laporan kel 1 gol 2 data urin
DESCRIPTION
laporanTRANSCRIPT
LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN FARMAKOKINETIKA
PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA
OBAT PADA KOMPARTEMEN 1 DARI DATA URIN
OLEH :
GOLONGAN II
KELOMPOK 1
Desak Made Ary Diantini (1208505034)
Agus Hendra Jaya (1208505035)
Anak Agung Rias Paramita Dewi (1208505036)
Desak Putu Meilinda Asri Swantari (1208505037)
Claudia Primadewi (1208505038)
Ni Luh Ayu Putu Shaine Purnamadewi (1208505039)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2014
1
TOPIK : PENENTUAN PARAMETER FARMAKOKINETIKA
OBAT PADA KOMPARTEMEN 1 DARI DATA URIN
TANGGAL PRAKTIKUM : 17 NOVEMBER 2014
GOL. / KELOMPOK : GOL. II / KELOMPOK 1
I. TUJUAN
Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa diharapkan dapat melakukan
perhitungan cepat dan akurat terhadap fitting data urin secara intravena
dengan perhitungan manual untuk kompartemen 1.
II. DASAR TEORI
2.1 Farmakokinetika
Farmakokinetika dapat didefinisikan sebagai setiap proses yang
dilakukan tubuh terhadap obat, yaitu reabsorpsi, transport,
biotransformasi (metabolisme), distribusi dan eksresi. Dalam arti sempit
farmakokinetika khususnya mempelajari perubahan-perubahan
konsentrasi dari obat dan metabolitnya di dalam darah dan jaringan
sebagai fungsi dari waktu (Tjay dan Rahardja, 2007).
Ilmu farmakokinetika merupkan ilmu multi-disipliner yang
menggabungkan matematika, ilmu faal, farmakologi, farmakologi klinik,
toksikologi, kimia medisinal, kimia analisis, dan farmasetika, namun
yang menjadi tulang punggung disiplin ilmu ini adalah matematika dan
ilmu faal, sedangkan (sediaan) obat merupakan objek dari ilmu
farmakokinetika. Dengan rumus matematika, proses ADME obat di
dalam tubuh dijelaskan berdasarkan parameter masing-masing (Hakim,
2011). Farmakokinetika dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan,
misalnya dalam :
1. Pengembangan obat baru (new chemical entity, NCE), baik hasil
sintesis kimia atau isolat bahan alam, untuk mengetahui bagaimana,
berapa banyak, dan kecepatan ADME obat, sehingga akan diketahui
2
hubungan dosis dan kadar obat di dalam spesimen hayati, dan kelak
dapat dipertimbangkan apakah obat tersebut perlu dimodifikasi.
2. Pengembangan formulasi sediaan obat, yaitu pemanfaatannya dalam
ilmu biofarmasetika, untuk mempertimbangkan bentuk dan formula
suatu sediaan yang paling optimal menghasilkan profil ADME
(termasuk ketersediaan hayati) obat sehingga akan diperoleh terapi
yang diharapkan.
3. Industri farmasi, ketika akan menentukan bentuk dan formula baru
suatu sediaan serta regimen dosis yang tepat sehingga menghasilkan
ketersediaan hayati dan profil kadar obat di dalam darah optimal untuk
populasi penderita.
4. Dunia terapi memerlukannya untuk monitoring kadar obat di dalam
specimen hayati (therapeutic drug monitoring, TDM) dan pada
gilirannya untuk merancang regimen dosis individual dalam berbagai
kondisi patologik, sehingga tujuan terapi dapat tercapai.
5. Mencegah dan mengatasi interaksi obat-obat, obat-makanan, dan obat-
minuman.
6. Pengawasan mutu obat oleh lembaga pemerintah.
(Shargel dan Yu, 2005)
2.2 Pemberian Secara Intravena
Injeksi intravena, umumnya larutan, dapat mengandung cairan
noniritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1 mL sampai 10 mL
(Depkes RI, 1979). Larutan ini biasanya isotonus atau hipertonus. Bila
larutan hipertonus maka disuntikan perlahan-lahan. jika larutan yang
diberikan banyak umumnya lebih dari 10 mL disebut infus, larutan
diusahakan supaya isotonus dan diberikan dengan kecepatan 50 tetes tiap
menit dan lebih baik pada suhu badan (Anief, 2010).
2.3 Kompartemen Satu
Jika suatu obat diberikan dalam bentuk injeksi intravena cepat (IV
bolus), seluruh dosis obat masuk tubuh dengan segera. Oleh karena itu,
laju absorpsi obat diberikan dalam perhitungan. Dalam banyak hal, obat
3
tersebut didistribusikan ke semua jaringan di dalam tubuh melalui sistem
sirkulasi dan secara cepat berkesetimbangan di dalam tubuh (Shargel dan
Yu, 2005).
