fisiologi urin
DESCRIPTION
fisiologi urinTRANSCRIPT
1. Filtrasi Glomerulus
a) Membran Glomerulus
Pada saat darah mengalir melalui glomerulus, terjadi filtrasi plasma
bebas-protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Cairan
yang difiltrasi dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus melewati tiga
lapisan yang membentuk membran glomerulus: (1) dinding kapiler
glomerulus, (2) lapisan gelatinosa aseluler yang dikenal sebagai membran
basal (basement membrane), dan (3) lapisan dalam kapsul Bowman.
Secara kolektif, ketiga lapisan ini berfungsi sebagai saringan molekul
halus yang menahan sel darah merah dan protein plasma, tetapi melewatkan:
Air
Ion: Klorida,Sodium,Potassium
Sisa Nitrogen: Urea, asam urea, kreatinin
Molekul organik: Asam amino, Glukosa
Konsentrasi molekul diatas kurang lebih hampir sama dengan konsentrasi
molekul-molekul yang sama yang terletak di plasma darah.
Dinding kapiler glomerulus terdiri dari selapis sel endotel gepeng,
memiliki lubang-lubang dengan banyak pori-pori besar atau fenestra.
Membran basal terdiri dari glikoprotein dan kolagen dan terselip di antara
glomerulus dan kapsul Bowman. Kolagen menghasilkan kekuatan struktural
sedangkan glikoprotein menghambat filtrasi protein plasma kecil seperti
albumin, karena glikoprotein dan albumin sama-sama bermuatan negatif.
Penyakit ginjal yang ditandai dengan adanya albumin berlebihan dalam
urin/albuminuria (umumnya kurang dari 1% albumin yang berhasil lolos untuk
masuk ke kapsul bowman) diperkirakan disebabkan gangguan muatan negatif
di dalam membran glomerulus, yang menyebabkan membran lebih permeabel
terhadap albumin walaupun ukuran pori-pori tidak berubah. Kalau membran
filtrasinya rusak, sel darah dapat masuk ke glomerulus, kondisi ini dinamakan
hematuria. Protein juga dapat masuk, kondisi ini disebut proteinuria.
Lapisan terakhir pada membran glomerulus yaitu lapisan dalam
kapsul Bowman, terdiri dari podosit, sel mirip gurita yang mengelilingi
berkas glomerulus. Celah sempit antara tonjolan yang podosit yang berdekatan
disebut celah filtrasi (filtration slit), membentuk jalan bagi cairan untuk keluar
dari kapiler glomerulus dan masuk ke lumen kapsul Bowman. Dengan
demikian, rute yang diambil oleh bahan yang terfiltrasi untuk melewati
membran glomerulus seluruhnya bersifat ekstrasel.
b) Gaya-gaya yang Berperan dalam Filtrasi Glomerulus
Filtrasi glomerulus disebabkan oleh adanya gaya-gaya fisik pasif. Gaya
fisik tersebut adalah:
Tekanan darah kapiler glomerulus
Merupakan tekanan cairan yang ditimbulkan oleh darah di dalam
kapiler glomerulus. Tekanan ini bergantung pada kontraksi jantung
(sumber energi yang menghasilkan filtrasi glomerulus) dan resistensi
arteriol aferen dan eferen terhadap aliran darah. Tekanan darah kapiler
glomerulus diperkirakan sekitar 55mmHg. Karena darah lebih mudah
masuk ke kapiler glomerulus melalui arteriol aferen yang lebih lebar
dan lebih sulit keluar melalui aretriol eferen yang lebih sempit, tekanan
darah kapiler glomerulus meningkat akibat akibat terbendungnya darah
di kapiler glomerulus. Selain itu, karena tingginya resistensi arteriol
eferen, tekanan darah tidak mengalami kecenderungan menurun di
sepanjang kapiler. Tekanan darah glomerulus yang meningkat dan tidak
menurun ini cenderung mendorong cairan keluar dari glomerulus untuk
masuk ke kapsul Bowman di keseluruhan panjang kapiler glomerulus
dan merupakan gaya utama yang menghasilkan filtrasi glomerulus.
