan yang cukup besar dan efek samping minimal. Hal ini tidak dapat

dicapai bila diberikan secara tunggal. Oleh karena itu perlu anestesi dalam bentuk kombinasi.

Umumnya obat anestesi umum diberikan secara intravena dan inhalasi.

Selama anestesi berlangsung, pasien diberikan Tramadol 100 mg secara bolus IV.

Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat secara

stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghentikan sensasi nyeri dan

respon terhadap nyeri. Di samping itu juga menghambat pelepasan neurotransmiter dari saraf

aferen yang bersifat sensitif terhadap rangsang, akibat impuls nyeri terhambat.

Ekstubasi dilakukan sesaat sebelum pasien sadar. Namun sebelum LMA dilepas

dilakukan pembersihan jalan napas dari lendir dengan menggunakan suction sampai bersih

supaya pernapasan lancar, kemudian balon LMA dikempeskan selanjutnya baru dilepaskan.

13

Page 14: Case Report Anestesi

Setelah ekstubasi dipasang guedel dan pasien tetap diberikan O2 selama kurang lebih 5-10

menit.

Terapi cairan durante operasi pada pasien ini dipilih menggunakan Ringer Laktat

yang merupakan cairan yang paling fisiologis ketika volume besar diperlukan.

Setelah operasi selesai, pemantauan dilanjutkan di RR (Recovery Room). Tampak

kondisi pasien stabil, sadar penuh, tanda-tanda vital dalam batas normal, tidak tampak adanya

tanda syok, dan dilakukan penilaian aldrete score, hingga nilai > 8, maka pasien dapat

dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal).

Apakah penggunaan LMA pada pasien operasi fibroadenoma mamma sudah tepat?

Untuk menjamin jalan nafas pasien selama tidak sadar, maka dilakukan pemasangan

LMA, karena dinilai lebih aman dan lebih tidak invasive dibanding dengan pemasangan

Endotracheal Tube (ET). Dipilih manajemen jalan nafas dengan LMA karena pertimbangan

lama operasi yang tidak begitu lama, karena LMA tidak dapat digunakan pada pasien yang

membutuhkan bantuan ventilasi dalam jangka waktu lama. LMA sebagai alternatif dari

ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management. LMA bukanlah suatu

penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.

Keuntungan penggunaan LMA diabanding ET adalah kurang invasif, mudah

penggunaanya, minimal trauma pada gigi dan laring, efek laringospasme dan bronkospasme

minimal, dan tidak membutuhkan agen relaksasi otot untuk pemasangannya.

Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk

memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan

memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini

tersedia dalam 7 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan

besar.

Indikasi:

a. Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management.

LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.

b. Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan.

c. Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

14

Page 15: Case Report Anestesi

Kontraindikasi:

a. Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada emergency

adalah pengecualian ).

b. Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal yang

bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi

tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanainspirasi puncak harus dijaga

kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan

lambung.

c. Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.

d. Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu

terjadinya laryngospasme.

Efek Samping :

Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi 10

% dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama adalah

aspirasi.

Komplikasi Pemakaian LMA

Clasic LMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena regurgitasi isi

lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada pasien-pasien yang punya

resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia

hiatus simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese.

Insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 %13 dimana insidensi

ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu antara 21,4 % - 30 % ( Wakeling et

al ), 28,5 % dan sampai 42 % Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan

komplikasi jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan dengan ET. Namun clasic LMA

mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah ( rata-rata 18 –

20 cmH2O ) sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan menimbulkan masalah.

Peningkatan tekanan pada jalan nafas akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas

dan inflasi lambung. Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak memberikan perlindungan pada

15

Page 16: Case Report Anestesi

kasus regurgitasi isi lambung. Proseal LMA berhubungan dengan kurangnya stimulasi

respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi pembiusan.

ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama ventilasi

kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 % dibandingkan clasic LMA

sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi kebocoran dari jalan nafas. Sebagai

tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi lambung dan dapat

menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi.

16

Page 17: Case Report Anestesi

DAFTAR PUSTAKA

Gwinnut, Carl L. 2010. Anestesia Klinis Edisi 3. Jakarta : EGC.

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi

Kedua. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.

17