Model kompartemen satu terbuka menganggap bahwa berbagai
perubahan kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang
sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi, model ini tidak
menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut adalah
sama pada berbagai waktu. Disamping itu DB juga tidak dapat ditentukan
secara langsung, tetapi dapat ditentukan konsentrasi obatnya dengan
menggunakan cuplikan cairan tubuh (seperti darah). Volume distribusi,
Vd adalah volume dalam tubuh dimana obat terlarut (Shargel dan Yu,
2005)
Laju eliminasi untuk sebagian besar obat merupakan suatu proses
orde kesatu. Tetapan laju eliminasi, K, adalah suatu tetapan laju eliminasi
orde kesatu dengan satuan waktu -1 (misalnya : jam-1). Pada umumnya
hanya obat induk atau obat yang aktif yang ditentukan dalam
kompartemen vaskular. Pemindahan atau eliminasi obat secara total dari
kompartemen ini dipengaruhi oleh proses metabolisme (biotransformasi)
dan ekskresi. Tetapan laju eliminasi menyatakan jumlah dari laju tiap
proses ini :
K = Km + Ke
Km merupakan laju proses metabolisme orde kesatu dan Ke
merupakan laju proses eksresi orde kesatu. Terdapat beberapa
kemungkinan rute eliminasi obat oleh adanya metabolisme atau ekskresi.
Dalam peristiwa seperti itu masing-masing proses mempunyai tetapan
laju orde kesatu.
dDBdt
= -KDB
Pernyataan ini menunjukan bahwa laju eliminasi obat dalam tubuh
merupakan suatu proses orde kesatu yang bergantung pada tetapan laju
4
eliminasi K, dan jumlah obat yang tertinggal, DB. Integrasi persamaan
tersebut mengasilkan persamaan berikut
Log DB = −Kt2,3
+ log D0B
DB adalah obat dalam tubuh pada waktu t dan D0B adalah obat dalam
tubuh pada t = 0.
Volume distribusi menyatakan suatu faktor yang harus
diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam tubuh dari
konsentrasi obat yang ditemukan dalam kompartemen cuplikan. Volume
distribusi juga dapat dianggap sebagai volume (Vd) dimana obat terlarut
(Shargel dan Yu, 2005).
Untuk sebagian besar obat dianggap bahwa obat bersetimbangan
secara cepat dalam tubuh. Tiap jaringan dapat mengandung suatu
konsentrasi obat yang berbeda sehubungan dengan perbedaan afinitas
obat terhadap jaringan tersebut. Oleh karena harga volume distribusi
tidak mengandung suatu arti fisologik yang sebenarnya dari pertian
anatomik, maka digunakan istilah apparent volume distribution, yang
untuk selanjutnya disebut volume distribusi (Shargel dan Yu, 2005).
2.4 Perhitungan Parameter Farmakokinetik dari Data Ekskresi Urin
Tetapan laju eliminasi (Ke) dapat dihitung dari data eksresi urin.
Dalam perhitungan ini, laju ekskresi urin dianggap mengikuti orde
kesatu. Ke adalah tetapan laju ekskresi ginjal, dan Du adalah jumlah obat
yang diekskresi dalam urin.
d Du
dt=Ke DB
DB=DB0 e-Kt
d Du
dt= Ke DB
0 e-Kt
Dengan memakan logaritma natural untuk kedua sisi dari persamaan
tersebut dan kemudian diubah ke logaritma biasa diperoleh
logd Du
dt=
-Kt2,3
+ log Ke DB0
5
Dengan menggambarkan logd D u
dt terhadap waktu diperoleh suatu garis
lurus, slop = -K/2,3 dan intersep y = log K e DB0 . Untuk pemberian iv
cepat, DB0 =¿ dosis, D0. Oleh karena itu jika DB
0 diketahui, maka tetapan
laju ekskresi ginjal (Ke) dapat diperoleh. Karena K dan Ke dapat
ditentukkan dengan metode ini, tetapan laju (Knr) untuk berbagai rute
eliminasi selain eksresi ginjal dapat diperoleh sebagai berikut.
K - Ke = Knr
Oleh karena itu eliminasi suatu obat biasanya dipengaruhi oleh ekskresi
ginjal atau metabolisme (biotransformasi), maka
Knr Km
Karena rute eliminasi utama untuk sebagian besar obat melalui ekskresi
ginjal dan metabolism (biotransformasi) maka Knr kurang lebih sama
dengan Km.
Laju eksresi obat lewat urin d Du
dt tidak dapat ditentukan melalui
percobaan segera setelah pemberian obat. Dalam praktek urin
dikumpulkan pada jarak waktu tertentu dan konsentrasi obat dianalisis.
Kemudain laju ekskresi urin rata-rata dihitung untuk tiap waktu
pengumpulan. Harga d Du
dt rata-rata digambar pada suatu skala
semilogaritmik terhadap waktu yang merupakan harga tengah (titik
tengah) waktu pengumpulan.