Tekanan osmotik koloid plasma
Ditimbulkan oleh distribusi protein-protein plasma yang tidak seimbang
di kedua sisi membran glomerulus. Karena tidak difiltrasi, protein-
protein plasma terdapat di kapiler glomerulus tetapi tidak di temukan di
kapsul Bowman. Dengan demikian konsentrasi H2O di kapsul Bowman
lebih tinggi daripada konsentrasinya di kapiler glomerulus. Akibatnya
adalah kecenderungan H2O berpindah secara osmotis mengikuti
penurunan gradien konsentrasinya dari kapsul Bowman ke kapiler
glomerulus melawan filtrasi glomerulus. Tekanan osmotik tang
melawan filtrasi ini rata-rata besarnya 30mmHg.
Tekanan hidrostatik kapsul Bowman
Cairan di dalam kapsul Bowman menimbulkan tekanan hidrostatik yang
diperkirakan besarnya sekitar 15mmHg. Tekanan ini, yang cenderung
mendorong cairan keluar dari kapsul Bowman, melawan filtrasi cairan
dari glomerulus ke dalam kapsul Bowman.
Dengan demikian, gaya total yang mendorong filtrasi adalah sebesar
55mmHg yang disebabkan oleh tekanan darah kapiler glomerulus. Jumlah
total kedua gaya yang melawan filtrasi adalah 45mmHg. Perbedaan netto yang
mendorong filtrasi (tekanan 10mmHg) disebut sebagai tekanan filtrasi netto.
Laju filtrasi glomerulus/GFR, tidak saja bergantung pada tekanan filtrasi
netto, tetapi juga pada seberapa luas luas permukaan glomerulus yang tersedia
untuk penetrasi dan seberapa permeabelnya membran glomerulus. Sifat-sifat
membran glomerulus ini secara kolektif disebut sebagai koefisien filtrasi (Kf).
Dengan demikian: GFR= Kf × tekanan filtrasi netto. Dalam keadaan normal,
filtrat glomerulus yang dihasilkan pada setiap harinya pada pria 180 liter untuk
GFR rata-rata 125ml/menit dan pada wanita 160 liter untuk GFR 115ml/menit.
c) Perubahan pada GFR
Perubahan pada gaya-gaya fisik tersebut dapat mempengaruhi GFR.
Perubahan pada tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik kapsul
Bowman adalah tidak terkontrol, dalam arti bahwa tidak ada mekanisme dari
tubuh untuk mengontrol perubahan tersebut sehingga dapat mengubah GFR.
Keduanya dapat berubah secara patologis, contohnya pada pasien luka bakar
yang kehilangan sejumlah besar cairan plasma kaya protein, menyebabkan
penurunan konsentrasi protein plasma sehingga tekanan osmotiknya pun
menurun, hal ini menyebabkan meningkatnya GFR. Sedangkan perubahan
pada tekanan darah kapiler glomerulus dapat dikontrol dalam arti ada
mekanisme dari tubuh untuk mengontrol perubahan tersebut, sehingga GFR
yang menurun atau meningkat akibat perubahan tekanan darah tersebut dapat
dikembalikkan ke normal melalui mekanisme pengontrolan tersebut.
Mekanisme pengontrolan tersebut adalah (1) otoregulasi, yang ditujukan untuk
mencegah perubahan spontan GFR, dan (2) kontrol simpatis ektrinsik, yang
ditujukan untuk pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri.
Otoregulasi
GFR akan meningkat setara dengan peningkatan tekanan arteri dan
dapat menurun jika tekanan darah arteri turun. Perubahan GFR tersebut
dapat dicegah oleh mekanisme pengaturan intrinsik yang dicetuskan
oleh ginjal itu sendiri yaitu melalui otoregulasi. Ginjal melakukannya
dengan mengubah-ubah kaliber arteriol aferen, sehingga resistensi
terhadap aliran darah melalui pembuluh ini dapat disesuaikan. Contoh:
Dua mekanisme intra renal yang berperdan dalam otoregulasi: (1)
mekanisme miogenik yang berespons terhadap perubahan tekanan
dalam komponen vaskuler nefron, (2) mekanisme umpan balik tubulo-
glomerulus, yang mendeteksi perubahan aliran melalui komponen
tubulus nefron.
