laporan surveilans gizi buruk

31
LAPORAN SURVEILANS GIZI BURUK KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012-2014 Disusun ole ! A"in D#$o%#&ul A"ni# '1112101000 0(() Lilis *uli#$&i '1112101000 0(+) Se,#$ i" #&i Su. $#.& o '11121010000/ 2) PROGRA STUDI KESEHATAN ASTARAKAT AKULTAS KEDOKTERAN DAN ILU KESEHATAN UIN S*ARI HIDA*ATULLAH AKARTA TAHUN 2014

Upload: agin-darojatul-aghnia

Post on 14-Oct-2015

1.381 views

Category:

Documents


288 download

DESCRIPTION

laporan gizi buruk

TRANSCRIPT

LAPORAN SURVEILANS GIZI BURUK

KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012-2014

Disusun oleh :

Agin Darojatul Aghnia (1112101000033)

Lilis Yuliarti

(1112101000037)

Sekar Wigati Suprapto(1112101000062)PROGRAM STUDI KESEHATAN MASTARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

TAHUN 2014

BAB I

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

WHO (1968) (dalam Rajab,2008,p.126) mengemukakan pengertian surveilans sebagai suatu kegiatan pengumpulan data yang sistematis dan menggunakan informasi epidemiologi untuk perencanaan, implementasi, dan penilaian pemberantasan penyakit. Henderson (1976) (dalam Rajab,2008,p.127) mengemukakan bahwa surveilans berfungsi sebagai otak dan sistem saraf untuk program pencegahan dan pemberantasan penyakit.

Fakta menunjukkan jumlah balita penderita gizi buruk di Banten masih cukup tinggi yakni sekitar 7.213 balita dan balita gizi kurang mencapai 53.680 balita, dari jumlah total balita di Banten pada 2012 sebanyak 1.124.758 balita. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, sebanyak 60.893 balita di Banten mengalami gangguan masalah gizi dan sebanyak 7.213 balita diantaranya mengalami gizi buruk dan 53.680 balita lainnya kekurangan gizi.

Angka penderita gizi buruk di wilayah Provinsi Banten masih tinggi dan memprihatinkan. Secara nasional angka penderita gizi buruk di Banten tertinggi ketiga setelah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Jawa Timur. Anak balita di Provinsi Banten yang mengalami gizi buruk mencapai 50.092 orang. Jumlah terbanyak terdapat di kota Tangerang, kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang. Berdasarkan fakta itu, pemerintah pusat telah menetapkan Banten masuk dalam peringkat ketiga untuk kasus gizi buruk setelah NTT dan Jawa Timur. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten, dari total balita yang mengalami gizi sebanyak 50.092 orang, yang mengalami gizi kurang sebanyak 45.438 orang dan gizi buruk 4.654 orang. Secara rinci, jumlah gizi kurang dan gizi buruk di Kabupaten Tangerang sebanyak 10.352 (gizi kurang sebanyak 8.974 orang dan gizi buruk sebanyak 1.154 orang).

Daerah yang paling banyak balita gizi buruk dan kekurangan gizi di Banten berada di wilayah Selatan yakni kabupaten Pandeglang dan Lebak. Selain kedua daerah itu ternyata gizi buruk terjadi di Kota Tangerang Selatan yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Provinsi DKI Jakarta.

Dinas kesehatan Kota Tangerang Selatan mencatat terdapat 25 warga setempat yang mengalami penderitaan gizi buruk berusia antara 2-3 tahun. Penyakit gizi buruk yang diderita terdiri dari dua kategori yakni gizi buruk murni dan gizi buruk penyakit penyerta. Terkait hal itu, Dinas Kesehatan telah melakukan program penanganan secara tahap berkala dan dapat disembuhkan dengan proses tiga bulan. Tetapi, apabila gizi buruk dengan penyakit penyerta, kadang kondisinya menjadi lebih sulit. Dari 25 penderita gizi buruk, 11 diantaranya korban dengan penyakit penyerta. Namun, hingga bulan februari 2013 gizi buruk tersisa 10 orang.1.2 Tujuan Umum

1. Untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan surveilans penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

2. Gambaran epidemiologi penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Pengertian Gizi Buruk

Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditamp

akkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nency,2005).