Tetapan laju eliminasi K dari data ekskresi urin dapat dihitung
dengan persamaan berikut
K = 0,693t1/2
Metode lain untuk perhitungan tetapan laju eliminasi K dari data
eksresi urin dengan metode sigma-minus. Metode sigma-minus kadang-
kadang lebih disukai daripada metode sebelumnya, oleh karena fluktuasi
data laju eliminasi diperkecil.
6
Jumlah obat tidak berubah dalam urin dapat dinyatakan sebagai
fungsi waktu melalui persamaan berikut
Du = K e D0
K(1-e-Kt )
Du adalah jumlah kumulatif obat tidak berubah yang diekskresi dalam
urin.
Jumlah obat tidak berubah yang akhirnya diekskresi dalam urin Du ,
dapat ditentukan dengan membuat waktu t tak terhingga. Jadi e−Kt
diabaikan dan didapat pernyataan sebagai berikut
Du - Du = Du e−Kt
Untuk mendapatkan suatu persamaan linear, persamaan di atas dapat
ditulis dalam bentuk logaritmik
log (Du - Du) = −Kt2,3
log Du
Faktor-faktor tertentu dapat mempersulit untuk mendapatkan
data ekskresi urin yang sahih. Beberapa faktor tersebut adalah
1. Suatu fraksi yang bermakna dari obat tidak berubah harus diekskresi
dalam urin.
2. Teknik penetapan kadar harus spesifik untuk obat tidak berubah, dan
harus tidak dipengaruhi oleh metabolit-metabolit obat yang
mempunyai struktur kimia yang serupa.
3. Diperlukan pengambilan cuplikan yang sering untuk mendapatkan
gambaran kurva yang baik.
4. Cuplikan hendaknya dikumpulkan secara berkala sampai hampir
semua obat diekskresi. Suatu grafik dari kumulatif obat yang
diekskresi vs waktu akan menghasilkan kurva yang mendekati
“asimtot” pada waktu yang tak berhingga. Dalam praktek diperlukan
kurang lebih 7 t1/2 eliminasi untuk mengeliminasi 99% obat.
5. Perbedaan pH urin dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju
ekskresi urin yang bermakna.
(Shargel dan Yu, 2005)
7
III. BAHAN
Praktikum kering, berupa data ekskresi urin secara intravena.
IV. ALAT
a. Laptop
b. Kalkulator
c. Penggaris
d. Bolpoin
e. Pensil
V. CARA KERJA
e.1 Metode Kecepatan Ekskresi Urin (Rate Method)
8
Dilakukan input data waktu (t), Ct, dan konsentrasi (Du) ke dalam Ms. Excel
Ditentukan nilai waktu tengah (mid point) dan dihitung nilai Ln Du/t
Ditentukan nilai ekstrapolasi (Du/t ext) eliminasi =Be^(-bt) setiap t
Ditentukan nilai Du/t residual tiap waktu dan nilai Ln Du/t
Dicari persamaan regresi linear ln Du/t residual terhadap waktu diperoleh (slope) atau Ke
Ditentukan nilai b= - (slope) dan nilai B=e^ atau C(0)
Kemudian ditentukan nilai dari parameter-parameter farmakokinetik (K, Ke, t1/2 eliminasi, AUC, AUC~, F eliminasi, Du~, Cl renal, Cl, total, Cl
nonrenal)
Ditentukan persamaan regresi linear ln Ct vs t sehingga diperoleh slope (b) atau k (-slope)
Ditentukan nilai b= - (slope) dan nilai C(0)=e constant
e.2 Metode Sigma Minus
9
Kemudian ditentukan nilai dari parameter-parameter farmakokinetik (K, Ke, t1/2 eliminasi, AUC, AUC~, F eliminasi, Du~, Cl renal, Cl, total, Cl
nonrenal)
Dilakukan input data waktu (t), Ct, dan konsentrasi (Du) ke dalam Ms. Excel
Ditentukan nilai Du/t dan nilai Ln Du/t dan dibuat grafik hubungan antara Ln Du/t vs t
Nilai Ke dapat diperoleh dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan slope dan intercept dari Ln Du/t dan t
Ditentukan nilai Du tak hingga dengan rumus = (BB x Dosis awal x Ke) / K
Ditentukan nilai fraksi eliminasi dengan rumus = Du∞ / (BB x Dosis awal)
Dihitunga nilai Du kumulatif dengan menjumlahkan Ct dengan Du kumulatif sebelumnya
Ditentukan nilai Du0-∞ dan nilai Ln Du0-∞ ,dengan rumus Du0-∞ = Du∞ - Du kumulatif
Ditentukan persamaan regresi dangrafik antara Ln Ct VS waktu (t)
Ditentukan nilai b= - (slope) dan nilai C(0)=econstant Nilai K diperoleh dengan
dua cara, yaitu dengan menggunakan slope dan intercept (constant) dari
persamaan Ln Ct dan waktu
Ditentukan nilai Ke dengan menggunakan slope Ln Du0-∞ dan nilai K dengan menggunakan intercept Ln Du0-∞
Konsentrasi awal (C0) dapat ditentukan dengan eksponensial dari K
VI. DATA
Suatu obat disuntikkan secara iv dosis tunggal 20 mg/kgBB pada
pasien dengan berat badan 50 kg. Dari hasil pengukuran data urin diperoleh
data sebagai berikut:
Waktu
(jam)
Ct
(ur/mL)Du (mg)
0.25 4.2 160
0.5 3.5 140
1 2.5 200
2 1.25 250
4 0.31 188
6 0.08 46
Hitunglah nilai parameter farmakokinetik obat dalam darah dan urin
pasien tersebut!