o Mekanisme Miogenik
Merupakan sifat umum otot polos vaskuler. Otot polos vaskuler
arteriol berkontraksi sebagai respons terhadap peregangan yang
menyertai peningkatan tekanan di dalam pembuluh. Dengan
Tekanan darah arteri meningkat
GFR meningkat
Konstriksi arteriol aferen
Aliran darah ke
glomerulus menurun
Tekanan darah
glomerulus menurun
GFR kembali ke tingkat
normal
Tekanan darah arteri
turun
GFR menurun
Vasodilatasi arteriol aferen
Darah lebih banyak masuk
Tekanan darah
glomerulus meningkat
GFR kembali ke tingkat
normal
demikian, arteriol aferen berkonstriksi sendiri jika teregang karena
tekanan arteri meningkat. Respon ini membatasi aliran darah ke
dalam glomerulus ke tingkat normal walaupun tekanan arteri
meningkat. Sebaliknya arteriol aferen yeng tidak teregang akan
melemas sehingga aliran darah ke dalam glomerulus meningkat
walaupun terjadi penurunan tekanan arteri.
o Mekanisme umpan balik Tubulo-Glomerulus
Mekanisme ini melibatkan apparatus jukstaglomerulus yaitu
kombinasi khusus sel-sel tubulus dan vaskuler di daerah nefron
tempat tubulus. Di dalam dinding arteriol pada titik kontak dengan
tubulus, sel-sel otot polos secara khusus membentuk sel granuler
yang secara kolektif disebut sebagai makula densa. Sel-sel makula
densa mendeteksi perubahan kecepatan aliran cairan di dalam
tubulus yang melewati mereka. Apabila GFR meningkat akibat
peningkatan tekanan arteri, cairan yang difiltrasi akan mencapai
tubulus distal lebih banyak dari pada normal. Sebagai respon sel sel
makula densa memicu pengeluaran zat zat kimia vasoaktif dari
apparatus jukstaglomerulus yang kemudian menyebabkan
konstriksi arteriol aferen dan menurunkan aliran darah glomerulus
serta memulihkan GFR ke normal. Beberapa zat kimia berhasil di
identifikasi , sebagian adalah vasokonstriktor (endotelin) dan
sebagian lainnya vasodilator (bradikinin). Sebaliknya, jika sel
makula densa mendeteksi bahwa tingkat aliran cairan melintasi
tubulus rendah, sel ini menginduksi vasodilatasi arteriol aferen
dengan mengubah tingkat sekresi zat-zat kimia vasoaktif yang
relevan,.Melalui apparatus juksteglomerulus, tubulus nefron
mampu memantau laju perpindahan cairan didalamnya dan
menyesuaikan GFR keseperlunya. Mekanisme umpan balik tubule-
glomerulus ini dimulai oleh tubulus untuk membantu setiap nefron
mengatur kecepatan filtrasi melalui glomerulus masing-masing.
Kontrol Simpatis Ektrinsik GFR
GFR juga dapat diubah-ubah secara sengaja oleh mekanisme kontrol
ekstrinsik yang mengalahkan respons otoregulasi. Kontrol ekstrinsik
atas GFR, yang diperantarai oleh masukan sistem saraf simpatis ke
arteriol aferen, ditujukan untuk mengatur tekanan darah arteri, sistem
saraf parasimpatis tidak menimbulkan pengaruh apapun pada ginjal.
Jika volume plasma menurun, tekanan darah arteri yang kemudian
menurun akan dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis
yang mengawali refleks saraf untuk meningkatkan tekanan darah ke
tingkat normal. Respons refleks ini dikoordinasikan oleh pusat kontrol
kardiovaskuler di batang otak dan terutama diperantarai oleh
peningkatan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah.
Walaupun peningkatan curah jantung dan resistensi perifer lokal
membantu meningkatkan tekanan darah ke arah normal, volume plasma
tetap berkurang. Dalam jangka panjang, volume plasma harus
dikembalikan ke normal. Salah satu kompensasi untuk penurunan
volume plasma adalah reduksi pengeluaran urin melalui penurunan
GFR.