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat berat atau akut (Pardede, J, 2006).2.2 Pengukuran Gizi BurukGizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain: Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, rambut, atau mata. Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement dermatosis). Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain pengukuran tinggi badan, berat badan, dan lingkar lengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya (Dewi,2012).2.3 Klasifikasi Gizi BurukTerdapat 3 tipe gizi buruk yaitu marasmus, kwarshiorkor, dan marasmus-kwarshiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang berbeda-beda.

Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000): Anak tampak sangat kurus, tinggal terbungkus kulit Wajah seperti orang tua Cengeng, rewel Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada Sering disertai diare kronik atau konstipasi, serta penyakit kronik

Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam Wajah membulat dan sembab Pandangan mata anak sayu Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).2.4 Etiologi Gizi BurukMenteri Kesehatan Indonesia, Dr. Siti Fadilah menyebutkan ada tiga hal yang saling kait-mengkait dalam hal gizi buruk, yaitu kemiskinan, pendidikan rendah dan kesempatan kerja rendah. Ketiga hal itu mengakibatkan kurangnya ketersediaan pangan di rumah tangga dan pola asuh anak keliru. Hal ini mengakibatkan kurangnya asupan gizi dan balita sering terkena infeksi penyakit.UNICEF dalam Soekirman (2002) juga telah memperkenalkan dan sudah digunakan secara internasional mengenai berbagai faktor penyebab timbulnya gizi kurang pada balita, yaitu :1. Penyebab langsung : makanan tidak seimbang untuk anak dan penyakit infeksi yang mungkin di derita anak. Anak yang mendapat makanan yang cukup tetapi diserang diare atau infeksi, nafsu makan menurun, akhirnya dapat menderita, gizi kurang. Sebaliknya, anak yang makan tidak cukup baik, daya tahan tubuh melemah, mudah diserang infeksi. Kebersihan lingkungan, tersedianya air bersih, dan berperilaku hidup bersih dan sehat akan menentukan tingginya kejadian penyakit infeksi.2. Penyebab tidak langsung : Pertama, ketahanan pangan dalam keluarga adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan makan untuk seluruh anggota keluarga baik dalam jumlah maupun dalam komposisi zat gizinya. Kedua, pola pengasuhan anak, berupa perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal memberikan makan, merawat, kebersihan, pemberian kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan kesehatan ibu (fisik dan mental), status gizi, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, adat kebiasaan dan sebagainya dari si ibu dan pengasuh lainnya. Ketiga, faktor pelayanan kesehatan yang baik, seperti; imunisasi, penimbangan anak, pendidikan dan kesehatan gizi, serta pelayanan posyandu, puskesmas, praktik bidan, dokter dan rumah sakit.

Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nency, 2005).

Bagan I Penyebab Gizi Buruk

2.5 Kriteria Anak Gizi Buruk1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasia. BB/TB: < -3 SD dan atau;b. Terlihat sangat kurus dan atau;c. Adanya Edema dan atau;d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan2) Gizi Buruk dengan KomplikasiGizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut:a. Anoreksia

b. Pneumonia berat

c. Anemia berat

d. Dehidrasi berat

e. Demam sangat tinggi

f. Penurunan kesadaran2.6 Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah menurut Kepmenkes RI No:1995/MENKES/SK/XII/2010. Untuk menentukan klasifikasi status gizi diperlukan ada batasan-batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini disetiap negara relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di Negara tersebut, berdasarkan data empiris dan keadaan klinis. Klasifikasi menurut Kepmenkes RI No:1995/MENKES/SK/XII/2010 adalah sebagai berikut:

2.7 Upaya Pencegahan dan Penanggulangan

Menurut laporan Surveilans epidemiolodi gizi buruk diwilayah provinsi NTT dan NTB yang ditulis oleh Andi Zulkifli, adapun program-program upaya penanggulangan masalah gizi buruk dapat dilakukan baik ditingkat pusat (pemerintah) maupun tingkat daerah antara lain: Peningkatan cakupan deteksi gizi buruk melalui penimbangan balita di posyandu dan puskesmas

Program pola asuh gizi

Peningkatan suplementasi gizi pada anak

Meningkatkan jangkauan dan kualitas tata laksana kasus gizi buruk di rumah tangga, puskesmas dan rumah saskit

Pembentukan keluarga sadar gizi

Promosi pemberian ASI ekslusif

Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI)

Pemberian makanan tambahan (PMT)

Pemberian Suplementassi vitamin A dan zat besi

Pendampingan keluarga

Program Keluarga Sadar Gizi

BAB III

RANCANGAN SURVEILANS3.1 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengumpulan data, alur pelaporan data, pengolahan dan analisis data penyakit gizi buruk di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

2. Untuk mengetahui distribusi penyakit gizi buruk berdasarkan tempat di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 2014.

3. Untuk mengetahui distribusi penyakit gizi buruk berdasarkan waktu di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 sampai dengan tahun 20143.2 Metodea. Pengumpulan Data

Jenis data yang diperoleh dalam laporan Surveilans Epidemiologi ini berupa data sekunder karena diperoleh dengan cara menelaah dokumen yaitu meminta data surveilans gizi buruk pada Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan tahun 2012 sampai dengan tahun 2014. Sumber data berasal dari laporan setiap puskesmas dan rumah sakit yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan yang berupa data sekunder dalam bentuk laporan mingguan dengan menggunakan formulir W2 dan data primer melalui wawancara kepada petugas surveilans gizi buruk di Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan.

b. Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data dengan menggunakan system komputerisasi program microsoft excel. Data yang telah diolah, dianalisis secara univariat dengan mendeskripsikan nilai kasus berdasarkan tempat dan waktu. Penyajian data dalam bentuk grafik dan tabel.

BAB IV

HASIL SURVEILANS4.1 Pelaksanaan Surveilans

Pengumpulan data dilakukan bukanlah dari sistem pelaporan rutin karena tidak pada tanggal yang sama di setiap bulannya, melainkan dengan sistem pelaporan dari puskesmas dan rumah sakit yang dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 5, jika terjadi keterlambatan pelaporan dari pihak puskesmas dan rumah sakit, Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan akan menghubungi pihak puskesmas atau pihak rumah sakit tetapi tidak ada sanksi yang diberikan. Selain dari pelaporan puskesmas dan rumah sakit, pengumpulan data juga dilakukan dengan validasi data dengan mengunjungi rumah balita yang dilaporkan gizi buruk. Alat pengumpulan data yang digunakan pada saat pendataan balita gizi buruk di posyandu dan puskesmas adalah register yaitu dengan menuliskan nama, umur, jenis kelamin, berat badan serta alamat dari balita tersebut (by name by address) dan formulir W2.

Alur pelaporan dilakukan setiap minggu, para balita rutin ditimbang Berat Badan dan Tinggi Badan di Posyandu dengan bantuan kader dan petugas puskesmas kemudian hasil pengukuran dilaporkan ke pihak puskesmas dan di rekap oleh puskesmas kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan dalam bentuk formulir W2 yang dilaporkan setiap bulan. Begitu juga pihak rumah sakit melaporkan ke Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dalam bentuk formulir W2 setiap bulan jika ada balita kasus gizi buruk yang berobat ke rumah sakit. Jika terjadi kasus gizi buruk baru yang ditemukan maka harus dilaporkan 1x24 jam.

Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan mirosoft excel dan buku pedoman WHO Antropometri 2005. Dimana pertama-pertama berat badan dan tinggi badan balita akan ditulis di mirosoft excel tersebut yang kemudian secara otomatis akan terlihat berdasarkan standar penilaian status gizi dari buku pedoman WHO Antropometri 2005 yang telah ditetapkan tersebut apakah balita itu mengalami gizi kurang atau bahkan gizi buruk.4.2 Distribusi Penyakit Gizi Buruk Berdasarkan Tempat

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi di Puskesmas Keranggan dan Pondok Betung sebanyak 14 balita pada masing-masing puskesmas dan terendah pada Puskesmas Serpong, Jombang, Setu, Rengas, Benda Baru dan Situ Gintung dengan tidak ada kasus gizi buruk yang terjadi. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2012 terjadi di Puskesmas Pamulang dan Rawa Buntu sebanyak 1 balita pada masing-masing puskesmas. Pada semua rumah sakit di Kota Tangerang Selatan tidak ada jumlah kasus gizi buruk dan kasus kematian karena gizi buruk yang diterjadi pada Tahun 2012.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi di Puskesmas Pondok Pucung sebanyak 15 balita dan terendah pada Puskesmas Pamulang, Ciputat, Jombang, Perigi, Keranggan, Rengas, Pondok Betung, Benda Baru, Situ Gintung dan Rawa Buntu dengan tidak ada kasus gizi buruk yang terjadi. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2013 terjadi di Puskesmas Serpong dan Ciputat Timur sebanyak 1 balita pada masing-masing puskesmas.

Jumlah kasus kesakitan gizi buruk juga terjadi di RS Asobirin sebanyak 4 balita, di RSIA Buah Hati sebanyak 1 balita, di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 17 balita, RS Medika BSD sebanyak 1 balita dan RSIA R.P Soeroso sebanyak 2 balita. Sementara, kasus kematian karena gizi buruk terjadi di RS Medika BSD sebanyak 1 balita dan di RSIA R.P Soeroso sebanyak 2 balita pada tahun 2013.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi di Puskesmas Pondok Jagung dan Jurang Mangu sebanyak 2 balita pada masing-masing puskesmas pada Tahun 2014. Sementara, tidak ada kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2014.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 7 balita pada Tahun 2014. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2014 juga terjadi di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 1 balita.

4.3 Distribusi Penyakit Gizi Buruk Berdasarkan Waktu

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi pada bulan mei sebanyak 16 balita dan terendah terjadi pada bulan agustus sebanyak 2 balita pada tahun 2012. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk pada tahun 2012 terjadi pada bulan september dan november sebanyak 1 balita pada masing-masing bulan.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa jumlah kasus kesakitan gizi buruk tertinggi terjadi pada bulan februari sebanyak 22 balita dan terendah pada bulan agustus dan desember karena tidak terjadi kasus pada tahun 2013. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk cukup tinggi pada tahun 2013 terjadi pada bulan februari, maret, dan agustus sebanyak 1 balita pada masing-masing bulan pada tahun 2013.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan

Dari grafik di atas, diketahui bahwa pencatatan kasus gizi buruk pada tahun 2014 baru sampai pada bulan april sehingga jumlah kasus kesakitan gizi buruk terjadi pada bulan februari dan maret sebanyak 6 balita pada masing-masing bulan tahun 2014. Sementara, kasus kematian balita karena gizi buruk terjadi pada bulan februari sebanyak 1 balita pada tahun 2014.BAB V