10
Waktu (jam)
Ct
(µg/mL
)
Du
(mg) Ln Ct
mid
point Du/t Ln Du/t k C(0) C(0) t 1/2 el Fel du ˜ AUC trapzd
0.25 4.2 160 1.435084525 0.125 640
6.4614681
8 0.689485 4.961942 697.7887 1.019623
0.98575
5 985.75534 0.525
0.5 3.5 140 1.252762968 0.375 560
6.3279367
8 constant 0.9625
1 2.5 200 0.916290732 0.75 400
5.9914645
5 1.601797 1.5
2 1.25 250 0.223143551 1.5 250
5.5214609
2 ke 1.875
4 0.31 188
-
1.171182982 3 94
4.5432947
8 0.679663 1.56
6 0.08 46
-
2.525728644 5 23
3.1354942
2 constant 0.39
6.547916 AUC ˜ 0.116028703
6.928528703
A. Metode Kecepatan Ekskresi Urine (Rate Method)
11
B. Metode Ekskresi Urin Komulatif (SIGMA MINUS METHOD)
Waktu
(jam)
Ct
(µg/mL)
Du
(mg) Ln Ct
mid
point Du/t Ln Du/t k Du inf
Du
kumulatif
Du inf-
Du
Ln(Du inf-Du
kumulatif) ke
0.25 4.2 160 1.4351 0.125 640 6.4615 0.6895 985.7553 160 825.7553 6.7163 0.7592
0.5 3.5 140 1.2528 0.375 560 6.3279 constant Fel 300 685.7553 6.5305 constant
1 2.5 200 0.9163 0.75 400 5.9915 1.6018 0.9858 500 485.7553 6.1857 6.9290
2 1.25 250 0.2231 1.5 250 5.5215 ke 750 235.7553 5.4628 C(0)
4 0.31 188 -1.1712 3 94 4.5433 0.6797 938 47.7553 3.8661 1021.4524
6 0.08 46 -2.5257 5 23 3.1355 constant 984 1.7553 0.5627
6.5479
12
13
VII. PERHITUNGAN
7.1 Metode Kecepatan Ekskresi Urin (Rate Method)
1. Dari data yang telah ada ditentukan parameter farmakokinetika obat
dalam urine tersebut
a. Ditentukan nilai Ln Ct vs t dan dicari persamaan regresi dari
hubungan tersebut.
Waktu
(jam) Ct (µg/mL)
Du
(mg) Ln Ct
0.25 4.2 160 1.4351
0.5 3.5 140 1.2528
1 2.5 200 0.9163
2 1.25 250 0.2231
4 0.31 188 -1.1712
6 0.08 46 -2.5257
0 1 2 3 4 5 6 7
-3
-2.5
-2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
f(x) = − 0.689484567649303 x + 1.60179715938996R² = 0.999968969179586
Ln Ct vs t
Series2Linear (Series2)
waktu
Ln Ct
2. Dari persamaan regresi tersebut diperoleh persamaan regresi y=-
0,689x+1,601. Nilai –slope adalah k yaitu 0,689. Nilai C0 dapat
diperoleh dari eksponensial constant yaitu sebesar 4,9579.
3. Dari data tersebut kemudian ditentukan parameter-parameter
farmakokinetika obat dalam urin tersebut. Langkah-langkahnya
adalah sebagai berikut:
14
a.Konsentrasi dalam urin terhadap waktu (Du/t) dan ditentukan nilai
Ln Du/t
Du/t Ln Du/t
640
6.461468
2
560
6.327936
8
400
5.991464
5
250
5.521460
9
94
4.543294
8
23
3.135494
2
b. Selanjutnya ditentukan nilai midpoint dari data tersebut MPT
(Mid Point Time) digunakan untuk menghitung parameter
farmakokinetik pada pemberian intravaskular. Cara
menghitung Mid Point Time yaitu dengan cara menjumlahkan
waktu pada titik tersebut dengan waktu sebelumya kemudian
dibagi 2.