GFR dapat berkurang akibat respons refleks baroreseptor terhadap
penurunan tekanan darah. Selama refleks ini, terjadi vasokontriksi yang
diinduksi oleh saraf simpatis di sebagian besar arteriol tubuh termasuk
arteriol aferen. Sewaktu arteriol aferen berkonstriksi, lebih sedikit darah
yang mengalir ke glomerulus dibandingkan normal, sehingga tekanan
darah kapiler glomerulus menurun. Lalu GFR pun berkurang dan
volume urin pun berkurang. Akibatnya, sebagian H2O dan garam yang
seharusnya keluar dalam urin ditahan di dalam tubuh, membantu
memulihkan volume plasma ke normal.
Sebaliknya, jika tekanan darah meningkat, aktivitas vasokonstriktor
simpatis ke arteriol-arteriol termasuk arteriol aferen berkurang,
sehingga terjadi vasodilatasi arteriol, lalu darah mengalir lebih banyak
ke glomerulus dan menyebabkan tekanan darah kapiler glomerulus
meningkat dan GFR juga meningkat.
d) GFR juga dapat dipengaruhi oleh perubahan koefisien filtrasi
Koefisien filtrasi merupakan luas permukaan dan permeabilitas kapiler
glomerulus. Setiap berkas glomerulus disatukan oleh sel-sel mesangium.
Kontraksi sel-sel tersebut menutup sebagian kapiler filtrasi sehingga luas
permukaan untuk filtrasi berkurang. Penurunan luas permukaan ini akan
menyebabkan penurunan GFR. Kontrasi dan relaksasi podosit pun dapat
meningkatkan atau mengurangi jumlah celah filtrasi yang tersedia di bagian
dalam kapsul Bowman. Jumlah celah merupakan penentu permeabilitas,
makin banyak celah yang tersedia, semakin permeabilitas.
2. Reabsrorpsi Tubulus
Bahan-bahan esensial yang difiltrasi perlu dikembalikan ke darah
melalui proses reabsorpsi tubulus, yaitu perpindahan bahan dari lumen
tubulus ke dalam kapiler peritubulus. Reabsorpsi ini dimulai ketika filtrat
masuk ke tubulus proksimal. Transportasi reabsorpsi ada dua, yaitu:
a. Reabsorpsi melalui transportasi transepitel
Substansi yang ditransportasikan bergerak melalui 3 membran yaitu
membran luminal dan basolateral dari sel tubulus dan endotelium dari
kapiler peritubular.
b. Reabsorpsi melalui paracellular pathway
Substansi tertentu seperti beberapa ion penting (Ca2+, Mg2+, K+ dan
beberapa Na+) bergerak melalui taut erat (tight junction) yaitu taut yang
menghubungkan sel-sel tubulus.
Reabsorpsi di tubulus dapat berlangsung secara aktif dan pasif. Pada
reabsorpsi pasif, semua pergerakkan substansi dari lumen tubulus ke
plasma bersifat pasif (tidak ada penggunaan energi), terjadi karena
mengikuti penurunan gradien elektrokimia atau osmotik. Pada reabsorpsi
aktif, pergerakkan substansi tersebut memerlukan energi, terjadi karena
melawan gradien elektrokimia.
c. Transpor Aktif Primer (Reabsorpsi Sodium)
Ion sodium adalah kation yang paling banyak ada di filtrat. Reabsorpsi
sodium hampir selalu aktif dan melalui transportasi transepitel.
Reabsorpsi Na+ terjadi di tiap segmen tubulus sepanjang nefron.
Prosesnya adalah (1) sodium masuk ke sel tubulus dari lumen melalui
membran luminal dan (2) sodium keluar dari sel tubulus melalui pompa
Na-K pada membran basolateral. Pada saat pompa di basolateral ini
memindahkan Na+ ke luar sel tubulus menuju ke ruang lateral,
konsentrasi intrasel Na+ dipertahankan tetap rendah sementara secara
simultan terjadi peningkatan konsentrasi Na+ di ruang lateral. Karena
konsentrasi Na+ intrasel dipertahankan rendah, tercipta gradien
konsentrasi yang mendorong difusi Na+ dari konsentrasi tinggi di lumen
tubulus menembus batas luminal melalui saluran Na+ ke dalam sel
tubulus. Setelah berada di dalam sel, Na+ secara aktif dikeluarkan ke
ruang lateral oleh pompa Na-K. Lalu, natrium terus berdifusi mengikuti
penurunan gradien konsentrasi dari ruang lateral yang konsentrasi Na+
nya tinggi ke cairan interstitium di sekitarnya dan akhirnya ke darah
kapiler peritubulus. Dengan demikian, transportasi netto Na+ dari lumen
tubulus ke dalam darah memerlukan energi.