PEMBAHASAN5.1 Hasil Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi

Tujuan dilakukannya surveilans gizi buruk di Dinkes Tangsel ini berdasarkan hasil wawancara adalah untuk mencapai target MDGs dalam soal kemiskinan dan kelaparan, terkait target lain yaitu mengurangi jumlah anak-anak gizi kurang atau gizi buruk sehingga setiap penderita gizi buruk mendapat perawatan baik itu rawat inap atau rawat jalan, mendapatkan informasi mengenai status gizi balita di tingkat puskesmas dan rumah sakit berdasarkan BB/TB, dan balita ditimbang setiap bulan secara teratur. Indikator surveilans yang digunakan untuk menyatakan balita mengalami gizi buruk atau tidak, dengan melihat hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan dengan pedoman buku WHO Antropometri 2005. Indikator yang digunakan untuk menyusun SIMK, adanya tenaga manajemen data gizi, adanya proses pengumpulan data, adanya proses pengolahan data, adanya proses pembuatan laporan, adanya proses sosialisasi dan advokasi, tersedianya informasi gizi buruk, dan tersedianya informasi balita yang ditimbang berat badannya. Dalam hal ini tidak ada proses pengambilan sampel, karena gizi buruk merupakan penyakit yang jarang, kasusnya terbatas (sedikit) dibandingkan dengan penyakit lain sehingga pengambilan sampel tidak lagi diperlukan.

Data yang digunakan sudah berorientasi pada tindakan layak dan berkesinambungan karena hasil dari analisis data sudah di gunakan sebagai dasar membuat program penanggulangan seperti PMT (Pemberian Makanan Tambahan) dan makanan formula (makanan yang sudah sesuai dengan gizi standar), pengumpulan data sudah dalam konteks lokal, dan pengumpulan data tetap dapat berjalan tanpa sokongan dari luar, tetapi program ini belum berhasil karena kasus gizi buruk masih terus meningkat. Adapun indikator keberhasilan program yang ditetapkan Dinas kesehatan kota Tangerang Selatan adalah pelaporan dari puskesmas setelah pemberian PMT dan makanan formula dalam 3 bulan sekali, penimbangan balita setiap seminggu sekali, dan adanya penurunan jumlah kasus gizi buruk. Selain indikator keberhasilan program terdapat juga indikator tujuan umum surveilans yang digunakan adalah relevansi, validitas, reliabilitas, ketepatan waktu, dan kelengkapan data.

Data yang disajikan menurut kami sudah relevan karna sesuai dengan data laporan mingguan yang didapatkan dari dinas kesehatan tangerang selatan hanya saja kami menampilkannya dalam bentuk bulanan dan pengelompokkan tempat yaitu puskesmas dan rumah sakit.Penyimpanan data terjamin tidak hilang karena setiap dibuat laporan mingguan, bulanan, dan tahunan maka akan disimpan dalam bentuk softcopy dan hardcopy. Serta data softcopy tersebut dibackup dalam satu email yang telah ditentukan. Diagnosis penyakit dapat dipercaya karena dilakukan oleh orang yang memang berkompeten dibidangnya, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa ketika dilaporkan ada kasus gizi buruk maka petugas gizi atau pihak dinkes akan turun kelapangan untuk melakukan pengukuran kembali untuk memastikan apakah kasus tersebut benar-benar kasus gizi buruk atau tidak.

Namun, masih banyak terdapat kelemahan-kelemahan statistik dan kelemahan kualitas data. Seperti hanya melaporkan kejadian penyakit gizi buruk dan meninggal sehingga lebih bersifat kuratif, tidak melaporkan kriteria balita yang mengalami gizi buruk sehingga tidak dapat diketahui variabel independentnya. Ketepatan dan kelengkapan data surveilans gizi buruk ini masih kurang karena masih banyak puskesmas dan rumah sakit yang terlambat melaporkan bahkan ada beberapa yang tidak melaporkan. Data yang diterima oleh Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tidak tepat waktu karena tidak ditetapkan tanggal yang pasti hanya diinformasikan paling lambat tanggal 5. Sedangkan apabila terjadi keterlambatan pelaporan, pihak dinkes hanya mengingatkan melalui telephone atau sms tanpa adanya sanksi. Namun setiap akhir bulan kepala dinkes akan melakukan evaluasi dimana keterlambatan pelaporan akan dibahas dan diberikan teguran.Tabel 1. Daftar Rumah Sakit yang Melaporkan Kasus Gizi Buruk ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang SelatanRumah Sakit201220132014