t mid=t 1−t 2
2
Waktu Du(mg) Du/t t mid ln Du/t
0,25 160 640 0,125 6,4615
0,5 140 560 0,375 6,3279
1 200 400 0,75 5,9915
2 250 250 1,5 5,5215
4 188 94 3 4,5433
6 46 23 5 3,1355
15
0 1 2 3 4 5 60
1
2
3
4
5
6
7
f(x) = − 0.67966309292071 x + 6.54791627869166R² = 0.999409934322155
Ln Du/t vs Midpoint
Series2Linear (Series2)
Mid point
Ln D
u/t
c. Dari grafik tersebut diperoleh persamaan regresi y = -0,679x +
6,547. Nilai Ke diperoleh dari nilai b (slope) pada persamaan,
yaitu 0,679.
d. Kemudian ditentukan nilai C0 dengan menghitung eksponensial
dari nilai constant pada persamaan grafik hubungan Ln Du/t
dan midpoint. C0 adalah 697,1496
e. Ditentukan nilai t1/2 eliminasi dari data urin dengan
menggunakan rumus
T1/2 eliminasi = Ln 2Ke
T1/2 eliminasi = 0,6930,679
T1/2 eliminasi = 1,02062
f. Ditentukan nilai AUC dengan menggunakan rumus AUC
trapezoid, yaitu 0,5 (t2-t1) (Ct1+Ct2) sehingga diperoleh data
sebagai berikut :
Waktu (jam)
Ct (ug/ml)
AUC
0,25 4,2 0,525
16
0,5 3,5 0,9625
1 2,5 1,5
2 1,25 1,875
4 0,31 1,56
6 0,08 0,39
g. Nilai AUC inf diperoleh dengan membagi nilai AUC trapezoid
terakhir dengan AUC trapezoid pertama.
AUC inf = 0,39 / 0,525
AUC inf = 0,1161103
h. Nilai AUC 0-inf hingga dapat diperoleh dengan menggunakan
menjumlahkan seluruh nilai AUC trapezoid dan nilai AUC tak
hingga.
AUC 0-inf = (jumlah AUC trapezoid total) + AUC inf
AUC 0-inf = 6,8125 + 0,1161103
AUC 0-inf = 6,92861
i. Ditentukan nilai fraksi eliminasi dari data urin dengan
menggunakan rumus Kel / K (plasma) sehingga diperoleh nilai
Fel sebesar 0,99
j. Ditentukan nilai Du∞
Du∞ = BB pasien x Dosis awal x Fel
Du∞ = 50 kg x 20 mg/kg x 0,99
Du∞ = 985,4862119
k. Ditentukan klirens dari data urin.
- Cl renal = Du∞ / AUC0-∞
Cl renal = 985,4862119 / 6,92861
Cl renal = 142,234
- Cl total = Cl renal / Fel
17
Cl total = 142,234 / 0,99
Cl total = 144,329
- Cl non-renal = Cl total – Cl renal
Cl non-renal = 144,329 – 142,234
Cl non-renal = 2,095
7.2 Metode Ekskresi Urine Kumulatif (Sigma Minus Method)
1. Dari data waktu (t) dan Du (mg) dihitung nilai Du/t
2. Carilah Mid Point Time (waktu tengah). MPT (Mid Point Time)
digunakan untuk menghitung parameter farmakokinetik pada pemberian
intravaskular. Cara menghitung Mid Point Time yaitu dengan cara
menjumlahkan waktu pada titik tersebut dengan waktu sebelumya
kemudian dibagi 2.
t mid=t 1−t 2
2
3. Setelah dibuat empat kolom berturut-turut t ,Du, Du/t dan t mid,
ditentukan nilai ln Du / t.
Waktu Du(mg) Du/t t mid ln Du/t
0,25 160 640 0,125 6,4615
0,5 140 560 0,375 6,3279
1 200 400 0,75 5,9915
2 250 250 1,5 5,5215
4 188 94 3 4,5433
6 46 23 5 3,1355
4. Ditentukan tetapan laju eliminasi (β) untuk mencari Du inf, terlebih
dahulu ditentukan persamaan regresi linier antara waktu vs Ln Ct
Waktu Ct (µ/mL)
0,25 4,2
0,5 3,5
1 2,5
18
2 1,25
4 0,31
6 0,08
Gambar 7.1 Kurva Hubungan antara Ln Ct vs waktu (t)
Dari kurva tersebut diperoleh [slope] dan [intercept] persamaan
regresi linear berturut-turut : −0,689 dan 1,601. Sehingga diperoleh
persamaan regresi liniernya adalah -0,689x + 1,601. Dari grafik
hubungan antara Ln Ct dan waktu diperoleh persamaan y= -0,689x
+1,601 sehingga diperoleh nilai K sebesar 0,689. Nilai C0 diperoleh
dari exponensial a pada persamaan y= -0,689x + 1,601.