d. Transpor Aktif Sekunder (Reabsorpsi Glukosa dan Asam Amino)
Sejumlah besar molekul organik yang mengandung nutrisi, misalnya
glukosa dan asam amino difiltrasi setiap harinya. Zat-zat ini secara
normal direabsorpsi secara total kembali ke darah oleh mekanisme yang
bergantung energi dan Na+. Walaupun glukosa dan asam amino secara
aktif bergerak melawan gradien konsentrasi mereka dari lumen tubulus ke
dalam darah sampai konsentrasi mereka di cairan tubulus sebenarnya nol,
tidak ada energi yang secara langsung dipakai untuk menjalankan
pembawa glukosa dan asam amino. Pada dasarnya, glukosa dan asam
amino mendapat ‘tumpangan gratis’ dari proses reabsorpsi Na+ yang
menggunakan energi (pompa Na-K). Transportasi aktif sekunder
memerlukan keberadaan Na+ di lumen, tanpa adanya Na+ pembawa
kontranspor tidak dapat beroperasi. Setelah diangkut ke sel tubulus,
glukosa dan asam amino berdifusi mengikuti penurunan gradien
konsentrasi menembus membran basolateral ke dalam plasma.
e. Transpor Pasif (Reabsorpsi Cl-,H2O, dan urea)
Tidak hanya reabsorpsi aktif sekunder glukosa dan asam amino yang
dikaitkan dengan pompa Na+-K+, tetapi reabsorpsi pasif Cl-,H2O, dan urea
juga bergantung pada mekanisme reabsorpsi aktif Na+ ini. Ketika ion
sodium bergerak melalui sel tubulus ke kapiler peritubular, ia membuat
suatu gradien elektrokimia. Gradien ini menyebabkan reabsorpsi anion-
anion ke kapiler peritubular untuk memulihkan penetralan elektrik di
filtrat dan plasma Pergerakkan ion sodium juga mendirikan gradien
osmotik yang kuat dan air bergerak melalui osmosis ke kapiler
peritibular.
Semua bahan yang direabsorpsi secara aktif (kecuali Na+)memperlihatkan
maksimum transportasi. Jumlah pembawa/saluran pada sel-sel tubulus
berjumlah terbatas sehingga jumlah bahan yang secara aktif dipindahkan dari
cairan tubulus memiliki batas maksimum. Maksimum tubulus (Tm) adalah
jumlah maksimum suatu bahan yang dapat diangkut secara aktif oleh sel-sel
tubulus dalam rentang waktu tertentu. Setiap bahan yang difiltrasi yang
jumlahnya melebihi Tm tidak akan direabsorpsi dan akan keluar tubuh melalui
urin.
Beberapa substansi tidak direabsorpsi karena (1) kekurangan
pembawa/saluran, (2) tidak larut lemak, (3) terlalu besar untuk melewati
membran plasma sel tubulus. Substansi itu seperti urea, kreatinin, asam urea.
Seluruh panjang dari tubulus dilibatkan dalam proses reabsorpsi dalam derajat
tertentu. Berikut akan dijelaskan kemampuan reabsorpsi dari tiap segmen
tubulus:
a. Tubulus Proksimal
Sel tubulus proksimal merupakan peng-reabsorpsi paling aktif. Aktivitas
reabsrorpsi terjadi terutama pada segmen tubulus ini.
Na+ masuk ke membran
luminal melalui difusi
terfasilitasi
Masuknya Na+
dibarengi dengan
masuknya zat terlarut lain
(transpor aktif sekunder)
Setelah Na+
masuk ke dalam sel, ia berdifusi ke membran
basolateral
Na+ dipompa ke ruang
intersititial dengan pompa
Na-K
Difusi ke kapiler
peritubular
Pompa Na-K di membran basolateral membuat gradien konsentrasi
dan osmotik yang mendorong reabsorpsi: (1) air melalui osmosis,
(2) anion dan substansi larut lemak melalui difusi, (3) nutrien
organik dan kation tertentu melalui transpor aktif sekunder.