RS ASOBIRIN04

RS BHINNEKA0

RS SYARIFHIDAYAT000

RS OMNI0

RSI Premier Bintaro0

RS EKA HOSPITAL000

RSIA LESTARI00

RSIA IMC0

RSIA BUAH HATI01

RSIA Putra Dalima 0

RS BUNDA DALIMA0

RS KHUSU DARMA GRAHA0

RS MEDIKA BSD0

RSUD Tangsel0178

RSIA CINTA KASIH0

RS KHUSU THT-BEDAH KL PROKLAMASI000

RSB P SARANA HUSADA0

RS SARIH ASIH CIPUTAT0

RS HERMINA CIPUTAT

RS PERMATA PMLG0

RSIA BUAH HATI PMLG0

RSIA R.P SOEROSO40

Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012-2014

Dapat dilihat dari tabel di atas, bahwa masih banyak rumah sakit yang tidak melaporkan kasus gizi buruk ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan.

Banyak terjadi bias informasi, seleksi dan counfounding seperti jumlah kasus yang ada di data mingguan per puskesmas berbeda dengan jumlah kasus yang ada pada rekapan pertahun, balita yang mengalami gizi buruk tiba-tiba menghilang karena wilayah Tangsel masih banyak wilayah urban dan bukan merupakan warga dengan KTP Tangsel yang memungkinkan dilaporkan 2 kali di tempat yang berbeda.5.2 Gambaran Epidemiologi

Di Indonesia, salah satu masalah kesehatan masyarakat yang sedang kita hadapi saat ini adalah beban ganda masalah gizi. Hal itu terbukti bahwa kasus gizi buruk masih belum bisa diatasi, seperti yang terlihat pada grafik berikut:

Terlihat pada grafik diatas adanya penurunan pada tahun 2007 hingga 2010, namun ada peningkatan pada tahun 2013. Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah belum berhasil dalam menanggulangi penyakit gizi buruk dan gizi kurang. Di Provinsi Sumatera Selatan pun terjadi peningkatan status Gizi buruk yang cukup drastis dimana tercatat pada tahun 2011 terdapat 112 balita mengalami status gizi buruk, pada tahun berikutnya terjadi peningkatan sebesar 62 balita sehingga kasus pada tahun 2012 tercatat 174 balita menderita status gizi buruk. Hal itu diperparah dengan meningkatnya kasus gizi buruk pada tahun 2013 dimana terdapat 209 balita menderita status gizi buruk di provinsi Sumatera Selatan yang kaya akan sumber daya alam.

Namun dari hasil pelaporan kepada Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan menunjukkan adanya penurunan dari tahun 2012-2013 yaitu ditemukannya kasus gizi buruk pada tahun 2012 sebesar 90 kasus dan tahun 2013 sebesar 78 kasus,yang artinya program yang dilakukan oleh dinas kesehatan tangerang selatan sudah berjalan dengan baik sehingga terjadi penurunan kasus gizi buruk.

Tetapi dari hasil pengamatan yang telah kami lakukan terdapat perbedaan hasil laporan yang dikeluarkan secara Nasional dan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Tangerang. Dimana secara nasional provinsi banten menjadi provinsi tertinggi ke tiga jumlah kasus gizi buruk setelah NTT dan Jawa Timur sedangkan data yang kami dapat di daerah tangsel mengalami penurunan kasus gizi buruk. Dari hasil analisa yang kami lakukan terdapat 2 kemungkinan mengapa hal tersebut dapat terjadi pertama,terjadinya penurunan kasus yang dikarenakan program penanggulangan gizi buruk di wilayah tangsel yang memang sudah berhasil. Kedua, laporan dinas kesehatan tangsel yang diterima tidak valid atau terdapat bias dalam pengumpulan data.BAB VI

KESIMPULAN DAN SARANA. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Pengumpulan data dilakukan dengan laporan puskesmas dan rumah sakit dalam bentuk formulir W2 setiap bulan paling lambat tanggal 5 dilaporkan ke Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan. Alur pelaporan dilakukan dari penimbangan balita di posyandu kemudian di laporkan ke puskesmas dan puskesmas membuat laporan ke Dinas Kesehatan kota Tangerang Selatan. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan sistem komputer program microsoft excel sesuai dengan pedoman WHO Antro 2005.

