fenomena distribusi

42
Laboratorium Farmasetika Jurusan Farmasi FIKES UIN Alauddin Makassar “FENOMENA DISTRIBUSI” OLEH: OLEH: KELOMPOK I (SATU) GELOMBANG I (SATU) ABULKHAIR ABDULLAH (70100111001) AGUS SALIM (70100111003) AHMAD ZAKIR (70100111004) ASWAR NASHIR AS(70100111017) FADLI DZULHIDAYAT (70100111024) Asisten Pembimbing MUH. HIDAYAT

Upload: abulkhair-abdullah

Post on 19-Jun-2015

2.285 views

Category:

Education


0 download

DESCRIPTION

Laporan Lengkap

TRANSCRIPT

Page 1: Fenomena Distribusi

Laboratorium Farmasetika

Jurusan Farmasi FIKES

UIN Alauddin Makassar

“FENOMENA DISTRIBUSI”

OLEH:

OLEH:

KELOMPOK I (SATU)

GELOMBANG I (SATU)

ABULKHAIR ABDULLAH (70100111001)

AGUS SALIM (70100111003)

AHMAD ZAKIR (70100111004)

ASWAR NASHIR AS(70100111017)

FADLI DZULHIDAYAT (70100111024)

Asisten Pembimbing

MUH. HIDAYAT

GOWA

2013

Page 2: Fenomena Distribusi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi

seseorang farmasis, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang

ilmu tersebut. Lebih khusus pengaruhnya terhadap distribusi obat didalam

tubuh manusia. Hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah kerja

obat pada tempat / organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh

bagian tubuh sampai memberikan efek terapeutik (Rivai, H. 1995 : 29).

Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak

saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam

campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri

diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu

ditambahkan kedalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup

untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan

diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Martin, Alfred.1993 :

27 ).

Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien partisi dengan cara

mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling

bercampur. Dengan percobaan ini, diharapkan dapat diketahui tentang

fenomena distribusi suatu obat jika terdapat dalam tubuh (Effendi. 2003 :

310)

Page 3: Fenomena Distribusi

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami cara penentuan koefisien partisi suatu

zat didalam pelarut yang saling tidak bercampur.

2. Tujuan Percobaan

Menentukan koefisien partisi Codein HCl, Asam Salisilat, dan

asetosal dalam pelarut air serta pelarut minyak kelapa yang tidak saling

bercampur.

C. Prinsip Pecobaan

Penentuan koefisien distribusi Aspirin dalam pelarut air dan minyak

kelapa berdasarkan perbandingan kadar suatu zat dalam dua pelarut yang

tidak saling bercampur tersebut, berdasarkan reaksi metrolisasi, dimana

sampel akan dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,01 N dengan

menggunakan indikator fenolftalein sampai terjadi perubahan warna yang

terjadi merah muda.

Page 4: Fenomena Distribusi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Umum

Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak

saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam

campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri

diantara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu

ditambahkan kedalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup

untuk menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan

diantara kedua lapisan dengan konsentrasi tertentu (Martin, Alfred.1993 : 27 )

Pelarut secara umum dibedakan atas dua pelarut, yaitu pelarut air dan

bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan dielektriknya (E), yaitu

gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang hampa dengan gaya

yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini menunjukkan

sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut tersebut.

Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada suhu

25oC, merupakan pelaruit yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi

juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar.

Sebaliknya, pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah

Page 5: Fenomena Distribusi

merupakan pelarut yang baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang

kurang baik untuk zat berpolar (Rivai, H. 1995 : 29)

Pengetahuan tentang koefisien partisi atau koefisien distribusi sangat

penting diketahui oleh seorang farmasis. Prinsip dari koefisien ini sangat

banyak berhubungan dengan ilmu farmasetik, termasuk disini adalah

pengawetan system minyak-air, kerja obat di tempat yang tidak spesifik,

absorbsi dan distribusi obat ke seluruh tubuh. (Martin, Alfred.1993 : 50)

Sebagai molekul terdisosiasi dalam ion-ion salah satu dari fase tersebut.