Substansi-substansi yang direabsorpsi di tubulus proksimal:
Substansi yang direabsorpsi Mekanisme
Ion Sodium (Na+) Transpor aktif primer melalui pompa
Na-K; mendirikan gradien
elektrokimia untuk difusi pasif zat
terlarut,osmosis dan transpor aktif
sekunder (kotranspor) oleh Na+
Nutrien (glukosa, asam amino,
vitamin)
Transpor aktif; kotranspor dengan Na+
Kation (K+, Mg2+, Ca2+, dan lainnya) Transpor aktif; kotranspor dengan Na+
(umumnya) dan K+ melalui
paracellular pathway
Anion (Cl-, HCO3-) Transpor pasif; untuk Cl- difusi
paracellular yang digerakkan oleh
gradien elektrokimia ; untuk HCO3-
transpor aktif (kotranspor dengan Na+)
Air Osmosis
Urea dan zat larut lemak Difusi pasif, digerakkan oleh gradien
elektrokimia yang dibuat oleh
pergerakan osmotik air
Protein kecil Endositosis oleh sel tubulus dan
dicerna menjadi asam amino dalam
sel tubulus.
b. Gelung (Lengkung) Henle
Sesudah melewati tubulus proksimal, karakteristik permeabilitas dari epitel
tubulus berubah secara dramatis. Di lengkung Henle,untuk pertama kalinya,
reabsorpsi air tidak bersamaan dengan reabsorpsi zat terlarut. Air dapat
keluar dari descending limb dari gelung Henle tapi di ascending limb tidak
bisa. Hal tersebut disebabkan karena descending limb permeabel terhadap air
tapi impermeabel terhadap zat terlarut, sedangkan pada ascending limb,
permeabel terhadap zat terlarut dan impermeabel terhadap air. Pada
ascending limb juga terdapat molekul pembawa yang bersifat kotransport
untuk 1 ion potassium, 2 ion chloride dan 1 ion sodium. Begitu masuk ke sel
tubulus, potassium langsung dikeluarkan lagi melalui saluran potassium
(leak channel),lalu ion chloride mengikuti ion sodium ke membran
basolateral.Di membran basolateral Na keluar melalui pompa Na-K dan Cl
keluar melalui saluran chloride (leak channel). Substansi yang direabsorpsi
pada gelung Henle:
Segmen gelung Henle Substansi yang
direabsorpsi
Mekanisme
Descending limb Na+, Cl-, K+ Transpor aktif
Ascending limb Ca2+, Mg 2+ Transpor pasif yang
digerakkan oleh gradien
elektrokimia; paracellular
pathway
Vasa Recta adalah pembuluh darah yang mengantarkan nutrisi ke bagian
medulla, termasuk di lengkung Henle. Arah alirannya berlawanan dengan
arah aliran di lengkung Henle. Filtrat di lengkung Henle mengalir dari
descending limb/bagian kiri (melepaskan H2O) ke ascending limb/bagian
kanan (melepaskan NaCl), darah di vasa recta mengalir dari bagian kanan ke
bagian kiri. Pada waktu ia berada di bagian kanan, ia mengambil NaCl dan
melepaskan H2O, pada waktu ia berada di bagian kiri, ia mengambil H2O
dan melepaskan NaCl. Jadi darah pada vasa recta hanya memberi nutrisi ke
sel tanpa membawa zat terlarut dalam jumlah besar yang dapat melemahkan
gradien konsentrasi.
c. Tubulus Distal dan Tubulus Pengumpul
Reabsorpsi sejumlah kecil Na+ di bagian distal tubulus berada di bawah
kontrol hormon. Apabila terlalu banyak Na+ dalam tubuh, hanya sedikit Na+
yang di reabsorpsi,bahkan Na+ dikeluarkan bersama urin. Sebaliknya,
apabila terjadi kekurangan Na+ pada tubuh, sebagian besar Na+ direabsorpsi.
Sistem hormon yang mengatur hal ini adalah sistem renin-angiostenin-
aldosteron, yang merangsang absorpsi Na+ di tubulus distal dan pengumpul.