2. Distribusi gizi buruk pada tahun 2012-2014 berdasarkan tempat yang mengalami kasus gizi buruk tertinggi terjadi di puskesmas Pondok Pucung sebanyak 15 balita dan di RSUD Tangerang Selatan sebanyak 17 balita pada tahun 2013. Sementara, kasus kematian karena gizi buruk tertinggi terjadi di puskesmas Pamulang dan Rawa Buntu sebanyak 2 balita dan di RSIA R.P Soeroso sebanyak 2 balita pada tahun 2013.

3. Distribusi gizi buruk pada tahun 2012-2014 berdasarkan waktu yang mengalami kasus gizi buruk tertinggi terjadi pada bulan Februari sebanyak 22 balita pada tahun 2013. Sementara, kasus kematian karena gizi buruk tertinggi terjadi pada tahun 2013 sebanyak 3 balita.

B. Saran1. Kepala Dinas Kesehatan Tangerang Selatan seharusnya menetapkan tanggal yang pasti dan pemberian sanksi yang tegas terhadap pukesmas dan RS yang terlambat memberikan laporan.2. Perlu adanya penambahan jumlah SDM untuk melakukan surveilans gizi buruk ini, karena jumlah SDM masih sangat sedikit sehingga hasilnya kurang maksimal.3. Perlu adanya kerjasama antara Dinas Kesehatan Tangerang Selatan dan RS sekitar untuk kasus gizi buruk, karna masih banyak RS yang tidak memberikan laporan mengenai kasus gizi buruknya.DAFTAR PUSTAKARajab, Wahyudin. 2008. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

A.Z. Muttaqin. Gizi Buruk di Banten tersebar dari Lebak sampai Tangsel. 18 Desember 2013 09:47 diakses tanggal 4 Juni 2014 pukul 13:18 http://www.arrahmah.com/news/2013/12/18/gizi-buruk-di-banten-tersebar-dari-lebak-sampai-tangsel.htmlAndi Zulkifli.2007.Surveilans epidemiolodi gizi buruk di ilayah provinsi NTT dan NTB.file:///C:/Users/user/Downloads/surveilans%20Epidemiologi%20gizi%20buruk%20NTT%20NTB%202007.pdfDepkes RI. (2000). Profil kesehatan Indonesia. http://www.depkes.go.id Dewi Novitasari.2012.FAKTOR-FAKTOR RISIKO KEJADIAN GIZI BURUK PADA BALITA YANG DIRAWAT DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG.http://eprints.undip.ac.id/37466/1/DEWI_NOVITASARI_A,_G2A008052,_LAPORAN_KTI.pdfGanet. Gizi Buruk Menjadi Masalah Penting di Banten. 3 Maret 2013 20:39 diakses http://banten.antaranews.com/berita/18536/gizi-buruk-menjadi-masalah-penting-di-banten 4 Juni 2014 pukul 13:47Nency Y, Arifin M.T., 2005. Gizi Buruk Ancaman Generasi yang Hilang. Diakses

tanggal 05 Juni 2014 http://io.ppijepang.org/ EMBED PowerPoint.Slide.8

_1464097244.ppt

Pelayanankesehatan

ASUPANGIZI

INFEKSIPENYAKIT

Perilaku/asuhanIbu dan Anak

KetersediaanPangan tingkatRumah Tangga

KEMISKINAN, PENDIDIKAN RENDAH,KETERSEDIANAN PANGAN, KESEMPATAN KERJA

KRISIS POLITIK DAN EKONOMI

PenyebabLANGSUNG

PenyebabTAKLANGSUNG

MasalahUTAMA

MasalahDASAR

PENYEBAB MASALAH GIZI

STATUS GIZI