Hukum distribusi digunakan hanya untuk yang umum konsentrasinya pada

kedua fase, yaitu monomer atau molekul sederhana dari zat tersebut.( Runate,

FA. 1996 : 19)

Apabila ditinjau dari suatu zat tunggal yang tidak bercampur dalam

suatu corong pisah maka dalam sistem tersebut akan terjadi swuatu

keseimbangan sebagai suatu zat terlarut dalam fase bawah dan zat terlarut

dalam fase atas. Menurut hukum Termodinamika, pada keadaan seimbang

dan rasio aktivitas species terlarut dalam kedua fase itu merupakan suatu

ketetapan atau konstanta. Hal ini disebut sebagai Hukum Distribusi Nerst.

Nilai K tergantung pada suhu, bukan merupakan fungsi konstanta absolut zat

atau volume kedua fase itu (Cammarata, S. 1995 : 178-179)

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam

larutan, yaitu :

1. Temperatur

Page 6: Fenomena Distribusi

Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-kira 2 atau 3 tiap kenaikan suhu

10oC.

2. Kekuatan Ion

Semakin kecil konsentrasi suatu larutan maka laju distribusi makin kecil.

3. Konstanta Dielektrik

Efek konstanta dielektrik terhadap konstanta laju reaksi ionik

diekstrapolarkan sampai pengenceran tak terbatas, yang pengaruh

kekuatan ionnya 0. Untuk reaktan ion yang kekuatannya bermuatan

berlawanan maka laju distribusi reaktan tersebut adalah positif dan untuk

reaktan yang muatannya sama maka laju distribusinya negatif.

4. Katalisis

Katalisis dapat menurunkan laju - laju distribusi (Katalis negatif). Katalis

dapat juga menurunkan energi aktivitas dengan mengubah mekanisme

reaksi sehingga kecepatan bertambah.

5. Katalis Asam Basa Spesifik

Laju distribusi dapat dipercepat dengan penambahan asam atau basa. Jika

laju peruraian ini terdapat bagian yang mengandung konsentrasi ion

hidrogen atau hidroksi.

6. Cahaya Energi

Cahaya seperti panas dapat memberikan keaktifan yang diperlukan untuk

terjadi reaksi. Radisi dengan frekuensi yang sesuai dengan energi yang

cukup akan diabsorbsi untuk mengaktifkan molekul – molekul.

Page 7: Fenomena Distribusi

Mekanisme kerja dari pengawet atau bakteriostatik dari asam benzoat

dan asam-asam lainnya disebabkan hampir seluruhnya atau oleh asam yang

terdisosiasi dan tidak dalam bentuk ionik. Para peneliti menemukan bahwa

ragi saccaromyces ellipsoideus yang tumbuh secara normal pada pH 2.5 – 7

dengan adanya asam atau garam organik kuat, ditahan pertumbuhannya

apabila konsentrasi asam sampai 25 mg/100ml. Kerja pengawetan dari asam

benzoat tidak terdisosiasi jika dibndingkan dengan efektivitas dari ion asam

benzoat diduga disebabkan oleh mudahnya molekul tidak terionisasi relatif

menembus membran hidup dan sebaliknya, sulitnya ion melakukan hal itu.

Molekul tidak terdisosiasi, yang terdiri dari bagian non polar yang besar,

larutan dalam membran lipid dari mikroorganisme dan menembus membran

ini dengan cepat.

C

(HA)w= --------------------------------

Kq + 1 + Ka/(H3O)

Dimana : (HA)w = Kadar asam dalam air

C = Kadar asam total

K = Koefisien disribusi

q = Perbandingan volume kedua cairan

Ka = Konstanta asam

(Ansel. 1960 : 560)

Kerja pengawetan dari asam lemah dalam system air. Larutan, makanan

dan kosmetik merupakan sasaran kerusakan oleh enzim mikroorganisme,

Page 8: Fenomena Distribusi

yang bekerja sebagai katalis dalam reaksi penguraian. Enzim-enzim yang

dihasilkan oleh ragi, kapang dan bakteri harus dimatikan atau dihambat

pertumbuhannya untuk mencegah pengrusakan. Sterilisasi dan penambahan

zat kimia pengawet adalah hal umum digunakan dalam bidang farmasi untuk

mengawetkan larutan obat dari serangan berbagai mikroorganisme. Asam

benzoat dalam bentuk garam larut yaitu Natrium benzoat, kadang-kadang

digunakan untuk tujuan ini karena efeknya yang tidak membahayakan untuk

manusia jika dimakan dalam jumlah kecil (Effendi. 2003 : 304).