C0 = exp1,601
C0 = 4,957988
Parameter farmakokinetika :
a. Waktu paruh.
t 12
= ln 2K❑
19
0 1 2 3 4 5 6 7
-3.0000-2.5000-2.0000-1.5000-1.0000-0.50000.00000.50001.00001.50002.0000
f(x) = − 0.689484567649303 x + 1.60179715938996R² = 0.999968969179586
Kurva Hubungan Ln Ct vs t
Series2Linear (Series2)
waktu (jam)
Ln C
t
¿ ln 20,6895
jam
¿1,005289 jam
b. Laju eliminasi
K e=ln 2t 1
2
¿ ln 21,005289
jam
¿0,6797 jam-1
c.Du-inf
Du∞ = (BB x Dosis awal x Ke) / K
Duinf = Ke x1000K
¿ 0,6797 x10000,6895
¿985,7553
d. F eliminasi
Fel = Du∞ / (BB x Dosis awal)
F eliminasi=Duinf1000
¿ 985,75531000
¿0,98575
20
5. Ditentukan Du kumulatif, Du inf – Du kumulatif dan Ln (Du inf – Du
kumulatif).
TDu
Inf
Du
kumulatif
Du inf –
Du kumulatif
Ln (Du inf –
Du kumulatif)
0,25 985,7553 160 825,7553 6,7163
0,5 140 685,7553 6,5305
1 200 485,7553 6,1857
2 250 235,7553 5,4628
4 188 47,7553 3,8661
6 46 1,7553 0,5627
6. Dibuat kurva hubungan Ln(Du inf – Du kumulatif) vs t dengan
menggunakan 5 titik yaitu:
TLn (Du inf –
Du kumulatif)
0,25 6,7163
0,5 6,5305
1 6,1857
2 5,4628
4 3,8661
21
Dari kurva tersebut diperoleh [slope] dan [intercept] persamaan
regresi linear berturut-turut : −0,759 dan 6,929. Sehingga diperoleh
persamaan regresi liniernya adalah -0,759x + 6,929.
7. Dihitung kadar urine dalam darah C(0)
C(0) = exp(intercept)
= exp (6,929)
= 1021,4524 µg/mL
VIII. PEMBAHASAN
Sampel urin umumnya digunakan jika kadar obat dalam darah terlalu kecil
untuk dapat dideteksi. Selain itu sampel urin juga digunakan apabila eleminasi
obat dalam bentuk utuh melalui ginjal cukup besar yaitu lebih dari 40%. Salah
satu keuntungan sampel urin jika digunakan dalam analisis adalah mudah
dilakukan karena pengambilan sampelnya lebih mudah daripada pengambilan
sampel darah. Selain itu, jumlah sampel yang didapatkan banyak, lama dan selang
waktu penampungan urin sesuai dengan karakteristik obat yang akan diuji, dan
umumnya tidak mengandung lipid dan protein sehingga mudah untuk diekstraksi
menggunakan pelarut organik. Jenis senyawa yang umum terdapat dalam urin
larut air, sedangkan sebagian besar obat larut lemak, sehingga dapat diekstrasi
dengan pelarut yang sesuai (BPOM, 2005).
22
Tidak seperti plasma, urin bebas dari protein dan lipida, karena itu
umumnya dapat langsung diekstraksi dengan pelarut organik. Urin jika
dibandingkan dengan plasma atau serum, komposisinya bervariasi cukup besar
yang dapat dilihat dari warna gelap urin malam dibandingkan dengan warna pucat
urin yang dikumpulkan pada siang hari. Komposisi urin keseluruhan tergantung
pada diet yang memang menyebabkan warna yang berbeda (Wirasutha, 2008).
Kesulitan dalam penggunaan sampel urin adalah adanya perbedaan yang
besar dari volume urin yang dihasilkan pada satu tenggang waktu. Urin dapat
mempunyai rentang pH yang lebar, tergantung dari diet atau pengobatan.
Misalnya antasida, jika diabsorpsi akan menyebabkan urin basa sehingga tidak
boleh dikocok, melainkan tabung dibolak-balik secara pelahan-lahan (Wirasutha,
2008). Dalam farmakokinetik, urin dapat digunakan sebagai salah satu objek
pemeriksaan selain plasma darah, untuk penentuan beberapa parameter
farmakokinetik.
Data eksresi obat lewat urin dapat dipakai untuk memperkirakan
bioavailabilitas. Agar dapat diperkirakan yang sahih, obat harus dieksresi dengan
jumlah yang bermakna di dalam urin dan cuplikan urin harus dikumpulkan secara
lengkap (Shargel and Yu, 2005). Jumlah kumulatif obat yang dieksresi dalam urin
secara langsung berhubungan dengan jumlah total obat yang terabsorbsi. Di
dalam percobaan, cuplikan urin dikumpulkan secara berkala setelah pemberian
produk obat. Tiap cuplikan ditetapkan kadar obat bebas dengan cara yang spesifik.
Kemudian dibuat grafik yang menghubungkan kumulatif obat yang dieksresi
terhadap jarak waktu pengumpulan. Harga dDu/dt rata-rata digambar pada suatu
skala semilogaritmik terhadap waktu yang merupakan harga tengah (titik tengah)
waktu pengumpulan (Shargel and Yu, 2005).
