retensio urin ec suspek bph dd karsinoma prostat

Upload: vypadang

Post on 06-Jan-2016

87 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Info retensio urin

TRANSCRIPT

Laporan Kasus PortofolioRetensio Urin ec Suspek Benign Prostate Hyperplasia (BPH) dd Karsinoma Prostat

TINJAUAN PUSTAKA

1. Retensio Urin1.1. DefinisiBeberapa pengertian tentang retensio urin adalah1: Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria (Kapita Selekta Kedokteran). Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis (Depkes RI Pusdiknakes 1995). Retensio urine adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Brunner & Suddarth). Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. (PSIK UNIBRAW).

1.2. EtiologiBeberapa etiologi retensio urin adalah1: Supra vesikal, berupa kerusakan pada pusat miksi di medullaspinalis. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya, misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang hebat. Vesikal, berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, , atoni pada pasien DM atau penyakit neurologist, divertikel yang besar. Intravesikal, berupa pembesaran prostat, kekakuan lehervesika, batu kecil dan tumor. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran prostat,kelainan patologi uretra, trauma, disfungsi neurogenik kandung kemih. Beberapa obat mencakup preparat antikolinergik antispasmotik (atropine), preparat antidepressant antipsikotik (Fenotiazin), preparat antihistamin (Pseudoefedrin hidroklorida = Sudafed), preparat penyekat adrenergic (Propanolol), preparat antihipertensi (hidralasin).

1.3. PatofisiologiPada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakityang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor lainnya seperti ansietas,kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla spinalis menyebabkan kerusakan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot sfingter internal, vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostat, tumor atau kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen. Faktor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Faktor lain berupa kecemasan, kelainan patologi uretra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi otot perut, peri anal, sfingter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik.1Dari semua faktor di atas menyebabkan urine mengalir lambat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi uretra.1

1.4. Tanda dan Gejala1 Diawali dengan urine mengalir lambat. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan kandung kemih tidak efisien. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

1.5. Pemeriksaan Diagnostik1Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada kasus retensio urine adalahpemeriksaan specimen urine. Pada pemeriksaan ini diambil hasil dari1 : Pengambilan: steril, random, midstream. Penagambilan umum: pH, BJ, kultur, protein, glukosa, Hb, keton, nitrit. Sistoskopi, IVP.

1.6. Penatalaksanaan1 Kateterisasi urethra. Drainage suprapubik. Pungsi vesika urinaria

2. Hiperplasia Prostat2.1. Anatomi dan FisiologiKelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli dan membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa 20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretra (gambar 1). Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional; sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.2

Gambar 1. Pembesaran prostat benigna menyebabkan penyempitan uretra posterior, A. Skema anatomi zona kelenjar prostat normal, B. Hiperplasia prostat terjadi pada zona transisional menyebabkan penyempitan lumen uretra posterior.Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon testosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat. Hormon ini akan dirubah menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan 5-reduktase (Gambar 2). Dihidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat.2Pada usia lanjut beberapa pria menagalami pembesaran prostat benigna. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi. 2

2.2. Insiden dan EpidemiologiDi seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitandengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang sama. BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih.1,4 Sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga tahun (1994-1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode yang sama. Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH. BPH mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur > 50 tahun.3

2.3. EtiologiHingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah2: a. Teori dihidrotestoteronb. Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteronc. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostatd. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)e. Teori stem sel

a. Teori DihidrotestosteronDihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH (Gambar 2). DHT yang telah terbentuk berikatan dengan respetor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesi protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan prostat. 2

Gambar 2. Perubahan testosterone menjadi dihidrotestosteron oleh enzim 5-reduktase.Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengn kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase dan jumlah respetor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengab prostat normal. 2

b. Ketidakseimbangan antara Estrogen TestosteronPada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel porstat terhadap rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoposis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentukya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi se-sel prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar. 2

c. Interaksi Stroma-EpitelCunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma. 2

d. Berkurangnya Kematian Sel ProstatProgram kematian sel (apoptopsis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk mempertahan homeostatsis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel di sekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom. 2Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyeabkan jumlah sel-sel prostar secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat. 2Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan faktor pertumbuhan TGF berperan dalam proses apoptosis. 2

e. Teori Stem SelUntuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat bergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel sroma maupun sel epitel. 2