B. Uraian Bahan

1. Air Suling (Ditjen POM. 1979 : 96)

Nama resmi : Aqua destillata

Nama lain : Aquadest, air suling

Rumus molekul : H2O

Berat molekul : 18,02

Rumus Bangun : O

H H

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan

tidak berasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut, media distribusi

2. Asam Salisilat (Ditjen POM. 1979 : 56)

Nama resmi : ACIDUM SALYCYLICUM

Page 9: Fenomena Distribusi

Nama lain : Asam Salisilat

Rumus molekul : C7H6O3

Berat molekul : 138,12

Rumus Bangun :

Pemerian : Hablur ringan, tidak berwarna, tidak berbau, atau

serbuk berwarna putih, hablur rasa agak manis dan

tajam

Kelarutan : Larut dalam 150 bagian air dan dalam 4 bagian

etanol 95 % P, mudah larut dalam Kloroform P,

dan

dalam eter P, larut dalam kloroform

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai sampel

3. Codein HCl (Ditjen POM. 1995 : 252)

Nama resmi : CODEINI HYDROCURIDUM

Nama lain : Codein HCl

Rumus molekul : C18H21No3 . H2O

Berat molekul : 317,038

Pemerian : Hablur tidak berwarna, serbuk hablur berwarna

putih,

Page 10: Fenomena Distribusi

O

O OH

OH

tidak berbau

Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam air mendidih dan

dalam

eter, mudah larut dalam etanol dan kloroform

Rumus Bangun :

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung cahaya

Kegunaan : Sebagai sampel

4. Fenolftalein (Ditjen POM. 1995 : 662)

Nama resmi : PHENOLPTHAELEINUM

Nama lain : Fenolftalein

Rumus molekul : C20H14O4

Berat molekul : 313,34

Rumus bangun :

Pemerian : Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan

lemah,

Page 11: Fenomena Distribusi

tidak berbau, stabil di udara

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : SebagaI indikator pada titrasi NaOH

5. NaOH (Ditjen POM. 1979 : 412)

Nama resmi : NATRII HYDROXIDUM

Nama lain : Natrium hidroksida

Rumus molekul : NaOH

Berat molekul : 40,00

Pemerian : Bentuk batang, butiran, massa hablur atau

keping,

kering, keras, rapuh, putih, mudah meleleh

basah, sangat alkalis dan korosif, segera

menyerap CO2.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol

(95 %) P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai larutan penitrasi

6. Asetosal (Dirjen POM, 1979:43)

Nama Resmi : ACIDUM ACETYL SALICYLICUM

Nama Lain : Asam Asetil salisilat, Asetosal

Rumus Molekul : C3H8O4

Berat Molekul : 180,1

Rumus struktur :

Page 12: Fenomena Distribusi

Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur

putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau,

rasa asam.

Kelarutan : agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam

etanol (95 %) P, Larut dalam kloform P dan

dalam eter P

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : sebagai sampel

1ml natrium hidroksida 0,1 N setara dengan 18,02 mg C9H804

C. Prosedur Kerja (TIM Asisten, Penuntun Penuntun Praktikum Kimia Fisika.

2012 : 10)

Timbang seksama 100 mg asam benzoat, larutan dalam 100 ml air

suling, pipet 50,0 ml dari larutan tadi, masukkan dalam corong pisah, tambah

dengan 50 ml minyak kelapa, kocok dan biarkan selama 15 menit. Ambil

sebanyak 25,0 ml titrasi dengan larutan baku NaOH dan tambahkan indikator

fenolftalein secukupnya hingga larutan berubah menjadi warna merah muda,

lakukan hal yang sama dengan asam benzoat, hitung koefisien partisi dari

asam borat dan asam benzoate dalam campuran air dan minyak kelapa.

Diulangi percobaan diatas dimana sampelnya diganti dengan benzoate

sebanyak 2 gram dilarutkan dalam air sebanyak 50 ml.

Page 13: Fenomena Distribusi

BAB III

METODE KERJA

A. Alat dan Bahan yang Digunakan

Alat yang digunakan adalah Buret, Corong, Erlenmeyer, Gelas Kimia,

Gelas Ukur, Neraca Analitik, Pipet Tetes, Pipet Volume.

Bahan yang digunakan adalah Aspirin, Aquadest, Indikator

fenolftalein, Minyak Kelapa, NaOH 0,01 N.