Perbedaan pH urin dan volume dapat menyebabkan perbedaan laju
ekskresi urin yang bermakna. Oleh karena itu, untuk pengambilan data urin, perlu
diberitahukan kepada pasien untuk mengambil cuplikan urin yang lengkap atau
pengosongan kandung kemih yang sempurna. Apabila pengambilan data urin
kurang sempurna, maka akan menyebabkan kesalahan dalam penentuan kadar dan
berlanjut pada kesalahan penentuan parameter farmakokinetiknya.Laju eksresi
23
obat lewat urin (dDu/dt) tidak dapat ditentukan melalui percobaan setelah
pemberian obat. Dalam praktek, urin dikumpulkan pada jarak waktu tertentu dan
konsentrasi obat di analisis. Kemudian laju eksresi urin rata-rata dihitung untuk
tiap waktu pengumpulan. Harga dDu/dt rata-rata digambar pada suatu skala
semilogaritmik terhadap waktu yang merupakan harga tengah (titik tengah) waktu
pengumpulan. Untuk mencari nilai parameter dari data yang sudah tersedia, maka
perlu dilakukan fitting hingga diperoleh profil ekskresi urin yang tepat yang akan
ditunjukkan dengan kedekatan nilai korelasinya.
Metode pertama yang dilakukan dalam menentukan parameter
farmakokinetika adalah metode ekskresi urin. Dalam metode ekskresi urin
pertama-tama ditentukan kurva hubungan antara Ln Ct vs t. Dari kurva tersebut
dapat diperoleh nilai K dan C(0).
0 1 2 3 4 5 6 7
-3-2.5
-2-1.5
-1-0.5
00.5
11.5
2
f(x) = − 0.689484567649303 x + 1.60179715938996R² = 0.999968969179586
Ln Ct vs t
Series2Linear (Series2)
waktu
Ln C
t
Pemilihan titik-titik dalam penentuan kurva hubungan, dipilih titik yang
dapat menghasilkan korelasi yang paling mendekati nilai 1. Dari kurva diatas
diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 1. Berdasarkan bentuk profil obat
tersebut dapat disimpulkan bahwa obat tidak mengalami absorbs dan distribusi,
karena obat langsung mengami eleminasi. Hal tersebut menandakan bahwa obat
diberikan secara iv bolus. Nilai k yang diperoleh sebesar 0,698 dan nilai C(0)
yaitu 4,9579.
Selanjutnya dilakukan perhitungan farmakokinetika berdasarkan kurva
hubungan Ln Du tiap t vs mid point. Penggunaan midpoint dalam metode ini
24
didasarkan karena jumlah sampel urin yang dieksresikan tiap waktu penyampelan
tidak sama, sehingga bisa dianggap laju eksresinya tidak tetap. Hal ini tentunya
akan menyebabkan kesalahan dalam perhitungan farmakokinetika dari obat
tersebut. Midpoint merupakan nilai tengah antara interval waktu pengambilan
sampel terhadap sampel sebelumnya dan midpoint ini dianggap mampu mewakili
jumlah urin yang dieksresikan dalam waktu tertentu.Kurva hubungan Ln Du tiap t
vs mid point adalah:
0 1 2 3 4 5 60
1
2
3
4
5
6
7
f(x) = − 0.67966309292071 x + 6.54791627869166R² = 0.999409934322155
Ln Du/t vs Midpoint
Series2Linear (Series2)
Mid point
Ln D
u/t
Selanjutnya diperoleh nilai Ke sebesar 0,697 dan nilai C(0) adalah
697,1496. Selanjutnya ditentukan waktu paruh eleminasi yang diperoleh 1,02062
jam, hal tersebut menandakan bahwa obat tereleminasi dalam tubuh sangat cepat.
Nilai Du inf diperoleh sebesar 985,4862119 sedangkan nilai fraksi eliminasi
melalui urinya sebesar 0,99 yang artinya obat ini sangat mudah tereliminasi
melalui ginjal dan sekitar 99% nya obat ini dieksresikan melalui ginjal. Hal ini
sesuai dengan kriterian yang harus dipenuhi oleh obat untuk dapat dilakukan
penentuan parameter farmakokinetika melalui data urine. Nilai klirens yang
didapat yaitu nilai klirens renal adalah142,234 mL, klirens total adalah 144,329
dan klirens non-renal sebesar 2,095.