2.4. PatofisiologiPembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran urin. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat megeluakan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan pada struktur buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau Lower Urinary Tract Symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus. 2Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal (gambar 3 dan 4).2

Gambar 3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih.Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus pudendus. 2Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2: 1, pada BPH rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkn obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.2

2.5. Gambaran KlinisObstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih. 2

a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawahKeluhan pada saluran kemih sebelah bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif seperti terlihat pada tabel 1. 2Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHI) adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score), seperti terlihat pada gambar 7. 2Tabel 1. Gejala Obstruksi dan IritasiObstruksiIritasi

Hesitansi Pancaran miksi lemah Intermitensi Miksi tidak puas Menetes setelah miksi Frekuensi Nokturi Urgensi Disuri

Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0 sampai dengan 5, dengan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. 2Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu2: Ringan: skor 0-7 Sedang: skor 8-19 Berat: skor 20-35Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluakan urin. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut. 2

Faktor pencetus

KompensasiDekompensasi(LUTS)Retensi urinInkontinensi paradoksaSkema 1. Manifestasi kompensasi dan dekompensasiSumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Timbulnya dekompesasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus antara lain2: Volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum (alcohol, kopi), dan minum air dalam jumlah yang berlebihan, Massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, dan Setelah mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi detrusor atau yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.

Gambar 4. Penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih.Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

b. Gejala pada saluran kemih bagian atasKeluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis. 2

c. Gejala di luar saluran kemihTidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering megejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal. 2Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa kistus di daerah supra sifisis akibat retensi urin. Kadang-kadang didapatkan urin yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan2: Tonus sfiger ani/refleks bulbokavenosus untuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik Mukosa rektum Keadaan postat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi konsistensi prostat, simteri antar lobus dan batas prostat.Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetri. 2

2.6. Pemeriksaan Penunjanga. LaboratoriumSedimen urin diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksan kultur urin berguna dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan. 2Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes mellitus yang dapat menimbulkan kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenic). Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor PSA. 2

b. PencitraanFoto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV dapat menerangkan kemungkinan adanya2: Kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, Memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal yang berbentuk sepeerti mata kail atau hooked fish, dan Penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli,Pemeriksaan PIV sekarang tidak direkomendasikan pada BPH. Pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRU, dimaksudkan untuk mengetahui: besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna, sebagai guidance (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentukan jumlah residual urin, dan mencari kelainan lain yang mungkin ada di dalam buli-buli. Di samping ultrasonografi transabdominal mampu untuk mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang lama. 2

c. Pemeriksaan lainPemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur2: Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa urin ini dapat dihitung dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi. Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan menghitung urin dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin (gambar 5). Pemeriksan yang lebih teliti adalah dengan pemeriksaan urodinamika.

Gambar 5. Gambaran pancaran urin pada uroflometri. A. Pancaran normal, B. Pada pasien BPH.Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum pancaran, dan volume urin yang dikemihkan. Pancaran yang mendekati normal berbentuk seperti gambar 5A, sedangkan pada BPH dengan pancaran lemah dan lama ditunjukkan seperti gambar 5B. 2

3. PengobatanTidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya semakin parah. 2Tujuan terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah2: Memperbaiki keluhan miksi, Meningkatkan kualitas hidup, Mengurangi obstruksi infravesika, Mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, Mengurangi volume residu urin setelah miksi, dan Mencegah progresivitas penyakit.Hal ini dapat dicapai dengan cara medikamentosa, pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif, seperti terlihat pada tabel 2. 2

a. Watchfull WaitingPilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya2: Jangan mengkonsumsi alkohol atau kopi setelah makan malam, Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, Kurangi makananan pedas dan asin, Jangan menahan kencing terlalu lama.Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), di samping iu dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluahan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi lain. 2

b. MedikamentosaTujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk2: Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa blocker) dan Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormone testosterone/ dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5-reduktase. Selain kedua cara di atas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya masih belum jelas. 2 Penghambat reseptor adrenergik-Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistemik yang tidak diharapkan, di antaranya adalah hipotensi postural dan kelainan kardiovaskuler lain.2Diketemukannya obat penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada 2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat adrenergik-1 adalah: prasozin yang diberikan dua kali sehari, terasozin, aflusozin, dan doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat memeperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. 1Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik-1A, yaitu tamulosin yang sangat efektif terhadap otot polos prosat. Dilaporkan bahwa obat ini mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek terhadap tekanan darah maupun denyut jantung.1