B. Cara Kerja

1. Penentuan koefisien distribusi

Disiapkan alat dan bahan. Ditimbang Aspirin 100 g dan

dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Diambil 25 ml lalu ditambahkan

dengan indikator fenolftalein dan dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga

berubah warna menjadi merah mudah. Dicatat hasilnya. Dambil lagi 50

ml dari 70 ml campuran aquadest dan aspirin yang tersisa, lalu di

masukkan dalam corong pisah. Diambil 50 ml minyak kelapa.

Dimasukkan 50 ml minyak kelapa dalam corong pisah berisi larutan

aspirin dan aquadest yang telah dilarutkan sebelumnya. Digojok hingga

terdispersi lalu didiamkan sebentar. Diambil 25 ml lalu dititrasi dengan

Page 14: Fenomena Distribusi

NaOH 0,01 N dengan menambahkan indikator fenolftalein 2 tetes.

Dilihat perubahan warna menjadi merah muda lalu catat hasilnya.

2. Pembuatan Larutan NaOH

Pertama-tama disiapkan alat dan bahan. Kemudian

ditimbang ± 450 mg asam oksalat, gerus jika perlu.

Setelah itu, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml dan

ditambahkan air bebas CO2 50 di ad kan 100 ml, ditutup

dan dikocok. Lalu, dimasukkan kedalam erlenmeyer 250

ml dan ditambahkan 2 tetes indikator fenolftalein.

Dititrasikan dengan larutam NaOH hingga warna berubah

menjadi merah muda.

3. Pembakuan Larutan NaOH

Pertama-tama disiapkan alat dan bahan kemudian

ditimbang 4,0001 gram NaOH Kristal dan dilarutkan

dalam air bebas CO2 hingga volume 100 ml.

Page 15: Fenomena Distribusi

BAB IV

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A. Tabel Pengamatan

SampelVolume

Air + Minyak Air

Aspirin 0,7 ml 1 ml

codein HCl 0,4 ml 0,2 ml

Asam Salisilat 1,1 ml 6 ml

B. Perhitungan

1. Kadar codein HCL

a. Tanpa penambahan minyak

%K1 ¿V . N .Bst .Fp Bs . Fk

x 100 %

¿0,2× 0,1× 33,55 ×4

100 ×0,7 x 100 %

¿2,684

10x 100 %

¿26,84 %

Page 16: Fenomena Distribusi

b. Dengan penambahan minyak

% K2 ¿ 0,4 ×0,1 ×33,55 × 4100 × 0,1

x 100 %

¿5,368

10 x 100 %

¿53,68 %

c. Koefisien distribusi

koef ¿Ca−Cb

C a

¿26,84 %−53,68 %

26 , 84 %

¿−1%

2. Kadar Asetosal

a. Tanpa Penambahan Minyak

% K1 ¿1× 0,1× 18,2× 4

100 ×0,1×100 %

¿72,08 %

b. Dengan penambahan minyak

% K1 = 0,7 x0,1 x18,02 x 4

100 x 0,1 x 100 %

= 5,0456

10 x 100 %

= 50,456 %

c. Koefisien distribusi

Page 17: Fenomena Distribusi

koef ¿ Ca−CbCa

= 72,08 %−50,456 %

72,08 % ¿0,3 %

3. Kadar asam salisilat

a. Tanpa penambahan minyak

% k1 = 6 x0,1 x69,06 x 4

100 x 0,5 x 100 %

= 165,744

50 x 100 %

= 331,488 %

b. Dengan penambahan minyak

% k1 = 1,1 x 0,1× 69,06 x 4

100 x 0,5 x 100 %

= 30,3864

50 x 100 %

= 60,7728 %

c. Koefisien distribusi

koef = 331,488 %−60,7728 %

331 , 488 %

¿0,81 %

Page 18: Fenomena Distribusi

C

O

OH + H2O C

HO

OH + H3O+

OH OH

C. Reaksi

1. Reaksi asam salisilat dengan NaOH

2. Reaksi Codein HCl dengan NaOH

3. Reaksi asetosal dengan NaOH

4. Reaksi indikator penoftalein

Page 19: Fenomena Distribusi

C

C

OH + H3O+

O-

O

O

H2In, fenolftalein HIn -, tidak berwarna

tidak berwarna

in 2 , merah

5. Reaksi distribusi asam salisilat

Page 20: Fenomena Distribusi

6. Reaksi distribusi asetosal

Page 21: Fenomena Distribusi

D. Pembahasaan

Fenomena distribusi adalah suatu fenomena dimana distribusi suatu

senyawa antara dua fase cair yang tidak saling bercampur, tergantung pada

Page 22: Fenomena Distribusi

interaksi fisik dan kimia antara pelarut dan senyawa terlarut dalam dua fase

yaitu struktur molekul.