Dari metode sigma minus yang telah dilakukan, diperoleh kurva hubungan
antara Ln Ct vs t. dari kurva tersebut diperoleh persamaan regresi yaitu y= -
0,689x + 1,601 dengan nilai koefisien korelasi yang sempurna yaitu 1. Kemudian
25
diperoleh parameter-parameter lain, salah satunya adalah waku paruh eliminasi
(t1/2) yaitu 1,005289 jam. Waktu paruh menunjukkan waktu disaat obat telah
tereliminasi separuhnya. Waktu paruh juga seringkali dijadikan tolak ukur dalam
menentukan aturan pakai/signa dalam suatu pengobatan. Kemudian parmeter
lainnya adalah laju eliminasi (Ke), dalam perhitungan ini diperoleh harga Ke
sebesar 0,6797 jam-1. Laju eliminasi untuk sebagian besar obat merupakan suatu
proses orde kesatu, di mana laju eliminasi bergantung pada jumlah atau
konsentrasi obat yang ada. Pada umumnya, obat induk atau obat yang aktif yang
ditentukan dalam kompartemen vaskuler. Penghilangan atau eliminasi obat induk
secara total dari kompartemen dipengaruhi oleh metabolism (biotransformasi) dan
ekskresi (Shargel et al., 2012). Parameter selanjutnya adalah Du inf, yang
menggambarkan jumlah total obat yang diekskresikan dalam urin, diperoleh
sebesar 985,7553 dandiperoleh pula fraksi obat tereliminasi (F eliminasi) yaitu
0,98575.
Dari data Du inf, selanjutnya dicara nilai Du kumulatif, yaitu jumlah obat
kumulatif yang diekskresikan dalam urin. Kemudian diperoleh selisih antara Du
inf dan kumulatifnya, sertna nilai ln-nya. Selanjutnya dibuat kurva antara Ln(Du
inf – Du kumulatif) vs t. Dari kurva tersebut diperoleh [slope] dan [intercept]
persamaan regresi linear berturut-turut : −0,759 dan 6,929. Sehingga diperoleh
persamaan regresi liniernya adalah -0,759x + 6,929 denga harga koefisien korelasi
adalah 0,9992. Sehingga dari persamaan regresi linier tersebut dapat dihitung
kadar obat dal urin adalah 1021,45 µg/mL.
Jika parameter-parameter tersebut dibandingkan dengan nilai yang
diperoleh dari metode Rate, memiliki hasil yang sama, menunjukkan bahwa kedua
metode ini dapat diaplikasikan tanpa menghasilkan data yang membingungkan
untuk diinterpretasikan selanjutnya. Contohnya seperti nilai F eliminasi yang
dihasilkan baik dari rate method maupun sigma minus keduanya sama yaitu
0,98575. Selain F eliminasi, data lain yang menunjukkan adanya kesesuaian
kedua metode ini adalah tetapan laju eliminasinya (Ke) yaitu 0,679. Hal ini
menunjukkan bahwa pada akhirnya kedua metode ini dapat diaplikaskan baik
secara bersamaan, berkesinambungan, ataupun secara terpisah, bergantung pada
26
parameter apakah yang ingin diperoleh oleh seorang analis dalam menghitung
data ekskresi urin.
IX. KESIMPULAN
9.1 Dari data urin yang diperoleh dapat ditentukan parameter
farmakokinetika suatu obat diantaranya Ke, C0, T1/2, Du∞, fraksi
eliminasi, C0, AUC, dan klirens.
9.2 Dalam praktikum ini perhitungan parameter farmakokinetika
ditentukan dengan dua metode yaitu rate method dan sigma minus
method.
9.3 Adapun parameter yang diperoleh dari perhitungan ini adalah K
sebesar 0,689, C0 sebesar 4,957988, Ke sebesar 0,679, C0 sebesar
697,1496, T1/2 eliminasi sebesar 1,02062 jam, Du∞ sebesar
985,4862119, fraksi eliminasi melalui urinya sebesar 0,99 ,klirens
renal adalah 142,234 mL, klirens total adalah 144,329, klirens non-
renal adalah 2,095. Sedangkan dari metode sigma-minus diperoleh
nilai Ke adalah 0,7592 dan C0 adalah 1021,45. Hasil yang diperoleh
dari kedua metode menunjukan hasil yang berbeda pada Ke dan C0.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. 2010. Ilmu Meracik Obat: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
27
BPOM. 2005. Pedoman Uji Bioekivalensi. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Hakim, Lukman. 2011. Farmakokinetik. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Shargel, L. dan A.B.C.Yu. 2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan
Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
Shargel, Leon dan Andrew B.C.YU.2005. Biofarmasetika dan Farmakokinetika
Terapan Edisi Kedua : Surabaya : Airlangga Univerity Press.
Shargel, Leon, Susanna Wu-Pong, dan Andrew B.C.Yu. 2012. Biofarmasetika
dan Farmakokinetika, Edisi Kelima. Surabaya: Airlangga.
Tjay, T. H. dan Kirana R. 2007. Obat-obat Penting. Edisi Keenam. Jakarta:
Penertbit PT Elex Media Komputindo.
Wirasuta, IMAG. 2008. Buku Ajar Analisis Toksikologi Forensik. Jurusan
Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana: Bukit Jimbaran (Available at:
http://www.scribd.com/doc/ 27303128/Analisis-Toksikologi-Forensik, cited
: 21 November 2014)
.
28