Tabel 2. Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat BenignaObservasiMedikamentosaOperasiInvasif Minimal

Watchfull waiting Penghambat adrenergik- Penghambat reduktase- Fitoterapi Hormonal Prostatektomi terbuka Endourologi1. TURP2. TUIP3. TULP Elektrovaporisasi

TUMT TUBD Stent uretra TUNA

Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Penghambat 5-reduktaseObat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari testosterone yang dikatatlisis oleh enzim 5-redukase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. 2Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. 2

Fitofarmaka Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti-estrogen, anti-androgen, menuunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast gowth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. 2Di antar fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. 2

c. OperasiPembedahan Penyelesaian masalah pasien hiperplasia prostat jangka panjang yang paling baik saat ini adalah pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non-invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. 2Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP atau BNI). Pembedahan direkomendasikan pada pasien-pasien BPH yang2: Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa Mengalami retensi urin Infeksi saluran kemih berulang Hematuria Gagal ginjal Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.

Pembedahan TerbukaBeberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik infraveska, Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal (gambar 6). Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan saat ini, paling inasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat dilakukan melalui pendekatan suprapubik tarnsvesikal (Freyer) atau retropubik infravesikal (Millin). Prostatektomi terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (>100gram). 2Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah: inkontinensia urin (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%), dan kontraktur leher buli-buli (3-5%). Dibandingkan dengan TURP dan BNI, penyulit yang terjadi berupa striktur uretra dan ejakulasi retrograde lebih banyak dijumpai pada prostatektomi terbuka. Perbaikan gejala klinis sebanyak 85-100%, dan angka mortalitas sebanyak 2%.2

Pembedahan EndourologiSaat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan di seluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak banyak berbeda dengan tindakan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP (Transurethreal Resection od the Prostate) atau dengan memakai energi laser operasi terhadap prsotat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi. 2

Gambar 6. Berbagai tekni prostatektomi.Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

TURP (Reseksi Prostat Transuretra)Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan memepergunakan cairan irigasi (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang diperguakan adalah berupa larutan non-ionik, yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades). 2Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh ke dalam koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah sebear 0,99%.2Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus membtasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di samping iu, beberapa operator memasang sistostomi suprapubik terlebih dahulu sebelum reseksi, diharapkan dapat mengurangi penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non-ionik lain selain H2O yatu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia pada TURP, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik urologi di Indonesia lebih memilih memakai aquades sebagai cairan irigasi. 2Selain sinroma TURP beberapa penyulit bisa terjadi pada aat operasi, pasca bedah dini, maupun pasca bedah lanjut seperti tampak pada tabel 3.

Tabel 3. Berbagai Penyulit TURP, Selama Maupun Setelah PembedahanSelama OperasiPasca Bedah DiniPasca Bedah Lanjut

Perdarahan Sindroma TURP Perforasi Perdarahan Infeksi local atau sistemik Inkontinensi Disfungsi ereksi Ejakulasi retrograde Striktur uretra

Sumber: Dasar-Dasar Urologi Edisi Kedua, 2009.

Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu besar, tanpa ada pembesaran lobus medius, dan pada pasien yang umurnya masih muda hanya diperlukan insisi kelenjar prosat atau TUIP (Transurethral Insicion of The Prostate) atau insisi leher buli-buli atau BNI (Bladder Neck Incision). Sebelum melakukan tindakan ini, harus disingkirkan kemungkinan adanya karsinoma prostat dengan melakukan colok dubur, melaukkan pemeriksaan ultrasonografi transrektal, dan pengukuran kadar PSA. 2

Elektrivaporisasi Prostat Cara elektrovaporisasi prostat adalah sama denga TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih singkat. Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tdiak terlalu bsar (