Suatu zat dapat larut dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak

saling bercampur. Jika kelebihan campuran atau zat padat ditambahkan ke

dalam cairan yang tidak saling bercampur tersebut maka zat tersebut akan

mendistribusi diri di antara dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh.

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam larutan yaitu larutan

jenuh, larutan tidak jenuh dan larutan lewat jenuh. Larutan jenuh adalah suatu

larutan di mana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat

(zat terlarut), larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang

mengandung zat terlarut dalam konsentrasi yang dibutuhkan untuk

penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu, sedangkan larutan lewat

jenuh adalah larutan yang mengandung jumlah zat terlarut dalam konsentrasi

yang lebih banyak daripada yang seharusnya pada temperatur tertentu.

Pada percobaan ini dilakukan penentuan koefisien distribusi dari

aspirin dengan cara perbandingan persen kadar minyak dengan persen kadar

air.

Pelarut yang digunakan adalah air dan minyak kelapa, dimana kedua

pelarut ini tak dapat larut satu sama lain tetapi sampel dapat larut dalam

kedua sampel tersebut. Hal ini disebabkan karena air merupakan pelarut polar

sedangkan minyak kelapa merupakan pelarut non polar. Hal ini disebabkan

karena pada minyak terdapat karbon sehingga menyebabkan bentuk

Page 23: Fenomena Distribusi

streokimianya simetris sehingga tidak memiliki momen dipol. Momen dipol

menentukan suatu zat itu bersifat polar atau kurang polar.

Cara kerja dari percobaan ini adalah pertama-tama disiapkan alat dan

bahan. dilarutkan aspirin 100 g kedalam 100 ml aquadest lalu untuk

perlakuan tanpa minyak diambil 25 ml lalu ditambah Indikator fenolftalein

sebanyak 2 tetes lalu dititrasi dengan NaOH hingga berubah warna menjadi

merah muda kemudian dicatat hasil volumenya. untuk perlakuan kedua yaitu

pada penambahan minyak kelapa dimana aspirin yang telah dilarutkan tadi

dalam aquadest masi hada 75 ml diambil 50 ml dimasukkan dalam corong

pisah lalu ditambah 50 ml minyak kelapa dan digojok beberapa menit hingga

terbentuk emulsi lalu didiamkan sebentar hingga memisah fase air dan fase

minyak, kemudian diambil bagian bawah sebanyak 25 ml lalu ditambah

indikator fenolftalein2-3 tetes lalu dititrasi dengan NaOH 0,01 N hingga

terjadi perubahan warna menjadi merah muda.

Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan

koefisien distibusi untuk asam salisilat 0, 81, asetosal 0,3 dan codein HCl -1.

Metode titrasi yang digunakan adalah alkalimetri yang dilakukan

berdasarkan reaksi netralisasi yaitu sampel asam yang dititrasi dengan titran

basa akan bereaksi sempurna dengan semua asam sehingga dapat diperoleh

titik akhir titrasi dengan melihat perubahan warna larutan dari bening menjadi

merah muda akibat penambahan indikator basa yaitu fenolftalein sebelum

dititrasi di mana trayek pH dari fenolftalein adalah 8,3-10,0.

Page 24: Fenomena Distribusi

Mekanisme perubahan warna yang terjadi pada titrasi alkalimetri yang

digunakan adalah pada larutan titer yang bersifat asam yang telah

ditambahkan Indikator fenolftalein dititrasi dengan titran yang bersifat basa,

dimana akan terjadi reaksi antara sampel asam yaitu aspirin, codein HCl, dan

asam salisilat dengan titran basa yaitu NaOH membentuk larutan garam. Hal

ini akan terus terjadi hingga larutan asam tepat telah habis bereaksi dengan

NaOH dan disebut titik ekuivalen. Pada titik ekuivalen ini, belum terjadi

perubahan warna tetapi kelebihan satu tetes saja larutan NaOH akan

menyebabkan terjadinya perubahan warna dari bening menjadi merah muda

yang berasal dari reaksi antara kelebihan titran basa dengan indikator

fenolftalein.

Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak

bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut

terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika

nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk

terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya.