Tubulus pengumpul disusun oleh sel principal dan sel intercalated. Sel
intercalated mensekresikan ion hidrogen ke dalam filtrat. Lain halnya
dengan sel principal, sel principal melakukan aktivitasnya dengan
bergantung pada hormon yang mengatur reabsorpsi sodium dan air dan
sekresi dari ion potassium. Hormon tersebut adalah aldosteron dan ADH.
Aktivitas Hormon Aldosteron
Jika jumlah ion sodium dan potassium di dalam darah seimbang,
aktivitas aldosteron rendah. Akibatnya, hanya akan ada sedikit pompa
Na-K di membran basolateral dan sedikit saluran Na dan saluran K di
membran luminal sehingga reabsorpsi Na dan sekresi K rendah.
Sedangkan, jika aktivitas aldosteron tinggi, reabsorpsi Na dan sekresi
K juga meningkat. Hal tersebut dikarenakan oleh menambahnya
jumlah pompa ion Na-K di membran basolateral dan menambahnya
jumlah saluran Na, saluran K di membran luminal.
Aktivitas ADH
ADH dan alodesteron dapat bekerja sendiri-sendiri dan bersamaan.
ADH menstimulasi sel untuk menyisipkan saluran air di membran
luminal sehingga meningkatkan permeabilitas air. Contohnya adalah
pada kasus dehidrasi dan overhidrasi.
Dehidrasi:
Overhidrasi:
Tubuh kekurangan
air
ADH meningkat
Membran menjadi
permeabel terhadap air
Air keluar dari filtrat
Volume urin menurun
3. Sekresi Tubulus dan Eksresi Urin
Sekresi tubulus mengacu pada perpindahan selektif zat-zat dari darah
kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Tubulus ginjal mampu secara
selektif menambahkan zat-zat tertentu ke dalam cairan filtrasi melalui proses
sekresi tubulus. Sekresi suatu zat meningkatkan ekskresinya dalam urin.
Sistem sekresi yang terpenting adalah untuk:
a) H+, yang penting untuk mengatur keseimbangan asam-basa.
b) K+, yang menjaga konsentrasi K+ plasma pada tingkat yang sesuai untuk
mempertahankan eksitabilitas normal membran sel saraf dan otot.
c) Anion dan kation organik, yang melaksanakan eliminasi senyawa-
senyawa organik asing dari tubuh.
Dari 125 ml/menit cairan yang difiltrasi di glomerulus, dalam keadaan normal
hanya 1 ml/ menit yang tertinggal di tubulus, dan diekskresikan sebagai urin.
Zat-zat yang diekskresikan tersebut merupakan zat-zat sisa dan kelebihan
elektrolit yang tidak diperlukan tubuh.
Setelah terbentuk, urin mengalir ke sebuah rongga pengumpul sentral,
pelvis ginjal, yang terletak pada bagian dalam sisi medial di pusat (inti) kedua
ginjal. Dari situ urin disalurkan ke dalam ureter, sebuah duktus berdinding
otot polos yang keluar dari batas medial dekat dengan pangkal arteri dan vena
renalis. Terdapat dua ureter yang menyalurkan urin dari setiap ginjal ke
sebuah kandung kemih. Kandung kemih (buli-buli) yang menyimpan urin
secara temporer, adalah sebuah kantung berongga yang dapat diregangkan dan
volumenya disesuaikan dengan mengubah-ubah status kontraktil otot polos di
dindingnya. Secara berkala, utin dikosongkan dari kandung kemih ke luar
tubuh melalui sebuah saluran, uretra.
Overhidrasi memicu penurunan aktivitas
ADH
Peremabilitas air di membran luminal
rendah
Sedikit air yang direabsorpsi (filtrat
mengandung banyak air)
Volume urin meningkat
Uretra pada wanita berbentuk lurus pendek, berjalan secara langsung
dari leher kandung kemih ke luar tubuh. Pada pria, uretra jauh lebih panjang
dan melengkung dari kandung kemih ke luar tubuh, melewati kelenjar prostat
dan penis. Bagian-bagian sistem kemih di luar ginjal memiliki fungsi hanya
sebagai saluran untuk memindahkan urin keluar tubuh. Setelah terbentuk di
ginjal, komposisi dan volume urin tidak berubah pada saat urin mengalir ke
hilir melintasi sisa sistem kemih.