Dalam percobaan ini terjadi suatu keadaan dimana sampel yang

digunakan yaitu aspirin cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari pada

fase minyaknya, codein HCl cenderung untuk terdistribusi dalam fase air dari

pada fase minyaknya dan asam salisilat cenderung untuk terdistribusi dalam

fase air dari pada fase minyaknya. Dimana kita ketahui bersama bahwa air

merupakan pelarut yang polar dan pelarut yang ideal untuk senyawa-senyawa

Page 25: Fenomena Distribusi

tertentu (kecuali yang tidak dapat larut dalam pelarut air tapi larut dalam

pelarut organik lainnya).

Adanya titrasi blanko bertujuan sebagai pembanding titrasi pada

larutan yang sudah diberi minyak, untuk membandingkan distribusi zat dalam

satu pelarut dan distribusi zat yang dipengaruhi pelarut lainnya

Pada percobaan ini terdapat beberapa kesalahan dimana hasil yang

diperoleh tidak sesuai dengan literatur. Hal ini mungkin disebabkan karena

a. Sampel tidak terdispersi dengan baik dalam kedua pelarut.

b. Larutan dalan corong pisah belum berpisah dengan baik saat pengambilan

fasa air untuk titrasi.

c. Kesalahan dalam menitrasi.

d. Pada saat pengambilan fase air dari campuran larutan dan minyak

menggunakan pipet tetes dalam Erlenmeyer, masih ada bagian minyak

yang ikut bersama dengan fase air sehingga mempengaruhi titik akhir

titrasi.

e. Kelarutan sampel yang tidak sempurna.

Aplikasi koefisien distribusi dalam bidang farmasi yaitu untuk

menentukan pengawet yang akan digunakan dalam sediaan dan untuk

menentukan absorbsi dan distribusi suatu bahan obat dalam tubuh. Pengawet

yang baik dalam sediaan emulsi, misalnya, harus dapat larut dalam air dan

dalam minyak, sebab jika pengawet hanya larut air maka fase minyak akan

ditumbuhi oleh mikroorganisme sehingga tidak menghasilkan suatu sediaan

yang baik. Untuk menentukan absorbsi obat, misalnya dalam pembuatan

Page 26: Fenomena Distribusi

salep untuk menentukan bahan salep yang bekerja pada lapisan kulit tertentu

sehingga menghasilkan efek yang diinginkan.

BAB V

PENUTUP

Page 27: Fenomena Distribusi

A. Kesimpulan

Dari hasil percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil perhitungan

koefisien distibusi untuk asam salisilat 0, 81, asetosal 0,3 dan codein HCl -1.

B. Saran

1. Laboratorium

Alat dan bahan di lengkapi

2. Asisten

Mohon bimbingannya agar lebih baik lagi

DAFTAR PUSTAKA

Cammarata, S. Farmasi Fisika, UI-Press, Jakarta, 1995.

Page 28: Fenomena Distribusi

Dirjen POM. Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI., Jakarta. 1995

Dirjen POM. Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI., Jakarta. l979

Effendi. Pengolahan Teknologi Sediaan Farmasi. UGM, Yogyakarta. 2003.

Fitrah, Muh. dkk. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. UIN Alauddin Makassar.

2012.

Martin, Alfred,. Farmasi Fisik, jilid I Edisi III. UI-Press, Jakarta. 1993.

Martin, Alfred,. Farmasi Fisik, jilid II Edisi III, UI-Press, Jakarta. 1993.

Rivai, H. Azas Pemeriksaan Kimia, UI-Press, Jakarta. 1995

Runate, FA. Analisis Instrumental Farmasi I, Jurusan Farmasi, F-MIPA, Unhas,

Makassar. 1996

Lampiran I

Skema kerja

a. Tanpa Minyak

Ditimbang @100 mg sampel(Condein HCl, asam salisislat, asetosal)

Page 29: Fenomena Distribusi

b. Dengan Minyak

Dilarutkan 100 ml aquadest

Diambil 25 ml larutanDilarutkan 100 ml aquadest

Erlenmeyer

+ 3 tetes indikator pp

Dititrasi NaOH 0,1 M

Ukur volume titrasi

50 ml larutan sampel + 50 ml minyak kelapa

Corong pisah

DidiamkanDipisahkan fase air beberapa ml

+ indikator pp

Page 30: Fenomena Distribusi

Dititrasi NaOH Dititrasi NaOHUkur volume titrasi